Você está na página 1de 14

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER

FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


Nama Mahasiswa

: Ely Rahmatika Nugrahani

NIM

: 112311101038

Tempat Pengkajian

: Instalasi Bedah Sentral RSU Dr. Soebandi Jember

Tanggal

:-

I. Identitas Klien
Nama
Umur

:: > 50 tahun

No. RM
Pekerjaan

:: Pekerjaan yang
dapat memiliki risiko
tinggi terjadinya
BPH adalah orang
yang pekerjaanya
mengangkat barang-

Jenis

: Laki-laki.

Kelamin

Orang dari ras kulit hitam

barang berat.
Status Perkawinan : telah menikah

memiliki risiko 2 kali


lebih besar untuk terjadi
BPH dibanding ras lain.
Orang-orang Asia
memiliki insidensi BPH
Agama

paling rendah.
: Agama tidak
mempengaruhi terjadinya

Tanggal MRS

:-

Pendidikan

BPH.
: Pendidikan yang rendah, Tanggal
seperti SD atau tidak

:-

Pengkajian

sekolah dapat menjadi


faktor kurangnya
pengetahuan dalam
melaksanakan tugas
keluarga dalam menjaga
Alamat

kesehatan.
: Tempat tinggal pasien di Sumber Informasi : rekam medik dan
pedesaan dapat menjadi

pengkajian

faktor terjadinya BPH


karena kurangnya akses
informasi mengenai BPH.
II. Riwayat Kesehatan
1. Diagnosa Medik
Benign Prostate Hyperplasia (BPH)
2. Keluhan Utama
Nyeri pada saat miksi
3. Riwayat penyakit sekarang
Pada pasien BPH keluhan keluhan yang ada adalah frekuensi , nokturia, urgensi, disuria,
pancaran melemah, rasa tidak puas sehabis miksi, hesistensi (sulit memulai miksi),
intermiten (kencing terputus-putus), dan waktu miksi memanjang dan akhirnya menjadi
retensi urine.
4. Riwayat kesehatan terdahulu
a. Penyakit yang pernah dialami
Penyakit yang dapat menyebabkan BPH salah satunya adalah pasien pernah
mengalami ISK atau pembedahan prostat atau hernia sebelumnya.
b. Alergi (obat, makanan, plester, dll)
Alergi makanan, obat, dan plaser bukan merupakan faktor terjadinya BPH namun
wajib ditanyakan untuk menghindari alergi pada saat melakukan asuhan
keperawatan.
c. Imunisasi
Imunisasi dapat ditanyakan kepada pasien apakah pasien pernah dilakukan imunisasi
untuk meningkatkan kekebalan tubuhnya.

d. Kebiasaan/pola hidup/life style


Makanan dan minuman yang dapat berisiko terjadinya BPH adalam orang
memiliki kebiasaan minum alkohol sehingga mempengaruhi hormone yang dapat
mengganggu kesehatannya. Selain itu diet makanan dan minuman pasien, seperti
kurangnya konsumsi seng, tembaga selenium, dimana defisiensi seng yang berat
dapat mempengaruhi adanya penurunan hormone testosterone akibat pengecilan
testis pria. Makanan tinggi lemak juga akan mengakibatkan penurunan hormone
testosterone

walaupun

dehidroepianandrosteron

lemak
(hormone

merupakan
pembentuk

bahan

utama

tostosteron),

pembentuk
namun

bila

berlebihan akan menyebabkan peningkatan massa otot perut dan dapat menekan

testis.
Pekerjaan yang dilkaukan setiap hari misalnya pekerjaan dengan sering

mengangkat berat dapat menjadikan pasein terkena BPH.


Obesitas akan membuat gangguan pada prostat dan kemampuan seksual, tipe
bentuk tubuh yang mengganggu prostat adalah tipe bentuk tubuh yang membesar
di bagian pinggang dengan perut buncit, seperti buah apel. Beban di perut itulah
yang menekan otot organ seksual, sehingga lama-lama organ seksual kehilangan
kelenturannya. Pada obesitas terjadi peningkatan kadar estrogen yang berpengaruh
terhadap pembentukan BPH melalui peningkatan sensitisasi prostat terhadap
androgen dan menghambat proses kematian sel-sel kelenjar prostat. Pola obesitas
pada laki-laki biasanya berupa penimbunan lemak pada abdomen.), Pada
penelitian terdahulu didapatkan Odds Rasio (OR) pada laki-laki yang kelebihan
berat badan (BMI 25-29,9 kg/m2 ) adalah 1,41 pada lakilaki obesitas (BMI 30-34
kg/m2 ) adalah 1,27 sedangkan pada laki-laki dengan obesitas parah (BMI >35

kg/m2 ) adalah 3,52.


Aktivitas seks yang berlebihan dan tidak bersih merupakan factor terjadinya BPH.
Saat kegiatan seksual, kelenjar prostat mengalami peningkatan tekanan darah
sebelum terjadi ejakulasi. Jika suplai darah ke prostat selalu tinggi, akan terjadi
hambatan prostat yang mengakibatkan kalenjar tersebut bengkak permanen. Seks
yang tidak bersih akan mengakibatkan infeksi prostat yang mengakibatkan BPH.
Aktivitas seksual yang tinggi juga berhubungan dengan meningkatnya kadar
hormon testosterone. Penelitian terdahulu didapatkan OR : 2,40.

Nikotin dan konitin (produk pemecahan nikotin) pada rokok meningkatkan


aktifitas enzim perusak androgen, sehingga menyebabkan penurunan kadar

testosteron. Penelitian terdahulu didapatkan OR : 2,74 (95% CI : 1,43-5,25).


Kebiasaan minum-minuman beralkohol akan menghilangkan kandungan zink dan
vitamin B6 yang penting untuk prostat yang sehat. Zink sangat penting untuk
kelenjar prostat. Prostat menggunakan zink 10 kali lipat dibandingkan dengan
organ yang lain. Zink membantu mengurangi kandungan prolaktin di dalam darah.
Prolaktin meningkatkan penukaran hormon testosteron kepada DHT. Penelitian

terdahulu didapatkan OR : 2.56 (95% CI : 1,37-4,75).


Para pria yang tetap aktif berolahraga secara teratur, berpeluang lebih sedikit
mengalami gangguan prostat, termasuk BPH. Dengan aktif olahraga, kadar
dihidrotestosteron dapat diturunkan sehingga dapat memperkecil risiko gangguan
prostat. Selain itu, olahraga akan mengontrol berat badan agar otot lunak yang
melingkari prostat tetap stabil. Olahraga yang dianjurkan adalah jenis yang
berdampak ringan dan dapat memperkuat otot sekitar pinggul dan organ seksual.
Olahraga yang baik apabila dilakukan 3 kali dalam seminggu dalam waktu 30
menit setiap berolahraga, olahraga yang dilakukan kurang dari 3 kali dalam
seminggu terdapat sedikit sekali perubahan pada kebugaran fisik tetapi tidak ada
tambahan keuntungan yang berarti bila latihan dilakukan lebih dari 5 kali dalam
seminggu.1 Olahraga akan mengurangi kadar lemak dalam darah sehingga kadar

kolesterol menurun. Penelitian terdahulu didapatkan OR : 2,58.1


Laki-laki yang mempunyai kadar glukosa dalam darah > 110 mg/dL mempunyai
risiko tiga kali terjadinya BPH, sedangkan untuk laki-laki dengan penyakit
Diabetes Mellitus mempunyai risiko dua kali terjadinya BPH dibandingkan
dengan laki-laki dengan kondisi normal. Penelitian terdahulu didapatkan Odds
Ratio (OR) pada penderita Diabetes Mellitus adalah 2,25 (95%, CI : 1,23-4,11)

2. Riwayat penyakit keluarga


Riwayat keluarga pada penderita BPH dapat meningkatkan risiko terjadinya kondisi yang
sama pada anggota keluarga yang lain. Semakin banyak anggota keluarga yang mengidap
penyakit ini, semakin besar risiko anggota keluarga yang lain untuk dapat terkena BPH.
Bila satu anggota keluarga mengidap penyakit ini, maka risiko meningkat 2 kali bagi

yang lain. Bila 2 anggota keluarga, maka risiko meningkat menjadi 19 2-5 kali. Dari
penelitian terdahulu didapatkan OR sebesar 4,2 (95%, CI 1,7-10,2).
Genogram: III. Pengkajian Keperawatan
1. Persepsi kesehatan & pemeliharaan kesehatan
Pasien dengan BPH yang berdomisili di pedesaan biasanya memiliki persepsi kesehatan
bahwa ia tdak akan pergi ke pelayanan kesehatan apabila tidak benar-benar sakit atau
tidak mampu melakukan kegiatan akibat dari kurangnya pemeliharaan kesehatan.
Pemeliharaan kesehatan yang dilakukan pasien cenderung kurang memperhatikan
kesehatannya, dengan kurang memahami lima tugas kesehatan keluarga. Pasien belum
mampu mengenal masalah kesehatan, seperti apa itu penyakitnya, bagimana ciri-cirinya,
dan apa tanda gejalanya. Pasien belum mampu memilih tindakan yang tepat, yaitu ketika
sakit tidak di bawa ke pelayanan kesehatan. Memberikan perawatan, yaitu pasien belum
mampu mengataasi atau melakukan [erawatan dasar di rumah sebelum dibawa ke petugas
kesehatan. Pasien belum mampu mengkondisikan lingkungan untuk kesehatan keluarga,
msialnya lingkungannya kurang bersih. Pasien belum mampu memanfaatkan pelayanan
kesehatan dnegan maksimal, dengan mengunjungi pelayanan kesehatan jika dirinya sakit
saja.
2. Pola nutrisi/ metabolik (ABCD)
- Antropometeri
Pasien dnegan BPH cenderung memiliki tubuh yang obesitas dengan nilai BMI >
30 kg/m2. Pada penelitian terdahulu didapatkan Odds Rasio (OR) pada laki-laki
yang kelebihan berat badan (BMI 25-29,9 kg/m2 ) adalah 1,41 pada lakilaki
obesitas (BMI 30-34 kg/m2 ) adalah 1,27 sedangkan pada laki-laki dengan
obesitas parah (BMI >35 kg/m2 ) adalah 3,52.
-

Biomedical sign
Pemeriksaan memiliki nilai lebih diatas normal.
Hb: >18 gr/dl
Leukosit: > 11.000/ul
Trombosit: > 400.000/ul
Kreatini: > 1.5 mg/dl
Ureum: >40 mg/dl

Menurut Purnomo (2011) dan Baradero dkk (2007) pemeriksaan penunjang yang
dapat dilakukan pada penderita BPH meliputi : 1) Laboratorium a) Analisi urin
dan pemeriksaan mikroskopik urin penting dilakukan untuk melihat adanya sel
leukosit, bakteri dan infeksi. Pemeriksaan kultur urin berguna untuk menegtahui
kuman penyebab infeksi dan sensitivitas kuman terhadap beberapa antimikroba.
b) Pemeriksaan faal ginjal, untuk mengetahui kemungkinan adanya penyulit yang
menegenai saluran kemih bagian atas. Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah
merupakan informasi dasar dari fungsin ginjal dan status metabolic. c)
Pemeriksaan prostate specific antigen (PSA) dilakukan sebagai dasar penentuan
perlunya biopsy atau sebagai deteksi dini keganasan. Bila nilai PSA 10 ng/ml. 2)
Radiologis/pencitraan Menurut Purnomo (2011) pemeriksaan radiologis bertujuan
untuk memperkirakan volume BPH, menentukan derajat disfungsi bulibuli dan
volume residu urin serta untuk mencari kelainan patologi lain, baik yang
berhubungan maupun tidak berhubungan dengan BPH. a) Foto polos abdomen,
untuk mengetahui kemungkinan adanya batu opak di saluran kemih, adanya
batu/kalkulosa prostat, dan adanya bayangan buli-buli yang penuh dengan urin
sebagai tanda 27 adanya retensi urin. Dapat juga dilihat lesi osteoblastik sebagai
tanda metastasis dari keganasan prostat, serta osteoporosis akbibat kegagalan
ginjal. b) Pemeriksaan Pielografi intravena ( IVP ), untuk mengetahui
kemungkinan adanya kelainan pada ginjal maupun ureter yang berupa hidroureter
atau hidronefrosis. Dan memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang
ditunjukkan dengan adanya indentasi prostat (pendesakan buli-buli oleh kelenjar
prostat) atau ureter dibagian distal yang berbentuk seperti mata kail (hooked
fish)/gambaran ureter berbelok-belok di vesika, penyulit yang terjadi pada bulibuli yaitu adanya trabekulasi, divertikel atau sakulasi buli-buli. c) Pemeriksaan
USG transektal, untuk mengetahui besar kelenjar prostat, memeriksa masa ginjal,
menentukan jumlah residual urine, menentukan volum buli-buli, mengukur sisa
urin dan batu ginjal, divertikulum atau tumor buli-buli, dan mencari kelainan yang
mungkin ada dalam buli-buli.
-

Clinical Sign :
TD: > 120/100 mmHg

Nadi: 60-100x/menit
RR: 18-24x/menit
Suhu: >38oC (tanda infeksi)
-

Diet Pattern (intake makanan dan cairan)


Pasien cenderung makan makanan yang mengandung lemak tinggi. Pasien
cenderung kurang mengkonsumsi seng, dan terkadang sering minum alcohol.

3. Pola eliminasi
BAK: Pola eliminasi kaji tentang pola berkemih, frekuensinya menurun, ragu ragu,
menetes, jumlah pasien harus bangun pada malam hari untuk berkemih (nokturia) sering,
kekuatan sistem perkemihan melemah, pancaran melemah.
BAB: Pada pasien sering terjadi mengedan untuk mulai atau mempertahankan aliran
kemih. Pasien kesulitan BAB seperti konstipasi akibat dari prostrusi prostat kedalam
rektum.
Balance cairan: input > output.
4. Pola aktivitas & latihan
Pasien aktifitasnya sehari hari mengalami penurunan kualitas dan kuantitas, aktifitas
penggunaan waktu senggang sering digunakan dengan tidak berolahraga. Pekerjaan
mengangkat beban berat. Aktivitas banyak dibantu.
c.1. Aktivitas harian (Activity Daily Living)
Kemampuan perawatan diri
0
1
2
3
4
Makan / minum

Toileting

Berpakaian

Mobilitas di tempat tidur

Berpindah

Ambulasi / ROM

Ket: 0: tergantung total, 1: dibantu petugas dan alat, 2: dibantu petugas, 3: dibantu alat, 4:
mandiri
Status Oksigenasi:
Pasien jarang menggunakan oksigenasi.
5. Pola tidur & istirahat
Lama tidur pasien menurun, adanya waktu tidur yang berkurang karena frekuensi miksi
yang sering pada malam hari ( nokturia ).
6. Pola persepsi diri

Perasaan atau emosi yang dialami atau dirasakan pasien sebelum pembedahan dan
sesudah pembedahan. Pasien biasa cemas karena kurangnya pengetahuan terhadap
perawatan luka operasi.
7. Pola seksualitas & reproduksi
Masalah tentang efek kondisi/terapi pada kemampua seksual akibat adanya penurunan
kekuatan ejakulasi dikarenakan oleh pembesaran dan nyeri tekan pada prostat.
8. Pola peran & hubungan
Peran sebagai kepala keluarga tidak dapat dijalani kembali.
9. Pola manajemen koping-stress
Manajemen koping tergantung dari pendidikan pasien dan kemampuan pasien mengadapi
stressor.
10. System nilai & keyakinan
Pasien pedesaan cenderung memiliki nilai dan keyakinan salah setelah adanya luka
operasi untuk tidak makan makanan yang mengandung protein tinggi, sehingga hal
tersebut megakibatkan proses penyembuhan yang lama.
IV. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum: nilai GCS pasien dilihat pada saat pertama kali bertemu dengan pasien.
Tanda vital:
-

Tekanan Darah
Nadi
RR
Suhu

: > 120/100 mm/Hg


: 80-100 X/mnt
: 18-24 X/mnt
: > 38 o C

Pengkajian Fisik (Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi)


1. Abdomen
Adanya rasa tidak nyaman pada epigastrik, mual muntah.
2. Urogenital
Pemeriksaan prostat didapati membesar, kemerahan, dan tidak nyeri tekan.
V. Terapi (jenis terapi, dosis, rute, indikasi, KI, implikasi keperawatan
Terapi yang dapat dilakukan adalah:
1) Pembedahan terbuka
Beberapa teknik operasi prostatektomi terbuka yang biasa digunakan adalah sbegai
berikut:
a) Prostatektomi suprapubik
b) Prostatektomi perineal

c) Prostatektomi retropubik
2) Pembedahan endourologi
Pembedahan endourologi transurethral dapat dilakukan dengan memakai tenaga elektrik
diantaranya:
a) Transurethral Prostatic Resection (TURP)
b) Transurethral Incision of the Prostate (TUIP)
c) Terapi invasive minimal
1) Transurethral Microvawe Thermotherapy (TUMT)
2) Transuretral Ballon Dilatation (TUBD)
3) Transuretral Needle Ablation (TUNA)
4) Pemasangan stent uretra atau prostatcatth

DIAGNOSA KEPERAWATAN

Daftar Diagnosa Keperawatan:


a. Pre Operasi
1) Ansietas berhubungan dengan ketidakmampuan pasien untuk berkemih
2) Nyeri akut berhubungan dengan distensi kandung kemih
3) Kurang pengetahuan tentang factor yang berhubungan dengan masalah kesehatan dan
pengobatan
b. Intra Operatif
1) Resiko cedera berhubungan dengan tindakan operasi
2) Resiko kekurangan cairan: darah berhubungan dengan proses operasi
c. Pasca Operasi
1) Nyeri berhubungan dengan insisi bedah, pemasangan kateter, dan spasme kandung
kemih
2) Kurang pengetahuan tentang penatalaksanaan paskaoperatif dan masa penyembuhan
3) Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan insisi operasi

PERENCANAAN KEPERAWATAN

NO
1.

DIAGNOSA

TUJUAN DAN

INTERVENSI

Ansietas

KRITERIA HASIL
Setelah dilakukan
1. Kaji

berhubungan

perawatan selama

dengan

1x24 jam pasien

ketidakmampuan

akan menunjukkan

pasien

untuk adanya penurunan

berkemih.

RASIONAL

tingkat 1. Mengetahui tingkat

kecemasan klien..
2. Berikan

kecemasan pasien

penjelasan 2. Pasien mengetahui

yang akurat tentang

secara pasti apa yang

kecemasan atau

keadaan penyakit dan

sedang dihadapi saat

hilang. Dengan

proses

ini.

kriteria hasil:

penyakit.

1.

terjadinya

3. Bantu

Pasien mampu

klien

untuk 3. Usaha memberikan

mengidentifikasi cara

melakukan

memahami

berbagai

aktivitas normal

perubahan

akibat

tanpa terlihat

penyakitnya.

cemas

4. Biarkan

klien

koping adaptif.

dan 4. Setelah pasien

2.

keluarga

mengekpresikan

TD 120/80 mmHg

mengekspresikan

diharapkan pasien

3.

perasaan mereka.

mampu mengkontrol

Nadi 80-100 x/menit

ansietasnya
dikemudian.
5. Kolaborasi dengan tim 5. Menghilangkan
medis untuk tindakan

obtruksi pada uretra

TUR P
2.

Nyeri

akut

berhubungan
dengan

1. Kaji
Setelah dilakukan

distensi perawatan selama

kandung kemih

tingkat

nyeri 1. Mengetahui tingkat

pasien
2. Beri

nyeri pasien
tahu

atau 2. Menberi pendidikan

1x24 jam pasien

informasikan

tentang timbulnya

akan menunjukkan

penyebab nyeri pasien

nyeri

adanya penurunan

3. Berikan

kompres 3. Mengurangi rasa

ambang nyeri atau

hangat pada daerah

nyeri pada daerah

hilang. Dengan

sekitar nyeri

kandung kemih dan

kriteria hasil:

sekitarnya

a. Pasien tidak

4. Kolaborasi dengan tim 4. Menghilangkan

mengeluhkan

dokter terkait operasi

pembesaran prostat

nyeri

TURP

sehingga pasien

b. Skala nyeri turun

mampu miksi

satu tingkatan

dengan baik

atau hilang
c. Pasien mampu
miksi dengan
baik tanpa ada
gangguan saluran
perkemihan.
3.

Resiko

cedera Setelah dilakukan

berhubungan
dengan

1.

tindakan perawatan

tindakan sealama 1x24 jam

operasi

Berikan informasi 1.
pada pasien terkait

emberikan informasi

jalannya operasi

kepada pasien terkait

pasien akan
terhindar dari risiko

jalannya operasi
2.

Pastikan daerah

2.

cedera.. Dengan

operasi jelas supaya

osisi pasien tertentu

ditandai kriteria

tidak ada kesalahan

membutuhkan

hasil:

letak operasi

bantalan untuk

1.

menghindari terjatuh

Tidak ada

3.

Selalu

3.

komplikasi
pembedahan

M
emastikan bahwa

4.

Stabilka kereta

peralatan diletakkan

pada jaringan

pasien maupun meja

daerah sekitar

operasi pada waktu

4.

2.

memindahkan pasien

Tisiko cedera

ked an dari meja

berkurang atau

sesuai prosedur
M
enghindari jatuh

operasi

hilang
4.

Resiko

Setelah dilakukan

kekurangan

tindakan

cairan:

1.

bservasi perdarahan mengetahui

darah perawatan sealama

berhubungan

1x24 jam pasien

o 1.
pasien

2.

pasien
P 2.

kondisi

dengan

proses akan terhindar dari

operasi

astikan

alat mencegah

risiko

menergency

kekurangandarah.

disiapkan

sudah

Dengan ditandai
kriteria hasil:
1.

3.

komplikasi

dari

perdarahan

K 3. mencegah anemia
olaborasi pemberian dan syok hipovolemik

perdarahan

tranfusi darah untuk

Konjungtiv
a tidak anmeni

3.

risiko
massif

Tidak ada

2.

adanya

TD 120/80

mencegah

adanya

kekurangan

cairan:

darah

mmHg
4.

RR 1824x/menit

5.

Mukosa
lembab

5.

Nyeri

Setelah dilakukan

1.

berhubungan

tindakan perawatan

Kaji

dengan

insisi selama 2x24 jam

1. mengetahui skala

pasien tidak

2.

pemasangan

mengalami nyeri

Berikan

spasme
kemih

dan atau nyeri pasien


kandung berkurang. Dengan
ditandai kriteria

dengan nyeri

PQRST.

bedah,
kateter,

nyeri

2.
engurangi nyeri
lingkungan

yang nyaman

3.
omres hangat akan

Berikan kompres hangat

membuat pembuluh

pada daerah pubis


Klien tidak

2.

gelisah
Skala nyeri
menurun,

tidur nyenyak.
4.
TD: 120/80
mmHg

darah menjadi
dilatasi dan nyeri
berkurang

4.

4.

Ajarkan

minimal 1 level
3.
Klien dapat
beristirahat atau

3.

hasil:
1.

teknik

M
engurangi nyeri

pengalihan nyeri
5.

5.

Kolaborasikan
pemberian
analgetik.

M
negurangi nyeri dari

obat

segi medis.

1.
6

Kurang

Setelah dilakukan

pengetahuan

tindakan

aji

tentang

perawatan selama

pasien

penatalaksanaan

1x24 jam pasien

paskaoperatif

mengetahui

dan

1.

K 1.
pengetahun Mengetahui

pengetahuan pasien

2.

masa perawatanpada

B 2.
erikan informasi dan Mencegah

risiko

pendidikan

pasca

komplikasi

penyembuhan

post operatif.

kesehatan

behubungan

Dengan ditandai

perawatan

dengan

kriteria hasil:

pasien post operasi

rendahnya

1.

pendidikan

Klien

operasi

pada 3.
Mengurangi efek dan
K

mempercepat

olaborasi dengan tim

proses

menyebutkan

dokter terkait obat-

penyebuhan.

apa saja yang

obat pasca operasi

harus

SC.

setelah post
2.

3.

terkait

mampu

diperhatikan
operasi
Klien tidak
cemas dengan
banyak
bertanya

tingkat

Você também pode gostar