Você está na página 1de 26

ARTIKEL TUGAS AKHIR

STUDI POLA MORFOLOGI KOTA


DALAM PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA
DI KABUPATEN KENDAL
Oleh: Laelabilkis dan Ir. Retno Susanti, MT
Abstract
Kendal represent one of the regency which located in Pantura Java.
This regency start to expand at 16 century (around year 1513) since the
arrival of Sunan Katong from the Empire of Demak in the spreading of Islam
at Kaliwungu. Historycal background of Kendal has implications on nowadays
urban space. Historical area as one of the conservation object in Kendal
Regency, not yet been handled seriously. Historic city centers get modern
pressures so historical elements are not correctly integrated in daily life. The
study of urban morphology to determinate conservation area in Kendal
become important to be done.
This research use qualitative and quantitave methods with descriptive
qualitative and scoring as analysis technique. Descriptive qualitative used in
historical background, perfection of town concept, urban morphology, and
conservation area analysis, while scoring analysis used to determine
conservation potency pursuant to criterias which have been determined. Data
collecting in this research is done with primary and secondary survey.
Secondary survey is process collecting data through institusional survey and
document study. Primary survey done with direct observation and interview.
Interview used snowballing method with Department of Education and
Culture as first guest speaker, and then continued with one who have been
recommended. This depth interview trying to get information as much as
possible from interviewee.
The result of this research is conservation potency from each historic
area. Kaliwungu and Pabrik Gula Cepiring area include in first priority, while
Kendal City and Pekuncen include in third priority. This conservation potency
is expected can be used in determining direction policy of conservation in
Kendal Regency.
Key words: urban morphology, historical area, conservation.
(intangible heritage) yang biasanya
berada di pusat kota.
Pusat kota bersejarah yang
membentuk pola awal sebuah kota
merupakan
aset
yang
harus
dilestarikan karena terbentuk dari
jalinan bangunan dan jalan dari
berbagai periode perkembangan
yang dapat menunjukkan identitas
dan jati diri bagi masyarakat yang
tinggal di dalamnya. Pusat kota
bersejarah dalam kontribusinya
terhadap perkembangan kota tidak
sekedar menunjukkan nilai budaya
dalam waktu dan kurun tertentu,

PENDAHULUAN
Kota bukan sesuatu yang
bersifat statis karena memiliki
hubungan erat dengan kehidupan
pelakunya
yang
dilaksanakan
dalam dimensi waktu, sehingga
kota akan selalu berkembang
sesuai dengan dinamika kehidupan
sosial
masyarakat
didalamnya.
Sejarah terbentuknya suatu kota
akan
terekam
dalam
artefak
bersejarah
baik
berupa
peninggalan
yang
nampak
(tangible
heritage)
maupun
peninggalan yang tidak nampak
1

tetapi juga memberikan tautan


makna kultural pada generasi
selanjutnya (Purwanto, 2001: 3132). Upaya pelestarian kawasan
bersejarah, terancam oleh fungsifungsi modern yang berkembang
seiring perkembangan aktivitas
masyarakat.
Apabila
hal
ini
dibiarkan terjadi secara terus
menerus dikhawatirkan artefak
rekaman sejarah akan hilang.
Kabupaten
Kendal
mulai
berkembang pada abad ke 16
(sekitar tahun 1513-an) sejak
kedatangan Sunan Katong yang
berasal dari Kerajaan Demak ke
daerah
Kaliwungu
untuk
menyebarkan
agama
Islam.
Sebelum itu dapat dipastikan sudah
terdapat permukiman di Kendal
yang
dibuktikan
dengan
penyebutan
Kendal
dengan
Kendalapura pada zaman Hindu
dan keberadaan Pakujowo yang
merupakan seorang empu dan
petinggi
Majapahit
(Rochani,
2003:164). Kaliwungu kemudian
berkembang menjadi kota santri
yang juga berperan penting bagi
pemerintahan Kabupaten Kendal
yaitu menjadi pusat pemerintahan
Kadipaten Kendal hingga tahun
1811. Sebagaimana kota pusat
pemerintahan lainnya di Jawa,
Kaliwungu juga memiliki alun-alun
sebagai pusat kotanya. Alun-alun
ini dikelilingi oleh pendopo, kantor
kadipaten, penjara, pasar, dan
masjid. Pada tahun 1811 pusat
pemerintahan Kabupaten Kendal
dipindahkan ke Kota Kendal (pusat
kota sekarang). Kepindahan pusat
kota Kendal ini bertepatan dengan
selesainya
pembangunan
Jalan
Daendels yang menghubungkan
kota-kota Pantai Utara Jawa dari
Anyer hingga Panarukan termasuk
di dalamnya Kendal. Jalan Raya
Pos (Jalan Daendels) menimbulkan
dampak yang besar pada kota-kota
yang dilewatinya (Mahatmanto,
2005: 23). Hal ini terbukti dengan

orientasi pusat pemerintahan pada


saat itu menghadap ke Jalan
Daendels (sekarang menjadi Jalan
Pemuda). Setelah dibuat jalan raya
dari simpang tiga Kores 0933
sampai
Kodim
0715
Kendal
dibuatlah kantor dan kediaman
Bupati Kendal yang menghadap ke
utara dengan pendopo berbentuk
Joglo lengkap dengan alun-alun.
Selain pengaruh yang disebabkan
oleh dibangunnya Jalan Daendels
yang melewati Kabupaten Kendal
pengaruh pemerintah Belanda juga
terlihat pada bangunan Pabrik Gula
Cepiring. Sejarah perkembangan
Kabupaten Kendal tersebut secara
tidak langsung tercermin dalam
pola ruang yang terbentuk hingga
saat ini.
Sebagai salah satu kabupaten
di Pantura yang menjadi daerah
hinterland dari Kota Semarang,
aktivitas ekonomi di Kabupaten
Kendal berkembang dengan pesat.
Perkembangan
aktivitas
masyarakat tersebut memerlukan
ruang untuk mewadahi. Kebutuhan
ruang
bagi
wadah
aktivitas
masyarakat tersebut menyebabkan
perkembangan fisik kota yang
terlihat dari semakin banyaknya
bangunan baru. Perkembangan ini
menyebabkan pola tradisional yang
ada sedikit demi sedikit berubah,
tergeser oleh fungsi-fungsi modern
yang
menghilangkan
ciri
tradisional yang telah terbentuk
sebelumnya. Kemunculan fungsi
modern ini belum terintegrasi
dengan keberadaan peninggalan
sejarah yang ada di Kabupaten
Kendal.
Keberadaan
pasar
tradisional, pendopo, penjara, dan
kantor kawedanan sebagai elemen
pusat
kota
lama
Kendal
di
Kaliwungu serta pasar di sekitar
alun-alun Kendal saat ini telah
hilang dan diganti oleh fungsi baru.
Apabila hal ini dibiarkan tanpa ada
upaya konservasi dikhawatirkan
akan menghilangkan peninggalan2

peninggalan sejarah yang ada di


Kabupaten Kendal.
Perubahan
pola
morfologi
Kabupaten
Kendal
harus
dikendalikan
untuk
mencegah
hilangnya
nilai
historis
yang
dimiliki oleh suatu kawasan. Upaya
pengendalian
tersebut
dapat
dilakukan
melalui
tindakan
konservasi baik terhadap kawasan
bersejarah
maupun
bangunanbangunan kuno. Langkah awal
dalam
melakukan
konservasi
adalah
mengidentifikasi
obyekobyek
konservasi.
Research
question yang dirumuskan untuk
merespon hal tersebut adalah
bagaimanakah pola morfologi pusat
kota awal Kendal dan bagian kota
manakah yang memiliki potensi
untuk dikonservasi.
Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk menentukan kawasan
konservasi di Kabupaten Kendal
sebagai salah satu kabupaten di
Pantai
Utara
Jawa
melalui
pendekatan pola morfologi kota.
Pencapaian
tujuan
tersebut
dilakukan melalui beberapa tahap
yaitu:
1. Identifikasi
sejarah
perkembangan
Kabupaten
Kendal
pada
tiap
periode
perkembangan sejak pada awal
terbentuknya
pada
periode
Hindu-Budha, Islam, Kolonial
Belanda hingga saat ini.
2. Identifikasi kondisi keutuhan
konsep kota pada saat ini dari
pengaruh konsep kota yang
mempengaruhi perkembangan
Kabupaten Kendal yaitu konsep
kota
tradisional
Jawa
dan
konsep kota periode penyebaran
agama Islam.
3. Identifikasi
pola
morfologi
Kabupaten
Kendal
pada
kawasan
bersejarah
yang
memiliki
potensi
untuk
dikonservasi.
4. Penentuan kawasan konservasi
kota di Kabupaten Kendal.

TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Konservasi Kota
Menurut Cohen (1999: 13),
konservasi kota adalah upaya
pelestarian dalam skala kota,
berkaitan dengan urban fabric
secara keseluruhan dan tidak
hanya terkait dengan masalah
arsitektural saja. Konservasi kota
juga
berarti
mengangkat
pelestarian
bangunan-bangunan
tunggal
bersejarah
ke
dalam
konteks
kota
dengan
tujuan
mendapatkan hasil akhir yang
menyeluruh. Tahap awal dari
kegiatan konservasi kota adalah
menentukan
area
yang
akan
dikonservasi. Menurut Gill, 1994,
konservasi
kota
tidak
hanya
melestarikan bangunan akan tetapi
juga profil jalan dan keseluruhan
ornamen kota. Konservasi pada
suatu
kawasan
juga
dapat
didefinisikan sebagai area yang
memiliki arsitektural khusus dan
memiliki karakter sejarah tertentu
seperti yang diungkapkan oleh
Michael Ross, conservation areas
defined
as
areas
of
special
architectural or historic interest
the character
or appearance of
wich it is desirable to preserve or
enhance
(Ross,
1996:
120).
Konservasi tidak hanya melihat
keunikan dari bangunan tunggal
tetapi
juga
keunikan
dari
keseluruhan
area,
jadi
selain
bangunan, pola jalan dan penataan
ruang juga memberikan kontribusi
bagi
kualitas
lingkungan
konservasi.
Dari beberapa pengertian di
atas
dapat
diketahui
bahwa
konservasi kota merupakan usaha
untuk melestarikan sejarah kota
melalui
pelestarian
terhadap
peninggalan yang ada baik yang
nampak
maupun
yang
tidak
nampak. Peninggalan-peninggalan
bersejarah
di
suatu
wilayah
menunjukkan jati diri, karakter, dan
3

identitas wilayah tersebut sehingga


perlu dilestarikan untuk manfaat
kepentingan dimasa yang akan
datang.

karakteristik pada beberapa wujud


fisik penataan ruangnya memiliki
filosofi tertentu. Konsepsi yang
menghubungkan
elemen-elemen
pembentuk
ruang
pada
kota
tradisional Jawa menggunakan dua
prinsip, yaitu sebagai berikut (Jo
Santoso dalam Wulandari, 2004:
25):

Mikrokosmos
dualistis,
setiap kota tradisional Jawa
terbagi atas dua bagian yaitu
bagian profan di sebelah utara
dan bagian yang sakral di sebelah
selatan. Perwujudan dari azas ini
umumnya
tampak
dari
penempatan
benda
secara
simetris (semua penataan kraton
dan elemen di sekelilingnya
diupayakan
bisa
simetris).
Kesimetrisan ini dimaksudkan
untuk melambangkan keadaan
yang harmonis penuh keselarasan
dan dinamis sebagai rangsangan
untuk bertindak.

Mikrokosmos
hirarkis,
pembatasan yang dilakukan pada
suatu
ruang
untuk
tujuan
penyucian ruang tersebut.
Ruang-ruang dalam kota lama
Jawa terwujud sebagai bentuk
penerapan atas keyakinan yang
dianut masyarakat. Pusat ruangan
yang diatur berdasarkan kaidah
kosmografi Jawa dipandang sebagai
pusat dunia. Wiryomartono (1995:
24-60)
membagi
filosofi
kota
tradisional Jawa menjadi beberapa
konsep berikut ini:

Konsep kota dan negara,


merujuk pada konsep kosmologis
dimana kota sebagai hunian
manusia
hanya
merupakan
representasi
penyerahan
diri
pada struktur kosmologis. Dalam
konsep
ini
konteks
negara
memberi
tempat
bagi
perkembangan
budaya
dan
peradaban kota yang lebih luas.

Konsep jagad dan kuta, pusat


sebuah jagad atau rat merupakan
konsep
yang
berdasarkan

Pertimbangan Area Konservasi


Obyek-obyek
yang
harus
dikonservasi terdiri dari beberapa
hal, menurut Ahmaddi Ahmad,
lansekap
dan
lingkungan
bersejarah yang perlu dilindungi
adalah situs yang memiliki nilainilai kesejarahan, merekam tradisi
lokalitas,
artefak
arkeologis,
bersifat religius dan memiliki arti
penting secara ekologis (Ahmad,
2002: 105). Pengambilan keputusan
untuk
melakukan
kegiatan
pelestarian kawasan bersejarah
dilakukan
berdasarkan
pertimbangan tertentu. Menurut
Attoe (1986: 416-420), kriteria
yang digunakan untuk pengambilan
keputusan tersebut adalah peran
sejarah,
estetika,
kelangkaan,
keistimewaan,
kejamakan,
dan
makna.
Obyek konservasi tidak hanya
berupa
bangunan-bangunan
tunggal tetapi juga berupa kawasan
kota
yang
potensial
untuk
dikonservasi. Menurut Nahoum
Cohen (1999: 275-279) alasanalasan yang digunakan dalam
menentukan potensi konservasi
dari suatu wilayah adalah adanya
karakter spesifik yang terdapat
pada setting kota, adanya locallity
dan sense of place,
adanya
kekuatan proporsi internal dan
hubungan di dalamnya, adanya
keunikan style dan desain, dan
penggunaan metode konstruksi dan
bahan-bahan
tertentu
dalam
penyusunannya.
Konsep Kota Tradisional Jawa
Masyarakat tradisional Jawa
menerapkan filosofi dalam seluruh
aktivitas hidupnya. Tradisi Jawa ini
juga berpengaruh terhadap pola
kota-kota
di
Jawa
dimana
4

peristiwa
dimana
kekuatankekuatan kosmik dipercaya hadir
dalam dunia nyata.
Konsep
halun-halun,
merupakan ruang terbuka pada
kuta atau negara yang berbentuk
segi empat atau hampir bujur
sangkar yang diyakini sebagai
empat
unsur
pembentuk
keberadaan bhuwana yaitu air,
bumi, api, dan udara.. Menurut
Zoetmulder
orang
Jawa
mengenal Macapat sebagai pusat
orientasi spasial (Zoetmulder
dalam Wiryomartono, 1995: 46).
Konsep marga dan ratan,
merupakan
penyebab
atau
lantaran terjadinya rat yang
memungkinkan
adanya
atau
eksistensinya dunia sehari-hari.
Konsep
pasar/peken,
aktivitas berkumpul untuk tukar
menukar barang (jual beli) dalam
lima hari Jawa yang terjadi
berulang-ulang
secara
ritmik
dimana transaksi sendiri tidak
sentral tetapi yang sentral adalah
interaksi sosial dan ekonomi
dalam satu peristiwa.
Konsep masjid dan pusat
kekuasaan, masjid Jawa hampir
selalu berada di kawasan alunalun sebelah barat sedangkan
pusat kekuasaan ditempatkan di
bagian selatan dan menghadap ke
alun-alun.
Konsep pawisman/pomahan,
perwujudan
fisik
dari
hunian/pawisman
memiliki
hierarki status yang dikaitkan
dengan
hubungan
kepala
keluarga
dengan
pusat
kekuasaan. Hunian bermula dari
omah, grhya, graha, puri hingga
keraton.

memberi pengaruh yang besar bagi


terbentuknya
urban
di
Jawa.
Kemunculan
kebudayaan
Islam
mempengaruhi
kehidupan
masyarakat
termasuk
dalam
penataan
ruang
kota.
Perlu
ditekankan pula cara tatanan baru
Islam itu menerima beberapa
kepercayaan
kuno
yang
menyangkut
penataan
ruang
(Lombard,
1996:
341).
Pada
periode masa kerajaan Islam dan
masa penyebaran Islam di Jawa,
keberadaan alun-alun merupakan
komposisi tata ruang pusat kota
kerajaan Islam bersama keraton
dan masjid. Alun-alun periode
kerajaan
Islam
menggunakan
konsep kerajaan Hindu dengan
kosmologis utara dan selatan.
Keraton di selatan, masjid di barat,
bagian yang profan di utara dan
alun-alun di tengahnya. Pada masa
periode penyebaran agama Islam
selanjutnya, komposisi struktur
kota kerajaan Islam ditiru untuk
pada waktu membuat kota baru
untuk menyebarkan agama Islam
(Rukayah, 2005: 16).
Penataan
ruang
kota-kota
Islam di Jawa memandang makam
sebagai bagian yang penting.
Menurut Lombard (1996: 342),
...makam kramat sebagai tanda
suatu
mutasi
penting
yang
menyangkut konsepsi fisik dan
konsepsi maut.... Orang Jawa
melihat makam sebagai tempat
yang
disucikan
dari
kegiatan
harian. Makam kramat biasanya
diletakkan di tempat yang tinggi
atau
tempat
suci
dalam
kepercayaan masyarakat (di sekitar
masjid agung), seperti makam di
kompleks Masjid Kudus dan Masjid
Demak. Makam kramat ini biasanya
digunakan sebagai pemakaman
bagi tokoh yang berperan dalam
penyebaran agama Islam seperti
para wali atau guru.

Konsep
Kota
Periode
Penyebaran Agama Islam
Masuknya Islam di pulau Jawa
terjadi pada abad XI dan abad XV
M
(Depdikbud,
1993:12)
dan

Toponim Kawasan Bersejarah


5

Kota tua di Jawa memiliki


karakteristik
nama
jalan
dan
kampung yang unik sesuai dengan
sejarah terbentuknya kota tersebut.
Penamaan
nama
jalan
atau
kampung dalam sejarahnya terkait
dengan peristiwa atau hal yang
unik yang ada di kawasan tersebut
(Ahmad,
2002:
95).
Kawasan
dengan toponim nama yang khas
tersebut
memiliki
bangunanbangunan lama yang merupakan
peninggalan pencitraan di masa
lalu. Sejarah tentang bagaimana
perkembangan sense of place
bisa dilihat dari sana.
Kampung Kauman merupakan
salah satu toponim kawasan yang
hampir dimiliki oleh seluruh kota di
Jawa.
Menurut
sejarahnya,
pembentukan Kampung Kauman
merupakan tipologi sentral yang
digariskan oleh Kerajaan Demak
hingga Mataram (Bardan dalam
Wijanarka, 2001: 25). Kauman
mempunyai tipologi yang hampir
sama dalam kota-kota di Jawa
dengan ciri khas yang paling utama
yaitu kampung santri di pusat kota.
Ditinjau dari arti katanya, Kauman
memiliki arti yang berbeda-beda di
tiap kota seperti nggone wong
kaum (tempatnya orang kaum) di
Yogyakarta,
pakauman
(tempat
tinggal para kaum) di Kudus dan
kaum sing aman (kaum yang aman)
di Semarang.

blok-blok bangunan baik daerah


hunian
ataupun
bukan
(perdagangan/industri) dan juga
bangunan-bangunan
individual
(Herbert dalam Yunus, 2001: 107).
Pola morfologi kota dapat
diidentifikasi
dengan
tiga
pendekatan yaitu:

pendekatan linkage, yang


digunakan untuk memperhatikan
dan
menegaskan
hubunganhubungan dan gerakan-gerakan
(dinamika) yang terjadi dalam
sebuah tata ruang perkotaan.
Zahnd (1999: 107) mendefinisikan
linkage sebagai kelompok teori
perkotaan
yang
membahas
hubungan sebuah tempat dengan
yang lain dari berbagai aspek
sebagai
suatu
generator
perkotaan.

pendekatan
place,
yaitu
sebuah space yang memiliki suatu
ciri khas tersendiri. Place sangat
erat kaitannya dengan citra kota.
Menurut Markus Zahnd, citra
kota adalah gambaran mental
dari sebuah kota sesuai dengan
rata-rata
pandangan
masyarakatnya (Zahnd, 1999:
156).

pendekatan figure ground,


yang digunakan untuk melihat
hubungan tekstural antara bentuk
yang dibangun (building mass)
dan ruang terbuka (open space).

Morfologi Kota
Morfologi
kota merupakan
ilmu yang mempelajari bentuk,
struktur dan pembentukan suatu
tempat yang memiliki tatanan
perkotaan. Menurut Herbert (1973)
dalam buku struktur tata ruang
kota, tinjauan terhadap morfologi
kota ditekankan pada bentukbentuk fisikal dari lingkungan
perkotaan dan hal ini dapat diamati
dari kenampakan kota secara
fisikal yang antara lain tercemin
pada sistem jalan-jalan yang ada,

METODOLOGI
Penelitian ini menggunakan
metode campuran antara kualitatif
dan
kuantitatif.
Ada
empat
pendekatan yang digunakan dalam
penelitian ini, yaitu pendekatan
penelusuran
sejarah
kota,
pendekatan
keutuhan
kota,
pendekatan morfologi kota, dan
pendekatan kawasan konservasi
kota.
Pendekatan
kulitatif
dilakukan dengan teknik deskriptif
kualitatif sedangkan pendekatan
kuantitatif dilakukan dengan teknik
skoring.
Deskriptif
kualitatif
6

digunakan untuk menggambarkan


sejarah
perkembangan,
kondisi
keutuhan
konsep
kota
yang
berpengaruh, dan pola morfologi
kota yang terbentuk pada kawasan.
Hasil deskripsi tersebut menjadi
input bagi analisis skoring untuk
menentukan potensi konservasi
dari
masing-masing
kawasan
berdasarkan variabel yang telah
ditentukan yaitu peran sejarah,
keutuhan
konsep
kota,
pola
morfologi
kota,
estetika,
kelangkaan,
kejamakan,
keistimewaan, dan makna.
Pengumpulan data dilakukan
melalui survai primer maupun
survai sekunder. Survai sekunder
dilakukan
untuk
mendapatkan
data-data yang bisa diperoleh tanpa
harus mendatangi obyek penelitian
secara
langsung.
Pengumpulan
data melalui survai sekunder dalam
penelitian ini dibagi menjadi dua
yaitu telaah dokumen dan survai
instansi
yang
terkait.
Telaah
dokumen merupakan pengumpulan
data dengan mengkaji literatur
yang menunjang dalam penelitian;
dapat
berupa
buku,
jurnal
penelitian, karya ilmiah, peraturan
daerah, arsip dan dokumen baik
resmi maupun pribadi. Sedangkan
survai primer dilakukan melalui
pengamatan langsung terhadap
obyek penelitian, yaitu kawasan
bersejarah di Kabupaten Kendal
dan wawancara terhadap key
person.
Wawancara
dilakukan
secara terbuka dengan depth
inteview dengan tujuan untuk
menggali
informasi
sebanyakbanyaknya
dari
responden.
Penentuan
key
person
dalam
wawancara
dilakukan
melalui
metode snowballing dengan Kepala
Bidang Kepurbakalaan dan Cagar
Budaya,
Kantor
Departemen
Pendidikan
dan
Kebudayaan
Kabupaten
Kendal
sebagai
responden pertama.

Informasi yang diperoleh dari


hasil wawancara kemudian diberi
kode sesuai dengan kategori baik
yang sudah ditentukan sebelum
wawancara maupun kategori yang
muncul
dari
responden
saat
wawancara.
Pengkodean
dan
kategorisasi data ini diharapkan
dapat
menyusun
data
secara
sistematis sehingga mudah dicari
kembali.
PEMBAHASAN
Analisis Sejarah Perkembangan
Kabupaten Kendal
Sejarah
perkembangan
Kabupaten Kendal terbagi kedalam
beberapa periode perkembangan
sesuai dengan aktivitas yang ada.
Periode perkembangan Kabupaten
Kendal di Kabupaten Kendal dapat
dilihat pada Gambar 1. Pada
periode I (sebelum abad XVI),
perkembangan Kendal terjadi di
Kecamatan
Limbangan.
Perkembangan pada periode ini
dipengaruhi
oleh
kebudayaan
Hindu Budha namun bukti-bukti
yang memperkuat berupa lingga,
yoni, dan candi hilang karena
sudah
diangkat
dari
lokasi
penemuan. Perkembangan Kendal
pada
zaman
Hindu
Budha
diperkuat oleh Ahmad Hamam
Rochani dalam bukunya Babad
Tanah Kendal yang menyebutkan
bahwa keberadaan Kendal sudah
ada sejak zaman Majapahit saat
berkembang agama Hindu dan
Budha (Rochani, 2003: 132).
Periode II berkembang pada abad
XVI dengan pengaruh kebudayaan
Islam. Pada periode ini terjadi
aktivitas penyebaran agama Islam
di Kaliwungu dengan tokoh Sunan
Katong, di Kota Kendal oleh Wali
Jaka dan Kyai Gembyang, serta di
Pekuncen oleh Pangeran Benowo
dengan
aktivitas
penyebaran
agama
Islam
terbesar
di
Kaliwungu.
Pada
periode
perkembangan III (abad XVII),
7

terbentuk Kadipaten Kendal (1614)


oleh
Kyai
Asyari
dalam
yang
berpusat
di
Kaliwungu
menyebarkan agama Islam sedikit
dengan Tumenggung Bahurekso
berbeda
dengan
tokoh
sebagai adipati pertama. Kantor
pendahulunya, yaitu melalui media
Kadipaten
pondok
Kendal
pada
pesantren. Hal
periode
ini
inilah
yang
berada
di
menyababkan
IV
Kampung
Kaliwungu
III
Pungkuran,
memiliki
II
Desa
Krajan
puluhan
Wetan
pondok
(sekarang
pesantren yang
menjadi
Desa
sebagian sudah
Kutoharjo).
berumur
I
Sudah
Dari
hasil
ratusan tahun.
hilang
wawancara
Pada
periode
Gambar 1
dengan
ini
pengaruh
Periode Perkembangan
respoden
pemerintah
Kabupaten Kendal
Zaenuri
Kolonial
diketahui bahwa sejak tahun 1975
Belanda
dapat
dilihat
dari
bekas
kantor
kadipaten
ini
dibangunnya Pabrik Gula Cepiring
dimanfaatkan
warga
sebagai
di Kecamatan Cepiring. Sejarah
musholla sedangkan gapura dan
perkembangan Kabupaten Kendal
meriam kecil di depan kantor
tersebut
meninggalkan
jejak
kadipaten
tetap
dipertahankan
berupa artefak yang dapat dilihat
hingga saat ini. Pada periode ini
pada Tabel I.
aktivitas penyebaran agama Islam
Dari
analisis
penelusuran
terjadi
di
Kaliwungu,
yang
sejarah ini diketahui ada lima
dilakukan
oleh
Pangeran
kawasan potensial konservasi yang
Djoeminah. Pangeran Djoeminah
ada di Kabupaten Kendal, yaitu di
menyebarkan agama Islam melalui
Kecamatan Limbangan, Kaliwungu,
padepokannya di Bukit Protomulyo
Pekuncen,
Kota
Kendal,
dan
dan
membangun
Masjid
Al
Cepiring.
Untuk
kawasan
Muttaqien pada tahun 1653. Pada
bersejarah
di
Kecamatan
periode IV (abad XVIII-XIX) pusat
Limbangan tidak diteruskan ke
pemerintahan Kabupaten Kendal di
dalam tahap analisis selanjutnya
Kaliwungu dipindahkan ke Kota
karena
keberadaan
artefak
Kendal.
Aktivitas
penyebaran
bersejarahnya (candi, lingga, dan
agama Islam pada periode ini
yoni) sudah hilang (diangkat ke
dilakukan oleh Kyai Asyari di
museum)
sehingga
potensi
Kaliwungu. Metode yang digunakan
konservasi kawasannya juga hilang.
TABEL I
PENINGGALAN SEJARAH DI KABUPATEN KENDAL
N
O

JENIS
PENINGGALAN

PERIODE
SEJARAH

1.

Beberapa candi,
lingga, yoni,
arca, dan
fragmen batu

Periode
Sejarah I

LOKASI

KONDISI
EKSISTING

Desa
Sudah
Gonoharjo,
diangkat
Gondang,
(hilang)
Sriwulan, Peron

GAMBAR
-

Kec. Limbangan

2.

Makam Sunan
Katong

Periode
Sejarah II
(tahun
1513-an)

Bukit Kuntul
Terawat
Mlayang
Protowetan Kec.
Kaliwungu

3.

Makam Pakujowo

Periode
Sejarah II
(awal abad
XVI)

Gunung Sentir
Kec. Kaliwungu

N
O

JENIS
PENINGGALAN

PERIODE
SEJARAH

4.

Makam Wali Jaka

Periode
Sejarah II
(akhir
abad XVI)

Pekauman Kec.
Kota Kendal

Terawat

5.

Masjid Agung
Kendal

Periode
Sejarah II
(akhir
abad XVI)

Pekauman Kec.
Kota Kendal

6.

Makam Kyai
Gembyang

Periode
Sejarah II
(akhir
abad XVI)

Petukangan
Kec. Kota
Kendal

Bangunan
sudah tidak
asli kecuali
pintu, tiang
penyangga,
dan mimbar.
Terawat

7.

Kompleks
Makam Pangeran
Benowo

Periode
Sejarah II
(akhir
abad XVI)

Desa Pekuncen
Kec. Pegandon

Terawat
tetapi untuk
masjid sudah
direnovasi

8.

Alun-alun
Kaliwungu

Periode
Sejarah III
(awal abad
XVII)

Desa Kutoharjo
Kec. Kaliwungu

Masih ada

9.

Bekas kantor
kadipaten

Periode
Sejarah III
(awal abad
XVII)

Pungkuran,
Kutoharjo Kec.
Kaliwungu

10.

Gapuro dan
meriam
kadipaten

Periode
Sejarah III
(awal abad
XVII)

Pungkuran,
Kutoharjo Kec.
Kaliwungu

Bangunan
baru dan
sekarang
difungsikan
sebagai
Musholla Al
Muttaqien
Masih asli
dan terawat

11.

Masjid Al
Muttaqien

Periode
Sejarah III
(pertengah
an abad
XVII)

Kauman
Kutoharjo Kec.
Kaliwungu

LOKASI

Terawat

KONDISI
EKSISTING

Bangunan
sudah tidak
asli

GAMBAR

12

Makam Pangeran
Djeminah

Periode
Sejarah III
(pertengah
an abad
XVII)

Kompleks
Terawat
Gedong Lor
Protokulon Kec.
Kaliwungu

13.

Pondok Kampung
Pesantren

Periode
Sejarah IV
(awal abad
XIX)

Pungkuran
Krajankulon
Kec. Kaliwungu

14.
.

Makam Kyai
Asyari

Periode
Sejarah IV
(awal abad
XIX)

Bukit Kuntul
Terawat
Mlayang
Protowetan Kec.
Kaliwungu

JENIS
PENINGGALAN

PERIODE
SEJARAH

15.

Alun-alun Kota
Kendal

Periode
Sejarah IV
(awal abad
XIX)

Pegulon, Kota
Kendal

Masih ada

16.

Pendopo dan
Kantor Bupati
Kendal

Periode
Sejarah IV
(pertengah
an abad
XIX)

Pegulon, Kota
Kendal

Bangunan
sudah tidak
asli

17.

Kawasan Pabrik
Gula Cepiring

Periode
Sejarah IV
(awal abad
XIX)

Cepiring

Bangunan
masih asli,
sebagian
rusak

N
O

LOKASI

Sekarang
menjadi
pondok
A.P.I.P

KONDISI
EKSISTING

GAMBAR

Sumber: Hasil analisis penulis, tahun 2005.

Analisis Keutuhan Konsep Kota


di Kabupaten Kendal
Dilihat
dari
sejarah
perkembangannya, konsep kota
yang
berpengaruh
dalam
pembentukan Kabupaten Kendal
adalah kota tradisional Jawa, kota
periode penyebaran agama Islam,
dan
pengaruh
kebudayaan
Belanda.
Kawasan
yang
berkembang sesuai dengan konsep
kota
tradisional
Jawa
adalah
kawasan
pusat
pemerintahan
Kabupaten Kendal baik saat masih
berada di Kecamatan Kaliwungu
maupun sesudah dipindah ke
Kecamatan Kota Kendal. Selain
pusat pemerintahan Kabupaten
Kendal,
kawasan
peninggalan
Pangeran Benowo juga dapat
dilihat
keutuhan
konsep
kota

tradisional Jawanya. Konsep kota


tradisional
Jawa
memberikan
pengaruh bagi struktur ruang di
Kabupaten Kendal karena awal
perkembangan
kabupaten
ini
terjadi pada awal abad XVI yaitu
pada masa Kerajaan Demak yang
juga menerapkan konsep ini pada
pembentukan
kotanya.
Seperti
diungkapkan
Wiryomartono
(1995:35), kota tua Jawa yang
hingga kini masih dapat dilihat
strukturnya adalah Demak, Kudus,
dan kota Gede. Setelah Kerajaan
Demak runtuh, Kendal menjadi
salah satu kadipaten bagian dari
Kerajaan Mataram Islam. Hal ini
menyebabkan pengaruh konsep
kota
tradisional
Jawa
bagi
pembentukan
struktur
ruang
kotanya sangat besar terutama
10

pada kawasan pusat kota. Analisis


keutuhan konsep kota tradisional

Jawa di Kabupaten Kendal dapat


dilihat pada Tabel II.

TABEL II
KEUTUHAN KONSEP KOTA TRADISIONAL JAWA DI KABUPATEN
KENDAL
ELEMEN
KONSEP
KAWASAN ALUNKOTA
ALUN KALIWUNGU
TRADISIONA
L JAWA
Kuta dan
Konsep negara tidak
negara
ditemukan karena
Kaliwungu merupakan
bagian Kadipaten Kendal
dbawah Kerajaan
(negara) Mataram
sedangkan kuta
terbentuk di kawasan
alun-alun dengan
aktivitas utama pusat
pemerintahan dan
penyebaran agama
Islam. Kuta ini tidak
dibatasi oleh batasan
fisik berupa tembok.
ELEMEN
KONSEP
KAWASAN ALUNKOTA
ALUN KALIWUNGU
TRADISIONA
L JAWA
Jagad kuta
Perwujudan jagad dalam
kehidupan kuta di
Kaliwungu muncul di
alun-alun yang menjadi
pusat aktivitas sekuler
dan spiritual.
Halun-halun
Alun-alun Kaliwungu
sebagai pusat pertama
Kabupaten Kendal masih
dapat ditemui.

Marga atau
ratan

Marga di kawasan alunalun memiliki pola


organis namun jalanjalan utama berpusat di
alun-alun Kaliwungu.

LOKASI
KAWASAN
PEKUNCEN

KAWASAN ALUN-ALUN
KOTA KENDAL

Konsep kuta dan


negara tidak
ditemukan karena
kawasan ini
berkembang
sebagai pusat
aktivitas
penyebaran agama
Islam oleh
Pangeran Benowo.

Konsep negara juga tidak


dapat ditemukan di kawasan
ini sedangkan kuta yang
terbentuk berada di sekitar
alun-alun juga tidak dibatasi
oleh tembok.

LOKASI
KAWASAN
PEKUNCEN

KAWASAN ALUN-ALUN
KOTA KENDAL

Tidak ditemukan.

Perwujudan jagad muncul di


alun-alun Kota Kendal.

Tidak ditemukan.

Alun-alun menjadi pusat


pemerintahan Kendal yang
kedua. Alun-alun ini tidak
membagi ruang dengan
sistem macapat karena
masjid jami terbentuk
sebelum alun-alun sehingga
letaknya tidak di sebelah
barat tetapi di sebelah barat
laut alun-alun.
Marga atau ratan di sekitar
alun-alun membentuk pola
grid tidak sempurna.

Pola marga atau


ratan yang
terbentuk di
kawasan ini adalah
grid tidak
sempurna.

11

Pasar atau
peken

Masjid dan
pusat
kekuasaan

Pawisman
atau
pomahan

Pasar Kaliwungu dahulu


berada di sebelah barat
alun-alun dan sebelah
utara Masjid Al
Muttaqien namun saat
ini sudah tidak dapat
ditemukan
Masjid Al Muttaqien
sebagai masjid jami
berada di sebelah barat
alun-alun sedangkan
pusat kekuasaan berada
di sebelah selatan alunalun berupa kantor
kadipaten dan sekarang
berubah fungsi maupun
bentuk bangunannya
menjadi Musholla Al
Muttaqien.

Tidak ditemukan.

Pasar Kendal berda di


sekitar alun-alun namun
sekarang sudah dipindahkan
dan lokasi digunakan untuk
pertokoan Kendal Permai.

Masjid Pangeran
Benowo menjadi
pusat aktivitas
spiritual
sedangkan pusat
kekuasaan tidak
ditemukan.

Pawisman terbagi dalam


kampung dengan
toponim nama
Pungkuran, Krajan,
Kauman, Pesantren,
Pandean, Jagalan,
Kranggan, dan Sabrang
Lor.

Pawisman atau
pomahan dengan
toponim nama
yang ada adalah
Dukuh Kaum dan
Dukuh Krajan.

Masjid jami pada kawasan


alun-alun Kota Kendal
adalah Masjid Agung
Kendal. Masjid ini terbentuk
sebelum alun-alun Kendal
dibangun sehingga letaknya
tidak tepat di sebelah barat
alun-alun. Pusat
pemerintahan Kabupaten
kendal berada di sebelah
selatan (berupa kantor
bupati dan pendopo) dan di
sebelah timur alun-alun
(berupa kantor Bapeda).
Pawisman dengan toponim
nama yang masih ada di
kawasan ini adalah
Pekauman, Petukangan,
Kayon, Loji, dan Amengamengan.

Sumber: Hasil analisis penulis, tahun 2005.

Aktivitas penyebaran agama


Islam di Kabupaten Kendal terjadi
di Kaliwungu, Kota Kendal, dan
Desa
Pekuncen
Kecamatan
Pegandon. Perkembangan agama
Islam ini memberi pengaruh dalam
pembentukan ruang yang terjadi.
Kesamaan pengaruh Islam bagi
penataan
ruang
pada
setiap
kawasan di atas adalah keberadaan
masjid sebagai pusat aktivitas dan
pusat
struktur
ruang
yang
terbentuk. Selain menempatkan
masjid pada posisi yang sentral,
pengaruh Islam di Kabupaten
Kendal juga terlihat dari peletakan

makam tokoh agama di tempat


yang suci atau sakral seperti dalam
kompleks masjid dan tempat yang
tinggi.
Makam
tokoh-tokoh
penyebar
agama
Islam
di
Kabupaten
Kendal
hampir
seluruhnya diletakkan di tempat
yang dianggap suci, yaitu makam
Wali Jaka di kompleks Masjid
Agung Kendal, Pangeran Benowo di
kompleks Masjid Pekuncen, Sunan
Katong dan tokoh lainnya di
kompleks makam Bukit Protomulyo.
Analisis keutuhan konsep kota
periode penyebaran agama Islam
dapat dilihat pada Tabel III.

TABEL III
KEUTUHAN KONSEP KOTA PERIODE PENYEBARAN AGAMA ISLAM
DI KABUPATEN KENDAL
N
O

LOKASI

KEUTUHAN KONSEP KOTA PERIODE PENYEBARAN AGAMA ISLAM

12

1.

Kecamat
an
Kaliwun
gu

2.

Desa
Pekunce
n
Kecamat
an
Pegando
n
Kecamat
an Kota
Kendal

3.

Pengaruh aktivitas penyebaran agama Islam dalam penataan ruang kawasan


Kaliwungu dapat dilihat dari keberadaan Masjid Al Muttaqien yang menjadi
pusat aktivitas agama Islam, pondok Kampung Pesantren sebagai pusat
pendidikan agama Islam dan kopleks makam di Bukit Protomulyo. Makam
tokoh-tokoh penyebar agama Islam di Kendal tidak diletakkan dalam kompleks
masjid tetapi diletakkan di tempat yang tinggi yang juga dianggap sebagai
tempat yang suci dan sakral.
Keutuhan konsep kota periode penyebaran agama Islam yang masih dapat
dilihat di kawasan ini adalah keberadaan kompleks makam, masjid, dan sumur
peninggalan Pangeran Benowo. Makam terintegrasi dengan masjid sebagai
bentuk pensucian namun struktur ruangnya tidak membentuk lapisan-lapisan
seperti kompleks Masjid Agung Demak atau Masjid Menara Kudus.
Bukti aktivitas penyebaran agama Islam yang masih ada berupa Masjid Agung
Kendal dan makam Wali Jaka dan Kyai Gembyang. Masjid ini juga menjadi
masjid jami setelah pusat pemerintahan dipindahkan dari Kaliwungu ke
Kendal. Makam Kyai Gembyang terletak di Petukangan sedangkan makamWali
Jaka di halaman sebelah selatan Masjid Agung Kendal.

Sumber: Hasil analisis penulis, tahun 2005

Masing-masing
kawasan
potensial
konservasi
di
atas
memiliki struktur ruang yang
berbeda-beda sesuai dengan proses
pembentukannya. Kawasan alunalun Kaliwungu merupakan pusat
Kabupaten Kendal yang pertama.
Selain
berkembang
karena
pengaruh aktivitas pemerintahan
kawasan ini juga dipengaruhi
aktivitas penyebaran agama Islam
sehingga struktur ruang yang
terbentuk memiliki karakter pusat
kota periode penyebaran agama
Islam. Pada kawasan Kaliwungu,

alun-alun menjadi pusat


kota
bersama Masjid Al Muttaqien dan
kantor
Kadipaten
Kendal
di
Kampung
Pungkuran.
Karena
berkembang
pada
periode
penyebaran agama Islam, alun-alun
Kaliwungu tidak hanya berperan
sebagai tempat dilaksanakannya
acara-acara kenegaraan tetapi juga
acara ritual keagamaan seperti
tradisi syawalan dan khaul Sunan
Katong. Model struktur ruang yang
terbentuk pada kawasan ini dapat
dilihat pada Gambar 2.

Bagian
Profan
Jalan
utama

Masji
d
Alu
Agun
nKauma
alun
g
n

Bangunan
pemerinta
han

Permukim
an
U

Gambar 2
Model Struktur Ruang di Kawasan Alun-alun Kaliwungu
Sumber: Hasil analisis penulis, tahun 2005

Kawasan
Pangeran
Benowo

peninggalan
di
Desa

Pekuncen berupa kompleks makam


dan masjid yang berada di tengah
13

dukuh dengan toponim nama Kaum


dan Krajan. Masjid menempati
posisi sentral dalam struktur ruang
yang
ada,
sedangkan
makam
diletakkan di belakang masjid
sebagai
upaya
mensakralkan
keberadaan
makam
tersebut.
Peletakan makam dan masjid
Pangeran
Benowo
ini
tidak
memiliki
struktur
yang
rumit
seperti pada Masjid Demak dan
Masjid Menara Kudus. Selain
kompleks makam dan masjid pada
kawasan
ini
juga
terdapat
bangunan madrasah sebagai pusat
aktivitas pendidikan agama Islam
bagi warga. Dukuh Kaum dan
Dukuh
Krajan
tidak
memiliki
struktur
ruang
yang
berbeda
dibandingkan
dukuh
lain
di
sekitarnya sehingga yang tersisa
dari kedua dukuh ini hanya
toponim namanya saja. Struktur
ruang pada kawasan ini dapat
dilihat pada Gambar 3.

sekarang menjadi Jalan Pemuda


(Bapeda Kendal, 1980: 5). Setelah
dibangun jalan raya dari simpang
tiga Kores 0933 sampai Kodim
0715 Kendal dibuatlah kantor dan
kediaman Bupati Kendal yang
menghadap
ke
utara
dengan
pendopo berbentuk Joglo lengkap
dengan alun-alun. Kawasan ini
pernah dibakar oleh para pejuang
kemerdekaan RI pada tahun 1947
kemudian dibangun lagi setelah
kondisi keamanan stabil. Dilihat
dari
sejarahnya
kawasan
ini
merupakan kawasan pusat kota
yang berkembang pada periode
kemerdekaan RI.
Proses terbentuknya struktur
ruang pada kawasan ini tidak
terjadi
dalam
waktu
yang
bersamaan. Masjid Agung Kendal
sebagai salah satu elemen pusat
kota dibangun pada abad XVI pada
saat terjadi aktivitas penyebaran
agama Islam oleh Wali Jaka
sedangkan elemen pusat kota
lainnya berupa alun-alun dan
kantor pemerintahan terbentuk
pada periode perang kemerdekaan
RI. Hal ini menyebabkan struktur
ruang
yang
terbentuk
tidak
sepenuhnya mengikuti pola kota
tradisional Jawa. Alun-alun yang
pada konsep kota tradisional Jawa
menjadi pusat orientasi spasial
(Zoetmulder dalam Wiryomartono,
1995: 46), di Kota Kendal tidak
membagi ruang di sekitarnya ke
dalam empat unsur seperti dalam
sistem
macapat.
Meskipun
demikian peran sentral dari alunalun sebagai pusat orientasi spasial
tetap dapat dirasakan meskipun
tidak membagi ruang kedalam dua
bagian
yang
simetris.
Model
struktur ruang yang terbentuk di
Kota Kendal dapat dilihat pada
Gambar 4.

Gambar 3
Struktur Ruang
Kawasan Peninggalan
Pangeran
Sumber:
Hasil analisisBenowo
penulis, tahun 2005
Kawasan
alun-alun
kota
Kendal
merupakan
pusat
pemerintahan kabupaten Kendal
yang kedua setelah Kaliwungu.
Kawasan ini terbentuk pada tahun
1811,
namun
pada
awal
terbentuknya
kawasan
ini
menghadap ke Jalan Daendels yang

14

Gambar 4
Model Struktur Ruang Kawasan Alun-alun Kota Kendal

Sumber: Hasil analisis penulis, tahun 2005

Pabrik Gula Cepiring dibangun


pada tahun 1835 oleh pemerintah
Belanda di Kecamatan Cepiring.
Karena dibangun oleh Belanda,
kawasan ini tidak dipengaruhi oleh
kedua konsep kota yang sudah
dibahas pada bagian sebelumnya.
Pengaruh
kebudayaan
Belanda
pada kawasan pabrik gula ini dapat
dilihat
dari
gaya
arsitektur
bangunannya. Selain bangunan
pabrik, seperti pabrik gula lainnya
kawasan ini juga dilengkapi oleh
perumahan bagi karyawan dan
buruh
serta
berbagai
macam
fasilitas
pendukung
lainnya.
Struktur ruang yang terbentuk
pada kawasan Pabrik Gula Cepiring
dapat dilihat pada Gambar 5.

Sumber: Hasil analisis penulis, tahun 2005

Morfologi
Kota
Kabupaten
Kendal
Analisis
morfologi
kota
dilakukan terhadap lokasi-lokasi
potensial untuk dikonservasi yang
berupa kawasan, yaitu kawasan
alun-alun
Kaliwungu,
kawasan
alun-alun Kota Kendal, kawasan
peninggalan Pangeran Benowo dan
kawasan Pabrik Gula Cepiring.
Analisis ini dilakukan melalui
beberapa
pendekatan
yaitu
linkage, figure ground, dan place.
Analisis morfologi kota di empat
kawasan tersebut dapat dilihat
pada Tabel IV.

TABEL IV
MORFOLOGI
KOTA
KAWASAN BERSEJARAH
Gambar 5
Struktur Ruang DI
PGKABUPATEN KENDAL
N
O

Cepiring

LOKASI

FIGURE GROUND

LINKAGE

15

PLACE

1.

N
O
2.

Kecamat
an
Kaliwung
u

Pola yang terbentuk


adalah grid tidak
sempurna dengan
tekstur kawasan
yang homogen
Elemen void yang
terbentuk berupa
sistem terbuka yang
sentral

Linkage struktural
terbentuk antara alunalun-kantor kadipaten,
alun-alun-Masjid Al
Muttaqien, KaumanMasjid Al Muttaqien,
Pondok A.P.I.P. dengan
Masjid Al Mutttaqien,
Kampung Pungkurankantor kadipaten, dan
pusat kota-kompleks
makam Bukit
Protomulyo.
Linkage visual yang
teridentifikasi berupa
koridor antara gapuro
kadipaten dan alunalun, dan garis antara
bekas kantor
kadipaten dengan
Masjid Al Muttaqien.
Linkage kolektif
memiliki pola group
form. Pola group form
yang terbentuk adalah
sebagai berikut.

Node kawasan berupa


pertigaan di ujung barat
laut alun-alun
Kaliwungu
Landmark kawasan
adalah alun-alun
Kaliwungu
Elemen path yang
ditemui Jl KaliwunguSemarang, KaliwunguKendal, dan KaliwunguBoja
Edge kawasan di
sebelah utara berupa rel
kereta api semarangJakarta, barat Jl
Pandean, selatan Bukit
Protomulyo, dan timur
berupa Jl Jagalan.
District yang terbentuk
adalah perdagangan dan
jasa, makam,
permukiman dengan
toponim nama tertentu

LOKASI

FIGURE GROUND

LINKAGE

PLACE

Desa
Pekunce
n
Kecamat
an
Pegando
n

Pola yang terbentuk


adalah grid tidak
sempurna dengan
tekstur kawasan
yang homogen.
Elemen solid yang
terbentuk berupa
blok medan.
Elemen void tidak
dapat
teridentifikasi.

Linkage struktural
terbentuk antara
kompleks masjid
dengan Dukuh Kaum
dan makam Pangeran
Benowo dengan Dukuh
Krajan.
Linkage visual dan
kolektif tidak dapat
ditemukan dalam
kawasan.

Node kawasan berupa


pertigaan di depan
masjid Pangeran
Benowo.
Landmark kawasan
adalah kompleks Masjid
Pangeran Benowo.
Elemen path yang
ditemui Jl PekuncenPegandon dan jalan
kampung.
Edge kawasan di
sebelah utara berupa Jl
Pekuncen-Pegandon,
barat Sungai Bodri dan
jalan kampung, selatan
jalan kampung, dan
timur berupa sawah.
District yang terbentuk
hanya berupa
permukiman dengan
toponim nama Kaum dan
Krajan.

16

3.

Kecamat
an Kota
Kendal

Pola yang terbentuk


adalah grid tidak
sempurna dengan
tekstur kawasan
yang homogen.
Elemen solid yang
terbentuk berupa
blok medan .
Elemen void yang
terbentuk berupa
sistem terbuka yang
sentral dan sistem
terbuka yang linier.

Linkage struktural
terbentuk antara alunalun dengan kantor
bupati, alun-alun
dengan Masjid Agung
Kendal, masjid Agung
Kendal dengan
Kampung Pekauman,
Masjid Agung Kendal
dengan makam Wali
Jaka.
Linkage visual yang
dapat ditemui hanya
berupa garis antara
makam Wali Jaka
dengan makam Kyai
Gembyang, dan
koridor antara alunalun dengan Masjid
Agung Kendal.
Linkage kolektif
membentuk pola
group form.Pola group
form yang terbentuk
adalah sebagai
berikut.

Node kawasan berupa


pertigaan dan
perempatan
Landmark kawasan
adalah menara air di
depan Stadion
Bahurekso. Menara air
ini merupakan bangunan
yang relatif baru.
Elemen path yang
ditemui Jl Pemuda dan Jl
Soekarno Hatta sebagai
jalan utama.
Edge kawasan di
sebelah selatan berupa
Jl Pemuda sedangkan di
sebelah barat, utara,
dan timur berupa jalan
kampung.
District yang terbentuk
berupa permukiman
dengan toponim
tertentu, perdagangan
jasa, dan perkantoran.

4.

Kawasan
Pabrik
Gula
Cepiring
Kecamat
an
Cepiring

Pola tekstur
kawasan
memperlihatkan
susunan yang
bersifat heterogen
karena terdiri dari
tiga pola penataan
yang berbeda.
Elemen solid yang
terbentuk berupa
blok medan, blok
yang mendefinisi
sisi, dan blok
tunggal.
Elemen void yang
terbentuk berupa
sistem terbuka yang
sentral.

Linkage struktural
yang terbentuk
membentuk pola
tambahan yaitu pada
blok perumahan di
bagain timur.
Linkage visual yang
dapat ditemui berupa
sisi dan koridor
Linkage kolektif
membentuk pola
megaform. Pola
tersebut dapat dilihat
pada gambar berikut
ini.

Node kawasan berupa


perempatan di depan
pos keamanan.
Landmark kawasan
adalah bangunan yang
memiliki cerobong
bertuliskan 1835.
Elemen path yang
ditemui berupa jalan
utama kawasan yang
membentuk pola
memusat.
Edge kawasan di
sebelah selatan berupa
Jl Raya Cepiring, timur
dan utara rel lori tebu,
barat jalan lokal.
District yang terbentuk
berupa perumahan
pegawai, kantor
administrasi, pabrik,
gudang, dan fasilitas
umum.

Sumber: Hasil analisis penulis. tahun 2005.

analisis sebelumnya.yaitu analisis


penelusuran
sejarah,
analisis
keutuhan konsep kota baik itu dari
pengaruh konsep kota tradisional
Jawa
maupun
kota
periode
penyebaran agama Islam, dan
analisis morfologi kota. Analisis
potensi konservasi di Kabupaten
Kendal ditentukan melalui metode

Analisis Kawasan Konservasi di


Kabupaten Kendal
Analisis kawasan konservasi
merupakan tahap analisis untuk
menentukan potensi konservasi
dari masing-masing kawasan sesuai
dengan
variabel
yang
telah
ditentukan sehingga merupakan
penggabungan
dari
beberapa
17

skoring
terhadap
tiap
lokasi
berdasarkan
variabel
tertentu.
Variabel yang digunakan dalam
skoring ini yaitu variabel 1 adalah
peran sejarah, 2 adalah keutuhan
konsep
kota, 3
adalah pola
morfologi kota, 4 adalah estetika, 5
adalah keistimewaan, 6 adalah
kelangkaan, 7 adalah kejamakan,
dan 8 adalah makna. Untuk
variabel peran sejarah, keutuhan
konsep kota, dan morfologi kota
didapatkan dari hasil analisis tahap
sebelumnya, sedangkan variabel
estetika,
keistimewaan,
kelangkaan, kejamakan, dan makna
dilakukan berdasarkan keutuhan
peninggalan-peninggalan
bersejarah pada masing-masing
kawasan.
Skor terbesar yang diberikan
pada tiap variabel adalah 3

sedangkan skor terkecil adalah 1.


Penentuan kelas potensi konservasi
pada
analisis
ini
dilakukan
berdasarkan klasifikasi
sebagai
berikut:
Total skor 20-24 termasuk
dalam kelas I dengan klasifikasi
potensi konservasi besar
Total skor 16-19 termasuk
dalam kelas II dengan klasifikasi
potensi konservasi relatif besar
Total skor 12-15 termasuk
dalam
kelas
III
dengan
klasifikasi potensi konservasi
relatif kecil
Total skor 8-11 termasuk dalam
kelas IV dengan klasifikasi
potensi konservasi kecil.
Analisis tersebut dapat dilihat pada
Tabel V.

TABEL V
ANALISIS SKORING POTENSI KONSERVASI DI KABUPATEN KENDAL
VARIABEL
LOKASI
Kec.
Kaliwungu
Desa
Pekuncen,
Kec. Pegandon
Kec. Kota
Kendal
PG Cepiring

TOTA
L
SKOR

KELA
S

KLASIFIKASI

21

Potensi konservasi
besar

14

III

Potensi konservasi
relatif kecil

13

III

20

Potensi konservasi
relatif kecil
Potensi konservasi
besar

Sumber: Hasil analisis penulis. tahun 2005.

Kawasan
yang
memiliki
potensi
paling
besar
untuk
dikonservasi adalah kawasan alunalun Kaliwungu. Peran sejarah yang
dimiliki oleh kawasan ini bagi
perkembangan Kabupaten Kendal
sangat besar. Keutuhan konsep
kota dan pola morfologi kotanya
juga masih dapat diidentifikasi
dengan baik meskipun kondisi
fisiknya sebagian sudah berubah.
Kawasan di sekitar alun-alun,
Kampung Pungkuran, Kauman, dan
Pesantren
merupakan
kawasan

yang
masih
memiliki
banyak
peninggalan bersejarah. Perubahan
kondisi fisik yang terjadi dalam
kawasan belum terjadi secara
menyeluruh. Sebagian dari rumah
penduduk dalam kawasan masih
bergaya tradisional sehingga ciri
khas kawasan sebagai kota tua
masih dapat dikenali. Kompleks
makam di Bukit Protomulyo juga
merupakan kawasan yang kondisi
fisiknya masih belum berubah
karena aktivitas di dalamnya juga
tidak berkembang, tetapi kondisi di
18

sekitar kompleks makam sekarang


telah berubah menjadi permukiman
penduduk yang cirinya sudah tidak
sesuai dengan konteks kawasan.
Kawasan
Kampung
Kranggan,
Pandean, Jagalan, dan Sabrang Lor
merupakan bagian dari kawasan
alun-alun Kaliwungu yang polanya
masih dapat diidentifikasi tetapi
kondisi fisiknya sudah banyak
berubah. Perubahan fisik terjadi
karena
banyak
bermunculan
bangunan baru dan juga karena
berkembangnya
aktivitas
perdagangan dan jasa.
Kawasan Pabrik Gula Cepiring
merupakan kawasan yang memiliki
banyak bangunan tua peninggalan
Belanda yang kondisinya masih
baik dan bangunannya masih asli.
Pola morfologi kawasan masih bisa
diidentifikasi dengan jelas karena
tidak terjadi perubahan fisik yang
berarti dalam kawasan tetapi peran
sejarah
kawasan
bagi
perkembangan Kabupaten Kendal
kecil.
Keberadaan
bangunanbangunan
tua
yang
gaya
arsitekturnya
dipengaruhi
oleh
Belanda menyebabkan kawasan ini
memiliki karakter yang kuat. Pabrik
Gula Cepiring berpengaruh besar
terhadap
pembentukan
citra
lingkungan di Kecamatan Cepiring.
Selain itu pabrik ini juga menjadi
stimulan
bagi
perkembangan
aktivitas-aktivitas lain di sekitarnya
terutama aktivitas permukiman.
Kawasan ini memiliki potensi
konservasi besar dan termasuk
dalam kelas I.
Kawasan
peninggalan
Pangeran
Benowo
di
Desa
Pekuncen Kecamatan Pegandon
juga
memiliki
potensi
untuk
dikonservasi.
Kawasan
ini
tergolong dalam kelas III dengan
klasifikasi potensi konservasi relatif
besar.
Pola
morfologi
yang
terbentuk dalam kawasan memang
sulit dikenali karena kawasan ini
tidak luas dan kepadatan massa

bangunannya
rendah
namun
perubahan fisik yang terjadi dalam
kawasan ini juga rendah. Kompleks
makam
dan
masjid
Pangeran
Benowo merupakan salah satu
obyek tujuan wisata ziarah di
Kabupaten
Kendal.
Konservasi
dalam kawasan ini difokuskan pada
kompleks
makam
dan
masjid
peninggalan
Pangeran
Benowo
setelah itu baru kawasan dengan
toponim nama Dukuh Kaum dan
Dukuh Krajan.
Kawasan
alun-alun
Kota
Kendal merupakan kawasan yang
kondisi fisiknya sudah berubah.
Pada
kawasan
ini
sudah
berkembang aktivitas perdagangan
dan jasa yang semakin merubah
kondisi
fisik
kawasan.
Pola
morfologi yang terbentuk pada
kawasan ini juga sudah berubah
karena perkembangan kawasan
terjadi dengan pesat. Walaupun
kondisi fisiknya sudah berubah
kawasan ini memiliki peran sejarah
yang besar bagi perkembangan
Kabupaten Kendal bahkan hingga
saat ini masih menjadi pusat
pemerintahan Kabupaten Kendal.
Pada
Kampung
Loji,
Amengamengan, Kayon dan kompleks
makam
Kyai
Gembyang
di
Petukangan fungsi kawasan masih
tetap
sesuai
dengan
fungsi
kawasan
pada
awal
perkembangannya
dan
tidak
tergeser oleh fungsi baru seperti
perdagangan
dan
jasa
atau
perkantoran. Lokasi-lokasi lainnya
dalam kawasan ini sekarang telah
berubah karena adanya fungsi baru
seperti
munculnya
aktivitas
perdagangan
dan
jasa
dan
perkantoran
di
Pegulon,
Petukangan,
dan
Pekauman.
Potensi konservasi yang dimiliki
oleh kawasan ini termasuk dalam
kelas III dengan klasifikasi potensi
relatif kecil.

19

Analisis potensi konservasi di


Kabupaten Kendal dapat dilihat
pada Gambar 6.

Kesimpulan
Kesimpulan yang didapatkan
berdasarkan hasil analisis yang
telah dilakukan adalah sebagai
berikut:
1. Sejarah
perkembangan
Kabupaten
Kendal
terbagi
kedalam
empat
periode
perkembangan sejak periode
Hindu-Budha,
Islam,
hingga
Kolonial
Belanda.
Kawasankawasan yang berperan dalam
sejarah
perkembangan
Kabupaten
Kendal
adalah
sebagai berikut:
Kawasan yang berkembang
karena
pengaruh
HinduBudha adalah Kecamatan
Limbangan
karena
pada
kawasan
ini
banyak
ditemukan
benda-benda
peninggalan
kebudayaan
Hindu-Budha.
Kondisi
kawasan
bersejarah
ini
sudah
hilang
karena
peninggalan-peninggalan
yang pernah ada sudah
diangkat
dari
lokasi
penemuan.
Kawasan yang berkembang
pada periode penyebaran
agama Islam di Kendal
adalah
Kecamatan
Kaliwungu, Desa Pekuncen
Kecamatan Pegandon, dan
Kecamatan
Kota
Kendal.
Diantara ketiga kawasan ini,
kawasan
yang
memiliki
peran sejarah paling besar
adalah di Kaliwungu karena
aktivitas penyebaran agama
Islam di lokasi ini dilakukan
secara konstan sejak abad
XVI hingga saat ini oleh
beberapa tokoh dari generasi
yang
berbeda-beda.
Peninggalan
aktivitas
penyebaran agama Islam

20

yang
paling
banyak
di
Kabupaten
Kendal
juga
ditemukan di kecamatan ini.
Pengaruh pemerintah Hindia
Belanda
yang
paling
menonjol terlihat di kawasan
Pabrik Gula Cepiring di
Kecamatan
Cepiring.
Meskipun
kawasan
ini
kurang
berperan
dalam
sejarah
perkembangan
Kabupaten Kendal namun
pengaruh kebudayaan Hindia
Belanda terhadap kawasan
ini sangat besar.
Kawasan
alun-alun
Kaliwungu
dan
kawasan
alun-alun
Kota Kendal

A. Kawasan
Kaliwungu

B. Kawasan PG
Cepiring

21

C. Kawasan
Pekuncen

D. Kawasan Kota
Kendal

Sumber: Hasil analisis penulis, tahun 2005

Gambar 6.
22

Analisis Kawasan Konservasi di Kabupaten Kendal


merupakan
dua
kawasan
yang
berperan
dalam
aktivitas pemerintahan di
Kabupaten Kendal. Hal ini
bisa terjadi karena kedua
kawasan tersebut pernah
menjadi pusat pemerintahan
bagi Kabupaten Kendal.
2. Keutuhan konsep kota yang
dilihat dalam penelitian ini
adalah keutuhan konsep kota
tradisional Jawa dan keutuhan
konsep kota periode penyebaran
agama Islam. Secara umum
keutuhan
konsep
kota
tradisional Jawa dan konsep
kota periode penyebaran agama
Islam di Kabupaten Kendal
masih dapat dikenali. Keutuhan
konsep kota tersebut adalah
sebagai berikut:
Keutuhan
konsep
kota
tradisional
Jawa
di
Kabupaten
Kendal
yang
masih bisa ditemukan di
kawasan
alun-alun
Kaliwungu
dan
kawasan
alun-alun
Kota
Kendal,
sedangkan di Desa Pekuncen
hanya teridentifikasi toponim
nama dukuh saja. Perubahan
fisik kawasan alun-alun Kota
Kendal lebih besar jika
dibandingkan kawasan alunalun Kaliwungu sehingga
meskipun
konsep
kota
tradisional Jawa masih bisa
diidentifikasi
tetapi
bangunan-bangunan
yang
ada merupakan bangunan
baru. Di kawasan alun-alun
Kaliwungu
juga
terjadi
perubahan fisik diantaranya
perubahan
bekas
kantor
kadipaten menjadi Mushola
Al Muttaqien.
Keutuhan
konsep
kota
periode penyebaran agama
Islam masih dapat dilihat di

kawasan-kawasan
yang
menjadi lokasi penyebaran
agama Islam diantaranya
Kaliwungu, Pegandon, dan
Kota Kendal. Konsep kota
periode penyebaran agama
Islam yang masih bisa dilihat
pada
kawasan
tersebut
adalah keberadaan makam
dan
masjid
peninggalan
tokoh agama Islam. Di Desa
Pekuncen terdapat kompleks
makam
dan
masjid
peninggalan
Pangeran
Benowo, di Kota Kendal
tepatnya
di
Pekauman
terdapat Makam Wali Jaka
yang terintegrasi dengan
masjid peninggalannya yaitu
Masjid Agung Kendal dan
Makam Kyai Gembyang di
Petukangan, sedangkan di
Kaliwungu
dapat
kita
temukan
Masjid
Al
Muttaqien, Pondok Kampung
Pesantren, dan kompleks
makam di Bukit Protomulyo.
Kawasan Pabrik Gula Cepiring
tidak dipengaruhi oleh kedua
konsep kota tersebut. Kawasan
ini dibangun oleh Pemerintah
Hindia Belanda sehingga gaya
arsitektur
bangunan
dalam
kawasan terpengaruh budaya
Belanda.
3. Pola
morfologi
kota
yang
terbentuk di empat kawasan
potensial
yang
telah
teridentifikasi
dari
analisis
penelusuran
sejarah
dan
keutuhan konsep kota berbeda
satu dengan lainnya. Kawasan
yang masih dapat diidentifikasi
pola morfologinya dengan jelas
adalah kawasan Pabrik Gula
Cepiring. Pola morfologi kota
kawasan alun-alun Kaliwungu
juga masih dapat diidentifikasi
meskipun
kondisi
fisik
23

kawasannya sudah berubah. Hal


ini bisa terjadi karena elemenelemen sejarah kawasan masih
dipertahankan meskipun sudah
berubah fungsi sehingga pola
kawasan yang terbentuk masih
dapat
dikenali.
Kawasan
peninggalan Pangeran Benowo
di Desa Pekuncen memiliki pola
yang
sulit
dikenali
karena
kawasan
ini
sempit
dan
kepadatan
bangunannya
rendah.
Sedangkan
pola
morfologi kota yang terbentuk
di kawasan alun-alun Kota
Kendal bukan merupakan pola
asli kawasan karena sudah
banyak
dipengaruhi
oleh
bangunan baru.
4. Potensi konservasi yang dimiliki
oleh tiap kawasan berbeda-beda
sesuai dengan hasil analisis
penelusuran sejarah, keutuhan
konsep kota, dan morfologi kota.
Kawasan Kaliwungu merupakan
kawasan yang memiliki potensi
konservasi
besar
(kelas
I)
dimana
peninggalanpeninggalan bersejarah yang
masih ada harus dipertahankan
agar kondisi fisik kawasan tidak
semakin tergeser oleh fungsifungsi modern. Kawasan Pabrik
Gula Cepiring juga termasuk
dalam kelas I dengan klasifikasi
potensi
konservasi
besar
meskipun
peran
sejarah
kawasan ini bagi perkembangan
Kabupaten Kendal kecil. Kondisi
fisik kawasan yang masih tetap
seperti
awal
berdirinya
menjadikan
Pabrik
Gula
Cepiring ini memiliki bangunanbangunan tua yang berpotensi
untuk dikonservasi. Kawasan
peninggalan Pangeran Benowo
di Desa Pekuncen menempati
kelas
III
dengan
potensi
konservasi relatif kecil. Aktivitas
konservasi pada kawasan ini
lebih difokuskan pada kompleks
makam dan masjid karena

kondisi kawasan di sekitar


kompleks tersebut sudah tidak
dikenali
sebagai
kawasan
bersejarah
kecuali
toponim
namanya saja. Kawasan Kota
Kendal
merupakan
kawasan
yang sudah banyak berubah
kondisi fisiknya namun memiliki
peran
sejarah
yang
besar
sehingga potensi konservasi
relatif kecil dan menempati
kelas III.
DAFTAR PUSTAKA
Adhiatma, Adib Suryawan. 2004.
Studi Partisipasi Masyarakat
dalam
Pelestarian
dan
Pengembangan Kawasan AlunAlun
Surakarta.
Seminar
Kolokium
tidak
diterbitkan,
Program
Studi
Perencanaan
Wilayah dan Kota, Fakultas
Teknik, Universitas Diponegoro,
Semarang.
Ahmad, Ahmaddin. 2002. Re-desain
Jakarta Tata Kota Tata Kita
2020. Jakarta: Kota Kita Press.
Aliyah,
Istijabatul.
2004.
Identifikasi Kampung Kemlayan
sebagai Kampung Tradisional
Jawa di Pusat Kota. Jurnal
Teknik, Vol. XI, No. 1, April, pp.
33-35.
Arifin Tri Atmojo et al. 2004. Studi
Pola Morfologi Pusat Kota Awal
Kendal.
Semarang:
Fakultas
Teknik Universitas Diponegoro.
Attoe, Wayne O. 1986. Pelestarian
Sejarah. Dalam Anthony J.
Catanese dan James C. Snyder
(eds.) Pengantar Perencanaan
Kota. Terjemahan Susongko,
Jakarta: Erlangga.
Baehaqi,
Ahmad
dan
Dedi
Suhardiman. 2005. Syawalan di
Makam Wali. [Home page dari
Stasiun
Televisi
Indosiar]
[Online].
www.indosiar.com/v2/news/news
.readhtm?id=15042.
Diakses
pada 14 Mei 2005.

24

Banhawi, Komari. Silsilah dan


Perjuangan Walisongo. Catatan
tanpa tahun.
Brosur
Kaliwoengoe
Tempoe
Doeloe.
1982.
Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan
Kecamatan Kaliwungu. Kendal:
Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan
Kecamatan
Kaliwungu.
Brosur
Tradisi
Syawalan
di
Kaliwoengoe. 1982. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan
Kecamatan Kaliwungu. Kendal:
Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan
Kecamatan
Kaliwungu.
Budiasih, Utami. 2003. Kajian
Perkembangan
dan
Konflik
Penggunaan
Ruang
antara
Economic Space dan Cultural
Heritage Space dalam Rangka
Penataan Kawasan Pusat Kota
Bersejarah
Kasunanan
Surakarta Hadiningrat. Tugas
Akhir tidak diterbitkan, Program
Studi Perencanaan Wilayah dan
Kota,
Fakultas
Teknik,
Universitas
Diponegoro,
Semarang.
Cohen, Nahoum. 1999. Urban
Conservation.
Massachussets:
The NIT Press.
Data Bangunan/Sisa Bangunan,
Situs Peninggalan Sejarah dan
Purbakala
1994.
Kantor
Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Kabupaten Kendal,
1994.
De Graff, H. J. and Th. Pigeaud.
2003. Kerajaan Islam Pertama di
Pulau Jawa: Tinjauan Sejarah
Politik Abad XV dan XVI.
Terjemahan
Pustaka
Utama
Grafiti dan KHIV, Jakarta: PT
Temprint.
Evaluasi RUTRK IKK Kecamatan
Pegandon Tahun 2004. Badan
Perencanaan Daerah kabupaten
Kendal, 2004.
Evaluasi RUTRK IKK Kecamatan
Kaliwungu Tahun 2001. Badan

Perencanaan Daerah kabupaten


Kendal, 2001.
Hemawan, Fajar Adi. 2005. Studi
Identifikasi
dan
Penentuan
Kawasan Pecinan Lasem. Tugas
Akhir tidak diterbitkan, Program
Studi Perencanaan Wilayah dan
Kota,
Fakultas
Teknik,
Universitas
Diponegoro,
Semarang.
Jenie, Natya Khosyiati. 2005.
Studi
Persepsi
Masyarakat
Lokal
terhadap
Penanganan
Perumahan di Kawasan Cagar
Budaya Tamansari Yogyakarta.
Tugas Akhir tidak diterbitkan,
Program
Studi
Perencanaan
Wilayah dan Kota, Fakultas
Teknik, Universitas Diponegoro,
Semarang.
Keanekaragaman Bentuk Masjid di
Jawa.
1993.
Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan
Indonesia. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan
Indonesia.
Kuntowijoyo.
1994.
Metodologi
Sejarah. Yogyakarta: PT Tiara
Wacana
Lombard, Denys.1996. Nusa Jawa:
Silang Budaya Kajian Sejarah
Terpadu Bagian II: Jaringan
Asia.
Terjemahan
Winarsih
Arifin, Jakarta: Gramedia.
Mahatmanto.
2005.
Awal
Modernisasi Kota-kota di Jawa.
Kampung-kampung
Menulis
Kota, Edisi Kota Kampung Kita,
pp. 15-35.
Mengenal
Kabupaten
Dati
II
Kendal.
1980.
Badan
Perencanaan Daerah Kabupaten
Kendal.
Kendal:
Badan
Perencanaan Daerah Kendal.
Moleong, Lexy J. 2003. Metode
Penelitian Kualitatif. Bandung:
PT Remaja Rosadakarya.
Peninggalan-peninggalan Kuno di
Kabupaten Dati II Kendal. 1991.
Pemerintah Kabupaten Dati II
Kendal.
Kendal:
Pemerintah
Kabupaten Dati II Kendal.
25

Piagam
Pelestarian
Pusaka
Indonesia Tahun 2003.
Purwanto, Edi. 2001. Kajian Ciri
Kawasan
Jalan
Diponegoro
sebagai Upaya Preservasi dan
Konservasi Pusat Kota Lama
Salatiga. Jurnal Teknik, Tahun
XXI, Edisi 12001, 31-39.
Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Kendal Tahun 2002.
Badan
Perencanaan
Daerah
Kabupaten Kendal, 2002.
Revisi Rencana Bagian Wilayah
Kota Kendal Tahun 2002. Badan
Perencanaan Daerah Kabupaten
Kendal, 2002.
Rochani, Achmad Hamam. 2003.
Babad Tanah Kendal. Semarang:
Intermedia Paramadina.
Ross, Michael. 1996. Planning and
The
Heritage
Policy
and
Procedures,
2nd
edition.
London: E and FN SPON.
Rukayah, R. Siti. 2005. Dari Nilai
Historis ke Ruang Ekonomi
sebuah Studi Lapangan Kota di
Indonesia. Semarang: Badan
Penerbit Undip.
Sejarah Perjuangan Masyarakat
Kendal.
1992.
Pemerintah
Kabupaten Dati II Kendal.
Kendal: Pemerintah Kabupaten
Dati II Kendal.
Sevina, Mahardini. 2004. Studi
Komparatif Pola Morfologi Kota
Gresik dan Kota Demak sebagai
Kota Perdagangan dan Kota
Pusat
Penyebaran
Agama

Islam.
Tugas
Akhir
tidak
diterbitkan,
Program
Studi
Perencanaan Wilayah dan Kota,
Fakultas Teknik, Universitas
Diponegoro, Semarang.
Sutopo, H. B. 2002. Metode
Penelitian Kualitatif Dasar Teori
dan
Terapannya
dalam
Penelitian.
Surakarta:
Universitas
Sebelas
Maret
University Press.
Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 5 Tahun 1992 tentang
Benda Cagar Budaya.
Wijanarka, 2001. Teori Desain
Kawasan
Bersejarah.
Palangkaraya: Jurusan Teknik
Arsitektur
Universitas
Palangkaraya
Wiryomartono, A. Bagoes P. 1995.
Seni Bangunan dan Seni Bina
Kota
Indonesia.
Jakarta:
Gramedia.
Wulandari, L. D. 2004. Kajian
Historis Perkembangan Kota
Malang dalam Menggali Makna
Pebentukan
Alun-Alun
Kota
Malang. Jurnal Teknik, Vol. XI,
No. 1, April, pp. 23-32.
Yunus, Hadi Sabari. 2001. Struktur
Tata Ruang Kota.Yogyakarta:
Pustaka Pelajar Offset.
Zahnd, Markus. 1999. Perancangan
Kota
Secara
Terpadu.
Yogyakarta: Kanisius.
www.kabupatenkendal.go.id
(website
resmi
pemerintah
Kabupaten Kendal)

26

Você também pode gostar