Você está na página 1de 5

Penilaian Afektif

Posted on May 14, 2013 by thitieaja

Standard
Taksonomi untuk daerah afektif mula-mula dikembangkan oleh David R. Krathwohl dan kawan-kawan dalam
buku yang diberi judul Taxonomy of Educational Objectives: Affective Domain. Ranah afektif adalah ranah yang
berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, sikap, emosi, konsep
diri, nilai serta moral. Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya bila
seseorang telah memiliki penguasaan kognitif tingkat tinggi. Ciri-ciri belajar afektif akan tampak pada peserta
didik dalam berbagai tingkah laku. Seperti, perhatiannya terhadap mata pelajaran, kedisiplinannya dalam
mengikuti proses pembelajaran, motivasinya yang tinggi untuk tahu lebih banyak mengenai materi pelajaran,
penghargaan atau rasa hormatnya terhadap pendidik dan sebagainya. Ranah afektif menentukan keberhasilan
belajar seseorang.
Orang yang tidak memiliki minat pada mata pelajaran tertentu, sulit diharapkan akan mencapai keberhasilan
belajar secara optimal. Peserta didik yang memiliki minat belajar dan sikap positif terhadap palajaran akan
merasa senang mempelajari pelajaran tersebut, sehingga diharapkan akan mencapai hasil pembelajaran yang
memuaskan. Namun pada kenyataannya, walaupun pendidik sadar akan hal tersebut, belum banyak tindakan
yang bisa dilakukan pendidik secara sistematik untuk meningkatkan minat peserta didik untuk belajar. Oleh
karena itu untuk mencapai hasil belajar yang optimal, dalam merancang program pembelajaran dan pengalaman
belajar peserta didik, pendidik haruslah memperhatikan karakteristik afektif dari peserta didik.
Peringkat ranah afektif menurut taksonomi Krathwohl dan kawan-kawan ada lima jenjang, yaitu: 1) receiving 2)
responding
3)
valuing
4)
organization
5)
characterization
1. Receiving atau attending (menerima atau memperhatikan), adalah kepekaan seseorang dalam menerima
rangsangan (stimulus) dari luar yang datang kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala, dan lain-lain.
Termasuk dalam jenjang ini misalnya adalah: kesadaran dan keinginan untuk menerima stimulus, mengontrol dan
menyeleksi gejala-gejala atau rangsangan yang datang dari luar. Receiving atau attending juga sering diberi
pengertian sebagai kemampuan untuk memperhatikan suatu kegiatan atau suatu objek. Misalnya, peserta didik
menyadari bahwa disiplin wajib ditegakkan, sifat malas dan tidak disiplin harus disingkirkan jauh-jauh.
2. Responding (menanggapi) mengandung arti adanya partisipasi aktif. Jadi kemampuan menanggapi adalah
kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengikut sertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu
dan membuat reaksi terhadapnya. Jenjang ini setingkat lebih tinggi ketimbang jenjang receiving. Hasil
pembelajaran pada peringkat menekankan pada perolehan respon, serta berkeinginan memberi respon.
3.
Valuing
(menilai
=
menghargai).
Menilai atau menghargai artinya memberikan nilai atau memberikan penghargaan terhadap suatu kegiatan atau
obyek, sehingga apabila kegiatan itu tidak dikerjakan, dirasakan akan membawa kerugian atau penyesalan.
Valuing merupakan tingkat afektif yang lebih tinggi lagi daripada receiving dan responding. Dalam kaitan dengan
proses belajar mengajar, peserta didik tidak hanya mau menerima nilai yang diajarkan tetapi mereka telah
berkemampuan untuk menilai konsep atau fenomena, yaitu baik atau buruk. Contoh, tumbuhnya kemauan yang
kuat pada diri peserta didik untuk berlaku disiplin, baik di sekolah, di rumah mupun di tengah-tengah kehidupan
masyarakat. Hasil belajar afektif pada peringkat ini berhubungan dengan perilaku yang konsisten dan stabil.
Dalam
tujuan
pembelajaran,
penilaian
ini
diklasifikasikan
sebagai
sikap
dan
apresiasi.
4.
Organization
(mengatur
atau
mengorganisasikan),
Mempertemukan perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru yang universal, yang membawa pada perbaikan
umum. Mengatur atau mengorganisasikan merupakan pengembangan dari nilai kedalam satu sistem organisasi,
termasuk didalamnya hubungan satu nilai dengan nilai lain, pemantapan dan prioritas nilai yang telah dimilikinya.
Peserta didik yang sudah sampai pada peringkat organization ini ditandai dengan mulai membangun sistem nilai
internal yang konsisten. Hasil pembelajaran pada peringkat ini berupa konseptualisasi nilai atau organisasi sistem
nilai
misalnya
pengembangan
filsafat
hidup.
5.
Characterization
(karakterisasi)
Keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki oleh seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan
tingkah lakunya. Disini proses internalisasi nilai telah menempati tempat tertinggi dalam suatu hirarki nilai. Nilai
itu telah tertanam secara konsisten pada sistemnya dan telah mempengaruhi emosinya. Ini merupakan tingkat

afektif tertinggi, karena sikap batin peserta didik telah benar-benar bijaksana. Ia telah memiliki filsafat hidup yang
mapan. Jadi pada jenjang ini peserta didik telah memiliki sistem nilai yang telah mengontrol tingkah lakunya
untuk suatu waktu yang lama, sehingga membentuk karakteristik pola hidup, tingkah lakunya menetap,
konsisten
dan
dapat
diramalkan.
Karakteristik
ranah
afektif
Ada lima tipe karakteristik afektif yang penting yaitu sikap, minat, konsep diri, nilai dan moral.
1)
Sikap
Sikap merupakan prilaku seseorang untuk merespon secara positif atau negatif terhadap suatu objek, situasi,
konsep
atau
orang.
2)
Minat
Minat merupakan kecenderungan afektif seseorang untuk membuat pilihan aktifitas. Seseorang yang berminat
terhadap sesuatu, maka ia akan melakukan langkah-langkah nyata untuk mengetahui dan mempelajari objek
yang
diinginkan
itu.
3)
Konsep
diri
Konsep diri adalah evaluasi yang dilakukan individu yang bersangkutan terhadap kemampuan dan kelemahan
yang dimilikinya. Konsep diri ini penting untuk peserta didik dalam menentukan jenjang karirnya.
4)
Nilai
Nilai merupakan suatu keyakinan yang berkaitan dengan kriteria baik buruk, tepat atau tidak tepat dan
sebagainya dari suatu perbuatan, tindakan atau perilaku yang dianggap baik atau jelek. Karakteristik nilai ini lebih
stabil dibandingkan dengan sikap seseorang. Nilai merupakan kunci bagi lahirnya perilaku dan perbuatan
seseorang.
5)
Moral
Moral berkaitan dengan akhlak, tingkah laku susila, ciri-ciri khas seseorang atau sekelompok orang. Moral
berkaitan dengan perasaan salah atau benar dari suatu tindakan terhadap orang lain. Moral juga sering dikaitkan
dengan keyakinan agama seseorang, yaitu keyakinan akan perbuatan dosa dan pahala.
Penilaian
ranah
afektif
Penilaian ranah afektif terhadap peserta didik dapat dilakukan dengan menggunakan kuesioner atau melalui
observasi atau pengamatan. Metode observasi dilakukan berdasarkan asumsi bahwa karakteristik afektif dapat
dilihat dari prilaku atau perbuatan yang ditampilkan, reaksi psikologis atau keduanya. Metode kuesioner atau
metode laporan diri dilakukan dengan asumsi bahwa yang mengetahui keadaan afektif seseorang adalah dirinya
sendiri.
Ada sebelas langkah yang harus diikuti dalam mengembangkan instrumen penilaian afektif yaitu:
a. Menentukan spesifikasi instrumen. Ada lima macam instrumen penilaian afektif yaitu.
1)
Instrumen
sikap
2)
Instrumen
minat
3)
Instrumen
konsep
diri
4)
Instrumen
nilai
5) Instrumen moral
Dalam
menyusun
spesifikasi
instrumen,
ada
empat
hal
yang
harus
diperhatikan
yaitu;
1)
Tujuan
pengukuran
2)
Kisi-kisi
instrumen
3)
Bentuk
dan
format
instrumen
4) Panjang instrument
b.
Menulis
instrument
c.
Menentukan
skala
instrument
Secara garis besar skala instrument yang sering digunakan adalah skala Thurstone, skala Likert dan skala Beda
Semantik. Langkah-langkah pengembangan skala Thurstone dan skala Likert adalah sebagai berikut.
1)
Tentukan
objek
afektif
yang
akan
dikembangkan
skalanya.
2)
Susun
kisi-kisi
instrumen
skala
sikap.
3)
Tulis
butir-butir
pernyataan
dengan
memperhatikan
kaidah
berikut
a)
Setiap
pernyataan
harus
berisi
hanya
satu
ide.

b) Pernyataan hendaknya ditulis dengan ringkas, jelas dan dengan bahasa yang sederhana. Jangan
menggunakan
kata
atau
istilah
yang
mungkin
tidak
dapat
dimengerti
oleh
responden.
c) Jangan menulis pernyataan yang membicarakan mengenai kejadian yang telah lewat kecuali kalau objek
sikapnya
berkaitan
dengan
masa
lalu.
d) Jangan menulis pernyataan yang berupa fakta atau dapat ditafsirkan sebagai fakta.
e)
Jangan
menulis
pernyataan
yang
dapat
menimbulkan
lebih
dari
satu
penafsiran.
f)
Jangan
menulis
pernyataan
yang
tidak
relevan
dengan
objek
psikologisnya.
g) Jengan menulis pernyataan yang sangat besar kemungkinannya akan disetujui oleh hampir semua orang atau
hampir
tak
seorangpun
yang
akan
menyetujuinya.
h) Hindari sedapat mungkin menggunakan kata-kata tidak pernah, semuanya, selalu, tak seorangpun dan
semacamnya
karena
sering
menimbulkan
penafsiran
yang
berbeda.
4)
Antara
pernyataan
positif
dan
negatif
hendaknya
relatif
seimbang.
5) Setiap pernyataan diikuti dengan skala sikap (Thrustone terdiri dari 7 atau 6 kategori dan Likert terdiri dari 5
atau 4 kategori).
Contoh
skala
Thrustone
:
Minat
terhadap
pelajaran
kimia
Pernyataan
7
6
5
4
3
2
1
1.
Saya
senang
belajar
kimia
2.
Pelajaran
kimia
bermanfaat
untuk
kehidupan
sehari-hari
3.
Saya
berusaha
hadir
setiap
pelajaran
kimia
4.
Saya
berusaha
memiliki
buku
pelajaran
kimia
5. Dst.
Contoh
skala
Likert
Sikap
terhadap
pelajaran
kimia
No.
Pernyataan
SS
S
N
TS
STS
1.
2.
3.
4.
5.
Pelajaran
kimia
sulit.
Semua
orang
harus
belajar
kimia.
Pelajaran
kimia
menyenangkan.
Pelajaran
kimia
bermanfaat
untuk
kehidupan
sehari-hari.
Kimia penting untuk semua peserta didik.
Keterangan:
SS
=
sangat
setuju
S
=
setuju
N
=
netral
TS
=
tidak
setuju
STS
=
sangat
tidak
setuju
Contoh
skala
beda
semantic
(semantic
differential)
Pelajaran
kimia
7
6
5
4
3
2
1
Menyenangkan
Sulit
Bermanfaat
Menantang
Membosankan
Mudah
Sia-sia
Menjemukan

Langkah-langkah
pengembangan
skala
beda
semantic
adalah
sebagai
berikut:
1)
Tentukan
objek
yang
akan
dikembangkan
skalanya
2) Pilih dan buat daftar dari konsep dan kata sifat yang relevan dengan objek penilaian afektif misalnya menarik,
penting,
menyenangkan
dan
sebagainya
3)
Pilih
kata
sifat
yang
tepat
dan
akan
digunakan
dalam
skala
4) Tentukan rentang skala pasangan bipolar dan penskorannya
d.
Menentukan
system
penskoran
System penskoran yang digunakan tergantung pada skala pengukuran. Apabila digunakan skala Thrustone,
maka skor tertinggi untuk tiap butir adalah 7 dan yang terkecil adalah 1. Demikian juga untuk skala beda
semantik. Untuk skala Likert, skor tertinggi untuk tiap butir adalah 5 dan terendah adalah 1.
e.
Menelaah
instrumen
Pada
tahap
ini
yang
dilakukan
adalah
menelaah:
1)
Apakah
butir
partanyaan
atau
pernyataan
sesuai
dengan
indikator
2) Apakah bahasa yang digunakan sudah komunikatif dan menggunakan tata bahasa yang benar
3)
Apakah
butir
parnyataan
tidak
bias
4)
Apakah
pedoman
menjawab
atau
mengisi
instrument
jelas
5) Apakah jumlah butir pernyataan sudah tepat sehingga tidak menjemukan untuk menjawab atau mengisinya
f.
Merakit
instrument
Setelah dilakukan telaah dan dilakukan perbaikan dimana perlu, maka selanjutnya dilakukan perakitan
instrument. Merakit instrument yaitu menentukan format tata letak instrument, urutan pernyataan atau
pertanyaan. Urutan pernyataan atau pertanyaan dibuat sesuai dengan tingkat kemudahan dalam menjawabnya.
g.
Melakukan
uji
coba
Sesudah dirakit, instrument diujicobakan kepada peserta didik yang karakteristiknya mewakili populasi yang ingin
dinilai. Ukuran sampel yang diperlukan minimal 30 orang, bisa berasal dari satu sekolah atau lebih.
h.
Menganalisis
hasil
uji
coba
Analisis hasil uji coba instrument meliputi variasi jawaban tiap butir pernyataan atau pertanyaan. Instrument yang
baik adalah apabila jawaban responden pada tiap butir pernyataan bervariasi atau tidak sama. Indikator lain yang
harus diperhatikan adalah indeks keandalan atau koofisien reliabilitas. Besar indeks reliabilitas yang diharapkan
adalah minimum 0,7. Jika indeks reliabilitas kecil dari 0,7 maka kesalahan pengukuran akan semakin besar.
i.
Memperbaiki
instrument
Berdasarkan hasil analisis uji coba dilakukan perbaikan terhadap butir-butir pernyataan atau pertanyaan yang
tidak
baik.
j.
Melaksanakan
pengukuran
Melaksanakan pengukuran dilakukan pada kondisi yang baik antara lain, kondisi peserta didik yang tidak dalam
keadaan lelah. Kondisi tempat duduk juga diatur agar peserta didik tidak tertanggu satu sama lain.
k.
Menafsirkan
hasil
pengukuran
Menafsirkan pengukuran disebut juga dengan penilaian. Untuk menafsirkan hasil pengukuran diperlukan suatu
kriteria. Kriteria yang digunakan tergantung pada skala dan jumlah butir soal. Misalkan digunakan skala likert
dengan 5 pilihan, yaitu sangat setuju (dengan skor 5), setuju (skor 4), netral (skor 3), tidak setuju (skor 2), sangat
tidak setuju (skor 1). Untuk pernyataan negatif maka skor diberikan sebaliknya yaitu sangat setuju (skor 1), setuju
(skor 2), netral (skor 3), tidak setuju (skor 4), sangat tidak setuju (skor 5). Hasil pengukuran dikategorikan atas 4
yaitu
sangat
tinggi/sangat
baik,
tinggi/baik,
rendah/jelek
dan
sangat
rendah/sangat
jelek.
Contoh:
Misalkan kusioner sikap atau minat terdiri dari 20 butir pernyataan menggunakan skala Likert dengan 5 pilihan.
Demikian skor tertinggi yang akan diperoleh peserta didik adalahh 20 x 5 = 100 dan skor paling rendah adalah 20
x 1 = 20. Sikap atau minat peserta didik dapat diketegorikan seperti pada table 11.2 berikut:
Table
11.2
kategori
sikap
atau
minat
No.
Skor
yang
diperoleh
Kategori
sikap
atau
minat
1.
80-100
Sangat
tinggi/sangat
baik
2.
60-79
Tinggi/baik

3.
40-59
4. 20-39 Sangat rendah/sangat jelek
Keterangan
1.
Skor
batas
bawah
kategori
sangat
tinggi/sangat
2.
Skor
batas
bawah
kategori
tinggi/baik
3.
Skor
batas
bawah
kategori
rendah/jelek
4. Skor batas bawah kategori sangat rendah/sangat jelek adalah 20%

Rendah/jelek

baik

adalah
adalah
adalah

:
80%
60%
40%

Você também pode gostar