Você está na página 1de 7

Alur penanganan penderita yang diduga menderita disfungsi ereksi (modifikasi Miller, 2000)

MANAJEMEN KHUSUS
Dalam terapi DE, yang menjadi sasaran terapi (bagian yang akan diterapi) adalah ereksi
penis. Berdasarkan sasaran yang diterapi, maka tujuan terapi adalah meningkatkan kualitas dan
kuantitas ereksi penis yang nyaman saat berhubungan seksual. Kualitas yang dimaksud adalah
kemampuan untuk mendapatkan dan menjaga ereksi. Sedangkan kuantitas yang dimaksud adalah

seberapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menjaga ereksi (waktu untuk tiap-tiap orang
berbeda untuk mencapai kepuasan orgasme, tidak ada waktu normal dalam ereksi).
Sebelum memilih terapi yang tepat, perlu diketahui penyebab atau faktor risiko pada
pasien yang berperan dalam menyebabkan munculnya DE. Hal ini terkait dengan beberapa
penyebab DE yang terkait. Dengan demikian, jika diketahui penyebab DE yang benar maka
dapat diberikan terapi yang tepat pula. Terapi untuk DE dapat dibedakan menjadi dua yaitu terapi
tanpa obat (nonfarmakologis pola hidup sehat dan menggunakan alat ereksi seperti vakum
ereksi) dan terapi menggunakan obat (farmakologis).
Yang pertama kali harus dilakukan oleh pasien DE adalah harus memperbaiki pola hidup
menjadi sehat. Beberapa cara dalam menerapkan pola hidup sehat antara lain olah raga, menu
makanan sehat (asam amino arginin, bioflavonoid, seng, vitamin C dan E serta makanan
berserat), kurangi dan hindari rokok atau alkohol, menjaga kadar kolesterol dalam tubuh,
mengurangi berat badan hingga normal), dan mengurangi stres. Jika dengan menerapkan pola
hidup sehat, pasien sudah mengalami peningkatan kepuasan ereksi maka pasien DE tidak perlu
menggunakan obat atau vakum ereksi.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam manajemen DE menyangkut terapi
psikologi, terapi medis dan terapi hormonal yaitu :

Terapi psikologi yaitu terapi seks atau konsultasi psikiatrik, percobaan terapi (edukasi,

medikamentosa oral / intrauretral, vacum constricsi device).


Terapi medis yaitu terapi yang disesuaikan dengan indikasi medisnya
Terapi hormonal yaitu jika tes laboratoriumnya abnormal seperti kadar testoteron rendah ,
kadar LH dan FSH tinggi maka diterapi dengan pengganti

Apabila penyebab disfungsi ereksi tersebut ialah faktor organik, Stewart (1993c) menganjurkan
lima langkah berikut sebelum dilakukan terapi khusus, yakni:
1) dipertimbangkan apakah perlu dilakukan terapi spesifik;
2) pengobatan terhadap masalah psikogenik sekunder;
3) menyingkirkan faktor yang memperberat disfungsi ereksi;
4) memperbaiki kondisi atau faktor kesehatan umum;
5) mempertimbangkan kenyataan bahwa umur berperan pada penurunan libido dan frekuensi
ereksi.

Sebelum pemberian suatu obat, perlu dipertimbangkan adanya penyakit-penyakit yang diderita,
obat yang telah diperoleh, kepuasan pasangan, kenyamanan dengan metoda pemberian obat serta
profil efek sampingnya (Viera et al., 1999). Pada menejemen operatif, pilihan terapi disfungsi
ereksi ialah bedah vaskuler atau implantasi prostesis penis, dengan mempertimbangkan
kemungkinan adanya kontra indikasi. Implantasi prostesis penis mempunyai tingkat kepuasan
tinggi, akan tetapi tidak direkomendasikan sebagai pilihan utama oleh karena kemungkinan
menimbulkan kerusakan permanen pada jaringan penis (korpus kavernosum). Alat bantu ereksi
vacuum constriction devices ternyata dapat diterima oleh sekitar 75 persen pasien (Manning,
1998).
Berbagai usaha juga dapat dilakukan dalam pengelolaan impotensi, yaitu:
1) farmakoterapi oral, misalnya yohimbin, sildenafil;
2) injeksi intrakavernosa.Menurut studi Tsai et al . (2000), injeksi alprostadil intra kavernosa
masih dipertimbangkan sebagai cara yang relatif efektif dan aman pada sejumlah pasien diabetik
dengan disfungsi ereksi.(Sobocinski et al. 1998) mendapatkan efektivitas terapi alprostadil
bervariasi 50-67 persen. Dosis paling efektif ialah 20 mg, sementara dosis efektif minimal ialah
10 mg;
3) prostesis penis. Carson et al. (2000) menyatakan bahwa implan AMS 700CX menghasilkan
ereksi cukup bagus, sangat memuaskan pada pemantauan jangka penjang sebagian besar pasien.
Akoz et al. (1999) menganjurkan memakai flap tulang iliaka sebagai penunjang penis, oleh
karena menurut pengamatannya dengan pemantauan selama satu tahun menunjukkan fungsi
seksual baik;
4) vacuum devices;
5) revaskularisasi arteriel. Sica et al. (1999) mengatakan bahwa tidak ada prosedur
revaskularisasi tunggal telah diterima untuk mengatasi masalah impotensi vaskulogenik.
Revaskularisasi arteriel tidak direkomendasikan untuk pasien dengan DM oleh Zumbe et al.
(1999). Peneliti tersebut merekomendasikan indikator seleksi kasus revaskularisasi penis sebagai
berikut: (a) gagal dengan injeksi intra kavernosa, (b) usia kurang dari 55 tahun, (c) nondiabetik
(d) tidak ada kebocoran kavernosa, dan (e) stenosis di arteria pudenda interna; 6) pengobatan
kerusakan vena; 7) pengobatan hormonal; dan 8) terapi seks.

Sildenafil merupakan salah satu obat yang telah terbukti bermanfaat untuk terapi disfungsi ereksi
laki-laki diabetik. Dosis awal ialah 50 mg (oral) kemudian dapat diturunkan menjadi 25 mg atau
dinaikkan menjadi 100 mg tergantung respon penderita. Studi yang dilakukan oleh Rendell et al .
(1999) menunjukkan bahwa sildenafil oral merupakan obat efektif dan dapat ditolerir dengan
baik oleh laki-laki diabetik.
Studi tersebut juga melaporkan adanya efek samping berupa nyeri kepala, dispepsia, gangguan
saluran nafas, dan kardiovaskuler. Insidensi efek samping kardiovaskuler sama besar antara
subjek dengan kontrol. Efek samping paling banyak terjadi menurut Assouline-Dayan et al.
(1998) dan Price et al. (1998) ialah nyeri kepala, flushing, nyeri otot, dan gangguan saluran
cerna, bahkan ada laporan menimbulkan kematian. Kloner dan Jarow (1999) mengatakan bahwa
sildenafil sitrat kontraindikasi mutlak pada pasien yang mendapat nitrat organik. Cohen (2000)
mendiskusikan keuntungan dan kerugian mulai pengobatan dengan sildenafil dosis rendah.
Keuntungan pendekatan tersebut termasuk: 1) mengidentifikasi pasien sangat sensitif pada efek
sildenafil dan memerlukan dosis lebih; 2) meminimalkan efek samping seperti flushing dan
pusing yang sering menakutkan pasien dan mempengaruhi kepatuhan; 3) menghindari efek
samping yang berat; dan 4) menjamin pasien tetap berhati-hati dalam menggunakan terapi
sildenafil. Kalinichenko et al . (1999) menyatakan bahwa efek paling bagus sildenafil sitrat
tercapai dengan dosis 100 mg (efektif pada 68,5 persen pasien) sementara dengan dosis 50 mg
efektif pada 31,5 persen, dan dosis 25 mg efektif pada 0 persen pasien. Cumings dan Alexander
(1999) menyatakan bahwa sildenafil merupakan obat pilihan pertama pasien disfungsi ereksi
pada pasien diabetes melitus .
Vardenafil, suatu penyekat fosfodiesterase-5, ternyata cukup bagus untuk kasus disfungsi ereksi
dengan diabetes mellitus (Goldstein, et al., 2003). Vardenafil secara statistik meningkatkan
kemampuan ereksi, dan dapat ditoleransi dengan baik pada pasien diabetik dengan disfungsi
ereksi. Telah dilakukan penelitian buta-ganda multisenter (placebo-controlled fixed-dose
parallel-group phase III trial ) pada 452 pasien dengan diabetes mellitus tipe 1 atau 2, dengan
disfungsi ereksi, yang secara acak mendapat dosis 10 mg, 20 mg vardenafil atau plasebo sesuai
kebutuhan selama 12 minggu. Respon efikasi diuji dengan International Index of Erctile

Function domain scores , banyaknya penetrasi vaginal dan suksesnya hubungsn kelamin, dan
Global Assessment Question (GAQ) tentang perbaikan ereksi selama 4 minggu sebelumnya.
Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa vardenafil meningkatkan fungsi ereksi dan umumnya
ditoleransi dengan baik oleh subjek dengan diabetes melitus dan disfungsi ereksi.
Dewasa ini terapi obat menjadi sangat penting. Penyekat fosfodiesterase baru dewasa ini sedang
dalam uji praklinik. Fentolamin dan apomorfin rupa-rupanya akan segera tersedia untuk terapi
disfungsi ereksi (Trummer, 2000). Dinsmore et al. (1999) mengkombinasi VIP dengan
fentolamin mesilat injeksi intrakorporeal, dan ternyata efektif dan aman pada pasien-pasien
disfungsi ereksi nonpsikogenik.
Kebanyakan dari pria yang menderita disfungsi ereksi dapat diterapi dengan berhasil dengan
salah satu pedekatan dibawah ini. Pria yang tidak menderita disfungsi organik kemungkinan
lebih menguntungkan dengan terapi seks yang beroriaentasi pada tingkah laku (behavioral ).
Berikut ini beberapa penjelasan tetang beberapa macam terapi pada disfungsi ereksi (Macphee,
2006):
Terapi penggantian hormone
Injeksi testosteron (200 mg intramuscular setiap 3 minggu) atau testosterone topical (2.56
mg/hari) diberikan pada pria dengan defisiensi androgen yang telah menjalani pemeriksaan
endokrin.
Alat vakum konstriksi
Alat vakum konstriksi adalah alat yang berbentuk silinder yang menjadikan penis dalam kondisi
ereksi dengan memacu kondisi vakum dalam silinder. Alat vakum konstriksi adalah alat yang
berbentuk silinder yang menjadikan penis dalam keadaan ereksi dengan cara induksi fakum yang
terdapat dalam silinder. Ketika fase tumescence telah tercapai alat konstriksi dari karet atau
pembalut ditempatkan mengelilingi sekitar proksimal penis untuk mencegah hilangnya ereksi,
selanjutnya silinder di pindah. Alat ini cocok untuk pasien dengan gangguan vena pada penis dan
yang gagal mencapai ereksi yang cukup dengan injeksi bahan vasoaktif. Komplikasi penggunaan
alat ini jarang terjadi.

Pengobatan dengan bahan vasoaktif


Suntikan secara langsung bahan vasoaktif prostaglandin ke dalam penis yang dapat digunakan
dalam pengobatan untuk kebanyakan pria dengan impotensi. Suntikan ini dilakukan dengan
menggunakan spuit (alat suntik) tuberculin. Pada sisi dasar dan lateral penis digunakan sebagai
tempat suntukan untuk menghindari trauma pada pembuluh darah yang terletak di permukaan
yang terletak di anterior. Komplikasi jarang terjadi; meliputi pusing, nyeri setempat,
terbentuknya jaringan parut dan infeksi. Ereksi yang diperpanjang memerlukan aspirasi
(penyedotan) darah dan suntikan epinefrin dan fenilefrin untuk mencapai tahap destumescence
tetapi kejadian ini sangant jarang. Mekanisme pengiriman vasoaktif prostaglandin (alprostadil)
melalui obat ang dimasukan uretra sudah diproduksi, pada pemakaiannya memperoleh hasil yang
memuaskan. Sediaan dalam bentuk supositoria yang tersedia 125, 250, 500 dan 1000 mcg.
Rangsangan seksual dengan pelepasan bahan nitric oxide pada saraf akan memicu ereksi penis.
Penurunan penguraian cyclic guanosine monophosphate (cGMP) telah merubah cara pengobatan
disfungsi ereksi. Sildenafil (Viagra) dengan menghambat phosphodiesterase 5 (PDE-5)
merupakan suatu penghambat ereksidan menjadikan cGMP berfungsi tanpa hambatan. Dalam
keadaaan normal, nitric oxide -membantu pelepasan dari saraf parasimpatis dan endothelium
membangkitkan membangkitkan campuran tersebut dan memperpanjang waktu paruh dan
menopang aliran darah ke dalam penis yang ereksi. Disarankan untuk meminum lima puluh
milligram 1 jam sebelum berhubungan untuk mengantisipasi aktifitas seksual. Obat ini tidak
memiliki efek libido, tetapi efek tambahan dari nitrat memicu pengurangan preload jantung
dengan hebat dan hipotensi. Dengan demikian, obai ini dikontraindikasikan pada pasien yang
mengkonsumsi nitrogliserin. Semua pasien yang dalam pengawasan nyeri dada harus ditanyakan
apakan mengkonsumsi sildenafil sebelum diberikan nitrogliserin.Thus, penyakit aterosklerosis
yang menetap pada sistem aortailiaka dihubungkan dengan penurunan kemanjuran. penghambat
PDE-5 yang terbaru, termasuk vardenafil (Levitra) and tadalafil (Cialis), memiliki waktu paruh
yang lebih panjang dan memiliki kemanjuran yang sama. Beberapa pasien yang tidak
memberikan respon terhadap suatu jenis penghambat PDE-5 mungkin memberikan respon
terhadap salah satu jenis penghambat PDE-5 yang lain. Apomorphine SL adalah dopamin D1 dan
D2 agonist dan sekarang sudah direkomendasikan di Eropa.

Penile Prostheses (penis buatan)


Alat penis buatan dimasukan secara langsung ke dalam pasangan badan corporal. Prostesis ini
memiliki sifat keras, lentur, seperti sendi atau dapat dipipihkan. Alat ini diproduksi bervariasi
menurut ukuran dan diameter. Model yang dapat dipipihkan memiliki penampakan kosmetik
yang baik, tetapi memiliki kegagalan mekanik yang lebih besar.
Rekonstruksi pembuluh arah
Pasien dengan gangguan sistem arteri dapat dilakukan dengan berbagai macam bentuk
rekonstruksi arteri, termasuk endarterektomi dan ballon dilatation (pengembangan balon) pada
sumbatan arteri dan teknik bypass pada arteri menggunakan arteri (pada arteri epigastrik) atau
bagian vena (Vena dorsalis) pada penyumbatan di distal (dibawah) dari krura korpora kavernosa.
Pengalama klinis dengan teknik rekonstruksi arteri masih terbatas dan mungkin beberapa pasien
dapat mengalami kegagalan dalam mencapai ereksi yang maksimal.

Você também pode gostar