Você está na página 1de 47

Anamnesis THT

Sistem SS
Dr. fanny

Rhinitis Vasomotor

Definisi
Gangguan pada mukosa hidung yang ditandai
dengan adanya edema yang persisten dan hipersekresi
kelenjar pada mukosa hidung apabila terpapar oleh iritan
spesifik. Kelainan ini merupakan

keadaan yang non-

infektif dan non-alergi. Rinitis vasomotor disebut juga


dengan vasomotor catarrh, vasomotor rinorrhea, nasal
vasomotor instability, nonspesific allergic rhinitis, non-Ig
E mediated rhinitis atau intrinsic rhinitis.
Etiologi
Etiologi yang pasti belum diketahui, tetapi
diduga sebagai akibat gangguan keseimbangan fungsi
vasomotor dimana sistem saraf parasimpatis relatif lebih
dominan. Keseimbangan vasomotor ini dipengaruhi oleh
berbagai faktor yang berlangsung temporer, seperti emosi,
posisi tubuh, kelembaban udara,perubahan suhu luar,
latihan jasmani dan sebagainya, yang pada keadaan
normal

faktor-faktor

tadi

tidak

dirasakan

sebagai

gangguan oleh individu tersebut.


Beberapa

faktor

yang

mempengaruhi

keseimbangan vasomotor :
1. Obat-obatan yang menekan dan menghambat kerja
saraf simpatis, seperti ergotamin, chlorpromazin, obat anti
hipertensi dan obat vasokonstriktor topikal.
2. Faktor fisik, seperti iritasi oleh asap rokok, udara
dingin, kelembaban udara yang tinggi dan bau yang

merangsang.
3. Faktor endokrin, sepeti keadaan kehamilan, pubertas,
pemakaian pil anti hamil dan hipotiroidisme.
4. Faktor psikis, seperti stress, ansietas dan fatigue.
Patofisiologi

Sistem saraf otonom mengontrol aliran darah ke


mukosa hidung dan sekresi dari kelenjar. Diameter
resistensi pembuluh darah di hidung diatur oleh sistem
saraf simpatis sedangkan parasimpatis mengontrol sekresi
kelenjar. Pada rinitis vasomotor terjadi disfungsi sistem
saraf otonom yang menimbulkan peningkatan kerja
parasimpatis yang disertai penurunan kerja saraf simpatis.
Baik sistem simpatis yang hipoaktif maupun sistem
parasimpatis

yang

hiperaktif,

keduanya

dapat

menimbulkan dilatasi arteriola dan kapiler disertai


peningkatan permeabilitas kapiler, yang akhirnya akan
menyebabkan transudasi cairan, edema dan kongesti.
Teori lain mengatakan bahwa terjadi peningkatan peptide
vasoaktif dari sel-sel seperti sel mast. Termasuk diantara
peptide ini adalah histamin, leukotrin, prostaglandin,
polipeptide intestinal vasoaktif dan kinin. Elemen-elemen
ini tidak hanya mengontrol diameter pembuluh darah
yang menyebabkan kongesti, tetapi juga meningkatkan
efek asetilkolin dari sistem saraf parasimpatis terhadap
sekresi hidung, yang menyebabkan rinore. Pelepasan
peptide-peptide ini tidak diperantarai oleh Ig-E (non-Ig E
mediated) seperti pada rinitis alergi.
Gejala klinis
Gejala yang dijumpai pada rinitis vasomotor

kadang-kadang sulit dibedakan dengan rinitis alergi


seperti hidung tersumbat dan rinore. Rinore yang hebat
dan bersifat mukus atau serous sering dijumpai. Gejala
hidung tersumbat sangat bervariasi yang dapat bergantian
dari satu sisi ke sisi yang lain, terutama sewaktu
perubahan posisi.Keluhan bersin-bersin tidak begitu nyata
bila dibandingkan dengan rinitis alergi dan tidak terdapat
rasa gatal di hidung dan mata.dapat memburuk pada pagi
hari waktu bangun tidur oleh karena adanya perubahan
suhu yang ekstrim, udara lembab, dan juga oleh karena
asap rokok dan sebagainya.Selain itu juga dapat dijumpai
keluhan adanya ingus yang jatuh ke tenggorok ( post nasal
drip ). Berdasarkan gejala yang menonjol, rhinitis
vasomotor dibedakan dalam 2 golongan, yaitu golongan
obstruksi (blockers) dan golongan

rinore (runners /

sneezers).
Alur diagnosis
1.Anamnesis
Dalam

anamnesis

dicari

faktor

yang

mempengaruhi keseimbangan vasomotor dan disingkirkan


kemungkinan rinitis alergi.Biasanya penderita tidak
mempunyai riwayat alergi dalam keluarganya dan keluhan
dimulai pada usia dewasa. Beberapa pasien hanya
mengeluhkan gejala sebagai respon terhadap paparan zat
iritan tertentu tetapi tidak mempunyai keluhan apabila
tidak terpapar.
- Tidak berhubungan dengan musim
- Riwayat keluarga ( - )
- Riwayat alergi sewaktu anak-anak ( - )
- Timbul sesudah dewasa

- Keluhan gatal dan bersin ( - )


2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan rinoskopi anterior tampak
gambaran klasik berupa edema mukosa hidung, konka
hipertrofi dan berwarna merah gelap atau merah tua
(karakteristik), tetapi dapat juga dijumpai berwarna pucat.
Permukaan konka dapat licin atau berbenjol ( tidak rata ).
Pada rongga hidung terdapat sekret mukoid, biasanya
sedikit. Akan tetapi pada golongan rinore, sekret yang
ditemukan bersifat serosa dengan jumlah yang banyak.
Pada rinoskopi posterior dapat dijumpai post
nasal drip. Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk
menyingkirkan kemungkinan rinitis alergi. Test kulit
( skin test ) biasanya negatif, demikian pula test RAST,
serta kadar Ig E total dalam batas normal. Kadangkadang ditemukan juga eosinofil pada sekret hidung, akan
tetapi dalam jumlah yang sedikit. Infeksi sering menyertai
yang ditandai dengan adanya sel neutrofil dalam
sekret.Pemeriksaan

radiologik

sinus

memperlihatkan

mukosa yang edema dan mungkin tampak gambaran


cairan dalam sinus apabila sinus telah terlibat.
Pemeriksaan THT :
- Struktur abnormal ( - )
- Tanda - tanda infeksi ( - )
- Pembengkakan pada mukosa ( + )
- Hipertrofi konka inferior sering dijumpai
3. Pemeriksaan Penunjang
a.Radiologi
X-Ray / CT Scan

- Tidak dijumpai bukti kuat keterlibatan sinus


- Umumnya dijumpai penebalan mukosa
b. Bakteriologi
- Rinitis bakterial ( - )
c.Test alergi
- Ig E total : Normal
- Prick Test : Negatif atau positif lemah
- RAST : Negatif atau positif lemah
Penatalaksanaan
Pengobatan

rinitis

vasomotor

bervariasi,

tergantung kepada faktor penyebab dan gejala yang


menonjol. Secara garis besar, pengobatan dibagi dalam :
1. Menghindari penyebab / pencetus ( Avoidance therapy )
2. Pengobatan konservatif ( Farmakoterapi ) :
-Dekongestan atau obat simpatomimetik digunakan untuk
mengurangi keluhan hidung tersumbat.
Contohnya : Pseudoephedrine dan Phenylpropanolamine
(oral) serta Phenylephrinedan Oxymetazoline (semprot
hidung).
- Anti histamin : paling baik untuk golongan rinore.
- Kortikosteroid topikal mengurangi keluhan hidung
tersumbat, rinore dan bersin-bersin dengan menekan
respon inflamasi lokal yang disebabkan oleh mediator
vasoaktif. Biasanya digunakan paling sedikit selama 1
atau 2 minggu sebelum dicapai hasil yang memuaskan.
Contoh steroid topikal : Budesonide, Fluticasone,
Flunisolide atau Beclomethasone
- Anti kolinergik juga efektif pada pasien dengan rinore
sebagai keluhan utamanya.

Contoh : Ipratropium bromide (nasalspray)


3. Terapi operatif (dilakukan bila pengobatan konservatif
gagal) :
- Kauterisasi konka yang hipertrofi dengan larutan
AgNOatau triklorasetat pekat (chemical

cautery )

maupun secara elektrik (electrical cautery).


- Diatermi submukosa konka inferior (submucosal
diathermy of the inferior turbinate)
- Bedah beku konka inferior (cryosurgery)
- Reseksi konka parsial atau total (partial or total turbinate
resection)
- Turbinektomi dengan laser (laser turbinectomy)
- Neurektomi n. vidianus (vidian neurectomy), yaitu
dengan melakukan pemotongan pada n.vidianus, bila
dengan cara diatas tidak memberikan hasil. Operasi
sebaiknya dilakukan pada pasien dengan keluhan rinore
yang hebat. Terapi ini sulit dilakukan, dengan angka
kekambuhan yang cukup tinggi dan dapat menimbulkan
berbagai komplikasi.
Komplikasi
1. Sinusitis
2. Eritema pada hidung sebelah luar
3. Pembengkakan wajah
PROGNOSIS
Prognosis dari rinitis vasomotor bervariasi.
Penyakit kadang-kadang dapat membaik dengan tiba-tiba,
tetapi bisa juga resisten terhadap pengobatan yang
diberikan.

Benda asing di Liang


Telinga

Benda yang ditemukan :


Binatang (kecoa, serangga, semut, dll)
Komponen tumbuhan atau mineral
Pada anak kecil
Kacang hijau
Karet penghapus
Pada orang dewasa
Potongan korek api
Terkadang Binatang (kecoa, serangga,
semut, nyamuk, dll)
Disini dapat terjadi edema liang telinga karena
trauma, sehingga menyulitkan dokter untuk
mengeluarkan kotoran.
Penatalaksanaan
Anesthesia umum
Bila pasien tidak kooperatif da nada risiko
merusak gendang telinga atau struktur
telinga tengah, maka sebaiknya tindakan
ini.
Binatang diliang telinga harus dimatikan
terlebih dahulu dengan menggunakan
tampon basah ke liang telinga lalu
meneteskan cairan, misal larutan Rivanol
di telinga lebih kurang 10 menit
Kemudian benda asing diirigasi dengan air
bersih untuk mengeluarkan dengan pinset
atua kapas (yang dililitkan pada pelilit
kapas).
Benda asing yang besar dapat ditarik
dengan pengait serumen, yang kecil bisa
diambil dengan cunam atau pengait.

EPISTAKSIS

Definisi Epistaksis
Epistaksis adalah keluarnya darah dari hidung
yang

penyebabnya

bisa

lokal

atau

sistemik.

Perdarahan bisa ringan sampai serius dan bila


tidak

segera

ditolong

dapat

berakibat

fatal.

Sumber perdarahan biasanya berasal dari bagian


depan atau bagian belakang hidung.

Epistaksis ringan biasanya berasal dari bagian anterior

hidung, umumnya mudah diatasi dan dapat berhenti


sendiri.
Epistaksis berat berasal dari bagian posterior hidung yang
dapat menimbulkan syok dan anemia serta dapat
menyebabkan terjadinya iskemia serebri, insufisiensi
koroner dan infark miokard yang kalau tidak cepat
ditolong dapat berakhir dengan kematian. Pemberian infus
dan transfusi darah serta pemasangan tampon atau
tindakan lainnya harus cepat dilakukan. Disamping itu
epistaksis

juga

dapat

merupakan

tanda

adanya

pertumbuhan suatu tumor baik ganas maupun jinak. Ini


juga memerlukan penatalaksanaan yang rinci dan terarah
untuk menegakkan diagnosis dan menentukan modalitas
pengobatan yang terbaik.
Etiologi
Beberapa penyebab epistaksis dapat digolongkan menjadi
etiologi lokal dan sistemik.
Etiologi local
Trauma lokal misalnya setelah membuang ingus dengan
keras, mengorek hidung, fraktur hidung atau trauma
maksilofasia lainnya.
Tumor, baik tumor hidung maupun sinus yang jinak dan
yang ganas. Tersering adalah tumor pembuluh darah
seperti angiofibroma dengan ciri perdarahan yang hebat
dan karsinoma nasofaring dengan ciri perdarahan
berulang ringan bercampur lendir atau ingus.
Idiopatik yang merupakan 85% kasus epistaksis, biasanya
ringan dan berulang pada anak dan remaja. Ketiga diatas
ini merupakan penyebab lokal tersering.
Eiologi lainnya yaitu

iritasi gas atau zat kimia yang merangsang


ataupun udara panas pada mukosa hidung;
Keadaan lingkungan yang sangat dingin
Tinggal

di

daerah

yang

tinggi

atau

perubahan tekanan atmosfir yang tiba tiba


Pemakaian semprot hidung steroid jangka
lama
Benda asing atau rinolit dengan keluhan
epistaksi ringan unilateral clsertai Ingus berbau
busuk.

Etiologi sistemik
1. Hipertensi dan penyakit kardiovaskuler lainnya
seperti arteriosklerosis. Hipertensi yang disertai
atau tanpa arteriosklerosis rnerupakan penyebab
epistaksis tersering pada usia 60-70 lahun,
perdarahan

biasanya

hebat

berulang

dan

mempunyai prognosis yang kurang baik,


2. Kelainan

perdarahan

misalnya

leukemia,

hemofilia, trombositopenia dll.


3. Infeksi,

misalnya

demam

berdarah

disertai

trornbositopenia, morbili, demam tifoid dll.


Termasuk etiologi sistemik lain
Lebih jarang terjadi adalah gangguan keseimbangan
hormon

misalnya

pada

kehamilan,

menarke

dan

menopause
kelainan kongenital misalnya hereditary hemorrhagic
Telangieclasis atau penyakit Rendj-Osler-Weber;

Peninggian

tekanan

vena

seperti

pada

ernfisema,

bronkitis, pertusis, pneumonia, tumor leher dan penyakit


jantung
pada pasien dengan pengobatan antikoagjlansia.
Sumber perdarahan
Sumber perdarahan berasal dari bagian anterior atau
posterior rongga hidung.
Epistaksis anterior
Berasal

dari

pleksus

Kiesselbach

atau

a.etmoidalis anterior. Perdarahan biasanya ringan,


mudah diatasi dan dapat berhenti sendiri.
Pada

saat

kepala,

periksalah

berada

di

pemeriksaan
pleksus

septum

dengan

Kiesselbach

bagian

anterior

lampu
yang
yang

merupakan area terpenting pada epistaksis. la


merupakan

anastomosis

cabang

a.etmoidalis

anterior, a.sfenopaltina, a. palatina asendens dan


a.labialis superior. Terutama pada anak pleksus ini
di dalam mukosa terletak lebih superfisial, mudah
pecan dan menjadi penyebab hampir semua
epistaksis pada anak.

Epistaksis posterior
umumnya berat sehingga sumber perdarahan seringkali
sulit dicari. Umumnya berasal dari a.sfenopalatina
dan a.etmoidalis posterior. Sebagian besar darah
mengalir ke rongga mulut dan memerlukan
pemasangan tampon posterior untuk mengatasi
perdarahan. Sering terjadi pada penderita usia
lanjut dengan hipertensi.

Patofisiologi
Rongga hidung kita kaya dengan pembuluh darah.
Pada rongga bagian depan, tepatnya pada sekat
yang membagi rongga hidung kita menjadi dua,
terdapat anyaman pembuluh darah yang disebut
pleksus Kiesselbach. Pada rongga bagian belakang
juga

terdapat

banyak

cabang-cabang

dari

pembuluh darah yang cukup besar antara lain dari


arteri sphenopalatina.
Rongga

hidung

mendapat

aliran

darah

dari

cabang arteri maksilaris (maksila=rahang atas)


interna

yaitu

arteri

palatina

(palatina=langit-

langit) mayor dan arteri sfenopalatina. Bagian


depan hidung mendapat perdarahan dari arteri
fasialis

(fasial=muka).

Bagian

depan

septum

terdapat anastomosis (gabungan) dari cabangcabang

arteri

sfenopalatina,

arteri

etmoid

anterior, arteri labialis superior dan arteri palatina


mayor yang disebut sebagai pleksus kiesselbach
(littles area).
Jika pembuluh darah tersebut luka atau rusak,
darah akan mengalir keluar melalui dua jalan,
yaitu lewat depan melalui lubang hidung, dan
lewat belakang masuk ke tenggorokan.
Epistaksis dibagi menjadi 2 yaitu anterior (depan)
dan posterior (belakang). Kasus epistaksis anterior
terutama

berasal

dari

bagian

depan

hidung

dengan asal perdarahan berasal dari pleksus


kiesselbach.

Epistaksis

posterior

umumnya

berasal dari rongga hidung posterior melalui

cabang a.sfenopalatina.
Epistaksis anterior menunjukkan gejala klinik yang
jelas berupa perdarahan dari lubang hidung.
Epistaksis posterior seringkali menunjukkan gejala
yang tidak terlalu jelas seperti mual, muntah
darah,

batuk

darah,

anemia

dan

biasanya

epistaksis posterior melibatkan pembuluh darah


besar sehingga perdarahan lebih hebat jarang
berhenti spontan.

Pemeriksaan
Pemeriksaan

meliputi

pemeriksaan

anamnesis,keadaan umum, dan pemeriksaan fisik


hidung.
Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan :
apakah perdarahan ini baru perlama kali
atau sebelumnya sudah pernah
kapan terakhir lerjadinya.
jumlah perdarahan
Perlu lebih detail karena pasien biasanya
dalam keadaan panik dan cenderung mengatakan
bahwa

darah

yang

keluar

adalah

banyak.

Tanyakan apakah darah yang keluar kira-kira satu


sendok alau satu cangkir Sisi mana yang berdarah

jjga perlu dilanyakan,


Apakah satu sisi yang sama atau keduanya;
Apakah ada trauma, infeksi sinus, operas
hidung atau sinus
apakah ada hipertensi
keadaan mudah berdarah
Apakah ada penyakit paru kronik, penyakit
kardiovaskuler,

arteriosklerosis;

apakah

sering

makan obat-obatan seperti aspirinn atau produk


antikoagjlansia

Pemeriksaan keadaan umum.


Tanda vital harus dimonitor. Segeralah pasang infus jika
ada penurunan tanda vital, adanya riwayat
perdarahan profus, baru mengalami sakit berat
misalnya serangan jantung, stroke atau pada orang
tua.
Pemeriksaan hidung.
Pemeriksaan yang diperlukan berupa :
Rinoskopi anterior
Pemeriksaan harus dilakukan dengan cara
teratur

dari

anterior

Vestibulum,mukosa

hidung

ke
dan

posterior.
septum

nasi, dindng lateral hidung dan konkha

inferior harus diperiksa dengan cermat


Rinoskopi posterior
Pemeriksaan nasofaring dengan rinoskopi
posterior

penting

pada

pasien

dengan

epistaksis dan secret hidung kronik untuk


menyingkirkan neoplasma
Pengukuran tekanan darah
Tekana

darah

perlu

diukur

untuk

menyingkirkan diagnosis hipertensi, karena


hipertensi dapat menyebabkan epistaksis
yang hebat dan sering berulang
Rontgen sinus
Rontgen

sinus

penting

mengenali

neoplasma atau infeksi


Skrinning terhadap koagulopati
Tes-tes

yang

protombin
parsial,

tepat

termasuk

serum,waktu
jumlah

platlet

waktu

tromboplastin
dan

waktu

teliti

dapat

perdarahan
Riwayat penyakit
Riwayat

penyakit

yang

mengungkapkan setiap masalah kesehatan


yang mendasari epistaksis

Komplikasi

Komplikasi yang dapat timbul :


sinusitis
septal hematom (bekuan darah pada sekat
hidung)
deformitas (kelainan bentuk) hidung
aspirasi (masuknya cairan ke saluran napas
bawah)
kerusakan jaringan hidung
infeksi

Penatalaksanaan
3 prinsip utama dalam menanggulangi epistaksis :

Menghentikan perdarahan

Mencegah komplikasi

Mencegah berulang nya epistaksis

Penaganan awal
Siapkan alat dan bahan
Keadaan umum penderita:

presyok/syok

anemis

3. berusaha menentukan sumber perdarahan

Beberapa cara untuk menghentikan perdarahan :


Metode trotter
Tampon efedrin 1% atau adrenalin 1/100.000

Kaustik (PERAK NITRAS ATAU TRICHLOR


ACETIC ACID)
Tampon anterior
Tampon bellocq
Usaha paling akhir : ligasi arteri
Tampon Belloque
Perdarahan posterior yang berat biasanya
baru

dapat diatasi

setelah dipasang tampon

posterior atau tampon Belloque. Tampon ini dibuat


dari

kasa

dan

berukuran

3x2x2

cm

dan

mempunyai 3 buah benang, 2 buah pada satu sisi


dan sebuah lagi pada sisi lain. Tampon ini harus
memenuhi koana. Cara memasangnya adalah
sebagai berikut:
Dimasukkan

kateter

terlebih

dahulu

ke

lubang hidung, gunanya untuk menarik tampon


Belloque ke koana.
Ujung kateter yang tampak di orofaring
ditarik keluar rongga mulut dengan pinset dan
diikat pada 2 benang yang terdapat pada 1 sisi
tampon, kateter kemudian ditarik meluar melalui
rongga hidung, tampon akan tertarik ke dalam
rongga mulut dan dengan ujung jari telunjuk
tampon didorong masuk ke koana.
Selanjutnya dipasang tampon anterior dan
kedua benang yang keluar dari lubang hidung
diikatkan / difiksasi sehingga tampon Belloque
tadi akan terfiksasi dengan baik di koana. Benang
yang satu lagi akan tetap berada di rongga mulut
dan difiksasi pada pipi dengan plaster, guna

benang ini adalah untuk menarik tampon keluar


melalui rongga mulut setelah 2-3 hari. Pasien
dengan Belloque tampon harus dirawat.Sebagai
pengganti tampon Belloque dapat dipakai kateter
Foley

dengan

balon.

Balonnya

diletakkan

di

nasofaring dan dikembangkan dengan air.


Pada setiap pemasangan tampon, harus
selalu diberi antibiotik untuk mencegah terjadinya
otitis media dan sinusitis. Jika pasien gelisah obat
penenang atau terapi suportif dapat diberikan.
Obat hemotatik juga dapat diberikan meskipun
manfaatnya masih diragukan.

Ligasi Arteri
Ligasi arteri dilakukan pada epistaksis berat dan
berulang

yang

tidak

dapat

diatasi

dengan

pemasangan tampon. Jenis arteri yang diligasi


tergantung sumber perdarahan. Jika berasal dari
bagian belakang rongga hidung, biasanya dari
a.sfenopalatina

yang

merupakan

cabang

a.maksilaris, dilakukan ligasi a.maksilaris di fossa


pterigomaksila (di belakang dinding belakang
sinus maksila) melalui pendekatan Caldwel-Luc.
Jika tidak berhasil dilakukan ligasi a.karotis
eksterna di daerah leher. Jika perdarahan berasal
dari bagian atas rongga hidung biasanya dari
a.etmoidalis

anterior

atau

posterior,

ligasi

dilakukan pada arteri arteri ini melalui insisi kulit


di daerah medial orbita.

Embolisasi
Embolisasi pembuluh darah juga dapat dilakukan
dengan panduan arteriografi dengan memasukkan
gel sponge atau lainnya, namun terdapat risiko
terjadi emboli otak.
Mencegah mimisan
Jangan mengorek hidung, terutama bila kuku panjang
Jangan terlalu keras bila sisih (mengeluarkan lendir dari
hidung)
Menggunakan humidifier dalam ruangan selama winter
Menggunakan semprot hidung berisi saline (over the
counter) sebelum tidur
Oleskan Vaseline/petroleum jelly dekat lubang hidung
sebelum tidur
Menghindari trauma pada wajah
Menggunakan masker bila bekerja di laboratorium untuk
menghindari menghirup zat-zat kimia secara langsung
Hindari asap rokok karena asap dapat mengeringkan dan
mengiritasi mukosa
Jika menderita alergi berikan obat antialergi untuk
mengurangi gatal pada hidung
Stop pemakaian aspirin karena akan memudahkan
terjadinya

mimisan

dan

membuat

mimisan

berkepanjangan
Furunukel Pada Telinga

Definisi
Furunkel (bisul) pada telinga termasuk pada otitis
eksterna. Otitis eksterna sirkumskripta (furunkel=bisul)
merupakan peradangan pada sepertiga luar liang telinga

mengandung adneksa kulit, seperti folikel rambut,


kelenjar sebasea dan kelenjar serumen, maka ditempat itu
dapat terjadi infeksi pada pilosebaseus, sehingga
membentuk furunkel.
Etiologi
Penyebab otitis eksterna sirkumskripta yang tersering
adalah Staphylococcus aureus, Staphylococcus albus.
Faktor lainnya adalah maserasi kulit liang telinga akibat
sering berenang atau mandi dengan shower, trauma, reaksi
terhadap benda asing, dan akumulasi serumen. Sering
terjadi superinfeksi oleh bakteri piogenik (terutama
Pseudomonas atau staphylococcus) dan jamur.
Patogenesis
Otitis eksterna sirkumskripta merupakan infeksi folikel
rambut, bermula sebagai folikulitis kemudian biasanya
meluas menjadi furunkel. Organisme penyebab biasanya
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus albus.
Umumnya kasus-kasus ini disebabkan oleh trauma
garukan pada liang telinga. Kadang-kadang furunkel
disebabkan oleh tersumbat serta terinfeksinya kelenjar
sebasea di liang telinga. Panas dan lembab dapat
menurunkan daya tahan kulit liang telinga, sehingga
frekuensi penyakit ini agak meningkat pada musim panas.
Pada kasus dini, dapat terlihat pembengkakan dan
kemerahan difus didaerah liang telinga bagian tulang
rawan, biasanya posterior atau superior. Pembengkakan
itu dapat menyumbat liang telinga. Setelah terjadi
lokalisasi dapat timbul pustula. Pada keadaan ini terdapat
rasa nyeri yang hebat sehingga pemeriksaan sukar
dilakukan. Biasanya tidak terdapat sekret sampai absesnya
pecah. Toksisitas dan adenopati muncul lebih dini karena
sifat organisme penyebab infeksi.
Gejala Klinis

Nyeri hebat yang diikuti otore purulen, meatus

nyeri tekan, tampak pembengkakan


Nyeri tekan pada tragus dan pada tarikan daun

telinga
Gangguan pendengaran bila furunkel besar dan
menyumbat liang telinga.

Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan
:
1. Anamnesis
Dari anamnesa dapat ditanyakan gejala dan tanda
yang dirasakan penderita.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan liang telinga, pada inspeksi tampak
linag telinga kemerahan, edema. Rasa nyeri juga
dijumpai terutama saat menggerakkan rahang
(mengunyah), menekan tragus dan menggerkkan
daun telinga.
Adanya inflamasi, hiperemis, edema yang
terlihat pada linag telinga luar dan jaringan

lunak periaurikuler.
Nyeri yang hebat, yang ditandai adanya
kekakuan pada jaringan lunak ppada ramus

mandibula dan mastoid.


Nervus kranialis harus (V-XII) diperiksa.
Status menteal harus diperiksa. Gangguan
status

mental

dapat

menunjukkan

komplikasi intracranial.
Membrane timfani biasanya intak.
Demam tidak umum terjadi.

3. Pemeriksaan penunjang
Biakan dan tes sensitivitas dari sekret.
Diagnosis Banding
Otomikosis
Infeksi jamur di liang telinga dipermudah
oleh kelembaban yang tinggi di daerah tersebut.
Yang tersering ialah pityrosporum, Aspergilus.
Kadang-kadang ditemukan juga kandida albikans
atau jamur lain. Pityrosporum menyebabkan

terbentuka sisik yang menyerupai ketombe dan


merupakan predipossisi otitis eksterna bakterialis.
Gejala biasanya berupa rasa gatal dan rasa
penuh ditelinga, tetapi sering pula tanpa keluhan.
Pengobatannya

ialah

dengan

membersihkan liang telinga . larutan asam asetat


2% dalam alkohol, larutan iodin povidon 5% atau
tetes

telinga

yang

mengandung

campuran

antibiotik dan steroid yang diteteskan keliang


telinga biasanya dapat menyembuhkan. Kadangkadang

diperlukan

salep)yang

dibersihkan

juga

antijamur(sebagai

secara

topikal

yang

mengandung nistatin, klotrimazol.1


Penatalaksanaan

Terapi tergantung pada keadaan furunkel. Bila


sudah menjadi abses, diaspirasi secara steril untuk

mengeluarkan nanahnya.
Lokal diberikan antibiotika dalam bentuk salep
seperti polymixin B atau bacitracin, atau antiseptic

(asam asetat 2-5% dalam alkohol).


Kalua dinding furunkel tebal, dilakukan insisi,
kemudian

dipasang

salir

(drain)

untuk

mengalirkan nananhnya.
Biasanya tidak perlu diberikan antibiotika secara
sistemik, hanya diberikan obat simtomatik seperti
analgetik dan obat penenang.

Pencegahan
Telinga

perenang

kemungkinan

dicegah

dengan

meneteskan cairan yang mengandung campuran alkohol


dan cuka di dalam telinga sebelum dan sesudah berenang.
Orang tersebut harus menghindari berenang di dalam air

yang terpolusi, menggunakan semprotan rambut, dan


menghabiskan waktu yang lama di air hangat, iklim yang
lembab.
Berusaha untuk membersihkan saluran dengan lap kapas
mengganggu mekanisme membersihkan-sendiri yang
normal dan bisa mendorong serpihan ke dalam gendang
telinga, dimana kotoran menumpuk. Juga, tindakan ini
bisa menyebabkan kerusakan kecil yang mempengaruhi
otitis eksternal
PROGNOSIS

Umumnya sembuh setelah diobati.


Dapat kambuh, terutama pada perenang.

RHINITIS ALERGIKA
DEFINISI
Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang
disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien
atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi
dengan
alergen
yang
sama
serta
dilepaskannya suatu mediator kimia ketika
terjadi paparan ulangan dengan alergen
spesifik tersebut. Menurut WHO ARIA
(Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma)
tahun 2001, rinitis alergi adalah kelainan
pada hidung dengan gejala bersin-bersin,
rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah
mukosa hidung terpapar alergen yang
diperantarai oleh IgE.
KLASIFIKASI
Dahulu rinitis alergi dibedakan dalam 2
macam berdasarkan sifat berlangsungnya,
yaitu:
1. Rinitis alergi musiman (seasonal, hay
fever, polinosis)
2. Rinitis alergi sepanjang tahun (perenial)
Gejala keduanya hampir sama, hanya
berbeda dalam sifat berlangsungnya. Saat
ini digunakan klasifikasi rinitis alergi

berdasarkan rekomendasi dari WHO Iniative


ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on
Asthma) tahun 2000, yaitu berdasarkan
sifat berlangsungnya dibagi menjadi:
a. Intermiten (kadang-kadang): bila gejala
kurang dari 4 hari/minggu atau kurang
dari 4 minggu.
b. Persisten/menetap bila gejala lebih dari
4 hari/minggu dan atau lebih dari 4
minggu.
Sedangkan untuk tingkat berat ringannya
penyakit, rinitis alergi dibagi menjadi:
a. Ringan, bila tidak ditemukan gangguan
tidur,
gangguan
aktifitas
harian,
bersantai, berolahraga, belajar, bekerja
dan hal-hal lain yang mengganggu.
b. Sedang atau berat bila terdapat satu
atau lebih dari gangguan tersebut
diatas.
ETIOLOGI
Rinitis alergi melibatkan interaksi antara
lingkungan dengan predisposisi genetik
dalam perkembangan penyakitnya. Faktor
genetik dan herediter sangat berperan pada
ekspresi rinitis alergi. Penyebab rinitis alergi
tersering adalah alergen inhalan pada
dewasa dan ingestan pada anakanak. Pada
anak-anak sering disertai gejala alergi lain,
seperti urtikaria dan gangguan pencernaan.
Penyebab rinitis alergi dapat berbeda
tergantung dari klasifikasi. Beberapa pasien
sensitif terhadap beberapa alergen. Alergen
yang menyebabkan rinitis alergi musiman
biasanya berupa serbuk sari atau jamur.
Rinitis alergi perenial (sepanjang tahun)
diantaranya debu tungau, terdapat dua
spesies
utama
tungau
yaitu
Dermatophagoides
farinae
dan
Dermatophagoides pteronyssinus, jamur,
binatang peliharaan seperti kecoa dan
binatang pengerat. Faktor resiko untuk
terpaparnya debu tungau biasanya karpet
serta sprai tempat tidur, suhu yang tinggi,
dan faktor kelembaban udara. Kelembaban

yang tinggi merupakan faktor resiko untuk


untuk tumbuhnya jamur. Berbagai pemicu
yang bisa berperan dan memperberat
adalah
beberapa
faktor
nonspesifik
diantaranya asap rokok, polusi udara, bau
aroma yang kuat atau merangsang dan
perubahan cuaca.
Berdasarkan cara masuknya allergen dibagi
atas:
1. Alergen Inhalan, yang masuk bersama
dengan udara pernafasan, misalnya
debu rumah, tungau, serpihan epitel dari
bulu binatang serta jamur.
2. Alergen Ingestan, yang masuk ke
saluran
cerna,
berupa
makanan,
misalnya susu, telur, coklat, ikan dan
udang.
3. Alergen Injektan, yang masuk melalui
suntikan
atau
tusukan,
misalnya
penisilin atau sengatan lebah.
4. Alergen Kontaktan, yang masuk melalui
kontak dengan kulit atau jaringan
mukosa, misalnya bahan kosmetik atau
perhiasan.
PATOFISIOLOGI
Rinitis
alergi
merupakan
suatu
penyakit inflamasi yang diawali dengan
tahap sensitisasi dan diikuti dengan reaksi
alergi. Reaksi alergi terdiri dari 2 fase yaitu
immediate phase allergic reaction atau
reaksi alergi fase cepat (RAFC) yang
berlangsung sejak kontak dengan alergen
sampai 1 jam setelahnya dan late phase
allergic reaction atau reaksi alergi fase
lambat (RAFL) yang berlangsung 2-4 jam
dengan
puncak
6-8
jam
(fase
hiperreaktivitas) setelah pemaparan dan
dapat berlangsung 24-48 jam.
Pada kontak pertama dengan alergen
atau tahap sensitisasi, makrofag atau
monosit yang berperan sebagai sel penyaji
(Antigen
Presenting
Cell/APC)
akan
menangkap alergen yang menempel di
permukaan
mukosa
hidung.
Setelah
diproses,
antigen
akan
membentuk

fragmen pendek peptide dan bergabung


dengan molekul HLA kelas II membentuk
komplek peptide MHC kelas II (Major
Histocompatibility Complex) yang kemudian
dipresentasikan pada sel T helper (Th0).
Kemudian sel penyaji akan melepas sitokin
seperti interleukin 1 (IL-1) yang akan
mengaktifkan Th0 untuk berproliferasi
menjadi
Th1
dan
Th2.
Th2
akan
menghasilkan berbagai sitokin seperti IL-3,
IL-4, IL-5, dan IL-13.
IL-4 dan IL-13 dapat diikat oleh
reseptornya di permukaan sel limfosit B,
sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan
akan memproduksi imunoglobulin E (IgE).
IgE di sirkulasi darah akan masuk ke
jaringan dan diikat oleh reseptor IgE di
permukaan sel mastosit atau basofil (sel
mediator) sehingga kedua sel ini menjadi
aktif. Proses ini disebut sensitisasi yang
menghasilkan
sel
mediator
yang
tersensitisasi. Bila mukosa yang sudah
tersensitisasi terpapar alergen yang sama,
maka kedua rantai IgE akan mengikat
alergen spesifik dan terjadi degranulasi
(pecahnya dinding sel) mastosit dan basofil
dengan akibat terlepasnya mediator kimia
yang
sudah
terbentuk
(Performed
Mediators)
terutama
histamin.
Selain
histamin juga dikeluarkan Newly Formed
Mediators antara lain prostaglandin D2
(PGD2), Leukotrien D4 (LT D4), Leukotrien
C4 (LT C4), bradikinin, Platelet Activating
Factor (PAF), berbagai sitokin (IL-3, IL-4, IL5, IL-6, GM-CSF (Granulocyte Macrophage
Colony Stimulating Factor) dan lain-lain.
Inilah yang disebut sebagai Reaksi Alergi
Fase Cepat (RAFC).
Histamin akan merangsang reseptor
H1 pada ujung saraf vidianus sehingga
menimbulkan rasa gatal pada hidung dan
bersin-bersin.
Histamin
juga
akan
menyebabkan kelenjar mukosa dan sel
goblet
mengalami
hipersekresi
dan
permeabilitas kapiler meningkat sehingga
terjadi rinore. Gejala lain adalah hidung
tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid.

Selain histamin merangsang ujung saraf


Vidianus, juga menyebabkan rangsangan
pada mukosa hidung sehingga terjadi
pengeluaran
Inter
Cellular
Adhesion
Molecule 1 (ICAM1).
Pada RAFC, sel mastosit juga akan
melepaskan molekul kemotaktik yang
menyebabkan akumulasi sel eosinofil dan
netrofil di jaringan target. Respons ini tidak
berhenti sampai disini saja, tetapi gejala
akan berlanjut dan mencapai puncak 6-8
jam setelah pemaparan. Pada RAFL ini
ditandai dengan penambahan jenis dan
jumlah sel inflamasi seperti eosinofil,
limfosit, netrofil, basofil dan mastosit di
mukosa hidung serta peningkatan sitokin
seperti IL-3, IL-4, IL-5 dan Granulocyte
Macrophag Colony Stimulating Factor (GMCSF) dan ICAM1 pada sekret hidung.
Timbulnya
gejala
hiperaktif
atau
hiperresponsif
hidung
adalah
akibat
peranan
eosinofil
dengan
mediator
inflamasi dari granulnya seperti Eosinophilic
Cationic Protein (ECP), Eosiniphilic Derived
Protein (EDP), Major Basic Protein (MBP),
dan Eosinophilic Peroxidase (EPO). Pada
fase ini, selain faktor spesifik (alergen),
iritasi oleh faktor non spesifik dapat
memperberat gejala seperti asap rokok,
bau yang merangsang, perubahan cuaca
dan kelembaban udara yang tinggi.
Secara mikroskopik tampak adanya
dilatasi pembuluh (vascular bad) dengan
pembesaran sel goblet dan sel pembentuk
mukus. Terdapat juga pembesaran ruang
interseluler dan penebalan membran basal,
serta ditemukan infiltrasi sel-sel eosinofil
pada jaringan mukosa dan submukosa
hidung.
Gambaran
yang
ditemukan
terdapat pada saat serangan. Diluar
keadaan serangan, mukosa kembali normal.
Akan tetapi serangan dapat terjadi terusmenerus (persisten) sepanjang tahun,
sehingga lama kelamaan terjadi perubahan
yang ireversibel, yaitu terjadi proliferasi
jaringan ikat dan hiperplasia mukosa,
sehingga tampak mukosa hidung menebal.

Dengan masuknya antigen asing ke dalam


tubuh terjadi reaksi yang secara garis besar
terdiri dari:
1. Respon primer
Terjadi proses eliminasi dan
fagositosis antigen (Ag). Reaksi ini
bersifat non spesifik dan dapat
berakhir sampai disini. Bila Ag
tidak
berhasil
seluruhnya
dihilangkan,
reaksi
berlanjut
menjadi respon sekunder.
2. Respon sekunder
Reaksi
yang
terjadi
bersifat
spesifik, yang mempunyai tiga
kemungkinan
ialah
sistem
imunitas seluler atau humoral
atau keduanya dibangkitkan. Bila
Ag berhasil dieliminasi pada tahap
ini, reaksi selesai. Bila Ag masih
ada, atau memang sudah ada
defek dari sistem imunologik,
maka reaksi berlanjut menjadi
respon tersier.
3. Respon tersier
Reaksi imunologik yang terjadi
tidak
menguntungkan
tubuh.
Reaksi
ini
dapat
bersifat
sementara
atau
menetap,
tergantung dari daya eliminasi Ag
oleh tubuh.
Gell dan Coombs mengklasifikasikan reaksi
ini atas 4 tipe, yaitu tipe 1, atau reaksi anafilaksis
(immediate hypersensitivity), tipe 2 atau reaksi
sitotoksik, tipe 3 atau reaksi kompleks imun dan
tipe
4
atau
reaksi
tuberculin
(delayed
hypersensitivity). Manifestasi klinis kerusakan
jaringan yang banyak dijumpai di bidang THT
adalah tipe 1, yaitu rinitis alergi.
GEJALA KLINIS
Gejala rinitis alergi yang khas ialah
terdapatnya serangan bersin berulang.
Sebetulnya bersin merupakan gejala yang
normal, terutama pada pagi hari atau bila
terdapat kontak dengan sejumlah besar
debu. Hal ini merupakan mekanisme
fisiologik, yaitu proses membersihkan
sendiri (self cleaning process). Bersin

dianggap patologik, bila terjadinya lebih


dari 5 kali setiap serangan, sebagai akibat
dilepaskannya histamin. Gejala lain ialah
keluar ingus (rinore) yang encer dan
banyak, hidung tersumbat, hidung dan
mata gatal, yang kadang-kadang disertai
dengan banyak air mata keluar (lakrimasi).
Tanda-tanda alergi juga terlihat di hidung,
mata, telinga, faring atau laring. Tanda
hidung termasuk lipatan hidung melintang
garis hitam melintang pada tengah
punggung hidung akibat sering menggosok
hidung ke atas menirukan pemberian
hormat (allergic salute), pucat dan edema
mukosa hidung yang dapat muncul
kebiruan. Lubang hidung bengkak. Disertai
dengan sekret mukoid atau cair. Tanda di
mata termasuk edema kelopak mata,
kongesti konjungtiva, lingkar hitam dibawah
mata (allergic shiner). Tanda pada telinga
termasuk retraksi membran timpani atau
otitis media serosa sebagai hasil dari
hambatan tuba eustachii. Tanda faringeal
termasuk
faringitis
granuler
akibat
hiperplasia submukosa jaringan limfoid.
Tanda laringeal termasuk suara serak dan
edema pita suara. Gejala lain yang tidak
khas dapat berupa: batuk, sakit kepala,
masalah penciuman, mengi, penekanan
pada sinus dan nyeri wajah, post nasal drip.
Beberapa orang juga mengalami lemah dan
lesu, mudah marah, kehilangan nafsu
makan dan sulit tidur.
PENALAKSANAAN
1. Terapi yang paling ideal adalah dengan
alergen penyebabnya (avoidance) dan
eliminasi.
2. Simptomatis
A. Medikamentosa-Antihistamin
yang
dipakai adalah antagonis H-1, yang
bekerja secara inhibitor komppetitif
pada reseptor H-1 sel target, dan
merupakan preparat farmakologik
yang paling sering dipakai sebagai
inti pertama pengobatan rinitis
alergi.
Pemberian
dapat
dalam

kombinasi atau tanpa kombinasi


dengan dekongestan secara peroral.
Antihistamin
dibagi
dalam
2
golongan yaitu golongan antihistamin
generasi-1 (klasik) dan generasi -2
(non sedatif). Antihistamin generasi-1
bersifat lipofilik, sehingga dapat
menembus
sawar
darah
otak
(mempunyai efek pada SSP) dan
plasenta serta mempunyai efek
kolinergik. Preparat simpatomimetik
golongan agonis adrenergik alfa
dipakai dekongestan hidung oral
dengan
atau
tanpa
kombinasi
dengan antihistamin atau tropikal.
Namun pemakaian secara tropikal
hanya boleh untuk beberapa hari
saja untuk menghindari terjadinya
rinitis
medikamentosa.
Preparat
kortikosteroid dipilih bila gejala
trauma sumbatan hidung akibat
respons fase lambat berhasil diatasi
dengan obat lain. Yang sering dipakai
adalah
kortikosteroid
tropikal
(beklometosa, budesonid, flusolid,
flutikason,
mometasonfuroat dan
triamsinolon). Preparat antikolinergik
topikal adalah ipratropium bromida,
bermanfaat untuk mengatasi rinore,
karena aktifitas inhibisi reseptor
kolinergik permukaan sel efektor.
B. Operatif
Tindakan
konkotomi
(pemotongan konka inferior) perlu
dipikirkan
bila
konka
inferior
hipertrofi berat dan tidak berhasil
dikecilkan dengan cara kauterisasi
memakai AgNO3 25 % atau troklor
asetat.
C. Imunoterapi - Jenisnya desensitasi,
hiposensitasi
&
netralisasi.
Desensitasi
dan
hiposensitasi
membentuk
blocking
antibody.
Keduanya untuk alergi inhalan yang
gejalanya berat, berlangsung lama

dan hasil pengobatan lain belum


memuaskan.

OTITIS MEDIA AKUT

I.

DEFINISI
Otitis media akut merupakan radang
infeksi atau inflamasi pada

telinga tengah

oleh bakteri atau virus dengan gejala klinik


nyeri

telinga,

demam,

bahkan

hingga

hilangnya pendengaran, tinnitus dan vertigo.


Penyakit ini lebih sering terjadi pada anakanak dan umumnya berlangsung dalam waktu
3-6 minggu.
II.

ETIOLOGI
Penyebab utama otitis media akut (OMA)
adalah invasi bakteri piogenik ke dalam
telinga tengah yang normalnya adalah steril.
Bakteri tersering penyebab OMA diantaranya
Streptokokus

hemolitikus,

Stafilokokus

aureus, Pnemokokus. Selain itu kadangkadang ditemukan juga Haemofilus influenza,


Escherichia coli, Streptokokus anhemolitikus,
Proteus

vulgaris

dan

Pseudomonas

aurogenosa. Haemofilus influenza sering


ditemukan pada anak berusia dibawah

tahun. Infeksi saluran napas atas yang


berulang dan disfungsi tuba eustachii juga
menjadi penyebab terjadinya OAM pada anak
dan dewasa.
III.

INSIDENSI
Otitis media akut paling sering diderita
oleh anak usia 3 bulan- 3 tahun. Tetapi tidak
jarang juga mengenai orang dewasa. Anak-

anak lebih sering terkena OMA dikarenakan


beberapa hal, diantaranya :
1. Sistem kekebalan tubuh anak yang belum
sempurna
2. Tuba eusthacius anak lebih pendek, lebar
dan terletak horizontal
3. Adenoid anak relative lebih besar dan
terletak berdekatan dengan muara saluran
tuba eusthachii sehingga mengganggu
pembukaan tuba eusthachii. Adenoid yang
mudah

terinfeksi

menjadi

jalur

penyebaran bakteri dan virus ke telinga


tengah.
IV.

PATOGENESIS
Faktor pencetus terjadinya OMA dapat
didahului oleh terjadinya infeksi saluran
pernapasan

atas

yang

berulang

disertai

dengan gangguan pertahanan tubuh oleh silia


dari mukosa tuba eusthachii,enzim dan
antibodi yang menimbulkan tekanan negative
sehingga terjadi invasi bakteri dari mukosa
nasofaring ke dalam telinga tengah melalui
tuba eusthachii dan menetapdi dalam telinga
tengah menjadi otitis media akut.
Ada 5 stadium otitis media akut (OMA)
berdasarkan pada perubahan mukosa telinga
tengah, yaitu :
1. Stadium Oklusi
Ditandai dengan gambaran retraksi
membrane

timpani

akibat

tekanan

negative telinga tengah. Kadang- kadang


membrane timpani tampak normal atau
berwarna keruh pucat. Efusi mungkin

telah terjadi tetapi sulit dideteksi.


2. Stadium Hiperemis
Tamapak pembuluh darah
melebar

di

sebagian

atau

yang
seluruh

membrane timpani disertai oedem. Sekret


yang mulai terbentuk masih bersifat
eksudat serosa sehingga sukar dinilai.
3. Stadium Supurasi
Oedem yang hebat pada mukosa
telinga tengah disertai dengan hancurnya
sel epitel superficial serta terbentuknya
eksudat

purulen

menyebabkan

di

kavum

timpani

membrane

timpani

menonjol kea rah liang telinga luar. Gejala


klinis pasien Nampak terasa sakit, nadi,
demam, serta rasa nyeri pada telinga
bertambah hebat. Pada keadaan lebih
lanjut,

dapat

terjadi

iskemia

akibat

tekanan eksudat purulent yang makin


bertambah, tromboflebitis pada vena-vena
kecil bahkan hingga nekrosis mukosa dan
submukosa.
4. Stadium Perforasi
Rupturnya
membrane

timpani

sehingga nanah keluar dari telinga tengah


ke liang telinga luar. Kadang pengeluaran
secret bersifat pulsasi. Stadium ini sering
diakibatkan oleh terlambatnya pemberian
antibiotika dan tingginya virulensi kuman.
5. Stadium Resolusi
Ditandai oleh membrane timpani yang
berangsur

normal

hingga

perforasi

membrane timpani menutup kembali dan

sekret purulen tidak ada lagi. Hal ini


terjadi jika membrane timpani masih utuh,
daya tahan tubuh baik dan virulensi
V.

kuman rendah.
DIAGNOSIS
Diagnosis OMA harus memenuhi 3 hal
berikut ini :
1. Penyakit ini onsetnya mendadak (akut)
2. Ditemukannya
tanda
efusi
(efusi:
pengumpulan cairan di suatu rongga
tubuh) di telinga tengah. Efusi dibuktikan
dengan memperhatikan tanda berikut:
a. Mengembangnya gendang telinga
b. Terbatas/tidak adanya gerakan
gendang telinga
c. Adanya bayangan

cairan

di

belakang gendang telinga


d. Cairan yang keluar dari telinga
3. Adanya tanda/gejala peradangan telinga
tengah yang dibuktikan dengan adanya
salah satu diantara tanda berikut :
a. Kemerahan pada gendang telinga
b. Nyeri telinga yang mengganggu
tidur dan aktivitas normal
Anak dengan OMA dapat
mengalami

nyeri

telinga

atau

riwayat menarik-narik daun telinga


pada bayi, keluarnya cairan dari
telinga, berkurangnya pendengaran,
demam, sulit makan, mual dan
muntah serta rewel. Namun gejalagejala ini tidak spesifik untuk OMA
sehingga diagnosis OMA tidak
dapat
semata.

didasarkan

pada

riwayat

Efusi telinga tengah diperiksa dengan


otoskop untuk melihat dengan jelas keadaan
gendang telinga/membrane timpani yang
menggembung, eritema bahkan kuning dan
suram

serta

adanya

cairan

berwarna

kekuningan di liang telinga.


Jika konfirmasi diperlukan, umumnya
dilakukan dengan otoskopi pneumatic (alat
untuk

melihat

gendang

telinga

yang

dilengkapi dengan pompa udara kecil untuk


menilai respon gendang telinga terhadap
perubahan tekanan udara). Gerakan gendang
telinga yang kurang dapat dilihat dengan
pemeriksaan ini. Pemeriksaan ini dapat
digunakan sebagai pemeriksaan tambahan
untuk memperkuat diagnosis OMA. Namun
umunya OMA sudah dapat ditegakkan dengan
pemeriksaan otoskop biasa.
Efusi telinga tengah juga dapat dibuktikan
dengan timpanosentesis (penusukan terhadap
gendang telinga). Namun pemeriksaan ini
tidak

dilakukan

pada

sembarang

anak.

Indikasi perlunya timpanosentesis anatara lain


OMA pada bayi berumur di bawah 6 minggu
dengan riwayat perawatan intensif di rumah
sakit, anak dengan gangguan kekebalan
tubuh, anak yang tidak member respon pada
beberapa pemberian antibiotic atau dengan
gejala sangat berat dan komplikasi.
OMA harus dibedakan dengan otitis
media dengan efusi yang dapat menyerupai
OMA.

Untuk

membedakannya

dapat

diperhatikan hal-hal berikut :


GEJALA DAN TANDA
Nyeri telinga, demam, rewel
Efusi telinga tengah
Gendang telinga suram
Gendang yang menggembung
Gerakan gendang berkurang
Berkurangnya pendengaran
IV. PENATALAKSANAAN
1. Antibiotik
OMA umumnya adalah penyakit yang
akan sembuh dengan sendirinya. Seikitar
80% OMA sembuh dalam 3 hari tanpa
antibiotic. Penggunaan antibiotic tidak
mengurangi

komplikasi

yang

terjadi,

termasuk berkurangnya pendengaran. Jika


gejala tidak membaik dalam 48-72 jam
atau ada perburukan gejala, antibiotic
diberikan. America Academy of Pediatric
(APP) mengkatagorikan OMA yang dapat
diobservasi dan yang harus segera diterapi
dengan antibiotic sebagai berikut;
USIA
< 6 bulan
6 bulan 2 tahun
>2 tahun

DIAGNOSIS P
Antibiotik
Antibiotik
Antibiotik jika gejala berat,
ringan

Gejala ringan adalah apabila nyeri


telinga ringan dan demam <390C dalam 24
jam terakhir. Sedangkan gejala berat
adalah nyeri telinga sedang sampai berat
atau demam 390C.

Pilihan observasi selama 48-72 jam


hanya dapat dilakukan pada anak usia 6
bulan-2 tahun dengan gejala ringan saat
pemeriksaan atau diagnosis meragukan
pada anak di atas 2 tahun. Analgesia harus
tetap diberikan selama observasi.
Pilihan pertama pemberian antibiotik
pada OMA adalah dengan amoxycilin.
American Academy of Family Physicians
(AAFP) menganjurkan pemberian dosis
standar 40mg/kgBB/hari pada anak dengan
resiko rendah (umur >2tahun, tidak dalam
perawatan

intensif,

belum

pernah

menerima pengobatan antibiotik dalam 3


bulan terakhir). Sedangkan pemberian
dosis tinggi 80mg/kgBB/hari diberikan
pada anak dengan resiko tinggi ( umur
<2tahun, dalam perwatan, ada riwayat
pemberian

antibiotik

dalam

bulan

terakhir serta resisten terhadap pemberian


dosis rendah amoxycilin) . Sementara itu
The Centre for Disease Control and
Prevention

(CDC)

terapi antibiotik

merekomendasikan
pada OMA sebagai

berikut :

Otitis

KONDISI
media

penonjolan

dengan High-dose

amo

(bulging) 100mg/kgBB/hari per

membrane timpani
Otitis media tanpa bulging Penundaan pemberian
membrane timpani
Otitis media berulang

spontan)
Penundaan

pemb

pemberian vaksin infl


Otitis media e.c resistensi High-dose amoxycilin

bakteri terhadap amoxycilin mg/kgBB/hari per or


dosis tinggi

cefuroxime
kali/hari

axetil
per

(50mg/kg/hari IM sela
Penundaan antibiotik dan pengaturan
pemberian antibiotik dilakukan pada otitis
media tanpa bulging karena pada otitis
media jenis ini umumnya dapat sembuh
spontan tanpa pemberian antibiotik sebab
pemberian

antibiotic

pada

kasus

ini

dianggap hanya akan menambah efek


samping

terhadap

tubuh.

Pengaturan

pemberian resep dapat dilakukan dengan


pemberian

acetaminophen

otalgia serta demam, dan


pemberian

tersebut

berlangsung serta

jika

terjadi

jika setelah

demam

masih

tidak ada perbaikan

gejala klinis selama 3 hari , maka baru


diberikan

amoxycilin

dosis

tinggi.

Antibiotik pada OMA akan menghasilkan


perbaikan gejala dalam waktu 48-72 jam.
Dalam 24 jam pertama terjadi stabilisasi,
sedangkan pada 24 jam kedua mulai terjadi
perbaikan. Jika pasien tidak membaik
dalam 3 hari atau kembali muncul dalam
14 hari kemungkinan ada penyakit lain
atau pengobatan yang diberikan tidak
memadai/kurang adekuat atau bahkan telah
terjadi resistensi bakteri terhadap antibiotik
tersebut.

Jika pasien alergi terhadap golongan


Penicilin

alternative

digunakan
ceftriaxone

adalah

antibiotik
cefuroxime

injeksi

yang
axetil,

(2-3x50mg/kg/hari)

atau generasi kedua sefalosporin seperti


cefdinir, cefpodoxime atau cefuroxime.
Pilihan lainnya adalah golongan makrolid
seperti azithromycin dan clarithromicyn.
2. Analgesia/pereda nyeri
Selain antibiotik, penanganan OMA
selayaknya
Analgesia
adalah

disertai
yang

penghilang

umumnya

analgesia

nyeri.

digunakan

sederhana

seperti

paracetamol atau ibuprofen. Namun perlu


diperhatikan

bahwa

pada

penggunaan

ibuprofen harus dipastikan bahwa anak


tidak mengalami gangguan pencernaan
karena

pemberian

ibuprofen

dapat

memperburuk keadaan tersebut.


Pemberian

antihistamin

(antialergi)

atau dekongestan tidak memberikan


manfaat pada anak.
Pemberian kortikosteroid juga tidak
dianjurkan.
Miringotomy,

dengan

melubangi

gendang telinga untuk mengeluarkan


cairan dari dalam telinga juga tidak
dianjurkan

kecuali

komplikasi berat.
Pemberian
antibiotik

jika

terjadi
sebagai

profilaksis hanya akan meningkatkan


resistensi bakteri terhadap antibiotik

VII.

KOMPLIKASI
Otitis media akut yang tidak segera
terobati dengan antibiotik dapat berlanjut
menjadi otitis media kronik (OMK) dan
mastoiditis. Komplikasi lain yang dapat
terjadi seperti abses periosteal sampai dengan
meningitis dan abses otak bahkan dapat pula
mengakibatkan

kehilangan pendengaran

permanen akibat rupturnya membrane timpani


dan jika telah sampai mengganggu fungsi
pendengaran juga akan menyebabkan masalah
dalam kemampuan bicara dan bahasa pada
anak.

Abses Bezold

Definisi
Abses Bezold adalah abses leher dalam yang berkembang
mirip dengan abses subperiosteal secara patologi. Dengan
adanya mastoiditis coalescent, jika korteks mastoid
terkena pada ujungnya, sebagai lawan dari korteks lateral,
abses

akan

berkembang

di

leher,

dalam

sampai

sternokleidomastoid. Abses ini dideskripsikan sebagai


massa yang dalam dan lembut pada leher.
Patogenesis
Sel udara mastoid dilapisi oleh modifikasi mukosa
saluran napas. Infeksi mastoid terjadi setelah infeksi telinga
tengah melalui beberapa stadium, yaitu: 5,6,9
(a) Terjadi hiperemia dan edema mukosa yang melapisi sel
udara mastoid,

(b) Akumulasi cairan serosa yang kemudian menjadi eksudat


purulen,
(c) Demineralisasi dinding seluler dan nekrosis tulang akibat
iskemia dan tekanan eksudat purulen pada tulang septum yang
tipis,
(d) Terbentuknya rongga abses akibat destruksi dinding sel
udara yang berdekatan, sehingga terjadi penggabungkan sel
udara mastoid (coalescence).
Pada stadium ini terjadi empiema dalam mastoid. Bila
pada stadium ini tidak terjadi penyembuhan, maka pus dapat
meluas ke salah satu atau lebih jalan berikut: 5,6
(1) Anterior menuju telinga tengah menuju aditus ad
antrum, biasanya terjadi penyembuhan spontan
(2) Destruksi

ke

lateral

pada

korteks

mastoid

menimbulkan abses subperiosteum


(3) Destruksi pada sisi medial tip mastoid ke insisura
digastrika menimbulkan abses Bezold
(4) Ke medial menimbulkan sel udara tulang petrosus
menimbulkan petrositis
(5) Ke

posterior

menimbulkan

osteomielitis

tulang

tengkorak
(6) Dan yang sangat jarang terjadi ialah destruksi pada
permukaan luar korteks zygoma, menimbulkan abses
zygoma.
Etiologi
Pneumokokus adalah organisme penyebab abses Bezold.

Edison (1980) mendapatkan Klebsiella sebagai organisme


penyebab abses Bezold, pada pasien dengan riwayat otore
selama 20 tahun. Smousha (1989) mendapatkan bebrapa
organisme penyebab bakteri gram positif, negatif, anaerob.
Furukawa (2001) menemukan Bacteroides dan tiga macam
bakteri gram negatif.
Anamnesis
Pada anamnesis biasanya didapatkan adanya riwayat otore dan
panas tinggi, walaupun tidak jarang ditemukan kasus dengan
suhu normal. Kadang-kadang terdapat trismus dan sukar
menelan akibat tekanan abses pada dinding faring dan tonsil. 6
Pemeriksaan Klinis
Abses Bezold biasanya ditandai dengan pembengkakan
dari tip mastoid sampai sepanjang m. sternokleidomastoideus,
nyeri tekan dengan atau tanpa fluktuasi.6,8
Kadang-kadang sel-sel besar mastoid pada permukaan
medial prosesus mastoid meluas dari insisura digastrika sampai
sepanjang bulbus vena jugularis. Destruksi daerah ini
memberikan gambaran klinik yang berbeda, karena pus tidak
dapat mencapai permukaan otot, sehingga tidak ditemukan
fluktuasi. Nyeri tekan didaerah leher lebih ringan daripada
daerah mastoid.8
Kadang-kadang abses Bezold disertai paresis fasialis
akibat tekanan pada foramen stilomastoideum. Kelainan telinga
pada abses Bezold seperti adanya desakan pada dinding liang
telinga posterosuperior dengan perforasi membran timpani dan

sekret yang banyak. Kadang-kadang infeksi liang telinga


mengalami perbaikan sehingga tidak ditemukan gambaran
infeksi.6,8,9
Pada pemeriksaan daerah retroaurikuler menunjukkan
obliterasi dari sulkus. Nyeri tekan lebih nyata bila dilakukan
pada bagian puncak mastoid.15

Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan penunjang radiologik mastoiditis akut
biasanya
mastoiditis

didapatkan
kronis

perselubungan,
memberikan

sedangkan

gambaran

pada

sklerotik.

Pemeriksaan CT scan leher mempunyai nilai diagnosis dan


dapat digunakan untuk rencana terapi. Kultur bakteri dari secret
telinga dan abses di leher harus dilakukan untuk menentukan
terapi yang tepat
TataLaksana

Kombinasi penisilin dengan metronidazole merupakan


terapi primer standar. Kloramfenikol sering digunakan dan
mencakup antibiotik spektrum luas
Berdasarkan

literatur,

operasi

dini

umumnya

dianjurkan untuk evakuasi abses dengan drainase pus dari sel


mastoid di regio leher dilakukan secara bersamaan.
MABUK PERJALANAN

Definisi
: Dalam dunia kedokteran, mabuk selama
perjalanan disebut Motion Sickness. Motion sickness
merupakan sekumpulan gejala yang terdiri
dari kelelahan, kepala

pusing, mual sampai muntah dan keluar keringat


dingin yang terjadi saat dalam kendaraan yang berjalan.
Penyakit ini merupakan gangguan yang terjadi pada telinga
bagian dalam (labirin) yang mengatur keseimbangan
Etiologi
: Mabuk perjalanan bukan merupakan suatu
penyakit, tetapi merupakan gangguan sesaat yang dipicu oleh
adanya gangguan koordinasi di otak akibat adanya
rangsangan dari luar yang diterima oleh panca indra secara
bersamaan dan diteruskan ke dalam otak. Rangsangan
tersebut bias berupa gerakan yang berulang, seperti gerak
ombak di laut, pergerakan mobil, perubahan turbulensi udara di
pesawat, dll.
Gejala :

kelelahan, kepala pusing, mual sampai muntah dan keluar


keringat dingin yang terjadi saat dalam kendaraan yang
berjalan.
Mekanisme
:
Telinga bagian dalam (secara medis dikenal sebagai sistem
vestibular), berkaitan dengan keseimbangan dan posisi tubuh.
Kemungkinan besar, faktor inilah yang paling penting ketika
seseorang mengalami mabuk gerakan.
Komponen kedua yang menentukan posisi dan gerakan tubuh
kita adalah mata. Mata membantu otak kita menentukan di
mana lokasi tubuh kita dengan melihat benda-benda di
sekitarnya.
Mata kita kadang-kadang bisa tertipu dengan berpikir bahwa
kita sedang tidak bergerak padahal sebenarnya bergerak.
Contohnya ketika berada di dalam ruangan kapal. Telinga
bagian merasakan dan memberitahukan kepada otak bahwa
tubuh kita sedang bergerak tetapi mata kita memberitahukan
tidak ada pergerakan tubuh. Perbedaan input inilah sebagai
salah satu penyebab mabuk gerakan.
Komponen ketiga yang membantu menentukan apakah tubuh
kita sedang diam atapun bergerak adalah proprioseptors.
Proprioseptors hanyalah khayalan yang menggambarkan
berbagai sensor yang terletak di kulit, persendian, dan otot
yang memberitahu otak tentang bagaimana anggota badan
dan tubuh kita diposisikan.
Selain itu, proprioseptor juga menentukan posisi tubuh kita
berdasarkan bagian mana dari tubuh kita yang sedang
menyentuh tanah. Astronot yang tidak merasakan gravitasi
akan mengalami mabuk gerakan. Hal ini diyakini bahwa ini

penyebab mabuk adalah akibat langsung dari proprioseptor


tubuh mereka tidak mampu menentukan mana yang adalah
atas atau bawah karena tidak ada anggota tubuhnya yang
menyentuh tanah.
Ketika tubuh digerakkan dengan sengaja, misalnya ketika
berjalan, input dari ketiga jalur tadi akan dikoordinasikan oleh
otak. Ketiga input itu memberitahukan otak bahwa tubuh kita
sedang bergerak.
Tetapi ketika terjadi gerakan yang tidak disengaja, seperti
ketika berada di dalam mobil yang mana tubuh kita sedang
'digerakkan', akan terjadi konflik dari ketiga input (mata, sistem
Vestibular, dan Proprioseptor) ini dan otak tidak bisa
mengkordinasikan ketiga input yang konflik ini dengan baik.
Adanya konflik dalam koordinasi 3 input tadi diduga
menyebabkan produksi zat histamin yang akan merangsang
otak sehingga menimbulkan reaksi mual atau muntah. Konflik
input dalam otak ini diduga melibatkan level neurotransmiter
yaitu histamin, asetilkolin, dam norepinefrin.
Motion Sickness ada 3 macam berdasarkan ketidak
seimbangan inputnya, yaitu:

1.

Gerakan yang terasa tetapi tidak terlihat

2.

Gerakan yang terlihat tetapi tidak terasa

3.

Gerakan yang terlihat dan terasa tetapi tidak


cocok/sejalan satu sama lain

4. Gerakan yang terasa tetapi tidak terlihat


Dalam kasus ini, gerakan dirasakan oleh sistem
vestibular, tetapi tidak ada gerakan atau sedikit sekali
yang terdeteksi oleh mata. Sistem vestibular
memberitahukan otak bahwa tubuh sedang bergerak,
tetapi mata memberitahukan otak bahwa tubuh sedang
diam.
Input dari mata yang bertentangan dengan input dari
sistem vestibular ini akan mengakibatkan mabuk
perjalanan.
Contoh kasus pada gejala ini adalah:
Mabuk Perjalanan Darat, Air, dan Udara

Ketika Anda melakukan perjalanan, gerakan kendaraan (atas,

bawah, kiri, dan kanan) dirasakan sistem vestibular tetapi mata


Anda kebanyakan melihat bagian dalam kendaraan yang diam.
Mabuk perjalanan akan lebih parah jika Anda membaca di
dalam kendaraan karena mata Anda akan fokus sepenuhnya
pada bacaan Anda tanpa sekalipun melihat pergerakan di luar
kendaraan.
Tetapi, ada pengecualian untuk pengemudi karena perhatian
mata para pengemudi selalu terfokus kepada gerakan di luar
kendaraan sehingga sensor mata yang dimilikinya siap dengan
berbagai bentuk gerakan sehingga mereka jarang/tidak
mengalami mabuk. Pengecualian juga terjadi jika Anda
berpergian menggunakan sepeda motor yang mana Anda tidak
berada dalam ruangan tertutup seperti pada mobil sehingga
penglihatan mata terhadap pergerakan di sekitar tidak
terhalangi.
Mabuk perjalanan dapat dicegah ataupun dikurangi dengan
duduk di dekat jendela dan mencoba untuk lebih
memperhatikan gerakan benda-benda (sebenarnya
kendaraanlah yang bergerak, tetapi benda-benda di luar akan
terlihat bergerak oleh orang di dalamnya) di luarnya sehingga
memberi kesempatan kepada mata untuk memberitahukan
otak bahwa tubuh Anda sebenarnya sedang bergerak.
Pada pesawat terbang, hal ini lebih sulit untuk dilakukan
karena ukuran jendela yang relatif kecil sehingga tidak semua
penumpang dapat melakukannya.
Pada kapal laut, ini lebih sulit lagi karena banyak sekali
ruangan tanpa jendela. Dengan melihat ke luar jendela belum
tentu mata bisa menyadari adanya pergerakan karena
pemandangan di tengah laut yang mana tidak ada benda yang
terlihat bergerak. Solusinya adalah dengan sesekali ke geladak
kapal untuk melihat secara dekat air yang bergerak dan
merasakan angin yang berhembus.
Gerakan yang telihat tetapi tidak terasa
Dalam kasus ini, gerakan dirasakan oleh mata, tetapi tidak ada
gerakan yang terdeteksi oleh sistem vestibular. Kondisi disebut
juga dengan istilah Visually Induced Motion Sickness
(VIMS).
Contoh kasus pada gejala ini terjadi ketika menonton di layar
lebar. Selain itu, pusing juga dapat terjadi sewaktu menonton di
bioskop biasa dan bahkan nonton TV.

Gerakan yang terlihat dan terasa tetapi tidak cocok satu


sama lain

Dalam kasus ini, tubuh merasakan kompleks (lebih dari satu


gerakan), seperti:
Berada di dalam mobil atau pesawat terbang yang
sedang berbelok dan kemudian naik ataupun turun pada
saat yang sama.
Berada di dalam mobil ataupun kapal yang sedang
bergerak maju dan bergerak naik-turun disebabkan jalanan
kurang rata/ombak.

Cara mencegah atau meminimalkan mabuk


- Naiklah kendaraan di bagian di mana mata Anda akan
melihat gerakan yang sama dengan yang dirasakan oleh
tubuh (jadi jangan duduk menghadap ke belakang
misalnya, atau di samping, yang tidak searah dengan
gerakan mobil). Kalau di mobil atau bus, duduklah di depan
dan lihat pemandangan. Kalau di kapal, pergilah ke dek dan
melihat gerakan horizontal. Kalau di pesawat, duduklah
dekat jendela dan melihat keluar. Juga duduklah di bagian
dekat sayap, di mana gerakan terasa paling minimal.
- Tidur selama perjalanan juga akan membantu karena
mata tidak menerima input sehingga tidak menimbulkan
konflik terhadap sistem Vestibular.
- Mengunyah permen karet selama perjalanan
- Jangan membaca di perjalanan
- Jangan melihat atau bicara dengan orang lain yang juga
gampang mabuk jalan
- Hindari bau-bauan yang kuat, makanan yang berbumbu
tajam, terutama sebelum dan selama perjalanan.
- Gunakan obat anti mabuk. Ada studi melaporkan bahwa
jahe bisa mengurangi mabuk jalan, jadi bisa juga dicoba
minum wedang jahe atau mengulum permen jahe,

walaupun mungkin hasilnya akan bervariasi antar orang.

Você também pode gostar