Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Disusun Oleh:
M Faizal Akbar
201210160311067
Indonesia sampai saat ini masih memiliki jumlah pengangguran yang tinggi,
dan banyak manajemen perusahaan di Indonesia masih menggunakan karyawan
kontrak, oleh karena itu posisi tawar karyawan di Indonesia relatif rendah, sehingga
bagi karyawan mendapatkan pekerjaan sementara dalam kontrak kerja sudah
dianggap masih lebih baik dari pada menganggur. Karyawan kurang memahami atau
kurang peduli dengan berbagai persyaratan yang tercantum dalam kesepakatan kerja
dengan perusahaan meskipun sering dianggap dapat merugikan pihak karyawan
(Maryono, 2009:28). Hal tersebut merupakan salah satu faktor yang dapat
mengakibatkan meningkatnnya job insecurity (ketidak amanan kerja) yang dialami
karyawan. Menurut suhartono (2007;61) karyawan mengalami rasa tidak aman, dalam
hal ini kondisi pekerjaan, konflik peran, pengembangan karir, dan pusat pengendalian
yang semakin meningkat karena ketidakstabilan terhadap status pekerjaan mereka
yang hanya sebagai karyawan kontrak, sehingga bisa memicu tingginya angka
turnover intention (keinginan untuk pindah) karyawan yang terjadi di perusahaan.
Keinginan untuk pidah turnover intention (keinginan untuk pindah)
merupakan sinyal awal terjadinya turnover karyawan di dalam organisasi. Turnover
intention menunjukan tingkat kecendrungan sikap yang dimiliki oleh karyawan untuk
mencari pekerjaan baru di tempat lain atau adanya rencana untuk meninggalkan
perusahaan dalam masa tiga bulan yang akan datang, enam bulan yang akan datang,
satu tahu yang akan datang dan dua tahun yang akan datang (Low et al, 2001). Sikap
lain yang secara simultan muncul dalam individu ketika muncul turnover intention
adalah berupa keinginan untuk mencari lowongan pekerjaan lain, mengevaluasi
kemungkinan untuk menemukan pekerjaan yang lebih baik di tempat lain. Namun
demikian apabila kesempatan untuk pindah kerja tersebut tidak tersedia atau yang
tersedia tidak lebih menarik dari yang sekarang dimiliki, maka secara emosional dan
mental karyawan akan keluar dari perusahaan yaitu dengan sering datang terlambat,
sering bolos, kurang antusias atau kurang memiliki keinginan untuk berusaha dengan
baik (Rus dan McNeilly, 1995).
Dengan demikian jelas bahwa turnover intention akan berdampak negatif bagi
organisasi karena menciptakan ketidakstabilan terhadap kondisi tenaga kerja,
menurunnya produktivitas karyawan, suasana kerja yang tidak kondusif dan juga
berdampak pada menigkatnya biaya sumber daya manusia. Survey Global Strategy
Rewards 2007/2008 yang dilakukan oleh Watson Wyatt menemukan, umumnya
karyawan dan individu berani memutuskan untuk berpindah kerja dikarenakan
2
alternatif pekerjaan yang tersedia dalam jumlah yang melimpah, sehingga tidak ada
kesulitan bagi karyawan yang mengundurkan diri untuk mendapatkan pekerjaan
kembali. Kondisi yang ada di Indonesia tidaklah demikian, jumlah pengangguran
berbanding terbalik dengan lapangan pekerjaan yang tersedia. Namun demikian,
walaupun lapangan pekerjaan yang tersedia sangat terbatas jumlahnya, fakta yang ada
justru menunjukan tngkat turnover yang tinggi di Indonesia.
Tingkat turnover yang terjadi di Indonesia untuk posisi-posisi penting (level
managerial dan diatasnya) umumnya berkisar 10-12% pertahun. Demikian pula
dengan penelitian yang dilakukan Pramesti Dewi dan Mubasysyr Hasanbasri (2007)
menemukan 75% responden memiliki keinginan untuk keluar dari perusahaan.
Robinson dan Rousseau (2000) menyatakan bahwa kontra kerja secara umum
mengacu pada dokumen tertulis yang mengatur hak dan kewajiban seorang karyawan
dan tunduk pada peraturan perusahaan. Selanjutnya Robinson dan Rousseau (2000)
menjelaskan bawa kontrak mengikat karyawan dan perusahaan salam suatu persatuan
kerja, mengatur perilaku masing-masing pihak dalam perusahan serta memungkinkan
pencapaian tujuan perusahaan. Selain itu Ridlo (2012) juga menyatakan, penelitian
yang dilakukan Hom dkk (1979); Michaels dan Spector (1982); Arnold dan Fieldman
(1982); Steel dan Ovalle (1984) menemukan bahwa kontrak kerja mempunyai
korelasi yang negatif dan signifikan terhadap turnover intention yang disebabkan job
insecurity.
Kontrak kerja berfungsi untuk memperkuat perjanjian antara pekerja dengan
pengusaha agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti turover karyawan
yang dapat merugikan pengusaha, dan bisa kita ambil contoh apa bila ada karyawan
yang ingin keluar dari perusahaan dengan alasan apapun, akan tapi karyawan tersebut
tidak memenuhi perjanjian/kontrak kerja yang sudah dibuat antara karyawan dengan
perusahaan dan hal itu dirasa merugikan perusahaan, maka perusahaan dapat
memberikan konsekwensi yang sudah disepakati, bahkan perusahaan dapat membawa
persoalan itu kejalur hukum. Hal ini juga diperkuat dengan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, bahwa surat perjanjian
kerja waktu tertentu yang berbunyi: Apabila pengusaha atau pekerja mengakhiri
perjanjian kerja untuk waktu tertentu sebelum waktunya berakhir, maka pihak yang
mengakhiri perjanjian kerja tersebut wajib membayar ganti rugi kepada pihak lainnya
sebesar sisa upah pekerja sampai waktu atau pekerja seharusnya selesai, kecuali
apabila putusnya hubungan kerja karena alasan memaksa/kesalahan berat pekerja.
3
Maka konsekuensinya perjanjian kerja tersebut menjadi batal demi hukum dan dapat
dibatalkan.
Bisnis waralaba kini telah menjamur di indonesia, perkembangannya yang
pesat mengindikasikan sebagai salah satu bentuk investasi yang menarik, sekaligus
membantu pelaku usaha dalam memulai suatu usaha sendiri dengan tingkat kegagalan
yang rendah. Salah satu perusahaan yang menerapkan sistem waralaba dalam proses
bisnisnya adalah PT. Indomarco Prismatama atau biasa kita sebut indomaret Group.
Sejak berdiri tahun 1997-2014 indomaret memiliki 10.600 gerai, dari total itu 60%
gerai adalah milik sendiri dan sisanya 40% gerai waralaba milik masyarakat yang
tersebar diseluruh Indonesia. Indomaret merupakan jaringan minimarket yang
menyediakan kebutuhan pokok dan kebutuhan sehari-hari. Sampai saat ini, salah satu
masalah yang ada dalam perusahaan tersebut adalah tingginya tingkat turnover
karyawan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan karyawan kontrak indomaret pada
beberapa gerai indomaret yang ada di kota malang mendapatkan hasil bahwa
karyawan kontrak indomaret berniat untuk melakukan turnover dengan berbagai
alasan, diantaranya kondisi pekerjaan berat yang tidak sesuai dengan perkiraan,
ketidak jelasan peran dalam suatu pekerjaan, ketidakpercayaan individu mengenai
kemampuannya untuk mempengaruhi kejadian-kejadian yang berhubungan dengan
kehidupannya. Selain itu ketidak jelasan sistem pengembangan karir juga menjadi
alasan karyawan untuk melakukan turnover. Namun adapula karyawan yang tidak
sama sekali berniat untuk melakukan turnover dengan alasan mereka sudah nyaman
berada dalam perusahaan itu walaupun fasilitas-fasilitas yang mereka dapat bisa
dikatakan seadanya.
Dari hasil pemikiran diatas, penulis tertarik untuk menguji seberapa besar
pengaruh job insecurity pada turnover karyawan dan menulisnya dalam skripsi yang
berjudul Analisis Pengaruh Job Insecurity Terhadap Turnover Intention Dengan
Kontrak Kerja Sebagai Variabel Pemoderasi (Studi Kasus Pada Karyawan Kontrak
indomaret Group di Kota Malang).
B. Rumusan Masalah
4
Berdasarkan
latarbelakang
masalah
yang
sudah
dikemukakan
sebelumnya, maka dapat disajikan beberapa masalah pokok yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana
pengaruh
job
insecurity
(kondisi
pekerjaan,
konflik
peran,
D. Tujuan penelitian
Dari perumusan masalah tersebut, maka penelitian ini dilakukan dengan
tujuan:
5
No
Keterangan
Uraian
.
1
Nama Peneliti
Judul Penelitian
Metode
Perguruan Tinggi)
Questionnarie,
Non-randomly,
6
Purpos
Judgement
Hasil Penelitian
Sampeling.
Penelitian ini berhasil mendukung hipotesis dengan
menunjukan pengaruh role conflict, locus of control, dan
organization change terhadap joc insecurity, kecuali role
ambiquity tidak berpengaruh signifikan terhadap job
insecurity dan hasil penelitian ini pula menunjukan
pengaruh langsung job insecurity terhadap turnover
intentions. Penelitian ini menemukan presepsi dan
kepribadian tiap individu dapat menimbulkan pengaruh
negatif pada job insecurity sekaligus memicu terjadinya
turnover intentions. Serta mengindikasikan besarnya
peluang alternatif kerja bagi akuntan pendidik yang
merasa insecur terhadap profesinya.
Nama Peneliti
Judul Penelitian
Terhadap
Turnover
Intention
Serta
No
.
3
Keterangan
Uraian
Nama Peneliti
Judul Penelitian
Metode
Tengah
Questionnarie, Analisis Regresi Linier
Hasil Penelitian
G. Landasan Teori
1. Manajemen Sumber Daya Manusia
Mathis dan Jackson (2004:3) mendefinisikan manajemen sumber daya
manusia sebagai suatu perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan
terhadap pengadaan, pengembangan, pemberian balas jasa, pengintegrasian,
pemeliharaan & pemisahan tenaga kerja dalam rangka mencapai tujuan organisasi.
Sedangkan Menurut Hasibuan (2013:10), manajemen sumber daya manusia adalah
ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien,
membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat. Dari beberapa
definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah
suatu ilmu dimana penerapan strateginya bermula dari membangun program
pendayagunaan
sumber
daya
mencapai tujuan organisasi. Job Insecurity Smithson dan Lewis (2002) mengartikan
job insecurity sebagai kondisi psikologis seseorang karyawan yang menunjukkan
rasa bingung atau merasa tidak aman dikarenakan kondisi lingkungan yang berubahubah (perceived impermanance). Kondisi ini muncul karena banyaknya jenis
pekerjaan yang sifatnya sesaat atau pekerjaan kontrak. Makin banyaknya jenis
pekerjaan dengan durasi waktu yang sementara atau tidak permanen, menyebabkan
jenis pekerjaan atau pada lokasi yang berbeda namun masih dalam
perusahaan yang sama. Employment security merupakan rasa tidak aman yang
mencakup di dalamnya tidak adanya kesempatan untuk berganti perusahaan.
Secara umum, job insecurity adalah ketidakamanan dalam bekerja secara
psikologis. Berikut ini merupakan definisi job insecurity dari beberapa ahli:
a. Job insecurity merupakan ketidakberdayaan seseorang/perasaan kehilangan
kekuasaan untuk mempertahankan kesinambungan yang diinginkan dalam
kondisi/situasi kerja yang terancam (Greenhalgh dan Rosenblatt, 1984). Definisi
multidimensional tersebut, di mana job insecurity disebabkan, tidak hanya oleh
ancaman kehilangan pekerjaan tetapi juga oleh hilangnya dimensi pekerjaan
(Ashford et al., 1989; Greenhalgh dan Rosenblatt, 1984; Rosenblatt dan Ruvio,
1996).
b. Job insecurity mencerminkan derajat kepada karyawan yang merasakan pekerjaan
mereka terancam dan merasakan tidak berdaya untuk melakukan segalanya tentang
itu (Ashford et al., 1989).
c. Jacobson dan Hartley (1991) dalam Kinnunen et al. (2000) menyatakan bahwa job
insecurity dapat dilihat sebagai pertentangan antara tingkat keamanan yang
dirasakan oleh seseorang dengan tingkat keamanan yang diharapkannya.
d. Smithson dan Lewis (2000) dalam Kurniasari (2004) mengartikan job insecurity
sebagai kondisi psikologis seseorang (karyawan) yang menunjukkan rasa bingung
atau merasa tidak aman dikarenakan kondisi lingkungan yang berubah-ubah
(perceived impermanance). Kondisi ini muncul karena banyaknya jenis pekerjaan
9
yang sifatnya sesaat atau pekerjaan kontrak. Makin banyaknya jenis pekerjaan
dengan durasi waktu yang sementara atau tidak permanen, menyebabkan semakin
banyaknya karyawan yang mengalami job insecurity.
Dari beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa job insecurity
merupakan kondisi ketidakamanan kerja yang dialami oleh seseorang yang
disebabkan oleh perubahan-perubahan lingkungan (faktor eksternal) dan watak atau
kepribadian dan mental seseorang yang mengalami kondisi tersebut (faktor internal).
Seseorang yang mempunyai kepribadian yang positif (positive affectivity) atau
kepribadian yang negatif (negative affectivity), keduanya akan memberikan pengaruh
pada kesehatan mental yang baik atau tidak baik (Partina, 2002).
2.2 Model Job Insecurity
Model Job Insecurity Greenhalgh dan Rosenblatt (1984) terdiri dari lima
komponen, empat komponen utama berfungsi mengukur derajat ancaman yang dapat
diterima untuk melanjutkan situasi kerja (Saverity of Threth) dan komponen kelima
menekankan pada kemampuan individu untuk mengatasi ancaman pada keempat
komponen tadi secara terinci, kelima komponen Job Insecurity dinyatakan sebagai
berikut:
a. Arti penting aspek kerja (the importance of work factor), yaitu berupa ancaman
yang diterima pada berbagai aspek kerja seperti promosi, kenaikan upah atau
mempertahankan upah yang diterima saat ini, mengatur jadwal kerja.
b. Arti penting keseluruhan kerja (the importance ofjob event) seperti kejadian
promosi, kejadian untuk diberhentikan sementara waktu, kejadian tersebut,
ancaman ini meningkatkan Job Insecurity.
c. Mengukur kemungkinan perubahan negatif pada kejadian kerja (Likelihood of
negative change in job event). Semakin besar timbulnya ancaman negatif pada
aspek kerja akan memperbesar kemungkinan timbulnya job insecurity pada
karyawan.
d. Mengukur kemungkinan perubahan negatif pada keseluruhan kerja (Likelihood of
negative change in job event), seperti kehilangan pekerjaan maka akan
meningkatkan Job Insecurity karyawan.
e. Ketidakberdayaan (Powerlesness) yang dirasakan individu, membawa uotcomes
pada cara individu menghadapi keempat komponen diatas. Artinya, jika terjadi
ancaman pada aspek kerja atau kejadian kerja, maka mereka akan menghadapinya
10
11
tersebut. Masalah ini sering timbul pada karyawan yang bekerja di perusahaan
besar, yang kurang memiliki struktur yang jelas, tuntutan kerja, tanggung jawab
kerja, prosedur tugas dan kerja.
c. Pengembangan Karir. Ketidak jelasan jenjang karir, penilaian prestasi kerja,
budaya nepotisme dalam manajemen perusahaan atau
3. Turnover Intention
3.1 Definisi Turnover Intention
Istilah turnover berasal dari kamus Inggris-Indonesia berarti pergantian.
Sedangkan Mobley (1996) seorang pakar dalam masalah pergantian karyawan
memberikan batasan turnover sebagai berhentinya individu dari anggota suatu
organisasi
yang
bersangkutan.
Sementara
Cascio
dalam
Novliadi
(2007)
menyebabkan timbulnya intensi turnover ini dan diantaranya adalah keinginan untuk
mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Pendapat tersebut juga relatif sama dengan
pendapat yang diungkapkan sebelumnya, bahwa intensi turnover pada dasarnya
adalah keinginan untuk meninggalkan (keluar) dari perusahaan.
3.2 Jenis Turnover Intention
Robbins (1996), menjelaskan bahwa turnover dapat terjadi secara sukarela
(voluntary turnover) maupun secara tidak sukarela (involuntary turnover), berikut
penjelasannya:
a. Voluntary turnover atau quit merupakan keputusan karyawan untuk meninggalkan
organisasi secara
sukarela
pekerjaan yang ada saat ini, dan tersedianya alternatif pekerjaan lain.
b. Involuntary turnover atau pemecatan menggambarkan keputusan pemberi kerja
(employer) untuk menghentikan hubungan kerja dan bersifat uncontrollable bagi
karyawan yang mengalaminya.
3.3 Indikasi Terjadinya Turnover Intention
Menurut Harnoto (2002:2) Turnover intentions ditandai oleh berbagai hal
yang menyangkut perilaku karyawan, antara lain: absensi yang meningkat, mulai
malas kerja, naiknya keberanian untuk melanggar tata tertib kerja, keberanian untuk
menentang atau protes kepada atasan, maupun keseriusan untuk menyelesaikan semua
tanggung jawab karyawan yang sangat berbeda dari biasanya. Indikasi-indikasi
tersebut bisa digunakan sebagai acuan untuk memprediksikan turnover intentions
karyawan dalam sebuah perusahaan.
a. Absensi yang meningkat
Karyawan yang berkinginan untuk melakukan pindah kerja, biasanya ditandai
dengan absensi yang semakin meningkat. Tingkat tanggung jawab karyawan dalam
fase ini sangat kurang dibandingkan dengan sebelumnya.
b. Mulai malas bekerja
Karyawan yang berkinginan untuk melakukan pindah kerja, akan lebih malas
bekerja karena orientasi karyawan ini adalah bekerja di tempat lainnya yang
dipandang lebih mampu memenuhi semua keinginan karyawan bersangkutan.
c. Peningkatan terhadap pelanggaran tatatertib kerja
Berbagai pelanggaran terhadap tata tertib dalam lingkungan pekerjaan sering
dilakukan karyawan yang akan melakukan turnover. Karyawan lebih sering
14
Biasanya hal ini berlaku untuk karyawan yang karakteristik positif. Karyawan ini
mempunyai tanggung jawab yang tinggi terhadap tugas yang dibebankan, dan jika
perilaku positif karyawan ini meningkat jauh dan berbeda dari biasanya justru
menunjukkan karyawan ini akan melakukan turnover.
3.4 Pengaruh Turnover Intentions
Turnover cukup merugikan perusahaan karena banyak biaya yang telah
dikeluarkan seperti uang pisah, ketidak manfaatan fasilitas sampai mendapatkan
karyawan yang keluar, biaya kepegawaian (seperti rekruitmen, interview, test,
pencatatan komputer, kepindahan, administrasi pencatatan, dan perubahan payroll).
Kerugian nyata adalah kehilangan produktifitas sampai karyawan baru mencapai
tingkat produktfitas sama dengan karyawan lama yang berhenti tersebut. Mobley
(1996) juga mengakui bahwa turnover dapat berdampak positif baik bagi perusahaan
maupun karyawan sendiri. Dengan adanya turnover yang dilakukan oleh karyawan
yang kurang berpotensi akan memberikan kesempatan kepada perusahaan untuk
merekrut karyawan baru yang lebih berpotensi.
Sementara itu karyawan yang berpotensi akan dapat mengembangkan
potensinya di perusahaan lain dari pada karyawan tersebut tetap berada di perusahaan
sebelumnya yang kurang menghargai potensinya. Turnover yang tinggi mempunyai
dampak negatif dan positif bagi perusahaan. Aspek negatif yang dirasakan adalah
susahnya mencari pengganti karyawan yang keluar tersebut dari segi kualitas,
tingginya biaya pergantian karyawan tersebut baik secara langsung maupun tidak
langsung, karyawan yang tinggal akan terganggu dan perginya rekan kerjanya yang
berprestasi tersebut, dan juga reputasi perusahaan dimata masyarakat tidak baik.
Aspek positifnya, adanya kesempatan bagi perusahaan untuk melakukan promosi
internal dan pemasukan tenaga ahli.
4. Kontrak Kerja
15
Robinson dan Rousseau (2000) menyatakan bahwa kontra kerja secara umum
mengacu pada dokumen tertulis yang mengatur hak dan kewajiban seorang karyawan
dan tunduk pada peraturan perusahaan. Selanjutnya Robinson dan Rousseau (2000)
menjelaskan bawa kontrak mengikat karyawan dan perusahaan salam suatu persatuan
kerja, mengatur perilaku masing-masing pihak dalam perusahan serta memungkinkan
pencapaian tujuan perusahaan. Selain itu Ridlo (2012) juga menyatakan, penelitian
yang dilakukan Hom dkk (1979); Michaels dan Spector (1982); Arnold dan Fieldman
(1982); Steel dan Ovalle (1984) menemukan bahwa kontrak kerja mempunyai
korelasi yang negatif dan signifikan terhadap turnover intention yang disebabkan job
insecurity.
Kontrak kerja berfungsi untuk memperkuat perjanjian antara pekerja dengan
pengusaha agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti turover karyawan
yang dapat merugikan pengusaha, dan bisa kita ambil contoh apa bila ada karyawan
yang ingin keluar dari perusahaan dengan alasan apapun, akan tapi karyawan tersebut
tidak memenuhi perjanjian/kontrak kerja yang sudah dibuat antara karyawan dengan
perusahaan dan hal itu dirasa merugikan perusahaan, maka perusahaan dapat
memberikan konsekwensi yang sudah disepakati, bahkan perusahaan dapat membawa
persoalan itu kejalur hukum.
Menurut pasal 54 UU No.13/2003, Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis
sekurang kurangnya harus memuat:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
sanksi yang akan dijatuhkan terhadap pekerja yang melakukan pelanggaran diatur
dalam perjanjian kerja, hal ini telah dipertegas dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, bahwa surat perjanjian
kerja waktu tertentu yang berbunyi: Apabila pengusaha atau pekerja mengakhiri
perjanjian kerja untuk waktu tertentu sebelum waktunya berakhir, maka pihak yang
16
mengakhiri perjanjian kerja tersebut wajib membayar ganti rugi kepada pihak lainnya
sebesar sisa upah pekerja sampai waktu atau pekerja seharusnya selesai, kecuali
apabila putusnya hubungan kerja karena alasan memaksa/kesalahan berat pekerja.
Maka konsekuensinya perjanjian kerja tersebut menjadi batal demi hukum dan dapat
dibatalkan.
H. Kerangka Pikir
Penulis berpendapat bahwa turnover intention dapat terjadi karena adanya
pengaruh dari job insecurity dengan variabel kondisi pekerjaan (Xa), konflik peran
(Xb), pengembangan karir (Xc), dan pusat pengendalian (Xd). Akan tetapi dengan
adanya variabel pemoderasi yaitu kontrak kerja (Z) maka diharapkan akan
mengurangi turnover intention (Y) yang dapat merugikan perusahaan. Berdasarkan
pemikiran tersebut maka dapat digambarkan hubungan kerangka pikir sebagai
berikut:
Gambar 1.1 Kerangka Pikir
Kontrak Kerja
(Z)
Job Insecurity
X
Za
Zb
Zc
Zd
Keterangan:
a. Variabel Terikat
Y
: Turnover Intention
b.
Variabel Bebas
17
Xa
: Kondisi Pekerjaan
Xb
: Konflik Peran
Xc
: Pengembangan Karir
Xd
: Pusat Pengendalian
c. Variabel Pemoderasi
Z: Kontrak Kerja
I. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan rancangan kerangka konseptual dan kajian teori di atas, maka
peneliti menyampaikan hipotesis bahwa:
1. Job Insecurity dengan Turnover Intention
a. Kondisi pekerjaan dapat menyebabkan meningkatnya turnover intention yang
dapat merugikan perusahaan, karena karyawan merasa tidak nyaman dengan
lingkungan kerjanya.
b. Konflik peran dapat menyebabkan meningkatnya turnover intention yang dapat
merugikan perusahaan, karena karyawan merasa tidak memiliki peran yang jelas
di dalam organisasi.
c. Pengembangan karir dapat menyebabkan meningkatnya turnover intention yang
dapat merugikan perusahaan, karena karyawan merasa jalur karir yang disediakan
perusahaan tidak jelas dan tingginya tingkat nepotisme di perusahaan.
d. Pusat pengendalian dapat menyebabkan meningkatnya turnover intention yang
dapat merugikan perusahaan, karena karyawan tidak memiliki kepercayaan diri
mengenai
kemampuannya
untuk
mempengaruhi
kejadian-kejadian
yang
H1b
H1c
H1d
2. Kontrak Kerja
18
H2b
H2c
H2d
J. Metode Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Lokasi pengambilan penelitian ini dilakukan pada karyawan kontrak indomaret di
kota malang.
2. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode deskriptif,
pengukuran sekala jawaban disajikan untuk responden diukur dengan menggunakan
skala interval 1 sampai 5. Berdasarkan waktu, penelitian ini termasuk studi satu tahap,
yaitu penelitian yang saatnya dikumpulkan sekaligus pada periode tertentu. Penelitian
ini dilakukan pada lingkungan yang natural dan ditujukan kepada tiap individu dari
beberapa gerai indomaret di kota Malang.
3. Populasi dan Sampel
Populasi merupakan keseluruhan kumpulan orang, kejadian atau sesuatu yang
menarik dan dapat digunakan peneliti dalam melakukan penelitian (Sekaran, 2006).
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan kontrak yang
bekerja di indomaret di kota Malang. Sampel terdiri dari beberapa anggota yang
19
diambil dari populasi (Sekaran, 2006). Sampel pada penelitian ini adalah
600
N
N d 2 +1
Keterangan:
n = Jumlah sampel
N = Jumlah populasi = 600
d2 = Presisi (ditetapkan 10% dengan tingkat kepercayaan 95%)
Berdasarkan rumus tersebut, maka diperoleh jumlah sampel sebagai berikut:
n=
N
2
N d +1
n=
600
7
600
( 600 ) 0,12 +1
21
n x
2
(( x ))(n y 2( y 2 ))
n xy ( x )( y)
r=
Keterangan:
r
x
y
n
= Koefesien korelasi
= Skor tiap butir pertanyaan
= Skor total
= Jumlah sampel
Apabila r sudah diketahui, maka selanjutnya membandingkan hasil dari r
perhitungan dengan r yang terdapat dalam tabel. Jika hasil nilai dari r hitung lebih
besar dari r dalam tabel pada alpha tertentu maka dikatakan signifikan sehingga dapat
disimpulkan bahwa butir pertanyaan adalah valid, sedangkan apabila r hitung lebih
kecil dari pada r dalam tabel maka instrument tersebut dinyatakan tidak valid. Kriteria
yang ditetapkan adalah r hitung (koefesien korelasi) lebih besar dari r tabel (nilai
kritis) pada taraf signifikasn = 0,05, jika koefisien korelasi lebih besar dari nilai
kritis maka alat tersebut dapat dikatakan valid.
b. Uji Realibilitas
Uji ini perlukan untuk mengetahhui kesetabilan alat ukur. Menurut Arikunto
(2006) realibilitas menunjukan pada suatu pengertian bahwa suatu instrumen dapat
dipercaya untuk dapat digunakan sebagai alat pengumpulan data karena instrument
tersebut sudah baik, dengan demikian realibilitas menunjukan pada keterhandalan
sesuatu. Sebuah alat ukur dikatakan realibel apabila pengulangan pengukuran untuk
subyek penelitian yang sama menunjukan hasil yang konsisten. Rumus yang
digunakan untuk mencari realibilitas dalam penelitian ini menggunakan rumus alpha
croncbach (Arikunto, 2006) dengan rumus:
k
b 2
1
k 1
2
( )(
r 11 =
Keterangan:
r 11
K
= Reabilitas instrument
= Banyak butir pertanyaan
22
b
2
Apabila r hitung lebih besar daripada r tabel, maka data yang digunakan
adalah realibel, sebaliknya jika r hitung lebih kecil daripada r tabel maka data yang
digunakan tidak realibel. Suatu instrumen penelitian dikatakan reliabel apabila nilai
alpha > atau = 0,06.
predictor
Intervening, eksogen,
Moderator
Berinteraksi dengan
antestdent, prediktor
(3)
(Homologizer)
(4)
predictor
di
peneliti
Berdasarkan
gambar
atas,
langkah
pertama
melakukan
23
Xi
Zi
= Moderator
24
= Koefisien regresi
Fhitung =
( SSRT SSRG )
k
SSRG
(n 1+ n 22 k )
Keterangan:
SSRT
SSRG
= Jumlah variabel
n1
n2
25
sub-kelompok,
karena
menggunakan
pendekatan
analitik
yang
(1)
Yi = + 1X1 + 2Zi +
(2)
(3)
Jika persamaan (2) dan (3) tidak berbeda secara signifikan atau (3 = 0; 2
0) maka Z bukanlah variabel moderator, tetapi sebagai variabel predictor (independen)
seperti yang terlibat pada kuadran 1 pada gambar 1.2 jika variabel Z merupakan
variabel pure moderator (kuadran 4) maka persamaan (1) dan (2) tidak berbeda tetapi
harus berbeda dengan persamaan (3) atau (2 = 0; 3 0). Variabel Z merupakan
variabel quasi moderator (kuadran 3) jika persamaan (1), (2), dan (3) harus berbeda
satu dengan lainnya atau (2 3 0).
c. Uji Hipotesis
1) Uji Selisih Mutlak
Frucot dan Shearon (Ghozali, 2013) mengajukan model regresi yang agak
berbeda untuk menguji pengaruh moderasi yaitu dengan model nilai selisih mutlak
dari variabel independen dengan rumus persamaan regresi:
Y= + 1X1 + 2X2 + 3 |X1 X2|
Dimana:
Xi merupakan merupakan nilai standardizer skor [(Xi Xi) / Xi] = Zscore |X1 X2|
= merupakan interaksi yang diukur dengan nilai absolut perbedaan antara X1 dan X2.
2) Uji Koefisien Determinasi (R2)
Uji koefesien determinasi digunakan untuk mengetahui besarnya sumbangan
pengaruh variabel dependen terhadap variabel independen dalam bentuk persen yang
dapat dilihat pada nilai adjusted R Square (R2). Jika nilai R2 yang kecil berarti
26
Ghozali
(2013)
variabel
moderasi
adalah
variabel
yang
variabel dependen dan variabel independen. Hasil penelitian Manurung dan Ratnawati
(2012) menyatakan bahwa wanita lebih cendrung melakukan turnover, selanjutnya
individu dengan usia 21-30 lebih cendrung melakukan turnover dibanding rentan usia
yang lain, selanjutnya dilihat dari masa kerja, masa kerja lebih dari dua tahun lebih
cendrung melakukan turnover, dan yang terakhir mengenai pendidikan terakhir
S1/DIV lebih besar kemungkinan untuk melakukan turnover. Berdasarkan hasil
penelitian tersebut maka variabel kontrol dalam penelitian ini adalah jenis kelamin,
usia, masa kerja, dan pendidikan terakhir.
Daftar Pustaka
Akdon dan Ridwan. 2007. Rumusan dan Data dalam Analisis Statistika. Cet 2. Bandung:
Alfabeta.
Arikunto Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka
Cipta.
Ashford, S.J., C. Lee, dan P. Bobko. 1989. Content, Causes, and Consequences of Job
insecurity: A Theory Based Measure and Substantive Test, Academy of
Management Journal, Vol. 32, No. 4, P. 803-829.
Ghozali, Imam. 2013. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program. Edisi Ketujuh.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Grant Kent, David W. Cravens, George S. Low and William C. Moncrief. 2001. The
Role of Satisfaction With Territory Design on the Motivation, Attitudes, and
Work Outcomes of Salespeople, Journal of the Academy of Marketing Science,
Volumen 29, No. 2, P. 165-178.
Greenhalgh, L. & Z. Rosenblatt. 1984. Job Insecurity: Towards Conseptual Clarity,
Academy of Management Review, Vol. 9, No. 3, P. 438-448.
Harnoto. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi kedua. Jakarta: PT. Prehallindo.
Hasibuan, Malayu S.P. 2013. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Revisi. Jakarta: Bumi
Aksara.
Henle, Christine A. Dan Blanchard, Anita L. 2008. The Interaction of Work Stressor and
Organizational Sanctions on Cayberloafing, Journal of Managerial Issues, 20:383400.
Ilham, A., Ridlo. 2012. Turn Over Karyawan. Kajian Literatur.
28
Kinnunen, U., S. Mauno, J. Natti, dan M. Happonen. 2000. Organizational Antecedents and
Outcomes of Job insecurity: A Longitudinal Study In Three Organizations In
Finland, Journal of Organizational Behavior, 21: 443-459.
Kurniasari, L.b2004. Pengaruh Komitmen Organisasi dan Job insecurity Karyawan
Terhadap Intensi Turnover, Tesis S2 Tidak Dipublikasikan Universitas Airlangga
Surabaya.
Low. George. S., 2001, Antecedents and Consequences of Salesperson Burnout, European
Journal of Marketing, Vol. 35, No. 5/6, p. 587-611.
Manurung dan Ratnawati. 2012. Analisis Pengaruh Stres Kerja dan Kepuasan Kerja
Terhadap Turnover Intention Karyawan, Journal of Managemen, Vol.1, No. 2, p.
145-157.
Maryono. 2009. Tenaga Kontrak: Manfaat Dan Permasalahannya. Jurnal Bisnis dan
Ekonomi (JBE), Vol. 16, No.1, P. 26 31.
Mathis, Robert L. & Jackson, John H. 2004. Human Resource Management. Edisi 10.
Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Mobley, W. H. 1996. Pergantian Karyawan: Sebab Akibat dan Pengendaliannya.
Terjemahan. Jakarta: PT Pustaka Binaman Pressindo.
Partina, A. 2002. Dukungan Sosial Sebagai Variabel Pemoderasi Hubungan Antara Job
insecurity dan Konsekuensinya, Tesis S2 Tidak Dipublikasikan Universitas Gadjah
Mada Yogyakarta.
Robbins, SP. 2006. Perilaku Organisasi. Edisi Indonesia. PT Indeks Kelompok.
Robinson, S. L. dan Rousseau, D. M. 2000. Psychological Contract Inventory Technical
Report. USA: Carnegie Mellon University.
Rosenblattt, Z., dan A. Ruvio. 1996. A Test Multidimensional Model of Job Insecurity: The
Case of Israeli Teachers, Journal of Organizational Behavior, 17:587-605.
Russ, F.A., & McNelly, K.M. 1995. Link among satisfaction, commitmen and turnover
intension: the moderating effect of experiences, gender and perfomance, Journal of
Business Research, 34: 57-65.
Sekaran, U. 2003. Reaserch Methodhs for Buisness. USA: John Willey and Sons Inc.
Smithson, Janet & Lewis, Suzan. (2000). Is job insecurity changing the psychological
contract Personnel Review, Vol.29, No.6, P. 680-702.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Suhartono, R. 2007. Resign NoWay: Rahasia Sukses dan Bertahan di Tempat Kerja.
Yogyakarta: Media Pressindo.
29
30