Você está na página 1de 23

Dalam sebuah bisnis maupun perekonomian, suatu audit menjadi sebuah hal yang

sangat penting sekali, mengapa ? karena audit ini dapat memberikan kepercayaan yang lebih
kepada para pihak yang berkepentingan, misalkan saja di dalam suatu perusahaan, suatu audit
akan sangat dibutuhkan oleh para pemegang saham untuk melihat kondisi ataupun memantau
perkembangan perusahaan yang menjadi hak milik para pemegang saham tanpa intervensi
dari pihak pihak manajemen atau karyawaan perusahaan.
Bukti audit merupakan suatu konsep yang fundamental di dalam audit, dan hal itu
dinyatakan dalam standar pekerjaan lapangan ketiga. Ikatan Akuntan Indonesia (2001 : 326
pr. 1) menyatakan bahwa : Standar pekerjaan lapangan ketiga berbunyi : Bukti audit
kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, pengajuan
pernyataan, dan konfirmasi sebagai dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat
atas laporan keuangan auditan. . Sebagian besar pekerjaan auditor independen dalam
rangka memberikan pendapat atas laporan keuangan terdiri dari usaha untuk mendapatkan
dan mengevaluasi bukti audit. Rentang informasi ini sangat beragam kemampuannya dalam
mempengaruhi auditor memutuskan apakah laoran keuangan telah disajikan sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Ukuran keabsahan (validity) bukti tersebut untuk tujuan audit tergantung pada
pertimbangan auditor independen. Bukti audit sangat bervariasi pengaruhnya terhadap
kesimpulan yang ditarik oleh auditor independen dalam rangka memberikan pendapat atas
laporan keuangan auditan. Relevansi, objektivitas, ketepatan waktu, dan keberadaan bukti
audit lain yang menguatkan kesimpulan, seluruhnya berpengaruh terhadap kompetensi bukti.
A. BUKTI AUDIT
I. Pengertian Bukti Audit
Mulyadi (2002 : 74) dalam Ricky Aditia (2012) mendefinisikan bukti audit sebagai :
Segala informasi yang mendukung angka angka atau informasi lain yang disajikan dalam
laporan keuangan, yang dapat digunakan oleh auditor sebagai dasar untuk menyatakan
pendapatnya.
Arens, Elder dan Beasley (2008 : 225) mendefinisikan bukti audit sebagai setiap
informasi yang digunakan oleh auditor untuk menentukan apakah informasi yang diaudit
telah dinyatakan sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.
Dalam akuntansia (2011) Bukti audit didefinisikan sebagai setiap informasi yang
digunakan oleh auditor untuk menentukan apakah informasi yang diaudit telah sesuai dengan
criteria yang ditetapkan.

Berdasarkan beberapa penjelasan pengertian bukti audit diatas maka dapat ditarik
kesimpulan, bukti audit adalah Segala informasi yang mendukung data yang disajikan
dalam laporan keuangan, yang digunakan auditor sebagai dasar untuk menyatakan
pendapatnya mengenai kewajaran laporan keuangan. Informasi tersebut terdiri dari Bukti
yang berasal dari data akuntansi dan bersifat sebagai informasi pendukung lainnya. Bukti
yang berasal dari data akuntansi dapat berupa jurnal, buku besar dan buku pembantu,
pedoman akuntansi terkait, Informasi dan catatan memorandum (kertas kerja
perhitungan-perhitungan, rekonsiliasi). Sedangkan Bukti yang merupakan informasi
pendukung lainnya dapat berupa inspeksi dan pemeriksaan fisik, Konfirmasi dan
pernyataan tertulis, dokumen-dokumen (cek, faktur, perjanjian, kontrak, dll),
Informasi dari wawancara, observasi seperti obeservasi pada sistem pengendalian
internal perusahaan.
II. Tujuan Audit
Tujuan umum audit atas laporan keuangan adalah untuk menyatakan pendapat atas
kewajaran laporan keuangan, dalam semua hal yang material, sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berterima umum di Indonesia. Kewajaran laporan keuangan dinilai
berdasarkan asersi yang terkandung dalam setiap unsur yang disajikan dalam laporan
keuangan.
III. Asersi Manajemen Dalam Laporan Keuangan
SA Seksi 326 paragraf 03 menyebutkan berbagai asersi yang terkandung dalam laporan
keuangan. Asersi tersebut dapat bersifat implisit maupun eksplisit. Asersi manajemen yang
disajikan dalam laporan keuangan dapat diklasifikasikan berdasarkan penggolongan besar
berikut ini:
1.

Asersi Keberadaan atau Keterjadian


Behubungan dengan apakah aktiva atau utang entitas ada pada tanggal tertentu dan apakah
transaksi yang dicatat telah terjadi selama periode tertentu.

2.

Asersi Kelengkapan
Berhubungan dengan apakah semua transaksi dan akun yang seharusnya telah disajikan
dalam laporan keuangan.

3.

Asersi Hak dan Kewajiban


Berhubungan dengan apakah aktiva merupakan hak perusahaan dan utang merupakan
kewajiban perusahaan pada tanggal tertentu.

4.

Asersi Penilaian atau Alokasi


Berhubungan dengan apakah komponen aktiva, kewajiban, pendapatan, dan biaya sudah
dicantumkan dalam laporan keuangan pada jumlah yang semestinya.

5.

Asersi Penyajian dan Pengungkapan


Berhubungan

dengan

apakah

komponen-komponen

tertentu

laporan

keuangan

diklasifikasikan dijelaskan, dan diungkapakan semestinya.


Secara tidak langsung, hal tersebut diatas telah melukiskan hubungan antara asersi
manajemen dengan tujuan umum audit. Karena kewajaran laporan keuangan sangat
ditentukan integritas berbagai asersi manajemen yang terkandungdalam laporan keuangan.
IV. SA Seksi 326-Bukti Audit
Standar Pekerjaan Lapangan Ketiga
Bukti audit merupakan suatu konsep yang fundamental di dalam audit, dan hal itu
dinyatakan dalam standar pekerjaan lapangan ketiga. Ikatan Akuntan Indonesia (2001 : 326
pr. 1) menyatakan bahwa :
Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan,
permintaan keterangan dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat
atas laporan keuangan auditan.
Bukti audit didasarkan atas standar pekerjaan lapangan ketiga. Ada empat kata penting
dalam standar tersebut, yaitu:
1. Bukti Audit
Bukti audit yang mendukung laporan keuangan terdiri dari: data akuntansi dan semua
informasi penguat (corroborating information) yang tersedia bagi auditor.
Data akuntansi berupa jurnal, buku besar, dan buku pembantu, serta buku pedoman
akuntansi, memorandum, dan catatan tidak resmi, seperti daftar lembaran kerja (work sheet)
yang mendukung alokasi biaya, perhitungan dan rekonsiliasi secara keseluruhan merupakan
bukti yang mendukung laporan keuangan.
Informasi penguat meliputi segala dokumen seperti cek, faktur, surat kontrak, notulen rapat,
konfirmasi, dan pernyataan tertulis dari pihak yang mengetahui; informasi yang diperoleh
auditor melalui permintaan keterangan, pengamatan, inspeksi, dan pemeriksaan fisik; serta
informasi lain yang dikembangkan oleh atau tersedia bagi auditor yang memungkinkannya
untuk menarik kesimpulan berdasarkan alasan yang kuat.
2. Kesesuaian dan Kecukupan Bukti

Cukup atau tidaknya bukti audit berkaitan dengan kuantitas bukti yang harus dikumpulkan
oleh auditor. Pertimbangan profesional auditor memegang peranan yang penting. Ada
beberapa factor yang mempengaruhi pertimbangan auditor dalam menetukan cukup atau
tidaknya bukti audit:
Materialitas dan Resiko
Akun yang saldonya besar dalam laporan keuangan diperlukan jumlah bukti audit yang lebih
banyak bila dibandingkan dengan akun yang bersaldo tidak material. Untuk akun yang
memiliki kemungkinan tinggi untuk disajikan salah dalam laporan keuangan, jumlah
bukti audit yang dikumpulkan oleh auditor umumnya lebih banyak bila dibandingkan
dengan akun yang memilliki kemungkinan kecil untuk salah disajikan dalam laporan
keuangan.
Risiko audit
Ada hubungan terbalik antara risiko audit dengan jumlah bukti yang diperlukan untuk
mendukung pendapat auditor atas laporan keuangan. Rendahnya risiko audit berarti
tingginya tingkat kepastian yang diyakini auditor mengenai ketepatan pendapatnya.
Tingginya tingkat kepastian tersebut menuntut auditor untuk menghimpun bukti yang
lebih banyak. Semakin rendah tingkat risiko audit yang dapat diterima auditor,
semakin banyak bukti audit yang diperlukan.
Faktor Ekonomi
Pengumpulan bukti audit yang dilakukan oleh auditor dibatasi oleh dua faktor: waktu dan
biaya. Jika dengan memeriksa jumlah bukti yang lebih sedikit dapat diperoleh keyakinan
yang sama tingginya dengan pemeriksaan terhadap keseluruhan bukti, aditor memilih untuk
memeriksa jumlah bukti yang lebih sedikit berdasarkan pertimbangan ekonomi: biaya dan
manfaat (cost and benefit).
Ukuran dan Karakteristik Populasi
Dalam pemeriksaan atas unsur-unsur tertentu laporan keuangan, auditor seringkali
menggunakan sampling audit. Dalam sampilng audit, auditor memilih secara acak sebagian
anggota populasi untuk diperiksa karakteristiknya. Umumnya, semakin besar populasi,
semakin banyak jumlah bukti audit yang diperiksa oleh auditor.
Karakteristik populasi berkaitan dengan homogenitas atau variabilitas item individual
yang menjadi anggota populasi. Auditor memerlukan lebih banyak sampel atau informasi
yang lebih kuat atau mendukung atas populasi yang bervariasi anggotanya daripada populasi
yang seragam.

Karakteristik populasi ditentukan oleh homogenitas anggota populasi. Jika auditor


menghadapi populasi dengan anggota yang homogen, jumlah bukti audit yang dipilih
dari populasi tersebut lebih kecil dibandingkan dengan populasi yang beranggotakan
heterogen.
Dari penjelasan beberapa faktor-faktor diatas, dapat kita lihat ada dua faktor paling
penting dalam menentukan apakah bukti audit yang dikumpulkan cukup atau tidak, yaitu
ekspektasi auditor atas kemungkinan salah saji (materialitas)

dan efektivitas dari

pengendalian intern klien. Untuk mengilustrasikannya, Asumsikan bahwa dalam audit atas
suatu organisasi, auditor menyimpulkan bahwa ada kemungkinan besar terjadi keusangan
persediaan karena sifat barang persediaan itu sendiri. Auditor mengambil sampel persediaan
yang lebih besar dibandingkan jika auditor menduga bahwa kemungkinan terjadinya
keusangan persediaan adalah kecil. Dengan cara yang sama, apabila auditor menyimpulkan
bahwa pengendalian intern auditan dalam pencatatan aktiva tetap telah berjalan dengan baik,
maka jumlah sampel yang lebih kecil akan dianggap memadai dalam audit atas perolehan
aktiva tetap.
3. Kompetensi Bukti Audit
Kompetensi bukti audit berhubungan dengan kualitas atau keandalan data akuntansi
dan informasi penguat. Pengendalian intern yang kuat menyebabkan keandalan catatan
akuntansi dan bukti-bukti lainnya yang dibuat dalam organisasi klien. Pada umumnya,
kecukupan bukti diukur dengan ukuran sampel yang dipilih oleh auditor. Misalnya untuk
suatu prosedur audit, bukti yang diperoleh dari sampel sebesar 100 bukti umumnya akan
lebih memadai daripada pengambilan sampel sebanyak 50 bukti.Kompetensi informasi
penguat dipengaruhi oleh beberapa faktor:
Relevansi, bukti audit harus berkaitan dengan tujuan audit.
Sumber,bukti audit yang berasal dari sumber di luar organisasi klien pada umumnya
merupakan bukti yang tingkat kompetensinya dianggap tinggi.

Ketepatan waktu,berkaitan dengan tanggal berlakunya bukti yang diperoleh oleh


auditor.

Objektivitas, bukti objektif umumnya lebih andal dibandingkan dengan bukti yang
bersifat subjektif.

4. Bukti Audit Sebagai Dasar yang Layak untuk Menyatakan Pendapat Auditor
Pertimbangan auditor tentang kelayakan bukti audit dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu:

Pertimbangan professional, merupakan salah satu faktor yang menentukan keseragaman


penerapan mutu dan jumlah bukti yang diperlukan dalam audit.

Integritas manajemen, auditor akan meminta bukti kompeten jika terdapat keraguan
terhadap integritas manajemen.

Kepemilkikan publik versus terbatas, auditor memerlukan tingkat keyakinan yang


lebih tinggi dalam audit atas laporan keuangan perusahaan publik dibandingkan
dengan audit atas laporan keuangan perusahaan yang dimiliki oleh dikalangan
terbatas.

Kondisi keuangan, auditor harus mempertahankan pendapatnya atas laporan keuangan


auditan dan mutu pekerjaan audit yang telah dilaksanakan sekalipun jika perusahaan yang
telah diaudit mengalami kesulitan keuangan ataupun kebangkrutan.
Tipe Bukti Audit
Tipe bukti audit dikelompokan menjadi 2 yaitu tipe data akuntansi dan tipe informasi
penguat.
1. Tipe Data Akuntansi

Pengendalian Intern Sebagai Bukti


Pengendalian intern yang dibentuk dalam setiap kegiatan perusahaan dapat digunakan
untuk mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi. Auditor harus mengetahui bahwa
klien telah merancang pengendalian intern dan telah melaksanakannya dalam kegiatan
usahanya setiap hari, hal ini merupakan bukti yang kuat bagi auditor mengenai
keandalan informasi yang dicantumkan dalam laporan keuangan.
Catatan Akuntansi Sebagai Bukti
Auditor melakukan verifikasi terhadap suatu jumlah yang tercantum dalam laporan
keuangan, dengan melakukan penelusuran kembali jumlah tersebut melalui catatan
akuntansi. Dengan demikian, catatan akuntansi merupakan bukti audit bagi auditor
mengenai pengolahan transakasi keuangan yang telah dilakukan oleh klien.

2. Tipe Informasi Penguat

Bukti Fisik
Bukti fisik adalah bukti audit yang diperoleh dengan cara inspeksi atau perhitungan
aktiva berwujud. Pengamatan fisik terhadap suatu aktiva merupakan cara untuk
mengidentifikasi sesuatu yang diperiksa, untuk menentukan kuantitas, dan merupakan suatu
usaha untuk menentukan mutu atau keaslian kekayaan tersebut.
Bukti Dokumenter
Bukti dokumenter adalah bukti yang terbuat dari kertas bertuliskan huruf dan atau
angka atau symbol-simbol yang lain. Menurut sumbernya, bukti dokumenter dibagi
menjadi 3 golongan, yaitu:
a. Bukti dokumenter yang dibuat oleh pihak luar yang bebas yang dikirimkan langsung
kepada auditor.
b. Bukti dokumenter yang dibuat pihak luar yang bebas yang dismpan dalam arsip klien.
c.

Bukti dokumenter yang dibuat dan disimpan dalam organisasi klien.

Perhitungan Sebagai Bukti


Perhitungan yang dilakukan sendiri oleh auditor, dapat berupa:
1. Footing, yaitu pembuktian ketelitian penjumlahan vertikal.
2. Cross-footing, yaitu pembuktian ketelitian penjumlahan horizontal.
3.

Pembuktian ketelitian perhitungan biaya depresiasi dengan cara menggunakan tarif


depressiasi yang digunakan oleh klien.

4. Pembuktian ketelitian penentuan taksiran kerugian piutang usaha, laba per saham yang
beredar, taksiran pajak perseroan, dan lain-lain.
Bukti Lisan
Dalam rangka mengumpulkan bukti, auditor banyak meminta keterangan secara
lisan dari klien terutama para manajer. Jawaban lisan yang diperoleh dari permintaan
keterangan tersebut merupakan tipe bukti lisan.
Perbandingan
Untuk menentukan akun atau transaksi yang akan dipisahkan guna penyelidikan yang
lebih intensif, auditor melakukan analis terhadap perbandingan setiap aktiva, utang,
penghasilan, dan biaya dengan saldo yang berkaitan dalam tahun sebelumnya.
Bukti dari Spesialis
Spesialis adalah seorang atau perusahaan yang memiliki keahlian atau
pengetahuan khusus dalam bidang selain akuntansi dan auditing. Pada umumnya

spesialis yang digunakan oleh auditor bukan orang atau perusahaan yang mempunyai
hubungan dengan klien.
Penentuan persyaratan keahlian dan nama baik spesialis sepenuhnya berada ditangan
auditor. Jika auditor menerima hasil penemuan spesialis sebagai bukti audit yang kompeten,
hasil kerja spesialis tersebut tidak perlu disebut dalam laporan auditor yang berisi pendapat
wajar. Jika auditor puas dengan hasil penemuan spesialis, dan jika ia memberikan pendapat
selain pendapat wajar, maka ia dapat menunjukkan hasil pekerjaan spesialis tersebut untuk
mendukung alasan tidak diberikan pendapat wajar dalam laporan auditnya.

V. Jenis Bukti Audit


Dalam memutuskan prosedur-prosedur audit manakah yang akan digunakan, auditor
dapat memilihnya dari ketujuh kategori umum bukti audit. Kategori-kategori ini, dikenal
sebagai jenis-jenis bukti, disajikan sebagai berikut:
a. Pengujian fisik (physical examination)
Pengujian fisik adalah inspeksi atau perhitungan yang dilakukan oleh auditor atas
aktiva yang berwujud (tangible asset). Jenis bukti ini sering berkaitan dengan persediaan
dan kas, tetapi dapat pula diterapkan untuk berbagai verifikasi atas surat berharga, surat
piutang, serta aktiva tetap yang berwujud Pemeriksaan langsung auditor secara fisik terhadap
aktiva merupakan cara yang paling objektif dalam menentukan kualitas aktiva yang
bersangkutan. Oleh karena itu, bukti fisik merupakan jenis bukti yang paling bisa
dipercaya.
Bukti fisik diperoleh melalui prosedur auditing yang berupa inspeksi, penghitungan,
dan observasi. Pada umumnya, biaya memperoleh bukti fisik sangat tinggi. Bukti fisik
berkaitan erat dengan asersi keberadaan dan keterjadian, kelengkapan, dan penilaian atau
alokasi.
b. Konfirmasi (confirmation)
Konfirmasi menggambarkan penerimaan tanggapan baik secara tertulis mupun
lisan dari pihak ketiga yang independen yang memverifikasikan keakuratan informasi
sebagaimana yang diminta oleh auditor. Permintaan ini ditujukan bagi klien, dan klien
meminta pihak ketiga yng independen untuk memberikan tanggapannya secara langsung
kepada auditor. Karena konfirmasi-konfirmasi ini datang dari berbagai sumber yang
independent terhadap klien, maka jenis bukti audit ini sangatlah dihargai dan merupakan

jenis bukti yang paling sering dipergunakan, walaupun banyak menghabiskan waktu
dan biaya.
Ada tiga jenis konfirmasi yaitu:
a.

Konfirmasi positif, merupakan konfirmasi yang respondennya diminta untuk menyatakan


persetujuan atau penolakan terhadap informasi yang ditanyakan.
b. Blank confirmation, merupakan konfirmasi yang respondenya diminta untuk
mengisikan saldo atau informasi lain sebagai jawaban atas suatu hal yang ditanyakan.
c. Konfirmasi negatif, merupakan konfirmasi yang respondenya diminta untuk
memberikan jawaban hanya jika ia menyatakan ketidaksetujuannya terhadap
informasi yang ditanyakan.
Jenis-jenis informasi utama yang seringkali dikonfirmasikan, bersama-sama dengan
sumber konfirmasinya, ditampilkan dalam tabel dibawah ini:
INFORMASI
Aktiva
Kas pada bank

SUMBER
Bank

Piutang dagang

Pelanggan

Surat piutang

Pembuat surat

Persediaan di luar dan

Pihak yang menerima konsinyasi

dikonsinyasikan

(Consignee)

Persediaan tersimpan dalam

Gudang umum

gudang umum
Nilai kas dalam asuransi jiwa
Kewajiban
Utang dagang

Perusahaan asuransi

Surat utang

Pemberi pinjaman

Uang muka dari pelanggan

Pelanggan

Utang hipotik

Pemberi hipotik (mortgagor)

Utang obligasi
Modal Sendiri
Saham yang beredar
Informasi Lainnya
Nilai cakupan asuransi

Pemegang obligasi

Kewajiban kontingen

Bank, pemberi pinjaman, dan penasihat

Kreditur

Pencatat saham dan agen transfer saham


Perusahaan asuransi
hukum klien

Perjanjian obligasi

Pemegang obligasi

Agunan yang dikuasai oleh para

Kreditur

kreditur
Tabel 2 Informasi yang Sering Dikonformasikan
c. Dokumentasi (documentation)
Dokumentasi adalah pengujian auditor atas berbagai dokumen dan catatan klien
untuk mendukung informasi yng tersaji atau seharusnya tersaji dalam laporan
keuangan. Berbagai dokumen yang di uji auditor adalah catatan-catatan yang
dipergunakan oleh klien untuk menyediakan informasi bagi pelaksanaan bisnis yang
terorganisasi. Karena pada umumnya setip transaksi dalam organisasi klien ini minimal
didukung oleh selembar dokumen,maka jenis bukti audit ini tersedia dalam jumlah besar.
Menurut

sumber

dan

tingkat

kepercayaan

bukti,

bukti

dokumenter

dapat

dikelompokkan sebagai berikut:


a. Bukti dokumenter yang dibuat oleh pihak luar dan dikirim kepada auditor
secara langsung.
b. Bukti dokumenter yang dibuat pihak luar dan dikirim kepada auditor melalui
klien.
c. Bukti dokumenter yang dibuat dan disimpan oleh klien.
Dokumentasi merupakan suatu bentuk bukti yang dipergunakan secara luas dalam
setiap penugasan audit karena pada umumnya jenis bukti ini telah tersedia bagi auditor
dengan biaya perolehan bukti yang relative rendah.seringkali jenis bukti ini merupakan
satu-satunya jenis bukti audit yang layak dan siap pakai.
d. Prosedur analitis (analytical procedures)
Prosedur Analitis menggunakan berbagai perbandingan dan hubungan-hubungan
untuk menilai apakah saldo-saldo akun atau data lainnya nampak wajar.
e. Wawancara kepada klien (inquiries of the client)
Wawancara adalah upaya untuk memperoleh informasi baik secara lisan maupun
tertulis dari klien sebagai tanggapannya atas berbagai tanggapannya atas berbagai
pertanyaan yang diajukan oleh auditor. Masalah yang dapat ditanyakan antara lain
meliputi kebijakan akuntansi, lokasi dokumen dan catatan, pelaksanaan prosedur akuntansi
yang tidak lazim, kemungkinan adanya utang bersyarat maupun piutang yang sudah lama
tidak ditagih.

Walaupun banyak bukti yang diperoleh dari klien berasal dari hasil wawancara ini,
bukti tersebut tidak dapat dinyatakan sebagai bukti yang meyakinkan karena tidak
diperoleh dari sumber yang independen dan barangkali cenderung mendukung pihak
klien. Oleh karena itu, saat auditor memperoleh bukti dari hasil wawancara ini, pada
umumnya merupakan suatu keharusan bagi auditor untuk memperoleh bukti audit lainnya
yang lebih meyakinkan melalui berbagai prosedur lainnya.
f. Hitung uji (reperformance)
Hitung uji ini melibatkan pengujian kembali berbagai perhitungan dan transfer
informasi yang dibuat oleh klien pada suatu periode yang berada dalam periode audit
pada sejumlah sampel yang diambil auditor. Pengujian kembali atas berbagai perhitungan
ini terdiri dari pengujian atas keakuratan aritmatis klien. Hal ini mencakup sejumlah prosedur
seperti pengujian perkalian dalam faktur-faktur penjualan dan persediaan, penjumlahan dalam
jurnal-jurnal dan catatan-catatan pendukung, serta menguji perhitungan atas beban depresiasi
dan beban dibayar di muka. Pengujian kembali atas berbagai transfer informasi mencakup
penelusuran nilai-nilai untuk memperoleh keyakinan bahwa pada saat informasi tersebut
dicantumkan pada lebih dari satu tempat, maka informasi tersebut selalu dicatat dalam nilai
yang sama pada setiap saat.
g. Observasi (observation)
Observasi adalah penggunaan indera perasa untuk menilai aktivitas-aktivitas
tertentu. Sepanjang proses audit, terdapat banyak kesempatan bagi auditor untuk
mempergunakan indera penglihatan, pendengaran, perasa, dan penciumannya dalam
mengevaluasi berbagai item yang sangat beraneka ragam. Merupakan kewajiban auditor
untuk menindaklanjuti berbagai kesan pertama yang didapatnya dengan berbagai bentuk
bukti audit lainnya yang bersifat nyata.
VI. Keputusan yang Harus Diambil Oleh Auditor Berkaitan dengan Bukti Audit
Dalam proses pengumpulan bukti audit,auditor melakukan 4 pengambilan keputusan
yang saling berkaitan, yaitu:
1. Penentuan prosedur audit yang akan digunakan
Untuk mengumpulkan bukti audit, auditor mengunakan prosedur audit. Contoh prosedur
audit disajikan berikut ini.
Hitung penerimaan kas yang belum disetor pada tanggal neraca dan awasi uang kas tersebut
sampai dengan saat penyetoran ke bank.

Mintalah cut-off bank statement dari bank kira-kira untuk jangka waktu dua minggu setelah
tanggal neraca.
Lakukan pengamatan terhadap perhitungan fisik sediaan yang diselenggarakan oleh klien.
2. Penentuan Besarnya Sampel
Keputusan mengenai banyak unsur yang harus diuji harus diambil oleh auditor untuk setiap
prosedur audit. Besarnya sampel akan berbeda-beda di antara yang satu dengan audit yang
lain dan dari prosedur yang satu ke prosedur audit yang lain.
3. Penentuan Unsur Tertentu yang Dipilih Sebagai Anggota Sampel
Setelah besarnya sampel ditentukan untuk prosedur audit tertentu, auditor masih harus
memutuskan unsur mana yang akan dipilih sebagai anggota sampel untuk diperiksa.
4. Penentuan Waktu yang Cocok untuk Melaksanakan Prosedur Audit
Karena audit terhadap laporan keuangan meliputi suatu jangka waktu tertentu, biasa nya 1
tahun, maka auditor dapat mulai mengumpulkan bukti audit segera awal tahun. Umumnya,
klien menghendaki diselesaikan dalam jangka waktu satu minggu dengan tiga bulan setelah
tanggal neraca.
B. PROSEDUR DAN DOKUMENTASI AUDIT
Perancangan Pengujian substantif
Auditor harus menghimpun bukti yang cukup untuk memperoleh dasar yang
memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan klien. Pengujian substantif
menyediakan bukti mengenai kewajaran setiap asersi laporan keuangan yang signifikan.
Perancangan pengujian substantif meliputi penentuan:
Sifat pengujian
1. Prosedur mana yang akan dilaksanakan
2. Terkait dengan tujuan spesifik yang ingin dicapai auditor
3. Harus relevan
4. Mempertimbangkan biaya relative serta evektifitas dalam kaitannya dengan tujuan audit
5. Pendekatan compliance atau subtantif test
Waktu pengujian
Luas pengujian substantif yang perlu untuk memenuhi tingkat risiko deteksi yang dapat
diterima untuk setiap asersi.
Jenis Prosedur Substantif

Prosedur pengujian substantif dirancang untuk memperoleh bukti mengenai


kelengkapan, keakuratan dan keabsahan data-data yang dihasilkan oleh sistem
akuntansi serta ketepatan penerapan perlakuan akuntansi terhadap transaksi-transaksi
dan saldo-saldo. Hal ini diklasifikasikan dalam 3 tahap prosedur audit umum yaitu:
Pengujian rinci atau detail saldo
Berfokus pada perolehan bukti secara langsung tentang saldo akun serta item-item
yang membentu saldo tersebut. Metodologi yang digunakan oleh auditor untuk merancang
pengujian detail saldo akun beorientasi pada tujuan spesifik audit. Pengujian detail saldo
akun yang direncanakan harus memadai untuk memenuhi setiap tujuan spesifik audit
dengan memuaskan.
Metodologi perancangan pengujian detail saldo meliputi empat tahapan, yaitu:
1. Menilai materialitas dan risiko bawaan suatu akun.
2. Menetapkan risiko pengendalian.
3. Merancang pengujian transaksi dan prosedur analitis.
4. Merancang pengujian detail saldo untuk memenuhi setiap tujuan spesifik audit secara
memuaskan.
Metodologi yang digunakan untuk merancang pengujian detail saldo tersebut, adalah
sama untuk setiap akun dalam laporan keuangan. Perancangan pengujian detail saldo pada
umumnya merupakan bagian yang paling sulit dilakukan. Hal ini disebabkan perancangan
pengujian detail saldo memerlukan pertimbangan profesional yang tinggi.
Bila diantara risiko deteksi yang ditentukan dihubungkan dengan pengujian rinci saldo
yang akan dilakukan maka akan jelas terlihat bahwa semakin rendah tingkat risiko,
semakin rinci dan teliti tindakan yang akan diambil.
Pengujian detail transaksi
Pengujian detail transaksi dilakukan untuk menentukan:
a. Ketepatan otorisasi transaksi akuntansi klien.
b. Kebenaran pencatatan dan peringkasan transaksi tersebut dalam jurnal.
c. Kebenaran pelaksanaan posting atas transaksi tersebut ke dalam buku besar dan buku
pembantu.
Apabila auditor mempunyai keyakinan bahwa transaksi tersebut telah dicatat dan
diposting secara tepat, maka auditor dapat meyakini bahwa saldo total buku besar adalah
benar.
Pengujian detail transaksi terutama dilakukan dengan tracing dan vouching. Pada
pengujian detail transaksi ini, auditor mengarahkan pengujiannya untuk memperoleh
temuan mengenai ada tidaknya kesalahan yang bersifat moneter. Auditor tidak

mengarahkan pengujian detail transaksi ini untuk memperoleh temuan tentang penyimpangan
atas kebijakan dan prosedur pengendalian.
Pada pengujian detail transaksi ini, auditor menggunakan bukti yang diperoleh untuk
mencapai suatu kesimpulan mengenai kewajaran saldo akun. Auditor biasanya
menggunakan dokumen yang tersedia pada file klien dalam pengujian ini. Efektivitas
pengujian detail transaksi tergantung pada prosedur dan dokumen yang digunakan.
Pengujian detail transaksi pada umumnya lebih banyak menyita waktu daripada
prosedur analitis. Oleh karena itu, pengujian ini lebih banyak membutuhkan biaya daripada
prosedur analitis. Meskipun demikian, pengujian detail transaksi lebih sedikit membutuhkan
biaya daripada pengujian detail saldo.
Prosedur Analitik
Menurut SA 329 prosedur analitis didefinisikan sebagai evaluasi atas informasi
keuangan yang dilakukan dengan mempelajari hubungan logis antara data keuangan
dan nonkeuangan, meliputi perbandingan jumlah-jumlah yang tercatat dengan
ekspektasi auditor. Definisi ini menekankan pada ekspektasi yang dikembangkan oleh
auditor. Prosedur analitis dapat dilakukan dalam tiga kesempatan selama penugasan audit
berlangsung yakni saat perencanaan, pengujian dan penyelesaian audit.
Prosedur Analitik Dalam Fase Perencanaan Audit
Tujuan prosedur analitik dalam perencanaan audit adalah untuk membantu dalam
perencanaan sifat, saat, dan lingkup prosedur audit yang akan digunakan untuk
memperoleh bukti saldo akun atau golongan transaksi tertentu. Untuk maksud ini,
prosedur analitik perencanaan audit harus ditujukan untuk:
1. Meningkatkan pemahaman auditor atas bisnis klien dan transaksi atau peristiwa yang terjadi
sejak tanggal audit terakhir dan,
2.

Mengidentifikasi bidang yang kemungkinan mencerminkan risiko tertentu yang


bersangkutan dengan audit. Jadi, tujuan prosedur ini adalah untuk mengidentifikasikan hal
seperti adanya transaksi dan peristiwa yang tidak biasa, dan jumlah, ratio serta trend yang
dapat menunjukkan masalah yang berhubungan dengan laporan keuangan dan perencanaan
audit.
Prosedur Analitik dalam Fase Pengujian Substantif
Prosedur analitis dilakukan sebagai salah satu pengujian substansif untuk menghimpun
bahan bukti tentang asersi tettentu yang terkait dengan saldo rekening. Auditor
mempertimbangkan tingkat keyakinan, jika ada, yang diinginkannya dari pengujian substantif
untuk suatu tujuan audit dan memutuskan, antara lain prosedur yang mana, atau kombinasi

prosedur mana, yang dapat memberikan tingkat keyakinan tersebut. Untuk asersi tertentu,
prosedur analitik cukup efektif dalam memberikan tingkat keyakinan memadai. Namun, pada
asersi lain, prosedur analitik mungkin tidak seefektif atau seefisien pengujian rinci dalam
memberikan tingkat keyakinan yang diinginkan.
Dalam tahap pengambilan kesimpulan hasil audit, prosedur analitis berguna sebagai
alat untuk penelaahan akhir tentang rasionalitas laporan keuangan auditan.. Hubungan
antar ketiga fase audit dengan tujuan penerapan prosedur analitis nampak pada gambar
berikut ini

DOKUMENTASI AUDIT (KERTAS KERJA AUDIT)


Definisi Kertas Kerja
SA Seksi 339 Kertas Kerja paragraph 03 mendefinisikan kertas kerja sebagai berikut:
Kertas kerja adalah catatan-catatan yang diselenggarakan oleh auditor mengenai
prosedur audit yang ditempuhnya, pengujian yang dilakukannya, informasi yang
diperolehnya, dan simpulan yang dibuatnya sehubungan dengan auditnya.
Tujuan Pembuatan Kertas Kerja
Empat tujuan penting pembuatan kertas kerja adalah untuk:
1. Mendukung pendapat auditor atas laporan keuangan auditan.
Kertas kerja dapat digunakan oleh auditor untuk mendukung pendapatnya, dan merupakan
bukti bahwa auditor telah melaksanakan audit yang memadai.
2. Menguatkan simpulan-simpulan auditor dan kompetensi auditnya.
Auditor dapat kembali memeriksa kertas kerja yang telah dibuat dalam auditnya, jika di
kemudian hari ada pihak-pihak yang memerlukan penjelasan mengenai simpulan atau
pertimbangan yang telah dibuat oleh auditor dalam auditnya.
3. Sebagai bukti auditor telah melaksanakan pemeriksaan sesuai dengan Standar Profesi
Akuntan Publik (SPAP). Dalam kertas kerja pemeriksaan harus terlihat bahwa apa yang
diatur dalam SPAP sudah diikuti dengan baik oleh auditor. Misalnya melakukan penilaian
terhadap pengendalian internal dengan menggunakan internal control questioner.
4. Mengkoordinasi dan mengorganisasi semua tahap audit.

Audit yang dilaksanakan oleh auditor terdiri dari berbagai tahap audit yang dilaksanakan
dalam berbagai waktu, tempat, dan pelaksana. Setiap audit tersebut menghasilkan berbagai
macam bukti yang membentuk kertas kerja. Pengkordinasian dan pengorganisasian berbagai
5.
a.
b.
c.

tahap audit tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan kertas kerja.


Sebagai referensi dalam hal ada pertanyaan dari:
Pihak pajak
Pihak bank
Pihak klien
Jika kertas kerja pemeriksaan lengkap, pertanyaan apa pun yang diajukan pihak-pihak
tersebut yang berkaitan dengan laporan audit, bisa dijawab dengan mudah oleh auditor,

dengan menggunakan kertas kerja pemeriksaan sebagai referensi.


6. Memberikan pedoman dalam audit berikutnya.
Dari Kertas Kerja dapat diperoleh informasi yang sangat bermanfaat untuk audit berikutnya
jika dilakukan audit yang berulang terhadap klien yang sama dalam periode akuntansi yang
berlainan, auditor memerlukan informasi mengenai sifat usaha klien, catatan dan ank e
akuntansi klien, pengendaian intern klien, dan rekomendasi perbaikan yang diajukan kepada
klien dalam audit yang lalu, jurnal-jurnal adjustment yang disarankan untuk menyajikan
secara wajar laporn keuangan yang lalu.
Contoh kertas kerja adalah program audit, hasil pemahaman terhadap
pengendalian intern, analisis, memorandum, surat konfirmasi, representasi klien,
ikhtisar dari dokumen-dokumen perusahaan, dan daftar atau komentar yang dibuat
atau diperoleh auditor. Data kertas kerja dapat disimpan dalam pita magetik, film, atau
media yang lain.
Isi Kertas Kerja
Kertas Kerja biasanya berisi dokumentasi yang memperlihatkan:
1. Telah dilaksanakan standar pekerjaan lapangan pertama yaitu pemeriksaan telah
direncanakan dan disupervisi dengan baik.
2. Telah dilaksanakannya standar pekerjaan lapangan kedua yaitu pemahaman memadai atas
pengendalian intern telah diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat,
dan lingkup pengujian yang telah dilakukan.
3. Telah dilaksanakannya standar pekerjaan lapangan ketiga yaitu bukti audit telah diperoleh,
prosedur audit telah ditetapkan, dan pengujian telah dilaksanakan , yang memberikan bukti
kompeten yang cukup sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan
keuangan auditan.
Tipe Kertas Kerja

Isi kertas kerja meliputi semua informasi yang dikumpulan dan dibuat oleh auditor
dalam auditnya. Kertas kerja terdiri dari berbagai macam yang secara garis besar dapat
1.
2.
3.
4.
5.

dikelompokkan ke dalam 5 tipe kertas kerja berikut ini :


Program audit (audit program)
Working trial balance
Ringkasan jurnal adjustment
Skedul utama (lead schedule atau top schedule)
Skedul pendukung (supporting schedule)
Program Audit
Program audit merupakan daftar prosedur audit untuk seluruh audit unsur
tertentu, sedangkan prosedur audit adalah instruksi rinci untuk mengumpulkan tipe bukti
audit tertentu yang harus diperoleh pada saat tertentu dalam audit. Dalam program
audit, auditor menyebutkan prosedur audit yang harus diikuti dalam melakukan verifikasi
setiap unsur yang tercantum dalam laporan keuangan, tanggal dan paraf pelaksana prosedur
audit tersebut, serta penunjukan indeks kertas kerja yang dihasilkan. Dengan demikian,
program audit berfungsi sebagai suatu alat yang bermanfaat untuk menetapkan jadwal
pelaksanaan dan pengawasan pekerja audit. Program audit dapat digunakan untuk
merencanakan jumlah orang yang diperlukan untuk melaksanakan audit beserta
komposisinya, jumlah asisten dan auditor junior yang akan ditugasi, taksiran jam yang akan
dikonsumsi, serta untuk memungkinkan auditor yang berperan sebagai supervisor dapat
mengikuti program audit yang sedang berlangsung.
Working Trial Balance
Working Trial Balance adalah suatu daftar yang berisi saldo-saldo akun buku besar
pada akhir tahun yang diaudit dan pada akhir tahun sebelumnya, kolom-kolom untuk
adjustment dan penggolongan kembali yang diusulkan oleh auditor, serta saldo-saldo setelah
koreksi auditor yang akan tampak dalam laporan keuangan auditan

(audited financial

statements).
Working trial balance ini merupakan daftar permulaan yang harus dibuat oleh auditor
untuk memindahkan semua saldo akun yang tercantum dalam daftar saldo (trial
balance) klien. Dalam proses audit, working trial balance ini digunakan untuk meringkas
adjustment dan penggolongan kembali yang diusulkan oleh auditor kepada klient serta
saldo akhir tiap-tiap akun buku besar setelah adjustment atau koreksi oleh auditor.
Dari kolom terakhir dalam working trial balance tersebut,auditor menyajikan draft final
laporan keuangan klient setelah diaudit oleh auditor. Draft final inilah yang akan
diusulkan oleh auditor kepada klien untuk dilampirkan pada laporan audit.

Program Audit untuk Pengujian substansi


Prosedur audit awal
1.Usut saldo kas yang tercantum dalam
neraca ke saldo akun kas yang berkaitan
dalam buku besar
2.Hitung kembali saldo akun kas dalam
buku besar
3.Lakukan preview terhadap mutasi luar
biasa dalam jumlah dan sumber posting
dalam akun kas
4.Usut saldo awal akun kas ke kertas kerja
tahun yang lalu
5.Usut posting pendebitan akun kas ke
dalam jurnal penerimaan kas dan jurnal
pengeluaran kas
Pengujian Analitik
Bandingkan saldo kas dengan angka kas
yang dianggarkan, saldo akhir tahun yang
lalu, atau angka harapan lain
6. Hitung rasio saldo kas dengan aktiva anak
dan bandingkan dengan angka harapan
Pengujian terhadap transaksi rinci
8.Lakukan pengujian pisah batas transaksi
kas
9.Buatlah dan lakukan analisis terhadap
rekonsilisasi bank 4 kolom
10.Buatlah daftar transfer bank dalam
priode sebelum dan sesudah tanggal
neraca untuk menemukan kemungkinan
terjadinya check kitting
Pengujian terhadap Saldo Akun Rinci
11. Hitung kas yang ada di tangan klien
12. Rekonsiliasi catatan kas klien dengan
rekening ank bank yang berkaiatan
13. Lakukan konfirmasi saldo kas di bank
14.Periksa cek yang beredar pada tanggal
neraca ke dalam rekening ank bank
15. Buatlah rekonsiliasi saldo kas menurut
cutoff bank statement dengan saldo kas
menurut catatan klien

Indeks Kertas Kerja Tanggal


Pelaksanaan

Pelaksana

16.Usut setoran dalam perjalanan (deposit in


transit) pada tanggal neraca ke dalam
cutoff bank statement
17. Periksa tanggal yang tercantum dalam
cek yang beredar pada tanggal neraca
18. Periksa adanya cek kosong yang
tercantum dalam cutoff bank statement
19. Periksa semua cek dalam cutoff bank
statement
mengenai
kemungkinan
hilangnya cek yang tercantum sebagai
cek yang beredar pada tanggal neraca
Verifikasi
Penyajian
dan
Pengungkapan
20. Periksa jawaban konfirmasi dari bank
mengenai batasan yang dikenakan
terhadap pemakaian rekening tertentu
klien di bank
21.Lakukan wawancara dengan manajemen
mengenai batasan pengguna kas klien
22.Periksa adanya kemungkinan penggelapan
kas dengan cara lapping penerimaan dan
pengeluaran kas
Working trial balance ini mempunyai fungsi yang sama dengan lembar kerja (work
sheet) yang digunakan oleh klien dalam proses penyusunan laporan keuangan. Dalam
1.
2.
3.
4.
5.

penyusunan laporan keuangan, klien menempuh beberapa tahap sebagai berikut :


Pengumpulan bukti transaksi
Pencatatan dan Penggolongan transaksi dalam jurnal dan buku pembantu
Pembukuan (posting) jurnal ke dalam buku besar
Pembuatan lembar kerja
Penyajian laporan keuangan
Dalam proses auditnya, auditor bertujuan untuk menghasilkan laporan keuangan auditan.

Adapun tahap-tahap penyusunan laporan keuangan auditan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Pengumpulan bukti audit dengan cara pembuatan atau pengumpulan skedul pendukung (
supporting schedules).
2. Peringkasan informasi yang terdapat dalam skedul pendukung ke dalam skedul utama
( lead schedules atau top schedules) dan ringkasan jurnal adjustment.
3. Peringkasan informasi yang tercantum dalam skedul utama dan ringkasan jurnal adjustment
ke dalam working trial balance.
4. Penyusunan laporan keuangan auditan.
Ringkasan Jurnal Adjustment

Dalam proses auditnya, auditor mungkin menemukan kekeliruan dalam laporan


keuangan dan catatan akuntansi kliennya. Untuk membetulkan kekeliruan tersebut,
auditor membuat draft jurnal adjustment yang nantinya akan dibicarakan dengan klien.
Disamping itu, auditor juga membuat jurnal penggolongan kembali ( reclassification
entries) untuk unsur, yang meskipun tidak salah dicatat oleh klien, namun untuk
kepentingan penyusunan laporan keuangan yang wajar, harus digolongkan.
Jurnal adjustment yang diusulkan oleh auditor biasanya diberi nomor urut dan untuk
jurnal penggolongan kembali diberi identitas huruf. Setiap jurnal adjustment maupun jurnal
penggolongan kembali harus disertai penjelasan yang lengkap.
Jurnal adjustment berbeda dengan jurnal penggolongan kembali. Jurnal penggolongan
kembali digunakan oleh auditor hanya untuk memperoleh pengelompokkan yang benar
dalam laporan keuangan klien. Jurnal ini digunakan untuk menggolongkan kembali suatu
jumlah dalam kertas kerja auditor; tidak untuk disarankan agar dibukukan ke dalam catatan
akuntansi klien.
Di lain pihak, jurnal adjustment digunakan oleh auditor untuk mengoreksi catatan
akuntansi klien yang salah, sehingga jurnal ini disarankan oleh auditor kepada klien
untuk dibukukan dalam catatan akuntansi kliennya. Oleh auditor, jurnal adjustment dan
penggolongan kembali ini mula-mula dicatat dalam skedul pendukung dan ringkasan jurnal
adjustment. Emudian jurnal-jurnal tersebut diringkas dari berbagai skedul pendukung ke
dalam skedul utama yang berkaitan ank e dalam working trial balance.
Skedul Utama
Skedul utama adalah kertas kerja yang digunakan untuk meringkas informasi yang
dicatat dalam skedul pendukung untuk akun-akun yang berhubungan. Skedul utama ini
digunakan untuk menggabungkan akun-akun buku besar yang sejenis, yang jumlah saldonya
akan dicantumkan dalam laporan keuangan dalam satu jumlah.
Skedul utama memiliki kolom yang sama dengan kolom-kolom yang terdapat dalam
working trial balance. Jumlah total tiap-tiap kolom dalam skedul utama dipindahkan ke
dalam kolom yang berkaitan dengan working trial balance.
Skedul Pendukung
Pada waktu auditor melakukan verifikasi terhadap unsur-unsur yang tercantum dalam
laporan keuangan klien, ia membuat berbagai macam kertas kerja pendukung yang
menguatkan informasi keuangan dan operasional yang dikumpulkannya. Dalam setiap skedul
pendukung harus dicantumkan pekerjaan yang telah dilakukan oleh auditor dalam
memverifikasi dan menganalisis unsur-unsur yang dicantumkan dalam daftar tersebut,

metode verifikasi yang digunakan, pertanyaan yang timbul dalam audit, serta jawaban
atas pertanyaan tersebut. Skedul pendukung harus memuat juga berbagai simpulan yang
dibuat oleh auditor.
Pemberian Indeks Pada Kertas Kerja
Pemberian indeks terhadap kertas kerja akan memudahkan pencarian informasi dalam
bebagai daftar yang terdapat diberbagai tipe kertas kerja. Faktor-faktor yang harus
1.
2.
a.
b.
c.
d.
e.
f.

diperhatikan dalam pemberian indeks kertas kerja adalah sebagai berikut :


Setiap kertas kerja harus diberi indeks, dapat disudut atas satu di sudut bawah.
Pencantuman indeks silang (cross index) harus dilakukan sebagai berikut :
Indeks silang dari skedul utama.
Indeks silang dari skedul akun pendapatan dan biaya.
Indeks silang antarskedul pendukung.
Indeks silang dari skedul pendukung ke ringkasan jurnal adjusment.
Indeks silang dari skedul utama ke working trial balance.
Indeks silang dapat digunakan pula untuk menghubungkan program audit dengan kertas

kerja.
3. Jawaban konfirmasi, pita mesin hitung, print-out komputer, dan sebagainya tidak diberi
indeks kecuali jika dilampirkan di belakang kertas kerja yang berindeks.
Metode Pemberian Indeks Kertas Kerja
Ada tiga metode pemberian indeks terhadap kertas kerja :
1. Indeks angka. Kertas kerja utama dan skedul utama diberi indeks dengan angka, sedangkan
skedul pendukung diberi subindeks dengan mencantumkan nomor kode skedul utama yang
berkaitan.
2. Indeks kombinasi angka dan huruf. Kertas kerja utama dan skedul utama diberi kode huruf,
sedangkan skedul pendukungnya diberi kode kombinasi huruf dan angka.
3. Indeks angka berurutan. Kertas kerja diberi angka yang berurutan.
Susunan Kertas Kerja
Auditor biasanya menyelenggarakan dua macam arsip kertas kerja untuk setiap kliennya :
Arsip audit tahunan untuk setiap audit yang telah selesai dilakukan, yang disebut arsip kini
(current file)
Arsip permanen (permanent file) untuk data yang secara relatif tidak mengalami perubahan.
Arsip kini berisi kertas kerja yang informasinya hanya mempunyai manfaat untuk tahun
1.
2.
3.
4.
5.

yang diaudit saja. Arsip permanen berisi informasi sebagai berikut :


Copy anggaran dasar dan anggaran rumah tangga klien
Bagan organisasi dan luas wewenang serta tanggung jawab para manajer
Pedoman akun, pedoman prosedur, dan data lain yang behubungan dengan pengendalian
Copy surat perjanjian penting yang mempunyai masa laku jangka panjang.
Tata letak pabrik, proses produksi, dan produk pokok perusahaan

6. Copy notulen rapat direksi, pemegang saham, dan komite-komite yang dibentuk klien.
Pembentukan arsip permanen ini mempunyai tiga tujuan yaitu :
a. Untuk menyegarkan ingatan auditor mengenai informasi yang akan digunakan dalam audit
tahun-tahun mendatang.
b. Untuk memberikan ringkasan mengenai kebijakan dan organisasi klien bagi staf yang baru
pertama kali menangani audit laporan keuangan klien tersebut.
c. Untuk menghindari pembuatan kertas kerja yang sama dari tahun ke tahun.
Analisis terhadap akun-akun tertentu yang relatif tidak pernah mengalami perubahan harus
juga dimasukkan ke dalam arsip permanin. Akun-akun seperti tanah, gedung, akimulasi,
depresiasi, investasi, utang jangka panjang, modal saham dan akun lain yang termasuk dalam
kelompok modal sendiri adalah jarang mengalami perubahan dari tahun ke tahun.
Pemeriksaan pertama terhadap akun tersebut akan menghasilkan informasi yang akan berlaku
beberapa tahun, sehingga dalam audit berikutnya auditor hanya akan memeriksa transaksitransaksi tahun yang diaudit yang berkaitan dengan akun-akun tersebut. Dalam hal ini arsip
permanen benar-benar menghemat waktu auditor karena perubahan-perubahan dalam tahun
yang diaudit tinggal ditambahkan dalam arsip permanen, tanpa harus memunculkan kembali
informasi-informasi tahun-tahun sebelumnya dalam kertas kerja tersendiri.
Faktor-Faktor Yang Harus Diperhatikan Oleh Auditor Dalam Pembuatan Kertas Kerja
Yang Baik
Kecakapan teknis dan keahlian professional seorang auditor independen akan tercermin pada
kertas kerja yang dibuatnya. Auditor yang kompeten adalah auditor yang mampu
menghasilkan kertas kerja yang benar-benar bermanfaat. Ada lima hal yang harus
diperhatikan untuk memenuhi tujuan ini:
1. Lengkap. Kertas kerja harus lengkap dalam arti:
a. Berisi semua informasi yang pokok.
b. Tidak memerlukan tambahan penjelasan secara lisan.
2. Teliti. Memperhatikan ketelitian penulisan dan perhitungan sehingga kertas kerjanya bebas
dari kesalahan tulis dan perhitungan.
3. Ringkas. Kertas kerta dibatasi pada informasi yang pokok saja dan yang relevan dengan
tujuan audit yang dilakukan serta disajikan secara ringkas. Harus menghindari rincian yang
tidak perlu, serta merupakan ringkasan dan penafsiran data dan bukan hanya merupakan
penyalinan catatan klien ke dalam kertas kerja.
4. Jelas. Penggunaan istilah yang menimbulkan arti ganda perlu dihindari. Penyajian
informasi secara sistematik perlu dilakukan.
5. Rapi. Kerapian dalam membuat kertas kerja berguna membantu auditor senior dalam mereview hasil pekerjaan stafnya, serta memudahkan auditor dalam meperoleh informasi dari
kertas kerja tersebut

Kepemilikan Kertas Kerja Dan Kerahasiaan Informasi Dalam Kertas Kerja


SA Seksi 339 Kertas Kerja paragraph 06 mengatur bahwa kertas kerja adalah milik
kantor akuntan publik, bukan milik klien atau milik pribadi. Namun, hak kepemilikan
kertas kerja oleh kantor akuntan publik masih tunduk pada pembatasan-pembatasan yang
diatur dalam Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik yang berlaku, ntuk meghindarkan
penggunaan hal-hal yag bersifat rahasia oleh auditor untuk tujuan yang tidak semestinya.
Kertas keja yang bersifat rahasia berdasarkan SA Seksi 339 paragraf 08 mengatur
bahwa auditor harus menerapkan prosedur memadai untuk menjaga keamanan kertas
kerja dan harus menyimpannya sekurang-kurangnya 10 tahun.
Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik memuat aturan yang berkaitan dengan
kerahasiaan kertas kerja. Aturan Etika 301 berbunyi sebagai berikut:
Anggota Kompartemen Akuntan Pubik tidak diperkenankan mengungkapkan informasi klien
yang rahasia tanpa persetujuan dari klien.
Hal-hal yang membuat auditor dapat memberikan informasi tentang klien kepada pihak lain
adalah :

Jika klien tersebut menginginkannya,.

Jika misalnya praktek kantor akuntan dijual kepada akuntan publik lain, jika kertas kerjanya
diserahkan kepada pembeli harus atas seijin klien.

Dalam perkara pengadilan (dalam perkara pidana).

Dalam program pengendalian mutu, profesi akuntan publik dapat menetapkan keharusan
untuk mengadakan peer review di antara sesame akuntan publik. Untuk me-review
kepatuhan auditor terhadap standar auditing yang berlaku, dalam peer review informasi yang
tercantum dalam kertas kerja diungkapkan kepada pihak lain (kantor akuntan public lain)
tanpa memerlukan izin dari klien yang bersangkutan dengan kertas kerja tersebut.

Você também pode gostar