Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Kompetensi dasar
Mampu merancang, membuat dan mengevaluasi produk-produk consumer berbasis
bahan berprotein.
Ringkasan
1. Sifat-sifat asam amino dan protein
simultan
adalah
proses
pengambilan
minyak
dan
protein
secara
bahan, rasio bahan dengan air, pH dan suhu. Keuntungan proses simultan, dapat
dilaksanakan pada pabrik skala kecil dengan investasi awal kecil, operasi labih aman dan
murah, protein dan minyak diekstraksi pada satu tahap proses, dihasilkan macam-macam
produk dengan sifat fungsional luas, proses secara batch, dilakukan inaktivasi aflatoksin,
meningkatkan daya guna protein dan lemak. Penggunaan proses simultan ini perlu
mengetahui pola kelarutan protein oleh kondisi pH.
Kacang tanah mengandung lemak 45-50% dan protein 22-30% (sebanyak 90%
terdapat pada keeping biji). Protein kacang tanah terdiri dari albumin, arakhin (63%) dan
konarakhin (33%). Arakhin dan koanarakhin mempunyai profil asam amino sama kecuali
konarakhin mengandung methionin dan sistin yang lebih banyak. Asam amino pembatas
protein kacang tanah adalah methionin, lisin dan threonin. Kelarutan protein kacang tanah
ditunjukkan pada gambar 4.1. Daerah pH isoelektriknya 3-6 dengan minimal pada pH 4,
kelarutan tinggi pada pH 8 (>97% terekstrak). Adanya garam Na dan K kelarutan protein
naik pada pH<3, netral dan alkali.
(A)
(B)
Gambar 4.1 Kelarutan protein kacang tanah (A) dalam air; (B) dalam 0,2 M NaCl
a. Total protein; b. arakhin; c. konarakhin II; d. konarakhin I (Zayas, 19970.
Pembuatan kacang tanah lemak rendah menggunakan bahan dasar kacang tanah
dengan kulit ari ataupun sudah diblanching, dilakukan pre heating hingga kadar air 5-6%,
diekstraksi sebagian minyaknya dengan pressing secara dingin ataupun panas, direkontitusi
dengan merendam dalam air mendidih hingga kadar air 35-45%, penambahan bumbu dan
pengeringan/penggorengan dengan/tanpa minyak. Diagram alirnya ditunjukkan pada
gambar 4.2.
Gambar 4.2 Diagram alir pembuatan kacang tanah lemak rendah (Zayas, 1997).
Tepung kacang tanah
Kacang tanah diblanching dan dipisahkan kulit ari, lembaga dan keping biji. Keping
biji dipress untuk mengambil sebagian minyaknya (tingkat pengambilan minyak menentukan
jenis tepung yang dihasilkan). Press cake yang dihasilkan diekstraksi sisa minyaknya
menggunakan heksan, dan solven diuapkan dihasilkan defatted peanut meal. DPM digiling
dan dihasilkan DPF, LFPF, HFPF.
berasa (bland taste), tekstur berpasir (grity texture) dan stabil pada suhu ruang.
Konsentrat dan isolate protein kacang tanah
Pembuatan konsentrat protein proses pokoknya meliputi (1), leaching untuk
mengekstraksi komponen non protein (dapat menggunakan asam hingga pH isoelektris,
larutan organic, air panas), (2) pemisahan padatan dan cairan, (3) pengeringan padatan.
Pembuatan konsentrat protein secara simultan ditunjukkan pada gambar 4.3.
Gambar 4.3 Diagram alir pembuatan konsentrat protein kacang tanah secara simultan
dipresipitasi pada pH isoelektris (pH 4), (3) pemisahan padatan hasil presipitasi dan cairan,
(4) pengeringan padatan. Diagram alirnya ditunjukkan pada gambar 4.4.
Untuk menghasilkan konsentrat dan isolate protein yang bersifat netral, sebelum
proses pengeringan dilakukan netralisasi menggunakan larutan basa.
Gambar 4.4 Diagram alir pembuatan isolate protein kacang tanah secara simultan
ditunjukkan pada gambar 4.5, sedangkan komposisi protein kedelai larut air
94
Gambar 4.5 Dispersibilitas protein kedelai _______ : nitrogen; --------: resipitan (sumber: Fan and Sosulski, 1974)
7S
% Total
22
37
11 S
31
15 S
11
Komponen
BM
Tripsin inh.
8000 21500
Sitokrom c
12000
Hemaglutinin
110000
Lipoksidase
102000
Beta amilase
61700
7S globulin
18000-210000
11 S globulin
350000
600000
reaksi asosiasi/disosiasi
dan
unfolding oleh panas. Campuran isolate protein kedelai 7S dan 11S mempunyai kapasitas
geling yang lebih baik daripada masing-masing fraksi secara individual, karena terjadi
disosiasi sub unit 7S dan 11S, kemudian berinteraksi dengan keduanya ataupun masingmasing sub unit. Kapasitas geling ini berhubungan dengan interaksi termal antara fraksi 7 S
dan 11S, kekuatan gel dipengaruhi rasio fraksi 7S dan 11S.
Pembentukan gel diperoleh dari pemanasan larutan protein 7% pada suhu 100 oC
selama 30 menit atau 88 oC selama 42 menit . Pemebentukan gel juga dapat melalui
induksi dengan Ca, dan gel yang terbentuk mempunyai kekuatan lebih tinggi namun WHC
95
lebih rendah dibandingkan dengan cara induksi panas. Ikatan silang yang terbentuk pada
pembentukan gel adalah interaksi hidrofob, ikatan Hidrogen, dan disulfida.
Produk-produk protein kedelai berupa tepung kedelai, konsentrat protein, isolate
protein, texturized vegetable protein (TVP). Pembuatan produk-produk protein kedelai
secara garis besar ditunjukkan pada gambar 4.6.
Kelemahan pemanfaatan protein kedelai adalah adanya flavor pahit, grassy dan
beany off flavor. Flavor pahit, terbentuk oleh komponen non volatil, oksidasi asam lemak
oleh enzim lipoksigenase maupun secara autoksidasi, terjadinya ikatan antara fosfatidil
kholin dengan protein. Grassy flavor disebabkan oleh komponen alkohol dan karbonil dalam
kedelai.
Beany off flavor sulit dihilangkan atau ditutupi. Menggunakan metode khemis, maka
protein terdenaturasi dan terbentuk off flavor baru yaitu cooked off flavor atau toasted off
flavor. Penggunaan senyawa pengekstrak lemak
fungsional
dan terbentuk substansi racub selama perlakuan khemis. Metode fisik lebih
tinggi, pengusahaan lebih cepat tanpa dirombak dulu menjadi protein hewani, dapat dibuat
sesuai keperluan konsumen (daging sapi, daging kambing, daging ayam), komposisi dibuat
sesuai kebutuhan, peningkatan nilai social bahan dasar, harga terjangkau dan penyediaan
konsumsi untuk vegetarian.
96
protein
12,2
lemak
1,9
pati
71,9
serat
1,9
abu
1,7
Barley
10,9
2,3
73,5
4,3
2,4
Jagung
10,2
4,6
79,5
2,3
1,3
Sorgum
11,0
3,5
65,0
4,9
2,6
8,1
1,2
75,8
0,5
1,4
Padi
Protein sereal mempunyai citarasa tawar, tidak berikatan dengan komponen yang
tidak diinginkan seperti pigmen dan senyawa racun, mempunyai asam amino terbatas
(kekurangan beberapa jenis asam amino essensial, kandungan protein dan ekstrabilitasnya
rendah.
97
Ekstrakbilitas dan pemekatan protein sulit dilakukan karena biji tertutup, dan protein
banyak terdapat pada endosperm, banyak mengandung storage protein yang bersifat tidak
larut, struktur protein amorphous serta berikatan dengan molekul pati dan komponen lain.
Pemisahan biji secara mekanik menggunakan grinding dan air clarification kurang berhasil,
apabila menggunakan wet milling maka dirintangi oleh tidak terlarutnya storage protein
dalam pelarut air. Protein sereal diklasifikasikan berdasarkan morfologi, fungsi biologikal,
kelarutan dan komposisi kimia.
Berdasarkan morfologi:
a. Protein endosperm
b. Protein aleuron
c. Protein embrio.
b. globulin
c. prolamin
d. glutelin.
semua
protein
sereal
dalam
keadaan
anhidrous,
mudah
mengalami
d. agensia
pereduksi
(merkaptoetanol,
dithiotreitol)
e. asam lemah (asam asetat, asam laktat)
tergantung tujuannya.
Kandungan protein gandum berkisar 12,2% (db), yang terdiri dari albumin 6-12%,
globulin 5-11% dan gluten 85%, yang terdiri dari gliadin dan glutenin. Gliadin mempunyai BM
lebih rehdah, ikatan S-S bersifat intramolekul, apabila terhidrasi membentuk massa viskus,
mempunyai elastisitas dan viskositas tinggi. Glutenin mempunyai BM besar, ikatan S-S
bersifat intermolekul, apabila terhidrasi membentuk massa liat dan kohesif, mempunyai
elastisitas rendah. Molekul gliadin dan glutein ditunjukkan pada gambar 4.7 dan 4.8
Gambar 4.7 (a) Molekul gliadin, (b) agregasi molekul gliadin bentuk fibril dan (c) agregasi molekul gliadin
(Lasztity, 1984).
99
Gambar 4.8 model interaksi protein gandum dalam adonan (Lasztity, 1984).
succinilasi
dan
asilasi
yaitu
untuk
memperbaiki
kelarutan,
peningkatan
101
Kulit
95,1
Putih telur
-
Kuning telur
-
Protein
3,3
12,0
17,0
Glukosa
0,4
0,2
Lemak
0,3
32,2
Garam
0,3
0,3
Air
1,6
87,0
48,5
Sifat fungsional telur meliputi sebagai koagulating, pengemulsi, pembentuk buih dan untuk
perbaikan nutrisi.
Putih telur
Protein putih telur terdiri dari ovalbumin (54%), conalbumin (13%), ovomucoid (11%)
conalbumin, dan sisanya berupa
Kuning telur
Kuning telur mempunyai total padatan 53%, protein 33%, lemak 63% terdiri
trigliserida 41%, fosfolipida (lecitin 14,8%, cepalin 3,2%, spingomelin 0,5% dan cholesterol
3,5%), glukosa bebas 0,4%, komponen anorganik 2,1%, asam amino 1,5%. Protein kuning
telur terdidiri dari livetins (4-10%), phosvitin (5-6%), vitellin (4-15%) dan vitellenin (8-9%) (%
dari kuning telur).
Sifat fungsional kuning telur adalah sebagai pengemulsi, penstabil emulsi dan
foaming agent. Kuning telur banyak mengandung fosfolipida seperti lecitin, cepalin,
spingomelin,
cholesterol.
Lipovetellin,
membantu
aerasi
dan
foaming.
Lipovetellin
Livetin
Pembekuan
telur
sebaiknya
menghindari
adanya kristal-kristal air yang beku, karena dapat menghilangkan sifat-sifat fungsionalnya.
Dalam pembuatan tepung telur, gula harus diambil/dihilangkan (dilakukan desugering)
karena dapat menyebabkan terjadinya pencoklatan. Apabila terjadi pencoklatan maka
menyebabkan off odour dan off flavour, penurunan kelarutan dan sifat-sifat fungsional, dan
warna menjadi lebih gelap. Desugering dapat dilakukan secara fermentasi dan enzimatis
1. Fermentasi menggunakan Aerobacter aerogenes, maupun menggunakan yeast. Apabila
menggunakan yeast sisa gula kecil dan stabilitas buih baik.
2. Secaraenzimatis menggunakan glukosa oksidase-katalase-hidrogen peroksidase. Secara
enzimatis, sisa gula 5-6% dari total gula, dan volume buih lebik baik.
103
Sifat
fungsional protein susu dikelompokan menjadi 3 sifat yaitu sebagai emulsifier yang meliputi
WHC dan OHC, sebagai foaming agent dan gelling agent.
Peranan protein susu dalam system pangan adalah untuk memperbaiki tekstur,
sebagai emulsifier, ekstender, meningkatkan mouthfeel, retensi flavor dan sebagai sumber
nutrisi. Consentrate milk powder (CMP) menyebabkan peningkatan fleksibilitas dan
penurunan processing losses. NFDM (non fat dry milk): untuk meperbaiki kelarutan, warna,
flavor dan stabilitas. WPC (whey protein consentrate): nilai gizi tinggi, banyak mengandung
asam amino essential, baik untuk emulsifier pada kisaran pH susu, mudah membentuk gel,
namun bersifat peka panas. Caseinate: penstabil emulsi, water binding dan meningkatkan
konsistensi.
104
Gambar 4.10 Perubahan susu oleh proses homogenisasi (sumber: Pace, 1983)
Es krim
Es krim yang baik flavor kuat, kristal lembut (smooth body), mouthfeel, mencair di
mulut, warna menarik, over run 100-120%. Bahan pembuat es krim ditunjukkan pada tabel
4.4, mikrostrukturnya ditunjukkan pada gambar 4.11
105
Fungsi
Tekstur; nutrisi
Ditambahkan kondensed milk; NFMS bubuk
Flavor, smooth body, tekstur, tahan melting
gula
NFMS/SNM
penstabil
emulsifier
Gambar 4.12 skema pembuatan eskrim dan profil suhu (sumber: Clarke, 2004)
1. Pemanasan awal, bahan cair dipanaskan pada 40-45 oC, ditambah gula dan penstabil
kemudian dilakukan mixing.
2. Pasteurisasi (67 oC, 30 menit; 80 oC, 25 detik)
106
Gambar 4.14 Perubahan membrane globula lemak pada pembuatan mentega (sumber: Pace, 1983)
108
Keju
Keju diklasifikasikan berdasarkan teksturnya dan cara pemeraman. Berdasarkan
teksturnya, dalam hal ini berkaitan dengan kadar airnya, keju ada 4 macam yaitu keju
sangat keras (KA 25%), keras (KA 25-36%), agak keras (KA 36-40%) dan lunak (KA>40%).
Menurut cara pemeraman, ada 4 jenis yaitu berdasarkan jenis mikroba yang digunakan
yaitu jamur, bakteri, kombinasi jamur dan bakteri, tidak diperam. Keju camembert,
menggunakan bakteri Penicillium cambertii; keju swiss, menggunakan Propionibacterium
shermanii.
Tahap pembuatan keju meliputi pasteurisasi dan evaporasi, clothing, pengetusan,
curd treatment, ripening/curing.
1. Pasteurisasi dan evaporasi
2. Clothing, untuk pembentukan workable curd. Tahap clothing dilakukan
2 tahap yaitu
pengasaman dengan inokulasi menggunakan bakteri asam laktat yang bertujuan untuk
menghambat pertumbuhan mikrobia yang tidak dikehendaki dan untuk mempercepat
koagulasi, dan terbentuk curd yang lunak. Curd yang dihasilkan ditambah enzim rennet,
renneting dilakukan selama 30 menit hingga terbentuk workable curd.
3. Pengetusan bertujuan untuk menghilangakan whey, Pada suhu 15-20 oC, selama 3-4
hari.
4. curd treatment, meliputi pemotongan curd dan penambahan garam 1-5%, untuk
Pembentukanelastisitas, tekstur, dan flavor.
5. Ripening dan curing, selama tahap ini terjadi hidrolisi protein dan lemak hingga terbentuk
flavor, odor, tekstur dan body.
6. SIFAT-SIFAT PROTEIN DAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN PRODUK DARI DAGING
Daging mengandung protein berkisar 18,8%. Jenis protein daging ada 2 macam
yaitu protein globular (hemoglobin, G aktin dan miogen), dan protein fibril (miosin, 21-27%; F
aktin, 50%; dan kolagen. Miosin bersifat viskus, strukturnya heliks, banyak mengikat Ca dan
Mg. Aktin terdiri dari G aktin yang banyak mengandung prolin, R non polar, bersifat bulky
dan Faktin merupakan polimerisasi G aktin yang terdiri 13-15 sub unit.
Berdasarkan kelarutannya, protein daging terdiri dari protein sarkoplasmik (bersifat
sangat larut), protein miofibril (larut dalam garam), protein stroma/protein jaringan konektif
(bersifat sedikit larut air), terdiri protein struktur (sarkolemna, dan lain-lain) dan protein
jaringan konektif (kolagen, elastin, rektikulum).
Sifat fungsional protein daging meliputi sifat pengikatan air, pengikatan lemak,
pengemulsi dan WHC. Struktur dan protein daging dapat mengalami perubahan oleh
berbagai faktor seperti rigor, pengempukan, pembekuan, curing,
pelumatan dan
pemanasan.
109
Selama rigor, terjadi perubahan glikogen menjadi asam laktat, penurunan keasaman
dari 7,2 menjadi 5,5; pewarnaan gelap, penurunan WHC dan sistem menjadi inekstensibel.
Adanya aktivitas enzim proteolitik, tekstur daging menjadi lunak karena terjadi hidrolisis
protein daging. Daging yang disimpan dalam kondisi beku mengalami dehidrasi dan
denaturasi. Oleh proses curing, adanya garam NaCl menyebabkan peningkatan sifat WHc
protein daging, sedangkan adanya fosfat maka terjadi peningkatan sifat WHC, pemutusan
jembatan miosin dan pengikatan Ca. adanya proses pelumatan misalnya dalam pembuatan
sosis, maka protein daging terekstrak dan lemak teremulsikan. Pemanasan menyebabkan
terjadinya denaturasi, pengkerutan, dehidrasi dan pewarnaan gelap pada daging.
Perubahan protein daging secara rinci selama pemanasan ditunjukkan pada tabel 4.5
Tabel 4.5 perubahan protein daging selam pemanasan
Suhu
Pemanasan (oC)
30-50
50-55
55-80
>80
Sterilisasi
Sosis
Salah satu produk olahan daging adalah sosis.. Sosis dibuat dari lumatan daging,
ditambah bumbu-bumbu dan dibentuk silinder. Sosis merupakan emulsi minyak dalam air
dengan pengemulsi protein, dan merupakan jaringan 3 dimensi dengan matriks proteinprotein, protein-air, protein-lemak. Macam-macam sosis meliputi fresh sausage, dry and
semi dry sausage, cooked sausage, cooked smoke sausage,uncooked smoke sausage,
cooked meat speciality. Komponen sosis meliputi daging, air es (20-30% dari daging), lemak
(maksimal 30%), garam (1-5%), agensia pemanis, bumbu-bumbu dan ekstender.
Air, berfungsi untuk mengekstraksi dan melarutkan protein pada daging, dan
melarutkan komponen-komponen lain, sebagai fase kontinyu emulsi, memberikan sifat
palatability (sifat keemepukan dan juiciness). Kadar air sosis yang baik adalah 4P+10 (P:
protein). Digunakan air es, agar suhu pelumatan rendah (3-11 oC), sehingga emulsi stabil.
Daging, sebagai sumber protein dan lemak. Macam jaringan pada dging menentukan rasio
kadar air dengan protein, jumlah lemak, jumlah pigmen, sifat pengikatan dan formulasi
sosis.
Protein berfungsi untuk emulsifier dan memberikan sifat WHC. Kandungan kolagen
maksimal adalah 25% dari protein daging, agar tidak terbentuk sifat seperti jelly dan tidak
terjadi pengkerutan pada produk akhir. Lemak, berperanan sebagai pemberi rasa enak
yaitu memberikan sifat pengempukan dan juiciness, serta berfungsi sebagai fase
110
diskontinyu dalam emulsi sosis. Kandungan lemak maksimal 30%. Garam berperanan
sebagi pelarut protein dan pemantap rasa.
Agensia pemanis yang digunakan dalam pembuatan sosis adalah sukrosa dan
dekstrosa (banyak digunakan), laktosa dan corn syrup. Jumlah pemanis yang digunakan
tergantung jenis pemanis dan jenis sosis yang akan dibuat. Bumbu yang digunakan antara
lain bawang merah, bawang putih, lada, dan pala. Bumbu-bumbu berfungsi sebagai pemberi
citarasa, antioksidan dan pengawet.
Ekstender merupakan bahan bukan daging yang ditambahkan dalam pembuatan
sosis, dan tidak termasuk garam, pemanis dan pewarna. Fungsi ekstender dalam
pembuatan
sosis
adalah
untuk memperbaiki
stabilitas
emulsi,
hasil
pemasakan,
kenampakan irisan dan citarasa, sebagai pembentuk tekstur, dan untuk penghematan beaya
pengolahan. Penggunaan ekstender maksimum
dengan sosis imitasi. Macam-macam ekstender: (a) binder atau bahan pengikat,
merupakan bahan berprotein dan berfungsi untuk mengemulsikan lemak, (s) filler atau
bahan pengisi,
kenampakan,
pengambilan
casing.
sebagai
Pengasapan
antioksidan
dapat
dan
dilakukan
pengawet,
secara
mempermudah
tradisional
maupun
menggunakan asap cair. Penggunaan asap cair lebih aman (safety) dibandingkan
pengasapan secara tradisional. Suhu pengasapan sebaiknya diatur bertingkat yaitu dari
111
44-66 oC sampai 76-82 oC (kenaikan 10 oC per 15 menit), dan RH 35-45% yang bertujuan
untuk mempermudah pengambilan casing, mengurangi pengembangan proteinaceoeus
skin, mengurangi cooking time, mengurangi pengkerutan dan meningkatkan permiabilitas
casing terhadap asap. Namun kerugiannya yaitu mengurangi stabilitas emulsi dan
mengurabgi intensitas warna permukaan sosis.
Factor-faktor penting dalam pembuatan sosis adalah pemotongan hewan dilakukan
pada suhu maks -1 oC agar tidak terjadi tearing dan smearning, pelumatan menggunakan
air es suhu 3-11 oC, pemasakan suhu 68-78 oC, pengasapan menggunakan suhu bertahap
(untuk sosis asap).
7.
saja yaitu disebut fillet ikan. Jadi fillet ikan adalah daging ikan yang telah dipisahkan dari duri
dan tulangnya. Kandungan protein pada ikan (6-28%) terbesar kedua setelah kandungan
airnya. Kandungan lemak pada ikan berbeda
lemak nabati dan hewani non ikan, banyak mengandung asam lemak dengan rantai >18
atom C, sedangkan lemak pada ikan 1/3 bagiannya merupakan asam lemak di luar C 18
dan sebagian besar merupakan asam lemak C20 dan C22
2.
asam lemak dari minyak ikan lebih banyak mengandung ikatan rangkap dibandingkan
minyak nabati, dengan C20 kebanyakan berupa hexane.
Berdasarkan kelarutannya , protein ikan dibedakan menjadi: (a) albumin (10-20%),
bersifat larut dalam air, (b) globulin (70-90%), bersifat larut dalam larutan garam, (c) keratin
dan kolagen, dengan adanya air panas menjadi gelatin dan glues (bersifat lengket seperti
lem).
Berdasarkan strukturnya dikelompokan menjadi: (a) protein larut yaitu sarkoplasma
atau cairan interseluler, (b) myofibril. Komponen utama protein struktur aktomiosin,
topomiosin, dan aktin. Kelarutan protein ini dipengaruhi oleh beberapa factor yaitu sifat
alami jaringan, sifat fisiologi ikan, tingkat pemecahan, kekuatan ionic larutan, keasaman dan
lama ekstraksi. Pada kekuatan ionic minimal, protein terlarut pada pH netral dengan kisaran
0,3-0,4 tergantung spesies ikan. Aktomiosin l;ebih mudah diekstraksi dari otot merah
dibandingkan otot putih, karena otot merah lebah banyak mengandung ATP. Produk-produk
olahan ikan antara lain surimi, tepung ikan, FPC (fish protein consentrate), fish soluble
(condensed fish soluble), sosis ikan.
112
Surimi
Surimi, merupakan produk setengah jadi dari ikan, merupakan myofibril protein yang
stabil yang dibuatn dari fillet ikan
cryoprotectant. Surimi yang baik mempunyai sifat gel bagus, tidak berwarna dan tidak
berasa. Oleh karena selama penyimpanan daging ikan pada suhu rendah menyebabkan
penurunan elastisitas oleh terjadinya pelunakan dan denaturasi protein, maka teknologi
surimi harus mempertahankan dan meningkatkan elastisitas daging ikan dengan
pembentukan gel protein myofibril.
Elastisitas surimi ditentukan oleh: (a) konsentrasi dan kelarutan myofibril (hal ini
dipengaruhi oleh konsentrasi garam dan pH), (b) suhu proses, pada suhu <50 oC terbentuk
gel suwari, suhu 60 oC terbentuk gel mudari dan >70 oC sifat gel yang terbentuk sangat baik.
Keuntungan pembuatan surimi adalah dapat membentuk gel oleh adanya garam dan pati,
mudah dimodifikasi, mudah dibentuk dan mudah mengikat bahan lain.
Pembuatan surimi (a) diawali dengan penyiapan fillet dan dicuci dengan air suhu 5o
10 C, sebanyak 3-4 kali volume, (b) ditambahkan bahan pemutih (NaOH encer; H 2O2),
polifosfat (STPP) dan bahan pembentuk gel.
Penyiapan fillet meliputi:
1. Heading, gutting , deboning. Pada tahap ini disertai dengan pencucian menggunakan air
es, untuk menghilangkan bagian-bagian yang tidak dikehendaki.
2. Mincing, untuk membersihkan fillet dari kulit yang masih ada.
Pencucian dan Dewatering
Pencucian merupakan salah satu tahap yang menentukan kualitas surimi. Warna,
rasa dan aroma yang tidak diinginkan dapat timbul/berkembang selama mincing, hal ini
dapat
dihilangkan/
diminimalkan
dengan
pencucian
yang
baik.
Pencucian
untuk
menghilangkan darah, mioglobin dan lemak, sehingga yang tersisa (berkisar 2/3 bagian)
adalah protein myofibril yang berperanan dalam pembentukan jaringan 3 dimensi.
Pencucian menggunakan air suhu 5
sentrifugasi hingga diperoleh solid 5-10%, pencucian diulangi lagi 2-3 kali. Dilanjutkan
dengan refining untuk menghilangkan partikel-partikel yang tidak dikehendaki seperti
hancuran tulang, duri, jaringan konektif, kemudian dilakukan pressing menggunakan screw
press hingga air yang hilang 82-85%. Pada umumnya digunakan campuran garam NaCl 2
dan CaCl2 0,1-0,3%.
Volume air pencuci bervariasi tergantung spesies dan kesegaran ikan, tipe alat
pencuci, dan kualitas surimi yang diinginkan. Dalam system batch, rasio kebutuhan air
pencuci dengan daging lumat (mince) adalah 5:1 10:1. air limbah pembuatan surimi
berkisar 29,1 kg per I kg surimi.
113
juga bisa
ditambahkan campuran 1:1 STPP dan tetrasodium polifosfat 0,2-0,3% yang berfungsi untuk
memberikan efek sinergisme dari cryoprotectan.
dulakukan dengan cepat dan merata, serta suhu diatur tidak lebih dari 10 oC, agar sifat
fungsional protein tidak rusak. Kemudian dibekukan dengan pembekuan cepat (2,5 jam)
suhu di pusat sudah mencapai 25 oC
Tepung ikan
Pembuatan tepung ikan meliputi (a) pengecilan ukuran, pre cooking (100 oC, selama
15 menit), untuk ikan lemak rendah tanpa pre cooking, (c) pengepresan, untuk pengampilan
lemak, (d) pengeringan, untuk ikan lemak rendah dicampur dengan potongan ikan kering.
Pembuatan tepung ikan untuk konsumsi manusia, (a) digunakan fillet, (b) kandungan
minyak serendah mungkin, setelah pengepresan dilanjutkan ekstraksi menggunakan solven
pada suhu 80 oC, (c) sanitasi dan higienis diperhatikan.
FPC
FPC banyak digunakan untuk nutrifikasi. Pembuatan FPC dapat dilakukan dengan 3
cara yaitu cara khemis (vio bin process), cara biologi (dengan cara enzimatis dan
fermentasi), cara fisis. Pembuatan FPC secara khemis meliputi (a) pengecilan ukuran fillet
dan disuspensikan dalam etilin khlorida, (b) destilasi pada suhu 71 oC, (c) deodorisasi, (d)
pengeringan dan penggilingan.
Pembuatan FPC cara biologi, (a) diawali dengan hidrolisis protein, (b) pemisahan air
dan lemak secara fisik. FPC yang dihasilkan berupa protein rantai pendek, flavor khas dan
tak berasa.
Pembuatan FPC secara fisik ada 2 cara, (a) fillet dibuat slurry dan dilewatkan aliran
listrik, kemudian air dan padatan dipisahan menggunakan sentrifus; (b) sluryy fillet
didispersikan dalam solven non volatile pada tekanan vakum, kemudian dilanjutkan dengan
pemisahan secara filtrasi dan sentrifugasi.
Fish soluble (condensed fish soluble)
Pada pembuatan fish soluble ini dihasilkan 2 jenis produk yaitu fish solunel dan fish
meal. Pembuatan fish soluble: (a) precooking, (b) pengepresan, dihasilkan stick water dan
fish pulp, (c) stick water disentrufus pada pH 4,5
menggunakan evaporator , maka total padatan naik dari 5 % menjadi 50 % dan dihasilkan
fish soluble, (d) fish pulp dikeringkan dan digiling, dihasilkan fish meal.
114
Sosis ikan
Pembuatan sosis ikan hampir sama dengan sosis daging, digunakan fillet semi
thawing, dan dilumatkan dengan penambahan garam 3%, dan ditambah lemak maksimal
5%, untuk mengekstraksi protein ikan dan pembentukan gel dengan dengan mengatur
kadar garam dan pH (keasaman 6-7), penambahan polifosfat 0,2-0,3% dan pati 5-10%.
Setelah dihasilkan adonan sosis. Kemudian dimasukkan ke dalam casing dan dilanjutkan
dengan pemasakan.
8. TEKNOLOGI PENGOLAHAN PRODUK RESTRUKTURISASI
Restrukturisasi berarti pembentukan struktur kembali, yang dilakukan dengan
melekatkan atau menyatukan kembali potongan-potongan kecil menjadi ukuran besar. Hal
ini dapat dilakukan untuk buah-buahan maupun hasil hewani. Untuk hasil hewani,
restrukturisasi dilakukan pada hewan dan ikan berdaging sedikit, dapat pula berupa produk
seperti sosis, bakso, nugget dan surimi.
Tujuan
restrukturisasi
adalah
untuk
mempermudah
konsumsi,
memperluas
penggunaan dan untuk membuat variasi bentuk dan kenampakan. Restrukturisasi ada dua
cara yaitu secara thermal dan non thermal. Restrukturisasi secara thermal: menggunakan
panas dan bahan pembentuk gel, sifat bahan berubah, kandungan dan nilai gizi juga
berubah.
Contoh
produk
hasil
restrukturisasi
thermal
adalah
sosis
dan
bakso.
Restrukturisasi secara non thermal: menggunakan panas, sifat bahan mendekati bahan
segarnya, penggunaan lebih luas dibandingkan produk restrukturisasi cara thermal, untuk
pembentukan gel menggunakan bahan pembentuk gel ataupun thickening agent dan garam
bivalen.
Pembuatan
produk
restrukturisasi
non
thermal
meliputi
penggilingan
filet,
pencampuran dengan bahan pembentuk gel, garam kalsium dan STPP, pengemasan,
pendinginan pada 4 oC selama 18-20 jam dan dilanjutkan dengan pennyimpanan beku.
Mekanisme pembentukan gel/tekstur antara restrukturisasi thermal dan non thermal
berbeda. Pada restrukturisasi thermal, terjadi pembentukan agregat miosin/aktomiosin
(bagian kepala) melalui ikatan disulfida dan unfolding pada bagian ekor, kemudian terbentuk
jaringan 3 dimensi dari miosin melalui interaksi non kovalen (pada bagian ekor yang
mengalami unfolding). Apabila ditambahkan pati pada proses restrukturisasi ini maka gel
yang terbentuk lebih kuat.
Pada restrukturisasi non thermal, yang berperanan adalah protein, bahan pembentuk
tekstur, garam kalsium dan STPP. Gel yang terbentuk melalui ikatan silang dengan jembatan
garam (jembatan ionik) 2 gugus karboksil dalam polimer dengan ion Ca. di samping itu juga
oleh terjadinya khelasi sebuah ion Ca dengan gugus hidroksil/karboksil pada masing-masing
pasangan rantai polimer.
115
Soal latihan
1.
Factor/sifat protein
Jelaskan perbedaan pokok pembuatan isolate dan konsentrat protein dari biji-bijian
berminyak.
3.
4.
5.
6.
7.
Jelaskan mengapa casein merupakan emulsifier, foaming agent dan gelling agent yang
baik.
8.
9.
10. Jelaskan peranan air es, garam, protein dan lemak dalam pembuatan sosis
11. Jelaskan peranan ekstender dalam pembuatan sosis, sebutkan jenisnya dan fungsi
masing-masing.
12. penggunaan cryoprotectans dan pembekuan cepat merupakan salah upaya untuk
menghasilkan surimi kualitas baik, jelaskan.
13. Jelaskan perbedaan restrukturisasi thermal dan non thermal produk hewani
14. jelaskan mekanisme pembentukan gel pada restrukturisasi thermal dan non thermal
produk hewani.
Acuan
Clarke, C. 2004. The Science of Ice Cream. RS. C.
Essien, E. 2003. Sausage Manufacture: Principles and Practice. CRC Press, New York.
Graham, H. D. 1977. Food Colloid. The AVI Publishing Co. Inc. Westport, Connecticut.
Hoogenkamp, H. W. 2005. Soy Protein and Formulated Meat Product.
Lasztity, R. 1984. The Chemistry of Cereal Proteins. CRC Press, Inc. Boca Raton, Florida.
Law, B. A. and A. Y. Tamine. 2010. Technology of Cheesemaking. 2nd Ed. Wiley-Blackwell
Pace, C. N. 1983. Protein Conformations and Their Stability. JAOCS, vol. 60, no. 5: 970975.
Park, J. W. 2005. Surimi and Surimi Sea Food. CRC Press.
Rhee, K. C., K. F. Mattil and M. Cater. 1973. Recover Protein from Peanuts. Food
Engineering. @Chilton Co.
Walstra, P. 1999. Dairy Technology: Principles of Milk Properties and Processes.
Zayas, J. F. 1997. Functionality of Proteins in Food. Springer, New York.
116