Você está na página 1de 23

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Penyakit telinga, hidung, dan tenggorok (THT) sudah banyak terjadi di
masyarakat. Untuk dapat mengetahui tentang penyakit telinga, hidung, dan
tenggorok (THT) ini khususnya pada penyakit tenggorokan tentunya seorang
dokter harus lebih dahulu mengetahui anatomi dan fisiologi dari masing-masing
organ tersebut. Selain itu juga harus diketahui bagaimana cara pemeriksaan pada
penyakit tersebut. Selain telinga, hidung, dan tenggorok tentunya ada organ-organ
lain yang tidak kalah penting fungsinya. Salah satunya adalah kelenjar limfa atau
yang biasa disebut kelenjar getah bening. Sistem aliran limfa ini penting untuk
dipelajari dan diketahui oleh seorang dokter, karena hampir semua bentuk radang
atau keganasan kepala dan leher akan terlihat dan bermanifestasi ke kelenjar
limfa leher.

1.2

Tujuan
Setelah mempelajari makalah ini diharapkan dokter muda dapat
mengetahui anatomi, fisiologi dan cara pemeriksaan penyakit THT khususnya
tenggorokan dan mengetahui lokasi kelenjar limfa terutama kelenjar limfa leher
sehingga dokter muda juga dapat mengetahui penyakit-penyakit pada THT
khususnya tenggorokan da bagaimana hubungannya antara sistem aliran limfa
tersebut dengan penyakit pada organ-organ telinga, hidung, dan tenggorok
(THT).

BAB II
TENGGOROKAN
2.1

Anatomi

Pada anatomi, tenggorokan bagian dari leher depan sampai kolumna vertebra.
Terdiri dari faring dan laring. Bagian yang terpenting dari tenggorokan adalah
epiglottis, ini menutup jika ada makanan dan minuman yang lewat dan akan
menuju ke esophagus. Tenggorakan jika dipendarahi oleh bermacam-macam
pembuluh darah, otot faring, trakea dan esophagus. Tulang hyoid dan klavikula
merupakan salah satu tulang tenggorokan untuk mamalia.

Gambar 1: Diagram tenggrokan pada manusia


2.2.1 Rongga mulut
Rongga mulut dan faring dibagi menjadi beberapa bagian. Rongga mulut
terletak di depan batas bebas palatum mole, arkus faringeus anterior dan dasar
lidah. Bibir dan pipi terutama disusun oleh sebagian besar otot orbikularis oris
yang dipersarafi oleh saraf fasilais. Vermilion berwarna merah karena di tutupi
oleh lapisan tipis epitel skuamosa. Ruangan di antara mukosa pipi bagian dalam
dan gigi adalah vestibulum oris. Muara duktus kelenjar parotis menghadap gigi
molar kedua atas.
Gigi ditunjang oleh krista alveolar mandibula dibagian bawah dan krista
alveolar maksila di bagian atas. Gigi pada bayi terdiri dari dua gigi seri, satu
gigi taring dan dua gigi geraham. Gigi dewasa terdiri dari dua gigi seri dan satu
gigi taring, dua gigi premolar dan tiga gigi molar. Permukaan oklusal dari gigi
seri berbentuk menyerupai pahat dan gigi taring tajam, sedangkan gigi premolar
dan molar mempunyai permukaan oklusal yang datar. Daerah diantara gigi

molar paling belakang atas dan


bawah

dikenal

dengan

trigonum retromolar.
Palatum

dibentuk

oleh

tulang dari palatum durum


dibagian depan dan sebagian
besar dari otot palatum mole
dibagian belakang. Palatum
mole dapat diangkat untuk
faring bagian nasal dari rongga
mulut

dan

orofaring.

Gambar 2. Bagian dari rongga mulut


Ketidakmampuan palatum mole menutup akan mengakibatkan bicara yang
abnormal (rinolalia aperta) dan kesulitan menelan. Dasar mulut diantara lidah
dan gigi terdapat kelenjar sublingual dan bagian dari kelenjar submandibula.
Muara duktus mandibularis terletak di depan ditepi frenulum lidah. Kegagalan
kelenjar liur untuk mengeluarkan liur menyebabkan mulut menjadi kering, atau
xerostomia. Hal ini merupakan keluhan yang menyulitkan pada beberapa
pasien.
Lidah merupakan organ muskular yang aktif. Dua pertiga bagian depan
dapat digerakkan, sedangkan pangkalnya terfiksasi. Otot dari lidah dipersarafi
oleh saraf hipoglosus. Dua pertiga lidah bagian depan dipersarafi oleh saraf
lingualis dan saraf glosofaringeus pada sepertiga lidah bagian belakang.
Korda timpani mempersarafi cita rasa lidah dua pertiga bagian depan ,
sedangkan saraf glosofaringeus mempersarafi cita rasa lidah sepertiga bagian
belakang. Cita rasa dibagi dalam daerah-daerah tertentu. Misalnya, rasa pahit
dapat dirasakan pada lidah bagian belakang. Permukaan lidah bagian atas
dibagi menjadi dua pertiga depan dan sepertiga bagian belakang oleh garis dari
papila sirkumvalata yang berbentuk huruf V merupakan tempat asal duktus
tiroglosus. Fungsi lidah untuk berbicara dan menggerakkan bolus makanan
pada waktu pengunyahan dan penelanan.
2.2.2 Faring
Faring bagian dari leher dan tenggorokan bagian belakang dari mulut,
cavum nasi, kranial atau superior sampai esofagus, laring dan trakea. Faring
3

adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti corong, yang besar
di bagian atas dan sempit di bagian bawah. Kantong ini mulai dari dasar
tengkorak terus menyambung ke esofagus setinggi vertebra servikalis ke-6. ke
atas, faring berhubungan dengan rongga hidung melalui koana, ke depan
berhubungan dengan rongga mulut melalui ismus orofaring, sedangkan dengan
laring dibawah berhubungan melaui aditus laring dan ke bawah berhubungan
dengan esofagus. Panjang dinding posterior faring pada orang dewasa kurang
lebih 14 cm; bagian ini merupakan bagian dinding faring yang terpanjang.
Dinding faring dibentuk oleh (dari dalam keluar) selaput lendir, fasia
faringobasiler, pembungkus otot dan sebagian fasia bukofaringeal. Faring
terbagi atas nasofaring, orofaring dan laringofaring (hipofaring).
Pada mukosa dinding belakang faring terdapat dasar tulang oksiput inferior,
kemudian bagian depan tulang atas dan sumbu badan, dan vertebra servikalis
lain. Nasofaring membuka ke arah depan ke hidung melalui koana posterior.
Superior, adenoid terletak pada mukosa atap nasofaring. Disamping, muara
tuba eustakhius kartilaginosa terdapat didepan lekukan yang disebut fosa
Rosenmuller. Kedua struktur ini berada diatas batas bebas otot konstriktor
faringis superior. Otot tensor veli palatini, merupakan otot yang menegangkan
palatum dan membuka tuba eustakhius, masuk ke faring melalui ruangan ini.
Otot ini membentuk tendon yang melekat sekitar hamulus tulang untuk
memasuki palatum mole. Otot tensor veli palatini dipersarafi oleh saraf
mandibularis melalui ganglion otic.
Orofaring ke arah depan berhubungan dengan rongga mulut. Tonsila
faringeal dalam kapsulnya terletak pada mukosa pada dinding lateral rongga
mulut. Didepan tonsila, arkus faring anterior disusun oleh otot palatoglosus,
dan dibelakang dari arkus faring posterior disusun oleh otot palatofaringeus
otot-otot ini membantu menutupnya orofaring bagian posterior. Semuanya
dipersarafi oleh pleksus faringeus.
Unsur-unsur faring meliputi mukosa, palut lendir (mucous blanket) dan otot:
a. Mukosa
Bentuk mukosa faring bervariasi, tergantung pada letaknya. Pada
nasofaring karena fungsinya untuk saluran respirasi, maka mukosanya
bersilia, sedang epitelnya torak berlapis yang mengandung sel goblet. Di
4

bagian bawahnya, yaitu orofaring dan laringofaring, karena fungsinya untuk


saluran cerna, epitelnya gepeng berlapis dan tidak bersilia.
Di sepanjang faring dapat ditemukan banyak sel jaringan limfoid yang
terletak dalam rangkaian jaringan ikat yang termasuk dalam sistem
retikuloendotelial. Oleh karena itu faring dapat disebut juga daerah
pertahanan tubuh terdepan
b. Palut Lendir (Mucous Blanket)
Daerah nasofaring dilalui oleh udara pernapasan yang diisap melalui
hidung. Di bagian atas, nasofaring ditutupi oleh palut lendir yang terletak
diatas silia dan bergerak sesuai dengan arah gerak silia ke belakang. Palut
lendir ini berfungsi untuk menangkap partikel kotoran yang terbawa oleh
udara yang diisap. Palut lendir ini mengandung enzim Lyzozyme yang
penting untuk proteksi.
c. Otot
Faring merupakan daerah dimana udara melaluinya dari hidung ke
laring juga dilalui oleh makanan dari rongga mulut ke esofagus. Oleh
karena itu, kegagalan dari otot-otot faringeal, terutama yang menyusun
ketiga otot konstriktor faringis, akan menyebabkan kesulitan dalam
menelan dan biasanya juga terjadi aspirasi air liur dan makanan ke dalam
cabang trakeobronkial.
Otot-otot
faring tersusun
dalam

lapisan

melingkar
(sirkular)

dan

memanjang
(longitudinal).
Otot-otot yang
sirkular terdiri
dari m.konstriktor faring superior, media dan inferior. Otot-otot ini terletak
disebelah luar. Disebelah depan, otot-otot ini bertemu satu sama lain dan
dibelakang bertemu pada jaringan ikat yang disebut rafe faring (raphe

pharyngis). Kerja otot konstriktor untuk mengecilkan lumen faring. Otototot ini dipersarafi oleh n.vagus (n.X)
Otot-otot yang longitudial adalah m.stilofaring dan m.palatofaring. letak
otot-otot ini sebelah dalam. M.stilofaring gunanya untuk melebarkan faring
dan menarik laring, sedangkan m.palatofaring mempertemukan ismus
orofaring dan menaikkan bagian bawah faring dan laring. Jadi kedua otot
ini bekerja sebagai elevator. Kerja kedua otot itu penting pada waktu
menelan. M.stilofaring dipersarafi oleh n.IX sedangkan m.palatofaring
Gambar 3. Ukuran perbandingan posisi dan hubungan ketiga otot konstriktor faringis

dipersarafi dan m.azigos uvula.

M.levator veli palatini membentuk sebagian besar palatum mole dan


kerjanya untuk menyempitkan ismus faring dan memperlebar ostium tuba
eustacius.otot ini dipersarafi oleh n.X
M. tensor veli palatini membentuk tenda palatum mole dan kerjanya
untuk mengencangkan bagian anterior palatum mole dan membuka tuba
eustachius. Otot ini dipersarafi oleh n.X
M. palatoglosus membentuk arkus anterior faring dan kerjanya
menyempitkan ismus faring. Otot ini dipersarafi oleh n.X
M. palatofaring membentuk arkus posterior faring. Otot ini dipersarafi
oleh n.X.
M. azigos uvula merupakan otot yang kecil, kerjanya memperpendek
dan menaikkan uvula ke belakang atas. Otot ini dipersarafi oleh n.X.
d.

Pendarahan
Faring mendapat darah dari beberapa sumber dan kadang-kadang tidak
beraturan. Yang utama berasal dari cabang a.karotis eksterna (cabang faring
asendens dan cabang fausial) serta dari cabang a.maksila interna yakni
cabang palatina superior.

e.

Persarafan
Persarafan motorik dan sensorik daerah faring berasal dari pleksus
faring yang ekstensif. Pleksus ini dibentuk oleh cabang faring dari n.vagus,
cabang dari n.glosofaring dan serabut simpatis. Cabang faring dari n.vagus
berisi serabut motorik. Dari pleksus faring yang ekstensif ini keluar cabangcabang untuk otot-otot faring kecuali m.stilofaring yang dipersarafi lansung
oleh cabang n.glosofaring (n.IX).
6

f. Kelenjar getah bening


Aliran limfa dari dinding faring dapat melaui 3 saluran yakni superior,
media dan inferior. Saluran limfa superior mengalir ke kelenjar getah
bening retrofaring dan kelenjar getah bening servikal dalam atas. Saluran
limfa media mengalir ke kelenjar getah bening jugulo-digastrik dan kelenjar
servikal dalam atas, sedangkan saluran limfa inferior mengalir ke kelenjar
getah bening servikal dalam bawah.
Berdasarkan letak, faring dibagi atas:
1. Nasofaring
Berhubungan erat dengan beberapa struktur penting misalnya adenoid,
jaringan limfoid pada dinding lareral faring dengan resessus faring yang
disebut fosa rosenmuller, kantong rathke, yang merupakan invaginasi struktur
embrional hipofisis serebri, torus tubarius, suatu refleksi mukosa faring diatas
penonjolan kartilago tuba eustachius, konka foramen jugulare, yang dilalui
oleh nervus glosofaring, nervus vagus dan nervus asesorius spinal saraf
kranial dan vena jugularis interna bagian petrosus os.tempolaris dan foramen
laserum dan muara tuba eustachius
2. Orofaring
Disebut juga mesofaring dengan batas atasnya adalah palatum mole, batas
bawahnya adalah tepi atas epiglotis kedepan adalah rongga mulut sedangkan
kebelakang adalah vertebra servikal. Struktur yang terdapat dirongga
orofaring adalah dinding posterior faring, tonsil palatina fosa tonsil serta
arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual dan foramen sekum
a.

Dinding posterior faring


Secara klinik dinding posterior faring penting karena ikut terlibat pada

radang akut atau radang kronik faring, abses retrofaring, serta gangguan
otot bagian tersebut. Gangguan otot posterior faring bersama-sama
dengan otot palatum mole berhubungan dengan gangguan n.vagus.

b.

Fosa tonsil

Fosa tonsil dibatasi oleh arkus faring anterior dan posterior. Batas
lateralnya adalah m.konstriktor faring superior. Pada batas atas yang
disebut kutub atas (upper pole) terdapat suatu ruang kecil yang dinamakan
fossa supratonsil. Fosa ini berisi jaringan ikat jarang dan biasanya
merupakan tempat nanah memecah ke luar bila terjadi abses. Fosa tonsil
diliputi oleh fasia yang merupakan bagian dari fasia bukofaring dan
disebu kapsul yang sebenar-benarnya bukan merupakan kapsul yang
sebena-benarnya
c.

Tonsil
Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang
oleh jaringan ikat dengan kriptus didalamnya.
Terdapat macam tonsil yaitu tonsil faringal (adenoid), tonsil palatina
dan tonsil lingual yang ketiga-tiganya membentuk lingkaran yang disebut
cincin waldeyer. Tonsil palatina yang biasanya disebut tonsil saja terletak
di dalam fosa tonsil. Pada kutub atas tonsil seringkali ditemukan celah
intratonsil yang merupakan sisa kantong faring yang kedua. Kutub bawah
tonsil biasanya melekat pada dasar lidah.
Permukaan medial tonsil bentuknya beraneka ragam dan mempunyai
celah yang disebut kriptus. Epitel yang melapisi tonsil ialah epitel
skuamosa yang juga meliputi kriptus. Di dalam kriptus biasanya biasanya
ditemukan leukosit, limfosit, epitel yang terlepas, bakteri dan sisa
makanan.
Permukaan lateral tonsil melekat pada fasia faring yang sering juga
disebut kapsul tonsil. Kapsul ini tidak melekat erat pada otot faring,
sehingga mudah dilakukan diseksi pada tonsilektomi.Tonsil mendapat
darah dari a.palatina minor, a.palatina ascendens, cabang tonsil a.maksila
eksterna, a.faring ascendens dan a.lingualis dorsal.
Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh
ligamentum glosoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini
terdapat foramen sekum pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh
papila sirkumvalata. Tempat ini kadang-kadang menunjukkan penjalaran
duktus tiroglosus dan secara klinik merupakan tempat penting bila ada
massa tiroid lingual (lingual thyroid) atau kista duktus tiroglosus.
8

Infeksi dapat terjadi di antara kapsul tonsila dan ruangan sekitar


jaringan dan dapat meluas keatas pada dasar palatum mole sebagai abses
peritonsilar.
3.

Laringofaring (hipofaring)
Batas laringofaring disebelah superior adalah tepi atas yaitu dibawah
valekula epiglotis berfungsi untuk melindungi glotis ketika menelan minuman
atau bolus makanan pada saat bolus tersebut menuju ke sinus piriformis
(muara glotis bagian medial dan lateral terdapat ruangan) dan ke esofagus,
nervus laring superior berjalan dibawah dasar sinus piriformis pada tiap sisi
laringofaring. Sinus piriformis terletak di antara lipatan ariepiglotika dan
kartilago tiroid. Batas anteriornya adalah laring, batas inferior adalah
esofagus serta batas posterior adalah vertebra servikal. Lebih ke bawah lagi
terdapat otot-otot dari lamina krikoid dan di bawahnya terdapat muara
esofagus.
Bila laringofaring diperiksa dengan kaca tenggorok pada pemeriksaan
laring tidak langsung atau dengan laringoskop pada pemeriksaan laring
langsung, maka struktur pertama yang tampak di bawah dasar lidah ialah
valekula. Bagian ini merupakan dua buah cekungan yang dibentuk oleh
ligamentum glosoepiglotika medial dan ligamentum glosoepiglotika lateral
pada tiap sisi. Valekula disebut juga kantong pil ( pill pockets), sebab pada
beberapa orang, kadang-kadang bila menelan pil akan tersangkut disitu.
Dibawah valekula terdapta epiglotis. Pada bayi epiglotis ini berbentuk
omega dan perkembangannya akan lebih melebar, meskipun kadang-kadang
bentuk infantil (bentuk omega) ini tetap sampai dewasa. Dalam
perkembangannya, epiglotis ini dapat menjadi demikian lebar dan tipisnya
sehingga pada pemeriksaan laringoskopi tidak langsung tampak menutupi
pita suara. Epiglotis berfungsi juga untuk melindungi (proteksi) glotis ketika
menelan minuman atau bolus makanan, pada saat bolus tersebut menuju ke
sinus piriformis dan ke esofagus.
Nervus laring superior berjalan dibawah dasar sinus piriformis pada tiap
sisi laringofaring. Hal ini penting untuk diketahui pada pemberian anestesia
lokal di faring dan laring pada tindakan laringoskopi langsung

2.2.3

Laring
9

Laring merupakan bagian


yang terbawah dari saluran
napas bagian atas. Bentuknya
menyerupai

limas

segitiga

terpancung,

dengan

bagian

atas

besar

lebih

daripada

bagian bawah.
Batas atas laring adalah
aditus laring, sedangkan batas
bawahnya ialah batas kaudal
kartilago krikoid.

Gambar 4. Bagian daripada laring

Bangunan kerangka laring tersusun dari satu tulang, yaitu tulang hioid, dan
beberapa buah tulang rawan. Tulang hioid berbentuk seperti huruf U, yang
permukaan atasnya dihubungkan dengan lidah, mandibula dan tengkorak oleh
tendo dan otot-otot. Sewaktu menelan, kontraksi otot-otot ini akan
menyebabkan laring tertarik ke atas, sedangkan bila laring diam, maka otototot ini bekerja untuk membuka mulut dan membantu menggerakkan lidah.
Tulang rawan yang menyusun laring adalah kartilago epiglotis, kartilago
krikoid, kartilago aritenoid, kartilago kornikulata, kartilago tiroid.
Kartilago krikoid dihubungkan dengan kartilago tiroid oleh ligamentum
krikotiroid. Bentuk kartilago krikoid berupa lingkaran.
Terdapat 2 buah (sepasang) kartilago aritenoid yang terletak dekat
permukaan belakang laring, dan membentuk sendi dengan kartilago krikoid,
disebut artikulasi krikoaritenoid.
Sepasang kartilago kornikulata (kiri dan kanan) melekat pada kartilago
aritenoid di daerah apeks, sedangkan sepasang kartilago kuneiformis terdapat
didalam lipatan ariepiglotik, dan kartilago tritisea terletak di dalam
ligamentum hiotiroid lateral.
Pada laring terdapat 2 buah sendi, yaitu artikulasi krikotiroid dan artikulasi
krikoaritenoid.
Ligamentum yang membentuk susunan laring adalah ligamentum
seratokrikoid (anterior, lateral dan posterior), ligamentum krikotiroid medial,
ligamentum krikotiroid posterior, ligamentum kornikulofaringal, ligamentum
10

hiotiroid lateral, ligamentum hiotiroid medial, ligamentum hioepiglotika,


ligamentum ventrikularis, ligamentum vokale yang menghubungkan kartilago
aritenoid dengan kartilago tiroid, dan ligamentum tiroepiglotika.
Gerakan laring dilaksanakan oleh kelompok otot-otot ekstrinsik dan otototot intrinsik. Otot-otot ekstrinsik terutama bekerja pada laring secara
keseluruhan, sedangkan otot-otot intrinsik menyebabkan gerak bagian-bagian
laring sendiri.
Otot-otot ekstrinsik laring ada yang terletak di atas tulang hioid
(suprahioid), dan ada yang terletak di bawah tulang hioid (infrahioid).
Otot-otot ekstrinsik yang suprahioid ialah m.digastrikus, m.geniohioid,
m.stilohioid dan m.milohioid. Otot yang infrahioid ialah m.sternohioid,
m.omohioid dan m.tirohjoid.
Otot-otot ekstrinsik laring yang suprahioid berfungsi menarik laring ke
bawah, sedangkan yang infrahioid menarik laring ke atas.
Otot-otot intrinsik laring ialah m.krikoaritenoid lateral, m.tiroepiglotika,
m.vokalis, m.tiroaritenoid, m.ariepiglotika dan m.krikotiroid. Otot-otot ini
terletak di bagian lateral laring.
Otot-otot intrinsik laring yang terletak di bagian posterior, ialah
m.aritenoid transversum, m.aritenoid oblik dan m.krikoaritenoid posterior.
RONGGA LARING
Batas atas rongga laring (cavum laryngis) ialah aditus laring, batas
bawahnya ialah bidang yang melalui pinggir bawah kartilago krikoid. Batas
depannya ialah permukaan belakang epiglotis, tuberkulum epiglotik,
ligamentum tiroepiglotik, sudut antara kedua belah lamina kartilago tiroid dan
arkus kartilago krikoid. Batas lateralnya ialah membran kuadrangularis,
kartilago aritenoid, konus elastikus dan arkus kartilago krikoid, sedangkan
batas belakangnya ialah m.aritenoid transversus dan lamina kartilago krikoid.
Dengan adanya lipatan mukosa pada ligamentum vokale dan ligamentum
ventrikulare, maka terbentuklah plika vokalis (pita suara asli) dan plika
ventrikularis (pita suara palsu).
Bidang antara plika vokalis kiri dan kanan, disebut rima glotis, sedangkan
antara kedua plika ventrikularis, disebut rima vestibuli.

11

Plika vokalis dan plika ventrikularis membagi rongga laring dalam 3


bagian, yaitu vestibulum laring, glotik dan subglotik.
Vestibulum laring ialah rongga laring yang terdapat di atas plika
ventrikularis. Daerah ini disebut supraglotik.
Antara plika vokalis dan plika ventrikularis, pada tiap sisinya disebut
ventrikulus laring Morgagni.
Rima glotis terdiri dari 2 bagian, yaitu bagian intermembran dan bagian
interkartilago. Bagian intermembran ialah ruang antara kedua plika vokalis,
dan terletak di bagian anterior, sedangkan bagian interkartilago terletak antara
kedua puncak kartilago aritenoid, dan terletak di bagian posterior.
Daerah subglotik adalah rongga laring yang terletak di bawah pita suara
(plika vokalis).
a. Persarafan laring
Laring dipersarafi oleh cabang-cabang nervus vagus, yaitu n.laringis
superior dan n.laringis inferior. Kedua saraf ini merupakan campuran saraf
motorik dan sensorik.
Nervus laringis superior mempersarafi m.krikotiroid, sehingga
memberikan sensasi pada mukosa laring di bawah pita suara. Saraf ini
mula-mula terletak di atas m.konstriktor faring medial, di sebelah medial
a.karotis interna dan eksterna, kemudian menuju ke kornu mayor tulang
hioid, dan setelah menerima hubungan dengan ganglion servikal superior,
membagi diri dalam 2 cabang, yaitu ramus eksternus dan ramus internus.
Ramus eksternus berjalan pada permukaan luar m.konstriktor faring
inferior dan menuju ke m.krikotiroid, sedangkan ramus internus tertutup
oleh m.tirohioid terletak di sebelah medial a.tiroid superior, menembus
membran hiotitiroid, dan bersama-sama dengan a.laringis superior menuju
ke mukosa laring.
Nervus laringis inferior merupakan lanjutan dari n.rekuren setelah saraf
itu memberikan cabangnya menjadi ramus kardia inferior. Nervus rekuren
merupakan cabang dari n. vagus.
Nervus rekuren kanan akan menyilang a.subklavia kanan di bawahnya,
sedangkan n.rekuren kiri akan menyilang arkus aorta. Nervus laringis
inferior berjalan di antara cabang-cabang a.tiroid inferior, dan melalui
12

permukaan mediodorsal kelenjar tiroid akan sampai pada permukaan


medial m.krikofaring. Di sebelah posterior dari sendi krikoaritenoid, saraf
ini bercabang 2 menjadi ramus anterior dan ramus posterior. Ramus
anterior akan mempersarafi otot-otot intrinsik laring bagian lateral, sedangkan ramus posterior mempersarafi otot-otot intrinsik laring bagian superior
dan mengadakan anastomosis dengan n.laringis superior ramus internus.
b. Pendarahan
Pendarahan untuk laring terdiri dari 2 cabang, yaitu a.laringis superior
dan a.laringis inferior.
Arteri laringis superior merupakan cabang dari a.tiroid superior. Arteri
laringis superior berjalan agak mendatar melewati bagian belakang
membran tirohioid bersama-sama dengan cabang internus dari n.laringis
superior kemudian menembus membran ini untuk berjalan ke bawah di
submukosa dari dinding lateral dan lantai dari sinus piriformis, untuk
mempendarahi mukosa dan otot-otot laring.
Arteri laringis inferior merupakan cabang. dari a.tiroid inferior dan
bersama-sama dengan n.laringis inferior berjalan ke belakang sendi
krikotiroid, masuk laring melalui daerah pinggir bawah dari m.konstriktor
faring inferior. Di dalam laring arteri itu bercabang-cabang, mempendarahi
mukosa dan otot serta beranastomosis dengan a.laringis superior.
Pada daerah setinggi membran krikotiroid a.tiroid superior juga
memberikan cabang yang berjalan mendatari sepanjang membran itu
sampai mendekati tiroid. Kadang-kadang arteri ini mengirimkan cabang
yang kecil melalui membran krikotiroid untuk mengadakan anastomosis
dengan a.laringis superior.
Vena laringis superior dan vena laringis inferior letaknya sejajar
dengan a.laringis superior dan inferior dan kemudian bergabung dengan
vena tiroid superior dan inferior.
2.2.4

Trakea
Trakea merupakan pipa yang terdiri dari tulang rawan dan otot yang
dilapisi oleh epitel torak berlapis semu bersilia, mulai dari kartilago krikoid

13

sampai percabangan ke bronkus utama kanan dan


ke dua pada orang dewasa dan setinggi

kiri, pada setinggi iga


iga ke tiga pada

anak-anak.
Trakea terletak di tengah-tengah leher dan

makin

ke

distal

bergeser ke sebelah kanan, dan masuk ke rongga

mediastinum

di

belakang manubrium sterni. Trakea sangat

elastis, dan panjang

serta letaknya berubah-ubah,


tergantung pada posisi kepala
dan

leher.

Lumen

trakea

ditunjang oleh kira-kira 18 cincin

tulang

rawan yang bagian posteriornya tidak Gambar


bertemu.5.DiAnatomi
bagian Trakea
posterior terdapat
jaringan yang merupakan batas dengan esofagus, yang disebut dinding
bersama antara trakea dan esofagus (tracheoesophageal party wall).
Panjang trakea kira-kira 12 sentimeter pada pria dan 10 sentimeter pada
wanita. Diameter anteriorposterior rata-rata 13 milimeter, sedangkan diameter
transversal rata-rata 18 milimeter. Cincin trakea yang paling bawah meluas ke
inferior dan posterior di antara bronkus utama kanan dan kiri, membentuk
sekat yang lancip di sebelah dalam, yang disebut karina.
Mukosa di daerah subglotik merupakan jaringan ikat jarang, yang disebut
konus elastikus. Keistimewaan jaringan ini ialah, bila terangsang mudah
terjadi edema dan akan terbentuk jaringan granulasi bila rangsangan
berlangsung lama. Pada pemeriksaan endoskopik tampak trakea merupakan
tabling yang datar pada bagian posterior, sedangkan di bagian anterior tampak
cincin tulang rawan. Mukosa di atas cincin trakea berwarna putih, dan di
antara cincin itu berwarna merah muda. Pada bagian servikal dan torakal
trakea berbentuk oval, karena tertekan oleh kelenjar tiroid dan arkus aorta.
2.2.5 Esofagus
Esofagus bagian servikal terletak kurang lebih pada garis tengah leher di
belakang trakea dan didepan korpus vertebra. Saraf laringeus rekurens terdapat
alur diantara esofagus dan trakea. Arteri karotis komunis dan isi selubung
karotis terletak di lateral esofagus. Pada lapisan otot faring terdapat daerah
trigonum yang lemah di atas otot krikofaringeus yang berkembang dari krikoid
14

dan

mengelilingi

esofagus

bagian

atas.

Divertikulum

yang

disebut

Divertikulum Zenker dapat keluar melalui daerah yang lemah ini dan
berlawanan dengan penelanan.

Gambar 6. Perjalanan esofagus

2.2 Fisiologi
2.2.1

Fungsi faring
Terutama

untuk

menelan,

resonansi

pernapasan,
suara

dan

artikulasi. Tiga dari fungsifungsi ini adalah jelas. Fungsi


penelanan akan dijelaskan terperinci.
a. Penelanan
Proses penelanan dibagi menjadi tiga tahap. Pertama gerakan
makanan dari mulut ke faring secara volunter. Tahap kedua, transport
makanan melalui faring dan tahap ketiga, jalannya bolus melalui
esofagus, keduanya secara involunter. Langkah yang sebenarnya adalah:
pengunyahan makanan dilakukan pada sepertiga tengah lidah. Elevasi
lidah dan palatum mole mendorong bolus ke orofaring. Otot supra hiod
berkontraksi, elevasi tulang hioid dan laring intrinsik berkontraksi dalam
gerakan seperti sfingter untuk mencegah aspirasi. Gerakan yang kuat dari
lidah bagian belakang akan mendorong makanan kebawah melalui
orofaring, gerakan dibantu oleh kontraksi otot konstriktor faringis media
dan superior. Bolus dibawa melalui introitus esofagus ketika otot
konstriktor faringis inferior berkontraksi dan otot krikofaringeus
berelaksasi. Peristaltik dibantu oleh gaya berat, menggerakkan makanan
melalui esofagus dan masuk ke lambung
b. Proses berbicara

15

Pada saat berbicara dan menelan terjadi gerakan terpadu dari otot-otot
palatum dan faring. Gerakan ini antara lain berupa pendekatan palatum
mole kearah dinding belakang faring. Gerakan penutupan ini terjadi
sangat

cepat

m.palatofaring,

dan

melibatkan

kemudian

mula-mula

m.levator

veli

m.salpingofaring
palatine

dan

bersama-sama

m.konstriktor faring superior. Pada gerakan penutupan nasofaring


m.levator veli palatini menarik palatum mole ke atas belakang hampir
mengenai dinding posterior faring. Jarak yang tersisa ini diisi oleh
tonjolan (fold of) Passavant pada dinding belakang faring yang terjadi
akibat 2 macam mekanisme, yaitu pengangkatan faring sebagai hasil
gerakan m.palatofaring (bersama m,salpingofaring) oleh kontraksi aktif
m.konstriktor faring superior. Mungkin kedua gerakan ini bekerja tidak
pada waktu bersamaan.
Ada yang berpendapat bahwa tonjolan Passavant ini menetap pada
periode fonasi, tetapi ada pula pendapat yang mengatakan tonjolan ini
timbul dan hilang secara cepat bersamaan dengan gerakan palatum.
2.3.2

Fungsi laring
Laring berfungsi untuk proteksi, batuk, respirasi, sirkulasi, menelan,
emosi serta fonasi.
Fungsi laring untuk proteksi ialah untuk mencegah makanan dan benda
asing masuk ke dalam trakea, dengan jalan menutup aditus laring dan rima
glotis secara bersamaan. Terjadinya penutupan aditus laring ialah karena
pengangkatan laring ke atas akibat kontraksi otot-otot ekstrinsik laring.
Dalam hal ini kartilago aritenoid bergerak ke depan akibat kontraksi
m.tiroaritenoid dan m.aritenoid. Selanjutnya m.ariepiglotika berfungsi
sebagai sfingter.
Penutupan rima glotis terjadi karena adduksi plika vokalis. Kartilago
aritenoid kiri dan kanan mendekat karena aduksi otot-otot intrinsik.
Selain itu dengan refleks batuk, benda asing yang telah masuk ke dalam
trakea dapat dibatukkan ke luar. Demikian juga dengan bantuan batuk, sekret
yang berasal dari paru dapat dikeluarkan.
Fungsi respirasi dari laring ialah dengan mengatur besar kecilnya rima
glotis. Bila m.krikoaritenoid posterior berkontraksi akan menyebabkan
16

prosesus vokalis kartilago aritenoid bergerak ke lateral, sehingga rima glotis


terbuka.
Dengan

terjadinya

perubahan

tekanan

udara

di

dalam

traktus

trakeobronkial akan dapat mempengaruhi sirkulasi darah dari alveolus,


sehingga mempengaruhi sirkulasi darah tubuh. Dengan demikian laring
berfungsi juga sebagai alat pengatur sirkulasi darah.
Fungsi laring dalam membantu proses menelan ialah dengan 3
mekanisme, yaitu gerakan laring bagian bawah ke atas, menutup aditus
laringis dan mendorong bolus makanan turun ke hipofaring dan tidak
mungkin masuk ke dalam laring.
Laring juga mempunyai fungsi untuk mengekpresikan emosi, seperti
berteriak, mengeluh, menangis dan lain-lain.
Fungsi laring yang lain ialah untuk fonasi, dengan membuat suara serta
menentukan tinggi rendahnya nada. Tinggi rendahnya nada diatur oleh
peregangan plika vokalis. Bila plika vokalis dalam aduksi, maka
m.krikotiroid akan merotasikan kartilago tiroid ke bawah dan ke depan,
menjauhi kartilago aritenoid. Pada saat yang bersamaan m.krikoaritenoid
posterior akan menahan atau menarik kartilago aritenoid ke belakang. Plika
vokalis kini dalam keadaan yang efektif untuk berkontraksi. Sebaliknya
kontraksi m.krikoaritenoid akan mendorong kartilago aritenoid ke depan,
sehingga plika vokalis akan mengendor. Kontraksi serta mengendornya plika
vokalis akan menentukan tinggi rendahnya nada.
2.4 Pemeriksaan Pada Tengorokan
2.4.1. Anamnesis
Faring dan Rongga mulut
Keluhan kelainan di daerah faring umumnya yaitu
1. Nyeri tenggorok
2. Rasa banyak dahak di tenggorok
3. Rasa ada yang menyumbat
4. Sulit menelan
5. Nyeri menelan.

17

Nyeri tenggorok apakah keluhan ini hilang timbul atau menetap, disertai rasa
nyeri sampai ke telinga atau tidak. Apakah nyeri tenggorok ini disertai demam, batuk,
serak dan tenggorok terasa kering.apakah pasien merokok dan berapa jumlahnya
perhari.
Dahak di tenggorok merupakan keluhan yang sering timbul. Apakah dahak ini
lendir saja, pus atau bercampur darah dan keluar hanya bila dibatukkan atau terasa
turun di tenggorok.
Rasa sumbatan di leher sudah berapa lama, tempatnya dimana. Sulit menelan
(disfagia) sudah berapa lama dan untuk jenis makanan apa, cair atau padat. Apakah
jugadisertai muntah dan berat badan menurun.
Nyeri menelan (odinofagia) apakah rasa nyeri waktu menelan ini disertai batuk
dan demam.
Laring dan Hipofaring
Keluhan pasien dapat berupa
1. Suara serak
2. Batuk
3. Disfagia
4. Rasa ada sesuatu di leher.
Suara serak (disfoni) atau tidak keluar suara sama sekali (afoni) sudah berapa
lama dan apakah didahului dengan peradangan hidung dan tenggorok. Apakah juga
disertai dengan batuk, rasa nyeri dan penurunan berat badan.
Batuk yang diderita pasien sudah berapa lama dan apakah ada faktor sebagai
pencetus batuk tersebut. Apa yang dibatukkan, dahak kental, bercampur darah dan
jumlahnya. Apakah pasien seorang perokok.
Disfagia atau sulit menelan sudah diderita berapa lama, apakah tergantung dari
jenis makanan dan keluhan ini makin lama, apakah tergantung dari jenis makanan
dan keluhan ini makin lama makin bertambaha. Apakah sebelumnya pernah
menderita penyakit gangguan neuromuskuler.
Rasa ada sesuatu di tenggorok merupakan keluhan yang sering dijumpai dan
perlu ditanyakan sudah berapa lama diderita dan apakah ada keluhan lain yang
menyertainya dan adakah hubungannya dengan keletihan mental dan fisik.
2.4.2 Pemeriksaan Fisik
18

Tonsil dan Faring


Penderita diinstruksikan untuk membuka mulut, perhatikan struktur di kavum
oris mulai dari gigi geligi, palatum, lidah, bukkal. Lihat ada tidaknya kelainan
berupa pembengkakan, hiperemis, massa, atau kainan kongenital. Lakukan
penekanan pada lidah secara lembut dengan spatel lidah. Perhatikan strukturarkus
anterior dan superior, tonsil, dinding dorsal faring. Deskripsikan kelainan-kelainan
yang tampak.
Dengan menggunakan sarung tangan lakukan palasi pada daerah mukosa
bukkal, dasar lidah daerah palatum untuk menilai adanya kelainan-kelaian dalam
rongga mulut.
a. Memeriksa besar tonsil
Besar tonsil ditentukan sebagai berikut :
T0 : tonsil didalam fosa tonsil atau telah diangkat
T1 : bila bsarnya jarak arkus anterior dan uvula
T2 : bila besarnya 2/4 jarak arkus anterior dan uvula
T3 : bila besarnya jarak arkus anterior dan uvula
T4 : bila besarnya mencapai uvula atau lebih
b. Memeriksa mobilitas tonsil
Digunakan 2 spatula
o Spatula 1 : posisi sama dengan diatas
o Spatula 2 : posisi ujungnya vertical menekan jaringan peritonsil,
sedikit lateral dari arkus anterior
o Pada tumor tonsil : fiksasi
o Pada tonsillitis kronik : mobil dan sakit
c. Memeriksa patologi faring
o Faringitis akut : semua merah
o Faringitis kronik : hanya granulae merah
Laring
Pemeriksaan dari luar :
Inspeksi :
- Diperhatikan warna dan keutuhan kulit, serta benjolan yang ada pada daerah
leher sekitar laring. Suatu benjolan yang mengikuti gerakan laring adalah
struma dan kista duktus tireoglossus.
Palpasi berguna untuk :
1. Mengenal bagian- bagian dari kerangka laring (kartilago hyoid, kartilago
tiroid, kartilago krikoid) dan gelang-gelang trakea.
2. Apakah ada udem, struma, kista, metastase. Susunan abnormal dijumpai pada
fraktur dan dislokasi.
3. Laring yang normal, mudah sekali digerakkan kekanan dan kekiri oleh tangan
pemeriksa.
19

Laringoskopi Indirekta
Sambil membuka mulut, instruksikan penderita untuk menjulurkan lidah sejauh
mungkin ke depan. Setelah dibalut dengan kasa steril lidah kemudian difiksasi
diantara ibu jari dan jari tengah. Pasien diinstruksikan untuk bernafas secara normal.
Kemudian masukkan cermin laring yang sesuai yang sebelumnya telah dilidah
apikan ke dalam orofaring. Arahkan cermin laring ke daerah hipofaring sedemikian
rupa sehingga tampak struktur di daerah hipofaring yaitu : epiglottis, valekula, fossa
piriformis, plika eriepiglotika, aritaenoid, plika ventrikularis dan plika vocalis.
Penilaian mobilitas plika vocalis dengan menyuruh panderita mengucapkan huruf I
berulang kali.
2.5 Penyakit Tenggorokan
Dua penyakit pada tenggorokan yang paling sering diantaranya :
1. Tonsilitis Akut
Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A streptokokus
hemolitikus, pneumokokus, streptokokus viridan dan streptokokus pyogenes.
Haemofilus influenzae merupakan penyebab tonsilitis akut supuratif. Infiltrasi
bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil akan menimbulkan reaksi radang
berupa keluarnya leukosit polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus. Detritus
ini merupakan kumpulan leukosit, bakteri yang mati dan epitel yang terlepas.
Secara klinis detritus ini mengisi kriptus tonsil dan tampak sebagai bercak
kuning.
Bentuk tonsilitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsilitis
folikularis. Bila bercak bercak detritus ini menjadi satu, membentuk alur alur
maka akan terjadi tonsilitis lakunaris. Bercak detritus ini dapat melebar sehingga
membentuk membran semu (pseudomembran) yang menutupi tonsil. Pada
keadaan ini diagnosis bandingnya adalah angina Plaut Vincent, tonsilitis difteri,
Scarlet fever dan angina agranulositosis.
Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan
mengukur jarak antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak
permukaan medial kedua tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil dapat dibagi
menjadi :
-

TO : tonsil masuk di dalam fossa atau sudah diangkat


20

T1 : <25% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

T2 :25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

T3 : 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

T4 : > 75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring


Gambar.
Grade tonsilitis

2.3.1.1
Gejala
dan Tanda
Gejala dan tanda yang sering ditemukan adalah nyeri tenggorok
dan nyeri waktu menelan, demam dengan suhu tubuh yang tinggi, rasa
lesu, rasa nyeri di sendi sendi, tidak nafsu makan dan rasa nyeri di
telinga (otalgia). Rasa nyeri di telinga ini karena nyeri alih (referred
pain) melalui saraf nervus glosofaringeus. Pada pemeriksaan tampak
tonsil membengkak, hiperemis dan terdapat detritus membentuk folikel,
lakuna atau tertutup oleh membran semu. Kelenjar submandibula
membengkak dan nyeri tekan.
2.3.1.2 Terapi
Antibiotika spektrum luas atau sulfonamid, antipiretik dan obat
kumur yang mengandung disinfektan.
2.3.1.3 Komplikasi
Pada anak sering menimbulkan komplikasi otitis media akut.
Komplikasi tonsilitis akut lainnya adalah abses peritonsil, abses
parafaring, sepsis, bronkitis, nefritis akut, miokarditis serta artritis. Akibat
hipertrofi tonsil akan meyebabkan pasien bernapas melalui mulut, tidur
mendengakur ( ngorok), gangguan tidur karena terjadinya sleep apnea
yang dikenal sebagai Obstrctive Sleep Apnea Syndrome (OSAS).

21

2.3.3 Tonsilitis Kronis


Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronik ialah rangsangan yang
menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, higienen mulut yang buruk,
pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak
adekuat. Kuman penyebabnya sama dengan tonsilitis akut tetapi kadang
kadang kuman berubah menjadi kuman golongan Gram negatif.
2.3.3.1 Patologi
Karena proses radang berulang yang timbul maka selain epitel
mukosa juga jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses
penyembuhan jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan
mengalami pengerutan sehingga kriptus melebar. Secara klinik kriptus
ini tampak diisi oleh detritus. Proses berjalan terus sehingga menembus
kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan
disekitar fossa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan
pembesaran kelenjar limfe submandibula.
2.3.3.2 Gejala dan Tanda
Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan
yang tidak rata, kriptus melebar dan beberapa kripti terisi oleh detritus.
Rasa ada yang mengganjal di tenggorok, tenggorok dirasakan kering
dan napas berbau.
2.3.3.3 Terapi
Terapi lokal ditujukan kepada higiene mulut dengan berkumur
atau obat hisap.
2.3.3.4 Komplikasi
Radang kronis tonsil dapat menimbulkan komplikasi ke daerah
sekitarnya berupa rinitis kronis, sinusitis atau otitis media secara
perkontinuitatum.
Komplikasi jauh terjadi secara hematogen atau limfogen dan dapat
timbul endokarditis, artritis, miositis, nefritis, uveitis, iridosiklitis,
dermatitis, pruritus, urtikaria dan furunkulosis.
Tonsilektomi dilakukan bila terjadi infeksi yang berulang atau
kronik, gejala sumbatan serta kecurigaan neoplasma.

22

2.3.3

Indikasi Tonsilektomi
Indikasi tonsilektomi menurut American Academy of Otolaryngology
Head and Neck Surgery Clinical Indicators Compendium tahun 1995
menetapkan :
1) Serangan tonsillitis lebih dari 3 kali pertahun walaupun telah
mendapatkan terapiyang adekuat
2) Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan
gangguan pertumbuhan orofasial.
3) Sumbatan jalan nafas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan
jalan nafas,sleep apneu, gangguan menelan, gangguan berbicara, dan
cor pulmonale
4) Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang
tidak hilang dengan pengobatan.
5) Nafas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan
6) Tonsillitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grub A streptokokus
betahemolitikus.
7) Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan.
8) Otitis media efusi atau otitis media supuratif

23

Você também pode gostar

  • Analisa Putusan
    Analisa Putusan
    Documento36 páginas
    Analisa Putusan
    Andi Muhammad Faidzin
    Ainda não há avaliações
  • Analisa Putusan
    Analisa Putusan
    Documento120 páginas
    Analisa Putusan
    oktaglory
    Ainda não há avaliações
  • Agra Ria
    Agra Ria
    Documento6 páginas
    Agra Ria
    Andi Muhammad Faidzin
    Ainda não há avaliações
  • 1
    1
    Documento3 páginas
    1
    Andi Muhammad Faidzin
    Ainda não há avaliações
  • Hukum Perkawinan
    Hukum Perkawinan
    Documento3 páginas
    Hukum Perkawinan
    Andi Muhammad Faidzin
    Ainda não há avaliações
  • Aging Process
    Aging Process
    Documento1 página
    Aging Process
    Andi Muhammad Faidzin
    Ainda não há avaliações
  • Agra Ria
    Agra Ria
    Documento6 páginas
    Agra Ria
    Andi Muhammad Faidzin
    Ainda não há avaliações
  • Latar Belakang
    Latar Belakang
    Documento2 páginas
    Latar Belakang
    Andi Muhammad Faidzin
    Ainda não há avaliações
  • Latar Belakang
    Latar Belakang
    Documento2 páginas
    Latar Belakang
    Andi Muhammad Faidzin
    Ainda não há avaliações
  • Perawatan Luka Episiotomi
    Perawatan Luka Episiotomi
    Documento16 páginas
    Perawatan Luka Episiotomi
    Andi Muhammad Faidzin
    Ainda não há avaliações
  • Cover
    Cover
    Documento2 páginas
    Cover
    Andi Muhammad Faidzin
    Ainda não há avaliações
  • Hukum Perkawinan
    Hukum Perkawinan
    Documento3 páginas
    Hukum Perkawinan
    Andi Muhammad Faidzin
    Ainda não há avaliações
  • DERMATOFITOSIS
    DERMATOFITOSIS
    Documento17 páginas
    DERMATOFITOSIS
    Andi Muhammad Faidzin
    Ainda não há avaliações
  • Case Psikiatri
    Case Psikiatri
    Documento24 páginas
    Case Psikiatri
    Andi Muhammad Faidzin
    Ainda não há avaliações
  • Refreshing Cairan & Elektrolit
    Refreshing Cairan & Elektrolit
    Documento23 páginas
    Refreshing Cairan & Elektrolit
    marianymelati
    Ainda não há avaliações
  • Wawancara Psikiatri
    Wawancara Psikiatri
    Documento16 páginas
    Wawancara Psikiatri
    Andi Muhammad Faidzin
    Ainda não há avaliações
  • Tika Hars
    Tika Hars
    Documento11 páginas
    Tika Hars
    Andi Muhammad Faidzin
    Ainda não há avaliações
  • Referat Kulit
    Referat Kulit
    Documento29 páginas
    Referat Kulit
    Andi Muhammad Faidzin
    Ainda não há avaliações
  • Ca Colon
    Ca Colon
    Documento2 páginas
    Ca Colon
    Andi Muhammad Faidzin
    Ainda não há avaliações
  • Cover Fix
    Cover Fix
    Documento1 página
    Cover Fix
    Andi Muhammad Faidzin
    Ainda não há avaliações
  • Gastropati
    Gastropati
    Documento2 páginas
    Gastropati
    Andi Muhammad Faidzin
    Ainda não há avaliações
  • Kata Pengantar Fix
    Kata Pengantar Fix
    Documento4 páginas
    Kata Pengantar Fix
    Andi Muhammad Faidzin
    Ainda não há avaliações
  • Isk
    Isk
    Documento3 páginas
    Isk
    Andi Muhammad Faidzin
    Ainda não há avaliações
  • LAPORAN KASUS - Identitas
    LAPORAN KASUS - Identitas
    Documento20 páginas
    LAPORAN KASUS - Identitas
    Andi Muhammad Faidzin
    Ainda não há avaliações
  • Penatalaksanaan Demam Derdarah Dengue: Nomor Dokumen Nomor Revisi Halaman ..... /....
    Penatalaksanaan Demam Derdarah Dengue: Nomor Dokumen Nomor Revisi Halaman ..... /....
    Documento3 páginas
    Penatalaksanaan Demam Derdarah Dengue: Nomor Dokumen Nomor Revisi Halaman ..... /....
    Andi Muhammad Faidzin
    Ainda não há avaliações
  • 11.DEMAM TIFOID, Tetanus, DBD
    11.DEMAM TIFOID, Tetanus, DBD
    Documento125 páginas
    11.DEMAM TIFOID, Tetanus, DBD
    Kharisma Akhmad
    Ainda não há avaliações
  • Tipoid
    Tipoid
    Documento3 páginas
    Tipoid
    Andi Muhammad Faidzin
    Ainda não há avaliações
  • Decom
    Decom
    Documento3 páginas
    Decom
    Andi Muhammad Faidzin
    Ainda não há avaliações
  • Klasifikasi Hipertensi JNC 8
    Klasifikasi Hipertensi JNC 8
    Documento4 páginas
    Klasifikasi Hipertensi JNC 8
    Hidayad
    100% (1)
  • SOP Hipertensi
    SOP Hipertensi
    Documento9 páginas
    SOP Hipertensi
    Andi Muhammad Faidzin
    Ainda não há avaliações