Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PENDAHULUAN
2.
Resep ditulis dalam rangka memesan obat untuk pengobatan penderita, maka
isi resep merupakan refleksi/pengejawantahan proses pengobatan. Agar
pengobatan berhasil, resepnya harus benar dan rasional.
Fungsi Resep
Sebuah resep mempunyai beberapa fungsi 4 :
kedua sebagai arsip dan catatan bahwa pasien tersebut telah mendapatkan terapi
dengan obat-obat yang ada di arsip tersebut4.
4. Merupakan media komunikasi
Sebuah resep merupakan sarana komunikasi antara dokter-apotekerpasien. Apoteker akan tahu seorang pasien akan diberi obat apa saja, berapa
jumlahnya, apa bentuk sediaannya, berapa kali sehari dan kapan harus
meminumkannya4.
1.2
bagian resep seperti identitas penulis resep, identitas pasien, jumlah obat, dosis
dan cara penggunaan yang lengkap telah dicantumkan. Ukuran kertas yang ideal
adalah lebar 10-12 cm dan panjang 15-18 cm. Resep harus ditulis secara jelas dan
mudah dimengerti. Harus dihindari penulisan resep yang menimbulkan
ketidakjelasan, keraguan, atau salah pengertian mengenai nama obat serta takaran
yang harus dicantumkan.1,3
Blanko kertas resep hendaknya oleh dokter disimpan di tempat yang aman
untuk menghindarkan dicuri atau disalahgunakan oleh orang yang tidak
bertanggung jawab, antara lain dengan menuliskan resep palsu meminta obat bius.
Kertas resep harus disimpan, diatur menurut urutan tanggal dan nomor urut
pembuatan serta disimpan sekurang-kurangnya selama tiga tahun. Setelah lewat
tiga tahun, resep-resep oleh apotek boleh dimusnahkan dengan membuat berita
acara
pemusnahan
seperti
diatur
dalam
SK.
Menkes
RI
Nama dan alamat dokter serta surat izin praktek, dan dapat pula dilengkapi
dengan nomor telepon, jam dan hari praktek.
2.
3.
Tanda R/, singkatan dari recipe yang berarti harap diambil (superscription).
4.
b) Jumlah bahan obat dalam resep dinyatakan dalam satuan berat untuk
bahan padat (microgram, milligram dan gram) dan satuan isi untuk cairan
(tetes, milliliter dan liter).
5.
6.
7.
8.
Tanda tangan atau paraf dari dokter yang menulis resep tersebut yang
menjadikan resep itu otentik. Resep obat suntik dari golongan narkotika harus
dibubuhi tanda tangan lengkap oleh dokter yang menulis resep dan tidak
cukup dengan paraf saja.
Tepat obat
2.
Tepat dosis
3.
4.
5.
Tepat penderita
Tepat Obat
Setelah diagnosis ditegakkan, baik diagnosis kerja maupun diagnosis
definitif, selanjutnya harus ditetapkan pilihan intervensi terapi yang terbaik bagi
bersumber dari pemilihan obat dengan kemanfatan dan keamanan yang tidak
jelas, atau memilih obat-obat mahal, sedangkan obat alternatif yang sama dengan
harga lebih murah juga tersedia.
Tepat Cara & Waktu Pemberian
Cara atau tehnik pemakaian/penggunaan obat harus tepat agar efek
obat/hasil pengobatan sesuai dengan yang diinginkan, ialah mencapai tujuan
pengobatan, selain itu perlu memilih cara pemakaian yang paling mudah, aman
dan efektif untuk pasien. Waktu pemberian obat yang tepat bertujuan untuk
mendapatkan efek yang optimal, efek samping yang minimal dan tidak
mengganggu kebiasaan penderita.4,5
Tepat Penderita
Setiap penderita memiliki kondisi fisiologik dan patologik tertentu yang
dapat menyebabkan perbedaan farmakokinetik dan farmakodinamik yang besar
antara satu pasien dengan pasien lainnya. Pada penderita-penderita dengan kondisi
tertentu dapat mempengaruhi/merubah respon penderita terhadap obat. Ini berarti
cukup pertimbangan apakah ada kontra indikasi, ataukah ada kondisi-kondisi
khusus yang memerlukan penyesuaian dosis secara individual (misalnya adanya
kegagalan ginjal). 4,5
1.5 Resep yang Tidak Rasional
Penggunaan obat yang tidak rasional pada dasarnya tidak tetap secara
medik, yaitu tidak tepat indikasi, tidak tepat dosis, cara dan lamanya pemberian,
serta tidak tepat informasi yang disampaikan sehubungan pengobatan yang
diberikan. Ketidakrasionalan penggunaan obat juga terjadi bila risiko penggunaan
obat lebih besar dari manfaatnya. Dalam praktek sehari-hari ketidakrasionalan
penggunaan obat banyak dijumpai dan beragam jenisnya, mulai dari peresepan
obat tanpa indikasi, pemberian yang tidak tepat, peresepan obat yang mahal atau
manfaatnya masih diragukan serta praktek polifarmasi.1
Penggunaan obat yang tidak rasional mempunyai dampak negatif sebagai
berikut 1 :
1.
2.
3.
Dampak terhadap efek samping dan efek lain yang tidak diharapkan, yaitu
makin banyak obat yang digunakan makin besar juga risiko terjadinya efek
samping, peningkatan resistensi pada pemberian antibiotik secara under atau
over prescribing atau kemungkinan penularan penyakit/terjadinya syok
anafilaktik.
4.
10
eliminasi serum pada subjek dengan fungsi ginjal normal adalah sekitar 4 jam.
Ikatan ciprofloksasin dengan protein serum cukup rendah, sekitar 20-40 %,
sehingga tidak cukup untuk menyebabkan interaksi yang kuat dengan obat lain.6
Indikasi
Secara
in vitro
ciprofloksasin
ampuh
melawan
sejumlah
besar
Citrobacter
freundii,
Enterobacter
cloacae,
Escherichia
coli,
11
membuat
ciprofloksasin
bisa
menjadi
pilihan
bagi
mikroorganisme. 6
Ciprofloksasin memiliki aktivitas yang sangat bagus untuk gram negatif dan
aktivitas dari sedang sampai baik terhadap bakteri gram positif.7,8
Ciprofloksasin dapat digunakan pada penderita dengan infeksi saluran
napas, infeksi saluran kemih, infeksi tulang dan sendi, infeksi kulit dan jaringan
lunak, infeksi gastrointestinal, gonorrhoea akut, osteomielitis akut dan serta untuk
mengatasi infeksi pasca bedah oleh kuman Ps. Aeruginosa atau stafilokokkus
yang resisten terhadap aminoglikosida dan betalaktam.6,7
Dosis Obat
Sediaan yang tersedia adalah tablet 250 mg dan kapsul 500mg. Dosis
pemberian ciprofloksasin yang dianjurkan adalah 2 x 250 750 mg/hari atau 5-15
mg/kgBB diberikan 2 kali dalam sehari untuk oral dan 2 x 100-200mg/hari (iv)
selama 7 10 hari.7,9
Kontra Indikasi
1.
6,9,10
2.
3.
12
3.
4.
5.
Efek Samping
Biasanya bisa timbul nausea, abdominal discomfort, dispepsia, flatulens,
diare, stomatitis, kolitis pseudomembran, sakit kepala, pusing, malaise,
drownsiness, kelelahan, agitasi, insomnia. Jarang terjadi efek seperti depresi,
halusinasi, gangguan penglihatan, psikosis dan konvulsi, serta ruam pada kulit.6
Selain itu efek samping yang dapat ditimbulkan oleh obat ini antara lain
gangguan saluran cerna (mual, muntah, diare, dispepsia, nyeri perut), susunan
saraf pusat (halusinasi, kejang, delirium) dan hepatotoksisitas. Hati-hati
penggunaannya pada penderita dengan disfungsi ginjal, lanjut usia, epilepsi,
riwayat gangguan SSP.7,9
1.6.2 Mefinter (Asam Mefenamat)
Mefinter merupakan nama dagang obat yang mengandung asam
mefenamat. Mefinter merupakan obat yang digunakan untuk pengurang rasa sakit,
13
14
700
mg
Glucosamine HCl
800
mg
L-Arginine HCl
800
mg
Glycine
333
mg
Glycyrrhizinic acid
33,3 mg
Zink sulfate
mg
Calsium pantothenate
mg
Pyridoxine
0,6 mg
Folic acid
133
Cyanocobalamin
Cistus incanus
mg
0,5 mg
125
mg
15
Cara Penyajian: Campurkan dan aduk Aviter dengan air, susu atau jus buah
Kemasan: Kotak berisi 21 sachet @ 6 gram
Kegunaan: Membantu memelihara daya tahan tubuh
Perinngatan/Perhatian:
1.
Tidak boleh digunakan lebih dari 4 minggu tanpa anjuran dari dokter.
2.
3.
Produk ini mengandung fenil alanin, tidak boleh digunakan pada penderita
phenyl ketonuria dan wanita hamil dengan kadar fenil alanin tinggi.
16
Farmakokinetik
Bioavailabilitas ranitidin yang diberikan secara oral sekitar 50% dan
meningkat pada pasien penyakit hati. Masa paruhnya kira-kira 1,7 -3 jam pada
orang dewasa, dan memanjang pada orang tua dan pasien gagal ginjal. Pada
pasien penyakit hati masa paruh ranitidin juga memanjang meskipun tidak sebesar
pada ginjal. Pada ginjal normal, volume distribusi 1,7 L/kg sedangkan klirens
kreatinin 25-35 ml/menit. Kadar puncak plasma dicapai dalam 1-3 jam setelah
penggunaan ranitidine 150 mg secara oral, dan terikat protein plasma hanya 15 %.
Ranitidin mengalami metabolisme lintas pertama di hati dalam jumlah
yang cukup besar setelah pemberian oral. Ranitidin dan metabolitnya diekskresi
terutama melalui ginjal, sisanya melalui tinja. Sekitar 70% dari ranitidin yang
diberikan IV dan 30 % yang diberikan secara oral diekskresi dalam urin dalam
bentuk asal.
Interaksi Obat
Nifedin, warfarin, teofilin dan metoprolol dilaporkan berinteraksi dengan
ranitidin. Selain menghambat sitokrom P-450, Ranitidin dapat juga menghambat
absorbsi diazepam dan mengurangi kadar plasmanya sejumlah 25%. Sebaiknya
obat yang dapat berinteraksi dengan ranitidin diberi selang waktu minimal 1 jam.
Ranitidin dapat menyebabkan gangguan SSP ringan, karena lebih sukar melewati
sawar darah otak.
Indikasi
Ranitidin digunakan untuk mengobati tukak lambung dan tukak
duodenum. Akan tetapi manfaat terapi pemeliharaan dalam pencegahan tukak
17
terhadap
sekresi
malam
hari,
masing-masing
menyebabkan
penghambatan 90%.
Tersedia dalam tablet 150 mg dan ampul 50 mg/ml. Dosis untuk dewasa 2
x sehari 150 mg. Selain itu juga ada bentuk ampul 50 mg dengan dosis untuk
dewasa 3-4 x sehari 50 mg IM/ bolus IV intermitten. Cara pemberian obat adalah
bersamaan dengan makanan.
BAB II
18
ANALISA RESEP
2.1. Resep
Keterangan Resep
19
Klinik
Tanggal
: 10-11-2009
Nama Pasien
Umur
: 33 tahun
No. RMK
: 85-56-89
Alamat
Diagnosa
20
Kelengkapan Resep
1. Pada resep ini sudah dicantumkan nama dokter, tempat praktek/poli (bagian
dari rumah sakit). Surat izin praktek pada resep ini tidak diperlukan karena
dokter yang menuliskan sedang bertugas di dalam bagian rumah sakit.
2. Nama kota serta tanggal resep sudah ditulis oleh dokter.
3. Superscriptio
Tanda R/ sebagai superscriptio sudah tercantum dalam resep ini
4. Inscriptio
21
a) Pada resep ini sudah mencantumkan nama setiap jenis obat/bahan yang
diberikan dan jumlahnya. Jenis/bahan obat dalam resep ini terdiri dari :
Remedium
Cardinale
atau
b)
Untuk satuan berat sediaan obat tidak jelas, serta sediaan obat dan cara
pemakaian kurang lengkap dan jelas, obat tidak dituliskan diminum
sesudah makan atau sebelum makan.
5. Subscriptio
Subscriptio yang berisi cara pembuatan obat dan bentuk sediaan yang akan
dibuat tidak dicantumkan karena resep ini menggunakan formula spesialistis.
6. Signatura/transcriptio
-
Pada resep ini tanda signatura (S) telah dicantumkan, walaupun tulisannya
kurang jelas karena terlihat seperti garing miring.
Pada resep ini tidak dicantumkan waktu pemberian obat, misalnya : p.c, a.c,
atau d.c.
22
Pada bagian signatura untuk obat kausatif harus diberikan setiap berapa jam
obat diminum, misalnya tiap 12 jam (o.12.h). Pada resep simptomatik juga
seharusnya dicantumkan pemakaian apabila gejala timbul (prn) dan harus
diberikan setiap berapa jam obat diminum.
Angka
pada
frekuensi
pemberian
obat
23
tidak
dituliskan, apakah sebelum makan, sesudah makan, atau berapa jam jeda
pemberian. Frekuensi pemakaian obat tertulis pada semua obat.
Pada resep ini, penulisan dosis obat tidak disertai dengan mg, sehingga
satuan yang tidak dituliskan mungkin menyebabkan kesalahan interpretasi
menjadi dosis g.
Tabel 2.1
N Nama Obat
o
Fungsi Obat
Obat Antibiotik
Interflox
(Ciprofloksas
in)
golongan
kuinolon
derivat
siklopropil dari
kelompok
fluorokuinolon.
Dosis
Freku
ensi
Waktu
Lama
Pemberian
Pemberian
Obat
Obat
Resep
250750
mg
2x
Bersama/
Setelah
makan
Sesuai
prosedur
terapi
pemberian
antibiotik 710
2x1
tab,
selama
5 hari
3 x 500
mg
selama
5 hari
2x 1
sachet
selama
10 hari
Mefinter
(Asam
Mefenamat)
Obat Antipiretik,
analgetik dan
antiinflamasi
500
mg
3x
Setelah
makan
Selama
diperlukan
Aviter
Suplemen
makanan
1
sachet
1x
Selama
diperlukan
Gastridin
(Ranitidin)
Penghambat
Reseptor H2
150
mg
2x
Dapat
diberikan
sebelum
atau setelah
makan
Dapat
bersama
makan/
tidak
Selama
diperlukan
2x1 tab
selama
5 hari
24
25
26
continue atau intermittent, nyeri ini terjadi karena lumen appendik mengalami
partial obstruksi.16
Patofisiologi terjadinya apendiks terinflamasi dan mengalami edema
sebagai akibat terlipat atau tersumbat kemungkinan oleh fekolit (massa keras dari
faeces) atau benda asing. Proses inflamasi meningkatkan tekanan intraluminal,
menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif, dalam
beberapa jam terlokalisasi dalam kuadran kanan bawah dari abdomen. Akhirnya
apendiks yang terinflamasi berisi pus.16,17
Terjadinya apendisitis kronis umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri.
Jenis bakteri yang biasanya menyebabkan appendisitis adalah Escherichia coli.
Namun terdapat banyak sekali faktor pencetus terjadinya penyakit ini.
Diantaranya obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks. Obstruksi pada lumen
apendiks ini biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras,
hipeplasia jaringan limfoid, penyakit cacing, parasit, benda asing dalam tubuh,
kanker primer dan striktur. Namun yang paling sering menyebabkan obstruksi
lumen apendiks adalah fekalit dan hiperplasia jaringan limfoid.16,17
Apendisitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari : mual,
muntah dan nyeri yang hebat di perut kanan bagian bawah. Nyeri bisa secara
mendadak dimulai di perut sebelah atas atau di sekitar pusar, lalu timbul mual dan
muntah. Setelah beberapa jam, rasa mual hilang dan nyeri berpindah ke perut
kanan bagian bawah. Jika dokter menekan daerah ini, penderita merasakan nyeri
tumpul dan jika penekanan ini dilepaskan, nyeri bisa bertambah tajam. Demam
bisa mencapai 37,8-38,8 C.16,17
27
28
Nama Dokter
: dr.E.Electa IRT
UPF / Bagian
NIP
No.XIV
Pro
: Tn. Didi Rosel
Umur : 33 tahun
Alamat : Jl Gandaria II No.4 Rt.12 Kebun Bunga
Banjarmasin
BAB III
29
KESIMPULAN
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Lestari, CS. Seni Menulis Resep Teori dan Praktek. PT Pertja. Jakarta, 2001.
2. Harianto. Hubungan antara kualifikasi dokter dengan kerasionalan penulisan
resep obat oral kardiovaskuler pasien dewasa ditinjau dari sudut interaksi obat
(studi kasus di apotek x Jakarta Timur). Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. III,
No.2, Agustus 2006, 66 77.
3. Joenoes, Nanizar Zaman. Ars prescribendi penulisan resep yang rasional 1.
Surabaya: Airlangga University Press, 1995.
4. Staf Pengajar Farmakologi FK UNLAM. Perihal resep I. Dalam Diktat
Farmakologi III edisi 3 Program Studi Pendidikan Dokter. Banjarbaru: Bagian
Farmakologi FK Unlam, 2008.
5. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2000. Informatorium Obat
nasional Indonesia 2000 (IONI). Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan
Obat.
6. Anonymous. Pilihan Antibiotika untuk CAP. 2006. (online); Available from:
(http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=110,
di
akses tanggal 7 Desember 2009).
7. Ganiswarna, Sulistia G. Farmakologi dan Terapi edisi 4. Bagian Farmakologi
Fakultas Kedokteran UI. Jakarta, 1995.
8. Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. Obat-Obat Penting Edisi ke 5. Jakarta:
PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, 2002.
9. Almatsier M. MIMS edisi bahasa Indonesia. Volume 7. Jakarta: CMP Medica,
2006.
10. Anonymous. INTERFLOX. 2009. (online); Available from: (http:///
www.kimiafarmaapotek.com/.../INTERFLOX.../kf.flypage.html,
diakses
tanggal 7 Desember 2009).
11. Anonymous. Interflox 500 mg. 2009. (online); Available from: (http:///
www.farmasiku.com/index.php?target=products&product_id, diakses tanggal
7 Desember 2009).
12. Anonymous. MEFINTER. 2009. (online); Available from:
www.kimiafarmaapotek.com/.../MEFINTER.../kf.flypage.html,
tanggal 7 Desember 2009).
(http:///
diakses
31
13. Sukandar YE, Andrajati R, Sigit IJ, Setiadi AA, Kusnandar. Infeksi pasca
pembedahan dalam ISO Farmakoterapi. Ikrar Mandiri Abadi. Jakarta; 2008.
14. Anonymous.
AVITER.
2009.
(online);
Available
from:
(http:///id.answers.yahoo.com/question/index?qid, diakses tanggal 7 Desember
2009).
15. Lacy, Charles F. Drug Information Handbook. 14th edition. 2006. Lexicomp,
North American.
16. Anonymous. Appendisitis kronis dalam ilmu bedah. 2009. (online); Available
from: http:///www.bedahugm.net/tag/appendicitis-kronis, diakses tanggal 7
Desember 2009).
17. Arisandy Defa. Appendisitis. 2009. (online); Available from: http:///
www.fadlie.web.id/askep/askep-apendisitis8b.pdf, diakses tanggal 7 Desember
2009).
32