Você está na página 1de 4

Apa itu CBM (Coal Bed Methane) ?

CBM telah dikenal lama oleh para pekerja tambang batubara terutama pada
penambangan bawah tanah (underground) sebagai gas tambang. Gas tambang ini
sering kali mencelakai pekerja tambang. Gas tambang / CBM ini dianggap sebagai
penyebab ledakan dan longsor di dalam tambang batubara.
Saat ini Gas tambang ini dapat dimanfaatkan dan diambil sebagai energi gas.
Sehingga gas tambang ini tidak mencelakai para pekerja tambang. Selain itu gas
tambang metana yang keluar merusak atmosfer dapat dicegah
CBM juga dikenal sebagai coal seam gas (CSG) atau coal seam natural gas
(CSNG). Batubara memiliki lapisan-lapisan berisi gas alam dengan kandungan
utamanya metana atau methane (CH4) yang disebut CBM. CBM (Coal Bed
Methane) adalah gas metana yang dihasilkan selama proses pembatubaraan dan
(tetap) terperangkap dalam batubara. Gas tersebut dapat terbentuk secara biogenik
maupun thermogenik (dalam eksplorasi CBM yang dicari adalah thermogenik). Ciri
fisiknya gas ini: tak berwarna, tidak berbau, tidak beracun, tapi ketika bercampur
dengan udara bisa tiba-tiba meledak (mudah terbakar).
CBM terbentuk bersama air, nitrogen dan karbondioksida ketika material tumbuhan
tertimbun dan berubah menjadi batubara karena panas dan proses kimia selama
waktu geologi yang sering disebut dengan coalification.

Gambar 1. Proses Pembatubaraan

Produksi pada methane dari lapisan batubara dibagi menjadi 3 tipe proyek :
1.

Coal bed methane

2.

Coal mine methane

3.

Enhanced coal bed methane.


Setiap proyek memiliki kesempatan dan persoalan-persoalan yang berbeda

Gambar 2. Tipe Pengembangan CBM

Karakter dari batubara yang baik untuk produksi CBM :


Kandungan gas tinggi :15m3-30m3 per ton
2.
Permeabilitas yang baik : 30mD-30mD.
3.
Dangkal : lapisan batubara < kedalaman 1000m. Tekanan pada kedalaman
yang berlebih terkadang sangat tinggi dan telah mengalami penguapan. Hal ini
disebabkan tekanan tinggi menyebabkan adanya struktur cleat yang menyebabkan
penurunan permeabilitas.
4.
Ranking batubara : kebanyakan proyek CBM memproduksi gas dari batubara
bituminus, tetapi hal ini dapat mungkin terjadi di Antrasit. Semakin bertambah
kuantitasnya dari gambut hingga medium volatile bituminous rank, lalu berkurang
hingga antrasit. Jadi, dari low rank coal pun sudah punya CBM (umumnya kualitas
batubara di Indonesia kita adalah low rank). Tentu saja kuantitas gas akan semakin
banyak jika lapisan batubaranya semakin tebal.
1.

Pada prinsipnya, sejumlah banyak cbm tersimpan dalam coal matrix secara
adsorption, yang arti mudahnya adalah 'gas menempel di dalam pori-pori coal
matrix' (ada juga sih cbm sebagai free gas atau gas yang tidak menempel pada coal
matrix). Cara terkandungnya cbm ini berbeda dengan cara tersimpannya
conventional gas. conventional gas tersimpan secara compressed (sebenarnya
sama saja dengan free gas). Jadi, lapisan batubara pada target eksplorasi cbm
selain berperan sebagai reservoir, juga berperan sebagai source rock (tidak ada
migrasi seperti pada conventional gas).

CBM dapat keluar (desorption) dari coal matrix melalui cleat (bidang rekahan
dengan merendahkan pressure (air) pada target lapisan. Hubungan antara kuantitas
cbm yang tersimpan dalam coal matrix terhadap pressure dinamakan Kurva
Langmuir Isotherm (proses tersebut berada pada suhu yang konstan terhadap
perubahan pressure). Tekanan tersebut direndahkan dengan cara memompa air
(dewatering). Jadi, sejumlah banyak air juga akan diproduksikan dan ini
menyebabkan kalau mengeksploitasi CBM akan berhadapan dengan environmental
challenge, karena banyaknya air yang diproduksi.

Gamabr 3. Bidang Rekahan di Bidang Batubara

Você também pode gostar