Você está na página 1de 29

PRESENTASI KASUS

GASTRITIS

Disusun oleh :
Adita Dianputra Kencana
108103000039

Pembimbing :
dr. Dedy Rahmat Sp.A

MODUL PRAKTIK KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2015
1

KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena hanya atas
rahmat dan karunia-Nya akhirnya makalah ini dapat diselesaikan. Shalawat serta
salam tidak lupa penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta sahabat
dan keluarganya.
Alhamdulillah penulis dapat menyelesaikan makalah presentasi kasus sebagai
salah satu tugas Kepaniteraan Klinik Bidang Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta di RSUP Fatmawati
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada orang tua, keluarga serta
teman teman dalam stase Ilmu Kesehatan Anak, baik teman-teman dari UIN
Syarif Hidayatullah atas bantuannya selama ini sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini. Kepada dr. Dedy Rahmat, SpA sebagai pembimbing
dalam tugas presentasi kasus ini penulis juga ucapkan terimakasih sebanyakbanyaknya.
Dalam proses penyelesaiannya, makalah laporan kasus masih sangat banyak
keselahan dan jauh dari kesempurnaa, sehingga kritik dan saran sangat penulis
harapkan dari berbagai pihak.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi penulis ataupun
pembaca, baik untuk menambah wawasan dibidang kedokteran umumnya, serta
dibidang Ilmu penyakit saraf khususnya. Terimakasih
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Jakarta, 25 Februari 2015

Penulis
2

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I ILUSTRASI KASUS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN KASUS

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
ILUSTRASI KASUS
I. IDENTITAS
Nama

: An. SS

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Tanggal lahir

: 13 Agustus 2008

Umur

: 12 tahun 4 Bulan

Pendidikan

: Sekolah dasar

Alamat

: JL. Nurul Iman

No RM

: 1351246

Tanggal Pemeriksaan : 25 Februari 2015

Identitas Orang Tua


Nama

: Ny R

Jenis Kelamin

: Perempuan

Umur

: 31 tahun

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Agama

: Islam

Alamat

Nama

: Tn K

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Umur

: 30 tahun

Pekerjaan

: Cleaning Service

Agama

: Islam

Alamat

II. ANAMNESIS

A. Keluhan Utama
Muntah berwarna kecoklatan sejak 2 hari SMRS
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak 2 hari smrs pasien mengeluh muntah darah, warna kecoklatan,
bergumpal-gumpal bercampur dengan makanan, tidak berbuih (berbusa) muntah
terjadi sebanyak 5x , sebanyak gelas aqua. Riwayat batuk lama, ataupun batuk
berdarah

disangkal.

Pasien

juga

mengeluhkan

BAB

berwarna

hitam,

konsistensinya lembek dan kadang cair. Keluhan ini dirasakan sejak 2 hari smrs,
dalam sehari 3x. keluhan BAB ini disertai dengan nyeri ulu hati seperti ditusuktusuk dan tidak menjalar. Nyeri ulu hati dirasakan apabila terlambat makan dan
berkurang dengan pemberian makan. Serta penurunan nafsu makan, serta
mengeluhkan lemah badan dan terasa pusing.

Keluhan BAB hitam tidak disertai

dengan mata kuning dan buang air kecil seperti the. Pasien mengeluhkan demam
sejak 2 hari SMRS, demam mendadak tinggi dan tidak hilang timbul. Tanda-tanda
perdarahan tubuh lain seperti mimisan, gusi berdarah, dan bintik-bintik merah
pada bagian tubuh disangkal, tidak ada orang di sekitar pasien yang menderita
demam seperti pasien. Pasien mengeluh terdapat penurunan berat badan 1 kg
selama sakit. Pasien tidak mengkonsumsi obat-obat penurun panas (ibuprofen)
dalam waktu lama dan tidak pernah meminum jamu dalam waktu lama. Pasien
juga tidak mengkonsumsi obat nyeri, ataupun pil yang berwarna hijau. Pasien
tidak makan secara teratur, mengkonsumsi mie instan sehari 3x sehari dan hamper
setiap hari.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien pernah mengalami keluhan serupa 2 tahun yang lalu, namun sudah
perbaikan. Riwayat trauma (-), riwayat sakit kuning (-), riwayat perdarahan sulit
sembuh (-)

D. Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan serupa seperti pasien.
Riwayat sakit kuning di keluarga (-), riwayat alergi (-).

E. Riwayat Sosial dan Kebiasaan


Pasien mau bersosialisasi dengan teman-teman sekitar rumah baik. Pasien lebih
senang mengkonsumsi indomie sebanyak 3x sehari.

F. Riwayat Kehamilan
Ibu pasien tidak pernah meminum obat-obatan selain vitamin kehamilan. Dan
rutin kontrol di bidan.

G. Riwayat Kelahiran
Pasien lahir secara spontan di dokter, cukup bulan usia kehamilan 9 bulan 1
minggu, langsung menangis, kuning (-), BL: 3500gr, PL: 49 cm.

H. Riwayat Imunisasi
BCG 1x, Polio 4x, Hepatitis B 3x, DPT 3x, Campak 1x

I. Riwayat Nutrisi
Saat ini pasien sudah bisa makan nasi dengan lauk-pauk. Makan sehari 3 kali.
Gemar memakan mie instan 3x sehari.

J. Riwayat Tumbuh Kembang


Pasien tidak naik kelas sebanyak 2x, prestasi pasien di sekolah biasa saja.

III. PEMERIKSAAN FISIK


a. Status Generalis
Keadaan Umum

: tampak sakit sedang

Kesadaran

: Compos Mentis

Tekanan Darah

: 110/70 mmHg

Nadi

: 84 x/menit isi cukup, reguler

Suhu

: 36,5 0C

Pernapasan

: 20 x/menit

Status Gizi
Berat Badan

: 29 kg

BB/U: 29/41: 70 %

Tinggi Badan

: 140 cm

TB/U: 140/151: 93%


BB/TB: 29/35: 82%

Kesan status gizi kurang perawakan normal

Kepala : normosefal, deformitas, wajah simetris, tidak tampak pucat


Mata : Konjungtiva pucat -/-, sclera tidak ikterik
Telinga: Normotia , liang telinga lapang, secret -, nyeri tekan tragus Hidung: Deviasi septum -/-, pernapasan cuping hidung -, Sekret -/-, hipertropi
konka -/-, hiperemis -/Mulut : mukosa lembab, faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1 tenang, uvula di
tengah
Leher : trakea di tengah, tiroid tidak teraba, pembesaran KGB -,
Pemeriksaan Jantung
Inspeksi

: ictus cordis tidak terlihat

Palpasi

: ictus cordis teraba di ICS V 2 jari medial linea midclavicula

sinistra
7

Perkusi

: Batas jantung kanan : ICS IV linea sternalis dekstra


Batas jantung kiri : ICS V 2 jari lateral linea midklavikularis
sinistra
Pinggang jantung : ICS 2 linea parasternalis sinistra

Auskultasi

: BJ I dan II reguler; gallop (-), murmur (-)

Pemeriksaan Paru
Inspeksi

: simetris saat statis dan dinamis

Palpasi

: ekspansi dada normal, vokal fremitus kanan kiri sama

Perkusi

: sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi

: suara napas vesikuler, ronkhi -/- wheezing -/-

Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi

: datar, spider nevi -

Auskultasi

: bising usus (+) normal

Palpasi

: supel, hati dan limpa tidak teraba; nyeri tekan (+) pada region

epigastrium.
Perkusi

: timpani di seluruh lapang abdomen, Shifting dullness

Ekstremitas : akral hangat, edema -, CRT<2 detik sianosis (-), palmar eritema (-).
Pemeriksaan Neurologis
Tanda Rangsang Meningeal :

Kaku kuduk

: (-)

Kuduk kaku

: (-)

Laseque

: kanan > 70o kiri > 70o


8

Kerniq

Brudzinsky I : kanan(-)

kiri(-)

Brudzinsky II : kanan(-)

kiri(-)

: kanan > 135o kiri > 135o

Saraf kranialis

N.I

N.II

: tidak dilakukan

Tidak dilakukan, hanya melihat reflek cahaya (di N III, IV, VI)
Funduskopi

: tidak dilakukan

N. III,IV dan VI
Kedudukan bola mata

: Strabismus

Pupil
Bentuk

: Bulat, isokor, diameter = 3mm/3mm

Refleks cahaya langsung

: +/+

Refleks cahaya tak langsung

: +/+

Refleks akomodasi

: +/+

Refleks konvergensi

N.V
Cabang motorik

: baik/ baik

Tidak dilakukan

N.VII
Motorik orbitofrontal

: baik/ baik

Motorik orbikularis oris

: plica nasolabilais baik /baik

N.VIII
Tidak diperiksa

N.IX ; N.X

Motorik

: arcus faring simetris, uvula di tengah

Sensorik

: baik

N.XI
Tidak diperiksa

N.XII
Pergerakan lidah
Saat istirahat

:
: posisi ditengah, tidak ada deviasi

Saat menjulurkan : baik, tidak ada deviasi


Atrofi

: (-)

Fasikulasi

: (-)

Tremor

: (-)

Sistem motorik

Ekstremitas atas

: 5555/5555

Ekstremitas bawah

: 5555/5555

Trofik

: Eutrofi

Tonus

: Normotonus

Fungsi otonom

Miksi

: baik

Defekasi

: baik

Refleks fisiologis

Biseps

: +2/+2

Triseps

: +2/+2

Patella

: +2/+2

Achilles

: +2/+2

Refleks patologis

Hoffman tromer

: -/10

Babinsky

: -/-

Chaddok

: -/-

Gordon

: -/-

Schaefer

: -/-

Klonus patella

: -/-

Klonus achilles

: -/-

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG DAN LABORATORIUM


Pemeriksaan

Hasil

Nilai Rujukan

Hemoglobin

14.0 g/dl

11,8 15,0 g/dl

Hematokrit

40 %

33 45 %

Lekosit

4.100/ul

5.000 13.500

Trombosit

166.000/ul

181 521.000/ul

MCV

81,6 fl

80.0-100.0

MCH

29.0 pg

26.0-24.0

MCHC

35,5g/dl

32.0-36.0

RDW

14.1 %

11.5-14.5

SGOT

46 U/l

0-34

SGPT

18 U/l

0-40

106 mg/dl

60 100 mg/dl

Na

134 mmol/L

135 147 mmol/L

4.24 mmol/L

3,10 5,10 mmol/L

Cl

96 mmol/L

95 108 mmol/L

Darah lengkap

Fungsi Hati

Diabetes
GDS
Elektrolit Darah

11

Pemeriksaan Feses
Pemeriksaan

Hasil

Nilai Rujukan

MAKROSKOPIK
Konsistensi

Lunak

Lunak

Warna

Coklat

Kuning-Coklat

Nanah

Negative

Negative

Lendir

Negative

Negative

Darah

Negative

Negative

Leukosit

0-1

<10/LPB

Eritrosit

0-1

<3/LPB

Lemak

Negative

Negative

E.Coli

Negative

Negative

E.Hystolitica

Negative

Negative

Amilum

Negative

Negative

Serat Otot

Negative

Negative

Serat Tumbuhan

Negative

Negative

Telur Cacing

Negative

Negative

Lain-lain

Negative

Negative

Unsur Lain

MIKROSKOPIK

V. RESUME

VI. DIAGNOSIS KERJA


Hematemesis melena ec suspek Gatritis Erosiva
VII. DIAGNOSIS BANDING
Ulkus duodenum

12

VIII. PENATALAKSANAAN
Rencana Diagnosis
HBEAG
USG Abdomen
Pemeriksaan Urea breath test
Endoskopi
Rencana Tatalaksana
IVFD KAEN 3B 18 tpm makro
Sucralfat 3x2 cth
Ranitidine 2x1 ampul
IX. PROGNOSIS
Ad vitam

: ad bonam

Ad functionam

: dubia ad bonam

Ad sanationam

: dubia ad bonam

13

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. EPILEPSI
I.

DEFINISI
Kejang merupakan manifestasi klinis yang disebabkan oleh lepasnya
muatan listrik di otak. Epilepsi merupakan serangan kejang
paroksismal berulang dua kali atau lebih tanpa penyebab yang jelas
dengan interval serangan lebih dari 24 jam, akibat lepas muatan listrik
berlebihan di neuron otak Kejang berulang pada epilepsy merupakan
suatu manifestasi muatan listrik abnormal dan berlebih dari sel-sel
neuron di otak.

II.

EPIDEMIOLOGI
Insidens epilepsi pada anak dilaporkan dari berbagai negara dengan
variasi yang luas, sekitar 4-6 per 1000 anak, tergantung pada desain
penelitian dan kelompok umur populasi. Di Indonesia terdapat paling
sedikit 700.000-1.400.000 kasus epilepsi dengan pertambahan sebesar
70.000 kasus baru setiap tahun dan diperkirakan 40%-50% terjadi pada
anak-anak.

III.

KLASIFIKASI

Klasifikasi kejang yang terjadi pada epilepsy yaitu: kejang umum dan
kejang fokal.
Kejang fokal

Kejang fokal sederhana

Kejang parsial kompleks

Kejang parsial yang menjadi umum

Kejang umum

Absans
14

Mioklonik

Klonik

Tonik

Tonik-klonik

Atonik

Kejang tak terdefinisikan

IV.

ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI


Etiologi epilepsi yaitu:

Genetic

Structural atau metabolic

Tidak diketahui

Patofisiologi kejang terjadi pada tingkat seluler, dimana depolarisasi


potensial paska sinaps yang berlangsung lama (50ms). Paroxysmal
depolarization shift yang terjadi merangsang muatan listrik yang
berlebihan pada neuron otak dan merangsang neuron lain untuk
melepaskan muatan listrik secara bersamaan sehingga timbul
hipereksitabilitas neuron otak.

V.

DIAGNOSIS
Meskipun epilepsi adalah diagnosis klinis, elektroensefalografi (EEG)
merupakan pemeriksaan yang sangat penting untuk konfirmasi
diagnosis epilepsi, menentukan klasifikasi epilepsi, melihat fokus
epileptogenik, evaluasi hasil terapi, dan menentukan prognosis.
Pemeriksaan EEG juga sangat diperlukan untuk menyingkirkan
kemungkinan adanya gangguan yang menyerupai epilepsi seperti
sinkope, henti nafas sejenak (breath holding speell), masturbasi infantil,
migrain dan sebagainya, yang sering membuat epilepsi salah
diagnosis/overdiagnosis.
15

Pendekatan anak dengan kejang

VI.

MANAJEMEN TATALAKSANA
Tatalaksana kejang akut dan status konvulsif

16

Obat-obatan maintenance untuk epilepsi adalah sebagai berikut:


Obat

Jenis kejang

Carbamazepin

Umum

Dosis Oral

Dosis Loading

tonik- 10mg/kgBB/24

klonik

jam

ditingkatkan

Kejang fokal

20-30mg/kg/24
jam (3 dosis)

Clonazepam

Absent

<30kg

mulai

0.05mg/kg/24 jam
Tingkatkan
Myoklonik

0.05mg/kg/minggu

Spasme

Maks 0.2mg/kg/24

infantile

jam (2-3x)

Fokal

>30kg:
1.5mg/kg/24

jam
17

(3x)
Feintoin

Umum

tonik- 3-9mg/kg/24 jam 20mg/kg

klonik

(2x)

Parsial
Status
epileptikus
Fenobarbital

Umum

tonik- 3-5mg/kg/24 jam 20mg/kg

klonik

(2x)

Fokal

20-30mg/kg
(neonates)

Status
Asam Valproat

Umum

tonik- 10mg/kg/24 jam

klonik

Tingkatkan

5-

Absen

10mg/kg/minggu
30-60mg/kg/24

Mioklonik

jam (3-4x)

B. RETARDASI MENTAL
I.

PENDAHULUAN
AAMD mendefinisikan RM sebagai suatu keadaan di mana intelegensi
umum berfungsi di bawah rata-rata, yang bermula dari masa
perkembangan dan disertai dengan gangguan pada tingkah laku
penyesuaian. Sedangkan menurut ICD 10, RM adalah perkembangan
mental yang terhenti atau tidak lengkap, terutama ditandai dengan
adanya hendaya (impairment) keterampilan (skills) selama masa
perkembangan,

sehingga

berpengaruh pada semua tingkat

inteligensia, yaitu kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan sosial.


RM dapat terjadi dengan atau tanpa gangguan mental atau fisik lainnya

DSM-IV mendefinisikan RM sebagai :


18

Fungsi intelektual yang berada di bawah rata-rata, dengan IQ (


- intelligence quotient) rata-rata 70 atau kurang.

Terdapat

defisit

atau

gangguan

fungsi

adaptif

pada

minimal 2 area: komunikasi, perawatan diri sendiri, hidup


berkeluarga,

kemampuan

bermasyarakat,
kemampuan

sosial/interpersonal, kemampuan

penentuan

akademik

diri

sendiri

fungsional,

(self

perkerjaan,

direction),
rekreasi,

kesehatan dan keselamatan.

II.

Timbul sebelum umur 18 tahun.

KLASIFIKASI
Klasifikasi retardasi mental menurut DSM IV adalah sebagai berikut:

III.

Kode

Kategori

Skor IQ

Tingkat
Pendidikan

Intensitas
Bantuan

317
318.0
318.1
318.2

Ringan
Sedang
Berat
Sangat Berat

55-70
40-54
25-29
<25

Terdidik
Terlatih
Tidak terlatih
Tidak terlatih

Intermiten
Terbatas
Ekstensif
Pervasive

ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI


Etiologi dari retardasi mental dibagi kedalam beberapa bagian, yaitu:
a. Selama kehamilan
Kelainan bawaan seperti kelainan kromosom dan kelainan genetik,
serta kelainan didapat seperti infeksi susunan saraf pusat, alcohol
serta penggunaan obat-obatan.
b. Perinatal
Infeksi perinatal serta trauma lahir serta prematuritas dapat menjadi
suatu pencetus terjadinya mental retardasi ini.
c. Post natal
19

Infeksi neonates, kuning serta anoksia serebri juga dapat


menyebabkan retardasi mental.
d. Factor lingkungan
Penyakit kejiwaan atau penyakit kronis lain pada ibu, kemiskinan,
malnutrisi, penyiksaan, penelantaran.
e. Masalah psikososial
f. Interaksi berbagai macam penyebab
Patofisiologi terjadinya retardasi mental dapat dijelaskan sebagai
berikut.
Disfungsi

terjadi

terutama

pada

struktur

kortikal,

termasuk

hipokampus dan korteks temporal medial. Kebanyakan penderita


dengan gangguan kognitif yang signifikan tidak mempunyai kelainan
struktural yang jelas pada otak.

Malformasi SSP yang terlihat

secara visual ditemukan pada 10-15% kasus, malformasi yang


sering ditemukan antara lain defek neural tube, hidranensefal dan
mikrosefal. Kadang-kadang ditemui malformasi SSP berupa migrasi
dan agenesis korpus kalosum.

IV.

DIAGNOSIS
Manifestasi klinis
1. Gangguan perilaku, mencakup agresi, menyakiti diri sendiri, deviasi
perilaku, inatensi, hiperaktifitas, kecemasan, depresi, gangguan tidur
dan gerakan stereotipik.
2. Keterlambatan berbahasa.
3. Gangguan gerakan motorik halus dan gangguan adaptasi. Pada
penderita ditemui keterlambatan dalam usaha makan sendiri, ke
belakang sendiri (toileting) dan kemampuan bermain. Penderita
juga

memperlihatkan

ketidakpedulian

terhadap mainan

yang

sesuai dengan umurnya, tidak mampu bermain imajinasi ataupun


berganti peran dengan teman sebayanya.

20

4. Keterlambatan perkembangan motorik kasar, jarang ditemui, kecuali


kalau RM disertai dengan kondisi lain, seperti palsi serebral.
Gangguan motorik kasar yang samar-samar seperti terlambat
berjalan dan clumsiness, bisa ditemukan.
5. Abnormalitas neurologik dan fisis. Prevalensi RM meningkat pada
anak dengan kelainan kejang (seizure disorder), mikrosefal,
makrosefal, riwayat gagal tumbuh intrauterin ataupun postnatal,
prematuritas, dan kelainan kongenital

Kriteria diagnosis retardasi mental adalah


a. Terdapat kendala perilaku adaptif sosial (kemampuan untuk mandiri)
b. Gejala timbul pada umur yang kurang dari 18 tahun
c. Fungsi Intelektual kurang dari normal (IQ < 70)

V.

MANAJEMEN TATALAKSANA
Upaya preventif primer:

Memberikan perlindungan spesifik terhadap penyakit tertentu


(imunisasi)

Meningkatkan kesehatan dengan memberikan gizi yang baik,


mengajarkan cara hidup-sehat

Upaya preventif sekunder:

Mendeteksi penyakit sedini mungkin

Diagnosis dini PKU dan hipotiroid (kalau ada), untuk


mencegah kerusakan lebih-lanjut

Koreksi defek sensoris, kemudian dilakukan stimulasi dini


(stimulasi sensoris, terapi-wicara)

3 intervensi perilaku yang dapat dilakukan pada penderita Retardasi


mental
a. Analisis perilaku terapan (applied behavior analysis), merupakan
teknik untuk membangun kemampuan fungsional yang sesuai dan
mengurangi masalah-masalah tingkah laku, mencakup :
21

Behavior-accelerating procedures: memberikan penghargaan pada


perilaku yang tidak menimbulkan masalah.

Behavior-decelerating technique: memberikan penghargaan jika


perilaku bermasalah tidak muncul dalam jangka waktu tertentu.

Behavioral parent and teacher/staff training: membantu agar


mereka bisa berfungsi sebagai cotherapist dan/atau untuk
menghindari timbulnya kembali perilaku bermasalah.

b. Pengaturan lingkungan, mengatur kondisi-kondisi fisik dan/atau


sosial yang mungkin mencetuskan masalah tingkah laku.
c. Edukasi kepada penderita dan/atau keluarganya, untuk membantu
memahami masalah tingkah laku atau kelainan psikiatrik yang
mungkin

menyertai

retardasi

mental

dan

bagaimana

menanggulanginya.

C. PERKEMBANGAN TERLAMBAT
I.

PENDAHULUAN
Bahasa dibagi kedalam beberapa komponen, yaitu komunikasi
ponologi, sintak serta pragmatic. Komunikasi terdiri atas perilaku dan
keterampilan. Ponologi mengacu pada penggunaan secara tepat dalam
pengucapan kata, sedangkan semantic adalah pemilihan kata-kata
secara tepat. Sintak mengacu pada kesesuaian penggunaan tata bahasa
dalam

pembuatan

kalimat.

Kemampuan

pragmantik

meliputi

kemampuan verbal dan non verbal yang memfasilitasi pertukaran ide,


meliputi meliputi kesesuaian memilih bahasa untuk situasi dan
keadaan sekitar dan bahasa tubuh.

II.

EPIDEMIOLOGI
Gangguan bicara dan bahasa terjadi pada anak anak pra sekolah sekitar
8% dari keseluruhan anak-anak. Hampir 20% dari anak-anak berusia
22

lebih dari 2 tahun dipikirkan mengalami keterlambatan bicara.anak


laki-laki memiliki 2 kali potensi lebih besar dibandingkan anak
perempuan.
III.

ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI


Kemampuan berbicara normal merupakan suatu fungsi yang komplek.
Faktor risiko untuk cedera neurologi bukan merupakan sebuha factor
risiko yang kebanyakan dimiliki oleh anak-anak yang memiliki
gangguan berbicara. Factor genetic memperlihatkan peranan penting
dalam mempengaruhi bagaimana seorang anak dapat berbicara.
Seorang anak yang terpapar oleh keluarga atau orang tua yang
mengalami

gangguan

bicara

memberikan

pegaruh

terhsdap

perkembangan bicara seorang anak.


Mekanisme perkembangan neurologi memiliki peranan penting juga
terhadap gangguan ini, yaitu migrasi dari sel saraf dari matriks
germinal ke korteks serebri. Beberapa sindrom juga berhubungan
terhadap gangguan perkembangan berbicara, yaitu sindrom William
(mikro delesi).

IV.

DIAGNOSIS

A. Skoring diperoleh dari ukuran standar individual dilihat dari


perkembangan bahasa dan subtansi dibawah ini diperoleh dari
ukuran standarisasi kapasitas intelektual non verbal dan
penerimaan perkembangan bahasa. Penghambat dari manifestasi
klinis dapat diperoleh dari gejalanya termasuk penguasaan
keterbatasan kosakata yang ditandai, kesalahan dalam membuat
kalimat, kesulitan dalam mengulangi kata dan produksi kalimat
dengan pengembangannya, pemanjangan atau yang lengkap
B. Kesulitan dalam megekpresikan bahasa dapat dilakukan
intervensi dengan akademik dan penerimaan okupasi atau
konikasi sosial
23

C. Kriteria tidak dapat digabungkan dengan kelainan menerima dan


mengekpresi bahasa atau kelainan perkembangan yang perpasif

D. Jika terdapat retardasi mental, seperti penurunan motoric dan


sensorik dalam berbahasa atau kehilangan terhadap lingkungan
pada saat ini, kesulitan dalam berbahasa menjadi perhatian yang
selalu dihubungkan oleh masalah ini

Campuran
A. Skor ini berdasarkan standardisasi individual baik dari perkembangan
ekspresi bahasa maupun penerimaan bahasa yang mengukur kapasitas
intelektual non-verbal. Gejala yang termasuk gangguan ekspresi bahasa
antara lain kesulitan memahami kata dan kalimat atau kata-kata spesifik
seperti kata-kata istilah
B. Kesulitan mengekspresikan dan menerima bahasa secera signifikan
mempengaruhi prestasi akademi, kerja, atau komunikasi sosial.
C. Kriteria tidak untuk gangguan perkembangan pervasif.
D. Pasien dengan retardasi mental, deficit bicara-sensorik-motorik, atau
deprivasi lingkungan ditemukan akan mengalami kesulitan berbahasa yang
lebih berat.

Jika deficit pada motorik, bicara atau sensoria tau kondisi gangguan neurologi
maka masuk ke aksis III
Ponologik
A. Kegagalan perkembangan dalam berbicara dapat diperkirakan dari suara
bicara sesuai dengan usia dan dialek nya. ( contohnya; Failure to use
developmentally expected speech sounds that are appropriate for age and
dialect (e.g., errors in sound production, use, representation, or
organization such as, but not limited to, substitutions of 1 sound for
another [use of /t/for target /k/sound] or omissions of sounds such as final
consonants)
24

B. Kesulitan dalam percakapan yaitu bertentangan dengan pendidikannya


atau dengan komunikasi secara social.
C. Jika pada retardasi mental, terdapat deficit sensoris dan motoris berbicara,

atau gangguan interaksi social, gangguan berbicara biasanya berhubungan


dengan semua kejadian ini.
Jika defisit pada motorik, bicara atau sensoris atau kondisi gangguan
neurologi maka masuk ke aksis III
Gagap
A. Gangguan kefasihan dalam berbicara dan pemolaan waktu berbicara, yang
ditandai oleh > tanda berikut:
1. Pengulangan suara dan suku kata
2. Prolongasi suara
3. Seruan
4. Terbata-bata (ada periode henti kata)
5. Audible or silent blocking
6. Pemakaian kata yang tidak perlu
7. Kata-kata dikeluarkan dengan physical tension yang berlebih
8. Repetisi dari keseluruhan kata-kata
B. Gangguan kefasihan yang mengganggu prestasi akademik atau pekerjaan
atau komunikasi sosial
C. Jika ada deficit neurologi atau motoric-bicara atau deficit sensori ,
gangguan bicara berhubungan dengan masalah ini
Tidak spesifik

V.

MANAJEMEN TATALAKSANA
Pada anak pra sekolah dengan gangguan berbicara dapat diobservasi dengan
edukasi serta keyakina dari orang tua. Orang tua hendaknya jangan menegur
atau memarahi anak-anak dengan gangguan bicara. Kebanyakan anak pra
sekolah dengan gangguan bicara merespon terhadap intervensi oleh speech
pathologic dan kebiasaan umpan balik dari orang tua.
25

Anak-anak yang lebih besar dan remaja diterapi juga dengan risperidone atau
olanzapine disertai terapi wicara.

26

BAB III
ANALISIS DAN PEMBAHASAN KASUS
Pasien didiagnosis epilepsi atas dasar dari anamnesis terhadap keluarga pasien,
yaitu ibu pasien. Ibu pasien mengaku bahwa pasien mengalami kejang kelojotan
pada bulan Agustus 2014. Kejang tanpa didahului oleh demam. 1 hari bisa terjadi
kejang sebanyak 4 kali. Kejang berlangsung <5 menit dan diantara kejang pasien
tertidur. Jarak antara kejang pertama dan kedua + 15 menit. Namun saat itu
keluarga tidak membawa pasien ke rumah sakit. Pada bulan desember 2014 pasien
mengalami kejang 6x dalam sehari, jenis kejang mirip dengan kejang sebelumnya,
yaitu kejang kelojotan dan tidak ada demam. Mata mendelik ketas, serta pasien
tertidur setelahnya. Saat itu keluarga langsung membawa pasien ke RSF untuk
dirawat. Pasien saat itu dirawat selama 6 hari. Setelah pulang dari perawatan
pasien kontrol ke poli tumbuh kembang RSF. Kontrol sudah sebanyak 2 kali.
Obat-obatan yang rutin diminum adalah fenitoin 2 kali sehari (75 mg) serta
depaken 2 kali 4 mg serta stesolid yang dimasukkan melalui anus.

Sebenarnya keluhan kejang sudah pernah dialami oleh pasien pada usia 2 tahun.
Kejang tanpa di dahului oleh demam. Kejang berlangsung <5 menit. Kejang
kelojotan, mata mendelik keatas. Setelah kejang pasien tertidur. Pasien sempat
dirawat di RS Zahira dan dilakukan pemeriksaan CT-Scann dan EEG, dan
dikatakan ada urat syaraf yang terputus.
Tatalaksana pasien epilepsi selain mengatasi keluhan akutnya saat kejang, yaitu
diberikan diazepam (per rektal), hal ini telah dilakukan saat pasien masuk ke IGD
serta ibu juga dibekali dengan obat kejang (stesholid= diazepam per rektal) jika
terjadi kejang pada pasien di rumah. Selain itu pasien juga diberikan obat-obatan
pemeliharaan berupa fenitoin 2 kali sehari (75 mg) serta depaken 2 kali 4 mg
untuk mencegah kejang.

Selain epilepsi pasien juga menderita retardasi mental dan gangguan


perkembangan.
27

Gangguan perkembangan berupa retardasi mental dan gangguan bicara dapat


saling berhubungan seperti yang terlihat pada gambar diatas. Gangguan bicara
yang terjadi pada pasien didasarkan atas anamnesis berupa bahwa pasien baru bica
berbicara ayah pada usia 7 tahun. Tatalaksana delayed speech yang terjadi pada
pasien dapat ditatalaksana dengan bekerjasama bersama keluarga agar keluarga
tetap bersabar dan tetap mau untuk mengajak anaknya berkomunikasi.

28

DAFTAR PUSTAKA

1. Diagnosis and management of epilepsies in children and young people: A


national

clinical

guideline.

Scottish

Intercollegiate

Guideline

Networks.March 2005
2. Setyabudhi, Mangunatmaja I. Kejang dalam Buku ajar Pediatri Gawat
Darurat. UKK IDAI. Jakarta: 2011
3. Pudjiandi Ah, dkk. Retardasi Mental dalam Pedoman Pelayanan Medis
Ikatan Dokter Anak Indonesia 2nd ed. Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak
Indonesia: Jakarta.2011
4. Sims MD, Schumm RL. Language Development and Communication
Disorders in Kliegmen: Nelson Textbook of Pediatric 18th ed. Saunders:
USA.2007
5. Treatment for Epilepsy in Kliegmen: Nelson Textbook of Pediatric 18th
ed. Saunders: USA.2007
6. Berg AT, Scheffer IE. New concepts in classification of the epilepsies:
Entering the 21st century. Epilepsia. International League Against
Epilepsi: USA 2011

29

Você também pode gostar