Você está na página 1de 61

TRAUMA OKULI PERFORANS

A.
PENDAHULUAN
Struktur bola mata terbentuk cukup baik untuk melindungi mata dari
trauma . Bola mata terletak pada permukaan yang dikelilingi oleh tulangtulang yang kuat. Kelopak mata dapat menutup dengan cepat untuk
mengadakan perlindungan dari benda asing, dan mata dapat mentoleransi
tabrakan kecil tanpa kerusakan. Walau demikian, trauma dapat merusak
mata, terkadang sangat parah dimana terjadi kehilangan penglihatan, dan
lebih jauh lagi, mata harus di keluarkan. Kebanyakn trauma mata adalah
ringan, namun karena luka memar yang luas pada sekeliling struktur, maka
dapat
terlihat
lebih
parah
dari
sebenarnya.(1)

Trauma mata sering merupakan penyebab kebutaan unilateral pada anak


dan dewasa muda, kelompok usia ini mengalami sebagian besar cedera
mata yang parah. Kecelakaan di rumah, kekerasan, ledakan, cedera akibat
olah raga, dan kecelakaan lalulintas merupakan keadaan keadaan yang
paling
sering
menyebabkan
trauma
mata.(2)
Perforasi bola mata merupakan keaadaan yang gawat untuk bola mata
karena pada keadaan ini kuman mudah masuk ke dalam bola mata selain
dapat mengakibatkan kerusakan susunan anatomis dan fungsional jaringan
intraokuler. Trauma tembus dapat berbentuk perforasi skelera, prolaps badan
kaca
maupun
prolaps
badan
siliar.(3)
B.
INSIDENS
Terdapat sekitar 2,4 juta okuler dan orbita di Amerika serikat setiap
tahunnya, dimana 20.000 sampai 68.0000dengan trauma yang mengamcam
penglihatan dan 40.000 ornag menderita kehilangan penglihatan yang
signitifikan setiap tahunnya. Hal ini hanya di dahului oleh katarak sebagai
penyebab kerusakan penglihatan Di AS dan trauma merupakan penyebab
paling
banyak
dari
kebutaan
unilateral.(5)
United States Eye Injury Registry (USEIR) merupakan sumber informasi
epidemiologi yang digunakan secara umum di AS. Menurut data dari USEIR,
rata-rata umur orang yang terkena trauma okuli perforans adalah 29 tahun,
dan laki-laki lebih sering terkena di banding dengan perempuan. Menurut
studi epidemiologi international, kebanyakan orang yang terkana trauma
okuli perforans adalah laki-laki umur 25 sampai 30 tahun, sering
mnegkonsumsi alcohol, trauma terjadi di rumah. Selain itu cedera akibat
olah raga dan kekerasan merupakan keadaan yang paling sering
menyebabkan
trauma.5
Pada studi yang lain, di simpulkan bahwa olahraga dihubungkan dengan

trauma pada pemakai kacamata umumnya terjadi pada usia di bawah 18


tahun dan jatuh dihubungkan dengan trauma pada pemakai kaca mata
umumnya terjadi pada usia 65 tahun atau lebih. Meskipun kacamata
dihubungkan dengan trauma yang terjadi, resep kacamata dan non resep
kacamata hitam telah ditemukan untuk memberikan perlingdungan yang
menghasilkan insidens yang rendah pada trauma serius mata bagi
penggunannya.(6)
C.
ANATOMI
BOLA
MATA
(2,3,7)
Bola mata orang dewasa memiliki bentuk yang hampir bulat, dengan
diameter
anteroposterior
sekitar
24,5
mm.(2)
Konjungtiva adalah membrane mukosa yang transparan dan tipis. Knjungtiva
dapat dibagi dalam 3 zona gegrafis : palpepra, forniks dan bulbar. Bagian
bulbar mulai dari mukokutaneus jungtion dari kelopk mata dan
melindunginya pada pemukaan dalam. Bagian ini melekat erat pada tarsus.
Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbikulare di fornices dan
melipat berkali-kali, sehingga memungkinkan bola mata bergerak dan
memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik sekretorik. Kecuali di
limbus, konjungtiva bulbaris melekat longgar ke kapsul tenon dan skelera
dibawahnya.
Sklera adalah pembungkus fibrosa yang menjadi pelindung dari sekitar 4/5
permukaan mata. Jaringan ini kontras dengan kornea yang transparan,
dimana skelera padat dan putih serta bersambung dengan kornea di sebelah
anterior dan dura meter optikus di belakang. Insersi skelera pada otot rektus
sangat tipis yaitu skitar 0,3 mm dan bertambah 1 mm ketebalannya di
posterior. Skelera menjadi tipis dan berjalan melingtang pada lamina
kribrosa, dimnana akson dari sel ganglion keluar untuk membentuk nervus
optic. Nutrisi sklelera lewat pembuluh darah dipasok oleh episkelera yaitu
lapisan tipis dari jaringan elastic halus yang membungkus permukaan luar
skleera
anterior.
Kornea menmpati pertengahan dari rongga bola mata anterior yang terletak
diantara sklerea. Kornea sendiri merupakan lapisan avaskuler dan menjadi
salah satu medi refraksi ( bersama dengan humor aquous membentuk lensa
positif sebesar 43 dioptri). Kornea memiliki permukaan posterior lebih
cembung daripada anterior sehingga rata mempunyai ketebalan sekitar 11,5
mm (untuk orang dewasa). Kornea memiliki lima lapisan yang berbeda dari
anterior ke posteror, yaitu : epitel, membranan Bowman, stroma, membrane
Descman dan endotel. Kornea mendapat suplai makan dari humor aqous,
pembuluh-pembulh darah sekitar limbus dan air mata. Trasparansi kornea
oleh strukturnya yang seragan, avaskularitasnya dan deturgenisnya.
Lapisan setelah kornea adalah Uvea. JAringan uvea merupakan jaringan
vascular. Jaringan sclera dan uvea dibatas oleh ruang yang potensila mudah
dimasuki darah bila terjadi perdarahn pada ruda paksa yang disebut

perdarah
suprakoroid.
Jaringan uvea ini terdiri dari iris, badan siliar (terletak pada uvea anterior)
dan koroid (erletak pada uvea posteror). Pada iris didapatkan pupil yang oleh
3 susunan otot dapat mengatur jumlah sinar masuk ke dalam bola mat. Otot
dilatator dipersarafi oleh parasimpatis, sedang sfingter iris dan otot siliar
dipersarafi oleh simpatis. Tot siliar yang terletak di badan siliar mengatur
bentuk
lense
untuk
kebutuhan
akomodasi.
Badan siliar yang terletak di belakang iris menghasilkan cairan bilik mata
(akuoas humor) yang dikeluarkan melalui trabekulum yang terletak pada
pangkal
iris
di
batas
kornea
dan
sclera.
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular tak berwarna dan hamper
transparan. Tebalnya sekitar 4 mm dan diametarnya 9 mm. Lensa terletak di
belakang pupil yang dipengang di daerah ekuator pada badan siliar melalui
Zonula Zinni. Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah, atau saraf di lensa.
Lensa mata mempunyai peranan pada akomodasi atau melihat dekat
sehingga
sinar
dapat
difokuskan
di
daerah
macula
lutea.
Retina merupakan selembar tipis jaringan saraf yang semi transparan.
Permukaan luar retina sensorik bertumpuk dengan lapisan epitel berpigmen
retina, sehingga juga bertumouk dengan membrana Bruch koroid dan sclera.
Di sebahagian besar tempat, retina dan epiteliaum pigmen retina mudah
terpisah sehingga membentuk suatu ruang subretina, seperti yang terjadi
pada
ablasio
retina.
Terdapat enam otot pengerak bola mata dan terdapat kelenjar lakrimal yang
terletak
di
daerah
tempral
atas
di
dalam
rongga
orbaita.

D.
PATOFISIOLOGI
Terdapat empat mekanisme yang menyebabkan terjadi trauma okuli yaitu
coup, countercoup, equatorial, dan global reposititioning. Cuop adalah
kekuatan yang disebabkan langsung oleh trauma. Countercoup merupakan
gelombang getaran yang diberikan oleh cuop, dan diteruskan melalui okuler
dan struktur orbuta. Akibat dari trauma ini, bagian equator dari bola mta
cenderung mengambang dan merupah arsitektur dari okuli normal. Pada
akhirnya, bola mata akan kembali ke bentuk normalnya, akan tetapi hal ini
tidak
selalu
seprti
yang
diharapkan.(4)
Trauma mata yang sering adalah yang mengenai kornea dan permukaan luar
bola mata (konjungtiva) yang disebabkan oleh benda sing. Meskipun demiian
kabanyakan trauma ini adalah kecil, seperti penetrasi pada kornea dan
pembetukan infeksi yang berasal dari terputusnya atau perlengketan pada
kornea
yang
mana
hal
ini
dapat
menjadi
serius.(1)
Trauma tembus bola mata dapat denga atau tanpa masuknya benda sing
intraocular. Trauma tembus dapat berbentuk perforasi sclera dengan prolaps
badan kaca disertai dengan perdarahan badan kaca. Dapat juga perforasi

sclera
ini
disertai
dengan
prolaps
badan
siliar.(4)
E.
GAMBARAN
KLINIS
(1,2,3,4,7,8)
Bila trauma disebabkan benda tajam atau benda asing masuk ke dalam bola
mata , maka akan terlihat tanda-tanda bola mata tembus, seperti ;
- Mata merah, nyeri, fotofobia, blepharospasme dan lakrimasi
- Tajam penglihatan yang menurun akibat tedapatnya kekeruhan media
refrakta secara langsung atau tidak langsung akibat ruma tembus tersebut
- Tekanan bola mata rendah akibat keluarnya cairan bola mata
Bilik
mata
dangkal
akibat
perforasi
kornea
Bentuk
dan
letak
pupil
berubah.
Terlihatnya
rupture
pada
kornea
atau
sclera
Adanya
hifema
pada
bilik
mata
depan
- Terdapat jaringan yang di prolaps seperti cairan mata, irirs lensa, badan
kaca
atau
retina
D.
DIAGNOSIS
Diagnosis trauma okuli perforans dapat di tegakkan berdasarkan anamnesis,
pemerksaan fisis dan pemeriksaan penunjang jika tersedi. Pada anamnesis
informasi yang di perolah dapat berupa mekanisme dan onset terjadinya
trauma., bahan penyebab truma dan pekrjaan untuk mengetahui objek
penyebabnya. Anamnesis harus mencakup perkiraan ketajaman penglihatan
sebelum dan segera sesudah cedera. Harus di catat apakah gagnguan
penglihatan bersifat prograsif lambat atau berawitan mendadak. HArus
dicurigai adanya benda asing intraokuler apabila terdapat riwayat me-malu,
mengasah atau kedakan. Cedera pada anak dengan riwayat yang tidak
sesuai dengan cedera yang diderita, harus di curigai akan adanya
penganiayaan anak. Riwayat kejadian harus diarah secara khussus pada
detail terjadinya trauma, riwayat pembedahan okuler sebelumnya, riwayat
penyakit,
pengobatan
sebelumnnya
dan
elergi.(2,5)
Pemeriksaan fisik dilakukan secara hatihati dan manipulasi sedapat mungkin
diminimalisir. Pemeriksaan fisik dimulai dengan pengukuran dan pencatatan
ketajaman penglihatan. Apabila ganguan penglihatannya parah, maka
periksa proyeksi cahaya, diskriminasi dua titik, dan adanya defek pupil
eferan. Periksa motilitas mata dan sensasi kulit perorbita dan lakukan palpasi
untuk mencari defek pada bagian tepi tulang orbita. Pada pemeriksaan
kornea dan konjungtiva bila luka tidak menyebankan rupture bola mata,
maka dilakukan eversi kelopak mata untuk mengetahui lokasi benda
tersebut sejelas-jelasnya. Kedalaman dan kejernihan kamera anterior dicatat.
Ukuran bentuk dan reaksi terhadap cahaya dari pupil harus dibandingkan
dengan mata yang lain untuk memastikan apakah terdapat defek pupil di
mata
yang
cedera.(2,5,8)
Pemiriksaan slit lamp juga dapat dilakukan untuk melihat kedalam cedera di
segmen anterior bola mata. Tes fluoresisn dapat digunakan untuk mewarnai

kornea, sehingga cedera kelihatan dengan jelas. Pemeriksaan tonometri


perlu dilakukan untuk mnegetahui tekanan bola mata. Pemeriksaan fundus
yang di dilatasikan dengan oftalmoskop indirek penting untuk dilakukan
untuk mengetahui adanya benda asing intraokuler. Bila benda asing yang
masuk cukup dalam, dapat dilakukan tes seidel untuk mengetahui adanya
cairan yang keluar dari mata. Tes ini dilakukan dengan cara memberi
anestesi pada mata yang akan di periksa, kemusian diuji pada strip
fluorescein steril. Penguji menggunakan slit lamp dengan filter kobalt biru,
sehingga akan terlihat perubahan warna strip akibat perubahan pH bila ada
pengeluaran
cairan
mata.
Pemeriksaan Ct0scan dan USG B-Scan digunakan untuk mengetahui posisi
benda asing. MRI kontraindikasi untuk kecurigaan trauma akibat benda
logam. Electroretinography (ERG) berguna untuk mengetahui ada tidaknya
degenarasi pada retina dan sering digunakan pada pasien yang tidak
berkomunikasi
dengan
pemeriksa.(2,5,9)
Bila dalaminspeksi terlihat rupture bola mata , atau adanya kecenderungan
rupture bola mata, maka tidak dilakukan pemeriksaan lagi. Mata dilindungi
dengan pelingdung tanpa bebat, kemudian dirujuk ke se spesialis mata.
Dokumentasi foto bermanfaat untuk tujuan-tujuan medikolegal pada semua
kasus
trauma
eksternal.(2,5,8)
G.
PENATALAKSANAAN
Keadaan trauma tembus pada mata merupakan hal yang gwat darurat dan
harus segera mendapat perawatan khusus karena dapat menimbulkan
bahaya
seperti(3)
:
Infeksi
Siderosis,
kalkosis
dan
oftalmika
simpatika
Pada
setiap
timdakan
bertujuan
untuk
:
Mempertahan
bola
mata
Mempertahankan
penglihatan
Pada setipa keadaan , harus dilakukan usaha untuk mempertahankan bola
mata
bila
masih terdapat kempuan melihat sinar atau ada proyeksi penglihatan. Bila
terdapat benda asing, maka sebaiknya dilakukan usaha untuk mengeluarkan
banda
asing
tersebut.
Penatalaksanaan pasien dengan trauma okuli perforans adalah :
1. Penata laksanaan sebelum tiba di rumah sakit (3,4,5,8,10) :
- Mata tidak bolah dibebat dan diberikan perlindungan tanpa kontak
- Tidak boleh dilakukan menipulasi yang berlebihan dan penekanan bola
mata
- Benda asing tidak boleh dikeluarkan tanpa pemeriksaan lanjutan
- Sebaiknya pasien di puasakan untuk mnegantisipasi tindakan operasi
2.
Penatalaksanaan
di
rumah
sakit
(4,5,12)
:

Pemberian
antibiotic
spectrum
luas
- Pemberian obat sedasi,antiemetik, dan analgetik sesuai indikasi
Pemberian
toksoid
tetanus
sesuai
indikasi
- Pengangkatan benda asing di kornea, konjungtiva atau intraokuler (bila bila
mata
intak)
- Tindakan pembedahan /penjahitan sesuai dengan kausa dan jenis cedera.
H.
Komplikasi
yang
Infeksi
-

KOMPLIKASI(2,3,11,12)
ditentukan
setelah
trauma
okuli
perforans
:
:
endoftalmitis,
panoftalmitis
Katarak
traumatic
Galukoma
sekunder
Oftalmika
simpatika

I.
PROGNOSIS
Prognosis trauma okuli perforans bergantung pada banyak factor, seperti
(3)
:
Besarnya
luka
tembus,
makin
kecil
makin
baik
Tempat
luka
pada
bola
mata
Bentuk
trauma
apakah
dengan
atau
tanpa
benda
asing
Benda
asing
megnetik
atau
non
megnetik
Dalamnya
luka
tembus,
apakahvtumpul
atau
luka
ganda
- Sudah terdapat penyulit akibat luka tembus

16
TRAUMA OCULI PENETRANS & BENDA ASINGINTRAOKLUER
I.
PENDAHULUAN
Struktur bola mataterbentuk cukup baik untuk melindungi mata dari
trauma .Bola mata terletak pada permukaan yang dikelilingi oleh tulangtulang yang kuat.Kelopak mata dapat menutup dengan cepat untuk
mengadakan perlindungan dari benda asing, dan mata dapat mentoleransi
tabrakan kecil tanpa kerusakan. Walaudemikian, trauma dapat merusak
mata, terkadang sangat parah dimana terjadikehilangan penglihatan, dan
lebih jauh lagi, mata harus di keluarkan. Kebanyakntrauma mata adalah
ringan, namun karena luka memar yang luas pada sekelilingstruktur, maka
dapat terlihat lebih parah dari sebenarnya.

1,2,3
Seperti bagian tubuh lainnya, mata pun tidak terhindarkan dari berbagai
macamtrauma yang mengenainya meskipun telah mendapat perlindungan
dari kelopakmata, batas-batas orbita, hidung dan bantalan lemak dari
belakang.
1,4
Trauma mekanik dapat diklasifikasikan menjadi :
1
1.
Benda asing ekstraokuler yang tertinggal (
Retained extraocular foreignbodies
)2.
Trauma tumpul (
contusional injuries
)3.
Trauma penetrasi dan perforasi4.
Trauma penetrasi dengan benda asing intrakuler yang tertinggal (
Penetrating injuries with retained intraocular foreign bodies
)Bola mata merupakan komponen yang terdiri dari lapisa fibrosa bagian luar
(kornea dan sklera). Definisi yang diutarakan oleh
American Ocular TraumaSociety
mengenai trauma okuler mekanik adalah sebagai berikut :
1.5
1.
Closed-globe injury
merupakan suatu keadaan dimana dinding mata (skleradan kornea) tidak
memiliku luka yang sampai menembus seluruh lapisan-lapisan ini namun
tetap menyebabkan kerusakan intraokuler, termasuk didalamnya :

1.1 PENDAHULUAN
Mata mempunyai sistem pelindung yang cukup baik seperti rongga orbita,
kelopak, dan jaringan lemak retrobulbar selain terdapatnya refleks memejam
atau mengedip, mata masih sering mendapat trauma dari dunia luar. Trauma
dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata dan kelopak, saraf mata
dan rongga orbita. Kerusakan mata akan dapat mengakibatkan atau
memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi penglihatan.4
Struktur bola mata terbentuk cukup baik untuk melindungi mata dari trauma.
Bola mata terletak pada permukaan yang dikelilingi oleh tulang-tulang yang

kuat. Kelopak mata dapat menutup dengan cepat untuk mengadakan


perlindungan dari benda asing, dan mata dapat mentoleransi tabrakan kecil
tanpa kerusakan. Walau demikian, trauma dapat merusak mata, terkadang
sangat parah dimana terjadi kehilangan penglihatan, dan lebih jauh lagi
mata harus di keluarkan. Kebanyakan trauma mata adalah ringan, namun
karena luka memar yang luas pada sekeliling struktur, maka dapat terlihat
lebih parah dari sebenarnya.1
Trauma mata sering merupakan penyebab kebutaan unilateral pada anak
dan dewasa muda, kelompok usia ini mengalami sebagian besar cedera
mata yang parah. Kecelakaan di rumah, kekerasan, ledakan, cedera akibat
olah raga, dan kecelakaan lalulintas merupakan keadaan yang paling sering
menyebabkan trauma mata.2
Trauma mata merupakan kejadian yang lazim saat ini dan cenderung
meningkat pada masyarakat umum. Secara garis besar trauma ocular dibagi
dalam 3 kategori : trauma tumpul, trauma tajam dan trauma kimia.
Peralatan baru, penggunaan mikroskop dalam operasi, tekhnik bedah minor
telah mengubah secara dramatis pendekatan kita terhadap penaganan
kebanyakan trauma. Pengertian kita terhadap patofisiologi dari trauma telah
bertambah dengan penggunaan hewan coba. Sebagai hasil, prognosis umum
terhadap kebanyakan trauma mata menjadi jauh lebih baik.3
Perforasi bola mata merupakan keaadaan yang gawat untuk bola mata
karena pada keadaan ini kuman mudah masuk ke dalam bola mata selain
dapat mengakibatkan kerusakan susunan anatomi dan fungsional jaringan
intraokuler. Trauma tembus dapat berbentuk perforasi sklera, prolaps badan
kaca maupun prolaps badan siliar.4

1.2 RUMUSAN MASALAH


1.2.1 Bagaimana etiologi, patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan
trauma okuli perforans?

1.3 TUJUAN
1.3.1 Mengetahui secara umum mengenai anatomi bola mata.
1.3.2 Mengetahui definisi, gambaran klinis, diagnosis dan pengobatan
trauma okuli perforans

1.3.3 Memenuhi tugas Laporan kasus panjang Kepaniteraan Klinik Ilmu


penyakit Mata di RSUD Kanjuruhan Kepanjen.

1.4

MANFAAT

1.4.1 Menambah wawasan mengenai penyakit mata khususnya trauma okuli


perforans.
1.4.2 Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang
mengikuti kepaniteraan klinik bagian ilmu penyakit mata

BAB II
STATUS PASIEN

2.1

IDENTITAS PASIEN

Nama

: Tn. S

Jenis Kelamin

: Laki- laki

Umur

: 40 tahun

Alamat

: Sumawe

Pendidikan

: SD

Pekerjaan

: nelayan

Status

: menikah

Suku Bangsa

: Jawa

Tanggal Periksa

: 21 Juli 2011

No. RM

: 260457

2.2
ANAMNESIS
1. Keluhan Utama :
Pasien datang dengan keluhan mata sebelah kiri terkena ujung kail pancing
sejak 1 minggu yang lalu.
1. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan mata sebelah kiri terkena kail pancing sejak 1
minggu yang lalu. Saat pasien mengangkat pancingannya secara tak sengaja
ujung kail pancingannya yang terbuat dari besi terkena mata sebelah kiri.

Mata sebelah kiri sangat sakit sehingga pasien susah untuk membuka
matanya. Terasa seperti ada yang mengganjal dan pandangan menjadi kabur
pada mata sebelah kiri. Jika melihat seperti ada bayangan hitam pada mata
sebelah kiri. Sebelum kejadian pasien tidak pernah mengeluh pandangannya
kabur.
1. Riwayat Penyakit Dahulu

Disangkal
1. Riwayat Penyakit Keluarga

Disangkal

1. Riwayat Pengobatan

Saat kejadian pasien sedang berada di laut sehingga pasien tidak langsung
pergi ke RS untuk mengobatinya.
1. Riwayat Kebiasaan

2.3

STATUS GENERALIS

Kesadaran: Compos mentis (GCS 456)


Tanda Vital
Tensi

: (Tidak dilakukan)

Nadi

: (Tidak dilakukan)

Pernafasan

: (Tidak dilakukan)

Suhu

: (Tidak dilakukan)

2.4

STATUS OFTALMOLOGIS

2.5
DIAGNOSIS
OS Trauma Oculi Perforans + Prolaps Iris

2.6

PENATALAKSANAAN

OS Reposisi Iris + Heating kornea

2.7

PROGNOSIS

Ad vitam

: dubia ad bonam

Ad Functionam

: dubia ad malam

Ad Sanationam

: dubia ad malam

2.8 Follow Up:


Tanggal 22 Juli 2011
S : nyeri mata berkurang, masih terasa seperti ada yang mengganjal
O: Status Ophtalmologis

A : OS post reposisi iris


P : Ciprofloxacin 2x750mg
Asam Mefenamat 3x500mg
C. Tobroson 61 tts OS

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 DEFINISI
Trauma okuli adalah trauma atau cedera yang terjadi pada mata yang dapat
mengakibatkan kerusakan pada bola mata, kelopak mata, saraf mata dan
rongga orbita, kerusakan ini akan memberikan penyulit sehingga
mengganggu fungsi mata sebagai indra penglihat. Ada 2 jenis trauma okuli,
yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.

Trauma okuli non perforans, yaitu trauma okuli dengan ciri-ciri :


Tidak menembus dinding orbital (kornea dan sklera masih utuh)
Mungkin terjadi robekan konjungtiva
Adanya perlukaan kornea dan sklera
Kontaminasi intra okuli dengan udara luar tidak ada
A. Trauma okuli perforans, yaitu trauma okuli dengan ciri-ciri :
6. Adanya dinding orbita yang tertembus
7. Adanya kontaminasi intra okuli dengan udara luar
8. Prolaps bisa muncul, bisa tidak.

3.2 EPIDEMIOLOGI
Terdapat sekitar 2,4 juta okuler dan orbita di Amerika serikat setiap
tahunnya, dimana 20.000 sampai 68.0000dengan trauma yang mengancam
penglihatan dan 40.000 ornag menderita kehilangan penglihatan yang
signifikan setiap tahunnya. Hal ini hanya di dahului oleh katarak sebagai
penyebab kerusakan penglihatan Di AS dan trauma merupakan penyebab
paling banyak dari kebutaan unilateral.5
United States Eye Injury Registry (USEIR) merupakan sumber informasi
epidemiologi yang digunakan secara umum di AS. Menurut data dari USEIR,
rata-rata umur orang yang terkena trauma okuli perforans adalah 29 tahun,
dan laki-laki lebih sering terkena disbanding dengan perempuan. Menurut
studi epidemiologi international, kebanyakan orang yang terkana trauma
okuli perforans adalah laki-laki umur 25 sampai 30 tahun, sering
mnegkonsumsi alcohol, trauma terjadi di rumah.6Selain itu cedera akibat
olah raga dan kekerasan merupakan keadaan yang paling sering
menyebabkan trauma.
Pada studi yang lain, disimpulkan bahwa olahraga dihubungkan dengan
trauma pada pemakai kacamata umumnya terjadi pada usia di bawah 18
tahun dan jatuh dihubungkan dengan trauma pada pemakai kaca mata
umumnya terjadi pada usia 65 tahun atau lebih. Meskipun kacamata

dihubungkan dengan trauma yang terjadi, resep kacamata dan non resep
kacamata hitam telah ditemukan untuk memberikan perlindungan yang
menghasilkan insidens yang rendah pada trauma serius mata bagi
penggunannya.7
3.3 ANATOMI BOLA MATA (2,4,8)

Bola mata orang dewasa memiliki bentuk yang hampir bulat, dengan
diameter anteroposterior sekitar 24,5 mm. Konjungtiva adalah membrane
mukosa yang transparan dan tipis. Konjungtiva dapat dibagi dalam 3 zona
gegrafis : palpepra, forniks dan bulbar. Bagian bulbar mulai dari
mukokutaneus junction dari kelopak mata dan melindunginya pada
pemukaan dalam. Bagian ini melekat erat pada tarsus. Konjungtiva bulbaris

melekat longgar ke septum orbikulare di forniks dan melipat berkali-kali,


sehingga memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar permukaan
konjungtiva sekretorik. Kecuali di limbus, konjungtiva bulbaris melekat
longgar ke kapsul tenon dan sklera dibawahnya.
Sklera adalah pembungkus fibrosa yang menjadi pelindung dari sekitar 4/5
permukaan mata. Jaringan ini kontras dengan kornea yang transparan,
dimana skelera padat dan putih serta bersambung dengan kornea di sebelah
anterior dan dura meter optikus di belakang. Insersi sklera pada otot rektus
sangat tipis yaitu sekitar 0,3 mm dan bertambah 1 mm ketebalannya di
posterior. Sklera menjadi tipis dan berjalan melingtang pada lamina kribrosa,
dimnana akson dari sel ganglion keluar untuk membentuk nervus optic.
Nutrisi skllera lewat pembuluh darah dipasok oleh episklera yaitu lapisan
tipis dari jaringan elastic halus yang membungkus permukaan luar sklera
anterior.
Kornea menempati pertengahan dari rongga bola mata anterior yang
terletak diantara sklera. Kornea sendiri merupakan lapisan avaskuler dan
menjadi salah satu medi refraksi ( bersama dengan humor aquous
membentuk lensa positif sebesar 43 dioptri). Kornea memiliki permukaan
posterior lebih cembung daripada anterior sehingga rata mempunyai
ketebalan sekitar 11,5 mm (untuk orang dewasa). Kornea memiliki lima
lapisan yang berbeda dari anterior ke posterior, yaitu : epitel, membran
Bowman, stroma, membrane Descman dan endotel. Kornea mendapat suplai
makan dari humor aqous, pembuluh-pembuluh darah sekitar limbus dan air
mata. Transparansi kornea oleh strukturnya yang seragam, avaskularitasnya
dan deturgenisnya.
Lapisan setelah kornea adalah Uvea. Jaringan uvea merupakan jaringan
vascular. Jaringan sclera dan uvea dibatas oleh ruang yang potensila mudah
dimasuki darah bila terjadi perdarahn pada ruda paksa yang disebut
perdarahan suprakoroid. Jaringan uvea ini terdiri dari iris, badan siliar
(terletak pada uvea anterior) dan koroid (terletak pada uvea posterior). Pada
iris didapatkan pupil yang oleh 3 susunan otot dapat mengatur jumlah sinar
masuk ke dalam bola mata. Otot dilatator dipersarafi oleh parasimpatis,
sedang sfingter iris dan otot siliar dipersarafi oleh simpatis. Otot siliar yang
terletak di badan siliar mengatur bentuk lensa untuk kebutuhan akomodasi.
Badan siliar yang terletak di belakang iris menghasilkan cairan bilik mata
(akuos humor) yang dikeluarkan melalui trabekulum yang terletak pada
pangkal iris di batas kornea dan sclera.
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular tak berwarna dan hampir
transparan. Tebalnya sekitar 4 mm dan diametarnya 9 mm. Lensa terletak di
belakang pupil yang dipegang di daerah ekuator pada badan siliar melalui

Zonula Zinnii. Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah, atau saraf di lensa.
Lensa mata mempunyai peranan pada akomodasi atau melihat dekat
sehingga sinar dapat difokuskan di daerah macula lutea.
Retina merupakan selembar tipis jaringan saraf yang semi transparan.
Permukaan luar retina sensorik bertumpuk dengan lapisan epitel berpigmen
retina, sehingga juga bertumouk dengan membrana Bruch koroid dan sclera.
Di sebagian besar tempat, retina dan epitelium pigmen retina mudah
terpisah sehingga membentuk suatu ruang subretina, seperti yang terjadi
pada ablasio retina.
Terdapat enam otot pengerak bola mata dan terdapat kelenjar lakrimal yang
terletak di daerah tempral atas di dalam rongga orbaita.
3.4 PATOFISIOLOGI
Terdapat empat mekanisme yang menyebabkan terjadi trauma okuli yaitu
coup, countercoup, equatorial, dan global repositioning. Cuop adalah
kekuatan yang disebabkan langsung oleh trauma. Countercoup merupakan
gelombang getaran yang diberikan oleh cuop, dan diteruskan melalui okuler
dan struktur orbita. Akibat dari trauma ini, bagian equator dari bola mata
cenderung mengambang dan merubah arsitektur dari okuli normal. Pada
akhirnya, bola mata akan kembali ke bentuk normalnya, akan tetapi hal ini
tidak selalu seperti yang diharapkan.5
Trauma mata yang sering adalah yang mengenai kornea dan permukaan luar
bola mata (konjungtiva) yang disebabkan oleh benda asing. Meskipun
demikian kebanyakan trauma ini adalah kecil, seperti penetrasi pada kornea
dan pembetukan infeksi yang berasal dari terputusnya atau perlengketan
pada kornea yang mana hal ini dapat menjadi serius.1
Trauma tembus bola mata dapat dengan atau tanpa masuknya benda asing
intraocular. Trauma tembus dapat berbentuk perforasi sclera dengan prolaps
badan kaca disertai dengan perdarahan badan kaca. Dapat juga perforasi
sclera ini disertai dengan prolaps badan siliar.4
3.5 GAMBARAN KLINIS

(1,2,4,5,6,9,10)

Bila trauma disebabkan benda tajam atau benda asing masuk ke dalam bola
mata , maka akan terlihat tanda-tanda bola mata tembus, seperti ;

Mata merah, nyeri, fotofobia, blefarospasme dan lakrimasi

Tajam penglihatan yang menurun akibat terdapatnya kekeruhan


media refrakta secara langsung atau tidak langsung akibat trauma tembus
tersebut

Tekanan bola mata rendah akibat keluarnya cairan bola mata

Bilik mata dangkal akibat perforasi kornea

Bentuk dan letak pupil berubah.

Terlihatnya ruptur pada kornea atau sclera

Adanya hifema pada bilik mata depan

Terdapat jaringan yang di prolaps seperti cairan mata, irirs


lensa, badan kaca atau retina

3.6. DIAGNOSIS
Diagnosis trauma okuli perforans dapat di tegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang jika tersedia. Pada anamnesis
informasi yang di peroleh dapat berupa mekanisme dan onset terjadinya
trauma, bahkan penyebab trauma dan pekerjaan untuk mengetahui objek
penyebabnya. Anamnesis harus mencakup perkiraan ketajaman penglihatan
sebelum dan segera sesudah cedera. Harus di catat apakah gangguan
penglihatan bersifat prograsif lambat atau berawitan mendadak. Cedera
pada anak dengan riwayat yang tidak sesuai dengan cedera yang diderita,
harus di curigai akan adanya penganiayaan anak. Riwayat kejadian harus
diarah secara khusus pada detail terjadinya trauma, riwayat pembedahan
okuler sebelumnya, riwayat penyakit, pengobatan sebelumnya dan alergi.
(2,6,9)

Pemeriksaan fisik dilakukan secara hati-hati dan manipulasi sedapat


mungkin diminimalisir. Pemeriksaan fisik dimulai dengan pengukuran dan
pencatatan ketajaman penglihatan. Apabila ganguan penglihatannya parah,
maka periksa proyeksi cahaya, diskriminasi dua titik, dan adanya defek pupil
eferan. Periksa motilitas mata dan sensasi kulit perorbita dan lakukan palpasi
untuk mencari defek pada bagian tepi tulang orbita. Pada pemeriksaan
kornea dan konjungtiva bila luka tidak menyebabkan ruptur bola mata, maka
dilakukan eversi kelopak mata untuk mengetahui lokasi benda tersebut
sejelas-jelasnya. Kedalaman dan kejernihan kamera anterior dicatat. Ukuran
bentuk dan reaksi terhadap cahaya dari pupil harus dibandingkan dengan
mata yang lain untuk memastikan apakah terdapat defek pupil di mata yang
cedera.(2,6,10)
Pemeriksaan slit lamp juga dapat dilakukan untuk melihat kedalam cedera di
segmen anterior bola mata. Tes fluoresisn dapat digunakan untuk mewarnai
kornea, sehingga cedera kelihatan dengan jelas. Pemeriksaan tonometri
perlu dilakukan untuk mengetahui tekanan bola mata. Pemeriksaan fundus
yang di dilatasikan dengan oftalmoskop indirek penting untuk dilakukan
untuk mengetahui adanya benda asing intraokuler. Bila benda asing yang

masuk cukup dalam, dapat dilakukan tes seidel untuk mengetahui adanya
cairan yang keluar dari mata. Tes ini dilakukan dengan cara memberi
anestesi pada mata yang akan di periksa, kemusian diuji pada strip
fluorescein steril. Penguji menggunakan slit lamp dengan filter kobalt biru,
sehingga akan terlihat perubahan warna strip akibat perubahan pH bila ada
pengeluaran cairan mata.
Pemeriksaan Ct-scan dan USG B-Scan digunakan untuk mengetahui posisi
benda asing. MRI kontraindikasi untuk kecurigaan trauma akibat benda
logam. Electroretinography (ERG) berguna untuk mengetahui ada tidaknya
degenarasi pada retina dan sering digunakan pada pasien yang tidak
berkomunikasi dengan pemeriksa.(2,6,11)
Bila dalam inspeksi terlihat rupture bola mata , atau adanya kecenderungan
rupture bola mata, maka tidak dilakukan pemeriksaan lagi. Mata dilindungi
dengan pelingdung tanpa bebat, kemudian dirujuk ke se spesialis mata.
Dokumentasi foto bermanfaat untuk tujuan-tujuan medikolegal pada semua
kasus trauma eksternal.(2,6,10)
3.7 PENATALAKSANAAN
Keadaan trauma tembus pada mata merupakan hal yang gawat darurat dan
harus segera mendapat perawatan khusus karena dapat menimbulkan
bahaya seperti:4

Infeksi

Siderosis, kalkosis dan oftalmika simpatika

Pada setiap tindakan bertujuan untuk :

Mempertahan bola mata

Mempertahankan penglihatan

Pada setiap keadaan, harus dilakukan usaha untuk mempertahankan bola


mata bila masih terdapat kemampuan melihat s
Share this:

TRAUMA OKULI PERFORANS


05/11/2011
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 PENDAHULUAN
Mata mempunyai sistem pelindung yang cukup baik seperti rongga orbita,
kelopak, dan jaringan lemak retrobulbar selain terdapatnya refleks memejam
atau mengedip, mata masih sering mendapat trauma dari dunia luar. Trauma
dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata dan kelopak, saraf mata
dan rongga orbita. Kerusakan mata akan dapat mengakibatkan atau
memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi penglihatan.4
Struktur bola mata terbentuk cukup baik untuk melindungi mata dari trauma.
Bola mata terletak pada permukaan yang dikelilingi oleh tulang-tulang yang
kuat. Kelopak mata dapat menutup dengan cepat untuk mengadakan
perlindungan dari benda asing, dan mata dapat mentoleransi tabrakan kecil
tanpa kerusakan. Walau demikian, trauma dapat merusak mata, terkadang
sangat parah dimana terjadi kehilangan penglihatan, dan lebih jauh lagi
mata harus di keluarkan. Kebanyakan trauma mata adalah ringan, namun
karena luka memar yang luas pada sekeliling struktur, maka dapat terlihat
lebih parah dari sebenarnya.1
Trauma mata sering merupakan penyebab kebutaan unilateral pada anak
dan dewasa muda, kelompok usia ini mengalami sebagian besar cedera
mata yang parah. Kecelakaan di rumah, kekerasan, ledakan, cedera akibat
olah raga, dan kecelakaan lalulintas merupakan keadaan yang paling sering
menyebabkan trauma mata.2
Trauma mata merupakan kejadian yang lazim saat ini dan cenderung
meningkat pada masyarakat umum. Secara garis besar trauma ocular dibagi
dalam 3 kategori : trauma tumpul, trauma tajam dan trauma kimia.
Peralatan baru, penggunaan mikroskop dalam operasi, tekhnik bedah minor
telah mengubah secara dramatis pendekatan kita terhadap penaganan
kebanyakan trauma. Pengertian kita terhadap patofisiologi dari trauma telah
bertambah dengan penggunaan hewan coba. Sebagai hasil, prognosis umum
terhadap kebanyakan trauma mata menjadi jauh lebih baik.3

Perforasi bola mata merupakan keaadaan yang gawat untuk bola mata
karena pada keadaan ini kuman mudah masuk ke dalam bola mata selain
dapat mengakibatkan kerusakan susunan anatomi dan fungsional jaringan
intraokuler. Trauma tembus dapat berbentuk perforasi sklera, prolaps badan
kaca maupun prolaps badan siliar.4

1.2 RUMUSAN MASALAH


1.2.1 Bagaimana etiologi, patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan
trauma okuli perforans?

1.3 TUJUAN
1.3.1 Mengetahui secara umum mengenai anatomi bola mata.
1.3.2 Mengetahui definisi, gambaran klinis, diagnosis dan pengobatan
trauma okuli perforans
1.3.3 Memenuhi tugas Laporan kasus panjang Kepaniteraan Klinik Ilmu
penyakit Mata di RSUD Kanjuruhan Kepanjen.

1.4

MANFAAT

1.4.1 Menambah wawasan mengenai penyakit mata khususnya trauma okuli


perforans.
1.4.2 Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang
mengikuti kepaniteraan klinik bagian ilmu penyakit mata

BAB II
STATUS PASIEN

2.1

IDENTITAS PASIEN

Nama

: Tn. S

Jenis Kelamin

: Laki- laki

Umur

: 40 tahun

Alamat

: Sumawe

Pendidikan

: SD

Pekerjaan

: nelayan

Status

: menikah

Suku Bangsa

: Jawa

Tanggal Periksa

: 21 Juli 2011

No. RM

2.2

: 260457

ANAMNESIS

1. Keluhan Utama :
Pasien datang dengan keluhan mata sebelah kiri terkena ujung kail pancing
sejak 1 minggu yang lalu.
1. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan mata sebelah kiri terkena kail pancing sejak 1
minggu yang lalu. Saat pasien mengangkat pancingannya secara tak sengaja
ujung kail pancingannya yang terbuat dari besi terkena mata sebelah kiri.
Mata sebelah kiri sangat sakit sehingga pasien susah untuk membuka
matanya. Terasa seperti ada yang mengganjal dan pandangan menjadi kabur
pada mata sebelah kiri. Jika melihat seperti ada bayangan hitam pada mata
sebelah kiri. Sebelum kejadian pasien tidak pernah mengeluh pandangannya
kabur.
1. Riwayat Penyakit Dahulu
Disangkal

1. Riwayat Penyakit Keluarga

Disangkal

Riwayat Pengobatan

Saat kejadian pasien sedang berada di laut sehingga pasien tidak langsung
pergi ke RS untuk mengobatinya.
1. Riwayat Kebiasaan

2.3

STATUS GENERALIS

Kesadaran: Compos mentis (GCS 456)


Tanda Vital
Tensi

: (Tidak dilakukan)

Nadi

: (Tidak dilakukan)

Pernafasan

: (Tidak dilakukan)

Suhu

: (Tidak dilakukan)

2.4
STATUS

OFTALMOLOGIS

2.5

DIAGNOSIS

Working diagnosis

: OS Trauma Oculi Perforans + Prolaps Iris

Differential Diagnosis

2.6

Benda asing intraocular

Uveitis anterior granulomatosa

PENATALAKSANAAN

OS Reposisi Iris + Heating kornea

2.7

PROGNOSIS

Ad vitam

: dubia ad bonam

Ad Functionam

: dubia ad malam

Ad Sanationam

: ad malam

2.8 Follow Up:


Tanggal 22 Juli 2011
S : nyeri mata berkurang, masih terasa seperti ada yang mengganjal
O: Status Ophtalmologis
A : OS post reposisi iris

P : Ciprofloxacin 2x750mg
Asam Mefenamat 3x500mg
C. Tobroson 61 tts OS

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 DEFINISI
Trauma okuli adalah trauma atau cedera yang terjadi pada mata yang dapat
mengakibatkan kerusakan pada bola mata, kelopak mata, saraf mata dan
rongga orbita, kerusakan ini akan memberikan penyulit sehingga
mengganggu fungsi mata sebagai indra penglihat. Ada 2 jenis trauma okuli,
yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.

Trauma okuli non perforans, yaitu trauma okuli dengan ciri-ciri :


Tidak menembus dinding orbital (kornea dan sklera masih utuh)
Mungkin terjadi robekan konjungtiva
Adanya perlukaan kornea dan sklera
Kontaminasi intra okuli dengan udara luar tidak ada
A. Trauma okuli perforans, yaitu trauma okuli dengan ciri-ciri :
6. Adanya dinding orbita yang tertembus
7. Adanya kontaminasi intra okuli dengan udara luar
8. Prolaps bisa muncul, bisa tidak.

3.2 EPIDEMIOLOGI
Terdapat sekitar 2,4 juta okuler dan orbita di Amerika serikat setiap
tahunnya, dimana 20.000 sampai 68.0000dengan trauma yang mengancam
penglihatan dan 40.000 ornag menderita kehilangan penglihatan yang
signifikan setiap tahunnya. Hal ini hanya di dahului oleh katarak sebagai
penyebab kerusakan penglihatan Di AS dan trauma merupakan penyebab
paling banyak dari kebutaan unilateral.5
United States Eye Injury Registry (USEIR) merupakan sumber informasi
epidemiologi yang digunakan secara umum di AS. Menurut data dari USEIR,
rata-rata umur orang yang terkena trauma okuli perforans adalah 29 tahun,
dan laki-laki lebih sering terkena disbanding dengan perempuan. Menurut
studi epidemiologi international, kebanyakan orang yang terkana trauma
okuli perforans adalah laki-laki umur 25 sampai 30 tahun, sering
mnegkonsumsi alcohol, trauma terjadi di rumah.6Selain itu cedera akibat
olah raga dan kekerasan merupakan keadaan yang paling sering
menyebabkan trauma.

Pada studi yang lain, disimpulkan bahwa olahraga dihubungkan dengan


trauma pada pemakai kacamata umumnya terjadi pada usia di bawah 18
tahun dan jatuh dihubungkan dengan trauma pada pemakai kaca mata
umumnya terjadi pada usia 65 tahun atau lebih. Meskipun kacamata
dihubungkan dengan trauma yang terjadi, resep kacamata dan non resep
kacamata hitam telah ditemukan untuk memberikan perlindungan yang
menghasilkan insidens yang rendah pada trauma serius mata bagi
penggunannya.7
3.3 ANATOMI BOLA MATA

(2,4,8)

Bola mata orang dewasa memiliki bentuk yang hampir bulat, dengan
diameter anteroposterior sekitar 24,5 mm. Konjungtiva adalah membrane
mukosa yang transparan dan tipis. Konjungtiva dapat dibagi dalam 3 zona
gegrafis : palpepra, forniks dan bulbar. Bagian bulbar mulai dari
mukokutaneus junction dari kelopak mata dan melindunginya pada
pemukaan dalam. Bagian ini melekat erat pada tarsus. Konjungtiva bulbaris
melekat longgar ke septum orbikulare di forniks dan melipat berkali-kali,
sehingga memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar permukaan
konjungtiva sekretorik. Kecuali di limbus, konjungtiva bulbaris melekat
longgar ke kapsul tenon dan sklera dibawahnya.
Sklera adalah pembungkus fibrosa yang menjadi pelindung dari sekitar 4/5
permukaan mata. Jaringan ini kontras dengan kornea yang transparan,
dimana skelera padat dan putih serta bersambung dengan kornea di sebelah
anterior dan dura meter optikus di belakang. Insersi sklera pada otot rektus
sangat tipis yaitu sekitar 0,3 mm dan bertambah 1 mm ketebalannya di
posterior. Sklera menjadi tipis dan berjalan melingtang pada lamina kribrosa,
dimnana akson dari sel ganglion keluar untuk membentuk nervus optic.
Nutrisi skllera lewat pembuluh darah dipasok oleh episklera yaitu lapisan
tipis dari jaringan elastic halus yang membungkus permukaan luar sklera
anterior.
Kornea menempati pertengahan dari rongga bola mata anterior yang
terletak diantara sklera. Kornea sendiri merupakan lapisan avaskuler dan
menjadi salah satu medi refraksi ( bersama dengan humor aquous
membentuk lensa positif sebesar 43 dioptri). Kornea memiliki permukaan
posterior lebih cembung daripada anterior sehingga rata mempunyai
ketebalan sekitar 11,5 mm (untuk orang dewasa). Kornea memiliki lima
lapisan yang berbeda dari anterior ke posterior, yaitu : epitel, membran
Bowman, stroma, membrane Descman dan endotel. Kornea mendapat suplai
makan dari humor aqous, pembuluh-pembuluh darah sekitar limbus dan air
mata. Transparansi kornea oleh strukturnya yang seragam, avaskularitasnya
dan deturgenisnya.

Lapisan setelah kornea adalah Uvea. Jaringan uvea merupakan jaringan


vascular. Jaringan sclera dan uvea dibatas oleh ruang yang potensila mudah
dimasuki darah bila terjadi perdarahn pada ruda paksa yang disebut
perdarahan suprakoroid. Jaringan uvea ini terdiri dari iris, badan siliar
(terletak pada uvea anterior) dan koroid (terletak pada uvea posterior). Pada
iris didapatkan pupil yang oleh 3 susunan otot dapat mengatur jumlah sinar
masuk ke dalam bola mata. Otot dilatator dipersarafi oleh parasimpatis,
sedang sfingter iris dan otot siliar dipersarafi oleh simpatis. Otot siliar yang
terletak di badan siliar mengatur bentuk lensa untuk kebutuhan akomodasi.
Badan siliar yang terletak di belakang iris menghasilkan cairan bilik mata
(akuos humor) yang dikeluarkan melalui trabekulum yang terletak pada
pangkal iris di batas kornea dan sclera.
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular tak berwarna dan hampir
transparan. Tebalnya sekitar 4 mm dan diametarnya 9 mm. Lensa terletak di
belakang pupil yang dipegang di daerah ekuator pada badan siliar melalui
Zonula Zinnii. Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah, atau saraf di lensa.
Lensa mata mempunyai peranan pada akomodasi atau melihat dekat
sehingga sinar dapat difokuskan di daerah macula lutea.
Retina merupakan selembar tipis jaringan saraf yang semi transparan.
Permukaan luar retina sensorik bertumpuk dengan lapisan epitel berpigmen
retina, sehingga juga bertumouk dengan membrana Bruch koroid dan sclera.
Di sebagian besar tempat, retina dan epitelium pigmen retina mudah
terpisah sehingga membentuk suatu ruang subretina, seperti yang terjadi
pada ablasio retina.
Terdapat enam otot pengerak bola mata dan terdapat kelenjar lakrimal yang
terletak di daerah tempral atas di dalam rongga orbaita.
3.4 PATOFISIOLOGI
Terdapat empat mekanisme yang menyebabkan terjadi trauma okuli yaitu
coup, countercoup, equatorial, dan global repositioning. Cuop adalah
kekuatan yang disebabkan langsung oleh trauma. Countercoup merupakan
gelombang getaran yang diberikan oleh cuop, dan diteruskan melalui okuler
dan struktur orbita. Akibat dari trauma ini, bagian equator dari bola mata
cenderung mengambang dan merubah arsitektur dari okuli normal. Pada
akhirnya, bola mata akan kembali ke bentuk normalnya, akan tetapi hal ini
tidak selalu seperti yang diharapkan.5
Trauma mata yang sering adalah yang mengenai kornea dan permukaan luar
bola mata (konjungtiva) yang disebabkan oleh benda asing. Meskipun
demikian kebanyakan trauma ini adalah kecil, seperti penetrasi pada kornea

dan pembetukan infeksi yang berasal dari terputusnya atau perlengketan


pada kornea yang mana hal ini dapat menjadi serius.1
Trauma tembus bola mata dapat dengan atau tanpa masuknya benda asing
intraocular. Trauma tembus dapat berbentuk perforasi sclera dengan prolaps
badan kaca disertai dengan perdarahan badan kaca. Dapat juga perforasi
sclera ini disertai dengan prolaps badan siliar.4

3.5 GAMBARAN KLINIS

(1,2,4,5,6,9,10)

Bila trauma disebabkan benda tajam atau benda asing masuk ke dalam bola
mata , maka akan terlihat tanda-tanda bola mata tembus, seperti ;

Mata merah, nyeri, fotofobia, blefarospasme dan lakrimasi

Tajam penglihatan yang menurun akibat terdapatnya kekeruhan


media refrakta secara langsung atau tidak langsung akibat trauma tembus
tersebut

Tekanan bola mata rendah akibat keluarnya cairan bola mata

Bilik mata dangkal akibat perforasi kornea

Bentuk dan letak pupil berubah.

Terlihatnya ruptur pada kornea atau sclera

Adanya hifema pada bilik mata depan

Terdapat jaringan yang di prolaps seperti cairan mata, irirs


lensa, badan kaca atau retina

3.6. DIAGNOSIS
Diagnosis trauma okuli perforans dapat di tegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang jika tersedia. Pada anamnesis
informasi yang di peroleh dapat berupa mekanisme dan onset terjadinya
trauma, bahkan penyebab trauma dan pekerjaan untuk mengetahui objek
penyebabnya. Anamnesis harus mencakup perkiraan ketajaman penglihatan
sebelum dan segera sesudah cedera. Harus di catat apakah gangguan
penglihatan bersifat prograsif lambat atau berawitan mendadak. Cedera

pada anak dengan riwayat yang tidak sesuai dengan cedera yang diderita,
harus di curigai akan adanya penganiayaan anak. Riwayat kejadian harus
diarah secara khusus pada detail terjadinya trauma, riwayat pembedahan
okuler sebelumnya, riwayat penyakit, pengobatan sebelumnya dan alergi.
(2,6,9)

Pemeriksaan fisik dilakukan secara hati-hati dan manipulasi sedapat


mungkin diminimalisir. Pemeriksaan fisik dimulai dengan pengukuran dan
pencatatan ketajaman penglihatan. Apabila ganguan penglihatannya parah,
maka periksa proyeksi cahaya, diskriminasi dua titik, dan adanya defek pupil
eferan. Periksa motilitas mata dan sensasi kulit perorbita dan lakukan palpasi
untuk mencari defek pada bagian tepi tulang orbita. Pada pemeriksaan
kornea dan konjungtiva bila luka tidak menyebabkan ruptur bola mata, maka
dilakukan eversi kelopak mata untuk mengetahui lokasi benda tersebut
sejelas-jelasnya. Kedalaman dan kejernihan kamera anterior dicatat. Ukuran
bentuk dan reaksi terhadap cahaya dari pupil harus dibandingkan dengan
mata yang lain untuk memastikan apakah terdapat defek pupil di mata yang
cedera.(2,6,10)
Pemeriksaan slit lamp juga dapat dilakukan untuk melihat kedalam cedera di
segmen anterior bola mata. Tes fluoresisn dapat digunakan untuk mewarnai
kornea, sehingga cedera kelihatan dengan jelas. Pemeriksaan tonometri
perlu dilakukan untuk mengetahui tekanan bola mata. Pemeriksaan fundus
yang di dilatasikan dengan oftalmoskop indirek penting untuk dilakukan
untuk mengetahui adanya benda asing intraokuler. Bila benda asing yang
masuk cukup dalam, dapat dilakukan tes seidel untuk mengetahui adanya
cairan yang keluar dari mata. Tes ini dilakukan dengan cara memberi
anestesi pada mata yang akan di periksa, kemusian diuji pada strip
fluorescein steril. Penguji menggunakan slit lamp dengan filter kobalt biru,
sehingga akan terlihat perubahan warna strip akibat perubahan pH bila ada
pengeluaran cairan mata.
Pemeriksaan Ct-scan dan USG B-Scan digunakan untuk mengetahui posisi
benda asing. MRI kontraindikasi untuk kecurigaan trauma akibat benda
logam. Electroretinography (ERG) berguna untuk mengetahui ada tidaknya
degenarasi pada retina dan sering digunakan pada pasien yang tidak
berkomunikasi dengan pemeriksa.(2,6,11)
Bila dalam inspeksi terlihat rupture bola mata , atau adanya kecenderungan
rupture bola mata, maka tidak dilakukan pemeriksaan lagi. Mata dilindungi
dengan pelingdung tanpa bebat, kemudian dirujuk ke se spesialis mata.
Dokumentasi foto bermanfaat untuk tujuan-tujuan medikolegal pada semua
kasus trauma eksternal.(2,6,10)

3.7 PENATALAKSANAAN
Keadaan trauma tembus pada mata merupakan hal yang gawat darurat dan
harus segera mendapat perawatan khusus karena dapat menimbulkan
bahaya seperti:4

Infeksi

Siderosis, kalkosis dan oftalmika simpatika

Pada setiap tindakan bertujuan untuk :

Mempertahan bola mata

Mempertahankan penglihatan

Pada setipa keadaan , harus dilakukan usaha untuk mempertahankan bola


mata bila masih terdapat kemampuan melihat sinar atau ada proyeksi
penglihatan. Bila terdapat benda asing, maka sebaiknya dilakukan usaha
untuk mengeluarkan banda asing tersebut. Penatalaksanaan pasien dengan
trauma okuli perforans adalah :
1. Penatalaksanaan sebelum tiba di rumah sakit

(4,5,6,10,12)

Mata tidak bolah dibebat dan diberikan perlindungan tanpa kontak

Tidak boleh dilakukan manipulasi yang berlebihan dan penekanan bola


mata

Benda asing tidak boleh dikeluarkan tanpa pemeriksaan lanjutan

Sebaiknya pasien di puasakan untuk mengantisipasi tindakan operasi

2.

Penatalaksanaan di rumah sakit

(5,6,19,14)

Pemberian antibiotic spectrum luas

Pemberian obat sedasi,antiemetik, dan analgetik sesuai indikasi

Pemberian toksoid tetanus sesuai indikasi

Pengangkatan benda asing di kornea, konjungtiva atau intraokuler (bila


mata intak)


Tindakan pembedahan atau penjahitan sesuai dengan kausa dan jenis
cedera.

3.8 KOMPLIKASI

(2,4,13,14)

Komplikasi yang ditentukan setelah trauma okuli perforans :

Infeksi : endoftalmitis, panoftalmitis


Katarak traumatic
Galukoma sekunder
Oftalmika simpatika

3.9 PROGNOSIS
Prognosis trauma okuli perforans bergantung pada banyak factor, seperti

(4)

Besarnya luka tembus, makin kecil makin baik


Tempat luka pada bola mata
Bentuk trauma apakah dengan atau tanpa benda asing
Benda asing megnetik atau non megnetik
Dalamnya luka tembus, apakahvtumpul atau luka ganda
Sudah terdapat penyulit akibat luka tembus

3.10 PROLAPS IRIS


Iris adalah suatu bagian berwarna dan tipis terletak pada anterior lensa
mata. Prolaps iris terjadi jika bagian dari iris atau ada jaringan iris yang
keluar dari tempat seharusnya.
Prolaps iris dapat terjadi misalnya saat kornea mengalami perforasi karena
berbagai hal, adanya perforasi pada kornea mengakibatkan humor aqueous
secara cepat keluar dan terakumulasi didepan iris sehingga mendorong iris
keluar. Iris merupakan salah satu jaringan sensitive pada mata, pada saat
terjadi prolaps maka penderita akan merasakan nyeri, misalnya penderita
dengan ulkus
Kornea yang mengalami prolaps iris akan mengalami nyeri hebat yang
sebelumnya sudah mereda. Iris dapat mengalami prolaps misalnya pada

tindakan bedah (katarak, transplantasi kornea), didahului danya trauma


pada mata (laserasi kornea, laserasi sclera), perforasi ulkus kornea, akibat
kornea yang melarut berhubungan dengan penyakit rheumathoid arthritis.
Akan tetapi dengan semakin berkembangnya tehnik bedah micro pada mata
maka jarang dijumpai prolaps iris akibat pembedahan begitu pula prolaps iris
akibat perforasi ulkus kornea. Yang saat ini sering dijumpai adalah prolaps
iris akibat adanya trauma pada mata meskipun insidensinya tidak diketahui
secara pasti.
Pada kasus prolaps iris perifer dapat menimbulkan sinekia anterior parsial,
akan tetapi bila prolaps iris berada ditengah maka dapat menimbulkan
sinekia anterior total. Prolaps iris dapat diamati dengan jelas pada kasus
perforasi kornea. Manifestasi klinisnya bervariasi tergantung dari durasi atau
lama terjadinya prolaps iris, pada kasus dini maka iris masih terlihat viable
tapi jika terlalu lama maka iris akan terlihat kering dan tidak viable. Tekanan
intraocular dapat kurang dari normal tapi jarang menimbulkan hipotoni pada
kasus prolaps iris.
Pada stadium lanjut prolaps iris dapat terjadi iridocyclitis, cystoids macular
edema atau glaucoma. Prolaps iris dapat memacu terjadinya infeksi pada
mata, menurunkan proses epitelisasi, peningkatan jaringan fibros bahkan
meskipun jarang dapat juga menimbulkan ophtalmia symphatica.

Diagnosis banding

Benda asing intraocular

Laserasi kornea-sklera

Melanoma iris

Uveitis anterior granulomatosa

Pada kasus prolaps iris yang sudah berjalan lama apabila dicurigai
mengalami cystoids macular edema maka diperlukan adanya pemeriksaan
flourescein angiography. CT scan pada mata diindikasikan pada kasus
prolaps iris yang diakibatkan oleh trauma untuk mengetahui kemungkinan
terjadinya trauma pada bagian mata yang lain. Sementara itu CT scan dan
juga ocular ultrasound berguna untuk mengetahui lokasi benda asing pada
mata serta melihat kondisi segmen posterior mata.
Prolaps iris merupakan suatu kondisi yang membahayakan dan bersifat
serius, penanganan harus diberikan sesegera mungkin setelah diagnosis
ditegakkan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut. Penanganan secara
medikamentosa hanya dapat dilakukan jika prolaps iris kecil, terlindung oleh

konjungtiva dan tanpa komplikasi atau penyulit lain. Pemberian obat tetes
antibiotic dan cyclopegik dapat dilakukan selama fase akut. Antibiotik secara
intravena dapat diberikan pada kasus yang berat atau masif untuk
menghindari penyebaran infeksi intraocular, sementara tetanus toxoid dapat
pula diberikan tergantung dari riwayat imunisasi pasien dan jenis dari
lukanya.
Tindakan bedah dilakukan ketika konjungtiva tidak dapat melindungi atau
menutupi prolaps iris dan terdapat penyulit atau komplikasi. Tujuannya
adalah untuk mengembalikan integritas anatomi mata dan mengembalikan
fungsi visual mata. Melalui tehnik incisi paracentesis pada kasus incarserata
iris perifer dapat diberikan acetylcoline sementara pada kasus incarserata
iris central dapat diberikan epinephrine intraocular. Jika tehnik incise
paracentesis tidak berhasil maka dapat dilakukan injeksi viscoelastic pada
bilik anterior di region iris yang mengalami prolaps dengan syarat : prolaps
yang terjadi tidak > 24-36 jam, iris masih viable atau masih ada tanda-tanda
untuk epitelisasi. Jika tetap tidak berhasil maka dilakukan tehnik spatula
cyclodialisis dengan ujung panjang, dilakukan sepanjang incise paracentesis.

3.11 IRIDODIALISIS
Iridodialisis adalah keadaan dimana iris terlepas dari pangkalnya sehingga
bentuk pupil tidak bulat dan pada pangkal iris terdapat lubang. Saat mata
kitamberkontak dengan benda asing, maka mata akan bereaksi dengan
menutup kelopak mata dan mata memutar ke atas. Ini alasannya mengapa
titik cedera yang paling sering terjadi adalah pada temporal bawah pada
mata. Pada daerah inilah iris sering terlihat seperti peripheral iris tears
(iridodialisis). Saat mata tertekan maka iris perifer akan robek pada akarnya
dan meninggalkan crescentic gap yang berwarna hitam tetapi reflek fundus
masih dapat diobservasi. Hal ini mudah terjadi karena bagian iris yang
berdekatan dengan badan silier gampang robek. Lubang pupil pada pangkal
iris tersebut merupakan lubang permanen karena iris tidak mempunyai
kemampuan regenerasi.
Trauma tumpul dapat mengakibatkan robekan pada pangkal iris sehingga
bentuk pupil menjadi berubah. Perubahan bentuk pupil maupun perubahan
ukuran pupil akibat trauma tumpul tidak banyak mengganggu tajam
penglihatan penderita. Pasien akan melihat ganda dengan satu matanya.
Pada iridodialisis akan terlihat pupil lonjong. Biasanya iridodialisis terjadi
bersama-sama dengan terbentuknya hifema. Bila keluhan demikian maka
pada pasien sebaiknya dilakukan pembedahan dengan melakukan reposisi
pangkal iris yang terlepas.

DAFTAR PUSTAKA
1. Eye Injury-Ocular Trauma Aviabel
from http://www.losangeleyeinjury.com
2. Vaughan D. Oftalmologi Umum, Edisi 14. Jakarta : Wdya Medika ; 1999.
hal :382-83
3. Peyman GA. Schulman JA. Intravital surgery Secend Edition. New York :
Prentce-Hall ; 1996-489
4. ILyas S. Ilmu Penyakit Mata edisi 3. Jkarta ; FK-UI ; 1998. Hal ; 200-11
5. Rapon JM. Ocular Trauma Management For The Primary Care Provider.
Avilable fromhttp://.opt.pacificu.edu//cc/catalog/10310-SD/triage.htm.
Accesed ; 24 february 2008.
6. NAradzay JFX. Corneal Laceration. Emedicine [online]. Avilable
fromhttp://www.emedicine.com/EMERG.topic114.htm.
7. Eye Injury Avilable from http://en.wikipedia.org/wiki/eye_injury.
8. Leisegang TJ, Slento GL. Fundamental and Principles of Optmaology. In
Basic and clinical Science Cours. International Ophtalmology. Section 2.
USA; AAO; 2002-223 ; p. 30-70
9. Loewenstein JI, Lee S. Ophtalmology: Just the fact. New york : Mc GrawHill : 2004; p. 109-23
10. Broocker G, Solley WA. Ocullar Trauma In Palay DA Krachmer JH.
Perimary Care Ophtalmology Second Edition. Phildelphia; Elseveir
Mosby ; 2005; p. 331-61
11. Diagnostic Technique in The Evaluation of Ocular Trauma. Available
fromhttp://www/medscape.com/viewarticle/560880_6 .
12. Webb LA, Kanski JJ. Trauma. In : Manual of Eye Emergencies; Diagnosis
and Managemnet England: Butterworth Heinemann; 2004; p. 112-131
13. Mullrooney BC. Traumatic Catarak. Emedicine [Online]. Available
fromhttp://www.emedicine.com/oph/topic52htm.
14. Hariyanto J. Ophtalmica Syampatica. Avilable
fromhttp://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/53_13_OphtalmicaSyampatica.
pdf/53_13_OphtalmicaSyampatica.html.
3
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Bola mata terdiri atas dinding bola mata dan isi bola mata, dimana dinding
bola mata terdiri atas sklera dan kornea sedangkan isi bola mata terdiri atas
lensa, uvea, badan kaca dan retina. Fungsi pertahanan mata tergantung
pada anatomi dan fisiologisnya. Mata memiliki mekanisme perlindungan seperti

bentuk orbital rim yang mencegah terjadinya trauma langsung pada mata,
refleks penutupan palpebra untuk melindungi bola mata, rotasi mata ke atas
saat berespon terhadap stimulus yang tiba-tiba dan adanya lemak retrobular.
Kerusakan permanen akibat trauma yang terjadi pada komponen mata dapat
menyebabkan penurunan bahkan dapat mengakibatkan kebutaan (Ilyas, 2006).
Kejadian trauma okuli dialami oleh pria 3 sampai 5 kali lebih banyak daripada
wanita. Dari data WHO, trauma okuli berakibat kebutaan unilateral sebanyak
19 juta orang, 2,3 juta mengalami penurunan visus bilateral, dan 1,6 juta
mengalami kebutaan bilateral akibat cedera mata. Lebih banyak pada lakilaki (93%) dengan usia rata-rata 31 tahun. Trauma okuli merupakan
penyebab kebutaan terbanyak pada individu di bawah usia 25 tahun. Trauma okuli
paling banyak terjadi di lokasi kerja seperti pabrik/bengkel, saat berolahraga,
bermain kembang api/petasan, bahan kimia dan peralatan rumah tangga. 1
dari 5 kasus trauma okuli di rumah terjadi saat pasien memperbaiki rumah
(Yunker, 2010). Menurut United States Eye Injury Registry (USEIR), frekuensi
di Amerika Serikat mencapai 16% dan meningkat di lokasi kerja dibandingkan di
rumah. Diketahui 90% kejadian trauma okuli dapat dicegah. Akan tetapi pada
kenyataan di lapangan, meningkatnya sosialisasi penggunaan alat pelindung mata
belum terlalu signifikan dalam mengurangi angka kejadian trauma okuli. Hal
ini disebabkan selain akibat rendahnya kesadaran masyarakat dalam menggunakan
kacamata pelindung saat bekerja, alat tersebut masih belum marak diperjualbelikan di
pasaran. Selain itu, trauma okuli yang tidak ditangani dengan baik juga
dapat mengarah kepada komplikasi serius. Oleh karena itu perlu dilakukan
pembahasan mengenai trauma okuli secara lebih terperinci.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah definisi, klasifikasi, epidemiologi dan etiologi dari trauma okuli? 2.
Bagaimanakah penegakan diagnosa trauma okuli? 3. Bagaimanakah manajemen
terapi trauma okuli? 4. Apa saja komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh trauma okuli

5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Mata
Fungsi mata tergantung pada pertahanan anatomi yang berhubungan antara
palpebra, kornea, bilik mata depan, lensa, retina, otot-otot ekstraokuler, dan
saraf. Kerusakan permanen yang terjadi pada komponen diatas dapat
menyebabkan penurunan bahkan dapat mengakibatkan kebutaan (Ilyas,
2006). Fungsi dari palpebra adalah memberikan proteksi mekanis pada bola mata
anterior, mensekresi bagian berminyak dari lapisan film air mata,
menyebarkan film air matake konjungtiva dan kornea, mencegah mata
kering, dan memiliki puncta tempat air mata yang mengalir ke sistem
drainase lakrimal (Vaughn, 2009).
Gambar 1. Anatomi Mata

Konjungtiva atau selaput lendir mata adalah membran yang menutupi sklera dan
kelopak mata bagian dalam. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang bersifat
membasahi bola mata terutama kornea yang dihasilkan oleh sel goblet.
Terdapat 3 bagian konjungtiva yaitu konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus,
konjungtiva bulbi yang membungkus bulbi okuli serta menutupi sklera, dan
konjungtiva forniks sebagai tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan
konjungtiva

6
bulbi (Kanski, 2007). Sklera adalah pembungkus fibrosa pelindung mata dibagian luar,
yang hampir seluruhnya terdiri atas kolagen. Jaringan ini padat dan berbatasan dengan
kornea disebelah anteior dan durameter nervus optivus di posterior.
Pemukaan luar sklera anterior dibungkus oleh sebuah lapisan tipis jaringan elastik
halus, episklera mengandung banyak pembuluh darah yang mengaliri sklera (Vaughn,
2009). Kornea menempati pertengahan dari rongga bola mata anterior yang teletak
diantara sklera. Kornea sendiri merupakan lapisan avaskuler dan menjadi salah satu
media refraksi (bersama dengan humor aquous membentuk lensa positif sebesar 43
dioptri). Kornea memiliki permukaan posterior lebih cembung daripada
anterior sehingga rata-rata mempunyai ketebalan sekitar 11,5 mm (untuk
orang dewasa). Fungsi kornea adalah merefraksikan cahaya dan bersama
dengan lensa memfokuskan cahaya ke retina serta melindungi struktur mata
intenal (Vaughn, 2009). Kornea memiliki 5 lapisan yang berbeda dari anterior
ke posterior yaitu epitel, membrana browman, stroma, membrana descman, dan
endotel. Kornea mendapat suplai makan dari humor aquous, pembuluh-pembuluh
darah sekitar limbus, dan air mata. Perbedaan antara kapasitas regenerasi
epitel dan endotel sangat penting. Kerusakan lapisan epitel, misalnya karena abrasi,
dengan cepat diperbaiki. Endotel, yang rusak karena penyakit atau
pembedahan misalnya, tidak dapat melakukan regenerasi. Hilangnya fungsi sawar
dan pompa pada endotel menyebabkan hidrasi berlebihan distorsi bentuk
reguler serat kolagen dan keruhnya kornea (Kansky, 2007;Vaughn, 2009) Lensa
adalah suatu struktur bikonveks, avaskular tak berwarna dan hampir
transparan. Tebal sekitar 4 mm dan diameternya sekitar 9 mm. Lensa
terletak dibelakang pupil yang dipegang didaerah ekuator pada badan siliar melalui
zoluna zinni. Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah, atau saraf di lensa.
Lensa mata mempunyai peranan pada akomodasi atau melihat dekat sehingga sinar
dapat difokuskan didaerah makula lutea (Kansky, 2007; Vaughn, 2009). Jaringan uvea
merupakan jaringan vaskular. Jaringan uvea dan sklera dibatasi oleh ruang
yang potensial mudah dimasuki darah jika terjadi perdarahan pada ruda paksa
yang disebut perdarahan suprakoroid. Jaringan uvea ini terdiri atas iris, badan siliar,
dan koroid. Pada iris didapatkan pupil yang oleh tiga susunan otot dapat
mengatur jumlah sinar masuk ke dalam bola mata. Badan siliar yang terletak
di belakang iris menghasilkan cairan bilik mata (humor aquous) yang dikeluarkan

melalui trabekulum yang terletak pada pangkal iris dibatasi kornea dan sklera (Kansky,
2007; Vaughn, 2009).
7
Retina merupakan selembar tipis jaringan saraf yang semi transparan.
Permukaan luar retina sensorik bertumpuk dengan lapisan epitel berpigmen
retina, sehingga juga bertumpuk dengan membrana bruch, koroid, dan sklera. Di
sebagian besar tempat, retina dan epitelium berpigmen retina mudah terpisah,
sehingga membentuk suatu ruang subretina, seperti yang terjadi pada ablasio
retina (Kansky, 2007;Vaughn, 2009). Lapis ketiga bola mata adalah retina
yang terletak paling dalam mempunyai susunan lapis sebanyak 10 lapis yang
merupakan lapis neurosensoris yang merubah sinar menjadi rangsangan ke saraf
optik dan diteruskan ke otak. Terdapat rongga yang potensial antara retina
dan koroid, sehingga retina dapat lepas dari koroid yang disebut ablasio retina
(Kansky,2007;Vaughn, 2009).
2.2 Definisi dan KlasifikasiTrauma Okuli
Trauma okuli adalah trauma atau cedera yang terjadi pada mata yang dapat
mengakibatkan kerusakan pada bola mata, kelopak mata, saraf mata,dan rongga
orbita. Kerusakan ini akan memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi mata
sebagai indra penglihat (Lang, 2006). Trauma okuli dapat terjadi mulai
trauma minor seperti terkena sabun sampai trauma berat yang
menyebabkan kehilangan penglihatan bahkan sampai hilangnya mata.
Gambar 2. Klasifikasi Trauma Okuli Berdasarkan BETT
Klasifikasi trauma okuli 1. Trauma tumpul, terdiri dari :

Konkusio : trauma tumpul pada mata yang masih reversibel, dapat sembuh
dan normal kembali.

Kontusio : trauma tumpul yang biasanya menyebabkan kelainan vaskuler


dan kelainan jaringan/robekan
8
2. Trauma tembus (luka akibat benda tajam), dimana struktur okular mengalami
kerusakan akibat benda asing yang menembus lapisan okular.

penetrans : trauma okuli dengan penetrasi merupakan trauma pada mata yang
diakibatkan benda yang keras atau benda tidak keras dengan ujung tumpul,
dimana benda tersebut dapat mengenai mata dengan cepat atau lambat
sehingga terjadi kerusakan pada bola mata atau daerah sekitarnya (Lang, 2006).
Ciri

ciri :
Tidak menembus dinding orbital (kornea dan scleral masih utuh)
Mungkin terjadi robekan konjunctiva

Adanya perlukaan kornea dan sclera


Kontaminasi intra okuli dengan udara luar tidak ada.

perforans, ciri-ciri :
Adanya dinding orbita yang tertembus
Adanya kontaminasi intra okuli dengan udara luar
Prolaps bisa muncul, bisa tidak. 3. Trauma fisis, yang disebabkan oleh :

Sinar dan tenaga listrik, yang meliputi sinar UV, inframerah, rontgen dan
radioaktif, dan tenaga listrik.

Luka bakar. 4. Trauma Kimia :

Trauma asam

Trauma basa
2.3 Epidemiologi Trauma Okuli
Insiden trauma okuli relatif sering terjadi meskipun secara anatomis dan
fungsional mata telah memiliki mekanisme perlindungan seperti bentuk orbital rim
yang mencegah terjadinya trauma langsung pada mata, refleks penutupan palpebra
untuk melindungi bola mata, rotasi mata ke atas saat berespon terhadap
stimulus yang tiba-tiba dan adanya lemak retrobular. Trauma okuli adalah
penyebab kebutaan cukup signifikan, terutama pada golongan sosialekonomi
rendah dan di negara-negara berkembang. Kejadian trauma okuli dialami oleh pria
3 sampai 5 kali lebih banyak daripada wanita. Dari data WHO, trauma okuli
berakibat kebutaan unilateral sebanyak 19 juta orang, 2,3 juta mengalami
penurunan visus bilateral, dan 1,6 juta mengalami kebutaan bilateral akibat
cedera mata. Lebih banyak pada laki-laki (93%) dengan usia rata-rata 31
9
tahun. Trauma okuli merupakan penyebab kebutaan terbanyak pada individu di bawah
usia 25 tahun. Trauma okuli paling banyak terjadi di lokasi kerja seperti pabrik/bengkel,
saat berolahraga, bermain kembang api/petasan, bahan kimia dan peralatan
rumah tangga1 dari 5 kasus trauma okuli di rumah terjadi saat pasien memperbaiki
rumah (Yunker, 2010). Menurut United States Eye Injury Registry (USEIR),
frekuensi di Amerika Serikat mencapai 16% dan meningkat di lokasi kerja
dibandingkan di rumah.
Gambar 3. Prosentase Penyebab Trauma Okuli (Yunker, 2010) Gambar
4.Prosentase Kejadian Trauma Okuli yang Membutuhkan Manajemen (Thatch,
2008) 2.4 Etiologi Trauma Okuli

Trauma pada mata memerlukan perawatan yang tepat untuk mencegah


tejadinya penyulit yang lebih berat yang akan mengakibatkan kebutaan.
Pada mata dapat terjadi berbagai macam bentuk trauma yaitu: - Trauma
Mekanik 1. Trauma tumpul, misalnya terpukul, kena bola tenis atau bola bulu
tangkis
10
2. Trauma tajam, misalnya pisau dapur, gunting, garpu, dan peralatan
pertukangan - Trauma Kimia 1. Trauma kimia basa, misalnya sabun cuci, sampo,
bahan pembersih lantai, kapur, lem 2. Trauma kimia asam, misalnya cuka,
bahan-bahan asam di laboratorium - Trauma Radiasi 1. Trauma termal,
misalnya panas api, listrik, sinar matahari 2. Traums bahan radio aktif,
misalnya sinar radiasi (Lang, 2006; Khurana, 2007).
2.5 Diagnosa Trauma Okuli
Diagnosa trauma okuli ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang. a. Anamnesis Riwayat kondisi okular pasien perlu digali
untuk mengetahui beratnya trauma dan membantu dalam evaluasi pasien
selanjutnya. Pada kasus eksposur bahan kimia, terapi harus dimulai sesegera
mungkin, anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan setelah atau saat irigasi
mata. Anamnesis harus memuat tentang kondisi visus pasien sebelum
trauma, termasuk juga riwayat penggunaan kacamata, riwayat pengobatan,
status tetanus, dan adanya operasi mata sebelumnya. Pasien trauma okular
dengan riwayat pembedahan sebelumnya memiliki resiko lebih tinggi untuk
terjadinya ruptur kornea atau sklera bahkan pada trauma minor. Pada kasus
trauma tumpul, mekanisme, besarnya tekanan dan arah datangnya penyebab
trauma penting untuk mengetahui adanya kemungkinan kerusakan lebih
berat. Untuk kasus trauma penetrans, penting untuk mengetahui komposisi benda
asing penyebab trauma, memastikan potensi terdapat bagian dari benda asing
yang masih tertinggal di mata (Cho and Savitsky, 2008). Lebih lengkapnya,
pertanyaan pada anamnesis dapat berupa (Nichols, 2009) :

Kapan terjadi trauma?

Bagaimana mekanisme trauma?

Benda apa yang menyebabkan trauma

Berapa lama benda berkontak dengan mata?

Seberapa berat keluhan yang dirasakan?

Adakah keluhan penurunan fungsi penglihatan? Sejak kapan?

Adakah gangguan penglihatan sebelum terjadi trauma? Adakah penyakit


mata lain, atau trauma, atau operasi pada mata sebelum terjadi trauma?

11

Adakah penyakit sistemik?

Adakah alergi, makanan yang telah dikonsumsi (demi kepentingan anestesi bila akan
dilakukan tindakan operasi).

Tindakan apa saja yang sudah dilakukan pada saat terkena trauma? b. Pemeriksaan
Fisik Pemeriksaan oftalmologi (Cho dan Savitsky, 2008)
Pemeriksaan visus : Visus adalah vital sign untuk mata oleh karena itu pengukuran
visus pasien merupakan tahap pertama dalam pemeriksaan oftamologi.
Pengukuran visus harus dilakukan pada semua pasien trauma okuli yang
sadar dan responsif sebagai faktor penting untuk menegakkan diagnosis dan
membantu memprediksi kondisi penglihatan pasien setelah manajemen terapi.
Penggunaan anestesi topikal saat pemeriksaan visus dapat membantu pada
pasien dengan nyeri okular akut atau blepharospasme. Pemeriksaan
penglihatan sentral mungkin mengalami penurunan akibat dari kerusakan kornea,
vitreous dankerusakan pada sistem suplai untuk retina.
Pemeriksaan Lapang Pandang : Pemeriksaan lapang pandang dapat mendeteksi
adanya kelainan yang melibatkan retina, nervus optikus, jalur anterior dan
posterior penglihatan dan korteks visual. Pasien dengan keluhan ganguan
penglihatan harus selalu diskirining untuk pemeriksaan lapang pandang. Lapang
pandang dapat mengalami penurunan akibat dari trauma.
Pemeriksaan Pupil Pemeriksaan pupil meliputi ukuran, bentuk, simetris dan
reaksi terhadap cahaya. Ukuran pupil menggunakan satuan milimeter.
Trauma tumpul dapat menyebabkan midriasis akibat trauma. Pupil yang
berbentuk
teardrop
mengarah pada kondisi ruptur bola mata, dimana apex dari
teardrop
menunjukkan lokasi ruptur. Setiap pupil harus diperiksa respon langsung dan
konsensual terhadap stimulasi cahaya (refleks pupil). Penting juga dilakukan
skirining untuk kemungkinan adanya defek aferen pupil dengan pemeriksaan
swinging flashlight
. Pemeriksaan ini berdasarkan asumsi bahwa kedua mata dengan jaras nervus optikus
yang normal memiliki respon konstriksi konsensual yang sama terhadap cahaya.
Ketika fungsi nervus optikus (jalur aferen) mengalami gangguan, pupil mata yang
sakit akan tetap berkonstriksi saat cahaya diarahkan pada mata yang normal, akan
tetapi, ketika cahaya diarahkan pada mata yang abnormal, pupil akan
berdilatasi akibat dar
12

penurunan input nukleus Edinger-Westphal. Defek dari aferen pupil harus


diwaspadai terhadap kemungkinan adanya patologis nervus optikus atau
trauma berat retina.
Gambar 5. Pemeriksaan RAPD (Cho and Savitsky, 2008)
Motilitas Okular Normalnya, refleks cahaya kornea harus berada pada posisi
yang relatif sama antara kornea mata kanan dan kiri, pasien juga harus bisa
menggerakkan matanya pada semua arah (supraduksi, infraduksi, adduksi, abduksi).
Adanya keterbatasan ektraokular motilitas dapat mengindikasikan fraktur
orbital, kerusakan nervus kranial, tramat otot ekstraokular, pembatasana
motilitas bola mata akibat edema intraorbital atau darah. Pada pasien yang
mengeluh diplopia, penting untuk membedakan kondisi pasien adalah diplopia
monokular atau binokular. Diplopia yang menetap saat mata yang sehat ditutup
(monokular diplopia) mengarah pada kemmungkinan abnormalitas medial okular,
seperti iregularitas kornea, abnormalitas lensa, atau iridodialisis. Diplopia yang hilang
saat salah satu mata ditutup (binokular diplopia) mengindikasikan adanya defek
koordinasi pergerakan mata.
Pengukuran Tekanan Intraokular Pengukuran tekanan intraokular (IOP) dapat
dilakukan dengan aplanasi atau schiotz. Diperlukan anestesi topikal untuk membantu
pengukuran mata pad
13
pasien yang sadar. Normalnya IOP berada dalam range 10

21 mmHg. Peningkatan IOP dapat terjadi pasca trauma okuli seperti akibat
hifema,
angle closure
, perdarahan retrobulbar, fistula carotis-caverneous. Penurunan IOP dapat
terjadi akibat trauma bola mata terbuka, uveitis, cyclodialysis, atau retinal
detachment.
Pemeriksaan Anterior Segmen Palpebra dan regio periokular harus diinspeksi
secara seksama, untuk melihat adakan asimetri, edema,
ecchymosis
, laserasi, atau posisi palpebra yang abnormal. Ptosis sering terjadi pada trauma
okular, secara tipikal disebabkan oleh edema, penyebab potensial lain adalah
nervus 3 palsy, trauma otot levator, Sindroma Horner traumatika. Laserasi
palpebra medial meningkatkan kecurigaan pada trauma kanalikular. Keberadaan
jaringan lemak pada laserasi palpebra mengindikasikan adanya benturan pada septum
orbital. Adanya proptosis dapat mengarah pada perdarahan retrobulbar atau kondisi
patologis lain seperti infeksi, inflamasi dan tumor. Pemeriksaan inspeksi
dengan slit lamp dapat mendeteksi lebih akurat adanya kelainan pada
konjunctiva, sklera, kornea, iris, dan lensa. Pada konjunctiva dan sclera dapat
ditemukan adanya injection, perdarahan, laserasi, kemosis, jaringan yang
terekspos, dan benda asing. Adanya kemosis hemoragik mengarah pada

open-globe injury
. Pada kasus kecurigaan perforasi kornea, dapat dilakukan test seidel untuk
mengidentifikasi kebocoran humor aqueous. Seidel tes dilakukan dengan
memberikan fluorescein pada daerah yang dicurigai terjadi kebocoran, adanya
kebocoran humor aqueous akan mendilusi warna oranye dari fluorescein menjadi
berwarna kuning kehijauan terang saat disinari cahaya biru kobalt. Seidel test
positif menandakan perforasi kornea, sementara hasil yang negatif tidak selalu
sebaliknya sebab beberapa luka pada kornea dapat sembuh sendiri. Pemeriksaan pada
iris meliputi warna, defek, bentuk yang iregular. Adanya subluksasi lensa akibat
trauma bermanifestasi berupa gambaran bulan sabit di tengan pupil. Ditemukannya
kedangkalan pada kamera okuli anterior dapat mengarah pada open-globe
injury atau dislokasi lensa. Normalnya, COA terlihat jernih, tetapi pada kasus
trauma dapat ditemukan adanya darah (hifema) atau eksudat purulen
(hipopion). Cell dan flare adalah tanda inflamasi COA, dan dapat dilihat
melalui slit lamp.
Pemeriksaan Segmen Posterior Vitreous, retina dan diskus optikus dapat
diperiksa melalui funduskopi. Pemeriksaan funduskopi dimulai dengan
melihat refleks fundus. Abnormalitas pada refleks fundus mengarah pada adanya
edema korneal, perdarahan
14
vitreous, katarak, atau retinal detachment berat. Semua opasitas yang
mengganggu transmisi cahaya (misalnya adanya benda asing, laserasi
korneal, trauma lensa) akan memperlihatkan bayangan gelap. Funduskopi secara
lengkap dapat dilakukan dengan mendilatasikan pupil menggunakan midriatil topikal,
tetapi harus dilakukan skirining terlebih dahulu, adakah kontraindikasi seperti
angle-closure
. Kemungkinan kelainan yang dapat ditemukan :

Defek epitel kornea: kerusakan epitel kornea dapat bervariasi mulai dari
keratitis epitel punctata yang ringan sampai defek kornea yang menyeluruh.

Stroma yang kabur : kekaburan stroma bervariasi, mulai dari yang ringan
sampaimenyeluruh sehingga tidak bisa melihat COA

Perforasi kornea: lebih sering dijumpai beberapa hari-minggu stelah trauma yang berat

Reaksi inflamasi KOA: tampak gambaran flare dan sel di KOA.

Kerusakan kelopak mata

Inflamasi konjunctiva

Penurunan ketajaman penglihatan c. Pemeriksaan Penunjang


-

Ocular Imaging
Foto polos, CT, USG, dan MRI dapat digunakan untuk evaluasi trauma okuli. CT saat ini
lebih menjadi pilihan menggantikan foto polos dalam mengevaluasi trauma okular.
CT dapat menunjukkan fraktur orbital, benda asing pada intraokular dan
orbital, rupture bola mata dan perdarahan retrobulbar. Meskipun begitu,
benda asing yang bersifat radioluscent seperti kaca, plastik, kayu sulit untuk
dideteksi dengan CT atau foto polos. Standar pemeriksaan CT meliputi
potongn axial dan koronal, penggunaan kontras sering tidak dibutuhkan. Jika CT tidak
ada, foto polos dapat menjadi alat untuk skrining benda asing berbahan
metalik atau mengevaluasi fraktur orbital dan trauma pada sinus. Dalam
waktu 24 sampai 72 jam setelah trauma, modalitas yang paling berfungsi
utama adalah CT scan. Apabila pemeriksaan okular ditutupi oleh media opak
seperti darah, B-scan ultrasound dapat memberikan anatomi intraokular
secara lebih baik daripada CT. USG dapat mendeteksi adanya benda asing
intraokular, retinal detachment, perdarahan koroidal, perdarahan vitreous,
dan perdarahan orbital. Karena penggunaantransducer dapat menekan bola
mata, USG harus dihindari pada kasus dengan kecurigaan kerusakan bola mata.
15
Hematologi Pemeriksaan hematologi utamanya melihat adakah infeksi
sistemik mengikuti trauma okuli.
2.6 Management Trauma Okuli
Pasien trauma okuli harus menjalani pemeriksaan oftamologi secara lengkap.
Meskipun di beberapa tempat tidak disediakan slit lamp, paling tidak terdapat
pemeriksaan visus, pupil, motilitas ekstraokular, dan lapang pandang.
Inspeksi palpebra, konjuntiva, sklera, kornea dan COA dapat memperlihatkan
laserasi, kerusakan anatomis, perdarahan dan adanya benda asing. Terapi trauma
okuli didasarkan pada kondisi trauma. Bila dicurigai ada cedera bola mata, manipulasi
mata harus dihindari sampai saat pembedahan, pasien dipasang balutan
ringan dengan balutan bilateral untuk meminimalkan gerakan bola mata. Antibiotik,
analgesik, dan antitetanus dapat diberikan sesuai kebutuhan. Apabila
terdapat laserasi pada kelopak mata dapat dijahit dan diberi salep antibiotik kemudian
di balut. Pada dasarnya terdapat 6 tahapan penatalaksanaan trauma mata,
yaitu: 1. Irigasi 2. Reepitelisasi kornea 3. Mengendalikan proses peradangan 4.
Mencegah terjadinya infeksi 5. Mengendalikan TIO 6. Menurunkan nyeri :
siklopegik
2.7 Komplikasi Trauma Okuli
Jaringan parut pada kornea, konjunctiva
Ulkus kornea
Dry eyes
-

Simblefaron
Katarak traumatika Katarak adalah opasitas lensa kristalia yang normalnya
jernih. Katarak terjadi disebabkan oleh cedera benda asing di lensa atau adanya
trauma tumpul pada bola mata. Lensa menjadi putih segera setelah masuknya benda
asing karena adanya lubang pada kapsul menyebabkan humour aqueus dan kadang
korpus vitreum masuk ke dalam struktur lensa (Cho and Savitsky, 2008).
Glaukoma sekunder
16
BAB III LAPORAN KASUS 3.1 Identitas
Nama : Tn. Sudarsono Register : 11194503 Jenis Kelamin : Laki-laki Usia : 27 tahun
Alamat : Desa Tulungrejo RT 2/ RW 4 Batu Agama : Islam Suku : Jawa
Pekerjaan : Swasta Tanggal Pemeriksaan : 30 Agustus 2014
3.2 Anamnesa ( Autoanamnesis) Keluhan Utama :
Mata kananmerah dan kabur setelah terkena paku
Riwayat Penyakit Sekarang :
Mata kanan merah dan kabur setelah terkena paku 1 minggu yang lalu.
Pasien terkena paku saat akan memasang eternit di dinding di rumah pasien. Paku
terpental dan mengenai mata pasien. Pasien hanya menutup mata kanan
dengan sapu tangan kemudian beristirahat. Karena terasa nyeri, pasien
kemudian membeli obat tetes mata dan obat tablet di apotek keesokan
harinya tanpa resep dari dokter. Setelah satu minggu penglihatan pasien
mulai menurun secara perlahan. Pasien mengeluhkan kemeng pada mata, awalnya
pasien mengeluhkan nyeri tetapi setelah menggunakan obat dari apotek,
nyeri berkurang. Mata kanan pasien terus menerus mengeluarkan air mata.
Mata kiri pasien tidak ada keluhan.
Riwayat Penyakit sebelumnya :
- Tidak didapatkan riwayat mata kabur sebelumnya, pasien juga tidak pernah
menggunakan kacamata - Tidak didapatkan riwayat hipertensi dan diabetes
mellitus - Tidak didapatkan riwayat trauma sebelumnya
17
Riwayat Pengobatan :
- Riwayat pemakaian obat tetes mata cendo tropine yang diteteskan 2x1
pada mata kanan, LFX, dan obat minum 50 mg untuk nyeri, obat didapatkan
di apotik tanpa resep dokter. - Sejak mata terkena paku, pasien mengaku tidak
pernah berobat kemanapun
Riwayat Keluarga :
- Kelainan mata yang serupa pada keluarganya tidak ada, riwayat hipertensi
dan diabetes mellitus pada keluarga disangkal
Riwayat Sosial
Pasien adalah anak bungsu dari 4 bersaudara, pasien belum menikah dan tinggal
bersama Ibu dan satu kakak perempuannya. Pasien bekerja sebagai pekerja
bangunan.

3.3 Pemeriksaan Fisik Status Oftalmologi Tanggal Pemeriksaan : 30 Agustus 2014


Oculi Dextra Indikator Oculi Sinistra
1/300
Visus
5/5
Gerakan bola mata Kedudukan bola mata
Orthoporia
Edema (-), spasme (+)
Palpebra
Edema (-), spasme (-) CI (+), PCI (+), Corpal (-), SCH (-)
Conjunctiva
CI (-), PCI (-), Edema (+), ruptur pada jam 3
Cornea
Jernih

18
ukuran 3 mm dengan epithelisasi, seidel test (-) Cell (+), dalam pada daerah
temporal, dangkal pada daerah nasal
COA
Dalam Sinekia anterior pada lokasi luka jam 3, sinekia posterior pada jam 10, 11, 2,4
Iris
radline Round, 6mm, RP (+)
Pupil
Round, 3mm, RP (+) Keruh
Lensa
Jernih 5/5,5
TIO
5/5,5
Foto Mata

19
Funduskopi
FR (-)
Fundus reflek
FR (+) Sulit dievaluasi
Media Refraksi
Jernih Sulit dievaluasi
Papil nervus II
Bulat, batastegas, CD ratio 0,3 warnajingga Sulit dievaluasi
Vasa
a/v 2/3, sklerotik (-) Sulit dievaluasi
Retina
Eksudat (-), haemorrhage (-) Sulit dievaluasi
Makula
Reflek fovea (+)
3.4 Assessment :
OD Trauma Okuli Penetrans dengan komplikasi

Ruptur kornea dengan epithelisasi

Sinekia anterior dan posterior

Katarak Traumatika

Suspek uveitis dd endophthalmitis


3.5 Rencana Terapi

Vigamox ed 4x1 OD

Ciprofloxacin 2x750mg

SA 1% 3x1 OD

Methylprednisolon 3x8 mg

Lubricent ed 4x1 OD

Ekstraksi Katarak
3.6 Planning Diagnosis

USG
3.7 Planning Monitoring

Visus

Gejala klinis pada mata

Respon terapi

Komplikasi yang timbul

Efek samping terapi


20
3.8 Planning Komunikasi, Informasi, dan Edukasi
1. Diberitahukan kepada pasien tentang penyakit yang diderita pasien,
rencana pengobatan yang akan dilakukan, serta prognosa penyakit. 2.
Diberitahukan kepada pasien cara pemberian terapi, tujuan terapi, dan efek
samping terapi.
3.9 Prognosis
Visam : dubia Vitam : ad bonam Sanam : dubia Kosmetik : ad bonam
3.10 Follow up (tanggal 2 September 2014)
Pasien masih mengeluh mata kabur, tetapi rasa nyeri dan kemerahan pada
mata sudah berkurang
Oculi Dextra Indikator Oculi Sinistra
1/300
Visus
5/5
Gerakan bola mata Kedudukan bola mata
Orthoporia
Edema (-), spasme (+)
Palpebra
Edema (-), spasme (-) CI (+), PCI (+), Corpal (-), SCH (-)
Conjunctiva
CI (-), PCI (-), Edema (+), ruptur pada jam 3 ukuran 3 mm dengan epithelisasi,
seidel test (-)
Cornea
Jernih Flare grade II, Cell (+) grade I, dalam pada daerah temporal, dangkal
pada daerah nasal
COA
Dalam Sinekia anterior pada lokasi
Iris
radline

21
luka jam 3, sinekia posterior pada jam 10, 11, 2,4 Round, 6mm, RP (+)
Pupil
Round, 3mm, RP (+) Ruptur capsula anterior
Lensa
Jernih 5/5,5
TIO
5/5,5
Funduskopi
FR (-)
Fundus reflek
FR (+) Sulit dievaluasi
Media Refraksi
Jernih Sulit dievaluasi
Papil nervus II

Bulat, batas tegas, CD ratio 0,3 warnajingga Sulit dievaluasi


Vasa
a/v 2/3, sklerotik (-) Sulit dievaluasi
Retina
Eksudat (-), haemorrhage (-) Sulit dievaluasi
Makula
Reflek fovea (+)

22
Assessment
OD trauma oculi penetrans dengan komplikasi Ruptur kornea dengan epithelisasi
Ruptur Capsul Anterior Sinekia anterior dan posterior Katarak Traumatika Suspek
Lens Induced uveitis
Planning Therapy
Vigamox ed 4x1 OD Ciprofloxacin 2x750mg SA 1% 3x1 OD Vosama 6x1 OD
Methylprednisolon 3x8 mg Lubricent ed 4x1 OD Ekstraksi Katara
23
BAB IV PEMBAHASAN
Pasien Tuan S (27 tahun) datang ke SMF Ilmu Kesehatan Mata pada hari
Sabtu, tanggal 30 Agustus 2014, dengan keluhan utama pengelihatan mata
kanan kabur dan merah setelah terkena paku. Pasien datang dengan keluhan
mata kabur dan merah secara perlahan selama 1 minggu yang lalu setelah
terkena hempasan paku. Pasien saat itu sedang memasang eternit, paku terlepas
dan mengenai mata. Meskipun mata terasa sakit, oleh pasien hanya ditutup
dengan sapu tangan dan diistirahatkan selama semalam. Penurunan penglihatan
dirasakan semakin memberat dalam waktu cepat, disertai gejala nyeri dan mata
merah. Dari hasil pemeriksaan status oftamologis mata dekstra, terdapat
spasme pada palpebra, pada konjunctiva didapatkan CI dan PCI, kornea
mengalami edema dan terdapat gambaran ruptur pada jam9 berukuran 3 mm
dengan epithelisasi, pada pemeriksaan iris shadow, camera okuli anterior
tampak dangkal pada daerah nasal, ditemukan sinekia anterior dan
posterior, pupil tampak membesar berukuran berdiameter sekitar 6mm, pada lensa
dekstra ditemukan kekeruhan merata, sedangkan hasil pemeriksaan pada
okular sinistra, pemeriksaan oftamologis dalam batas normal. Dari riwayat
penyakitnya, diketahui pasien belum pernah mengalami mata kabur
sebelumnya.Dari hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik diketahui kasus yang
mendasari terjadinya masalah pada mata pasien adalah trauma okuli. Trauma
okuli adalah trauma atau cedera yang terjadi pada mata yang dapat
mengakibatkan kerusakan pada bola mata, kelopak mata, saraf mata, dan
rongga orbita. Kerusakan ini akan memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi
mata sebagai indra penglihat. Trauma okuli dapat terjadi mulai trauma minor seperti
terkena sabun sampai trauma berat yang menyebabkan kehilangan
penglihatan bahkan sampai hilangnya mata.Jenis-jenis trauma okuli dapat didasarkan
pada penyebabnya yaitu trauma tumpul, trauma tembus yang terjadi akibat benda
tajam, trauma fisis dan trauma kimia. Jenis trauma okuli pada pasien ini adalah
trauma tembus, dimana penyebabnya adalah benda tajam yaitu paku dan struktur
okular dekstra pasien mengalamikerusakan. Karena jenis luka yang
dihasilkan tidak menembus dinding orbital, maka diketahui pasien
mengalami trauma okuli penetrans. Pada pasien ini diterapi dengan Vigamox ed
4x1 OD, Ciprofloxacin 2x750mg, SA 1% 3x1 OD, Methylprednisolon 3x8 mg, Lubricent
ed 4x1 OD. Vigamox adalah antibiotik topical untuk mata, ciprofloxacin
digunakan sebagai antibiotik sistemik

24
karena diketahui efektivitas golongan quinolone dalam menembus peredaran
darah mata. Tetes mata sulfas atropin berfungsi untuk mengistirahatkan
mata pasca trauma dan mengurangi nyeri serta merupakan terapi komplikasi sinekia
pada pasien. Metilprednisolon dapat berfungsi untuk mengendalikan peradangan. Dari
hasil pemeriksaan yaitu ditemukan adanya gambaran ruptur kornea dengan
epithelisasi, katarak, sinekia anterior dan posterior, dan uveitis, serta refleks
fundusyang negatif pada mata kanan, mengarah pada komplikasi akibat
trauma okuli. Ruptur kornea menjadi akibat langsung dari penetrasi benda
asing. Katarak yang terjadi pada pasien adalah katarak traumatika.
Terjadinya opasitas lensa kristalia yang normalnya jernih segera setelah
masuknya benda asing karena adanya lubang pada kapsul menyebabkan humour
aqueus dan kadang korpus vitreum masuk ke dalam struktur lensa. Infeksi pada
mata dapat terjadi karena penetrasi benda asing saat trauma Secara
epidemiologi, trauma okuli banyak terjadi pada laki-laki, lokasi terjadinya
sering saat di lokasi kerja, di rumah, berolahraga, dan akibat main petasan.
Pasien ini terkena paku ketika bekerja di rumah. Insiden trauma okuli relatif
sering terjadi meskipun secara anatomis dan fungsional mata telah memiliki
mekanisme perlindungan seperti bentuk orbital rim yang mencegah
terjadinya trauma langsung pada mata, refleks penutupan palpebra untuk melindungi
bola mata, rotasi mata ke atas saat berespon terhadap stimulus yang tibatiba dan adanya lemak retrobular. Diketahui 90% kasus trauma okuli dapat
dicegah. Kasus trauma okuli pada dasarnya dapat dicegah dengan penggunaan alat
pelindung diri saat bekerja. Oleh karena itulah dibutuhkan suatu tindakan
sosialisasi untuk memarakkan penggunaan alat pelindung mata ketika bekerja
terutama di lokasi kerja, maupun dirumah saat melakukan kegiatan yang
melibatkan benda-benda tajam, sebab diketahui 1 dari 5 kasus trauma okuli
yang terjadi dirumah adalah akibat terkena benda-benda tajam ketika
memperbaiki rumah.
25
BAB V PENUTUP
Trauma okuli adalah trauma atau cedera yang terjadi pada mata yang dapat
mengakibatkan kerusakan pada bola mata, kelopak mata, saraf mata,dan rongga
orbita. Kerusakan ini akan memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi mata
sebagai indra penglihat . Telah dilaporkan suatu kasus mengenai trauma
okuli, dari anamnesis dan pemeriksaan status oftamologis mendukungke arah
diagnosa trauma okuli dekstra penetrans dengan komplikasi ruptur kornea
dengan epithelisasi, sinekia anterior dan posterior, katarak traumatika,
suspek uveitis dd endophthalmitis. Penatalaksanaan kasus pasien ini adalah
Vigamox ed 4x1 OD, Ciprofloxacin 2x750mg, SA 1% 3x1 OD, Methylprednisolon
3x8 mg, Lubricent ed 4x1 OD. Dengan komplikasi ruptur kornea, sinekia,
katarak traumatika dan adanya infeksi, diketahui prognosis visam dan sanam
pasien ini masih belum pasti, sedangkan prognosis vitam dan kosmetiknya masih baik.

Você também pode gostar