Você está na página 1de 5

Analisis Data Perkembangan Embrio Ayam 48 dan 72 Jam

Pada saat mengamati perkembangan embrio ayam umur 48 jam, kami


menemukan

bahwa

bagian

otak

telah

terbagi

menjadi

rombensefalon,

mesensefalon, diensefalon, dan telensefalon. Selain itu juga terdapat vesikula


optik yang berkembang menjadi cawan optik, somit yang jumlahnya bertambah
dari tahap sebelumnya, spinal cord, mesonefros, dan jantung yang berbentuk
huruf S. Berbeda dengan perkembangan embrio ayam umur 48 jam, kami
mengamati bahwa embrio ayam umur 72 jam terlihat lebih kompleks susunan
organnya. Dalam pengamatan embrio ayam 72 jam kami masih menemukan
adanya mesensefalon, diensefalon, telensefalon, jantung, somit yang jumlahnya
bertambah banyak dari tahap sebelumnya, dan adanya tunas ekor di bagian
posterior embrio ayam .
Pembahasan
4. Perkembangan Embrio Ayam 48 Jam
Pada pengamatan preparat embrio ayam umur 48 jam, kami
menemukan adanya perputaran embrio. Menurut Syahrum (1994), kepala
embrio mengalami pelekukan (chepalic flexure) sehingga mesensefalon
tampak disebelah dorsal dan prosensefalon dan rombensefalon tampak
sejajar. Badan embrio memutar sepanjang sumbunya sehingga pandangan
dari dorsal tampak kepala bagian kanan; badan bagian posterior masih
menunjukkan bagian dorsal (tampak sebelah atas). Pada saat mengamati
perkembangan embrio ayam umur 48 jam, kami menemukan bahwa
bagian otak telah terbagi menjadi rombensefalon, mesensefalon,
diensefalon, dan telensefalon. Hal ini sesuai dengan teori dari Tenzer, dkk
(2001) bahwa pada embrio ayam umur 48 jam, wilayah otak terbagi
menjadi telensefalon, diensefalon, mesensefalon, metensefalon, dan
mielensefalon. Bagian-bagian ini merupakan hasil perkembangan dari
bumbung neural. Menurut Surjono, dkk (2001), pada fase perkembangan
embrio ayam, mesensefalon akan membentuk korpora quadrigemina yang
penting dalam pusat refleks dan auditori, sementara bagian diensefalon
akan membentuk vesikula optik, kelenjar hipofisa posterior, talamus,
hipotalamus, dan badan pineal. Bagian telensefalon akan membentuk,

bagian neopalium, korpus striatum, dan arkipallum. Dalam pengamatan


bagian rombensefalon, mesensefalon, diensefalon, dan telensefalon dapat
teramati dengan cukup jelas ketika pengamatan, sedangkan bagian
metensefalon dan mielensefalon tidak bisa diamati secara jelas karena
kondisi preparat yang kurang baik sehingga pengamat kesulitan dalam
mencocokkan hasil pengamatan dengan literatur. Metensefalon nantinya
akan membentuk pons dan serebellum, sedangkan mielensefalon nantinya
akan membentuk medula. Selain itu, dalam pengamatan kami juga
menemukan adanya spinal cord yang sudah terbentuk dan sebenarnya
sudah bisa teramati ketika embrio ayam berkembang pada umur 33 jam.
Hal ini sesuai dengan pendapat Lestari, dkk (2013), bahwa dalam
perkembangan embrio ayam, selain ditemukan perkembangan otak juga
ditemukan adanya spinal cord. Bagian otak dan spinal cord ini nantinya
akan menyusun sistem saraf pusat. Lestari, dkk (2013) juga menjelaskan
bahwa bagian ini disusun oleh beberapa sel, yaitu neuroepitelium sebagai
sumber dari beberapa sel lainnya, neuroblas, glioblas (yang akan
berdiferensiasi menjadi sel oligodendroglia dan astrosit), serta sel-sel
ependim. Dalam pengamatan, kami menemukan pada tahap perkembangan
embrio umur 48 jam ini vesikula optik yang berkembang menjadi cawan
optik. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan Tenzer, dkk (2001)
bahwa di daerah prosensefalon ada penonjolan kearah lateral disebut
vesikula optik. Vesikula optik nantinya akan mengalami invaginasi
membentuk cawan optik yang berdinding rangkap. Surjono, dkk (2001)
menjelaskan bahwa invaginasi yang membentuk cawan optik tidak terjadi
di tengah vesikula, tetapi lebih ke arah ventral. Hal ini menyebabkan
terbentuknya celah pada dinding cawan optik yang disebut fisura koroidea,
yang nantinya menyelubungi sebagian arteri hialoid (arteri sentral retina)
yang mensuplai berbagai struktur pada bola mata. Pada embrio ayam umur
48 jam, kami juga mengamati bahwa struktur jantung yang terbentuk
sudah lebih kompleks dari tahap sebelumnya. Hal ini sesuai dengan teori
yang dikemukakan Tenzer, dkk (2001) bahwa pada embrio ayam umur 48
jam, jantung berputar seperti huruf S dan sudah terbagi menjadi atrium,
ventrikel, sinus venosus, dan trunkus arteriosus. Selain itu, kami juga

menemukan adanya mesonefros. Lestari, dkk (2013) menjelaskan bahwa


tubulus

mesonefros

nantinya

akan

berkembang

menjadi

duktus

mesonefros (duktus Wolff), yang nantinya menjadi tunas ureter dan


berperan dalam sistem urinaria pada aves. Dalam embrio ayam umur 48
jam yang kami amati, kami menemukan bahwa jumlah somit bertambah
dari tahap sebelumnya. Jika dihitung dengan rumus, maka dapat kami
tentukan jumlah somit pada tahap embrio ayam umur 48 jam adalah
sebanyak 28 somit. Jumlah somit ini akan bertambah seiring dengan
bertambahnya umur embrio, sehingga jumlah somit dapat dikaitkan
dengan umur embrio tersebut. Somit ini nantinya akan menyusun tulang
belakang. Lestari, dkk (2013) menjelaskan bahwa munculnya somit-somit
pada ujung rostral dari mesoderm paraksial, di posterior dari somit yang
terdahulu menyebabkan jumlah somit bertambah, dan pertambahan
berlangsung satu pasang setiap jam. Dalam pengamatan, kami tidak bisa
menemukan

adanya

vesikula

otik

dan

vena

omfalomesenterika.

Seharusnya, pada perkembangan embrio ayam usia 48 jam kami bisa


menemukan adanya vesikula otik dan vena omfalomesenterika, namun
dalam pengamatan kami tidak bisa menemukan keduanya karena kondisi
preparat yang kurang jelas. Tenzer, dkk (2001), menjelaskan bahwa pada
embrio ayam umur 48 jam, plakoda telinga akan berinvaginasi membentuk
vesikula telinga (vesikula otik), dan vena vitelin akan bergabung menjadi
vena omfalomesenterika. Selama pengamatan embrio ayam umur 48 jam
ini, pengamat merasa kesulitan dan banyak menemui kendala selama
pengamatan, diantaranya adalah kondisi preparat yang sudah lama (faktor
umur dari preparat itu sendiri), sehingga preparat tidak jelas ketika diamati
dengan mikroskop. Hal ini menyulitkan kami untuk menemukan bagianbagian yang seharusnya diamati dan kami juga kesulitan mencocokkan
bagian tersebut dengan literatur yang ada.
5. Perkembangan Embrio Ayam 72 Jam
Pada perkembangan embrio 72 jam, kami mengamati bahwa
embrio mengalami pelekukan. Hal ini sesuai dengan teori yang
dikemukakan Syahrum (1994), bahwa pada perkembangan embrio ayam

72 jam embrio mengalami pelekukan servikal, sehingga daerah


rombensefalon berada di sebelah dorsal dan telensefalon mendekati
perkembangan jantung. Lipatan kepala makin berkembang ke arah
posterior, sebaliknya dengan amniotic tail fold berkembang ke arah
anterior, dan lateral body fold semakin menutup. Mata terletak lebih ke
arah kaudal dari pada otosis. Dalam pengamatan, seharusnya kami
menemukan adanya bakal hidung namun dalam praktikum kami tidak bisa
menemukan bakal hidung karena kondisi preparat yang kurang baik
sehingga sulit diamati. Dalam teori yang dikemukakan oleh Tenzer, dkk
(2001), bakal hidung terbentuk berupa lekuk hidung, yaitu hasil invaginasi
plakoda hidung. Selain itu, kami menemukan adanya tunas sayap dan
tunas ekor. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan Tenzer, dkk
(2001),bahwa pada perkembangan embrio 72 jam terbentuk tunas sayap
berupa tonjolan dari permukaan tubuh lateral dekat porta usus depan.
Syahrum (1994), menjelaskan bahwa dalam perkembangannya, terjadi
penebalan mesoderm yang akan berkembang menjadi upper limb bud,
atau wing bud, merupakan primordia sayap. Sedangkan di daerah kauda
dibentuk lower limb bud yaitu primordia kaki. Selain itu juga terdapat
tunas ekor yang akan menjadi ekor. Dalam embrio ayam umur 72 jam
yang kami amati, kami menemukan bahwa jumlah somit bertambah dari
tahap sebelumnya. Jika dihitung dengan rumus, maka dapat kami tentukan
jumlah somit pada tahap embrio ayam umur 72 jam adalah sebanyak 52
somit. Menurut Surjono, dkk (2001), jumlah somit pada unggas adalah
sekitar 50 somit. Jumlah somit ini akan bertambah seiring dengan
bertambahnya umur embrio, sehingga jumlah somit dapat dikaitkan
dengan umur embrio tersebut. Somit ini nantinya akan menyusun tulang
belakang. Lestari, dkk (2013) menjelaskan bahwa munculnya somit-somit
pada ujung rostral dari mesoderm paraksial, di posterior dari somit yang
terdahulu menyebabkan jumlah somit bertambah, dan pertambahan
berlangsung satu pasang setiap jam. Selama pengamatan embrio ayam
umur 72 jam ini, pengamat merasa kesulitan dan banyak menemui kendala
selama pengamatan, diantaranya adalah kondisi preparat yang sudah lama
(faktor umur dari preparat itu sendiri), sehingga preparat tidak jelas ketika

diamati dengan mikroskop. Hal ini menyulitkan kami untuk menemukan


bagian-bagian yang seharusnya diamati dan kami juga kesulitan
mencocokkan bagian tersebut dengan literatur yang ada.
Shim mohon maaf sebelumnya, minta tolong dikoreksi lagi terkait pembahasanku.
Soalnya aku bingung apa ada yang udah dibahas di iif. Untuk somit, harusnya
pengertian somit udah dibahas di pembahasan gizel, sedangkan untuk penyebab
pertambahan somit harusnya mulai dibahas di iif karena kan dari 24 ke 33 jam
udah nambah somitnya. Nah kalo misal udah terbahas, terus menurutmu boros ya
gapapa kamu hilangin aja di aku biar pembahasannya gak boros (soalnya aku
juga nynggung somit dan pertambahan somit di pembahasanku. Pertambahan
somit aku bingung penyebabnya kenapa, udah tanya ke mama tapi juga bingung
mama nya. Kalau kata mama, bertambah karena membelah. Tapi di aku gak tak
tulis gitu sim.. aku juga gatau mana yg betul. Kalau misal kamu punya alasan yg
lebih kuat kamu bisa nambahin..).. Ohya, aku juga bingung terkait yg alasan
kesulitan dalam pengamatan. Di aku tak bahas di kedua pembahasan. Kalau
menurutmu mubazir bisa kamu atur gimana enaknya shim. Makasih shim :*

Daftar Pustaka

Lestari, dkk. 2013. Struktur Dan Perkembangan Hewan II. Malang: Jurusan
Biologi Universitas Negeri Malang.
Surjono, Tien, dkk. 2001. Perkembangan Hewan. Jakarta: Pusat Penerbitan
Universitas Terbuka.
Syahrum, M. H; Kamaluddin dan A. Djokronegoro. 1994. Reproduksi dan
Embriologi dari Satu Sel menjadi Organisme. Jakarta: Universitas
Indonesia.
Tenzer, dkk. 2001. Petunjuk Praktikum Perkembangan Hewan. Malang : FMIPA
Universitas Negeri Malang.

Você também pode gostar