Você está na página 1de 45

----~-

---

a.

.~

LAPORAN AKHIR

PROGRAM RISET INSENTIF 2010

(RIPP)

JUDUL

Rekayasa Genetik Azospirillum U nggul uotuk Menurunkan

Penggunaan Pupuk Nitrogen Sebesar 30% dan Penggunaan

Pupuk Fosfat Sebesar 15% dari Standar Pemupukan untuk

Padi Sawah

Peneliti Utama
Eny Ida Riyanti, PhD

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

BALAl BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

BIOTEKNOLOGI DAN SUMBERDAYA GENETIK

PERTANIAN

Jl. Tentara Pelajar 3A, Bogor 16111, Telp. 0251-8337975, Faks. 0251-8338820

Email: borif@indo.net.id.biogen@litbang.deptan.go.id

a.

LAPORAN AKHIR
PROGRAM RISET INSENTIF 2010
(RIPP)

JUDUL

Rekayasa GenetikAzospirillum Unggul untuk Menurunkan

Penggunaan Pupuk Nitrogen Sebesar 30% dan Penggunaan

Pupuk Fosfat Sebesar 15% dari Standar Pemupukan untuk

Padi Sawah

Peneliti Utama
Eny Ida Riyanti, PhD

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

BIOTEKNOLOGI DAN SUMBERDAYA GENETIK

PERTANIAN

JI. Tentara Pelajar 3A, Bogor 16111, TeJp. 0251-8337975, Faks. 0251-8338820

Email: borif@indo.net.id.biogen@litbang.deptan.go.id

LAPORAN AKHIR
PROGRAM RISET INSENTIF 2010
(RIPP)

JUDUL

Rekayasa Genetik Azospirillum Unggul untuk Menurunkan

Penggunaan Pupuk Nitrogen Sebesar 300/0 dan Peoggunaan

Pupuk Fosfat Sebesar 15% dari Staodar Pemupukan uotuk

Padi Sawah

Tim Peneliti

Eny Ida Riyanti, PhD

Dr. Toto Hadiarto

Dwi Ningsih Susilowati, MSi

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

BIOTEKNOLOGI DAN SUMBERDAYA GENETIK

PERTANIAN

JI. Tentara Pelajar 3A, Bogor 16111, Telp. 0251-8337975, Faks. 0251-8338820

Email: borif@indo.net.id.biogen@litbang.deptan.go.id

ii

LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN


l.

Judul Penelitian

Program Penelitian Insentif


Program
Bidang
Topik Penelitian
Peneliti Utama
Nama Lengkap
Jenis kelamin
7. Lama Penelitian
Tahun Dimulai
Tahun Berakhir
8. Surat Perjanjian
Nomor
Tanggal
9. Biaya Tahun 2010
Tahap I (30%)
Tahap II (50%)
Tahap III (20%)

Rekayasa Genetik Azospirillum Unggul


untuk ~enurunkan Penggunaan Pupuk
Nitrogen Sebesar 30% dan Penggunaan
Pupuk Fosfat Sebesar 15% dari Standar
Pemupukan untuk Padi Sawah
Tahun ke-2
Riset Insentif Terapan
Ketahanan Pangan
Pupuk Hayati

2.
3.
4.
5.
6.

Eny Ida Riyanti, PhD


Peremguan
2 tahun
2009
2010
79. 7/LB.620/1 12/20 10
12 Pebruari 2010
Rp 165.000.000,, Rp.49.500.000,Rp. 82.500.000,Rp.33.000.000,

30

KEP ALA BALAI BESAR PENELITIAN


DANPENGEMBANGAN
BIOTEKNOLOGI DAN
SUMBERDA YA GENETIK
PERTANIAN
~

Bogor, Nopember 2010


Peneliti Utama

Dr. Karden Mulya


NIP 19601109 198603 1 002
PRAKATA

Eny Ida Riyanti, PhD


NIP. 19650202 1992032001

iii

I
I
i

RINGKASAN

Rekayasa Genetik Azospirillum Unggul untuk Menurunkan Penggunaan Pupuk Nitrogen


Sebesar 30% dan Penggunaan Pupuk Fosfat Sebesar 15% dari Standar Pemupukan untuk
Padi Sawah. Eny Ida RiyaDti, Toto Hadiarto, D. N. Susilowati. Pertanian modem di
Indonesia sangat tergantung dengan penggunaan pupuk kimia N, P dan K. Penggunaan
Azospirillum sp yang multi fungsi sebagai penambat N dan pelarut P dan menghasilkan
hormone tumbuh akan sangat membantu pertanian di Indonesia. Penelitian peningkatan
mutu genetik dengan sifat superior terhadap penambatan N dan pelarutan P sangat
diperlukan agar Azospirillum ini efektif untuk petani. Dari hasil penelitian tahun 2009 telah
diisolasi dan dipilih sebanyak 22 isolat Azospirillum dengan fungsi ganda sebagai penambat
N dan pelarut P serta menghasilkan hormone tumbuh Indole Acetic Acid (IAA). Tiga isolat
telah dipilih, Aj 18.3.1, Aj 5251 , dan Aj Bandung 6.4.2.1 dengan kombinasi kemampuan
pelarutan P, aktivitas nitrogenase dan produksi IAA tertinggi. Telah dimonitor kemampuan
melarutkan P secara kuantitatif, dan diidentifikasi secara molekular dengan 165 rD?\ A.
Isolat Aj Bandung 6.4.1.2 telah dipilih untuk penelitian pada tahun ke 2 (2010) karena
menunjukkan kemampuan pelarutan P paling tinggi dibandingkan dengan yang lain dan
juga dari isolat komersial TGH. Pada tahun 2010 ini dilakukan peningkatan mutu genetik
strain lokal terpilih dengan EMS 1.5%, pengaruh mutasi terhadap aktivitas nitrogenase dan
produksi IAA, serta uji stabilitas mutan. Beberapa konsentrasi EMS (0, 0,5, 1, 1,5 dan 2
%) dengan beberapa waktu inkubasi (0, 15, 30, 45, 60, dan 90 menit) telah dilak'Ukan.
Perlakuan yang sesuai untuk mutasi adalah pada konsentrasi 1.5% dengan waktu inkubasi
selama 45 menit. Telah diperoleh 138 isolat mutan berdasarkan zona beningnya. Sudah
dilakukan penentuan killing curve dari isolat terpilih terhadap konsentrasi EMS dan lama
inkubasi pada larutan EMS. Dari 13 8 isolat (disimpan 53 mutan) dan dipilih 10 isolat
untuk dilakukan pengukuran nitrogenase dan produksi IAAnya untuk mengetahui pengaruh
mutasi terhadap kedua parameter tersebut. Hasil menunjukkan bahwa terjadi variasi
peningkatan kemapuan pelarutan P, produksi nitrogenase dan IAA setelah dimutasi. Isolat
mutan AzM1.7.2.12 dan AzM 3.7.1.14 dipilih untuk uji stabilitas dengan sub kultur selama
10 hari dibandingkan dengan isolat alam Aj Bandung 6.4.1.2. Dari pengukuran indeks P,
kemampuan melarutkan P, aktivitas nitrogenase dan produksi IAAnya, kedua mutan
bersifat stabil sampai hari ke 10 untuk ketida sifat terse but.

,Kata kunci: Azospirillum, nitrogenase, pelarut P, IAA, mutagenesis

SUMMARY

Genetic engineering of superior Azospirillum for lowering demand of chemical fertilizer of


30% of N and 15% P from standard application for lowland rice. Riyanti, E.l., D.N.
Susilowati, and Toto Hadiarto. Modern agriculture is highly depending on chemical
fertilizers i.e. N, P and K. The use of superior engineered Azospirillum sp which has multi
functions: fixing N 2, solubilize P and producing Indole Acetic Acid (IAA) hormone could
substitute chemical fertilizers application. Previous result (2009), 22 chosen isolates have
been determines as multi function Azospirillum sp, capable of fixing N 2, solubilizing P, and
producing plant growth hormone lAA. Three isolates (Aj 18.3.1, Aj 5.2.5.1, and Aj
Bandung 6.4.2.1) have been chosen among 22 isolates which have superior performances
for nitrogenase production, capability for P solubilization and production of lAA. These
three isolates have been monitored for the capability of P solubilization in liquid culture
compared to conunercial strain, and have been identified using 16S rDNA. Based on the
result in 2009, isolate Aj Bandung 6.4.1.2 have been chosen for material in 2010. The
objectives of this research are: strain improvement using EMS mutagenesis, investigation
the effect of mutation to the nitrogenase activity and the production of lAA, and the
stability of mutans. Mutagenesis using EMS at various concentration (0, 0,5, 1, 1,5 and ::::
%) at various time of incubation time (0, 15, 30, 45, 60 and 90 minutes) have been
performed. Concetration of 1.5% of EMS with the incubation time at 45 minutes sho\\s the
most suitable combination for mutagenesis proses for this isolate. About 138 mutans have
been chosen according to the clear zones which are developed. The killing curves of this
isolate have also been determined. Secondly, the mutagenesis have influenced on the
production of nitrogenase and lAA at various levels. The increase on nitrogenase levels is
not accompanied by the increase of IAA productions" it may due to the biochemistry
balance on the cells. Both the two chosen mutans (AzM1.7.2.12 and AzM 3.7.1.14) have
stable characters on nitrogenase production, lAA production and capacity on solubilizing P
compared to the wildtype (Aj Bandung 6.4.1.2).
Key words: Azospirillum, nitrogenase, P solubilizer, lAA, mutagenesis

vi

DAFTARISI
Halaman

LEMBAR IDENTIT AS DAN PENGESAHAN

III

KATAPENGANTAR

IV

RINGKASAN

DAFTAR lSI

vii

DAFTAR TABEL

Vlll

DAFTAR GAMBAR

LX

BABI

PENDAHULUAN

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Azospirilum sebagai mikroba penambat N2 , produksi IAA
dan pelarut fosfat

2.2. Rekayasa genetik pada Azospirilum

2.3.

Proses Mutagenesis untuk Perbaikan genetik strain


Azospirillum

BAB III

TUJUAN DAN MANFAAT

BAB IV

METODOLOGI

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

14

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

27

BAB VII

PERK IRAAN DAMP AK PENELITIAN

28

29

DAFTAR PUSTAKA

vii

..

DAFTAR TABEL

Tabel

Judul

Halaman

Tabel 1
Tabe12

J adwal Palang Kegiatan Penelitian Tahun 2010


Daftar isolat yang dipilih dan disimpan untuk penelitian
selanjutnya.

13

16

Tabe13

Sepuluh isolat mutan Azospirilum yang terpilih untuk


analisis nitrogenase dan produksi IAA

20

viii

DAFTAR GAMBAR
Gambar

Judul

Halaman

Gambar 1

Pemilihan koloni mutan dengan zona sangat terang diantara


koloni bakteri yang lain.

15

Gambar 2

Pemilihan mutan dengan zona bening yang lebar dan terang

15

Gambar 3

Pengaruh konsentrasi
Azospirillum.

sel

18

Gambar 4

Kurva viabilitas isolat alam Aj Bandung 6.4.1.2 terhadap


lama inkubasi EMS 1.5% untuk waktu inkubasi 0, 15, 30,
45, 60 dan 90 menit.

19

Gambar 5

Indeks P isolat mutan AzM l.7.l.12, AzM 3.7.l.14 dan


isolat alam Aj Bandung 6.4.1.2 selama sub kultur selama 10
hari.
Pengaruh mutasi terhadap aktivitas nitrogenase.
Pengaruh mutasi terhadap produksi IAA
Indeks P isolat mutan AzM l. 7 .1.12, AzM 3.7.1.14 dan
isolat alam Aj Bandung 6.4.1.2 selama sub kultur selama 10
hari
Kemampuan pelarutan P isolat mutan AzM 1.7.1.12 dan
AzM 3.7.1.14 dibandingkan isolat wild type / kontrol Aj
Bandung 6.4.1.2.
Pengaruh mutasi terhadap produksi IAA isolat mutan AzM
1.7.1.12 dan AzM 3.7.1.14 dibandingkan isolat wild type /
kontrol: Az Bandung 6.4.1.2
Pengaruh mutasi terhadap aktivitas nitrogenase

20

Gambar 6
Gambar 7
Gambar 8

Gambar 9

Gambar 10

Gambar 11

EMS

ix

terhadap

viabilitas

21
22
23

24

25

25

BAB I.

PENDAHULUAN

Pertanian modem sangat tergantung pada penggunaan pupuk dan pestisida sintetis
untuk dapat meningkan produktivitas hasil pertanian, akan tetapi hal ini jika dilakukan
terus menerus dalam jangka panjang akan berdampak negatif bagi lingkungan. Pertanian
yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan adalah kunci bagi pembangunan pertanian
di abad 21, dalam hal ini sejumlah mikroba akan berperan penting sebagai bahan aktif
sarana produksi pertanian. Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) merupakan
kelompok bakteri yang hidup di daerah rizosfer yang memiliki kemampuan dalam
meningkatkan pertumbuhan tanaman, sehingga dapat berperan dalam peningkatan hasil
produksi pertanian. Salah satu kelompok bakteri PGPR adalah Azospirillum sp yang dapat
digunakan sebagai pupuk hayati sebagai substitusi pupuk kimia.

Azospirillum sp adalah bakteri-non simbion yang dilaporkan dapat meningkatkan


pertumbuhan dan hasil beberapa spesies tanaman pertanian dan berguna baik dari segi
agronomi maupun ekologi. Kemampuan bakteri ini adalah dapat menghasilkan beberapa
macam fitohonnon, dan membantu penyerapan beberapa mineral penting untuk
perturnbuhan tanaman

sehingga meningkatkan

hasil

tanaman

dan

meningkatkan

produktivitas tanaman (Dobbelaere et al. 2001).


Inokulasi Azospirillum pada tanaman serealia dan non-sereal dilaporkan dapat
mempengaruhi beberapa hal, antara lain: meningkatkan bobot kering brangkasan dan
m~lai,

jumlah anakan, mempercepat pembungaan, meningkatkan jumlah malai dan butir

per malai, meningkatkan berat biji, tinggi batang dan ukuran daun, dan meningkatkan
perkecambahan (Warembourg et al. 1987; Yahalom et al. 1984). Selanjutnya dilaporkan
pula bahwa inokulasi dapat meningkatkan perturnbuhan perakaran, seperti panjang akar
dan volume akar (Kapulnik et al. 1983). Pengaruh inokulasi Azospirilum terhadap hasil
tanaman dilaporkan berkisar antara 10-30% (Kapulnik et al. 1981 c, 1987; Rao et al. 1983;
Watanabe

and Lin 1984). Peningkatan yang sedangpun akan menjadi masukan yang sangat berguna
untuk pertanian modern j ika pengaruhnya konsisten.
Penelitian Azospirillum lokal Indonesia untuk mengetahui kemampuan menambat N2,
melarutkan fosfat tak tersedia, dan produksi AlA dalam mempengaruhi pertwnbuhan
tanaman dan perkembangan akar pada tanaman pangan sangat diperlukan. Pemilihan dan
perbaikan genetik strain-strain lokal Indonesia untuk mendapatkan strain unggul sangat
diperlukan untuk menekan kebutuhan pupuk kimia N dan P bagi pertanian tanaman pangan.
Kemungkinan overekspresi gen-gen yang bertindak untuk melarutkan fosfat dan kemampuan
menambat N2 akan sangat bermanfaat dalam penyediaan nutrien untuk tanah pertanian,
karena akan menghindari penggunaan campuran mikroba inokulan penyubur tanah lain
seperti penambat nitrogen dan lain-lain (Bashan et ai., 2004).
Sebanyak 89 isolat Azospirillum spp multi fungsi hasil penelitian tahun 2009 Balai
Besar Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian hasil isolasi tahun 2009 telah
diseleksi kemampuannya dalam melarutkan fosfat dan menambat N2. Seleksi kemampuan
melarutkan fosfat dilakukan dengan metode Seshadri et ai. , 2000 dan seleksi kemampuan
menambat N2 dilakukan dengan metoda Asai Reduksi Asetilen (ARA) (FAO, 1983). Tiga
isolat terpilih dengan kemampuan penambatan N2 dan pelarutan fosfat tertinggi kemudian
dikarakterisasi secara molekular, meliputi identifikasi spesies dengan 16S rDNA. Satu dari
tiga isolat tersebut yaitu Aj Bandung 6.4.2.1.mempunyai kemampuan melarutkan P paling
tinggi dibandingkan dengan dua isolat terpilih lainnya dan isolat komersial TGH dengan cara
monitoring P terlarut selama 18 hari.

Pada tahun ke 2 (2010) akan dilakukan perbaikan

genetik strain dengan metode mutasi secara kimiawi untuk memperoleh strain yang lebih
baik dalam kemampuan menambat N2 dan kemampuan melarutkan fosfat. Pada tahap akhir,
yaitu tahun ke 3 (2011), akan dilakukan pengujian secara molekular strain hasil perbaikan
genetik dan percobaan pot untuk mengetahui kemampuan menurunkan penggunaan pupuk N
dan P dengan melakukan aplikasi strain hasil perbaikan genetik ke tanaman padi sawah.
Tujuan dari penelitian tahun ini adalah perbaikan genetik Azospirilum terpilih hasil
tahun 2009 dengan mutasi kimiawi EMS, mendapatkan informasi pengaruh mutasi dengan
kemampuan melarutkan P, produksi nitrogenase dan lAA serta tingkat kestabilan mutan.
Akhir dari penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan Azospirilum unggul hasil rekayasa

genetik untuk menurunkan penggunaan pupuk nitrogen sebesar 30% dan penggunaan pupuk
fosfat sebesar 15% dari standar pemupukan untuk padi sawah.

BAB II.
Manipulasi

TINJAUAN PUSTAKA

pertanian dengan rhizobia simbiotik dan

non-simbiotik untuk

meningkatkan pertumbuhan tanaman merupakan hal yang penting pada praktek pertanian
modern di beberapa negara (Bashan dan Holquin 1998). Untuk keperluan ini hubungan
tanaman-bakteria yang paling ban yak diketahui adalah simbiotik tanaman leguminosa
dengan Rhizobium dan bakteri non simbiotik nonlegum Azospirillum, Pseudomonas,

Bacillus, dan Azotobacter (Dobereiner and Pedroza 1987).

2.1. Azospirilum sebagai mikroba penambat N 2 , produksi lAA dan pelarut fosfat

Azospirillum merupakan genus Rhizobakteria, subklas cr-Proteobakter yang


digunakan untuk peningkatan pertumbuhan tanaman di dunia (Bashan et af. 2004). Mula
mula genus Azospirillum diketahui terdiri dari 2 spesies Azospirillum lipoferum dan

Azospirillum brasilense (Tarrand et af.,1978), yang diisolasi dari akar rumput-rumputan,


serealia, tanaman pangan dan tanah-tanah tropis, subtropik dan terperate di seluruh dunia.
Kemudian ditemukan spesies-spesies baru menjadi 7 spesies seperti Azospirillum

amazonense , Azospirillum hafopraeferens (Reinhold et af., 1987) dan Azospirillum


irakense, Azospirillum fargimobile (Sly dan Stackebrandt 1999) dan A. doebereinerae
(Eckert et af. 2001). Bakteri ini telah dilaporkan mempunyai kemampuan: (a) mengikat
nitrogen di udara pada kondisi mikroaerophilik; (b) mengkolonisasi jaringan dalam dari
tanaman golongan Graminae seperti endophytic Rhizobacteria.

Azospirillum

brasilense

merupakan

kelompok

diazothroph

yang

telah

dilaporkan dapat memperbaiki produktivitas tanaman serealia, termasuk padi, jagung dan
gandum di wilayah tropis melalui penyediaan N2 atau melalui stimulasi hormon (Tien et

af. 1979, Lestari et at., 2007). Hasil penelitian Fallik dan Okon (1996) mendapatkan
bahwa Azospirillum mampu meningkatkan hasil panen tanaman pada berbagai jenis tanah
dan iklim dan menurunkan kebutuhan pupuk nitrogen. Pada penelitian lain inokulasi A.

lipoferum pada tanaman jagung dapat menyebabkan peningkatan hasil panen sekitar 10%
(Madigan et af. 1997).

Di samping itu, Azospirillum dapat meningkatkan jumlah serabut

akar padi (Gunarto et af. 1999), tinggi tanaman (Okon dan Kapulnik 1986), dan
menambah konsentrasi fitohormon asam indol asetat (AlA) dan asam indol butirat (AlB)
4

bebas di daerah perakaran (Fallik et al. 1988).

Telah dilaporkan pula bahwa strain

Azospirillum halopraeferans yang tumbuh pada tanah salin di Brazil dapat melarutkan

fosfat (P) tidak tersedia menjadi tersedia bagi tanaman selain dapat menambat N2
(Seshadri et al., 2000).

2.2. Rekayasa genetik pada Azospirilum


Pendekatan modem dengan teknik genetika molekular dapat digunakan untuk
memperbaiki sifat genetik suatu strain.

Untuk mengurangi kekhawatiran terhadap

perpindahan gen di rhizosphere yang tidak diinginkan, transfer gen ke dalam kromosom
merupakan pili han yang dipilih. Tetapi hal itu tidak mudah karena kemungkinan system
yang berbeda dalam hal cell machinery dan mekanisme regulasinya antara sel donor dan
sel resipien.
Laporan menmgenai perbaikan genetik pada Azospirillum dengan rekayasa
genetik masih terbatas, yaitu pada tahap mutasi dengan kimiawi atau transposon, metode
deteksi dengan gen gfp dan penelitian tentang marka gen untuk deteksi.
Perbaikan genetik dari Azospirillum ini telah dilaporkan dengan menggunakan
konstruksi mutan dengan transposon Tn5. Pengubahan pada open reading frame (ORF)
pada 840 bp dan 280 asam amino (ORF280) pada mutan Tn5 pada

A. brasilense

menghasilkan fenotipe pleiotrophik yang mempunyai kemampuan menambat N2 lebih


bagus dibandingkan dengan wild-type. Analisis fusi nifH-gusA pada mutan dan wild-type
memperlihatkan bahwa mutasi pada ORF280 akan meningkatkan tingkat ekspresi nifH
gusA (Ramos et al. 2002; Xi et al. 1999).

Manipulasi genetik untuk mendeteksi bakteri telah dilaporkan pula oleh Liu et
al (2003).

Gen gfp, pengkode protein green fluorescent, telah dimasukkan ke dalam

kromosom beberapa Azospirillum spp., untuk metode deteksi bakteri pada akar-akar
jagung. Gen gusA, pengkode enzim

~-glucuronidase

telah digunakan pada A. brasilense

Sp7 untuk mengevaluasi pengaruh O2 pada ekspresi gen (Sun et al. 2001), dan untuk studi
kolonisasi pada akar padi dan gandum oleh A. /ipoferum (Chebotar et al. 1999; Steenhoudt
et al. 2001).

Double-tagging dari gen gfp, dikombinasikan dengan gen gusA pada

transposon mini-Tn5, telah diinsersikan pada beberapa PGPB (Bakteri penghasil honnon
pertumbuhan), tennasuk A. brasilense. Metode doble-tagging ini dilaporkan merupakan
5

cara yang bagus untuk studi ekspresi gen pada Azospirillum dan lingkungannya pada tahap
kolonisasi akar (Ramos et al. 2002; Xi et af. 1999).
pengkode enzim

~-galactozidase,

Marker kromosom yang stabil

In5 - lacZ, telah diinsersikan ke strain A. brasilense

yang dapat tumbuh pada suhu rendah. Marker lacZ-nifA telah diinsersikan ke A.

brasilense Cd untuk studi kolonisasi perakaran dibawah kondisi stres garam (Fischer et al.
2000) dan kolonisasi endofit dari kecambah gandurn yang telah diperlakukan dengan 2,4
D (kolonisasi para-nodule) (Kennedy et al. 1998).

2.3. Proses Mutagenesis untuk Perbaikan genetik strain Azospirillum


Mutagen adalah suatu bahan, bisa berupa fisik atau kimiawi, yang dapat
mengubah sifat genetik (dengan mengubah komposisi DNA) dari suatu organisme. Mutasi
genetik pada sekuen nukleotida meliputi substitusi pada pasangan basa dan insersi dan
delesi dari satu atau lebih sekuen DNA.

Cara kerja dari mutagen dapat digolongkan ke

dalam beberapa kategori sebagai berikut: (1). Beberapa mutagen berfungsi sebagai basa
analog yang dapat disisipkan

ke rantai DNA pada proses replikasi .

(2) .

Beberapa

mutagen bereaksi dengan DNA yang menyebabkan perubahan struktur dan menyebabkan
kesalahan mengkopi templat DNA pada waktu proses replikasi, dan (3). Beberapa
mutagen menyebabkan sel mensintesa bahan kimia yang menyebabkan efek mutasi.
EMS merupakan mutagen potensial untuk menghasilkan mutasi poin yang
menyebabkan pergantian OIC menjadi AlI, delesi atau rearrangement kromosom
(Anderson, 1995). Delesi atau rearrangement pada beberapa gen dapat pula disebabkan
oleh formaldehyde (Moerman dan Baillie, 1981). Mutasi dengan EMS pada inkubasi 4
jam pada Serratia marcescens OPS-5 dilaporkan dapat menghasilkan mutan yang
meningkatkan atau menurunkan kemampuan melarutkan P (Iripura et al., 2007).
Hasil penelitian tahun lalu sudah didapatkan 89 isolat Azospirillum dari
berbagai daerah seperti Bandung, Surakarta, Purwakarta. Dari 89 iso1at Azospirillum itu
telah dipilih 22 isolat Azospirillum yang berperan ganda sebagai pelarut P, menghasilkan
Dari ke-22 isolat tersebut telah dipilih Aj

enzim nitrogenase dan memproduksi lAA.

Bandung 6.4.2.1 karena mempunyai kemampuan melarutkan P, aktivitas nitrogenase dan


produksi lAA yang relatif tinggi dibandingkan isolat yang lain. Ketiga isolat tersebut telah
diidentifikasi molekular berdasarkan sekuen 16s rDNA (Susilowati et al., in prep.) dan
6

sudah dimonitor kemampuan melarutkan P secara kuantitatif selama 16 hari pada media
cair Pikovskaya (Riyanti et al., in prep.) . Isolat Aj Bandung 6.4.1.2 merupakan isolat
paling bagus dalam melarutkan P dibandingkan dengan isolat lain dan isolat komersial
TOH.
Oleh sebab itu, tujuan dari penelitian tahun ini adalah untuk melakukan
perbaikan genetik isolat Azospirillum lokal Indonesia terpilih tahun 2009 dengan cara
mutagenesis dengan EMS untuk menghasilkan Azospirillum lokal unggul.

Pada tahun

selanjutnya, akan dilakukan pengujian strain Azospirillum hasil perbaikan genetik


terhadap pertumbuhan tanaman padi sawah. Tahap akhir penelitian akan dihasilkan strain

Azospirillum hasil rekayasa genetik yang dapat menurunkan penggunaan pupuk N sebesar
30% dan pupuk P sebesar 15% dari pemupukan padi sawah.
Penelitian tahap lanjut diharapkan petani dapat melakukan perbanyakan stra.ir.

Azospirillum hasil perbaikan genetik sendiri pada skala petani, dan dapat digunakan untuk
mensuplai kebutuhan pupuk P dan N sehingga dapat meningkatkan penghasilan petani dan
menurunkan subsidi pemerintah untuk penyediaan pupuk N dan P.

BAB III. TUmAN DAN MANFAAT

Tujuan dari penelitian tahun ini adalah perbaikan genetik Azospirilum terpilih hasil
tahun 2009 dengan mutasi kimiawi EMS, mendapatkan informasi pengaruh mutasi dengan
kemampuan pelarutan P, produksi enzim nitrogenase dan lAA serta tingkat kestabilan mutan.
Manfaat akhir dari penelitian ini adalah dihasilkannya Azospirilum sp unggul hasil
rekayasa genetik untuk dapat menurunkan penggunaan pupuk nitrogen sebesar 30% dan
penggunaan pupuk fosfat sebesar 15% dari standar pemupukan padi sawah untuk dapat
digunakan petani untuk meningkatkan pendapatannya. Dalam skala nasional, penggunaan
pupuk hayati unggul yang dapat diperbanyak oleh petani akan menurunkan subsidi pupuk
dan dapat mewujudkan swasembada pangan.

BAB IV.

METODOLOGI

Rekayasa genetik Azospirillum unggul untuk menurunkan penggunaan pupuk nitrogen


sebesar 30% dan penggunaan pupuk fosfat sebesar 15% dari stan dar pemupukan untuk padi
sawah dilakukan di Laboratorium Biologi Molekular dan Laboratorium Bank Oen di Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Oenetik Pertani an,
Bogor.
a. Materi yang digunakan
Mikroba yang digunakan dalan penelitian ini adalah isolat Azospirillum terpilih
indigenus Indonesia yang dapat berfungsi ganda melarutkan P, mempunyai aktivitas
nitrogenase, dan memproduksi lAA hasil isolasi dan koleksi Laboratorium Mikrobiologi,
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik
Pertanian (BB-Biogen) yang diisolasi, dan diidentifIkasi pada tahun 2009. Penelitian iill
terdiri dari 3 kegiatan: (1)

Perbaikan genetik strain Azospirillum dengan mutagenesis

EMS; (2) Pengaruh mutasi kimiawi

Azospirillum terhadap aktivitas nitrogenase dan

produksi lAA, dan (3) Kestabilan sifat Azospirillum hasil mutasi terhadap kemampuan
pelarutan P dan produksi nitrogenase.

Tahap penelitian yang akan dilakukan diuraikan sebagai berikut:

b. Peremajaan isolat Azospirilum sp

Tiap-tiap koloni tunggal diambil dengan jarurn ose dan digoreskan ke dalam media
okon dalam cawan petri (per 500 ml media terdiri atas: 3 g K2HP04, 2 g KH 2P0 4, 2,5 g
DL-malic acid, . 1,5 g NaOH, 0,25 g yeast extract, 2,5 ml MgS04.7H 20 2%, 2,5 ml NaCl
1%,2,5 ml CaCh 0,2%, 2,5 ml FeCI3.6H20 0,17%, 2,5 ml Na2Mo04.2H20 0,02%, pH
6,8, 10 g bacto agar). Inkubasi dilakukan 1 sampai 2 hari.

Kegiatan 1. Perbaikan genetik strain Azospirillum dengan mutagenesis EMS (Pj. Ir.
Eny Ida Riyanti, MSi, PhD).
a.

Mutagenesis dengan EMS

Azospirilum ditumbuhkan pada media cair selama semalam, kemudian diinkubasi


pada es selama 30 menit.

Kemudian sel diendapkan dengan cara disentrifugasi pada

10.000 rpm selama 10 menit kemudian dicuci dengan buffer A (mengandung 600mM
K2HP0 4, 33 mM KH 2P04, 7.6 mM

(N~)2S04'

dan 1.7 mM sodiwn citrate, pH 7.3)

sebanyak 2 kali, kemudian diresuspensikan dengan buffer yang sama ditambah


dengan EMS 1.4%. Sampel diambil tiap 15 menit selama 1 jam, kemudian dicuci
dengan buffer yang sarna sebanyak dua kali, kemudian diresuspensikan pada setengah
volwne buffer yang sarna. Kemudian bakteri ditanam pada media Pikovskaya dengan
pengenceran berseri 10-3,10-4. sampai dengan 10-7

Setelah inkubasi selama 7 hari

pad a 28C, mutan dengan zona bening besar diisolasi dan dimumikan sebagai mutan
dengan peningkatan pelarutan P. Selanj utnya akan dianalisis untuk kegiatan 2 dan 3 .

b. Penentuan Killing Curve Azospirillum terhadap mutagen kimia

Azospirilum ditwnbuhkan pad a media cair selama semalam, kemudian diinkubasi


pada es selama 30 menit.

Kemudian sel diendapkan dengan cara disentrifugasi pad a

10.000 rpm selama 10 menit kemudian dicuci dengan buffer A (mengandung 600mM
K2HP0 4, 33 mM KH2P0 4, 7.6 mM (NlL)2S04, dan 1.7 mM sodiwn citrate, pH 7.3)
sebanyak 2 kali, kemudian diresuspensikan dengan buffer yang sama ditambah
dengan EMS konsentrasi 0, 0.5; 1, 1.5 dan 2%. Sampel diinkubasi selama 1 jam,
kemudian dicuci

dengan buffer yang sama sebanyak dua kali,

kemudian

diresuspensikan pada setengah volume buffer yang sama. Kemudian bakteri ditanam
pada media Pikovskaya dengan pengenceran berseri 10- 1, 10-2, 10-3 ,10_ 4. Percobaan
diulang 3 kali.

Data banyaknya koloni yang tumbuh vs waktu inkubasi mutagen

sehingga semua sel bakteri mati di plot ke dalam suatu kurva killing curve.

c. Skrining mutan berdasarkan pembentukan zona bening.


Strain Azospirillum setelah diperlakukan dengan mutagen EMS dicuci dengan buffer
A. Dengan serial pengenceran, hasil mutasi ditanam pada media Pikovskaya (per liter
media terdiri atas: 109 Glukosa, 5 g Ca5(P04)30H, 0,2 g NaCI, 0,2 g KCI, 0,1 g
MgS04.7H 20, 2,5 mg MnS0 4.H 20, 2,5 mg FeS04 .7H20, 0,5 g yeast extract, 0,5 g
(NH4)2S04; pH 6,8 15 g bacto agar). Inkubasi dilakukan selama 2 sampai 6 hari.
Pelarutan fosfat ditandai dengan terbentuknya zona bening di sekeliling koloni dan
dilakukan pengukuran diameter zona bening dan diameter koloni untuk menghitung
angka indeks kelarutan P.

1ndeks kelarutan P
Zona bening menandakan fosfat yang terlarut. Indeks kelarutan diukur berdasarkan

rasio total diameter (koloni+zona) dan diameter koloni (EI-Azouni , 2008).

Kemampuan melarutkan P dicirikan dengan adanya zona bening disekitar koloru .

Efisiensi kemampuan melarutkan P diukur dengan rumus E (indeks pelarutan) =

diameter zona (S) / diameter koloni (G) x 100%.

Media yang digunakan untuk mengetahui adanya fosfat terlarut mengandung (gil):

glucose (10), fruktosa (10),

~N03

(0.373), MgS04 (0.41), KCI (0.295), NaCI

(0.2), FeCl) (0.003), Ca3(P04)2 (0.7) dan agar (15).

Mutan dengan indeks kelarutan P yang lebih tinggi dari isolat alam dipindahkan ke

media Pikovskaya baru,

kemudian diukur pengaruhnya terhadap

aktivitas

nitrogenase dan produksi IAAnya untuk kegiatan 2.

Kegiatan 2. Pengaruh mutasi kimiawi Azospirillum terhadap aktivitas nitrogenase


dan produksi 1AA (PJ. D.N. Susilowati, M.P, MSi)
Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan penambatan nitrogen yang diukur
dengan aktivitas nitrogenase dan kemapuan menghasilkan hOlmon tumbuh mutan

Azospirillum yang mempunyai kemampuan melarutkan P lebih baik dari pada isolat alamo
Mutan-mutan dengan indeks pelarutan fosfat lebih besar atau lebih jemih dibandingkan
10

dengan isolat alam akan dipilih dan diukur aktivitas nitrogenase dan produksi IAAnya.
Dua mutan dengan indeks pelarutan P, aktivitas nitrogenase dan produksi IAA yang tinggi
akan dipilih untuk melihat tingkat kestabilan mutan dibandingkan dengan isolat wild type
(kegiatan 3).
Metode analisis aktivitas nitrogenase dan analisis produksi 1AA akan diuraikan
sebagai berikut:

a.

Metode analisis aktivitas nitrogenase metode Asai Reduksi Asetilen (ARA)


dengan perangkat Kromatografi Gas (GC)
Koloni isolat mutan diambil satu mata ose isolat Azospirillum sp. dan dimasukkan
ke dalam tabung Eppendorf steril yang telah berisi 50 III air steril kemudian
dihomogenkan menggunakan alat vortex. Diambil suspensi bakteri sebanyak 50 ,ul.
Diinokulasikan ke dalam media NfB semi-pad at. Diinkubasi selama 7 - 10 hari
hingga terbentuk pelikel.

Isolat-isolat yang membentuk pelikel dipisahkan dan

sumbat kapas diganti dengan sum bat karet. Diambil udara di dalam tabung
sebanyak 10% dari total volume udara menggunakan mikro syringe kemudian
digantikan dengan gas asetilen. Diinkubasi selama dua jam. Diambil sebanyak
10% total volume udara tabung (asetilen telah tereduksi menjadi etilen).
Diinjeksikan ke dalam alat gas kromatografi.

Diinjeksikan pula standar etilen.

Didapatkan luas area etilen sampel dan standar.

b.

Metode analisis kadar Indol Acetic Acid (IAA) yang dihasilkan Azospirillum
sp. secara spektrofotometri
Koloni isolat mutan diambil satu mata ose Azospirillum sp. dari kultur
agar miring dan diinokulasikan ke dalam 10 ml media NfB cair di dalam tabung
reaksi masing-masing berisi 9 ml (per liter media terdiri atas: 5 g DL-malic acid, 4 g
KOH, 0,5 g K2HP0 4 0,1 g MgS04 .7H20, 0,01 g MnS0 4 .H20, 0,05 g FeS04.7H20,
0,02 g NaCI, 0,0 I g CaCI 2, 0,002 g Na2Mo04.2H20, 1 g

N~CI,

0,05 g yeast

extract, pH 6,8), ditambahkan 1 ml L-tryptophan 2% steril, diinkubasi di atas mesin


pengocok pada suhu ruang selama satu hari. Selanjutnya kultur cair dipindahkan ke
dalam tabung Eppendorf steril sebanyak 3 ml, disentrifus pada kecepatan 10.000
11

rpm dengan suhu 4C selama 10 menit. Supernatan dipipet dan deret standar (0; 1;
5; 10; 20; 40; 60; 80; 100 ppm) sebanyak 2 ml. Dimasukkan ke dalam tabung
reaksi dan ditambahkan 4 ml pereaksi Salkowski (20 ml FeCl3. 6H20 : 400 ml
H 2S04 (P) : 580 ml aquadest) ke dalam sam pel dan deret standar. Dihomogenkan
menggunakan alat vortex dan dibiarkan selama 1 jam.

Selanjutnya diukur

absorbansinya menggunakan spektrofotometer pada A = 530 nm.


Kegiatan 3. Kestabilan sifat mutan Azospirillum dalam kemampuan melarutkan P
dan aktivitas nitrogenase (Pj. Dr. Toto Hardiarto).
Dua mutan Azospirillum terpilih diuji stabilitasnya dibandingkan dengan isolat
wild type. Dua mutan terpilih dan kontrol ditumbuhkan pada media okon cair sebanyak
100m!' Tiap hari disubkultur dengan perbandingan inokulan: media

1: 10 selama 6 han.

Sebanyak 50 III kultur tiap-tiap subkultur dtumbuhkan pad a media P padat dan
perkembangan indeks pelarutan P diukur setelah 6 han inkubasi selarna 6 kali subkultur.
Percobaan diulang sebanyak 3 kali.

Masing-masing subkultur diukur kemampuan

melarutkan P secara kuantitatif, aktivitas nitrogenase dan kadar lAAnya. Metode


pengukuran P secara kuantitatif dilakukan menurut metode Pierzynski (2000), sedangkan
pengukuran indeks kelarutan P, aktivitas nitrogenase dan produksi lAA dilakukan seperti
metode di atas. Mutan dengan stabilitas tinggi akan dipilih untuk percobaan tahun ketiga,
yaitu pengaruh strain mutan terhadap pertumbuhan tanaman padi sawah.

12

Tabell. Jadwal Kegiatan Penelitian Tahun 2010


1
1.1. Mutasi Azospirillum secara kimiawi
untuk meningkatkan kemampuan

pelarutan P

a. Peremajaan isolat
b. Mutasi Azospirillum dengan EMS
c. Penentuan killing curve

Azospirillum terhadap mutagen

EMS

e. Analisis data
l.2.
Pengaruh mutasi kimiawi
Azospirillum terhadap aktivitas
nitrogenase dan produksi IAA
a. Peremajaan isolat
b. Pengukuran aktivitas nitrogense

mutan-mutan Azospirillum

c. Pengukuran produksi IAA mutan


mutan Azospirillum

d. Pemilihan mutan Azospirilum

dengan sifat superior kombinasi

(pelarut P, aktivitas nitrogenase

dan produksi IAA relatif lebih

tinggi)

1.3. Tingkat kestabilan sifat


Azospirillum hasil mutasi terhadap
kemampuan pelarutan P dan
produksi nitrogenase
a. Peremajaan isolat
b Kestabilan mutan terhadap

kemampuan melarutkan P

d. Kestabilan aktivitas nitrogenase

mutan

e. Kestabilan produksi lAA mutan


d. Analisis data
1.4. Analisis data dan pembuatan
laporan

13

x x

x x

10

x x

x x x x

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil dari penelitian ini akan diuraikan dalam tiap kegiatan.


Kegiatan 1. Perbaikan genetik strain Azospirillum dengan mutagenesis EMS (Pj. Ir.
Eny Ida Riyanti, MSi, PhD).
Telah dilakukan perbaikan genetik isolat-isolat terpilih hasil seleksi tahun 2009
secara mutasi kimiawi dengan EMS.

Percobaan pertama dilakukan mutasi dengan dosis

EMS 1.4% sesuai literatur untuk bakteri yang lain, tetapi hasil skrining pada media
Pikovskaya tidak menunjukkan zona pelarutan P yang baik.

Kemudian dilakukan

pepenelitian dengan variasi dosis EMS dari 0, 0,5, 1, 1,5 sampai 2%. Hasil eksperimen
mendapatkan bahwa dosis 2% terlalu tinggi untuk isolat. karena tidak ada koloni yang
turnbuh, sedangkan kontrol (tanpa perlakuan EMS bakteri tetap tumbuh). Percobaan ke 3
dilakukan dengan menggunakan dosis EMS 1.5%, dengan waktu inkubasi selama 0, 15, 30,
45 , 60, dan 90 menit, serta kontrol tanpa perlakuan dengan EMS. Setelah perJakuan sel
dicuci dengan buffer A untuk menghilangkan efek mutagen. Kemudian sel diendapkan
dengan sentrifugasi dan diresuspensikan pada buffer A. Penanaman dilakukan pada media
Pikovskaya padat pada pengenceran 10-5 dan 10-7, dengan tiga ulangan untuk masing
perlakuan, dan diinkubasi pada suhu 29C selama 6 hari.

Percobaan ini mendapatkan

mutan-mutan yang mempunyai zona bening yang sangat terang. Gambar 1 menunjukkan
cara pemilihan kQloni mutan dengan zona terang pada media Pikovskaya padat.

14

II

f,

Gambar 1. Pemilihan koloni mutan dengan zona sangat terang diantara koloni
bakteri yang lain. Tanda panah menunjukkan koloni dengan zona bening
lebih terang dibanding dengan koloni lain. Tanda panah menunjukkan
koloni yang akan dipilih karena menghasilkan zona yang cerah.
Sebanyak 138 koloni-koloni hasil mutasi yang mempunyai zona lebih terang dibandingkan
dengan koloni yang lain dipindahkan ke media Pikovskaya yang baru, dengan cara koloni
diambil dan diresuspensikan pada air steril dan dittunbuhkan dengan cara diteteskan ke
media Pikovskaya baru sebanyak

5 0~1.

Kemudian koloni yang sudah ditanam k mbali ini

diinkubasi pada suhu 29C selama 6 hari. Masing masing koloni dilihat zona ben ingn 'a
dan dilakukan pengukuran indeks Pnya, j uga dilakukan pengamatan terhadap kejem ihan
zona yang di bentuk.

Gambar 2 menunjukkan macam-macam zona yang dibentuk oleh

mutan.

Gambar 2. Pcmilihan mutan dengan zona bening yang lebar dan terang. A. dan B.
Koloni mutan dengan zona bening yang luas, melebar tetapi tidak terlaJu
terang, C.
Koloni dengan zona bening yang sangat terang tetapi
penyebarannya tidak terlalu luas, D media Pikovskaya tan pa zona yang
berwarna putih susu.
15

Dari hasil pengamatan mutan setelah penanaman kembali pada media Pikovskaya seperti
diterangkan pada paragraf sebelumnya, maka dilakukan pemilihan mutan-mutan dengan
zona bening yang luas dan yang sangat terang sebanyak 53 isolat untuk dilakukan
pengamatan dan penelitian selanjutnya. Zona luas menunjukkan enzim pelarut dimana P
yang dihasilkan mudah menyebar ke media yang mengandung fosfat terikat dan kemudian
melarutkan fosfat,

sedangkan zona yang sangat terang menunjukkan

pelarutannya lebih tinggi dibandingkan dengan koloni lain.

Tabel2. Daftar isolat yang dipilih dan disimpan untuk penelitian selanjutnya

No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25

Nama isolat
AzM 1.5.1.5
AzM 1.5.1.6
AzM 1.5.1.7
AzM 1.5.1.8
AzM 1.5.1.9
AzM 1.5. 1.1 0
AzM 1.5.1.11
AzM 1.5.1.12
AzM 1.5.1.13
AzM 1.5.1.14
AzM 1.5.1.15
AzM 1.5.1.16
AzM 1.7.2.9
AzM 1.7.2.10
AzM 1.7.2.11
AzM 1.7.2.12
AzM 2.7.3.2
AzM 2.7.3.3
AzM 2.7.3.4
AzM 2.7.3.5
AzM 2.7.3.6
AzM 2.7.3.7
AzM 2.7.3.8
AzM 2.7.3.9
AzM 2.7 .3.10

Rata-rata D
zona
Rata-rata
D koloni bening
(cm)
(cm)
0.9
1.6
1
1.8
1
1.4
0.9
1.6
1.8
1
0.9
1.5
0.9
1.5
0.9
1.6
1.6
1
1.8
1
1
1.8
1
1.7
0.8
1.9
0.6
1.4
0.9
1.7
0.8
2
0.8
1.7
0.9
1.4
0.8
1.5
0.9
1.9
0.8
1.8
0.9
1.9
0.8
1.8
0.9
1.8
0.9
1.8
16

Indeks
P (%)
1.8
1.8
1.4
1.8
1.8
1.7
1.7
1.8
1.6
1.8
1.8
1.7
2.4
2.3
1.9
2.5
2.1
1.6
1.9
2.1
2.3
2.1
2.3
2.0
2.0

efektivitas

26 AzM 2.7.3 .11


1
1.8
27 AzM 2.7.3.12
1
1.9
28 AzM 2.7.3.13
1
2
29 AzM 2.7.3 .14
1
1.9
30 AzM 2.7.3.15
1
2.3
31 AzM 2.7.3.16
1
1.8
32 AzM 3.7.1.1
1
2
33 AzM 3.7.1.2
1
1.7
34 AzM 3.7.1.3
0.9
1.8
35 AzM 3.7.1.4
0.8
1.8
36 AzM 3.7.1.13
1
2
37 AzM 3.7.1.14
0.9
4
38 AzM 3.7.1.15
1
1.9
1
1.9
39 AzM 3.7.1.16
40 AzM 5.7.1.1
0.8
1.9
41 AzM 5.7.1.2
0.9
1.7
42 AzM 5.7.2.9
0.9
1.9
43 AzM 5.7.2.10
1
1.9
44 AzM 5.7.2.11
1
2
45 AzM 5.7.2.12
1
2
46 AzM 6.7.1.1
0.7
1.8
47 AzM 6.7.1.2
0.7
1.7
1.6
0.9
48 AzM 6.7.1.3
49 AzM 6.7.1.4
0.8
1.7
0.7
50 AzM 6.7.1.5
1.5
AzM
6.7.1.6
0.8
51
1.5
0.9
52 AzM 6.7.1.7
1.9
0.6
1.4
53 AzM 6.7.1.8
Keterangan: data dlambd dari rata-rata 3 ulangan

1.8
1.9
2.0
1.9
2.3
1.8
2.0
1.7
2.0
2.3
2.0
4.4
1.9
1.9
2.4
1.9
2.1
1.9
2.0
2.0
2.6
2.4
1.8
2.1
2.1
1.9
2.1
2.3

Dari 53 isolat yang disimpan dipilih 10 isolat (huruf tebal) untuk dilihat aktivitas
nitrogenasenya dan produksi IAAnya uotuk kegiatan 2 dan 2 isolat dipilih untuk kegiatan 3
uotuk uji stabilitas mutan pada kegiatan 3 (Isolat AzM 1.7.2.12 dan AzM 3.7.1.14).

Penentuan killing curve

Penentuan killing kurve dilakukan dengan melakukan percobaan berbagai


konsentrasi EMS dari 0, 0,5, 1, 1,4, 1,5 dan 2 % dalam buffer A. Sel diendapkan dengan
sentrifugasi, kemudian dicuci dengan buffer A 500111 sebanyak 3 kali.
17

Kemudian

diinkubasi dengan larutan EMS dalam buffer A dengan konsentrasi yang berbeda selama
15 menit pada suhu ruang. Kemudian sel dicuci dengan buffer Alkali dan diendapkan
dengan sentrifugasi. Sel kemudian ditanam pada media agar Pikovskaya pada pengenceran
10.3, 10.5 dan 10.7 dengan masing-masing 3 ulangan.

Hasil viabilitas sel terhadap

konsentrasi dapat dilihat pada Gambar 3.

4E il2
3.5E112

3[112

::::

25[112

.t:

2[112

(!)

(/)

co

E 1.5[ ~ 12

:J
J

1[112
5E~

11
0

0.50%

140%

1.50" ~

2",'

.''..'

Konsentrasi EMS (%)

Gambar 3. Pengaruh konsentrasi EMS terhadap viabilitas sel Azospirillum. Keterangan:


12
Angka 4E+ 12, dst =4xl 0 sel/ml
Pada konsentrasi 2% semua sel tidak ada yang hidup kembali setelah ditumbuhkan.
Sedangkan pada konsentrasi EMS 1.4 % zona bening yang diharapkan tidak memuaskan
(zona sangat kecil dan tidak terlalu terang). Konsentrasi EMS 1.5% memberikan hasil yang
baik. Oleh sebab itu konsentrasi ini dipilih untuk menentukan waktu inkubasi yang tepat
untuk aplikasi EMS.
Dari data penghitungan jumlah sel tiap milliliter kultur didapatkan bahwa lama
inkubasi EMS 1.5% rnempengaruhi viabilitas sel. Waktu inkubasi EMS 1.5% selama 90
menit masih terdapat selsel yang tumbuh walaupun menurun tajam dari jumlah sel tanpa
perlakuan (sekitar 4x 10 12 sellml menjadi 50 sel/ml) (Gambar 4).

18

j ::
4[ 112

3 .5[ f12

';;::
Q)
VI

.t::.

3[112

2.5[112

r.l

2[+12

....

1.5[j 12

E
::J

1E~

--JumIJh scl/ml

12

5[ 111

0
0

15

30

45

60

90

Waktu inkubasi EMS 1.5%(Menit)

Gambar 4. Kurva viabilitas isolat alam Aj Bandung 6.4.1.2 terhadap lama inkubasi
EMS 1.5% untuk waktu inkubasi 0, 15, 30, 45, 60 dan 90 menit.
Keterangan: angka 4.5E+ 12 = 4.5xl 0 12 sellml)

Kurva ini dapat digunakan untuk mengetahui lama inkubasi EMS yang dapat
mematikan sel Azospirilim yang diuji.

Lama inkubasi 90 menit atau sedikit di atas 90

menit inkubasi pada EMS 1.5% dapat menyebabkan sel tidak viable lagi. Dan setengah
dari lama waktu tersebut (45 menit) diharapkan merupakan waktu yang efektif untuk
inkubasi EMS 1.5%.
Kegiatan 2. Pengaruh mutasi kimiawi Azospirillum terhadap aktivitas nitrogenase
dan produksi lAA (PJ. D.N. Susilowati, MSi)

Sepuluh isolat terpilih hasil mutasi genetik dengan EMS 1.5 % telah dipilih dari
kegiatan 1. Sepuluh isolat tadi sekarang sedang diukur aktivitas nitrogenase dan produksi
IAAnya.

Dari hasil pengukuran kedua parameter tadi diharapkan akan didapatkan

hubungan perubahan nilai antara indeks P, nitrogenase dan produksi IAA. Sepuluh isolat
terpilih tersebut dapat dilihat pada Tabel 2 dan Gambar 5.

19

Tabel 3. Sepuluh isolat mutan Azospirilum yang terpilih untuk analisis nitrogenase dan
produksi lAA

No .
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Nama isolat
AzM 1.5 .l.14
AzM 1.7.2.9
AzM 1.7.2.12
AzM 2.7.3.2
AzM 2.7.3.4
AzM 3.7.1.14
AzM 3.7.1.15
AzM 3.7.1.16
AzM 5.7.2.11
AzM 6.7.1.4

Indeks P (%)
1.80
2.38
2.50
2.13
l.88
4.44
1.90
1.90
2.00
2.13

5
4 .5

Indcks P

3. 5

a..

VI

..::.::
Q)

2 .5

"C

s::
1. S

0 .5

Nama Mutan

Gambar 5.

Pengaruh mutasi terhadap indeks P


Azospirillum sp. Keterangan: isolat Az
6.4.1.2 = isolate wild type sebagai
kontrol. Isolat mutan = AzM 2.7.3.4,
AzM 3.7.1.16, AzM 6.7.1.4, AzM
5.5.2.11, AzM 1.5.1.14, AzM2.7.3.2,
AzM 3.7.1.15, AzM 1.7.2.12 dan AzM
3.7.1.14

20

a.

Sepuluh isolat (9 mutan terpilih Azospirillum sp dengan kontrol wild type Aj Bandung
6.4.1.2) tersebut diukur aktivitas nitrogenasenya dengan metode ARA.

Masing masing

data merupakan rata-rata dari 3 kali pengukuran. Data yang diperoleh disajikan pada
Gambar 6.

Mutan AzM 1.5.1.14 dan 3.7.1.15 mempunyai aktivitas nitrogenase yang

menonjol, meningkat sampai 33,5 ppm dan 25,7 ppm dibandingkan isolat wild type sekitar
1,7 ppm
40
E

0
0-

35
30

(I)

II>

/';l

(I)
~

0
.......

25

20

'c 15
2'"

:~
....

.:;,t;

<I:

Nilrop'C" ~ 2SC

10

5
0

..

Nama Mutan

Gambar 6. Pengaruh mutasi terhadap aktivitas nitrogenase. Keterangan: isolat Az


6.4.1.2 = isolate wild type sebagai kontrol. Isolat mutan = AzM 2.7.3.4,
AzM 3.7.1.16, AzM 6.7.1.4, AzM 5.5.2.11, AzM 1.5.1.14, AzM2.7.3.2,
AzM 3.7.1.15, AzM 1.7.2.12 dan AzM 3.7.1.14

Pengukuran produksi IAA juga dilakukan untuk kesepuluh isolat tersebut diatas.
diperoleh dari rata-rata tiga ulangan.

Data

Hasil menunjukkan bahwa terjadi penwunan dan

peningkatan produksi IAA karena mutasi dengan EMS 1.5 % (Gambar 7). Isolat wild type
menghasilkan lAA sebesar 101,4 ppm. Dua isolat yaitu AzM 3.7.1.16 dan AzM 1.7.2.12
mengalami peningkatan yang menonjol dibandingkan dengan isolat mutan lainnya sebesar
131,5 ppm dan 132 ppm.

21

140
120

E
c...
c... 100

80

CJ)

60

~
~

:::J

'0
0

....
a..

40

.IAA

20
0

Gambar 7. Pengaruh mutasi terhadap produksi lAA. Keterangan: isolat Az 6.4.1.2


= isolat wild type sebagai kontrol. Isolat mutan =: AzM 2.7.3.4, AzM
3.7.1.16, AzM 6.7.1.4, AzM 5.5.2.11, AzM 1.5.1.14, AzM2.7.3.2, Az\1
3.7.1.15, AzM 1.7.2.12 dan AzM 3.7.1.14
Dari percobaan di atas, mutan dengan peningkatan aktivitas nitrogenase paling tinggi , Aztvf
1.5.1.14 tidak menunjukkan peningkatan paling tinggi untuk produksi IAA maupun indek
Pnya (walaupun masih menunjukkan peningkatan). Dan peningkatan indek P paling tinggi
pada mutan AzM 3.7.1.14 tidak dibarengi dengan peningkatan yang maksimum dari
aktivitas nitrogenase dan dan IAAnya.

Hal ini kemungkinan disebabkan oleh

keseimbangan metabolisme dari mutan-mutan untuk menuju keseimbangan metabolism sel.


Dari hasil diatas, dipilih dua mutan yang menonjol yaitu mutan AzM 1.7.2.12 dan AzM
3.7.1.14 untuk menguji tingkat kestabilan kemampuan melarutkan P, produksi IAA dan
aktivitas nitrogenasenya.

Kegiatan 3. Kestabilan sifat mutan Azospirillum dalam kemampuan melarutkan P


dan aktivitas nitrogenase (Pj. Dr. Toto Hardiarto).
Telah dilakukan uji stabilitas mutan AzM 1.7.2.12 dan AzM 3.7.1.14 dengan
kontrol Aj Bandung 6.4.1.2 pada media okon cair (tanpa kandungan Fosfat) dan media
Pikovskaya (mengandung trikalsiumfosfat ) pad a kocok kultur cair lOOml pada suhu ruang.
Kultur-kultur terse but di pindahkan pada media yang baru setiap hari selama 10 hari . Setiap

22

hari diambil sampel kultur untuk diukur aktivitas nitrogenase, IAA dan indeks Pnya.
Indeks P selama sub kultur 10 hari disajikan pada Gambar 8.

Stabilitas Indeks P
2.00
1.80
1.60
1.40

1.20
-

CL

V>

"""
"0

1.00

-=

AzM1.7.1.12
AzM 3.7 . 1.14

0.80

. . .. . .. Aj Bdg 6.4.1.2

0.60
0.40
0.20
0.00
1

<J

10

Gambar 8. Indeks P isolat mutan AzM 1.7.1.12, AzM 3.7.1.14 dan isolat alam Aj
Bandung 6.4.1.2 selama sub kultur selama 10 hari.
Dari Gambar 4 terlihat Indeks P mutan relatif stabil dari hari ke 1 sampai hari ke- 4, tetapi
rulai indeks P pada pengamatan stabilitas ini mengalami penurunan di bawah 2.
Pengukuran indeks P ini memang kurang akurat untuk pengukuran kemampuan melarutkan
P secara kuantitatif, oleh sebab itu masih dilakukan pengukuran P terlarut secara
kuanti tat if.
Tingkat kestabi1an dalarn melarutkan P secara kuantitatif dari mutan terpilih dibandingkan
dengan isolat wild type Az 6.4.1.2 disajikan pada Gambar 9. Isolat mutan AzM 1.7.2.12
dapat melarutka P sekitar 400 ppm pada hari ke-1 dan masih relative stabil sampai
subkultur ke 10.

Sedangkan mutan AzM 3.7.1.14 pada subkultur ke 10 mengalarni

penurunan menjadi sekitar 300 ppm.

Sedangkan isolate wild type dapat melarutkan P

sekitar 50 ppm sarnpai hari subkultur 50 ppm.

23

500
450
400

E 350
c..

c.. 300

::J
~

ro

(l)

0-

250
200
150
100
50
0

-+-1.7.2 .12

* *
1

-.

.-.

<J

3.7 .1.14

--......6 .4.12

10

Hari keGambar 9. Kemampuan pelarutan P isolat mutan AzM 1.7.1.12 dan AzM 3.7.1.14
dibandingkan isolat wild type / kontrol Aj Bandung 6.4.1.2.

Kestabilan produksi IAA juga telah diamati untuk dua mutan terplih ( AzM 1.1 .1.12 dan
AzM 3.7.1.14) dibandingkan dengan isolat wild type dengan melakukan subhltur selama
10 kali (Gambar 10). Masing-masing subkultur diukur IAAnya dengan tiga kali ulangan.
Produksi IAA mutan AzM l.7.2.12 selama subkultur 1-3 mengalami penurunan, sedangkan
pada subkultur ke 4- 10 relatif stabil, sekitar 102 ppm. Sedangkan mutan AzM 3.7.1.14
dari subkultur ke-l sampai subkultur ke -10 sekitar 105 ppm sampai dengan 108 ppm.
Sedangkan isolat wild type sampai sub kultur ke 10 menurun dan 101 ppm menjadi sekitar
77,2 ppm.

24

140

120

a.
a.

10 0

<{
<{

80

<Jl

60

:J
"0

40

a..

20

....0

. ~
Ja. - -

" -

" - ~. --

oJ(
-

'.-.'
-

-.... . 64 .1.2
____ 1 7. 2 .12

-. -a.- - 37 .1.14

0
1

')

10

Hari ke-

Gambar 10. Pengaruh mutasi terhadap produksi lAA isolat mutan AzM 1.7.1.12 dan
AzM 3.7.1.14 dibandingkan isolat wild type / kontrol: Az Bandung
6.4.1.2.
Stabilitas produksi nitrogenase juga sudah diamati dengan melakukan pengukuran pada
subkultur ke-l sampai dengan ke 10 dari dua mutan terpilih AzM 1. 7.1.12 dan AzM
3.7 .1.14 dibandingkan dengan mutan wild type Aj Bandung 6.4.1.2.

Hasil menunjukan

kedua mutan sampai subkultur ke 10 mempunyai tingkat produksi nitrogenase yang stabil
(Gam bar 11).

Stabilitas Nitrogenase Mutan

0..

0..

(])

<Jl

<"0

(])

Ol

0
....

.~
c

<Jl
<"0

.s;
.~

<"0

1 .8

1.6

1.4
1 .2

1
0 .8
0.6
0.4
0.2
0

_ 6 .4.1.2
- .... -1 .7.2 .12

--*- 3. 7 .1 .14
1

10

Hari ke
..

Gambar 11. Pengaruh mutasi terhadap aktivitas nitrogenase. Isolat mutan: AzM
1.7.1.12 dan AzM 3.7.1.14. Isolat wild type / kontrol: Az Bandung
6.4.1.2.

25

Dari hasil pengujian stabilitas kemampuan pelarutan P, produksi nitrogenase dan IAA
mutan terpilih, kedua mutan tersebut relatif stabil sampai subkultur ke 10.

26

BAB VI.

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

1. Telah diperoleh 138 mutan (disimpan 53 mutan) Azospirillum hasil perbaikan


genetik dari isolat Azospirilum terpilih hasil penelitian tahun 2009 secara kimiawi
dengan EMS. Telah ditentukan pula killing kurve dari isolat Aj Bandung 6.4.1.2
(terpilih hasil 2009) terhadap konsentrasi EMS dan waktu inkubasi terhadap EMS.
2. Mutasi berpengaruh terhadap kemampuan melarutkan P, aktivitas nitrogenase dan
produksi lAA yang bervariasi.
3. Uji stabilitas mutan dari 2 mutan dipilih (AzM 1.7.1.12 dan AzM 3.7.1.14) telah
dilakukan dibandingkan dengan isolat wild type (Aj Bandung 6.4.1.2).

Kedua

mutan bersifat relatif stabil baik terhadap kemampuan melarutkan P, aktivitas


nitrogenase dan produksi lAA.
B. SARAN

Dengan dihasilkan mutan Azospirillum yang bersifat stabil dan lebih baik dari isolat alam
dengan multi fungsi (penambat N, pelarut P dan produksi IAA), disarankan bahwa isolat
mutan ini dapat diteruskan untuk diteliti dengan mengaplikasikan pada tanaman padi pad a
percobaan pot dan selanjutnya pada percobaan di lapang.
Dalam aplikasinya, mutan-mutan ini dapat digunakan sebagai inokulan tunggal maupun
inokulan campuran dari berbagai sifat superior yang dimiliki oleh beberapa isolat.

27

BAB VII. PERKIRAAN DAMPAK HASIL KEGIA TAN

Dengan diperolehnya mutan yang stabil dan multi fungsi sebagai penambat N, pelarut P
dan produksi lAA, diharapkan pada waktu yang akan dating petani dapat memperbanyak
dan mengaplikasikan sendiri pada tanaman padi atau tanaman lain sebagai substitusi atau
pupuk kimia, sehingga Negara dapat menghemat subsidi pupuk.

28

DAFT AR PUST AKA

Anderson, P. 1995. Mutagenesis. Methods Cell Biology. 48:31-58.


Bashan, Y., and G. Holguin. 1998. Proposal for the division of plant growth promoting
rhizobacteria into two classifications: biocontrol-PGPB (plant growth promoting
bacteria) and PGPB. Soil BioI Biochem 30:1225-1228.
Bashan, Y., G. Holguin, L. de-Bashan. 2004. Azospirillum-plant relationships:
physiological, molecular, agricultural, and environmental advances (1997-2003).
Can J Microbiol 50:521-577.
Chebotar, V., Y. Nakayama, D.G. Kang, E. EI-Gaali and S. Akao. 1999. Use of reporter
gus-gene to study the colonization of rice roots by Azospirillum lipoferum. Soil
Microorganisms 53: 13-18.
Dobereiner, 1. and F. Pedroza. 1987. Nitrogen-fixing bacteria in nonleguminous crop
plants. Science Tech, Madison, WI, pp 1-155.
Dobbelaere, S., Croonenborghs, A., Thys, A., Ptacek, D. Vanderleyden, 1., Durto, P.,
Labandera-Gonzalez, c., Caballero-Mellado, J., Aguirre, 1.F., Kapulnik, Y. ,
Brener, S., Burdman, S.,Kadouri, D., Sarig, S., and Okon, Y. 200l. Responses of
agronomically important crops to inoculation with Azospirillum. Aust. 1. Plant
Physiol. 28: 871-879.
Eckert, B., O.B. Weber, G. Kirchhof, A. Halbrirter, M. Stoffels, and A. Hartmann.
200l.
Azospirillum doebereinerae sp. Nov., a nitrogen-fixing bacterium
associated with the C4-grass Miscanthus. Int J Syst Evol Microbio!' 51: 17-26.
Fallik, E., Y. Okon, Y. Epstein, A. Goldman, and M. Fischer. 1988. Identification and
qualification of lAA and IBA Azospirillum brasilense inoculated maize roots.
Soil BioI Biochem. 21:147-153 .
Fischer, S., V. Rivarola and G. Mori. 2000. Colonization of wheat by Azospirillum
brasilense Cd is impaired by saline stress. Plant Soil 225: 187-19l.
Gunarto, L., K. Adachi, and T. Senbuko. 1999. Isolation and selection of indigenous
Azospirillum sp. And other rizhosphere bacteria. Symbiosis 2:341-346.
Kapulnik, Y., S. Sarig, I. Nur, Y. Okon, 1. Kigel and Y. Henis. 1981. Yield increases in
summer cereal crops of Israeli fields inoculated with Azospirillum. Exp. Agric .
17: 179-187.
Kapulnik, Y., S. Sarig., 1. Nur, and Y. Okon. 1983. Effect of Azospirillum inoculation
on yield of field-grown wheat. Can. J. Microbiol. 29: 895-899.
Kapulnik, Y., Y. Okon, and Y. Hems. 1987. Yield response of spring wheat cultivars
(Triticum aestivum and T. turgidum) to inoculation with Azospirillum brasilense
under field conditions. Bio!. Fertil. Soils 4: 27-35 .
Kennedy, R.W., and K.L. Chellapillai. 1998. Synergistic effect of V AM, Azospirillum,
and phosphobacteria on growth response and nutrient uptake of choal tree
species. Indian 1. For. 21: 308-312.
29

Lestari, P, D.N. Susilowati, dan E.!. Riyanti. 2007. Pengaruh hormon asam indol
asetat yang dihasilkan Azospirillum sp terhadap perkembangan akar padi. Jurnal
AgroBiogen 3(2):66-72.
Liu, Y, S-F Chen and J-I Li. 2003. Colonization pattern of Azospirillum brasilense
yu62 on maize roots. Acta Bot. Sin. 45: 748-752.
Madigan, M.T., J.M. Martinko, and 1. Parker. 1997.
Brock, the Biology of
Microorganisms. 8th Prentice Hall. Upper saddle River, New Jersey.
Moerman, D.G., dan D.L. Baillie. 1981. Formaldehyde mutagenesis in the nematode C.
Elegans. Mutat Res. 80:273-279.
Okon, Y., and Y Kapulnik. 1986. Development and function of Azospirillum
inoculated roots. Plant Soil 90:3-16.
Pierzynski, G.M. 2000. Method for P Analysis. Methods of Phosphorus Analysis for
Soils, Sediments, Residuals, and Waters Southern Cooperative Series Bulletin
No. # 396 http://wvvw.soil.ncsu.edu/sera17/publicationslsera17-2/pmcover.htm
North Carolina State University.
Rao, V.R., D.N. Nayak, P.B.B.N. Charyulu and T.K. Adhay. 1983. Yield responses of
rice to root inoculation with Azospirillum. J. Agric. Sci. 100: 689-691.
Ramos, H.J.O., L.D.B. Roncato-Maccari, E.M. Souza, 1.R.L. Soares-Ramos, M.
Hungria, and F.O. Pedrosa. 2002. Monitoring Azospirillum-wheat interactions
using the gfp and gusA genes constitutively expressed from a new broad-host
range vector. J Biotechnol. 97: 243-252.
Reinhold, B., T. Hurek, I. Fendrik, B. Pot, M. Gillis, K. Kersters, S. Thielemans and 1.
De Ley. 1987. Azospirillum halopraeferens sp. Nov., a nitrogen-fixing organism
associated with roots of Kallar Grass (Leptochloa fusca (L.) Kunth). Int J Syst
Bacteriol. 37:43-51.
Riyanti, E.I., D.N. Susilowati, dan B.A. Husain. Monitoring pelarutan P oleh isolat
baru Azospirillum. In prep

Seshadri, S., R. Muthukumarasamy, C. Lakshminarasirnhan, and S. Ignacimuthu. 2000.


Solubilization of inorganic phosphates by Azospirillum halopraeferans. CUIT Sci.
79: 565-567.
Sly, L.I., and E. Stackebrandt. 1999. Description of Skermanella parooensis gen. nov.,
sp. Nov. to accommodate Conglomeromonas largomobilis subsp. Parooensis
following the transfer of Conglomeromonas largomobilis subsp. Largomobilis to
the genus Azospirillum. Int J Syst Bacteriol. 49:541-544.
Steenhoudt, 0., V. Keijers, Y Okon and 1. Vanderleyden. 2001. Identification and
characterization of a peri plasmic nitrate reductase in Azospirillum brasilense
Sp245. Arch Microbiol. 175: 344-352.
Sun, J., Smets, 1., Bernaerts, K., van Impe, 1., Vanderleyden, 1., and Marchal, K. 2001.
Quantitative analysis of bacterial gene expression by using the gusA reporter
gene system. Appl Environ Microbiol. 67: 3350-3357.
30

Lestari, P, D.N. Susilowati, dan E.!. Riyanti. 2007. Pengaruh hormon asam indol
asetat yang dihasilkan Azospirillum sp terhadap perkembangan akar padi. Jurnal
AgroBiogen 3(2):66-72.
Liu, Y., S-F Chen and J-I Li. 2003. Colonization pattern of Azospirillum brasilense
yu62 on maize roots. Acta Bot. Sin. 45: 748-752.
Madigan, M.T., J.M. Martinko, and J. Parker. 1997.
Brock, the Biology of
th
Microorganisms . 8 Prentice Hall. Upper saddle River, New Jersey .
Moerman, D.G., dan D.L. Baillie. 1981. Formaldehyde mutagenesis in the nematode C.
Elegans. Mutat Res. 80:273-279.
Okon, Y , and Y Kapulnik. 1986. Development and function of Azospirillum
inoculated roots. Plant Soil 90:3-16.
Pierzynski, G.M. 2000. Method for P Analysis. Methods of Phosphorus Analysis for
Soils, Sediments, Residuals, and Waters Southern Cooperative Series Bulletin
No. # 396 http://wvvw.soil.ncsu.edu/seraI7/publications/seraI7-2/pm cover.htm
North Carolina State University.
Rao, Y.R., D.N. Nayak, P.B.B.N. Charyulu and T.K. Adhay. 1983. Yield responses of
rice to root inoculation with Azospirillum. J. Agric. Sci. 100: 689-691.
Ramos, H.J.O., L.D.B. Roncato-Maccari, E.M. Souza, J.R.L. Soares-Ramos, M.
Hungria, and F.O. Pedrosa. 2002. Monitoring Azospirillum-wheat interactions
using the gfp and gusA genes constitutively expressed from a new broad-host
range vector. J Biotechnol. 97: 243-252.
Reinhold, B., T. Hurek, 1. Fendrik, B. Pot, M. Gillis, K. Kersters, S. Thielemans and 1.
De Ley. 1987. Azospirillum halopraeferens sp. Nov., a nitrogen-fixing organism
associated with roots of Kallar Grass (Leptochloa fusca (L.) Kunth). Int J Syst
Bacteriol. 37:43-51.

Riyanti, E.!., D.N. Susilowati, dan B.A. Husain. Monitoring pelarutan P oleh isolat
baru Azospirillum. In prep
Seshadri, S., R. Muthukumarasamy, C. Lakshminarasimhan, and S. Ignacimuthu. 2000.
Solubilization of inorganic phosphates by Azospirillum halopraeferans. CUIT Sci.
79: 565-567.
Sly, L.1., and E. Stackebrandt. 1999. Description of Skermanella parooensis gen. nov.,
sp. Nov. to accommodate Conglomeromonas largomobilis subsp. Parooensis
following the transfer of Conglomeromonas largomobilis subsp. Largomobilis to
the genus Azospirillum. Int J Syst Bacteriol. 49:541-544.
Steenhoudt, 0., V. Keijers, Y Okon and J. Vanderleyden. 2001. Identification and
characterization of a periplasmic nitrate reductase in Azospirillum brasilense
Sp245. Arch Microbiol. 175: 344-352.
Sun, J. , Smets, 1., Bernaerts, K., van Impe, J., Vanderleyden, J., and Marchal, K. 2001.
Quantitative analysis of bacterial gene expression by using the gusA reporter
gene system. Appl Environ Microbiol. 67: 3350-3357.
30

Tarrand, J. J., N.R. Krieg and 1. Dobereiner. 1978. A taxonomic study of the Spirillum
lipoferum group, with descriptions of a new genus, Azospirillum gen. nov., and
two species, Azospirillum lipoferum (Beijerinck) comb. Nov. and Azospirillum
brasilense sp. Nov. Can J Microbiol. 24:967-980.
Tien, T.M., H. Gaskins, and D.H. Hubbell. 1979. Plant growth substances produced by
Azospirillum brasilense and their effect on the growth of pearl millet (Pennisetum
americanum L.). App Environ Microbiol. 37:1016-1024.
Tripura, C. , B Sasidar dan A.R. Podille. 2007. Ethyl Methanesulfonate Mutagenesis
Enhanced mineral phosphate solubilization by groundnut-associated Serratia
marcescens GPS-5. Curr Mikrobiol 54(2):79-84.
Watanabe, 1. and C. LIN. 1984. Response of wetland rice to inoculation with
Azospirillum lipoferum and Pseudomonas sp. Soil Sci. Plant Nutr. 30: 117-124.
Warembourg, F. R., R. Dreesen, K. Vlassak, and F. Lafont. 1987. Peculiar effect of
Azospirillum inoculation on growth and nitrogen balance of winter wheat
(Triticum aestivum). BioI. Fertil. Soils, 4: 55-59.
Xi,

c.,

M. Lambrecht, 1. Vanderleyden, and 1. Michiels. 1999. Bifunctional gfp- and


gusA-containing mini-Tn5 transposon derivatives for combined gene expression
and bacterial localization studies. J Microbiol Methods 35: 85-92.

Yahalom, E., Y. Kapulnik and Y. Okon. 1984. Response of Setaria italica to


inoculation with Azospirillum brasilense as compared to Azotobacter
chroococcum. Plant Soil, 82: 77-85.

31

..

Lampiran 1. Daftar Isolat mutan Azospirillum sp


Rata
rata
Nomer Nama isolat

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34

AzM
AzM
AzM
AzM
AzM
AzM
AzM
AzM
AzM
AzM
AzM
AzM
AzM
AzM
AzM
AzM
AzM
AzM
AzM
AzM
AzM
AzM
AzM
AzM
AzM
AzM
AzM
AzM
AzM
AzM
AzM
AzM
AzM
AzM

1.5.1.1
1.5.1.2
1.5.1.3
1.5.1.4
1.5.1.5
1.5.1.6
1.5.1.7
1.5.1.8
1.5.1.9
1.5.1.10
1.5.1.11
1.5.1.12
1.5.1.13
1.5.1.14
1.5.1.15
1.5.1.16
1.5.1.17
1.5.1.18
1.5.1.19
1.5.1.20
1.7.2.1
1.7.2.2
1.7.2.3
1.7.2.4
1.7.2.5
1.7.2.6
1.7.2.7
1.7.2.8
1.7.2.9
1.7.2.10
1.7.2.11
1.7.2.12
1.7.2.13
1.7.2.14

D
koloni
(cm)
0.9
0.8
0.9
0.9
0.9
1
1
0.9
1
0.9
0.9
0.9
1
1
1
1
0.8
0.9
0.9
0.9
0.9
0.9
1
1
0.9
0.9
0.9
0.9
0.8
0.6
0.9
0.8
0.9
0.9
32

Rata-rata
Indeks
zona P
bening
(cm)
(%)
1.4
1.6
1.4
1.8
1.5
1.7
1.5
1.7
1.8
1.6
1.8
1.8
1.4
1.4
1.6
1.8
1.8
1.8
1.7
1.5
1.5
1.7
1.6
1.8
1.6
1.6
1.8
1.8
1.8
1.8
1.7
1.7
1.4
1.8
1.8
1.6
1.4
1.6
1.5
1.7
1.3
1.4
1.3
1.4
1.4
1.4
1.6
1.6
1.4
1.6
1.8
2.0
1.5
1.7
1.35
1.5
1.9
2.4
1.4
2.3
1.7
1.9
2
2.5
1.7
1.5
1.4
1.6

35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75

AzM 1.7.2.15
AzM 1.7.2.16
AzM 1.7.2.17
AzM 1.7.2.18
AzM 1.7.2.19
AzM 1.7.2.20
AzM 2.7.3.1
AzM 2.7.3.2
AzM 2.7.3.3
AzM 2.7.3.4
AzM 2.7.3.5
AzM 2.7.3.6
AzM 2.7.3.7
AzM 2.7.3.8
AzM 2.7.3.9
AzM 2.7.3.10
AzM 2.7.3.11
AzM 2.7.3 .12
AzM 2.7.3.13
AzM 2.7.3.14
AzM 2.7.3.15
AzM 2.7.3.16
AzM 2.7.3.17
AzM 2.7.3.18
AzM 2.7.3.19
AzM 2.7.3.20
AzM 3.7.1.1
AzM 3.7.1.2
AzM 3.7.1.3
AzM 3.7.1.4
AzM 3.7.1.5
AzM 3.7.1.6
AzM 3.7.1.7
AzM 3.7.1.8
AzM 3.7.1.9
AzM 3.7.1.10
AzM 3.7.1.11
AzM 3.7.1.12
AzM 3.7.1.13
AzM 3.7.1.14
AzM 3.7.1.15

0.9
1
1
0.9
1
1
0.8
0.8
0.9
0.8
0.9
0.8
0.9
0.8
0.9
0.9
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0.9
0.8
0.9
0.9
1
1
1
0.8
0.9
0.8
1
0.9
1
33

1.4
1.6
2
1.8
1.6
1.7
1.5
1.7
1.4
1.5
1.9
1.8
1.9
1.8
1.8
1.8
1.8
1.9
2
1.9
2.3
1.8
2
1.8
1.8
1.8
2
1.7
1.8
1.8
1.9
1.9
1.8
1.7
1.8
1.9
1.9
1.7
2
4
1.9

1.6
1.6
2.0
2.0
1.6
1.7
1.9
2.1
1.6
1.9
2.1
2.3
2.1
2.3
2.0
2.0
1.8
1.9
2.0
1.9
2.3
1.8
2.0
1.8
1.8
1.8
2.0
1.7
2.0
2.3
2.1
2.1
1.8
1.7
1.8
2.4
2.1
2.1
2.0
4.4
1.9

76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
105
106
107
108
109
110
111
112
113
114
115
116

AzM 3.7. 1.16


AzM 3.7.1.17
AzM 3.7.1.18
AzM 3.7.1.19
AzM 3.7.1.20
AzM 4.7.3.1
AzM 4.7.3.2
AzM 4.7.3.3
AzM 4.7.3.4
AzM 4.7.3.5
AzM 4.7.3.6
AzM 4.7.3.7
AzM 4.7.3.8
AzM 4.7.3.9
AzM 4.7.3.10
AzM 4.7.3 .11
AzM 4.7.3.12
AzM 4.7.3.13
AzM 4.7.3.14
AzM 4.7.3.15
AzM 4.7.3.16
AzM 4.7.3.17
AzM 4.7.3.18
AzM 4.7.3.19
AzM 4.7.3.20
AzM 5.7.1.1
AzM 5.7.1.2
AzM 5.7.1.3
AzM 5.7.1.4
AzM 5.7.1.5
AzM 5.7.1.6
AzM 5.7.2.1
AzM 5.7.2.2
AzM 5.7.2.3
AzM 5.7.2.4
AzM 5.7.2.5
AzM 5.7.2.6
AzM 5.7.2.7
AzM 5.7.2.8
AzM 5.7.2.9
AzM 5.7.2.10

1
1.3
1.1
0.8
0.8
0.9
0.8
1
1
0.9
0.9
0.9
0.9
0.9
1
0.9
1
0.9
0.7
1
0.7
1
0.9
0.9
0.9
0.8
0.9
1
0.9
1
0.8
0.9
0.9
0.6
0.9
1
0.9
1
0.9
0.9
1
34

1.9
1.6
1.5
1.4
1.3
1.7
1.8
1.6
1.7
1.6
1.5
1.4
1.4
1.8
1.6
1.9
2
1.7
1.4
1.6
1.6
1.6
1.7
1.8
1.8
1.9
1.7
1
1.8
1.7
1.8
1.5
1.6
1.9
1.5
1.8
1.6
1.7
1.6
1.9
1.9

1.9
1.2
1.4
1.8
1.6
1.9
2.3
1.6
1.7
1.8
1.7
1.6
1.6
2.0
1.6
2.1
2.0
1.9
2.0
1.6
2.3
1.6
1.9
2.0
2.0
2.4
1.9
1.0
2.0
1.7
2.3
1.7
1.8
3.2
1.7
1.8
1.8
1.7
1.8
2.1
1.9

117
118
119
120
121
122
123
124
125
126
127
128
129

no
131
132
133
134
135
136
137
138

AzM
AzM
AzM
AzM
AzM
AzM
AzM
AzM
AzM
AzM
AzM
AzM
AzM
AzM
AzM
AzM
AzM
AzM
AzM
AzM
AzM
AzM

5.7.2.11
5.7.2.12
6.7.1.1
6.7.1.2
6.7.1.3
6.7.1.4
6.7.1.5
6.7.1.6
6.7.1.7
6.7.1.8
6.7.1.9
6.7.1.10
6.7.3 .1
6.7.3.2
6.7.3.3
6.7.3.4
6.7.3.5
6.7.3 .6
6.7.3.7
6.7.3 .8
6.7.3.9
6.7.3.10

1
1
0.7
0.7
0.9
0.8
0.7
0.8
0.9
0.6
0.9
1
1
1
1
1
0.9
0.9
0.9
0.9
0.9
0.8

35

2
2
1.8
1.7
1.6
1.7
1.5
1.5
1.9
1.4
2
1.8
1.8
1.8
1.8
l.8
l.6
l.8
l.8
l.9
l.5
l.5

2.0
2.0
2.6
2.4
1.8
2.1
2.1
1.9
2.1
2.3
2.2
1.8
1.8
1.8
l.8
1.8
1.8
2.0
2.0
2.1
1.7
1.9

Você também pode gostar