Você está na página 1de 21

Ancaman WNI Bargabung Dengan Negara Malaysia

Warga lebih memilih mengibarkan bendera Malaysia


Akibat kurang mendapatkan perhatian dari Pemerintah Pusat, khususnya dalam bidang
pembangunan, sejumlah WNI di daerah perbatasan mengancam akan pindah
kewarganegaraan ataupun mengibarkan bendera Malaysia. Sudah sekian lama tuntutan
perbaikan Infrastruktur jalan di kalimantan khususnya di daerah perbatasan disuarakan oleh
4 gubernur di kalimantan, namun anggaran dana APBN keputusannya ada di tangan
pemerintah pusat. Padahal sudah banyak Kekayaan alam yang diambil dari bumi kalimantan
yang dimanfaatkan untuk kepentingan Nasional, namun kekayaan alam pulau ini tidak dapat
dinikmati oleh seluruh warga di Pulau ini.
Malaysia menyediakan sarana dan prasarana air bersih dan penerangan bagi Warga Negara
Indonesia di Wilayah Indonesia Bahkan Seandainya mendapatkan ijin Malaysia Bersedia
membuatkan jalan yang layak untuk saudara mereka yang tinggal di Indonesia. Hubungan
yang baik terjalin antara WNI dan Warga Malaysia di Perbatasan, merasa satu keluarga
meskipun dipisahkan oleh batas negara. Namun nampak terlihat perbedaan pembangunan
di Perbatasan kedua negara ini, Indonesia jauh tertinggal dari Malaysia. Bukan menghina,
tapi ini Fakta!.
Ancaman dari WNI yang hidup di daerah perbatasan untuk berpindah kewarganegaraan
ataupun mengibarkan bendera Malaysia semakin bertambah. Di Kaltim, Kepala Desa
Mungguk Gelombang, Yusak menyatakan, masyarakat perbatasan Indonesia-Malaysia di
desa Mungguk Gelombang, Ketungau Tengah, Maniau, Sintang, dan daerah-daerah lain di
perbatasan termasuk juga di beberpa daerah perbatasan di Kalimantan Barat akan
mengibarkan Bendera Negara Malaysia, karena sudah sekian lama mereka tidak
mendapatkan perhatian dan infrastruktur wilayah yang sangat jelek. Disamping itu,
pemerintah Malaysia sudah bertahun-tahun membantu menyediakan sarana dan prasarana
air bersih bagi mereka. Akibatnya, warga lebih berempati pada negeri tetangga dari pada
negeri sendiri. Bahkan ketika perayaan hari kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus di seluruh
wilayah perbatasan tidak semeriah peringatan hari kemerdekaan Malaysia.
Sementara itu, di Samarinda, Kaltim, anggota DPRD Kaltim, Abdul Djalil Fatah menyatakan,
masyarakat perbatasan Kaltim-Malaysia, khususnya yang tinggal di Krayan Selatan meminta
Pemerintah Pusat memperhatikan nasib mereka atau mereka akan hengkang menjadi warga
negara Malaysia. Sementara itu, tokoh masyarakat di Kalbar, Hendrikus Adam menyatakan,
kondisi pembangunan yang sangat buruk telah membuat terjadinya perpindahan
kewarganegaraan di daerah perbatasan Kalbar-Malaysia seperti Entikong, Sambas,
Kabupagn Bengkayang, Kabupaten Sintang dan Kabupaten Kapus Hulu. Kepala Desa Suruh
Tembawang, Kalbar, Imran Manuk menyatakan, di Desa Suruh Tembangan, puluhan warga
setempat sudah berganti kewarganegaraan menjadi warga Negara Malaysia, termasuk 61
orang penduduk Dusun Gun Jamak, Desa Suruh Tembawang Kecamatan Entikong Sanggau,
Kalbar.
Pengamat masalah perbatasan, Saibansah Dardani menyatakan, masalah utama
masyarakat di perbatasan bukan soal nasionalisme, melainkan karena tidak ada perhatian
dari pemerintah pusat, sehingga mereka hidup dalam serta keterbatasan. Disamping itu,

masyarakat di perbatasan lebih mudah mengakses siaran TV Malaysia ketimbang TV


Indonesia. Mudahnya mereka mendapatkan informasi dari Malaysia berdampak emosional
terutama kepada anak-anak. Secara tidak langsung anak-anak di perbatasan akan
beranggapan bahwa mereka merupakan bagian dari warga negara Malaysia.
Permasalahan di wilayah perbatasan dipicu bukan karena masyarakat perbatasan yang
sudah terkikis nasionalismenya, namun disebabkan karena kekecewaan terhadap sikap
pemerintah yang dinilai lamban untuk membangun infrastruktur dan ekonomi di wilayah
perbatasan. Disamping itu, juga disebabkan karena ada upaya penggalangan dan tindakan
curang dari negara lain (Malaysia).
Percepatan pembangunan infrastruktur pembangunan dan ekonomi di titik titik perbatasan
perlu lebih diprioritaskan untuk menghilangkan ancaman berpindah kewarganegaraan
ataupun mengibarkan bendera negara lain yang dilakukan warga perbatasan. Disamping itu,
upaya-upaya penggalangan dan peningkatan nasionalisme perlu digalakkan di wilayah
perbatasan mulai dari pengobatan gratis, sekolah gratis sampai upacara bendera dalam
rangka HUT RI 17 Agustus 2012 dilakukan di daerah perbatasan.
Berita Terkait
Infrastruktur, terutama jalan, sudah sekian lama menjadi PR bagi pulau yang kaya akan
sumber daya Alam Kalimantan. Kekayaan alam yang diambil dari bumi kalimantan sebagian
harus dikembalikan lagi ke daerah, khususnya untuk pembangunan Infrastruktur jalan
transportasi. Bagaimana tidak Pulau yang kaya akan sumber daya alam batu bara ini
memiliki Infrastruktur jalan yang kurang memadai, ironis. Batu bara Kalimantan selalu di
angkut untuk dikirim ke daerah lain dan juga ke luar negeri untuk pembangunan jalan dan
bahan bakar pembangkit tenaga listrik serta keperluan lain.
Infrastruktur, terutama jalan di daerah perbatasan di RI-Malaysia harus diperhatikan. Sudah
sekian lama tuntutan perbaikan Infrastruktur jalan di kalimantan disuarakan oleh 4 gubernur
di kalimantan, namun anggaran dana APBN keputusannya ada di tangan pemerintah pusat.
Jika kita berkunjung keperbatan di Kalimantan, sungguh terdapat perbedaan yang jauh
berbeda antara kesejahteraan dan kelayakan Infrastruktur RI - Malaysia, terutama
Infrastruktur jalan di Kalimantan.
Pada saat di dalam bis menuju Malaysia, anda tidak perlu melihat keluar jendela untuk
mengetahui posisi anda. Cukup merasakan, apakah tidur anda makin nikmat. Bila ya, berarti
anda sudah tiba di Malaysia. Bila terus terjaga, artinya, anda masih di Indonesia.
Demikian cerita legendaris yang menunjukkan bumi dan langit pembangunan di tapal
batas Indonesia-Malaysia, tepatnya di Entikong, Kalimantan Barat.
Cerita ya hanya tinggal cerita, jika kita menjadikannya teman tawa di warung kopi. Setelah
lepas tawa, cerita tadi kehilangan jejak.
Dahlan Iskan pernah berujar, ada tiga faktor yang harus dibenahi untuk memacu
pertumbuhan ekonomi bangsa: reduksi korupsi, reformasi birokrasi, ditambah apa lagi kalau
bukan peningkatan infrastruktur. Pernyataan ini tentu tidak hendak menyindir kawasan
Perbatasan, meski demikian kenyataannya.

Seorang teman secara iseng menghitung ada dua puluhan titik kerusakan jalan antara
Entikong dan Sanggau. Ini dilakukan pada awal Februari kemarin, dalam perjalanan road
show Border Blogger Movement.
Dengan panjang jalan yang minimalis, belum lagi terjadinya kerusakan di sana sini. Terasa
lengkap ketertinggalan Borneo dibanding kawasan lainnya di Indonesia, apalagi dibanding
Malaysia. Jauuuh...
Infrastruktur, terutama jalan, sekian lama menjadi PR bagi pulau Borneo, terutama di daerah
perbatasan. Berkaca dari Pontianak-Kapuas Hulu; Pontianak-Ketapang; Pontianak-Sambas,
nyaris tidak terlihat mengularnya jalan yang menjadi akses perekonomian. Politik anggaran
perlu dikoreksi untuk beranda terdepan negeri ini. Kucuran anggaran perlu ditingkatkan
dalam mempercepat pembangunan infrastruktur di wilayah ini.
Meski bisa berdalih, bahwa persentase pembangunan jalan berbanding lurus dengan jumlah
penduduk. Dalih sebaliknya tentu bisa juga dipakai bahwa luas wilayah bisa menjadi
penguat alasan besar anggaran untuk infrastruktur. Bukankah bila gula sudah ditebar, maka
semut akan berduyun datang menetap. Dan, Cina sudah membuktikannya!

https://id-id.facebook.com/permalink.php?
story_fbid=274635032606210&id=139192949483753

WNI jadi WN Malaysia karena kesenjangan


Infrastruktur di perbatasan
Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman
mengingatkan kesenjangan infrastruktur dan fasilitas umum di
daerah perbatasan Indonesia - Malaysia akan memotivasi warga
berpindah wilayah dan berganti status kewarganegaraan menjadi
warga negara Malaysia. Warga yang berpindah wilayah dan berganti
status kewarganegaraan itu masih akan terus bertambah, karena
hingga kini sangat minim infrastruktur dan fasilitas umum di sana.
Oleh karena itu, masalah di daerah perbatasan harus diperhatikan,
terutama kasus perpindahan wilayah dan pergantian status
kewarganegaraan di daerah perbatasan Kalimantan Barat - Serawak
(Malaysia). Kenyataannya, hampir seluruh penduduk di sana
menggunakan fasilitas pendidikan, kesehatan, listrik, maupun air
bersih dari Malaysia, karena tidak dipungut biaya atau gratis.

Tercatat 2.000 penduduk Kalimantan Barat yang secara sadar


berpindah wilayah dan berganti status kewarganegaraan.
Diberitakan, akibat kesenjangan infrastruktur dan fasilitas umum di
perbatasan Indonesia Malaysia, sejak tahun 1997 sekitar 2.000
warga Kabupaten Sanggau dan Kabupaten Bengkayang yang
bertempat tinggal di daerah perbatasan Kalimantan Barat - Serawak
memilih berpindah wilayah dan berganti status kewarganegaraan
menjadi warga negara Malaysia.
Mereka sebagian besar dari Desa Suruh Tembawang, Kabupaten
Sanggau, sebagian lagi dari beberapa desa di Kabupaten
Bengkayang. Desa-desa itu berbatasan dengan Serawak, salah satu
negara bagian Malaysia. Tak jauh dari perbatasan, di Malaysia
hampir semua fasilitas umum dan infrastruktur tersedia dengan
baik.
Di perbatasan, masalah ini sangat krusial, ujarnya sebelum
penutupan masa sidang DPD tahun sidang 2009-2010 di Sidang
Paripurna DPD Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Jumat (18/6).
Warga yang berpindah wilayah dan berganti status
kewarganegaraan di perbatasan itu terkait tuntutan perbaikan
infrastruktur dan fasilitas umum. http://www.dpd.go.id/artikel-wnijadi-wn-malaysia-karena-kesenjangan-infrastruktur-di-perbatasan

Makalah Kewarganegaraan | Masalah


Perbatasan NKRI dan Upaya
Penanggulangannya
BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Wilayah perbatasan yang
meliputi
wilayah daratan dan
perairan
merupakan manifestasi kedaulatan suatu negara. Letak strategis wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI]) yang berada diantara dua benua yaitu benua
Australia dan benua Asia serta diapit oleh dua samudera yaitu samudera Hindia dan
Samudera Pasifik merupakan kawasan potensial bagi jalur lalu-lintas antar negara.
Disamping itu Indonesia merupakan negara kepulauan (Archipelagic States) yaitu
suatu negara yang terdiri dari sekumpulan pulau-pulau, perairan yang saling
bersambung (Interconnecting Waters) dengan karakteristik alamiah lainnya dalam
pertalian yang erat sehingga membentuk satu kesatuan.
Masyarakat Indonesia khususnya para generasi muda diharapkan mengambil
peran kepeloporan untuk mengembangkan sains dan teknologi serta industri
kemaritiman yang hingga saat ini masih jauh dari ideal. Pengembangan ke arah
tersebut kerapkali terkendala oleh perpspektif keliru dalam memandang
karakteristik yang muncul dari kemaritiman Indonesia. Contohnya, laut dan sungai
kerapkali dilihat sebagai penghalang yang harus diatasi, padahal laut dan sungai
merupakan penghubung dan pemersatu antar pulau. Perspektif keliru inilah yang
pertama harus dipecahkan oleh pemuda Indonesia karena telah banyak dianut oleh
para pengambil kebijakan di republik ini.

1. 2.

Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini berdasarkan permasalahan di
atas adalah sebagai berikut.

Mengetahui kondisi wilayah perbatasan Negara Kesatuan Republik Indonesia

Mengetahui kendala dalam menjaga keutuhan wilayahperbatasan NKRI

Mengetahui makna keutuhan bangsa dan NKRI

Mengetahui peran arsip dalam mengawal keutuhan wilayahNKRI

Mengetahui peran serta pemuda dalam menjaga keutuhan NKRI

BAB II
PEMBAHASAN

2.1.

Kondisi Wilayah Perbatasan Negara Kesatuan Republik Indonesia


Indonesia yang terletak di benua Asia bagian Tenggara (Asia Tenggara) pada
koordinat 6LU - 1108'LS dan dari 95'BB - 14145'BT, melintang di antara benua
Asia dan Australia/Oseani serta antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia
(terbentang sepanjang 3.977 mil). Karena letaknya yang berada di antara dua
benua, dan dua samudra, ia disebut juga sebagai Nusantara (Kepulauan Antara).
Sebagai negara kepulauan Indoneia memiliki 17.505 pulau yang tersebar
diseluruh wilayah Indonesia dengan perbandingan luas daratan dan perairan yaitu
1:3. Dengan jumlah pulau yang banyak ternyata menimbulkan berbagai
pemasalahan seperti kaburnya batas-batas wilayah negara (sengketa pulau
sipadan-ligitan, sengketa blok Ambalat), penyelundupan barang dan jasa,
pembalakan liar (Illegal Logging), Perdagangan manusia (Traffic King), Terorisme,
maraknya kejahatan trans nasional (Transnational Crimes) serta eksplorasi dan
eksploitasi sumber daya alam. Selain permasalahan diatas masih terdapat
kekurangsigapan Pemerintah RI dalam menjaga integritas wilayah kedaulatan
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) indikasinya adalah terhadap +/- 17.505
pulau yang dipublikasikan selama ini belum didukung oleh data secara resmi
mengenai nama dan posisi geografisnya. Terlebih, informasi tentang data pulaupulau hingga saat ini berbeda-beda antara satu lembaga dengan lembaga lainnya.
LIPI menyebutkan ada 6.127 nama pulau pada tahun 1972, Pussurta (Pusat Survey
dan Data) ABRI mencatat 5.707 nama pulau pada tahun 1987, dan pada tahun
1992, Bakosurtanal menerbitkan Gazetteer nama-nama Pulau dan Kepulauan
Indonesia sebanyak 6.489 pulau yang bernama. Perbedaan data tersebut
mencerminkan bahwa Indonesia masih lemah dalam pengelolaan wilayah lautnya,
karena dari 17.508 pulau yang diklaim Indonesia hanya beberapa persen saja yang
sudah memiliki nama.
Sebagai negara berdaulat, Indonesia harus segera mendepositkan data-data
pulau yang dimiliki sebagai bukti atau arsip negara. Hal ini penting mengingat
bahwa, pulau-pulau yang telah didepositkan akan menjadi salah satu acuan atau
landasan Indonesia dalam menyelesaikan sengketa perbatasan.
Luas daratan Indonesia adalah 1.922.570 km dan luas perairannya
3.257.483 km. Pulau terpadat penduduknya adalah pulau Jawa, dimana setengah

populasi Indonesia hidup. Indonesia terdiri dari 5 pulau besar, yaitu: Jawa dengan
luas 132.107 km, Sumatra dengan luas 473.606 km, Kalimantan dengan luas
539.460 km, Sulawesi dengan luas 189.216 km, dan Papua dengan luas 421.981
km. Batas wilayah Indonesia searah penjuru mata angin, yaitu:

Utara: Negara Malaysia, Singapura, Filipina, dan Laut China Selatan

Selatan: Negara Australia, Timor Leste, dan Samudera Hindia

Barat: Samudera Hindia

Timur: Negara Papua Nugini, Timor Leste, dan Samudera Pasifik

Beberapa permasalahan yang menonjol di daerah perbatasan adalah sebagai


berikut:
1.

Belum adanya kepastian secara lengkap garis batas laut maupun darat.

2.

Kondisi masyarakat di wilayah perbatasan masih tertinggal, baik sumber daya


manusia, ekonomi maupun komunitasnya.

3.

Beberapa pelanggaran hukum di wilayah perbatasan seperti penyelundupan


kayu /illegal logging, Illegal fishing, perdagangan manusia (Traffick King),
penyelundupan narkoba dan lain-lain.

4.

Pengelolahan perbatasan belum optimal, meliputi kelembagaan, kewenangan


maupun program.

5.

Eksploitasi sumber daya alam secara ilegal, terutama hasil hutan dan kekayaan
laut.

6.

Lemahnya kualitas dan profesionalisme aparatur negara (stake holders) baik di


pusat maupun di daerah.

2.2.

Masalah Perbatasan Indonesia


Indonesia memiliki wilayah perbatasan dengan 10 negara, baik perbatasan
darat maupun perbatasan laut. Batas darat wilayah Republik Indonesia
bersinggungan langsung dengan negara-negara Malaysia, Papua New Guinea, dan
Timor Leste.
Perbatasan darat Indonesia tersebar di tiga pulau, empat provinsi dan 15
kabupaten/kota yang masing-masing memiliki karakteristik berbeda-beda.
Sedangkan wilayah laut Indonesia berbatasan dengan 10 negara, yaitu India,
Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Republik Palau, Australia, Timor
Leste, dan Papua New Guinea.

Di antara wilayah-wilayah yang berbatasan dengan negara tetangga,


terdapat 92 pulau-pulau kecil. Ada 12 pulau-pulau kecil yang menjadi prioritas
pengelolaan karena mempunyai nilai yang sangat strategis dari sisi pertahanan
keamanan dan kekayaan sumber daya alam. 12 Pulau-Pulau Kecil Terluar (PPKT)
tersebut adalah Pulau Rondo di NAD, Pulau Berhala di Sumatera Utara, Pulau Nipa
dan Sekatung di Kepulauan Riau, Pulau Marampit, Pulau Marore dan Pulau Miangas
di Sulawesi Utara, Pulau Fani, Pulau Fanildo dan Pulau Brass di Papua, serta Pulau
Dana dan Batek di Nusa Tenggara Timur.
Kawasan-kawasan perbatasan tersebut memegang peranan penting dalam
kerangka pembangunan nasional. Kawasan perbatasan dalam perkembangannya
berperan sebagai beranda Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang
merupakan cermin diri dan tolok ukur pembangunan nasional. Kedudukannya yang
strategis menjadikan pengembangan kawasan perbatasan salah satu prioritas
pembangunan nasional.
Survei mengenai penetapan Titik Dasar atau Base Point telah dilaksanakan
oleh Dishidros TNI AL pada tahun 1989 hingga 1995 dengan melakukan Survei Base
Point sebanyak 20 kali dalam bentuk survei hidro-oseanografi. Titik-titik Dasar
tersebut kemudian diverifikasi oleh Bakosurtanal pada tahun 1995-1997.
Pada tahun 2002, Pemerintah RI menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor
38 Tahun 2002, tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-Titik Garis Pangkal
Kepulauan Indonesia, di mana di dalamnya tercantum 183 Titik Dasar perbatasan
wilayah RI. Namun demikian, terlepas dari telah diterbitkannya PP 38 Tahun 2002,
telah terjadi perubahan-perubahan yang tentunya mempengaruhi konstelasi
perbatasan RI dengan negara tetangga seperti Timor Leste pasca referendum dan
status Pulau Sipadan-Ligitan pasca keputusan Mahkamah Internasional.
Di samping itu, patut pula dipertimbangkan untuk melakukan penge-cekan
ulang terhadap pilar-pilar yang dibuat pada saat Survei Base Point yang dilakukan
pada sekitar 10 tahun lalu. Monumentasi ini perlu dilakukan sebagai bukti fisik
kegiatan penetapan yang telah dilakukan serta menjadi referensi bila perlu
dilakukan survei kembali di masa mendatang.
Hingga saat ini terdapat beberapa permasalahan perbatasan antara
Indonesia dengan negara tetangga yang masih belum diselesaikan secara tuntas.
Permasalahan perbatasan tersebut tidak hanya menyangkut batas fisik yang telah
disepakati namun juga menyangkut cara hidup masyarakat di daerah tersebut,
misalnya para nelayan tradisional atau kegiatan lain di sekitar wilayah perbatasan.

RI Malaysia

o Kesepakatan yang sudah ada antara Indonesia dengan Malaysia di wilayah


perbatasan adalah garis batas Landas Kontinen di Selat Malaka dan Laut Natuna
berdasarkan Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah

Kerajaan Malaysia tentang pene-tapan garis batas landas kontinen antara kedua
negara (Agreement Between Government of the Republic Indonesia and
Government Malaysia relating to the delimitation of the continental shelves
between the two countries), tanggal 27 Oktober 1969 dan diratifikasi dengan
Keppres Nomor 89 Tahun 1969.
o Berikutnya adalah Penetapan Garis Batas Laut Wilayah RI Malaysia di Selat Malaka
pada tanggal 17 Maret 1970 di Jakarta dan diratifikasi dengan Undang-undang
Nomor 2 Tahun 1971 tanggal 10 Maret 1971. Namun untuk garis batas ZEE (Zona
Ekonomi Eksklusif) di Selat Malaka dan Laut China Selatan antara kedua negara
belum ada kesepakatan.
o Batas laut teritorial Malaysia di Selat Singapura terdapat masalah, yaitu di sebelah
Timur Selat Singapura, hal ini mengenai kepemilikan Karang Horsburgh (Batu Puteh)
antara Malaysia dan Singapura. Karang ini terletak di tengah antara Pulau Bintan
dengan Johor Timur, dengan jarak kurang lebih 11 mil. Jika Karang Horsburg ini
menjadi milik Malaysia maka jarak antara karang tersebut dengan Pulau Bintan
kurang lebih 3,3 mil dari Pulau Bintan.
o Perbatasan Indonesia dengan Malaysia di Kalimatan Timur (perairan Pulau Sebatik
dan sekitarnya) dan Perairan Selat Malaka bagian Selatan, hingga saat ini masih
dalam proses perundingan. Pada segmen di Laut Sulawesi, Indonesia menghendaki
perundingan batas laut teritorial terlebih dulu baru kemudian merundingkan ZEE
dan Landas Kontinen. Pihak Malaysia berpendapat perundingan batas maritim harus
dilakukan dalam satu paket, yaitu menentukan batas laut teritorial, Zona Tambahan,
ZEE dan Landas Kontinen.
o Sementara pada segmen Selat Malaka bagian Selatan, Indonesia dan Malaysia masih
sebatas tukar-menukar peta illustrasi batas laut teritorial kedua negara.

RI Thailand

o Indonesia dan Thailand telah mengadakan perjanjian landas kontinen di Bangkok


pada tanggal 17 Desember 1971, perjanjian tersebut telah diratifikasi dengan
Keppres Nomor 21 Tahun 1972. Perjanjian perbatasan tersebut merupakan batas
landas kontinen di Utara Selat Malaka dan Laut Andaman.
o Selain itu juga telah dilaksanakan perjanjian batas landas kontinen antara tiga
negara yaitu Indonesia, Thailand dan Malaysia yang diadakan di Kuala Lumpur pada
tanggal 21 Desember 1971. Perjanjian ini telah diratifikasi dengan Keppres Nomor
20 Tahun 1972.
o Perbatasan antara Indonesia dengan Thailand yang belum diselesaikan khususnya
adalah perjanjian ZEE.

RI India

o Indonesia dan India telah mengadakan perjanjian batas landas kontinen di Jakarta
pada tanggal 8 Agustus 1974 dan telah diratifikasi dengan Keppres Nomor 51 Tahun
1974 yang meliputi perbatasan antara Pulau Sumatera dengan Nicobar.
o Selanjutnya dilakukan perjanjian perpanjangan batas landas kontinen di New Dehli
pada tanggal 14 Januari 1977 dan diratifikasi dengan Keppres Nomor 26 Tahun 1977
yang meliputi Laut Andaman dan Samudera Hindia.
Perbatasan tiga negara, Indonesia-India- Thailand juga telah diselesaikan,
terutama batas landas kontinen di daerah barat laut sekitar Pulau Nicobar dan
Andaman. Perjanjian dilaksankaan di New Delhi pada tanggal 22 Juni 1978 dan
diratifikasi dengan Keppres Nomor 25 Tahun 1978. Namun demikian kedua negara
belum membuat perjanjian perbatasan ZEE.

RI Singapura

o Perjanjian perbatasan maritim antara Indonesia dengan Singapura telah


dilaksanakan mulai tahun 1973 yang menetapkan 6 titik koordinat sebagai batas
kedua negara. Perjanjian tersebut kemudian diratifikasi dengan Undang-undang
Nomor 7 tahun 1973.
Permasalahan yang muncul adalah belum adanya perjanjian batas laut
teritorial bagian timur dan barat di Selat Singapura. Hal ini akan menimbulkan
kerawanan, karena Singapura melakukan kegiatan reklamasi wilayah daratannya.
Reklamasi tersebut mengakibatkan wilayah Si-ngapura bertambah ke selatan atau
ke Wilayah Indonesia.
o Penentuan batas maritim di sebelah Barat dan Timur Selat Singapura memerlukan
perjanjian tiga negara antara Indonesia, Singapura dan Malaysia. Perundingan
perbatasan kedua negara pada Segmen Timur, terakhir dilaksanakan pada 8-9
Februari 2012 di Bali (perundingan ke-2).

RI Vietnam
Perbatasan Indonesia Vietnam di Laut China Selatan telah dicapai
kesepakatan, terutama batas landas kontinen pada tanggal 26 Juni 2002. Akan
tetapi perjanjian perbatasan tersebut belum diratifikasi oleh Indonesia. Selanjutnya
Indonesia dan Vietnam perlu membuat perjanjian perbatasan ZEE di Laut China
Selatan. Perundingan perbatasan kedua negara terakhir dilaksanakan pada 25-28
Juli 2011 di Hanoi (perundingan ke-3).
Dan masih banyak lagi perjanjian antara negara RI degan negara lainnya .
Intinya adalah Negara Indonesia begitu luas dan memiliki begitu banyak wilayah
perbatasan. Serta mempunyai perjanjian dan permasalahan yang timbul dengan
negara lain .

2.3

Ancaman Masalah Perbatasan Indonesia


Masalah wilayah perbatasan negara merupakan salah satu persoalan
keamanan yang krusial bagi setiap negara berdaulat karena ancaman keamanan
dapat datang dari luar dan melalui wilayah perbatasan. Ancaman ini dapat berupa
agresi, aktivitas intelijen, blokade, pencurian aset dan sumber daya alam,
penyebaran penyakit dan sebagainya. Sebagai negara berdaulat, Indonesia
tentunya juga memiliki strategi perbatasan untuk mengantisipasi berbagai potensi
ancama yang mungkin terjadi. Awalnya, persoalan pengelolaan wilayah perbatasan
negara hanya menjadi salah satu isu sensitif politik dan pertahanan, terutama
dalam hal mempengaruhi kerjasama atau ketegangan bilateral antara dua negara
yang memiliki wilayah berbatasan langsung.
Seiring dengan perkembangan zaman, sensitivitas isu-isu pengelolaan wilayah
perbatasan negara juga menjadi problem multilateral dan bahkan internasional,
dimana kemajuan tekonologi dan beroperasinya kepentingan negara dan korporasi
yang lintas negara memungkinkan intervensi sejumlah pihak yang lebih luas
melalui perbagai mekanisme internasional. Sementara di masa kini, dibutuhkan
suatu kemajuan dalam kearifan dan kemampuan mendeteksi ancaman,
membangun strategi pengelolaan dan pertahanan serta mengatasi ancamanancaman tersebut dengan lebih elegan, konstitusional dan tunduk pada ketentuanketentuan internasional. Pilihan pengerahan kekuatan bersenjata pada saat-saat
genting dalam sebuah negara modern yang demokratis, termasuk dalam mengatasi
persoalan perbatasan; politik; pertahanan negara; memulihkan kembali kondisi
damai; mematuhi prinsip non-diskriminasi; dan proporsional.
Persoalan-persoalan terkait wilayah perbatasan Negara meliputi kedaulatan
negara, warga negara atau penduduk negara, danwilayah negara. Faktor
kedaulatan terkait dengan ancaman terhadap otoritas yang dimiliki negara untuk
mengatur dirinya sendiri, memanfaatkan sumber daya alam dan barang buatan
sendiri, dan mendapatkan pengakuan (recognition) internasional sebagai sebuah
Negara berdaulat. Sehingga segala upaya untuk menghilangkan dan melanggar
kedaulatan tersebut harus dipandang sebagai ancaman terhadap negara. Faktor
warga negara terkait dengan ancaman atas keselamatan atau jaminan
terpenuhinya hak dasar setiap individu.
Sementara faktor wilayah terkait dengan ancaman atas keutuhan wilayah, yang berupa tanah, air
dan udara, yang menjadi milik sebuah negara. Ancaman terhadap kedaulatan berarti pula ancaman
terhadap hak dasar warga negara dan keutuhan wilayah. Sebaliknya pun demikian, ancaman terhadap
hak dasar warga negara merupakan pula ancaman terhadap kedaulatan dan keutuhan wilayah.

Secara umum, berdasarkan pendekatan sumber ancaman, maka ancaman


dapat dibagi ke dalam tiga tipe yaitu ancaman internal, ancaman eksternal dan

ancaman internal-eksternal. Ancaman internal adalah ancaman yang berasal dari


dalam negara, seperti pemberontakan dan konflik komunal. Sementara ancaman
eksternal adalah ancaman yang berasal dari luar negara, yang seringkali
diidentikan dengan ancaman dari negara lain atau negara musuh. Sementara
ancaman internal-eksternal merupakan ancaman yang tidak dapat dipastikan
secara tepat sumbernya, seperti serangan terorisme global. Ketiga ranah ancaman
tersebut tidak berdiri terpisah satu dengan yang lainnya melainkan saling terkait
membentuk jaring-jaring ancaman. Ancaman keamanan di wilayah perbatasan
negara Indonesia dapat dibagi ke dalam dua kategori yaitu, ancaman yang berasal
dari aktor non-negara dan ancaman yang berasal dari negara. Penyelundupan
senjata kecil dan ringan atau small arms & light weapons (SALW) ke daerah-daerah
konflik di Indonesia merupakan salah satu contoh penyelundupan yang terjadi di
perbatasan Indonesia.

2.4

Upaya Menjaga Keutuhan NKRI


Sebagai negara dengan penduduk yang tersebar dalam pulau-pulau besar
maupun kecil, tentu saja terdapat beragamnya harapan, kehendak dan
kebutuhannya beraneka macam pula.Pada masa penjajahan, para pahlawan
membela dan menjaga keutuhan Indonesia dengan berjuang. Cara berjuangnya
bermacam-macam. Ada yang maju berlaga di medan pertempuran. Ada pula yang
berjuang lewat pergerakan. Mereka berjuang dengan pikiran, tulisan-tulisan, dan
ilmu
pengetahuan.
Pada
masa
perjuangan
kemerdekaan,
dua
cara
memperjuangkan kemerdekaan Indonesia ini sama-sama tinggi nilainya. Saat ini
Indonesia tidak lagi dijajah oleh bangsa asing. Oleh karena itu, kita tidak perlu lagi
berperang melawan para penjajah. Meski demikian, tugas kita tidak lebih ringan.
Sebab, menjaga kemerdekaan justru lebih berat daripada merebutnya. Bukan
penjajah yang akan mengancam keutuhan negara kita. Namun, sangat mungkin diri
kita sendiri, putra-putri Indonesia ini. Mungkinkah itu? Sangat mungkin, jika kita
tidak berlaku sebagaimana mestinya sebagai bangsa Indonesia. Jika kita salah
mengurus negara ini, tidak mustahil kitalah sendiri yang akan menghancurkan
negara tercinta ini. Berikut adalah cara-cara yang dapat kita lakukan untuk menjaga
keutuhan NKRI.
Adapun cara yang dapat ditempuh untuk menjaga kesatuan atau keutuhan
NKRI adalah sebagai berikut :

1.

Strategi

Alternatif

Penyelesaian

Masalah

Perbatasan

Indonesia perlu mengembangkan konsep Deterrence atau penangkalan. Dengan


adanya deterrence ini diharapakan dapat memberikan dampak psikologis terhadap
negara-negara yang akan melakukan serangan militer ke Indonesia atau melakukan
tindakan-tindakan lainnya sehingga mereka akan mengetahui efeknya jika mereka
berani untuk melakukan pelanggaran terhadap wilayah Indonesia dan jika terjadi

serangan balasan (retaliation). Salah satu langkah untuk mewujudkan deterrence


tersebut yaitu dengan melakukan modernisasi atau pembangunan kekuatan militer
Indonesia.
2.

Pembaharuan ALUTSISTA (alat utama system persenjataan) harus dilakukan, tidak


hanya sekedar perawatan persenjataan yang telah ada tetapi kita perlu membeli
senjata dan peralatan tempur lainnya yang modern juga memiliki teknologi yang
canggih
untuk
melindungai
wilayah
NKRI
ini.
Kekuatan militer Indonesia terutama di bidang teknologi telah tertinggal jauh. Tetapi
jika kita telah memiliki semua peralatan tersebut, kita jangan sampai lupa untuk
menjaga atau merawatna sehingga jika sewaktu-waktu dibutuhkan semua peralatan
tersebut dapat digunakan dengan lancar. Indonesia terkadang terlalu sering
membangun tetapi lupa untuk menjaga atau merawatnya, hal ini diperkuat dengan
data alutisista yang hampir 40% yang ada tidak dapat dioperasikan .
Modrenisasi perangkat ALUTSISTA (alat utama sistem persenjataan) dari ketiga
Angakata bersenjata (Angkatan Darat(AD), Angkatan Udara(AU) dan Angkatan
Laut(AL)) mutlak dibutukan. Keterpurukan yang teradi selama ini dalam
menghadapi permasalahan perbatasan, point pentingnya adalah peningkatan,
pengadaan serta pembaharuan ALUTSISTA Indonesia yang seharusnya menjadi
paling utama. Hal yang sangat berlebihan ketika meminta TNI untuk bekerja optimal
tanpa didukung oleh persenjataan yang memadai, pengadaan ALUTSISTA selama ini
hanya diberikan 32% dari anggaran departemen pertahanan, sangat kecil untuk
pengadaan ALUTSISTA yang memadai khususnya dalam bidang AU dan AL yang
secara domestik Indonesia belum memiliki kapasitas untuk mencapai teknologi
dalam hal itu atau kemandirian dalam memproduksi ALUTSISTA AU, AL.

3.

Pembangunan ALUTSISTA (ALAT UTAMA SISTEM PERSENJATAAN)

Postur
Paningkatan
Persenjataan
Sesuai
Dengan
Kondisi
Geografis
Dengan kondisi geograsi yang selama ini hanya bertumpu pada matra angakatan
darat, diubah menjadi matra angkatan laut dan udara, hal ini bertumpu pada
hampir 75% wilayah Indonesia adalah perairan, hal ini menjadi sangat rasional
dikarenakan indicator konflik perbatasan terjadi di perairan atau di wilayah kelautan
dan udara, ini memudahkan juga untuk menghentikan atau preventif tindakantindakan kejahatan, sehingga secara pendek kita mengatakan bahwa konflik yang
selama ini terjadi dikarenakan postur TNI selama ini hanya pada dataran historical
seperti perjuangan melawan penjajah yang hanya berlangsung di darat saja,
tentunya kesalahan ini menjadi titik bahwa perjuangan yang selama ini hanya
berlangsung di darat, hal ini diperkuat dengan data-data telah disebutkan diatas.
Aspek yang selama ini menjadi prioritas TNI adalah pulau-pulau besar yang
bedasrkan pada matra angkatan darat, hal ini sangat ironis dan kprespektif yang
keliru baik dalam persepsi ancaman dan bentuk geografis, Postur TNI sebagai
aparatur menjaga ketahanan kedaulatan negara, kekuatan personil TNI harus
proporsional sesuai dengan kebutuhan, contoh ketimpangan yang terjadi adalah

kekuatan personil yang ada dengan kondisi geografis indonesi yang luas adalah
sekitar, 376.000 dengan 288.000 AD, dan 59.000 AL, dan 28.000 AU.

4.

Postur Peningkatan Sesuai Dengan Efisiensi Anggaran Pertahanan Dan Ancaman


Selain itu itu juga aspek kekuatan yang harusnya dibangun adalah menyangkut
ancaman ataupun pendekatan berdasarkan kemampuan, sehingga harus ada
kombinasi dari kondisi ancaman dan besarnya anggaran dengan ketepatan
pembelian ALUTSISTA bentuk ancaman. Untuk mendukung peningkatan ALUTISTA
tentunya kita harus melihat bentuk ancaman yang diahadapi, pertama Ancaman
Militer, ancaman yang menggunakan kekuatan persenjataan, yang membahayakan
kedaulatan negara, seseprti, keutuhan wilayah negara, berupa agresi,
pemberontakan bersenjata, spionase, dan agresi.
Menjaga wilayah dan kekayaan tanah air Indonesia
Dulu para pahlawan berperang dan berunding dengan penjajah. Mereka berunding untuk menentukan
batas-batas wilayah Indonesia. Hasilnya adalah wilayah Indonesia seperti tergambar pada peta Indonesia
saat ini. Wilayah itu tentu tidak hanya berupa wilayah semata, namun meliputi semua kekayaan yang ada
di dalamnya. Misalnya penduduk, tumbuh-tumbuhan, hewan, serta kekayaan mineral seperti minyak
bumi, emas, batu bara, dan lain-lain. Wilayah dan segenap kekayaan haruslah kita pertahankan dan kita
jaga. Sebab di situlah letak kedaulatan Negara kita. Kita tidak boleh membiarkannya diambil atau
dirampas bangsa asing atau orang perorangan. Tugas menjaga semua ini memang diserahkan kepada
Negara. Namun sebagai warga Negara, kita juga harus turut menjaganya.

5.

Saling menghormati perbedaan


Berdiri di atas perbedaan tersebut meliputi agama, suku, adat istiadat, bahasa daerah dan warna kulit.
Semua perbedaan itulah yang jalin-menjalin membangun Indonesia seutuhnya. Agar keutuhan Indonesia
tetap terjaga, kita harus menganggap perbedaan itu sebagai anugerah. Kita harus mensyukuri perbedaan
yang ada. Cara menjaga perbedaan-perbedaan itu dengan saling menghormati teman yang berbeda
agama suku, adat istiadat, bahasa daerah dan warna kulit. Dengan demikian , kita turut menjaga
keutuhan negara Indonesia.

6.

Mempertahankan kesamaan dan kebersamaan


Bangsa Indonesia memiliki banyak perbedaan. Akan tetapi, bangsa Indonesia juga memiliki banyak
persamaan. Dalam naskah Sumpah Pemuda, kita telah mengikrarkan bahwa kita adalah satu bangsa,
bangsa Indonesia. Kita mengakui bahwa kita satu tumpah darah, tumpah darah Indonesia. Kita juga
mengakui bahwa kita menjunjung tinggi bahasa persatuan, yaitu bahasa Indonesia. Itulah tiga persamaan
pokok yang dimiliki bangsa Indonesia. Selain itu, kita juga memiliki Pancasila, Undang-Undang Dasar
1945, dan Sang Saka Merah Putih. Semua itu adalah lambang pemersatu bangsa. Agar keutuhan
Indonesia terjaga, kesamaan tersebut haruslah tetap dijaga dan dipertahankan. Persamaan tersebut
semestinya dipertahankan oleh seluruh bangsa Indonesia. Oleh karena itu, kebersamaan antara sesama
bangsa Indonesia haruslah terus dilestarikan.

7.

Menaati peraturan

Salah satu cara menjaga keutuhan Indonesia adalah dengan menaati peraturan. Mengapa demikian?
Peraturan dibuat untuk mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara. Tujuannya agar Indonesia
menjadi lebih baik. Melalui peraturan, Indonesia akan selamat dari kekacauan. Taat kepada undangundang dan peraturan berlaku bagi seluruh rakyat Indonesia. Peraturan berlaku baik untuk presiden
maupun rakyat biasa, baik tua maupun muda, baik yang kaya maupun yang miskin, baik laki-laki
maupun perempuan. Presiden juga harus manaati undang-undang dalam mengatur Negara. Presiden
menaati undang-undang agar dapat melayani rakyat sebaik mungkin. Rakyat harus membantu
pelaksanaan program yang dicanangkan pemerintah. Para wajib pajak harus membayar pajak. Para guru
harus menaati undang-undang dengan bersungguh-sungguh mendidik murid-muridnya. Sebaliknya,
murid-murid menaati tata tertib sekolah agar menjadi murid yang baik. Dengan menaati peraturan,
keberhasilan dalam belajar pun bias diraih. Jika semuanya bertindak sesuai dengan undang-undang,
niscaya Indonesia akan jaya untuk selama-lamanya.

BAB III
PENUTUP

3.1.

Kesimpulan
Persoalan bangsa memang tidak dapat segera diselesaikan, tetapi setidaknya
dengan membangun kesadaran bagi pemuda, maka peroblem ketahanan nasional
memiliki harapan untuk makin diperkokoh.
Cara untuk menjaga keutuhan negara, antara lain:

Bangga sebagai bangsa Indonesia,

Menjaga persatuan dan kesatuan wilayah bangsa,

Menjaga kekayaan budaya


menghormati perbedaan,

Menjaga kekayaan alam Indonesia sebagai warisan untuk digunakan generasi


bangsa di masa mendatang,

Menghargai jasa-jasa pahlawan yang telah berjuang mempertahankan kemerdekaan


Indonesia.

3.2.

dan

keragaman

suku

bangsa

dengan

saling

Saran
Negara Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam, hal
ini terlihat dari hasil alam yang melimpah. Hal ini lah seharusnya menjadi

pendorong dan motivasi bagi masyarakat Indonesia untuk menjaga kekayaan alam
yang terdapat di negara kita. Bagi pemerintah agar membuat peraturan-peraturan
yang lebih tegas untuk menjaga keutuhan negara Indonesia, khususnya di daerah
perbatasan Indonesia dengan daerah-daerah tetangga.

DAFTAR PUSTAKA

http://muhamadsudrajat.blogspot.com/2010_05_01_archive.html
http://sttmultimedia.multiply.com/journal/item/30/Peranan_Warga_Dalam_Memperta
hankan_NKRI
http://rachmadrevanz.com/sikap-dan-perilaku-menjaga-kesatuan-negara-ri.html
http://blog.theosambuaga.com/2007/09/28/meneguhkan-ulang-komitmenkebangsaan-pemuda-demi-keutuhan-indonesia-dalam-percaturan-global-yangberubah-cepat/
http://rachmadrevanz.com/pentingnya-persatuan-dan-kesatuan-bangsaindonesia.html

http://bulank2.blogspot.com/2013/11/makalah-kewarganegaraanmasalah.html

Indonesia adalah negara kepulauan dengan jumlah pulau yang mencapai


17.499 pulau dan luas wilayah perairan mencapai 5,8 juta km2, serta
panjang garis pantai yang mencapai 81.900 km2. Dua pertiga dari wilayah
Indonesia adalah laut, implikasinya adalah hanya ada tiga perbatasan darat
dan sisanya adalah perbatasan laut. Perbatasan laut Indonesia berbatasan
dengan 10 negara diantaranya Malaysia, Singapura, Filipina, India, Thailand,
Vietnam, Republik Palau, Australia, Timor Leste, dan Papua Nugini.
Sedangkan untuk wilayah darat, Indonesia berbatasan langsung dengan tiga
negara, yakni Malaysia, Papua Nugini, danTimor Leste dengan panjang garis
perbatasan darat secara keseluruhan adalah 2914,1 km.

Daerah perbatasan merupakan wilayah pembelahan kultural sebuah


komunitas yang dianggap berasal dari satu akar budaya yang sama namun
oleh kebijakan pemerintah dua negara bertetangga, akhirnya dibagi menjadi
dua entitas yang berbeda. Daerah perbatasan juga merupakan cerminan dari
tingkat kemakmuran antara dua negara dan tidak jarang, daerah ini menjadi
ajang konflik antara penduduk yang berbeda kewarganegaraannya karena
tujuan-tujuan tertentu. Bahkan daerah perbatasan merupakan salah satu
wilayah yang potensial untuk melakukan penyelundupan dan merugikan
negara dalam jumlah besar, bahkan kerugian negara untuk darat dan laut

bila dinominalkan bisa mencapai 20 milyar US$ per tahun. Sedangkan


Kemiskinan merupakan masalah klasik di daerah perbatasan, yang sampai
sekarang belum tuntas ditangani. Daerah perbatasan juga sangat rawan
terjadi tindak illegal logging dimana penyebabnya adalah beberapa patok
tapal batas Indonesia dan negara tetangga, yaitu Malaysia, rusak dimakan
waktu serta hilang atau terkubur oleh alam.

Menyadari fenomena permasalahan perbatasan ini, kiranya perlu upaya


konkret untuk mengantisipasi dan meminimalisasi persoalan tersebut.
Luasnya wilayah perbatasan laut dan darat Indonesia tentunya
membutuhkan dukungan sistem manajemen perbatasan yang terorganisir
dan profesional, baik itu ditingkat pusat maupun daerah. Potensi
permasalahan yang banyak dan kompleks itu tentu saja tidak dapat diatasi
secara parsial tetapi memerlukan penanganan yang serentak dan
menyeluruh. Seluruh elemen baik itu Pemerintah pusat, Pemerintah Daerah,
TNI, Kepolisian, imigrasi, serta bea dan cukai bertanggung jawab untuk
terlibat secara langsung penanganan permasalahan daerah perbatasan.
Walaupun otoritas pengelolaan keamanan di perbatasan sendiri telah lama
diserahkan kepada TNI sebagai wujud dari penerapan Undang-Undang No.
34, tahun 2004 mengenai Tentara Nasional Indonesia (TNI) bahwa
wewenang untuk menjaga keamanan di area perbatasan adalah salah satu
fungsi pokok dari TNI. Akan tetapi Pemda harus lebih intens lagi
memperhatikan daerah perbatasan yang menjadi kewenangannya sesuai
dengan Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah,
pengaturan tentang pengembangan wilayah perbatasan di kabupaten/kota
secara hukum berada dibawah tanggung jawab pemerintah daerah tersebut.
Kewenangan pemerintah pusat hanya ada pada pintu-pintu perbatasan
(border gate) yang meliputi aspek kepabeanan, keimigrasian, karantina,
keamanan dan pertahanan (CIQS). Meskipun demikian, pemerintah daerah
masih menghadapi beberapa hambatan dalam mengembangkan aspek
sosial-ekonomi kawasan perbatasan.

Tidak dipungkiri daerah perbatasan memiliki nilai strategis dan seluruh pilar
komponen bangsa hendaknya bersatu padu dengan visi dan misi untuk
membangun daerah perbatasan dan seluruh petinggi negeri memahami dan
mengerti serta tahu akan pentingnya daerah perbatasan sebagai pondasi
untuk menopang wilayah yang bersebelahan dengan Negara tetangga.
Bahkan seminar mengenai daerah perbatasan sudah berulang kali akan
tetapi belum kelihatan greget realisasinya. Sebagai contoh daerah

perbatasan Kalimantan dan Malaysia dimana masalah frontier ekonomi yang


menjadi kendala berporos pada dibutuhkannya anggaran yang besar untuk
membangun perekonomian penduduk daerah perbatasan, sementara
kehidupan penduduk negara tetangga perekonomiannya jauh lebih baik. Dari
berbagai persoalan yang muncul seperti illegal logging, human trafficking
maupun penyerobotan wilayah ini, maka melahirkan persepsi bahwa wilayah
perbatasan adalah rawan dan rentan terhadap konflik dan pelanggaran
hukum tanpa memperhatikan persoalan-persoalan lain. Sebagai akibatnya
wilayah perbatasan selalu didefinisikan dan dipahami secara hitam putih
dengan cap negatif. Hal ini merupakan satu sisi dari realita perbatasan yang
jauh lebih kompleks dan berwarna.

Semua pihak hendaknya merasa pembangunan daerah perbatasan adalah


kewajiban yang harus direalisasikan bersama. Pihak Pemda merencanakan
melalui surve, studi kelayakan dalam merencanakan pembangunan prioritas
apa yang harus didahulukan dan hendaknya harus sinkron antara
pemerintah daerah dan pemerintah pusat termasuk pemecahan dan jalan
keluarnya, karena tanpa adanya kerjasama yang harmonis, tidak mungkin
akan tercipta kesinambungan antara pemerintah pusat dan daerah dalam
penanganan masalah daerah perbatasan. TNI sendiri telah berusaha dengan
keras menjaga wilayah perbatasan khususnya sepanjang kawasan
perbatasan Kaltim dan Kalbar dengan negara Malaysia telah dibangun 41 pos
serta ditempatkan sejumlah personil TNI guna pengamanan dan
memperkecil kemungkinan pelanggaran terhadap kedaulatan perbatasan
Indonesia. Walaupun dalam pelaksanaan tugasnya, personel TNI tanpa
didukung sarana dan prasarana yang memadahi semisal kendaraan khusus
untuk patroli, sedangkan tiap pos jaraknya bisa mencapai lebih dari 50 Km.
Jadi seelit apapun pasukan TNI yang ditugaskan dengan beban tugas yang
sangat berat dimana harus melalui hutan belantara, maka akan terasa sulit
dan diluar kemampuan untuk menghadapi gangguan keamanan yang
muncul pada wilayah perbatasan.

Alternatif penanganan yang bisa saya munculkan sebagai sumbang saran


bagi pemerintah adalah penambahan pos perbatasan serta penambahan
personel TNI yang dilengkapi dengan sarana pendukungnya dan tidak kalah
penting tentunya pemberian stimulus dalam bentuk konkret untuk
merangsang semangat para prajurit yang bertugas di daerah perbatasan.
Perlunya direalisasikan pembangunan sabuk pengaman. Sebab sabuk
pengaman dipandang penting dalam menetralisir segala kejahatan. Manfaat
lain sabuk pengaman itu sendiri adalah dapat diwujudkan untuk

meningkatkan kegiatan-kegiatan perekonomian masyarakat, sehingga


seluruhnya bermuara kepada peningkatan pertahanan kita. Terlebih bila
sentra-sentra ekonomi melalui kegiatan pemda diteruskan dengan
bimbingan kepada masyarakat sebagai petani plasma, sehingga melalui
pembangunan sabuk pengaman serta pembangunan sentra-sentra ekonomi
masyarakat sekitar perbatasan maka pertahanan secara otomatis akan
meningkat dan terwujud kokohnya pertahanan nasional di daerah
perbatasan.

Bilamana negara belum mampu membangun sabuk pengaman, maka dapat


ditemukan alternatif lain seperti melibatkan pengusaha pribumi dengan
kompensasi dari negara dengan pembebasan lahan kanan kiri sabuk
pengaman serta pelebaran tertentu yang kemudian dapat diambil hasil
hutannya dan dikompensasikan dalam bentuk jalan, yang selanjutnya bisa
dimanfaatkan sebagai perkebunan sekaligus diarahkan kepada masyarakat
setempat dalam hal pengelolaannya melalui pembinaan yang intensif
sebagai petani-petani plasma. Alternatif ini hanya tercetus dari keinginan
seorang penulis yang kiranya belum teramat mendalami permasalahan
diatas namun memiliki keyakinan bahwa pembangunan masyarakat daerah
perbatasan tujuannya adalah meningkatkan pertahanan nasional dan juga
dalam rangka menghadapi krisis global. Sebab masalah daerah perbatasan
adalah masalah bagi kita semua elamen bangsa dan diharapkan semua ikut
andil pemikiran untuk bersama-sama memecahkannya sebagai bentuk
peduli kita pada kedaulatan bangsa Indonesia.

http://cruzadercruzer.blogspot.com/2010/04/permasalahanperbatasan-negara.html

Você também pode gostar