Você está na página 1de 23

BAB I

PENDAHULUAN

Saat ini, kasus-kasus kekerasan seksual yang menimpa anak-anak di


bawah

umur menempati urutan kedua setelah kekerasan psikologis. Mulyadi

(dalam Pos

Kota, 14 April 2007) menyatakan 1024 kasus kekerasan yang

dilaporkan ke Komnas Perlindungan Anak sepanjang tahun 2006, terdiri dari 600
lebih kekerasan seksual, 28% adalah sodomi. Lalu pada Januari sampai Maret
2007, Komnas Perlindungan Anak sudah menangani 363 kasus kekerasan
terhadap anak, 78 kasus diantaranya adalah sodomi.1
Menurut Mulyadi (2006), kekerasan seksual meliputi mencolek, meraba,
menyentuh hingga melontarkan kata- kata berorientasi seksual pada anak- anak.
Ini diperparah dengan tindakan pencabulan,

pemerkosaan,

sodomi, dan

sejenisnya. Salah satu bentuk kekerasan seksual pada anak adalah pedofilia, yaitu
ketertarikan seksual dengan stimulus yang tidak biasa yaitu pada anak-anak
(Nevid, Rathus, & Rathus, 1995). Nevid, Rathus, dan Rathus (1993) mengatakan
pedofilia adalah

penyakit yang termasuk dalam kategori Sadomasokisme, yaitu

suatu kecenderungan terhadap aktivitas seksual yang meliputi pengikatan

atau

menimbulkan rasa sakit atau penghinaan.1,2


Pedofilia dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa tipe, antara lain
pedofilia yang menetap, pedofilia yang sifatnya regresi, pedofilia seks lawan jenis,
pedofilia sesama jenis, dan pedofilia wanita. Sebagian pedofil menderita karena
adanya dorongan pemenuhan kebutuhan berhubungan seksual dengan anak

dibawah umur. Jika dorongan tidak dipenuhi maka akan menyebabkan distress
atau masalah interpersonal, dan jika dipenuhi akan membahayakan orang lain dan
dirinya sendiri karena melanggar hukum.2
Kondisi menjadi pedofil disebut "pedofilia," dan itu mencakup
berbagai kegiatan seksual yang mungkin atau tidak melibatkan kekuatan.
Tindakan Seksual

mungkin termasuk: mengekspos diri mereka sendiri,

masturbasi di depan anak; menggosok, cumbuan atau membuka baju anak dengan
atau tanpa kontak kelamin; menyentuh alat kelamin anak atau meminta anak
untuk menyentuh alat kelamin orang lain; mengekspos mereka untuk pornografi,
berbicara atau menggoda anak dengan cara seksual, oral seks dan penetrasi.2
Melalui tulisan makalah ini, penulis akan membahas tentang pedofilia
sehingga dapat menambah wawasan bagi penulis dan pembaca.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Definisi Pedopfilia


Kata pedofilia berasal dari bahasa Yunani: paidophiliapais "anak-anak"
dan philia, "cinta yang bersahabat" atau "persahabatan, meskipun ini arti harfiah
telah diubah terhadap daya tarik seksual di zaman modern, berdasarkan gelar
"cinta anak" atau "kekasih anak," oleh pedofil yang menggunakan simbol dan
kode untuk mengidentifikasi preferensi mereka.3
Pedofilia adalah diagnosis klinis biasanya dibuat oleh psikiater atau
psikolog. Sebagai diagnosa medis, pedofilia didefinisikan sebagai gangguan
kejiwaan pada orang dewasa atau remaja yang telah mulai dewasa (pribadi dengan
usia 16 atau lebih tua) biasanya ditandai dengan suatu kepentingan seksual primer
atau eksklusif pada anak prapuber (umumnya usia 13 tahun atau lebih muda,
walaupun pubertas dapat bervariasi). Anak harus minimal lima tahun lebih muda
dalam kasus pedofilia remaja (16 atau lebih tua) baru dapat diklasifikasikan
sebagai pedofilia.4
Klasifikasi Penyakit Internasional (ICD) mendefinisikan pedofilia sebagai
"gangguan kepribadian dewasa dan perilaku" di mana ada pilihan seksual untuk
anak-anak pada usia pubertas atau pada masa prapubertas awal. Istilah ini
memiliki berbagai definisi seperti yang ditemukan dalam psikiatri, psikologi,
bahasa setempat, dan penegakan hukum.5
Menurut Diagnostik dan Statistik Manual Gangguan Jiwa (DSM), pedofilia
adalah parafilia di mana seseorang memiliki hubungan yang kuat dan berulang
terhadap dorongan seksual dan fantasi tentang anak-anak prapuber dan di mana

perasaan mereka memiliki salah satu peran atau yang menyebabkan penderitaan
atau kesulitan interpersonal.2
Pedofilia adalah paraphilia yang melibatkan ketertarikan abnormal terhadap
anak-anak. Paraphilia sendiri berarti gangguan yang dicirikan oleh dorongan
seksual yang intens berulang, serta fantasi seksual yang umumnya melibatkan:
objek bukan manusia; penderitaan atau penghinaan terhadap diri sendiri atau
pasangan; atau hewan dan anak-anak.2
Pedofilia juga merupakan gangguan psikoseksual, yang mana fantasi atau
tindakan seksual dengan anak-anak prapubertas merupakan cara untuk mencapai
gairah dan kepuasan seksual. Perilaku ini mungkin diarahkan terhadap anak-anak
berjenis kelamin sama atau berbeda dengan pelaku. Beberapa pedofil tertarik pada
anak laki-laki maupun perempuan.Sebagian pedofil ada yang hanya tertarik pada
anak-anak, tapi ada pula yang juga tertarik dengan orang dewasa dan anak-anak.6,7
Dalam penggunaan populer, pedofilia berarti kepentingan seksual pada
anak-anak atau tindakan pelecehan seksual terhadap anak, sering disebut
"kelakuan pedofilia." Misalnya, The American Heritage Stedman's Medical
Dictionary menyatakan, "Pedofilia adalah tindakan atau fantasi pada dari pihak
orang dewasa yang terlibat dalam aktivitas seksual dengan anak atau anak-anak."5
Kebanyakan pakar kesehatan mental membatasi definisi pedofilia sebagai
aktivitas seksual dengan anak-anak praremaja, yang umumnya berusia 13 tahun
atau lebih muda. Beberapa pedofil membatasi perilaku mereka dengan
mengekspos diri atau bermasturbasi di depan anak, atau mencumbu dan membuka
baju anak, tapi tanpa kontak kelamin. Namun, ada pula pedofil yang memaksa
anak melakukan seks oral atau berhubungan intim. Sebagian ahli menganggap
pedofilia timbul karena faktor psikososial daripada karakteristik biologi. Sebagian

orang berpendapat pedofilia timbul akibat pelecehan seksual yang dialami


seseorang ketika kecil. Sementara itu, ada juga yang berpikir perilaku itu berasal
dari interaksi pelaku dengan orang tua selama tahun-tahun awal kehidupannya.6,7
Beberapa peneliti mengungkapkan, seorang pedofil mengalami
perkembangan emosional yang tertahan. Mereka tidak pernah dewasa secara
psikologis sehingga lebih tertarik terhadap anak-anak. Pedofilia juga dipercaya
timbul akibat keperluan untuk mendominasi pasangan. Karena anak-anak
bertubuh lebih kecil dan biasanya lebih lemah dibandingkan orang dewasa,
mereka dapat dianggap sebagai mitra potensial yang tidak mengancam.6,7
II.2

Epidemiologi
Pedofil biasanya datang ke petugas medis atau hukum karena telah

melakukan perbuatan melawan anak disebabkan sebagian besar tidak menemukan


kepuasan seksual mereka. Pedofil biasanya mengakui bahwa mereka tertarik
kepada anak mulai sekitar masa pubertas atau remaja, tapi ini ketertarikan seksual
kepada anak-anak juga dapat berkembang di kemudian hari.1
Mulyadi (dalam Pos Kota, 14 April 2007) menyatakan 1024 kasus
kekerasan yang dilaporkan ke Komnas Perlindungan Anak sepanjang tahun 2006,
terdiri dari 600 lebih kekerasan seksual, 28% adalah sodomi. Lalu pada Januari
sampai Maret 2007, Komnas Perlindungan Anak sudah menangani 363 kasus
kekerasan terhadap anak, 78 kasus diantaranya adalah sodomi.1,2
Beberapa studi telah menemukan bahwa sebanyak 50% sampai 60% dari
pedofil juga berkaitan dengan penyalahgunaan zat. Dalam sebuah studi yang
meneliti hubungan antara usia dan jenis kejahatan seksual, Dickey et Al8
menemukan bahwa sampai 44% pedofilia dalam sampel mereka berada diusia
dewasa tua (usia 40-70 tahun). Bila dibandingkan dengan pemerkosa dan sadis

seksual, pedofilia terdiri dari 60% dari semua pelanggar yang berumur tua, hal ini
menunjukkan bahwa pedofil pada tahun tersebut menjadi pelanggar seksual
terbesar dibandingkan dengan pelanggar seksual yang lainnya..8
Dalam sebuah studi oleh Abel dan Harlow, 15 dari 2429 pedofil laki-laki
dewasa, hanya 7% mengidentifikasi diri mereka sebagai eksklusif tertarik secara
seksual anak, yang menegaskan pandangan umum bahwa sebagian besar pedofil
adalah bagian dari kelompok eksklusif. Pedofil biasanya tertarik pada rentang
usia tertentu dan / atau jenis kelamin anak. Penelitian mengkategorikan pedofil
laki-laki

oleh apakah mereka tertarik hanya anak laki-laki (homoseksual

pedofilia), anak perempuan (pedofilia heteroseksual), atau anak-anak dari kedua


jenis kelamin (pedofilia biseksual). Persentase pedofil homoseksual berkisar
antara 9% sampai 40%, yang kira-kira 4 sampai 20 kali lebih tinggi daripada
tingkat pria dewasa tertarik lainnya

dewasa laki-laki (menggunakan tingkat

prevalensi homoseksualitas dewasa dari 2% -4%) .9


Individu tertarik pada perempuan biasanya lebih suka anak-anak antara usia
8 dan 10 tahun. 3, 5,31 Individu tertarik pada laki-laki biasanya lebih suka sedikit
lebih tua anak laki-laki antara usia 10 dan 13 tahun.3, 5
II.3

Etiologi
Individu yang Pedofilia memiliki factor predisposisi dimana terdapat minat

seksual pada anak-anak praremaja. Pedofilia merupakan faktor risiko untuk


melakukan pelanggaran seksual terhadap anak-anak. Meskipun relevansi
gangguan untuk pencegahan kejahatan seksual terhadap anak-anak, sedikit yang
diketahui tentang mekanisme etiologi yang mendasari pedofilia. 6,7
Terutama tiga penyebab yang masuk akal yang akan dibahas dalam literatur
yaitu : kecenderungan genetik, gangguan otak, dan factor resiko. Sebuah studi

keluarga menunjukkan sifat yang diturunkan sama orang pedofilia di antara


saudara laki-laki dari pria pedofilia sebuah temuan yang mungkin menunjukkan
jalur genetik. Neuropsikologis serta studi pencitraan otak tampaknya menyiratkan
bahwa individu pedofilia menunjukkan tanda-tanda gangguan perkembangan
saraf. Dengan demikian, disfungsi otak yang mungkin menjadi inti dari gangguan.
Akhirnya, tingkat korban pelecehan seksual tampaknya meningkat di kalangan
pelaku kekerasan seksual terutama yang ditekankan pada relevansi potensi
pengalaman traumatis di masa kecil dan remaja.6,7
Pada penelitian Dr Alexander Schmidt akan menyajikan temuan-temuan
dari studi yang meneliti apakah perampasan kontak rekan masa kanak-kanak atau
sensitivitas tertentu untuk jijik mungkin memiliki pengaruh pada minat seksual
pada anak-anak di masa dewasa. Dr Joachim Nitschke akan membahas temuan
dari studi cross-sectional retrospektif pasien forensik pedofilia. Menggunakan
data arsip dari rumah sakit mereka merekam sebuah model jalur diuji yang
termasuk kerusakan otak, trauma seksual, dan pengalaman masa kecil permusuhan
sebagai prekursor potensi untuk ekspresi kemudian untuk menjadi pedofilia.
Dalam pembicaraan ketiga, Dr Pekka Santtila akan menyajikan temuan pertama
dari sebuah penelitian genetik perilaku pada preferensi usia pasangan seksual.
Berdasarkan sampel berdasarkan populasi kembar dan saudara mereka dari
Finlandia, Dr Santtila akan menyoroti relevansi faktor genetik terhadap
lingkungan untuk usia yang disukai pasangan seksual. Dan Dr Michael Seto
mengatakan bahwa ekspresi pedofilia mencakup gen.otak, dan pola belajar dari
masa anak-anak sampai dewasa. 6,7
II.4

Klasifikasi

Pedofilia dapat diklasifikasikan ke dalam 5 tipe yaitu:10


(a) Pedofilia yang fiksasi. Orang dengan pedofilia tipe ini menganggap
dirinya terjebak pada lingkungan anak. Mereka jarang bergaul dengan sesama
usianya dan memiliki hubungan yang lebih baik dengan anak. Mereka
digambarkan sebagai lelaki dewasa yang tertarik pada anak laki-laki dan menjalin
hubungan layaknya sesama anak laki-laki;
(b) Pedofilia yang sifatnya regresi. Individu dengan pedofilia regresi tidak
tertarik pada anak lelaki, dan biasanya bersifat heteroseks, serta lebih suka pada
anak perempuan berumur 8 atau 9 tahun. Beberapa di antara mereka mengeluhkan
adanya kecemasan maupun ketegangan dalam perkawinan mereka, dan hal ini
yang menyebabkan timbulnya impuls pedofilia. Mereka menganggap anak
sebagai pengganti orang dewasa, menjalin hubungan seperti sesama dewasa, dan
awalnya terjadi secara tiba-tiba;
(c) Pedofilia seks lawan jenis. Merupakan pedofilia yang melibatkan anak
perempuan dan didiagnosa sebagai pedofilia regresi. Pedofilia lawan jenis ini
umumnya menjadi teman anak perempuan tersebut. Kemudian secara bertahap
melibatkan anak tersebut dalam hubungan seksual, dan sifatnya tidak memaksa.
Seringkali mereka mencumbu anak atau meminta anak mencumbunya;
(d) Pedofilia sesama jenis. Orang dengan pedofilia jenis ini lebih suka
berhubungan seks dengan anak laki-laki ataupun anak perempuan dibanding orang
dewasa. Anak-anak tersebut berumur antara 10-12 tahun;
(e) Pedofilia wanita. Menurut Mulyadi (dalam detik.com 2006), meskipun
jarang dilaporkan, ada juga pedofilia juga yang dilakukan oleh wanita, dan
biasanya melibatkan anak berumur 12 tahun atau lebih muda. Hal ini mungkin
disebabkan oleh adanya perasaan keibuan pada wanita, dan anak laki- laki

tidak menganggap hal ini sebagai sesuatu yang sifatnya negatif, karena itu
insidennya kurang dilaporkan.
Sementara itu dalam DSM-IV-TR pedofilia dapat dispesifikasikan dalam
beberapa kelompok antara lain: (a) Sexually attracted to male, (b) Sexually
attracted to female, (c) Sexually attracted to both, (d) Limited to incest, (e)
Exclusive type, (f) Nonexclusive type.10
Infantofilia, atau nepiofilia, digunakan untuk merujuk pada preferensi
seksual untuk bayi dan balita (biasanya umur 0-3).3,5
Pedofilia digunakan untuk individu dengan minat seksual utama pada anakanak prapuber yang berusia 13 atau lebih muda.3,5
Hebephilia didefinisikan sebagai individu dengan minat seksual utama pada
anak prapubertas yang berusia 11 hingga 14 tahun.[32] DSM IV tidak memasukkan
hebephilia di dalam daftar di antara diagnosis, sedangkan ICD-10 mencakup
hebephilia dalam definisi pedofilia.3,4,5
Istilah erotika pedofilia diciptakan pada tahun 1886 oleh psikiater asal
Wina, Richard von Krafft-Ebing dalam tulisannya Psychopathia Sexualis. Istilah
ini muncul pada bagian yang berjudul "Pelanggaran Individu Pada Abad Empat
belas," yang berfokus pada aspek psikiatri forensik dari pelanggar seksual anak
pada umumnya. Krafft-Ebing menjelaskan beberapa tipologi pelaku, membagi
mereka menjadi asal usul psikopatologis dan non-psikopatologis, dan hipotesis
beberapa faktor penyebab yang terlihat yang dapat mengarah pada pelecehan
seksual terhadap anak-anak.11
Krafft-Ebing menyebutkan erotika pedofilia dalam tipologi "penyimpangan
psiko-seksual." Dia menulis bahwa ia hanya menemukan empat kali selama

karirnya dan memberikan deskripsi singkat untuk setiap kasus, daftar tiga ciri
umumnya yaitu:11
1.

Individu tercemari [oleh keturunan] (belastate hereditr).

2.

Daya tarik utama subyek adalah untuk anak-anak, daripada orang dewasa.

3.

Tindakan yang dilakukan oleh subjek biasanya tidak berhubungan,


melainkan melibatkan tindakan yang tidak pantas seperti menyentuh atau
memanipulasi anak dalam melakukan tindakan pada subjek.
Dia menyebutkan beberapa kasus pedofilia di kalangan perempuan dewasa

(yang disediakan oleh dokter lain), dan juga dianggap sebagai pelecehan terhadap
anak laki-laki oleh laki-laki homoseksual menjadi sangat langka. Lebih lanjut
mengklarifikasi hal ini, ia menunjukkan bahwa kasus pria dewasa yang memiliki
gangguan kesehatan atau neurologis dan pelecehan terhadap seorang anak lakilaki yang bukan pedofilia yang sebenarnya, dan bahwa dalam korban
pengamatannya adalah orang-orang seperti itu cenderung lebih tua dan dibawah
umur. Dia juga mencantumkan "Pseudopaedofilia" sebagai kondisi istimewa
dimana "individu yang telah kehilangan libido untuk orang dewasa melalui
masturbasi dan kemudian berbalik kepada anak-anak untuk pemuasan nafsu
seksual mereka" dan menyatakan ini jauh lebih umum.11
Pada tahun 1908, neuroanatomis dan psikiater asal Swiss, Auguste Forel
menulis tentang fenomena tersebut, mengusulkan bahwa hal itu disebut sebagai
"Pederosis," pada "Nafsu Seksual pada Anak." Mirip dengan karya Krafft-Ebing,
Forel membuat perbedaan antara pelecehan seksual insidentil oleh orang dengan
demensia dan kondisi otak organik, dan keinginan seksual yang benar-benar
10

istimewa dan kadang-kadang eksklusif pada anak-anak. Namun, ia tidak setuju


dengan Krafft-Ebing dimana bahwa ia merasakan kondisi yang kedua adalah
terutama tertanam dan tak berubah.11
Istilah "pedofilia" menjadi istilah yang berlaku umum pada kondisi dan
dilihat penerapan secara luas pada awal abad 20, muncul dimana banyak dalam
kamus medis populer seperti Stedman Edisi ke-5. Pada tahun 1952, itu termasuk
dalam edisi pertama Diagnostik Manual dan Statistik Gangguan Mental. Edisi ini
dan selanjutnya DSM-II yang terdaftar gangguan sebagai salah satu subtipe dari
klasifikasi "Deviasi Seksual," tetapi tidak ada kriteria diagnostik disediakan.
DSM-III, diterbitkan pada tahun 1980, berisi deskripsi lengkap dari gangguan dan
memberikan seperangkat pedoman untuk diagnosis. Revisi pada tahun 1987,
DSM-III-R, tetap dengan deskripsi yang sebagian besar sama, tapi diperbaharui
dan

diperluas

kriteria

diagnostiknya.

Beberapa

dokter

mengusulkan

pengkategorian lebih lanjut, agak atau sama sekali dibedakan dari pedofilia,
termasuk "pedohebefilia," "hebefilia," dan "efebofilia" (walaupun efebofilia tidak
dianggap patologis). Ahli lain seperti Karen Franklin mempertimbangkan
klasifikasi seperti hebefilia menjadi "pretekstual" diagnosa yang tidak harus
dianggap sebagai gangguan.12

II.5

Diagnosis
Pedoman diagnostik F 65.4 Pedofilia menurut PPDGJ-III :16

11

Preferensi seksual terhadap anak-anak, biasanya pra-pubertas atau awal


masa pubertas, baik laki-laki maupun perempuan.

Preferensi tersebut harus berulang dan menetap.

Termasuk : laki-laki dewasa yang mempunyai preferensi partner seksual


dewasa, tetapi karena mengalami frustasi yang khronis untuk mencapai
hubungan seksual yang diharapkan, maka kebiasaannya beralih kepada anakanak sebagai pengganti.
Pedoman diagnostik F 65.4 Paedophilia menurut ICD-10 : ICD-10

mendefinisikan pedofilia sebagai "preferensi seksual untuk anak-anak, anak lakilaki atau perempuan atau keduanya, biasanya usia prapubertas atau awal
pubertas." Berdasarkan kriteria sistem ini, orang yang berusia 16 tahun atau lebih
memenuhi definisi jika mereka memiliki preferensi seksual terus-menerus atau
pradominan untuk anak-anak praremaja setidaknya lima tahun lebih muda dari
mereka.4
Pedoman diagnostik

Pedophilia menurut DSM-IV-TR (2000): terjadi

minimal 6 bulan, rekuren atau intens adanya fantasi seksual yang membangkitkan
gairah, perilaku atau dorongan yang melibatkan beberapa jenis aktivitas seksual
dengan anak praremaja (usia 13 atau lebih muda, meskipun permulaan pubertas
dapat bervariasi) dan bahwa subjek telah bertindak atas hal tersebut karena
dorongan atau mengalami dari kesulitan sebagai hasil dari memiliki perasaan ini.
Kriteria ini juga menunjukkan bahwa subjek harus berusia 16 tahun atau lebih tua
dan bahwa seorang anak atau anak-anak mereka berfantasi tentang setidaknya

12

terhadap anak yang berusia lima tahun lebih muda dari mereka, meskipun
hubungan seksual berlangsung antara usia 12-13 tahun dan masa-masa akhir
remaja disarankan untuk dikecualikan. Diagnosis lebih lanjut ditentukan oleh jenis
kelamin anak orang tersebut tertarik, jika impuls atau tindakan terbatas pada
incest, dan jika daya tarik adalah "eksklusif" atau "noneksklusif."12
Sebuah studi menunjukkan bahwa pornografi anak merupakan diagnostik
pasti dan dapat dijadikan indikator untuk pedofilia. Pelanggaran ponografi anak
merupakan pelanggar yang bermakna dan lebih mungkin untuk menunjukkan pola
pedofilia selama pengujian phallometric dibandingkan kelompok orang dewasa
atau pasien seksologi umum. Pornografi anak memiliki signifikansi diagnostik
dan mungkin sangat membantu dalam situasi di mana orang tersebut menyangkal
minat seksual terhadap anak-anak praremaja, atau tidak memiliki sejarah yang
didokumentasikan perilaku seksual yang melibatkan anak-anak, atau di mana tes
phallometric hasil tidak tersedia. Seto dan Eke (2005) menemukan bahwa 24%
dari sampel mereka Pelaku pornografi anak memiliki riwayat pelanggaran kontak
seksual sebelumnya. 6,7
Banyak istilah telah digunakan untuk membedakan "pedofil sejati" dari
pelaku non pedofil dan non eksklusif, atau untuk membedakan antara jenis pelaku
dalam sebuah kontinum sesuai dengan kekuatan dan eksklusivitas kepentingan
pedofil, dan motivasi atas perbuatan itu (lihat Jenis pelaku pelecehan seksual
terhadap anak). Pedofil Eksklusif kadang-kadang disebut sebagai "pedofil sejati."
Mereka tertarik pada anak-anak, dan anak-anak saja. Mereka menunjukkan sedikit
minat erotis pada orang dewasa yang sesuai dengan usia mereka sendiri dan,

13

dalam beberapa kasus, hanya bisa menjadi terangsang ketika berfantasi atau
berada di hadapan anak-anak praremaja. Pedofil non eksklusif terkadang disebut
sebagai pelaku non pedofil, tetapi dua istilah ini tidak selalu identik. Pedofil non
eksklusif tertarik pada anak-anak dan orang dewasa, dan dapat terangsang oleh
keduanya, meskipun preferensi seksual bagi salah satu dari yang lain dalam kasus
ini juga mungkin ada.6,7
Baik kriteria diagnostik ICD maupun DSM membutuhkan aktivitas seksual
yang sebenarnya dengan seorang pemuda praremaja. Diagnosis sehingga dapat
dibuat berdasarkan adanya fantasi atau dorongan seksual bahkan jika mereka tidak
pernah ditindaklanjuti. Di sisi lain, seseorang yang bertindak atas dorongan ini
belum ada pengalaman buruk tentang fantasi mereka atau dorongan dapat juga
memenuhi syarat untuk diagnosis. Bertindak berdasarkan dorongan seksual tidak
terbatas pada tindakan seks yang jelas untuk tujuan diagnosa ini, dan kadangkadang dapat mencakup paparan yang tidak senonoh, perilaku voyeuristik atau
frotteuristik, atau bermasturbasi dengan pornografi anak. Seringkali, perilaku ini
perlu dipertimbangkan dalam konteks dengan unsur penilaian klinis sebelum
diagnosis dibuat. Demikian juga, ketika pasien berada dalam masa remaja akhir,
perbedaan usia tidak ditentukan dalam angka yang keras dan bukannya
memerlukan pertimbangan situasi yang cermat.12,14
Dystonik ego orientasi seksual (F66.1) termasuk orang yang tidak ragu
bahwa mereka memiliki preferensi seksual sebelum pubertas, namun berharap itu
berbeda karena gangguan psikologis dan perilaku yang terkait. Organisasi

14

Kesehatan Dunia (WHO) memungkinkan bagi pasien untuk mencari pengobatan


untuk mengubah orientasi seksual mereka.12,14
Perdebatan mengenai kriteria DSM
Kriteria DSM IV telah dikritik secara bersamaan karena lebih inklusif, serta
di bawah inklusif. Meskipun kebanyakan peneliti membedakan antara penganiaya
anak dan pedofil, Studer dan Aylwin berpendapat bahwa kriteria DSM lebih
inklusif karena semua tindakan pelecehan seksual terhadap anak memerlukan
diagnosis. Seorang penganiaya anak memenuhi kriteria A karena perilaku yang
melibatkan aktivitas seksual dengan anak-anak praremaja dan B kriteria karena
individu telah melakukan tindakan yang mendesak pada mereka.12,14
Pada tahun 1993, peninjauan penelitian tentang pelecehan seksual anak,
Sharon Araji dan David Finkelhor menyatakan bahwa karena bidang penelitian ini
belum berkembang pada waktu itu, ada "masalah definisi" akibat dari kurangnya
standardisasi di antara peneliti dalam penggunaan istilah "pedofilia". Mereka
menguraikan dua definisi, sebuah "restriktif" bentuk yang mengacu kepada
individu dengan minat seksual yang kuat dan eksklusif pada anak-anak, dan
definisi "inklusif", memperluas istilah tersebut dapat menyertakan pelaku yang
terlibat dalam kontak seksual dengan seorang anak, termasuk inses. Mereka
menyatakan bahwa mereka menggunakan definisi yang lebih luas dalam makalah
kajian mereka karena kriteria perilaku lebih mudah untuk mengidentifikasi dan
tidak memerlukan analisis kompleks dari motivasi individu.17
Pedofilia dapat digambarkan sebagai gangguan preferensi seksual,
fenomenologis mirip dengan orientasi heteroseksual atau homoseksual karena itu

15

muncul sebelum atau selama pubertas, dan karena stabil sepanjang waktu.
Pengamatan ini, bagaimanapun, tidak mengecualikan pedofilia dari kelompok
gangguan jiwa karena tindakan pedofil menyebabkan kerugian, dan pedofilia
kadang-kadang dapat dibantu oleh para profesional kesehatan mental untuk
menahan diri dari bertindak atas impuls mereka.6,7
Sedangkan 2 sampai 4% dari laki-laki dengan preferensi untuk orang
dewasa memiliki preferensi homoseksual, 25 sampai 40% dari laki-laki dengan
preferensi untuk anak-anak memiliki preferensi seksual sejenis. Namun, tidak
seperti laki-laki dengan preferensi homoseksual dewasa, laki-laki dengan
preferensi anak yang sama-seks biasanya tidak menunjukkan perilaku masa
kanak-kanak lintas gender. Rata-rata, orang dengan preferensi seks sejenis lebih
menyukai hubungan seksual dengan anak yang lebih tua daripada laki-laki dengan
preferensi terhadap anak yang heteroseksual.18
Sedangkan 2 sampai 4% dari laki-laki dengan preferensi untuk orang
dewasa memiliki preferensi homoseksual, 25 sampai 40% dari laki-laki dengan
preferensi untuk anak-anak memiliki preferensi seksual sejenis. Namun, tidak
seperti laki-laki dengan preferensi homoseksual dewasa, laki-laki dengan
preferensi anak yang sama-seks biasanya tidak menunjukkan perilaku masa
kanak-kanak lintas gender. Rata-rata, orang dengan preferensi seks sejenis lebih
menyukai hubungan seksual dengan anak yang lebih tua daripada laki-laki dengan
preferensi terhadap anak yang heteroseksual.18
Pornografi anak biasanya diperoleh oleh pedofil yang menggunakan gambar
untuk berbagai keperluan, mulai dari menggunakannya untuk kepentingan seksual

16

pribadi, perdagangan dengan pedofil lain, menyiapkan anak-anak untuk pelecehan


seksual sebagai bagian dari proses yang dikenal sebagai "perawatan anak", atau
bujukan yang mengarah ke jebakan untuk eksploitasi seksual seperti produksi
pornografi anak yang baru atau prostitusi anak.18

II.6

Penatalaksanaan
Sebagai hasil dari keputusan Kansas Hendricks di Mahkamah Agung AS,

berkomitmen pengobatan penyimpangan seksual telah menjadi fokus dari


kepentingan nasional yang cukup penting. Pengobatan yang efektif dari
penyimpangan seksual merupakan masalah rumit yang melibatkan pendekatan
pengobatan psikologis dan farmakologis. Seorang psikiater karena telah melewati
pendidikan dalam kedokteran dan keterampilan dalam psikoterapi harus tepat
dalam mengobati orang-orang khusunya yang mengalami penyimpangan seksual
karena sudah bersifat umum terdapat kesepakatan di antara para ahli bahwa
pengobatan psikologis dan farmakologis sebaiknya dikombinasikan.19
Pendekatan yang paling efektif termasuk pendekatan farmakologi dari
pelanggar seksual didasarkan pada asumsi bahwa perilaku secara seksual dan
termotivasi untuk penekanan terhadap dorongan seksual akan mengurangi
penyimpangan perilaku seksual. Tujuannya adalah untuk menjaga kepentingan
seksual dan perilaku normal sekaligus mengurangi perilaku menyimpang atau
paraphilic. Perawatan farmakologis telah terbukti dalam mengembalikan fungsi
fisiologi normal yang terganggu pada seorang pedofilia dan perbuatan seksual
menyimpang lainnya. 19

17

Perawatan biologis, perawatan khusus bedah dan bedah saraf stereotaxic


yang telah digunakan selama ini dalam pengobatan pelaku seksual adalah untuk
mengurangi dorongan seksual mereka dan untuk mencegah residivisme. Studi ini
hasil pengebirian bedah memberikan dasar teoritis bagi pemahaman pengobatan
farmakologis paraphilias. Efek biologis perawatan bedah dan penekanan androgen
oleh antiandrogen dan agen hormonal memiliki efek yang sama pada perilaku
seksual.19
Perlakuan farmakologi dari paraphilias (termasuk pelaku seks) dengan
antiandrogen dan agen hormonal berhasil dalam mengurangi tingkat residivisme
melalui pengurangan fantasi seksual, dorongan seksual, gairah seksual, dan
perilaku seksual. Ada bukti empiris bahwa BPA dan sertraline memiliki efek
berbeda pada gairah seksual pola pedofil yang menekan gairah pedofilia dan
meningkatkan gairah terhadap aktivitas seksual konsensual dewasa. BPA, MPA,
analog LHRH suatu SSRI semuanya telah dibuktikan sebagai pengobatan yang
efektif dalam paraphilias. Pendekatan gabungan pengobatan menggunakan
perilaku perawatan farmakologis dan kognitif harus dilakukan di sebagian kasus.
Baru-baru ini kami telah menggunakan kombinasi anti androgen dan SSRI untuk
pengobatan pedofilia.19
Tidak ada pengobatan yang efektif untuk pedofilia kecuali pedofil sendiri
bersedia terlibat dalam pengobatan. Individu pedofilia dapat tersinggung selama
dalam psikoterapi aktif, saat menerima pengobatan farmakologis, bahkan setelah
castration atau pengembirian. Pada saat ini pengobatan pedofil lebih terfokus
pada pencegahan pedofil untuk melakukan pelecehan seksual dari pada mengubah
orentasi seksual pedofil terhadap anak-anak.19

18

Schober et al menemukan bahwa individu pedofil masih menunjukkan


ketertarikan seksual terhadap anak-anak. Yang diukur menggunakan metode
Abel Assessment for Sexual Interest / AASI, bahkan setelah setahun
mendapatkan terapi kombinasi psikoterapi dan farmakoterapi, sementara laporan
dari seorang pedofil telah mengalami penurunan dalam melakukan pelecehan
seksual dan masturbasi. Temuan ini menunjukkan bahwa dorongan seksual dapat
diatasi, namun ketertarikan saat melihat anak-anak tidak berubah. Pilihan
pengobatan yang sering dipakai adalah supresi testosterone secara farmakologis
(misalnya: terapi antiandrogenik atau chemical castration). pedofil berada di
risiko lebih besar untuk residivisme seksual dibandingkan dengan pelaku
kejahatan seksual lainnya , dan kategori lain dari penganiaya anak.19
Meskipun pedofilia belum ada obatnya, berbagai perawatan yang tersedia
yang bertujuan untuk mengurangi atau mencegah ekspresi perilaku pedofilia,
mengurangi prevalensi pelecehan seksual terhadap anak. Pengobatan pedofilia
sering membutuhkan kerjasama antara penegak hukum dan profesional kesehatan.
Sejumlah teknik pengobatan yang diusulkan untuk pedofilia telah dikembangkan,
meskipun tingkat keberhasilan terapi ini sangat rendah.19
Terapi perilaku kognitif ("pencegahan kambuh")
Terapi perilaku kognitif telah terbukti mengurangi residivisme pada orang
yang memiliki hubungan dengan pelaku kejahatan seks. Menurut seorang
seksolog asal Kanada Michael Seto, perawatan perilaku kognitif mempunyai
sasaran,

keyakinan,

dan

perilaku

yang

dipercaya

untuk

meningkatkan

kemungkinan pelanggaran seksual terhadap anak-anak, dan "pencegahan untuk

19

kambuh" adalah jenis yang paling umum dari pengobatan perilaku kognitif.
Teknik-teknik pencegahan untuk kambuh kembali didasarkan pada prinsip-prinsip
yang digunakan untuk mengobati kecanduan. Ilmuwan lain juga melakukan
beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa tingkat residivisme pedofil dalam
terapi lebih rendah dari pedofil yang menjauhi terapi.20
Intervensi perilaku
Perilaku perawatan terhadap target gairah seksual kepada anak-anak,
menggunakan teknik kejenuhan dan keengganan untuk menekan gairah seksual
kepada anak-anak dan sensitisasi terselubung (atau rekondisi masturbatori) untuk
meningkatkan gairah seksual bagi orang dewasa. Perilaku perawatan tampaknya
berpengaruh terhadap pola gairah seksual pada pengujian phallometrik, tetapi
tidak diketahui apakah perubahan uji mewakili perubahan kepentingan seksual
atau perubahan dalam kemampuan untuk mengendalikan stimulasi genital selama
pengujian.21

II.7

Prognosis
Karena tidak adanya informasi yang dapat dipercaya dari berbagai studi

follow-up, maka prognosis tergantung dari riwayat pasien sendiri, lama


penyimpangan seks, adanya gejala penarikan diri secara sosial maupun seksual
dan kekuatan serta kelemahan kepribadian pasien. Tetapi perilaku ini biasanya
tetap dilakukan pasien meskipun sudah diterapi. 14

20

BAB III
KESIMPULAN
1. Diagnosa pedofilia :
Pedoman diagnostik F 65.4 Pedofilia menurut PPDGJ-III :16
Preferensi seksual terhadap anak-anak, biasanya pra-pubertas atau awal masa
pubertas, baik laki-laki maupun perempuan.
Pedofilia jarang ditemukan pada perempuan.
Preferensi tersebut harus berulang dan menetap.
Termasuk : laki-laki dewasa yang mempunyai preferensi partner seksual
dewasa, tetapi karena mengalami frustasi yang khronis untuk mencapai
hubungan seksual yang diharapkan, maka kebiasaannya beralih kepada
anak-anak sebagai pengganti.
Pedoman diagnostik F 65.4 Paedophilia menurut ICD-10 : ICD-10
mendefinisikan pedofilia sebagai "preferensi seksual untuk anak-anak, anak
laki-laki atau perempuan atau keduanya, biasanya usia prapubertas atau awal
pubertas." Berdasarkan kriteria sistem ini, orang yang berusia 16 tahun atau
lebih memenuhi definisi jika mereka memiliki preferensi seksual terusmenerus atau pradominan untuk anak-anak praremaja setidaknya lima tahun
lebih muda dari mereka.4
Pedoman diagnostik Pedophilia menurut DSM-IV-TR (2000) : terjadi
minimal 6 bulan, rekuren atau intens adanya fantasi seksual yang
membangkitkan gairah, perilaku atau dorongan yang melibatkan beberapa
jenis aktivitas seksual dengan anak praremaja (usia 13 atau lebih muda,
meskipun permulaan pubertas dapat bervariasi) dan bahwa subjek telah
bertindak atas hal tersebut karena dorongan atau mengalami dari kesulitan
sebagai hasil dari memiliki perasaan ini.12

21

2. Psikodinamika pedofilia : 1) Perbedaan neuropsikiatri 2) Factor Sosial atau


Lingkungan.6,7
3. Klasifikasi pedofilia : 1) Pedofilia yang menetap 2) Pedofilia yang sifatnya
regresi 3) Pedofilia seks lawan jenis 4) Pedofilia sesama jenis 5) Pedofilia
wanita.10
4. Karakter pedofilia : 1) Pola perilaku jangka panjang dan persisten
2)Menjadikan anak-anak sebagai obyek preferensi seksual 3) Memiliki teknik
yang berkembang dengan baik dalam mendapatkan korban 4) Fantasi seksual
yang difokuskan pada anak-anak.15
5. Penatalaksanaan pedofilia :tidak ada pengobatan yang efektif untuk pedofilia
kecuali pedofil sendiri bersedia terlibat dalam pengobatan dan pilihan
pengobatan yang

sering dipakai adalah supresi testosterone secara

farmakologis (misalnya: terapi antiandrogenik atau chemical castration).19


6. Karena tidak adanya informasi yang dapat dipercaya dari berbagai studi
follow-up, maka prognosis tergantung dari riwayat pasien sendiri, lama
penyimpangan seks, adanya gejala penarikan diri secara sosial maupun
seksual dan kekuatan serta kelemahan kepribadian pasien. Tetapi perilaku ini
biasanya tetap dilakukan pasien meskipun sudah diterapi.14
DAFTAR PUSTAKA

DSM-IV-TR (2000). American Psychiatric Association


Davidson, G., Neale, J., Kring, A (2006). Psikologi Abnormal (edisike 9). Jakarta:
PT Radja Grando Persada.
Klopfer, B & Davidson, H (1962). The Rorschach Technique andintroductory manual.
New York :Harcourt, Brace & World, Inc

22

Marry, Findy, Feris, Carey. (2006). ChildMolestation (Pencabulan Padaanak). Bagian


Forensik: FKUI.
Mulyadi, Seto. (2006). Saatnya untukMenghentikan Tindak kekerasanpada Anak.
www.detik.com.Diakses 16 April 2007.
Nevid,J.S.,

Rathus,L.F.,

Rathus,S.A.(1995). Human Sexuality in aWord

of Diversity (2nd ed). Boston: Ally and Bacon


Poerwandari,K. (2001). PendekatanKualitatif Untuk Penelitian perilakuManusia.
Jakarta, LPSP3. FakultasPsikologi Universitas Indonesia.
Stewart,C., Cash,WB. (2000).Interviewing: Principles andPractices (9th ed). New
York : TheMC Graw-Hill
(Guru menyodomi 12 orang anak.n.d). Harian Pos Kota 14 April2007
(Pedolia adalah penyakit. n.d) (2007).www.gaul.com Diakses 16 April2007
(Child

Sexual

Molestation:

Law

andlagel

Denition.

n.d).

www.uslegalform.com. Diakses 16 April2007.

23

Você também pode gostar