Você está na página 1de 26

MODUL IV.

PENGOLAHAN PRODUK KONSUMER BERBASIS BAHAN BERPROTEIN


Materi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Sifat-sifat protein dan teknologi pengolahan produk dari kacang tanah


Sifa-sifat protein dan teknologi pengolahan produk dari kedelai
Sifat-sifat protein dan teknologi pengolahan produk dari gandum
Sifat-sifat protein dan teknologi pengolahan produk dari telur
Sifat-sifat protein dan teknologi pengolahan produk dari susu
Sifat-sifat protein dan teknologi pengolahan produk dari daging
Sifat-sifat protein dan teknologi pengolahan produk dari ikan
Teknologi pengolahan produk restrukturisasi

Kompetensi dasar
Mampu merancang, membuat dan mengevaluasi produk-produk consumer berbasis
bahan berprotein.
Ringkasan
1. Sifat-sifat asam amino dan protein

terutama sifat kelarutan dan tingkat hidrasi

dipengaruhi sumber protein, kondisi proses, kekuatan ionik


2. Untuk memperoleh sifat fungsional optimal sebaiknya protein dalam keadaan terlarut.
3. Kondisi proses mempengaruhi sifat-sifat fungsional protein
4. untuk membuat produk pangan dari bahan berprotein, perlu mempertimbangkan sifatsifat fungsional proteinnya dan hubungannya dengan kondisi dan macam proses yang
digunakan.
1. SIFAT-SIFAT PROTEIN DAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN PRODUK DARI KACANG
TANAH
Oil seed (biji-bijian berminyak) seperti kacang tanah, kedelai, biji bunga matahari, biji
kapas dan wijen, selain sebagai sumber minyak juga dapat digunakan sebagai sumber
protein, namun untuk ekstraksi minyaknya diperlukan sanitasi yang baik dan higienis.
Ekstraksi minyaknya dapat dilakukan secara mekanis, khemis, kombinasi mekanis
dan khemis dan dengan cara simulta (aqueous process). Ekstraksi secara mekanis
diperlukan pengaturan kadar air (5-6%), ukuran dan jumlah bahan, besarnya tekanan, suhu
dan lama ekstraksi. Ekstraksi minyak secara khemis menggunakan pelarut organic seperti
heksan. Factor-faktor yang perlu diperhatikan pada ekstraksi minyak secara khemis adalah
ukuran partikel bahan, rasio bahan dengan pelarut dan suhu ekstraksi. Untuk menekan
biaya ekstraksi dan untuk memperoleh produk dengan kandungan minyak minimal maka
digunakan ekstraksi secara mekanis dan diikuti dengan ekstraksi menggunakan pelarut.
Proses

simultan

adalah

proses

pengambilan

minyak

dan

protein

secara

serentak/bersama-sama. Factor-faktor yang perlu diperhatikan adalah ukuran partikel


91

bahan, rasio bahan dengan air, pH dan suhu. Keuntungan proses simultan, dapat
dilaksanakan pada pabrik skala kecil dengan investasi awal kecil, operasi labih aman dan
murah, protein dan minyak diekstraksi pada satu tahap proses, dihasilkan macam-macam
produk dengan sifat fungsional luas, proses secara batch, dilakukan inaktivasi aflatoksin,
meningkatkan daya guna protein dan lemak. Penggunaan proses simultan ini perlu
mengetahui pola kelarutan protein oleh kondisi pH.
Kacang tanah mengandung lemak 45-50% dan protein 22-30% (sebanyak 90%
terdapat pada keeping biji). Protein kacang tanah terdiri dari albumin, arakhin (63%) dan
konarakhin (33%). Arakhin dan koanarakhin mempunyai profil asam amino sama kecuali
konarakhin mengandung methionin dan sistin yang lebih banyak. Asam amino pembatas
protein kacang tanah adalah methionin, lisin dan threonin. Kelarutan protein kacang tanah
ditunjukkan pada gambar 4.1. Daerah pH isoelektriknya 3-6 dengan minimal pada pH 4,
kelarutan tinggi pada pH 8 (>97% terekstrak). Adanya garam Na dan K kelarutan protein
naik pada pH<3, netral dan alkali.

(A)

(B)

Gambar 4.1 Kelarutan protein kacang tanah (A) dalam air; (B) dalam 0,2 M NaCl
a. Total protein; b. arakhin; c. konarakhin II; d. konarakhin I (Zayas, 19970.

Produk-produk yang dihasilkan dari kacang tanah dengan memanfaatkan proteinnya


meliputi: (1) kacang tanah lemak rendah/protein tinggi, (2) tepung kacang tanah (peanut
flake) ada 4 jenis yaitu high fat peanut flake, low fat peanut flake, defatted peanut flake dan
peanut grits, (3) konsentrat protein, (4) isolat protein, (5) ground meat product (bakso dan
sosis), meat analog (extruded, textured protein product), (6) baby food, (7) dry canned food.
Untuk pembuatan produk-produk tersebut perlu dilakukan pra proses. Untuk proses
simultan, pra proses yang dilakukan adalah sortasi, pengambilan kulit ari dan lembaga
(secara mekanis, dengan blanching), grinding. Untuk proses non simultan, pra proses yang
dilakukan meliputi sortasi, pengambilan kulit arid dan lembaga, pressing (pengambilan
minyak secara mekanis).
Kacang tanah lemak rendah/protein tinggi
92

Pembuatan kacang tanah lemak rendah menggunakan bahan dasar kacang tanah
dengan kulit ari ataupun sudah diblanching, dilakukan pre heating hingga kadar air 5-6%,
diekstraksi sebagian minyaknya dengan pressing secara dingin ataupun panas, direkontitusi
dengan merendam dalam air mendidih hingga kadar air 35-45%, penambahan bumbu dan
pengeringan/penggorengan dengan/tanpa minyak. Diagram alirnya ditunjukkan pada
gambar 4.2.

Gambar 4.2 Diagram alir pembuatan kacang tanah lemak rendah (Zayas, 1997).
Tepung kacang tanah
Kacang tanah diblanching dan dipisahkan kulit ari, lembaga dan keping biji. Keping
biji dipress untuk mengambil sebagian minyaknya (tingkat pengambilan minyak menentukan
jenis tepung yang dihasilkan). Press cake yang dihasilkan diekstraksi sisa minyaknya
menggunakan heksan, dan solven diuapkan dihasilkan defatted peanut meal. DPM digiling
dan dihasilkan DPF, LFPF, HFPF.

Tepung kacang tanah yang baik berwarna putih, tidak

berasa (bland taste), tekstur berpasir (grity texture) dan stabil pada suhu ruang.
Konsentrat dan isolate protein kacang tanah
Pembuatan konsentrat protein proses pokoknya meliputi (1), leaching untuk
mengekstraksi komponen non protein (dapat menggunakan asam hingga pH isoelektris,
larutan organic, air panas), (2) pemisahan padatan dan cairan, (3) pengeringan padatan.
Pembuatan konsentrat protein secara simultan ditunjukkan pada gambar 4.3.

Gambar 4.3 Diagram alir pembuatan konsentrat protein kacang tanah secara simultan

Pembuatan isolate protein proses pokoknya adalah (1) ekkstraksi protein


menggunakan larutan basa pada pH 8-9, (2) pemisahan padatan dan cairan, (3) cairan
93

dipresipitasi pada pH isoelektris (pH 4), (3) pemisahan padatan hasil presipitasi dan cairan,
(4) pengeringan padatan. Diagram alirnya ditunjukkan pada gambar 4.4.
Untuk menghasilkan konsentrat dan isolate protein yang bersifat netral, sebelum
proses pengeringan dilakukan netralisasi menggunakan larutan basa.

Gambar 4.4 Diagram alir pembuatan isolate protein kacang tanah secara simultan

Meat product and meat analogues


Jenis produk-produk tersebut yaitu ground meat product, meat analogues. Ground
meat product berbahan dasar tepung kacang tanah, grits, konsentrat dan isolate protein.
Meat analogues (textured protein product), merupakan produk dengan tekstur dan
citarasa mirip daging (daging ayam, sapi, kambing dll), ada 2 macam yaitu spun fiber,
extruded type product. Spun fiber, berbahan dasar isolate protein yang dibuat semacam
serat dan diberi pewarna dan flavor daging.
Extruded type product berbahan dasar tepung kacang tanah sehingga lebih murah
daripada meat analogues. Dibuat dengan menggunakan proses ekstrusi hingga dihasilkan
chewy product yang cocok untuk manula dan makanan bayi.
2. SIFAT-SIFAT PROTEIN DAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN PRODUK DARI KEDELAI
Kedelai mengandung protein 34,9% (terdiri 85% globulin, 15% albumin, proteosa dan
protein konjugasi), lemak 18,1%, karbohidrat 34,8% dan air 7,5%. Sifat kelarutan protein
kedelai

ditunjukkan pada gambar 4.5, sedangkan komposisi protein kedelai larut air

ditunjukkan pada table 4.1.

94

Gambar 4.5 Dispersibilitas protein kedelai _______ : nitrogen; --------: resipitan (sumber: Fan and Sosulski, 1974)

Table 4.1 Komposisi protein kedelai larut air


Fraksi
2S

7S

% Total
22

37

11 S

31

15 S

11

Komponen

BM

Tripsin inh.

8000 21500

Sitokrom c

12000

Hemaglutinin

110000

Lipoksidase

102000

Beta amilase

61700

7S globulin

18000-210000

11 S globulin

350000
600000

Protein globulin 7S (globulin glicinin) dan 11S ( conglycinin) sangat berperanan


dalam pembentukan gel, misal dalam pembuatan tahu dan yoghurt. Gel protein kedelai
mempunyai kemampuan membentuk suatu matriks dan menyimpan /memerangkap lemak,
polisakarida, flavor dan komponen lain. Fraksi 7 S dan 11S mengalami gelasi induksi panas
setelah pemanasan 88 oC selama 42 menit. Mekanisme pembentukan gel protein kedelai
terutama ditentukan oleh asosiasi dan sisosiasi induksi panas protein-protein kedelai, yaitu
akibat terjadinya agregasi globulin 11S yang bersifat larut. Perbedaan kapasitas geling fraksi
7 S dan 11S disebabkan oleh perbedaan karakteristik

reaksi asosiasi/disosiasi

dan

unfolding oleh panas. Campuran isolate protein kedelai 7S dan 11S mempunyai kapasitas
geling yang lebih baik daripada masing-masing fraksi secara individual, karena terjadi
disosiasi sub unit 7S dan 11S, kemudian berinteraksi dengan keduanya ataupun masingmasing sub unit. Kapasitas geling ini berhubungan dengan interaksi termal antara fraksi 7 S
dan 11S, kekuatan gel dipengaruhi rasio fraksi 7S dan 11S.
Pembentukan gel diperoleh dari pemanasan larutan protein 7% pada suhu 100 oC
selama 30 menit atau 88 oC selama 42 menit . Pemebentukan gel juga dapat melalui
induksi dengan Ca, dan gel yang terbentuk mempunyai kekuatan lebih tinggi namun WHC

95

lebih rendah dibandingkan dengan cara induksi panas. Ikatan silang yang terbentuk pada
pembentukan gel adalah interaksi hidrofob, ikatan Hidrogen, dan disulfida.
Produk-produk protein kedelai berupa tepung kedelai, konsentrat protein, isolate
protein, texturized vegetable protein (TVP). Pembuatan produk-produk protein kedelai
secara garis besar ditunjukkan pada gambar 4.6.
Kelemahan pemanfaatan protein kedelai adalah adanya flavor pahit, grassy dan
beany off flavor. Flavor pahit, terbentuk oleh komponen non volatil, oksidasi asam lemak
oleh enzim lipoksigenase maupun secara autoksidasi, terjadinya ikatan antara fosfatidil
kholin dengan protein. Grassy flavor disebabkan oleh komponen alkohol dan karbonil dalam
kedelai.
Beany off flavor sulit dihilangkan atau ditutupi. Menggunakan metode khemis, maka
protein terdenaturasi dan terbentuk off flavor baru yaitu cooked off flavor atau toasted off
flavor. Penggunaan senyawa pengekstrak lemak
fungsional

tidak efektif, karena menurunkan sifat

dan terbentuk substansi racub selama perlakuan khemis. Metode fisik lebih

berhasil yaitu dengan memerangkap PEF (Pre Emulsified Fat).

Gambar 4.6 Diagram alir pembuatan produk-produk protein kedelai


Produk-produk protein kedelai yang berupa tepung, konsentrat dan isolate protein
banyak digunakan untuk fortifikasi (pada roti, menurunkan lemak bebas dari 60% menjadi
40%), bahan pengikat (misal pada pembuatan sosis, untuk memperbaiki sifat emulsifikasi,
pengikatan lemak dan air, thickening, cohesiveness, adhesiveness dan gelasi), pembentuk
tekstur dan pembuatan TVP.
Alasan/dasar pertimbangan

pembuatan TVP adalah dapat menyediakan kalori

tinggi, pengusahaan lebih cepat tanpa dirombak dulu menjadi protein hewani, dapat dibuat
sesuai keperluan konsumen (daging sapi, daging kambing, daging ayam), komposisi dibuat
sesuai kebutuhan, peningkatan nilai social bahan dasar, harga terjangkau dan penyediaan
konsumsi untuk vegetarian.

96

Pada pembuatan TVP, perlu diperhatikan pembuatan adonannya. Pembuatan


adonan dengan menambahkan alkali hingga pH 9-13, konsentrasi protein 10-30%, dan
viskositas 10000-20000 cp. Penambahan bumbu-bumbu, flavor, pewarna dan diekstrusi.
Garam (0,5-1,2%) selain sebagai pemantap rasa, juga agar protein menjadi tidak larut dan
meningkatkan elastisitas menjadi 50-400%. Untuk pembentukan tekstur (untuk meat
analogues ditambahkan binder (pati, CMC, gum) yang berfungsi sebagai perekat.untuk
menguatkan benang-benang protein yang dihasilkan dilakukan presipitasi menggunakan
asam (asam laktat, sitrai, asetat) 0,5-10%.
Produk-produk protein kedelai yang dibuat dari bahan dasar biji kedelai adalah tahu
dan kembang tahu. Pembuatan tahu pada prinsipnya adalah ekstraksi komponen-komponen
pada kedelai menggunakan air dan panas, penyaringan, koagulasi (dengan asam atau
garam bivalen, misalnya batu tahu/CaSO4) dan pencetakan.
Pembuatan kembang tahu dasar prosesnya adalah ekstraksi kedelai tanpa kulit ari
(diperoleh total padatan <6%) dan sebaiknya pH netral, Dilanjutkan pembentukan lapisan
dengan pemansan pada suhu 85 90 oC. Mekanisme pembentukan lapisan meliputi
denaturasi oleh panas dan polimerisasi indotermik, kemudian dehidrasi permukaan dan
interaksi protein-lemak dan protein-karbohidrat.
3. SIFAT-SIFAT PROTEIN DAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN PRODUK DARI GANDUM
Sebagian besar produksi sereal (seperti gandum, jagung, padi, barley dan lain-lain),
digunakan untk konsumsi manusia, sisanya untuk pakan dan keperluan industri. Proporsi
kebutuhan protein sereal lebih dari setengah bagian kebutuhan protein dunia. Produksi susu
dan daging juga berbasis dari sereal, karena sereal digunakan sebagai pakan penghasil
susu dan daging. Karakteristik sereal, tinggi kandungan pati (65-80% db), relatif penting
kandungan protein (8-13% db), dan relatif rendah kandungan lemak (1-5% db). Komposisi
beberapa jenis sereal ditunjukkan pada tabel 4.2.
Tabel 4.2 Komposisi beberapa jenis sereal (% db)
sereal
Gandum

protein
12,2

lemak
1,9

pati
71,9

serat
1,9

abu
1,7

Barley

10,9

2,3

73,5

4,3

2,4

Jagung

10,2

4,6

79,5

2,3

1,3

Sorgum

11,0

3,5

65,0

4,9

2,6

8,1

1,2

75,8

0,5

1,4

Padi

Protein sereal mempunyai citarasa tawar, tidak berikatan dengan komponen yang
tidak diinginkan seperti pigmen dan senyawa racun, mempunyai asam amino terbatas
(kekurangan beberapa jenis asam amino essensial, kandungan protein dan ekstrabilitasnya
rendah.

97

Ekstrakbilitas dan pemekatan protein sulit dilakukan karena biji tertutup, dan protein
banyak terdapat pada endosperm, banyak mengandung storage protein yang bersifat tidak
larut, struktur protein amorphous serta berikatan dengan molekul pati dan komponen lain.
Pemisahan biji secara mekanik menggunakan grinding dan air clarification kurang berhasil,
apabila menggunakan wet milling maka dirintangi oleh tidak terlarutnya storage protein
dalam pelarut air. Protein sereal diklasifikasikan berdasarkan morfologi, fungsi biologikal,
kelarutan dan komposisi kimia.
Berdasarkan morfologi:
a. Protein endosperm

b. Protein aleuron

c. Protein embrio.

Berdasarkan fungsi biologikal:


a. Protein sitoplasmik adalah protein yang mempunyai aktivitas metabolik, contohnya
enzim, protein membran, protein ribosom, protein regulator, dan lain-lain
b. Storage protein, protein dengan BM rendah dan BM tinggi. Storage protein, sejenis
dengan protein endosperm dan dalam jumlah kecil juga terdapat pada lapisan aleuron
dan embrio.
Berdasarkan kelarutannya:
a. Albumin

b. globulin

c. prolamin

d. glutelin.

Berdasarkan komposisi kimianya:


a. protein sederhana
b. protein kompleks, contohnya lipoprotein, glikoprotein, nukleoprotein, dan lain-lain.
Ekstraksi protein sereal
Komposisi, struktur dan sifat protein sereal spesifik, sehingga untuk pemisahan dan
ekstraksi protein perlu hati-hati dan tidak terjadi perubahan kondisi yang drastis. Kesulitanproblema dalam ekstraksi protein sereal disebabkan:
a. hampir

semua

protein

sereal

dalam

keadaan

anhidrous,

mudah

mengalami

penggumpalan dan mengering sebagian


b. komposisinya sangat heterogen, yaitu mengandung beberapa komponen biokimia seperti
lemak, karbohidrat, enzim, asam nukleat, polifenol, dan lain-lain
c. keadaan biologikal jaringan hetergen, paling tidak terdapat dua bagian yang terpisah
yaitu embrio dan endosperm
d. ukuran sereal relatif kecil
e. antara kelarutan dan ekstrakbilitas tidak ada hubungan karakteristik yang sama, karena
komponen yang multikompleks, sehingga memungkinkan untuk ekstraksi menggunakan
campuran pelarut.
Oleh karena itu untuk ekstraksi protein sereal diperlukan pelarut tertentu atau
campuran pelarut yang mempunyai kemampuan untuk dispersi dan memecah (dispersing
98

and disrupting effect). Pelarut-pelarut yang memungkinkan digunakan untuk ekstraksi


protein sereal adalah:
a. alkohol, terutama etanol dan propanol
b. detergen (SDS, asetiltrimetilamonium
bromida, dan lain-lain)

d. agensia

pereduksi

(merkaptoetanol,

dithiotreitol)
e. asam lemah (asam asetat, asam laktat)

c. garam asam lemak


f. urea (mempunyai kemampuan tinggi untuk memecah ikatan hidrogen).
Sebelum proses ekstraksi dapat dilakukan deffating (pengambilan minyak) pada biji
sereal utuh atau dalam bentuk tepung, yang

bertujuan untuk mencegah terjadinya

pembentukan lipid-protein kompleks. Namun hal ini menyebakan terjadinya denaturasi


sehingga menurunkan kelarutan protein, dan ada jenis protein yang larut dalam pelarut
lemak (contohnya lipotionin). Kadang-kadang

tidak dilakukan pengambilan minyak,

tergantung tujuannya.
Kandungan protein gandum berkisar 12,2% (db), yang terdiri dari albumin 6-12%,
globulin 5-11% dan gluten 85%, yang terdiri dari gliadin dan glutenin. Gliadin mempunyai BM
lebih rehdah, ikatan S-S bersifat intramolekul, apabila terhidrasi membentuk massa viskus,
mempunyai elastisitas dan viskositas tinggi. Glutenin mempunyai BM besar, ikatan S-S
bersifat intermolekul, apabila terhidrasi membentuk massa liat dan kohesif, mempunyai
elastisitas rendah. Molekul gliadin dan glutein ditunjukkan pada gambar 4.7 dan 4.8

Gambar 4.7 (a) Molekul gliadin, (b) agregasi molekul gliadin bentuk fibril dan (c) agregasi molekul gliadin
(Lasztity, 1984).

99

Gambar 4.7 Molekul glutein (Lasztity, 1984).


Protein gandum merupakan bahan utama dalam adonan roti. Interaksi protein dan air
sangat penting karena menentukan tingkat hidrasi adonan kondisi pencampuran. Hidrasi
semua komponen dalam tepung gandum terutama protein dan pati sangat menentukan
pembentukan adonan roti. Kapasitas hidrasi tepung gandum 2,25 3,15 ml/g.
Oleh adanya hidrasi maka campuran gliadin dan glutenin membentuk adonan bersifat viskus
dan elastis seperti karet, yang mempunyai kemampuan menahan gas oleh adanya efek
ikatan kovalen, hidrogen dan interaksi hidrofob, bersifat viskoelastik dalam sistem, sifat efek
sifat kohesif dan elastik yang kuat dari gluten, serta mempunyai kemampuan ekstenbilitas.
Selama pencampuran (mixing), gluten menahan sejumlah air dalam strukturnya, hingga
kadar airnya mencapai 60%. Setelah mixing, gliadin dan glutenin berinteraksi dengan air
dan dengan molekul masing-masing, serta komponen-komponen lain seperti lemak, pati,
gula, pentosan dan protein terlarut. Komponen adonan dan air membentuk struktur 3
dimensi, yaitu terbentuknya partikel gluten yang terperangkap dalam membran dan
menghalangi granula pati dan komponen lain. Di dalam jaringan 3 dimensi tersebut, C0 2
hasil fermentasi terperangkap dan mengembang selama pemanggangan karena gluten
bersifat viskoelastis. Sifat rheologi adonan ini dipengaruhi rasio protein dalam tepung dan
pembentukan ikatan selama mixing. Sifat rheologi gluten sangat kompleks, dipengaruhi
oleh:
a. kuantitas dan kualitas komponen protein dalam gluten kompleks. Untuk ini diperlukan
matriks protein tak larut untuk membentuk adonan yang bersifat kohesif, serta diperlukan
jumlah protein yang cukup untuk membentuk fase protein kontinyu oleh adanya pati dan
air.
b. Interaksi (ikatan S-S, ionik, hidrofobik) antar fraksi dalam gluten komplek
Gluten, tinggi kandungan asam glutamat dan prolin, rendah kandungan asam amino basa
(lisin, arginin, histidin), tingkat amidasi tinggi, kandungan sistin dan sistein cukup.
Dalam pembentukan adonan roti, ikatan-ikatan yang berperanan adalah:
a. Ikatan S-S (meliputi jumlah dan distribusi ikatan S-S, keseimbangan ikatan S-S inter dan
intra). Ikatan S-S ini terjadi perubahan selama mixing dan resting.
100

b. Ikatan H, yaitu dalam pembentukan gluten kompleks


c. Interaksi hidrofob, yang merupakan proses indotermis, sehingga menghasilkan stabilitas
panas protein.
Skema interaksi protein gandum dalam adonan ditunjukkan pada gambar 4.8.

Gambar 4.8 model interaksi protein gandum dalam adonan (Lasztity, 1984).

Selain dimanfaatkan sebagai tepung gandum, gandum juga diekstraksi proteinnya


dan dibuat tepung gluten. Cara pembuatan tepung gluten ada 3 macam yaitu cara kering
(air/dry processing), cara basah (wet processing) dan dengan non aqueous solvent.
Tepung dipisahkan berdasarkan perbedaan densitas partikel pati dan protein. Tepung
gluten yang dihasilkan mempunyai kadar protein 20-25%. Pembuatan gluten cara basah
berhubungan dengan produksi pati gandum. Tepung gandum dibuat adonan, dicuci
menggunakan air, pemisahan pati dan gluten, pati tercuci dan terbentuk massa seperti karet
yaitu gluten, dilanjutkan dengan pengeringan.
Tepung gluten yang baik mempunyai kadar protein 75-80%, absorpsi air 1,5-2 x
berat, kecepatan penggembungan (velocity of swelling 20-60 detik, dengan maksimum
absorpsi air dan amkasimum penggembungan harus tercapai.
Kegunaan gluten yaitu untuk peningkatan fortifikasi, sebagai pengikat (binder, missal
dalam pembuatan sosis), produksi protein hidrolisat (untuk makanan, dan meat flavor),
MSG, baking industry, breakfast food, meat analog.
Untuk memperbaiki sifat-sifat fungsional gluten dapat dilakukan modifikasi dengan
cara

succinilasi

dan

asilasi

yaitu

untuk

memperbaiki

kelarutan,

peningkatan

penggembungan, peningkatan kapasitas pennyerapan air; dengan cara hidrolisis enzimatis


yaitu untuk menghasilkan flavor daging dan makanan tertentu.

101

4. SIFAT-SIFAT PROTEIN DAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN PRODUK DARI TELUR


Telur banyak dimanfaatkan sebagai sumber protein, mempunyai komposisi ggizi
yang baik, dayacerna dan nilai gizi tinggi. Telur terdiri dari kulit (12,3%), bagian putih telur
(albumin= 5,8%), bagian kuning telur (13,9%) dan dipisahkan oleh membrane vetelline.
Komposisi telur ditunjukkan pada table 4.3.
Table 4.3 Komposisi telur (%)
Komponen
Bahan anorganik

Kulit
95,1

Putih telur
-

Kuning telur
-

Protein

3,3

12,0

17,0

Glukosa

0,4

0,2

Lemak

0,3

32,2

Garam

0,3

0,3

Air

1,6

87,0

48,5

Sifat fungsional telur meliputi sebagai koagulating, pengemulsi, pembentuk buih dan untuk
perbaikan nutrisi.
Putih telur
Protein putih telur terdiri dari ovalbumin (54%), conalbumin (13%), ovomucoid (11%)
conalbumin, dan sisanya berupa

G globulin, ovomucin, avidin dan lain-lain (% dari

albumin). conalbumin merupakan glikoprotein yang mengandung 3 molekul D glukosamin


dan 6 molekul D mannosa yang berikatan dengan asam aspartat. Conalbumin merupakan
ion logam multivalen, dan bersifat stabil apabila membentuk kompleks dengan ion logam.
Ovomucoid merupakan glikoprotein, mengandung 9% mannosa, galaktosa 3:1 dan
glukosamin 13%, tahan terhadap denaturan tetapi kehilangan sifat antitripsinnya. Lisosim
menyebabkan putih telur bersifat lekat dan bersifat antibakteri.
Sifat fungsional putih telur meliputi:
a. Gelling agent
Ovalbumin, kandungan SH tinggi, adanya denaturasi gugus SH reaktif menjadi S-S,
membentuk jaringan 3 dimensi dan mengalami agregasi memebentuk sheet.
b. Foaming agent
Ovoglobulin berkontribusi pada volume buih, ovomucin pada stabilitas buih, karena
banyak mengandung ikatan S-S dan membentuk ikatan silang, ovalbumin banyak
mengandung karbohidrat sehingga meningkatkan viskositas.
Oleh adanya panas mudah terkoogulasi, membentuk protein network karena mudah
terjadi interaksi protein-protein melaluiikatan S-S dan memerangkap udara.
Adanya garam mempermudah pembentukkan buih karena sebagian air diikat garam.
c. Thickenner
Adanya ovalbumin (tinggi kandungan karbohidrat), sehingg meningkatkan viskositas.
102

Kuning telur
Kuning telur mempunyai total padatan 53%, protein 33%, lemak 63% terdiri
trigliserida 41%, fosfolipida (lecitin 14,8%, cepalin 3,2%, spingomelin 0,5% dan cholesterol
3,5%), glukosa bebas 0,4%, komponen anorganik 2,1%, asam amino 1,5%. Protein kuning
telur terdidiri dari livetins (4-10%), phosvitin (5-6%), vitellin (4-15%) dan vitellenin (8-9%) (%
dari kuning telur).
Sifat fungsional kuning telur adalah sebagai pengemulsi, penstabil emulsi dan
foaming agent. Kuning telur banyak mengandung fosfolipida seperti lecitin, cepalin,
spingomelin,

cholesterol.

Lipovetellin,

membantu

aerasi

dan

foaming.

Lipovetellin

menghambat aerasi namun membantu penahanan udara dalam whipping.

Livetin

menurunkan tegangan antar muka.


Produk-produk telur
Produk-produk telur dapat berupa telur beku (putih telur, kuning telur ataupun
keseluruhan/whole eggs) dan tepung telur. Pengeringan menggunakan spray dryer (untuk
putih telur, kuning telur ataupun telur keseluruhan), menggunakan tray dryer (untuk putih
telur), menggunakan freeze dryer (untuk telur keseluruhan).
Tahap pra proses (sebelum pembekuan maupun pengeringan), meliputi tahap-tahap:
1. Sortasi: telur yang pecah, retak tidak digunakan
2. Pendinginan suhu 15 oC, kemudian dicuci menggunakan chlorin
3. Pemecahan telur, pemisahan antara putih dan kuning telur di ruang pemecahan apabila
diperlukan
Untuk telur keseluruhan dan kuning telur, dilakukan pencampuran dan pemisahan kulit ari
maupun pecahan kulit, parteurisasi dan segera diproses lebih lanjut yaitu dibekukan ataupun
dikeringkan. Untuk putih telur dilewatkan saringan halus untuk memecag gelatinous
structure dan segera diproses lebih lanjut.

Pembekuan

telur

sebaiknya

menghindari

adanya kristal-kristal air yang beku, karena dapat menghilangkan sifat-sifat fungsionalnya.
Dalam pembuatan tepung telur, gula harus diambil/dihilangkan (dilakukan desugering)
karena dapat menyebabkan terjadinya pencoklatan. Apabila terjadi pencoklatan maka
menyebabkan off odour dan off flavour, penurunan kelarutan dan sifat-sifat fungsional, dan
warna menjadi lebih gelap. Desugering dapat dilakukan secara fermentasi dan enzimatis
1. Fermentasi menggunakan Aerobacter aerogenes, maupun menggunakan yeast. Apabila
menggunakan yeast sisa gula kecil dan stabilitas buih baik.
2. Secaraenzimatis menggunakan glukosa oksidase-katalase-hidrogen peroksidase. Secara
enzimatis, sisa gula 5-6% dari total gula, dan volume buih lebik baik.

103

5. SIFAT-SIFAT PROTEIN DAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN PRODUK DARI SUSU


Definisi air susu adalah produk/cairan hasil pemerahan hewan ternak, dan dapat
digunakan sebagai pangan yang aman. Air susu merupakan emulsi minyak dalam air.
Kandungan airnya berkisar 87%, protein 4%, lemak 4% laktosa 4-4,8%, mineral 0,7-0,8%.
Contohnya ASI, air susu sapi, air susu kambing dan lain-lain. Komponen susu dikelompokan
menjadi 3 bagian/komponen yaitu krim (banyak mengandung lemak), skim (komponen
utama protein), dan whey adalah sisa pemisahan krim dan skim.
Protein susu dibedakan menjadi 2 macam yaitu kasein (80% dari protein susu), yang
merupakan hasil presipitasi raw skim milk dengan pengasaman maupun secara enzimatis
menggunakan enzim rennin, dan protein whey (0,5-0,7% protein terlarut). Protein susu
dItunjukkan pada gambar 4.9.

Gambar 4.9 Protein susu (sumber: Horton high biology)


Kasein terdiri kasein (mengandung 20-30% dari total protein), kasein
(mengandung 20-30% dari total protein) dan kasein (mengandung 3-7% dari total protein).
Whey protein terdiri dari laktalbumin (mengandung 10% dari total protein) dan laktoglobulin.
Protein susu dimanfaatkan dari aspek sifat fungsionalnya, nutrisi dan sensoris. Dalam dairy
food untuk kebutuhan sifat fungsional 3,5-30%, dan sebagai ingredient 0,5-10%.

Sifat

fungsional protein susu dikelompokan menjadi 3 sifat yaitu sebagai emulsifier yang meliputi
WHC dan OHC, sebagai foaming agent dan gelling agent.
Peranan protein susu dalam system pangan adalah untuk memperbaiki tekstur,
sebagai emulsifier, ekstender, meningkatkan mouthfeel, retensi flavor dan sebagai sumber
nutrisi. Consentrate milk powder (CMP) menyebabkan peningkatan fleksibilitas dan
penurunan processing losses. NFDM (non fat dry milk): untuk meperbaiki kelarutan, warna,
flavor dan stabilitas. WPC (whey protein consentrate): nilai gizi tinggi, banyak mengandung
asam amino essential, baik untuk emulsifier pada kisaran pH susu, mudah membentuk gel,
namun bersifat peka panas. Caseinate: penstabil emulsi, water binding dan meningkatkan
konsistensi.

104

Pengolahan susu menyebabkan perubahan-perubahan sifat protein susu. Beberapa


jenis pengolahan di antaranya adalah penggunaan asam, enzim rennin, panas, pembekuan
dan pengeringan. Oleh adanya asam, maka terjadi pemutusan ikatan casein dengan Ca dan
terjadi presitipasi. Oleh adanya enzim rennin, (1) terjadi pemecahan casein (pada ikatan
peptide antara fenil alanin dengan methionin (residu 105-106), menjadi para casein, GMP
(gliko makropeptida), dan MP (makro peptida); (2) terjadi agregrasi missela membentuk
jaringan 3 dimensi; (3) oleh adanya panas, maka para casein terkoagulasi.
Adanya pengaruh panas, maka protein susu mengalami denaturasi dan apabila
terdapat Ca, maka terbentuk agregat berukuran besar namun tidak tahan panas. Pengaruh
panas ini dipengaruhi oleh adanya garam konsentrasi tinggi, pH basa dan agensia
skuestran, merupakan fungsi konsentrasi padatan (solid).
Pada penyimpanan beku, protein susu mengalami presipitasi setelah thawing dan
laktosa mengalami kristalisasi. Oleh proses pengeringan, terjadi penurunan kelarutan
protein susu. Pada kadar padatan 60%, casein dengan cepat tidak larut, dan pada kadar
padatan 80%, protein susu mengalami instanious coagulation.
Homogenisasi merupakan tahap proses yang bertujuan untuk meningkatkan
stabilitas emulsi susu, karena terjadi pengecilan dan penyeragaman ukuran globula lemak.
Perubahan yang terjadi pada homogenisasi ditunjukkan pada gambar 4.10. Produk-produk
dari susu antara lain krim, skim milk, susu konsentrat, evaporated milk, susu bubuk, es
krim, mentega, keju, yoghurt dan lain-lain.

Gambar 4.10 Perubahan susu oleh proses homogenisasi (sumber: Pace, 1983)
Es krim
Es krim yang baik flavor kuat, kristal lembut (smooth body), mouthfeel, mencair di
mulut, warna menarik, over run 100-120%. Bahan pembuat es krim ditunjukkan pada tabel
4.4, mikrostrukturnya ditunjukkan pada gambar 4.11

105

Tabel 4.4 Bahan pembuat es krim


Bahan
fat

Fungsi
Tekstur; nutrisi
Ditambahkan kondensed milk; NFMS bubuk
Flavor, smooth body, tekstur, tahan melting

gula

Pemanis, penurunan titik beku, body dan tekstur

NFMS/SNM

penstabil
emulsifier

Meningkatkan tingkat hidrasi adonan, smooth


textuer, body, penstabil emulsi
Mensabilkan emulsi, mengemulsikan lemak

Contoh dan jumlah


10% dalam adonan
12-15%
Sukrosa, glukosa, gula invert
10-16% dalam adonan
Gelatin 0,5%; Na alginat 0,20,3%
Lesitin, kuning telur

Gambar 4.11 mikrostruktur es krim (sumber: Clarke, 2004)


Pembuatan es krim
Pembuatan es krim melalui beberapa tahap yaitu: pemansan awal, pasteurisasi,
homogenisasi, aging, pembekuan dan whipping. Skema pembuatan dan profil suhu
ditunjukkan pada gambar 4.12 .

Gambar 4.12 skema pembuatan eskrim dan profil suhu (sumber: Clarke, 2004)
1. Pemanasan awal, bahan cair dipanaskan pada 40-45 oC, ditambah gula dan penstabil
kemudian dilakukan mixing.
2. Pasteurisasi (67 oC, 30 menit; 80 oC, 25 detik)

106

3. Homogenisasi (dalam keadaan panas 35 oC), tujuan mencegah churning, mengurangi


waktu aging, memperolah viskositas, memperbaiki tekstur dan body (gambar 4.13)
4. Aging, didinginkan 4 oC selama 24 jam (tergantung stabilizer yang digunakan)
5. Pembekuan dan whipping (-10 oC dan cepat), terjadi 3 tahap proses yaitu pendinginan,
kristalisasi dan pembentukan over run. Setelah adonan mencapai konsentrasi tertentu
yaitu pada kondisi saturasi, apabila didinginkan/dibekukan akan mencapai supersaturasi
hingga terjadi kristalisasi. Dengan adanya tahap whipping, terjadi pemerangkapan udara
dan akan diperoleh over run tetrtentu.
6. Pengisian dengan cepat
7. Hardening dan penyimpanan (-20) sampai (-30 oC)
8. Packaging.

Gambar 4.13 homogenisasi susu (sumber: Clarke, 2004)


Besarnya over run menentukan kualitas es krim. Over run merupakan kenaikan
volume es krim. Selama proses whipping terjadi pemerangkapan udara sehingga terjadi
over run. Untuk memperoleh tekstur es krim yang baik, over run berkisar 100-120%. Adanya
NFMS, menyebabkan kenaikan over run, sedangkan gelatin dan lemak menyebabkan
penurunan over run.
Sifat mouthfeel diperoleh karena terjadinya ketidak stabilan parsial dari globula
lemak, sehingga terjadi penggabungan sebagian globula lemak disekitar gelembung udara,
terbebasnya lemak disekitar antar muka air-udara. Lemak yang terbebas ini yang
menyebakan sifat mouthfeel.
Mentega
Mentega merupakan massa kompak yang terbuat dari susu, merupakan massa yang
homogen dan uniform, fase kontinyu berupa lemak bebas dalam bentuk cair yang
mengandung kristal lemak bebas, globula lemak, granula curd, buih dan globula air,
permukaan tampak kering, tidak ada air bebas dan warna merata. Mentega ada 2 macam
yaitu table butter, mengandung garam 3% dan desk/cooking butter, tanpa flaforing dan
tanpa pewarna. Bahan dasar yang digunakan adalah susu segar atau krim dari susu segar
atau sudah mengalami pasteurisasi. Pembuatan mentega melalui beberapa tahap yaitu:
107

krimming, netralisasi, pasteurisasi, pendinginan dan aging, churning, working, pencetakan


dan wrapping, penyimpanan.
1. Kriming, menggunakan sentrifugal cream separator. Selama krimming dan pemisahan
krim yang dihasilkan mempunyai kadar lemak 30-33% dan lemak terekstrak 99,5%.
2. Netralisasi, bertujuan untuk mencegah off flavor dan mempertahankan kualitas selama
penyimpanan dingin.
3. Pasteurisasi
4. Pendinginan dan aging, dilakukan pada suhu 10 oC selama 12 jam atau 3-4 oC selama 3
jam. Tahap proses ini bertujuan mengontrol kristalisasi kandungan toal padatan dan
kristalisasi lemak
5. Churning, dilakukan pada suhu 5-10 oC dan dilakukan berulang 4-5 kali. Pada tahap ini
dilakukan pengadukan cepat sehingga emulsi tidak stabil dan globula lemak saling
bergabung, air terperangkap dalam lemak, membentuk buih dan akhirnya pecah..
Kemudian dilanjutkan dengan pemisahan fase air (butter milk) dan butter grain dicuci
dengan air dingin (chilled water) untuk membebaskan butter milk dan terbentuk butter
granula serta terjadi konversi emulsi. Pada tahap Churning dilakukan penambahan
garam untuk mendistribusikan sisa air dan memberi citarasa, hingga kadar garam pada
produk akhir 1,5-2%.
6. Working, merupakan pengadukan dengan kecepatan tinggi dan terjadi proses mixing,
kneading, spreading dan compacting. Tujuan proses working untuk menangkap kelebihan
lemak/lemak bebas, mendispersikan sisa air dan garam.
7. Pencetakan dan wrapping dan pengemasan
8. Penyimpanan, pada (-20) - (-25 oC), tahan beberapa bulan; (-10) - (-15 oC), tahan 1-2
bulan. Selama penyimpanan diperlukan pengaturan RH ruangan.
Perubahan membran globula lemak pada pembuatan mentega ditunjukkan pada gambar
4.14.

Gambar 4.14 Perubahan membrane globula lemak pada pembuatan mentega (sumber: Pace, 1983)

108

Keju
Keju diklasifikasikan berdasarkan teksturnya dan cara pemeraman. Berdasarkan
teksturnya, dalam hal ini berkaitan dengan kadar airnya, keju ada 4 macam yaitu keju
sangat keras (KA 25%), keras (KA 25-36%), agak keras (KA 36-40%) dan lunak (KA>40%).
Menurut cara pemeraman, ada 4 jenis yaitu berdasarkan jenis mikroba yang digunakan
yaitu jamur, bakteri, kombinasi jamur dan bakteri, tidak diperam. Keju camembert,
menggunakan bakteri Penicillium cambertii; keju swiss, menggunakan Propionibacterium
shermanii.
Tahap pembuatan keju meliputi pasteurisasi dan evaporasi, clothing, pengetusan,
curd treatment, ripening/curing.
1. Pasteurisasi dan evaporasi
2. Clothing, untuk pembentukan workable curd. Tahap clothing dilakukan

2 tahap yaitu

pengasaman dengan inokulasi menggunakan bakteri asam laktat yang bertujuan untuk
menghambat pertumbuhan mikrobia yang tidak dikehendaki dan untuk mempercepat
koagulasi, dan terbentuk curd yang lunak. Curd yang dihasilkan ditambah enzim rennet,
renneting dilakukan selama 30 menit hingga terbentuk workable curd.
3. Pengetusan bertujuan untuk menghilangakan whey, Pada suhu 15-20 oC, selama 3-4
hari.
4. curd treatment, meliputi pemotongan curd dan penambahan garam 1-5%, untuk
Pembentukanelastisitas, tekstur, dan flavor.
5. Ripening dan curing, selama tahap ini terjadi hidrolisi protein dan lemak hingga terbentuk
flavor, odor, tekstur dan body.
6. SIFAT-SIFAT PROTEIN DAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN PRODUK DARI DAGING
Daging mengandung protein berkisar 18,8%. Jenis protein daging ada 2 macam
yaitu protein globular (hemoglobin, G aktin dan miogen), dan protein fibril (miosin, 21-27%; F
aktin, 50%; dan kolagen. Miosin bersifat viskus, strukturnya heliks, banyak mengikat Ca dan
Mg. Aktin terdiri dari G aktin yang banyak mengandung prolin, R non polar, bersifat bulky
dan Faktin merupakan polimerisasi G aktin yang terdiri 13-15 sub unit.
Berdasarkan kelarutannya, protein daging terdiri dari protein sarkoplasmik (bersifat
sangat larut), protein miofibril (larut dalam garam), protein stroma/protein jaringan konektif
(bersifat sedikit larut air), terdiri protein struktur (sarkolemna, dan lain-lain) dan protein
jaringan konektif (kolagen, elastin, rektikulum).
Sifat fungsional protein daging meliputi sifat pengikatan air, pengikatan lemak,
pengemulsi dan WHC. Struktur dan protein daging dapat mengalami perubahan oleh
berbagai faktor seperti rigor, pengempukan, pembekuan, curing,

pelumatan dan

pemanasan.
109

Selama rigor, terjadi perubahan glikogen menjadi asam laktat, penurunan keasaman
dari 7,2 menjadi 5,5; pewarnaan gelap, penurunan WHC dan sistem menjadi inekstensibel.
Adanya aktivitas enzim proteolitik, tekstur daging menjadi lunak karena terjadi hidrolisis
protein daging. Daging yang disimpan dalam kondisi beku mengalami dehidrasi dan
denaturasi. Oleh proses curing, adanya garam NaCl menyebabkan peningkatan sifat WHc
protein daging, sedangkan adanya fosfat maka terjadi peningkatan sifat WHC, pemutusan
jembatan miosin dan pengikatan Ca. adanya proses pelumatan misalnya dalam pembuatan
sosis, maka protein daging terekstrak dan lemak teremulsikan. Pemanasan menyebabkan
terjadinya denaturasi, pengkerutan, dehidrasi dan pewarnaan gelap pada daging.
Perubahan protein daging secara rinci selama pemanasan ditunjukkan pada tabel 4.5
Tabel 4.5 perubahan protein daging selam pemanasan
Suhu
Pemanasan (oC)
30-50
50-55
55-80
>80
Sterilisasi

Perubahan yang terjadi


Miofibril unfolding, crosslink, penurunan WHC Sarkoplasmik unfolding sebagian
Miofibril rearrangement, crosslink stabil Sarkoplasmik denaturasi lamjut
Miofibril dan protein globular terkoagulasi Kolagen mengkerut
Terbentuk ikatan disulfide Terjadi reaksi maillard
Beberapa asam amino rusak Terjadi reaksi maillard

Sosis
Salah satu produk olahan daging adalah sosis.. Sosis dibuat dari lumatan daging,
ditambah bumbu-bumbu dan dibentuk silinder. Sosis merupakan emulsi minyak dalam air
dengan pengemulsi protein, dan merupakan jaringan 3 dimensi dengan matriks proteinprotein, protein-air, protein-lemak. Macam-macam sosis meliputi fresh sausage, dry and
semi dry sausage, cooked sausage, cooked smoke sausage,uncooked smoke sausage,
cooked meat speciality. Komponen sosis meliputi daging, air es (20-30% dari daging), lemak
(maksimal 30%), garam (1-5%), agensia pemanis, bumbu-bumbu dan ekstender.
Air, berfungsi untuk mengekstraksi dan melarutkan protein pada daging, dan
melarutkan komponen-komponen lain, sebagai fase kontinyu emulsi, memberikan sifat
palatability (sifat keemepukan dan juiciness). Kadar air sosis yang baik adalah 4P+10 (P:
protein). Digunakan air es, agar suhu pelumatan rendah (3-11 oC), sehingga emulsi stabil.
Daging, sebagai sumber protein dan lemak. Macam jaringan pada dging menentukan rasio
kadar air dengan protein, jumlah lemak, jumlah pigmen, sifat pengikatan dan formulasi
sosis.
Protein berfungsi untuk emulsifier dan memberikan sifat WHC. Kandungan kolagen
maksimal adalah 25% dari protein daging, agar tidak terbentuk sifat seperti jelly dan tidak
terjadi pengkerutan pada produk akhir. Lemak, berperanan sebagai pemberi rasa enak
yaitu memberikan sifat pengempukan dan juiciness, serta berfungsi sebagai fase

110

diskontinyu dalam emulsi sosis. Kandungan lemak maksimal 30%. Garam berperanan
sebagi pelarut protein dan pemantap rasa.
Agensia pemanis yang digunakan dalam pembuatan sosis adalah sukrosa dan
dekstrosa (banyak digunakan), laktosa dan corn syrup. Jumlah pemanis yang digunakan
tergantung jenis pemanis dan jenis sosis yang akan dibuat. Bumbu yang digunakan antara
lain bawang merah, bawang putih, lada, dan pala. Bumbu-bumbu berfungsi sebagai pemberi
citarasa, antioksidan dan pengawet.
Ekstender merupakan bahan bukan daging yang ditambahkan dalam pembuatan
sosis, dan tidak termasuk garam, pemanis dan pewarna. Fungsi ekstender dalam
pembuatan

sosis

adalah

untuk memperbaiki

stabilitas

emulsi,

hasil

pemasakan,

kenampakan irisan dan citarasa, sebagai pembentuk tekstur, dan untuk penghematan beaya
pengolahan. Penggunaan ekstender maksimum

3,5%, apabila lebih dari 3,5% disebut

dengan sosis imitasi. Macam-macam ekstender: (a) binder atau bahan pengikat,
merupakan bahan berprotein dan berfungsi untuk mengemulsikan lemak, (s) filler atau
bahan pengisi,

merupakan bahan berpati, berfungsi untuk mengikat air dan sebagai

pembentuk tekstur, (c) pengemulsi, berperanan untuk mengemulsikan lemak dan


menstabilkan emulsi, serta sebagai pembentuk tekstur, (d) penstabil, sebagai penstabil
emulsi dan pembentuk tekstur. Casing/selongsosng sosis, berfungsi sebagai wrapping dan
pencetak dalam pembuatan sosis. Casing ada 2 macam yaitu jenis edible dan non edible
food. Contoh casing selulosa, kolagen dan plastic. Pembuatan sosis secara umum meliputi
persiapan emulsi sosis, pencetakan, pemasakan.
1. Persiapan emulsi sosis meliputi pelumatan daging dengan air es, garam, curing agent
dan bumbu-bumbu, yang bertujuan untuk melarutkan dan mengekstraksi protein daging
(yang berupa myofibril dan jenis protein lain).
2. Pencetakan, dengan dimasukkan dalam selongsong sosis (casing). Selongsong
berfungsi sebagai wrapping dan pencetak, serta dapat berupa edible maupun non edible
food. Bahan selongsong selulosa, kolagen dan plastik.
3. Pemasakan, dilakukan pada suhu 66-76 oC, yang bertujuan untuk:: (a) pembentukan
tekstur dengan terjadinya koagulasi/denaturasi dan dehidrasi parsial protein, serta
gelatinisasi pati, (b) pengembangan warna oleh terjadinya denaturasi mioglobin dan
pembentukan nitrosil hemochrome, (c) memperpanjang daya simpan karena proses
pasteurisasi, (d) pemebntukan citara
4. Pengasapan
perbaikan

(untuk sosis yang diasap), bertujuan untuk memberi citarasa khas,

kenampakan,

pengambilan

casing.

sebagai

Pengasapan

antioksidan
dapat

dan

dilakukan

pengawet,
secara

mempermudah

tradisional

maupun

menggunakan asap cair. Penggunaan asap cair lebih aman (safety) dibandingkan
pengasapan secara tradisional. Suhu pengasapan sebaiknya diatur bertingkat yaitu dari
111

44-66 oC sampai 76-82 oC (kenaikan 10 oC per 15 menit), dan RH 35-45% yang bertujuan
untuk mempermudah pengambilan casing, mengurangi pengembangan proteinaceoeus
skin, mengurangi cooking time, mengurangi pengkerutan dan meningkatkan permiabilitas
casing terhadap asap. Namun kerugiannya yaitu mengurangi stabilitas emulsi dan
mengurabgi intensitas warna permukaan sosis.
Factor-faktor penting dalam pembuatan sosis adalah pemotongan hewan dilakukan
pada suhu maks -1 oC agar tidak terjadi tearing dan smearning, pelumatan menggunakan
air es suhu 3-11 oC, pemasakan suhu 68-78 oC, pengasapan menggunakan suhu bertahap
(untuk sosis asap).
7.

SIFAT-SIFAT PROTEIN DAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN PRODUK DARI IKAN


Ikan sebagai produk pangan, hanya dimanfaatkan pada bagian yang dapat dimakan

saja yaitu disebut fillet ikan. Jadi fillet ikan adalah daging ikan yang telah dipisahkan dari duri
dan tulangnya. Kandungan protein pada ikan (6-28%) terbesar kedua setelah kandungan
airnya. Kandungan lemak pada ikan berbeda

dibandungkan lemak nabati dan lemak

hewani lain, dan perbedaan ini meliputi 2 aspek yaitu:


1.

lemak nabati dan hewani non ikan, banyak mengandung asam lemak dengan rantai >18
atom C, sedangkan lemak pada ikan 1/3 bagiannya merupakan asam lemak di luar C 18
dan sebagian besar merupakan asam lemak C20 dan C22

2.

asam lemak dari minyak ikan lebih banyak mengandung ikatan rangkap dibandingkan
minyak nabati, dengan C20 kebanyakan berupa hexane.
Berdasarkan kelarutannya , protein ikan dibedakan menjadi: (a) albumin (10-20%),

bersifat larut dalam air, (b) globulin (70-90%), bersifat larut dalam larutan garam, (c) keratin
dan kolagen, dengan adanya air panas menjadi gelatin dan glues (bersifat lengket seperti
lem).
Berdasarkan strukturnya dikelompokan menjadi: (a) protein larut yaitu sarkoplasma
atau cairan interseluler, (b) myofibril. Komponen utama protein struktur aktomiosin,
topomiosin, dan aktin. Kelarutan protein ini dipengaruhi oleh beberapa factor yaitu sifat
alami jaringan, sifat fisiologi ikan, tingkat pemecahan, kekuatan ionic larutan, keasaman dan
lama ekstraksi. Pada kekuatan ionic minimal, protein terlarut pada pH netral dengan kisaran
0,3-0,4 tergantung spesies ikan. Aktomiosin l;ebih mudah diekstraksi dari otot merah
dibandingkan otot putih, karena otot merah lebah banyak mengandung ATP. Produk-produk
olahan ikan antara lain surimi, tepung ikan, FPC (fish protein consentrate), fish soluble
(condensed fish soluble), sosis ikan.

112

Surimi
Surimi, merupakan produk setengah jadi dari ikan, merupakan myofibril protein yang
stabil yang dibuatn dari fillet ikan

yang dicuci dengan air yang dicampur dengan

cryoprotectant. Surimi yang baik mempunyai sifat gel bagus, tidak berwarna dan tidak
berasa. Oleh karena selama penyimpanan daging ikan pada suhu rendah menyebabkan
penurunan elastisitas oleh terjadinya pelunakan dan denaturasi protein, maka teknologi
surimi harus mempertahankan dan meningkatkan elastisitas daging ikan dengan
pembentukan gel protein myofibril.
Elastisitas surimi ditentukan oleh: (a) konsentrasi dan kelarutan myofibril (hal ini
dipengaruhi oleh konsentrasi garam dan pH), (b) suhu proses, pada suhu <50 oC terbentuk
gel suwari, suhu 60 oC terbentuk gel mudari dan >70 oC sifat gel yang terbentuk sangat baik.
Keuntungan pembuatan surimi adalah dapat membentuk gel oleh adanya garam dan pati,
mudah dimodifikasi, mudah dibentuk dan mudah mengikat bahan lain.
Pembuatan surimi (a) diawali dengan penyiapan fillet dan dicuci dengan air suhu 5o

10 C, sebanyak 3-4 kali volume, (b) ditambahkan bahan pemutih (NaOH encer; H 2O2),
polifosfat (STPP) dan bahan pembentuk gel.
Penyiapan fillet meliputi:
1. Heading, gutting , deboning. Pada tahap ini disertai dengan pencucian menggunakan air
es, untuk menghilangkan bagian-bagian yang tidak dikehendaki.
2. Mincing, untuk membersihkan fillet dari kulit yang masih ada.
Pencucian dan Dewatering
Pencucian merupakan salah satu tahap yang menentukan kualitas surimi. Warna,
rasa dan aroma yang tidak diinginkan dapat timbul/berkembang selama mincing, hal ini
dapat

dihilangkan/

diminimalkan

dengan

pencucian

yang

baik.

Pencucian

untuk

menghilangkan darah, mioglobin dan lemak, sehingga yang tersisa (berkisar 2/3 bagian)
adalah protein myofibril yang berperanan dalam pembentukan jaringan 3 dimensi.
Pencucian menggunakan air suhu 5

C, dan air dipisahkan menggunakan dehydrator atau

sentrifugasi hingga diperoleh solid 5-10%, pencucian diulangi lagi 2-3 kali. Dilanjutkan
dengan refining untuk menghilangkan partikel-partikel yang tidak dikehendaki seperti
hancuran tulang, duri, jaringan konektif, kemudian dilakukan pressing menggunakan screw
press hingga air yang hilang 82-85%. Pada umumnya digunakan campuran garam NaCl 2
dan CaCl2 0,1-0,3%.
Volume air pencuci bervariasi tergantung spesies dan kesegaran ikan, tipe alat
pencuci, dan kualitas surimi yang diinginkan. Dalam system batch, rasio kebutuhan air
pencuci dengan daging lumat (mince) adalah 5:1 10:1. air limbah pembuatan surimi
berkisar 29,1 kg per I kg surimi.
113

Cryoprotectant merupakan senyawa yang berperanan untuk stabilisasi surimi, yaitu


memaksimalkan sifat fungsional surimi beku karena terjadinya denaturasi protein akibat
poembekuan dan terjadinya agregasi. Cryoprotectant yang banyak digunakan adalah
sukrosa, sorbitol, atau campuran keduanya sebanyak sampai 9% (w/w).

juga bisa

ditambahkan campuran 1:1 STPP dan tetrasodium polifosfat 0,2-0,3% yang berfungsi untuk
memberikan efek sinergisme dari cryoprotectan.

Pencampuran cryoprotectant harus

dulakukan dengan cepat dan merata, serta suhu diatur tidak lebih dari 10 oC, agar sifat
fungsional protein tidak rusak. Kemudian dibekukan dengan pembekuan cepat (2,5 jam)
suhu di pusat sudah mencapai 25 oC
Tepung ikan
Pembuatan tepung ikan meliputi (a) pengecilan ukuran, pre cooking (100 oC, selama
15 menit), untuk ikan lemak rendah tanpa pre cooking, (c) pengepresan, untuk pengampilan
lemak, (d) pengeringan, untuk ikan lemak rendah dicampur dengan potongan ikan kering.
Pembuatan tepung ikan untuk konsumsi manusia, (a) digunakan fillet, (b) kandungan
minyak serendah mungkin, setelah pengepresan dilanjutkan ekstraksi menggunakan solven
pada suhu 80 oC, (c) sanitasi dan higienis diperhatikan.
FPC
FPC banyak digunakan untuk nutrifikasi. Pembuatan FPC dapat dilakukan dengan 3
cara yaitu cara khemis (vio bin process), cara biologi (dengan cara enzimatis dan
fermentasi), cara fisis. Pembuatan FPC secara khemis meliputi (a) pengecilan ukuran fillet
dan disuspensikan dalam etilin khlorida, (b) destilasi pada suhu 71 oC, (c) deodorisasi, (d)
pengeringan dan penggilingan.
Pembuatan FPC cara biologi, (a) diawali dengan hidrolisis protein, (b) pemisahan air
dan lemak secara fisik. FPC yang dihasilkan berupa protein rantai pendek, flavor khas dan
tak berasa.
Pembuatan FPC secara fisik ada 2 cara, (a) fillet dibuat slurry dan dilewatkan aliran
listrik, kemudian air dan padatan dipisahan menggunakan sentrifus; (b) sluryy fillet
didispersikan dalam solven non volatile pada tekanan vakum, kemudian dilanjutkan dengan
pemisahan secara filtrasi dan sentrifugasi.
Fish soluble (condensed fish soluble)
Pada pembuatan fish soluble ini dihasilkan 2 jenis produk yaitu fish solunel dan fish
meal. Pembuatan fish soluble: (a) precooking, (b) pengepresan, dihasilkan stick water dan
fish pulp, (c) stick water disentrufus pada pH 4,5

dan filtrate yang dihasilkan dipekatkan

menggunakan evaporator , maka total padatan naik dari 5 % menjadi 50 % dan dihasilkan
fish soluble, (d) fish pulp dikeringkan dan digiling, dihasilkan fish meal.
114

Sosis ikan
Pembuatan sosis ikan hampir sama dengan sosis daging, digunakan fillet semi
thawing, dan dilumatkan dengan penambahan garam 3%, dan ditambah lemak maksimal
5%, untuk mengekstraksi protein ikan dan pembentukan gel dengan dengan mengatur
kadar garam dan pH (keasaman 6-7), penambahan polifosfat 0,2-0,3% dan pati 5-10%.
Setelah dihasilkan adonan sosis. Kemudian dimasukkan ke dalam casing dan dilanjutkan
dengan pemasakan.
8. TEKNOLOGI PENGOLAHAN PRODUK RESTRUKTURISASI
Restrukturisasi berarti pembentukan struktur kembali, yang dilakukan dengan
melekatkan atau menyatukan kembali potongan-potongan kecil menjadi ukuran besar. Hal
ini dapat dilakukan untuk buah-buahan maupun hasil hewani. Untuk hasil hewani,
restrukturisasi dilakukan pada hewan dan ikan berdaging sedikit, dapat pula berupa produk
seperti sosis, bakso, nugget dan surimi.
Tujuan

restrukturisasi

adalah

untuk

mempermudah

konsumsi,

memperluas

penggunaan dan untuk membuat variasi bentuk dan kenampakan. Restrukturisasi ada dua
cara yaitu secara thermal dan non thermal. Restrukturisasi secara thermal: menggunakan
panas dan bahan pembentuk gel, sifat bahan berubah, kandungan dan nilai gizi juga
berubah.

Contoh

produk

hasil

restrukturisasi

thermal

adalah

sosis

dan

bakso.

Restrukturisasi secara non thermal: menggunakan panas, sifat bahan mendekati bahan
segarnya, penggunaan lebih luas dibandingkan produk restrukturisasi cara thermal, untuk
pembentukan gel menggunakan bahan pembentuk gel ataupun thickening agent dan garam
bivalen.
Pembuatan

produk

restrukturisasi

non

thermal

meliputi

penggilingan

filet,

pencampuran dengan bahan pembentuk gel, garam kalsium dan STPP, pengemasan,
pendinginan pada 4 oC selama 18-20 jam dan dilanjutkan dengan pennyimpanan beku.
Mekanisme pembentukan gel/tekstur antara restrukturisasi thermal dan non thermal
berbeda. Pada restrukturisasi thermal, terjadi pembentukan agregat miosin/aktomiosin
(bagian kepala) melalui ikatan disulfida dan unfolding pada bagian ekor, kemudian terbentuk
jaringan 3 dimensi dari miosin melalui interaksi non kovalen (pada bagian ekor yang
mengalami unfolding). Apabila ditambahkan pati pada proses restrukturisasi ini maka gel
yang terbentuk lebih kuat.
Pada restrukturisasi non thermal, yang berperanan adalah protein, bahan pembentuk
tekstur, garam kalsium dan STPP. Gel yang terbentuk melalui ikatan silang dengan jembatan
garam (jembatan ionik) 2 gugus karboksil dalam polimer dengan ion Ca. di samping itu juga
oleh terjadinya khelasi sebuah ion Ca dengan gugus hidroksil/karboksil pada masing-masing
pasangan rantai polimer.
115

Soal latihan
1.

Factor/sifat protein

apa yang perlu diketahui untuk membuat protein isolate dan

konsentrat dari biji-bijian berminyak.


2.

Jelaskan perbedaan pokok pembuatan isolate dan konsentrat protein dari biji-bijian
berminyak.

3.

Jelaskan peranan gluten dalam pembuatan roti

4.

Sebutkan dan jelaskan factor-faktor yang mempengaruhi sifat rheologi gluten.

5.

Jelaskan mengapa dalam pembuatan tepung telur perlu dilakukan desugering

6.

Sebutkan dan jelaskan cara-cara desugering dalam pembuatan tepung telur.

7.

Jelaskan mengapa casein merupakan emulsifier, foaming agent dan gelling agent yang
baik.

8.

Jelaskan mekanisme terbentuknya curd pada susu secara enzimatis.

9.

Sebutkan dan jelaskan tahap-tahap pembuatan mentega

10. Jelaskan peranan air es, garam, protein dan lemak dalam pembuatan sosis
11. Jelaskan peranan ekstender dalam pembuatan sosis, sebutkan jenisnya dan fungsi
masing-masing.
12. penggunaan cryoprotectans dan pembekuan cepat merupakan salah upaya untuk
menghasilkan surimi kualitas baik, jelaskan.
13. Jelaskan perbedaan restrukturisasi thermal dan non thermal produk hewani
14. jelaskan mekanisme pembentukan gel pada restrukturisasi thermal dan non thermal
produk hewani.
Acuan
Clarke, C. 2004. The Science of Ice Cream. RS. C.
Essien, E. 2003. Sausage Manufacture: Principles and Practice. CRC Press, New York.
Graham, H. D. 1977. Food Colloid. The AVI Publishing Co. Inc. Westport, Connecticut.
Hoogenkamp, H. W. 2005. Soy Protein and Formulated Meat Product.
Lasztity, R. 1984. The Chemistry of Cereal Proteins. CRC Press, Inc. Boca Raton, Florida.
Law, B. A. and A. Y. Tamine. 2010. Technology of Cheesemaking. 2nd Ed. Wiley-Blackwell
Pace, C. N. 1983. Protein Conformations and Their Stability. JAOCS, vol. 60, no. 5: 970975.
Park, J. W. 2005. Surimi and Surimi Sea Food. CRC Press.
Rhee, K. C., K. F. Mattil and M. Cater. 1973. Recover Protein from Peanuts. Food
Engineering. @Chilton Co.
Walstra, P. 1999. Dairy Technology: Principles of Milk Properties and Processes.
Zayas, J. F. 1997. Functionality of Proteins in Food. Springer, New York.
116

Você também pode gostar