Você está na página 1de 6

ARTIKEL PENYULINGAN MINYAK ATSIRI DARI REMPAH

MATA KULIAH TEKNOLOGI PENGOLAHAN KOMODITI


PERKEBUNAN HULU

Disusun Oleh :
THP-A
Dhina Puspitaningrum

141710101016

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015

PENYULINGAN MINYAK ATSIRI DARI REMPAH JAHE

Jahe (Zingiber officinale Rosc.) merupakan rempah-rempah Indonesia


yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam bidang
kesehatan. Jahe merupakan tanaman obat berupa tumbuhan rumpun berbatang
semu dan termasuk dalam suku temu-temuan (Zingiberaceae). Jahe berasal dari
Asia Pasifik yang tersebar dari India sampai Cina. (Paimin, 2008).
Tanaman jahe termasuk keluarga Zingiberaceae yaitu suatu tanaman
rumput - rumputan tegak dengan ketinggian 30 -75 cm, berdaun sempit
memanjang menyerupai pita, dengan panjang 15 23 cm, lebar lebih kurang dua
koma lima sentimeter, tersusun teratur dua baris berseling, berwarna hijau
bunganya kuning kehijauan dengan bibir bunga ungu gelap berbintik-bintik putih
kekuningan dan kepala sarinya berwarna ungu. Akarnya yang bercabang-cabang
dan berbau harum, berwarna kuning atau jingga dan berserat (Paimin, 2008;
Rukmana 2000).
Secara tradisional, kegunaannya antara lain untuk mengobati penyakit
rematik, asma, stroke, sakit gigi, diabetes, sakit otot, tenggorokan, kram,
hipertensi, mual, demam dan infeksi. Berdasarkan bentuk, warna, dan ukuran
rimpang, ada 3 jenis jahe yang dikenal, yaitu jahe putih besar/jahe badak, jahe
putih kecil atau emprit dan jahe sunti atau jahe merah. Secara umum, ketiga jenis
jahe tersebut mengandung pati, minyak atsiri, serat, sejumlah kecil protein,
vitamin, mineral, dan enzim proteolitik yang disebut zingibain (Denyer et al.
1994).
Jahe kuning kecil disebut juga jahe sunti atau jahe emprit. Jahe ini
ditandai ukuran rimpangnya termasuk katagori sedang, dengan bentuk agak pipih,
berwarna putih, berserat lembut, dan beraroma serta berasa tajam. Jahe ini selalu
dipanen setelah umur tua. Kandungan minyak atsirinya lebih besar dari jahe
gajah, sehingga rasanya lebih pedas. Jahe ini cocok untuk ramuan obat- obatan,
atau diekstrak oleoresin dan minyak atsirinya.

Komponen utama minyak atsiri jahe adalah seskuiterpen hidrokarbon,


dan paling dominan adalah zingiberen (35%), kurkumen (18%), farnesen (10%),
dan sejumlah kecil bisabolen dan - seskuifellandren. Sejumlah kecil termasuk
40 hidrokarbon monoterpen seperti 1,8-cineole, linalool, borneol, neral, dan
geraniol (Govindarajan 1982). Komposisi seskuiterpen hidrokarbon (92,17%),
antara lain - seskuifellandren (25,16%), cis-kariofilen (15,29%), zingiberene
(13,97%), -farnesen (10,52%), - (7,84%) dan - bisabolene (3,34%) dan
lainnya. Selain itu, terkandung juga sejumlah kecil limonen (1,48 5,08%),
dimana zingiberene dan -seskuiterpen sebagai komponen utama dengan jumlah
10 sampai 60% (Wohlmuth et al. 2006; Felipe et al. 2008).
Komposisi kimia jahe sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara
lain waktu panen, lingkungan tumbuh (ketinggian tempat, curah hujan, jenis
tanah), keadaan rimpang (segar atau kering) dan geografi (Mustafa et al. 1990; Ali
et al. 2008). Rasa pedas dari jahe segar berasal dari kelompok senyawa gingerol,
yaitu senyawa turunan fenol. Limpahan/komponen tertinggi dari gingerol adalah
[6]-gingerol. Rasa pedas dari jahe kering berasal dari senyawa shogaol ([6]shogaol), yang merupakan hasil dehidrasi dari gingerol. Di dalam jahe merah
Indonesia senyawa gingerol dan shogaol yang ditemukaan adalah 6-gingerol
dan 6-shogaol (Hernani dan Hayani 2001). Komponen kimia utama pemberi
rasa pedas adalah keton aromatik yang disebut gingerol terdiri dari 6, 8 dan 10
gingerol.
Rimpang jahe mengandung minyak atsiri 1-3%. Minyak atsiri jahe dapat
diperoleh dengan berbagai teknik penyulingan, yaitu:
1) Metode perebusan: Bahan direbus di dalam air mendidih. Minyak atsiri akan
menguap bersama uap air, kemudian dilewatkan melalui kondensor untuk
kondensasi. Alat yang digunakan untuk metode ini disebut alat suling perebus.
2) Metode pengukusan: Bahan dikukus di dalam ketel yang konstruksinya hampir
sama dengan dandang. Minyak atsiri akan menguap dan terbawa oleh aliran uap
air yang dialirkan ke kondensor untuk kondensasi. Alat yang digunakan untuk
metode ini disebut suling pengukus.

3) Metode uap langsung: Bahan dialiri dengan uap yang berasal dari ketel
pembangkit uap. Minyak atsiri akan menguap dan terbawa oleh aliran uap air
yang dialirkan ke kondensor untuk kondensasi. Alat yang digunakan untuk
metode ini disebut alat suling uap langsung.
Untuk skala kecil seperti yang dilakukan oleh kebanyakan petani, metode
pengukusan paling sering digunakan karena mutu produk cukup baik, proses
cukup efisien, dan harga alat tidak terlalu mahal. Untuk skala besar, metode uap
langsung yang paling baik karena paling efisien dibanding cara lainnya.

DAFTAR PUSTAKA
Ali, B.H., G. Blunden, M. O. Tanira dan A. Nemmar. 2008. Some phytochemical,
pharmacological and toxicological properties of ginger (Zingiber officinale
Roscoe): A review of recent research. Food and Chemical Toxicology.
Denyer, C.V.,P. Jackson, D.M. Loakes, M.R. Ellis dan D.A.B. Yound. 1994.
Isolation of antirhinoviral sesquiterpenes from ginger (Zingiber officinale).
J Nat Products.
Felipe, C. F., S.F. Kamyla, L. Andr, N.S.B. Jos, A.N. Manoel, M. F. Marta dan
S.V. Glauce. 2008. Alterations in behavior and memory induced by the
essential oil of Zingiber officinale Roscoe (ginger) in mice are cholinergicdependent. J. Medicinal Plants Res. 2 : 163-170
Govindarajan, V., 1982. Ginger-chemistry technology and quality evaluation:
Part-I CRC. Critical Reviews in Food Science and Nutrition. 17, 196.

Hernani dan E. Hayani. 2001. Identification of chemical components on red


ginger (Zingiber officinale var. Rubrum) by GC-MS. Proc. International
Seminar on natural products chemistry and utilization of natural resources.
Jakarta: UI-Unesco

Mustafa, T. dan K.C. Srivastava. 1990. Ginger (Zingiber officinale) in migraine


headache. J. Ethnopharmacol.

Paimin F B., Murhananto, 2008. Seri Agribisnis Budi Daya Pengolahan,


Perdagangan Jahe. Cetakan XVII. Jakarta: Penebar Swadaya.
Rukmana, R. 2000. Usaha Tani Jahe. Yogyakarta: Kanisius.

Você também pode gostar