Você está na página 1de 24

MAKALAH

APLIKASI DALIL MASLAHAH MURSALAH PADA LEMBAGA


KEUANGAN SYARIAH
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Ujian Tengah Semester (UTS)
Mata kuliah Ushul dan Fiqh Muamalah
Dosen Pengajar : Dr. Arwani Syaerozi, Lc., MA.

Disusun oleh :
M. Zainul Wathani (1506784486)
NOTE
HARAP LAMPIRKAN SUMBER YA JIKA MENGUTIP TERIMAKASIH
SENANG BISA BERBAGI DENGAN ANDA...
M. ZAINUL WATHANI
m.zainulwathani@yahoo.com
087873192902

Program Pascasarjana Universitas Indonesia


Program Studi Kajian Timur Tengah dan Islam
Peminatan Ekonomi dan Keuangan Syariah
2015

Program Pascasarjana Universitas Indonesia


Program Studi Kajian Timur Tengah dan Islam
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Robbilalamin, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan segala nimat dan karunia-Nya kepada kita, shalawat serta salam semoga
senantiasa terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW yang telah
mengerahkan segala kemampuannya dengan bercucuran keringat bahkan darahnya untuk
tegaknya kalimat Allah di muka bumi ini yakni tersebarnya dinul Islam ke seluruh alam.
Konsep kemaslahatan menduduki posisi yang sangat penting dalam penetapan hukum
Islam. Hal ini disebabkan karena kemaslahatan merupakan tujuan dari penetapan syariah
(maqashid syariah). Setiap tuntunan yang ditetapkan Allah SWT kepada manusia
merupakan suatu bentuk kemaslahatan bagi manusia itu sendiri. Bentuk kemaslahataan
tersebut yaitu penjagaan terhadap agama, jiwa, harta, keturunan dan akal.
Kemaslahatan juga sangat diperlukan dalam membuat regulasi dan mengeluarkan
produk perbankan dan keuangan syariah. Tanpa memperhatikan kemaslahatan maka semua
regulasi, fatwa, produk keuangan dan perbankan akan kehilangan subtansi syariah. Selain itu,
fiqih muamalah yang dikembangkan, regulasi dan produk perbankan dan keuangan syariah
akan kaku dan statis, akibatnya perbankan dan lembaga keuangan syariah akan sulit
berkembang apalagi mengalahkan perbankan konvensional.
Dalam disiplin ilmu ushul fiqh, dikenal suatu bentuk maslahah yang disebut maslahah
mursalah. Para ulama mendefinisikan maslahah mursalah sebagai sebuah maslahah yang
terlepas dari dalil-dalil syara(Al-Quran dan Hadits), tetapi ia mengandung manfaat. Karena
pentingnya maslahah ini, maka penulis mencoba menyusun makalah penerapan dalil
maslahah mursalah dalam lembaga keungan syariah. Semoga makalah ini bermanfaat dan
menambah khazanah keilmuan kita, khususnya yang berkaitan dengan lembaga dan keuangan
syariah.

Bogor, 1 November 2015


Penulis,

(M. Zainul Wathani)

M. Zainul Wathani (1506784486)

Page 2

Program Pascasarjana Universitas Indonesia


Program Studi Kajian Timur Tengah dan Islam
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ---------------------------------------------------------------

DAFTAR ISI --------------------------------------------------------------------------

A. PENDAHULUAN ---------------------------------------------------------------

B. MASLAHAH MURSALAH ----------------------------------------------------

1. Pengertian Maslahah ---------------------------------------------------------

2. Jenis-jenis Maslahah----------------------------------------------------------

a. Ditinjau dari Sisi Kekuatan Maslahatnya -----------------------------

b. Ditinjau dari diterima atau tidaknya oleh Syari ---------------------

3. Pandangan Ulama tentang Kehujjahan Maslahah Mursalah -----------------

4. Penggunaan Mashlahah Mursalah Sebagai Hukum Islam --------------

11

5. Syarat-syarat Maslahah Mursalah ------------------------------------------

12

6. Kaidah-kaidah Ushul Fiqh tentang Maslahah Mursalah ---------------

14

7. Penerapan Maslahah Mursalah pada Lembaga Keuangan Syariah ----

16

a. Penerapan PER pada Islamic Banking di Malaysia ------------------

16

b. Penerapan Revenue Sharing pada Bank Syariah --------------------

17

c. Penggunaan Collateral pada Produk Pembiayaan Bank Syariah --

17

d. Penetapan Standar Akutansi Pelaporan Keuangan Bank Syariah -

18

e. Keharusan Asuransi Jiwa untuk Nasabah Pembiayaan -------------

19

f. Penggunaan Kartu Kredit Syariah --------------------------------------

19

C. KESIMPULAN -------------------------------------------------------------------

22

D. DAFTAR PUSTAKA -------------------------------------------------------------

23

M. Zainul Wathani (1506784486)

Page 3

Program Pascasarjana Universitas Indonesia


Program Studi Kajian Timur Tengah dan Islam
Aplikasi Dalil Maslahah Mursalah pada Lembaga Keuangan Syariah
M. Zainul Wathani
(1506784486)
Program Pascasarjana Universitas Indonesia
Program Studi Kajian Timur Tengah dan Islam
Peminatan Ekonomi dan Keuangan Syariah
E-mail : m.zainulwathani@yahoo.com
A. PENDAHULUAN
Geliat ekonomi syariah di dunia luar biasa pesatnya. Aset keuangan syariah global
diprediksi mencapai 3 triliun USD pada tahun 2015 yang berarti kenaikan berlipat dari 1,3
triliun USD pada tahun 2010. Khusus di Negara-negara teluk yang tergabung dalam
Dewan Kerjasama Teluk (Gulf Council for Cooperation atau GCC), sebagaimana dikutip
Zawya, aset sistem perbankan syariah saat ini telah mencapai 15 sampai dengan 50 persen
dari total aset sistem perbankan di negeri-negeri itu.1 Di Indonesia pada Juni 2015,
pertumbuhan total aset perbankan syariah jika dihitung berdasarkan compound annual
growth rate (CAGR) mengalami pertumbuhan sebesar 43,16 persen. Pertumbuhan ini jauh
mengungguli bank konvensional sebesar 12,4 persen.2 Dana pihak ketiga (DPK) yang
berasal dari masyarakat juga mengalami perkembangan yang pesat. Pada juni 2015 DPK
perbankan syariah mencapai nilai 215 tilliun, mengalami peningkatan sekitar 24 trilliun
dibandingkan bulan juni 2014.3 Data ini menunjukkan bahwa perbankan syariah terus
mengalami pertumbuhan baik dari segi aset dan jumlah dana pihak ketiga yang berasal
dari masyarakat.
Kemajuan dan perkembangan perbankan syariah di Indonesia itu, selain dipengaruhi
oleh beberapa faktor seperti penguatan manajemen, permodalan, kesadaran masyarakat,
dan lingkungan ekonomi makro, tentulah juga dipengaruhi oleh ketersediaan jumlah dan
jenis produk yang tersedia di perbankan syariah. Produk yang disediakan oleh perbankan
syariah haruslah terjamin kesyariahannya, karena secara prinsip produk tersebut tidak
boleh melanggar aturan syariah yang ditetapkan oleh Islam. Dengan berkembangnya
zaman diharapkan adanya ketersediaan rambu-rambu yang dinamis mengenai kesyariahan

Prof. Atha Mudzar. Revitalisasi Maqasid Al-Syariah dalam Pengembangan Ekonomi Syariah di Indonesia
(Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah, 2013) hal. 1
2
Yasin Habibi. Pertumbuhan Bank Syariah Melebihi Bank Konvensional
diakses dari
http://www.republika.co.id/ tanggal 20 Oktober 2015
3
OJK. Statistik Perbankan Syariah juni 2015.

M. Zainul Wathani (1506784486)

Page 4

Program Pascasarjana Universitas Indonesia


Program Studi Kajian Timur Tengah dan Islam
produk-produk keuangan syariah itu sendiri, sehingga jumlah dan jenis produk keuangan
syariah terus berkembang sesuai tantangan yang dihadapi dan dalam waktu yang sama
tetap diletakkan dalam bingkai syariah yang mapan.
Ketersediaan rambu-rambu syariah tentunya akan menjamin bahwa produk yang
dikeluarkan akan sejalan dengan tujuan penetapan syariah (maqashid syariah). Salah satu
pertimbangan yang diambil dalam mengeluarkan produk adalah dengan cara
memperhatikan kaidah-kadiah ushul fiqh, sehingga di dalam makalah ini akan dibahas
salah satu kaidah penetapan hukum yaitu maslahah mursalah dan bagaimana
penerapannya di lembaga keuangan syariah.

B. MASLAHAH MURSALAH
1. Pengertian Maslahah
Maslahah secara bahasa merupakan lawan kata dari mafsadah yang berati
kerusakan. Maslahah dapat diartikan sebagai manfaat, kebaikan dan faedah yang
diharapkan dari sesuatu4. Pertimbangan akan mashlahah merupakan hal yang sangat
penting dalam menetapkan syariat, karena sebenarnya mashlahah merupakan tujuan
dari penetapan syariah tersebut. Pentingnya mashlahah dalam penetapan syariah
tergambar melalui pernyataan para ulama dimana ada mashlahah, maka disitu ada
syariah Allah. Artinya segala sesuatu yang mengandung kemashlahatan maka
disitulah syariat Allah, sehingga dalam menetapkan hukum suatu perkara mashlahah
harus menjadi perkara yang utama.
Penerapan mashlahah dalam penetapan hukum ekonomi islam juga harus
mengacu kepada kemashlahatan. Ada beberapa contoh pertimbangan kemashlahatan
dalam penetapan regulasi dalam bidang ekonomi. Misalnya, Ibnu Taimiyah
mengajarkan bahwa pemerintah dapat melakukan intervensi harga, padahal secara
tekstual Ibnu Taimiyah, keputusan tersebut kelihatannya melanggar nash hadits nabi
yang menyatakan bahwa tidak boleh ada intervensi harga. 5 Akan tetapi dengan
pertimbangan kemashlahatan, dan situasi yang berbeda dengan zaman nabi, Ibnu
Taimiyah memahami hadist tersebut secara kontekstual dengan pertimbangan
mashlahah. Penetapan hukum yang didasarkan pada mashlahah juga dapat dilihat dari

Akram Ali Yusuf,



(Yordania : Thesis Deposit Library University Jordania, 2007) hal. 2
5
Adi Warman Karim. Ekonomi Mikro Islam, Cetakan 5 (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2014) hal.168
4

M. Zainul Wathani (1506784486)

Page 5

Program Pascasarjana Universitas Indonesia


Program Studi Kajian Timur Tengah dan Islam
pembolehan penggunaan zakat untuk kegiatan produktif dan inovasi wakaf dalam
bentuk tunai6.
Dengan demikian kita dapat mengambil kesimpulan bahwa mashlahah
merupakan prinsip yang harus dipegang teguh dalam penetapan hukum, termasuk
dalam bidang ekonomi. Para ulama dalam menetapkan hukum selalu menempatkan
mashlahah sebagai pertimbangan utama, karena mashlahah marupakan tujuan utama
dari penetapan hukum tersebut.
2. Jenis-jenis Maslahah
a. Ditinjau dari Sisi Kekuatan Maslahatnya
Ditinjau dari segi kekuatannya mashlahah terbagi menjadi tiga, yaitu : 7
1) Ad-Dharuriyyah ()
Yaitu mashlahah yang keberadaannya sangat dibutuhkan oleh manusia, baik
dalam urusan agama maupun dunia. Jika mashlahah ini tidak ada akan merusak
kehidupan dunia dan berakibat buruk terhadap urusan akhirat. Jenis mashlahah
terdiri dari penjagaan terhadap agama, jiwa, akal, nasab, kehormatan dan harta.
Semua hal yang dapat merusak mashlahah ad-dharuriyyah ini diharamkan oleh
Allah Subhanahu Wa Taala. Contoh dari mashlahah ad-dharuriyyah diantaranya
melarang murtad untuk memelihara agama, melarang membunuh untuk memelihara
jiwa, melarang minuman yang memabukkan untuk memelihara akal, melarang zina
untuk memelihara nasab, kehormatan serta melarang pencurian dan kebathilan untuk
memelihara harta.
2) Al-Hajjiyat ()
Yaitu mashlahah yang keberadaannya akan menghilangkan kesempitan ()
pada manusia. Mashlahah jenis ini berada dibawah mashlahah ad-dharuriyyat,
karena ketiadaannya tidak serta merta menghilangkan penjagaan terhadap agama,
jiwa, akal, nasab, kehormatan dan harta. Contoh mashlahah jenis ini diantaranya
adalah disyariatkannya jual beli, sewamenyewa, dan berbagai aktifitas muamalah
lainnya. Contoh lainnya adalah diberikannya rukhshah untuk mengqashar dan
menjama shalat bagi musafir, dibolehkannya berbuka puasa di bulan Ramadhan
bagi orang hamil dan menyusui, diwajibkannya menuntut ilmu agama,
diwajibkannya menutup aurat dan lain-lain.

Agustianto Minka, Maqashid Syariah dalam Ekonomi dan Keuangan Syariah (Jakarta : Penerbit Ikatan Ahli
Ekonomi Islam Indonesia, 2013) halaman 70
7
Ibid, hal 53

M. Zainul Wathani (1506784486)

Page 6

Program Pascasarjana Universitas Indonesia


Program Studi Kajian Timur Tengah dan Islam
3) At-Tahsiniyat ()
Yaitu mashlahah yang keberadaannya akan menghasilkan kebaikan dan
kemuliaan bagi manusia. Mashlahah ini berada di bawah mashlahah AdhDharuriyyat dan Al-Hajjiyat, karena ketiadaannya tidak langsung merusak
penjagaan terhadap agama, jiwa, akal, nasab, kehormatan dan harta. Contoh
mashlahah jenis ini adalah kewajiban thaharah untuk shalat dan pengharaman
makananmakanan yang buruk serta kotor.
Apabila terjadi benturan antara adh-dharuriyat, al-hajjiyat dan at-tahsiniyat,
maka yang didahulukan adalah adh-dharuriyat, al-hajjiyat dan yang terakhir attahsiniyat. Selanjutnya, penentuan mashlahah penjagaan terhadap agama adalah
yang utama. Sebagai contoh jihad fi sabilillah disyariatkan untuk menegakkan
agama walaupun harus mengorbankan jiwa dan harta. Allah Taala berfirman :





Artinya : Berangkatlah kamu baik dalam Keadaan merasa ringan maupun
berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. yang
demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.(QS.At
Taubah : 41)
Ayat diatas menunjukkan keharusan mendahulukan penjagaan terhadap agama
atas jiwa dan harta. Hal tersebut dapat diketahui melalui perintah Allah dengan
berjihad sekalipun dengan mengorbankan jiwa dan harta.
b. Ditinjau dari diterima dan tidak diakuinya oleh Syari
Ditinjau dari segi ini mashlahah terbagi menjadi tiga, yaitu : 8
1) Maslahah Mutabarah ()
Yaitu mashlahah yang diakui oleh syariat, artinya mashlahah tersebut
bersumber pada nash, baik Al-quran maupun hadist. Contoh dari mashlahah ini
adalah perintah melaksanakan shalat, melaksanakan puasa Ramadhan, melaksanakan
hukum qishash, larangan mencuri dan lainlain. Semua kewajiban tersebut berasal
dari nash Al-Quran dan hadits sehingga disebut sebagai mashlahah mutabarah.
Menurut Dr. Wahbah Az-Zuhaili, tidak ada perbedaan pendapat akan kebolehan
menggunakan mashlahah jenis ini untuk menunjukkan bahwa penerapan hukum
hukum syariah akan mendatangkan mashlahah menolak mafsadat (kerusakan).
8

Ibid. hal. 87-90

M. Zainul Wathani (1506784486)

Page 7

Program Pascasarjana Universitas Indonesia


Program Studi Kajian Timur Tengah dan Islam
2) Mashlahah Mulghah ()
Yaitu sesuatu yang dianggap sebagai suatu mashlahah, namun legalitasnya
ditolak oleh nash syara, karena ada larangannya baik dalam Al-Quran dan Hadits
seperti anggapan mashlahah pada sistem bunga dalam pinjaman. Penerapan
mashlahah yang seperti ini tidak dapat dibenarkan karena terdapat dalil tegas yang
mengharamkannya, Allah berfirman :






Artinya : Orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran
(tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah
disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama
dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari tuhannya, lalu
terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah
diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah)
kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah
penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.(QS. Al Baqarah :
275)
Contoh lain yaitu berlebihlebihan dalam agama. Sebagian sahabat
menyangka bahwa puasa terus menerus, tidak menikah dan tidak tidur malam hari
untuk mengerjakan shalat akan mendatangkan mashlahah bagi mereka namun hal ini
ditolak oleh Rasulullah melalui hadist beliau :

,
, ,

Artinya: Demi Allah, sesungguhnya saya adalah orang yang paling takut dan
paling bertakwa kepada Allah di antara kalian, tetapi saya berpuasa dan
berbuka, shalat dan tidur malam, dan saya juga menikah dengan perempuan.
Barangsiapa yang benci terhadap sunnahku, maka ia tidak termasuk
golonganku. ( HR. Bukhari, Muslim, dan An-najah).
Contoh yang paling populer dari mashlahah mulghah adalah fatwa Yahya bin
Yahya, seorang ahli fiqih madzhab maliki terhadap khalifah Abdurrahman ibn AlHakam Al-Umawi yang telah bersenggama dengan istrinya disiang hari bulan
Ramadhan. Menurut teks nash hadits hukuman atas pelanggaran tersebut adalah
M. Zainul Wathani (1506784486)

Page 8

Program Pascasarjana Universitas Indonesia


Program Studi Kajian Timur Tengah dan Islam
memerdekakan budak, berpuasa dua bulan berturutturut dan memberi makan 60
faqir yatim. Namun fatwa yang ditetapkan oleh Yahya ibn Yahya adalah berpuasa
selama dua bulan berturutturut, bukan memerdekakan budak. Fatwa tersebut
diambil dengan pertimbangan mashlahah bahwa fatwa tersebut akan memberikan
dampak positif bagi raja dan diharapkan raja akan menghormati bulan Ramadhan.
Pemilihan hukuman ini disebabkan karena mudahnya raja dalam memerdekakan
budak sehingga apabila sangsi memerdekakan budak diutamakan, dikahawatirkan
raja akan mengulangi perbuatannya.
Kemashlahatan ini menurut jumhur ulama dikategorikan sebagai mashlahah
yang dibatalkan oleh syariah, karena bertentangan dengan urutan yang terdapat
dalam hadits. Namun apabila ditinjau dari tujuan pensyariahan hukum, maka hal
tersebut sangat patut untuk dipertimbangkan. Sehingga dalam perkembangannya
hadits yang berkenaan dengan persetubuhan disiang hari bulan Ramadhan dapat
ditentukan secara tertib (berurutan) dan pilihan (khiyar) yang disandarkan pada
mashlahah (tujuan syariah).
3) Maslahah Mursalah ()
Yaitu mashlahah yang tidak ada keterangan dari as-syari tentang diakui atau
tidak diakuinya mashlahah jenis ini. Jadi kemashlahatan ini terlepas dari dalil
sehingga disebut mashlahah mursalah, mashlahah ini memang tidak ada nashnya
dalam Al-Quran dan Sunnah akan tetapi masalah ini tidak bertentangan terhadap
keduanya.
3. Pandangan Ulama tentang Kehujjahan Maslahah mursalah
Para ulama ushul fiqh sepakat bahwa maslahah mursalah tidak sah menjadi
landasan hukum dalam bidang ibadah, karena bidang ibadah harus diamalkan
sebagaimana adanya diwariskan oleh Rasulullah SAW, dan oleh karena itu bidang
ibadah tidak berkembang. Namun, dalam bidang muamalat para ulama ushul fiqh
berbeda pendapat.9 Kalangan yang tidak mengakui maslahah mursalah sebagai
landasan pembentukan hukum, yaitu Kalangan Zahiriyah, sebagian dari kalangan
Syafiiyah dan Hanafiyah. Mereka memiliki alasan diantaranya:10
1) Allah SWT dan Rasul-Nya telah merumuskan ketentuan-ketentuan hukum yang
menjamin segala bentuk kemaslahatan umat manusia.

I Satria Effendi. Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2005), hal. 150-152


Noor Wahidah. Esensi Mashlahah Mursalah dalam Teori Istinbat Hukum Imam Syafi'i (Banjarmasin :
Fakultas Syariah IAIN Antasari Banjarmasin, tt) hal. 4
10

M. Zainul Wathani (1506784486)

Page 9

Program Pascasarjana Universitas Indonesia


Program Studi Kajian Timur Tengah dan Islam
2) Membenarkan maslahah mursalah sebagai landasan penetapan hukum berarti
membuka pintu bagi berbagai pihak seperti hakim di pengadilan atau pihak
penguasa untuk menetapkan hukum menurut seleranya dengan alasan untuk meraih
kemaslahatan.
Kalangan yang menggunakan maslahah mursalah sebagai dalil yaitu kalangan
malikiyah, hanabilah, dan sebagian syafiiyyah mempunyai argumentasi penggunaan
Maslahah mursalah sebagai berikut :11
1) Kehidupan terus mengalami perkembangan dan manusia melakukan berbagai
macam cara untuk kemashlahatannya. Apabila hanya membatasi diri pada hukum
hukum yang telah diakui atau terdapat dalam nash, maka banyak sekali mashlahah
manusia yang akan terhalangi, dan pensyariatan akan menjadi jumud. Hal ini akan
melahirkan bahaya yang besar dan tidak sesuai dengan tujuan syariah yaitu
mewujudkan mashlahah, menghilangkan mafsadat dan bebas dari kesempitan
(haraj)



"Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu
kesempitan..(Al-hajj 78)

...Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran


bagimu..
Rasulullah Shallallahu alaihi Wa Sallam menerima pernyataan Muadz ibn
Jabal radhiyallahu anhu ketika beliau mengutusnya ke Yaman, bahwa ia akan
berijtihad dengan akal pikiran (rayu) jika hukumnya tidak terdapat di kitabullah dan
sunnah RasulNya.
2) Hukum Syariah yang bertujuan untuk memberikan manfaat dan sebagai rahmat bagi
alam semesta, sebagaiman firman Allah SWT :


Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi
semesta alam (Al-Anbiya : 107)

11

Elvan Syaputra, etc. Maslahah as an Islamic Source and its Application in Financial Transactions (Malaysia:
Quest Jurnal Faculty of Economics and Muamalat, Universiti Sains Islam Malaysia, 2014) hal. 68

M. Zainul Wathani (1506784486)

Page 10

Program Pascasarjana Universitas Indonesia


Program Studi Kajian Timur Tengah dan Islam
3) Jika mengikuti ijtihad sebagian sahabat dan orangorang setelah mereka, maka bisa
ditemukan bahwa mereka berfatwa dalam banyak hal berdasarkan mashlahah yang
terpilih, tanpa membatasi diri hanya pada mashlahah yang langsung diakui oleh
nash. Dan kenyataan adanya ijtihad semacam ini tidak diingkari oleh satu orang pun
diantara mereka. Contoh ijtihad semacam ini, misalnya adalah :
a) Abu Bakar Radhiyallahu anhu mengumpulkan lembaranlembaran alquran
yang terpisahpisah pada satu mushaf berdasarkan saran dari Umar
Radhiyallahu anhu. Umar Radhiyallahu anhu berkata, Demi Allah,
sesungguhnya ini adalah kebaikan dan mashlahat bagi Islam.
b) Umar Radhiyallahu anhu membatalkan bagian zakat bagi muallaf, padahal
bagian zakat tersebut ada dalam nash. Hal ini dilakukan oleh beliau dengan alasan
bahwa sudah tidak ada lagi hajat untuk melunakkan hati mereka (talif qulubihim)
setelah kejayaan Islam.
c) Umar Radhiyallahu anhu juga menggugurkan (tidak melaksanakan) had untuk
pencurian di masa paceklik, padahal nash-nash tentang had pencurian berlaku
umum. Beliau juga menetapkan ucapan thalaq tiga yang diucapkan dalam satu
waktu sebagai thalaq tiga, agar orangorang tidak begitu mudah melakukannya.
d) Utsman Radhiyallahu anhu menetapkan mushaf AlQuran hanya pada satu
huruf, dan membaginya ke setiap negeri, kemudian beliau membakar mushaf
mushaf yang lain.
4) Sesungguhnya mashlahah (jika bersesuaian dengan tujuan syariah) maka mengambil
mashlahah tersebut akan sesuai dengan tujuan syariah dan mengabaikannya akan
mengakibatkan terabaikannya tujuan syariah. Dan mengabaikan tujuan syariah
adalah perkara batil dan tidak boleh dilakukan.
4. Penggunaan Mashlahah Mursalah Sebagai Hukum Islam
Ada beberapa rumusan pengertian mashlahah mursalah yang dikemukakan oleh
para ulama dalam penggunaannya sebagai dasar penetapan hukum, diantaranya12 :
1) Imam AlGhazali mendefinisikan maslahah mursalah dengan : Apaapa
(mashlahah) yang tidak ada bukti baginya dari syara (dalam penetapan hukum)
yang kesemuanya tidak terlepas dari nashnash syara.
2) AlSyawkani memberikan definisi : maslahah yang tidak diketahui apakah syari
menolaknya atau memeperhitungkannya.
12

Agustianto Minka, Maqashid Syariah dalam Ekonomi dan Keuangan Syariah (Jakarta : Penerbit Ikatan Ahli
Ekonomi Islam Indonesia, 2013) halaman 79

M. Zainul Wathani (1506784486)

Page 11

Program Pascasarjana Universitas Indonesia


Program Studi Kajian Timur Tengah dan Islam
3) Ibnu Qudamah mendefinisikan maslahah mursalah sebagai : mashlahah yang tidak
ada

bukti

petunjuk

tertentu

yang

membatalkannya

dan

tidak

pula

memperhatikannya.
4) Yusuf Hamid AlAlim menyatakan bahwa maslahah mursalah adalah : mashlahah
yang tidak ada petunjuk syara tidak untuk membatalkannya, juga tidak untuk
memperhatikannya.
5) Jalil AlDin Abdul Rahman mendefinisikan maslahah mursalah, yaitu : mashlahah
yang sesuai dengan tujuan syari (pembuat hukum) dan tidak ada petunjuk tertentu
yang membuktikan tentang pengakukannya dan penolakannya.
6) Abdul Wahab AlKhallaf merumuskan bahwa maslahah mursalah adalah
Mashlahah yang tidak ada dalil syara datang untuk mengakui atau menolaknya.
7) Muhammad Abu Zahra mendefinisikan maslahah mursalah hampir sama dengan
Jalil AlDin Abdul Rahman yaitu : mashlahah yang selaras dengan tujuan syariat
islam dan tidak ada petunjuk tertentu yang membuktikan tentang pengakuan atau
penolakannya.
8) AsSyatibi (Madzhab Malikiyyah) mengatakan bahwa mendefinisikan maslahah
mursalah merupakan mashlahah yang sejalan dengan tindakan syara.
9) Muslehudin menyatakan bahwa maslahah mursalah terikat pada konsep bahwa
syariat ditujukan untuk kepentingan masyarakat dan berfungsi memberikan
kemanfaatan dan menghilangkan kemudharatan setiap kemaslahatan yang tidak ada
nashnya secara khusus akan tetap mashlahah tersebut sesuai dengan syara, maka
mashlahah tersebut dapat digunakan sebagai sumber hukum.
10) Dr. Wahbah Az-Zuhaili mendefinisikan maslahah mursalah dengan sifatsifat
yang sesuai dengan tindakan dan tujuan pembuat syariat tetapi tidak ada dalil
khusus yang menetapkan atau membatalkan dan dengan penetapan hukum dari
sifatsifat tersebut akan tercapai kemashlahatan dan terhindar dari kerusakan pada
manusia.
Dari keseluruhan rumusan definisi maslahah mursalah yang didefinisikan oleh
para ulama diatas, kita dapat menyimpulkan bahwa maslahah mursalah adalah
mashlahah yang diambil dengan tujuan kemashlahatan dan menghindari akibat yang
lebih besar apabila mashlahah tersebut tidak diambil. Mashlahah yang diambil harus
bersesuaian dengan tujuan syariah (maqashid syariah), tidak bertentangan dengan
pokokpokok syariah dan tidak berlawanan dengan dalil (nash) yang qathi.

M. Zainul Wathani (1506784486)

Page 12

Program Pascasarjana Universitas Indonesia


Program Studi Kajian Timur Tengah dan Islam
5. Syarat-syarat Maslahah Mursalah
Para ulama mengguanakan konsep maslahah mursalah dalam penetapan hukum,
menetapkan syaratsyarat penggunaannya. Para ulama tersebut menetapkan syarat yang
berbedabeda tentang penggunaan maslahah mursalah, diantaranya :
a. Imam Malik menetapkan 3 (tiga) syarat yang harus dipenuhi dalam penggunaan
maslahah mursalah, yaitu13 :
1) Adanya penyesuaian antara mashlahah dengan maqashid syariah. Hal ini berarti
mashlahah tidak boleh bertentangan dengan dalil qathi. misalnya, pemubahan
bunga bank, karena berdasarkan dalil qathi bunga bank adalah haram.
2) Mashlahah harus logis (masuk akal), sehingga dapat diterima secara rasional.
3) Mashlahah digunakan untuk menghilangkan kesulitan. Jika mashlahah yang
dapat diterima secara akal tersebut tidak diberlakukan, maka manusia akan
mengalami kesulitan.
b. Abdul Wahhab Kallaf menetapkan syarat penggunaan maslahah mursalah, sebagai
berikut14 :
1) Mashlahah itu merupakan masalah yang hakiki, bukan masalah wahamiyyah
(dugaan). Masalah yang hakiki akan melindungi lima esensial yang menjadi
tujuan syariah (maqashid syariah).
2) Mashlahah merupakan kemashlahatan umum, bukan perorangan atau kelompok.
3) Mashlahah tersebut tidak boleh bertentangan dengan nash (Al-Quran dan
sunnah) serta ijma.
c. Imam AlGhazali memberikan beberapa syarat/batas operasional maslahah
mursalah untuk dapat diterima sebagai dasar dalam penetapan hukum Islam15 :
1) Mashlahah harus sesuai dengan tujuan penetapan hukum Islam yaitu memelihara
agama, jiwa, akal, harta dan kehormatan (keturunan).
2) Mashlahah tidak boleh bertentangan dengan Al-Quran, assunnah dan ijma.
3) Mashlahah tersebut menempati level dharuriyyah (primer), atau hajjiyah
(sekunder) yang setingkat dengan dharuriyyah.
4) Kemashlahatan harus berstatus qathi atau zann yang mendekati qathi.
5) Kasuskasus tertentu memerlukan persyaratan, harus bersifat qathiyah,
dharuriyyah, dan kulliyah.
13

Ibid, hal. 92
Abdul Wahhab Khallaf,. Ilmu Ushul Fiqh (Semarang: Dina Utama Semarang, 1994) hal. 119-121
15
Abdul Hayy Abdul Al. Pengantar Ilmu Ushul Fiqh, Alih Bahasa Muhammad Hisbah, Lc. (Jakarta : Pustaka
Al-Kautsar, 2006) hal. 317-319. Lihat juga Wael B. Hallaq. Sejarah Teori Hukum Islam (Jakarta : Raja Grafindo
Persada, 2000) hal. 166
14

M. Zainul Wathani (1506784486)

Page 13

Program Pascasarjana Universitas Indonesia


Program Studi Kajian Timur Tengah dan Islam
Berdasarkan kelima syarat yang ditetapkan AlGhazali tidak memandang
maslahah mursalah sebagai dalil yang berdiri sendiri yang terlepas dari alquran,
sunnah dan ijma. AlGhazali berpandangan bahwa maslahah mursalah hanya sebuah
metode yang digunakan untuk menetapkan sebuah hukum, bukan sebagai dalil atau
sumber hukum Islam.
d. Imam AsSyatibi hanya mensyaratkan dua kriteria dalam penetapan maslahah
mursalah sebagai dasar pembentukan hukum Islam yaitu16 :
1) Mashlahah harus sejalan dengan jenis tindakan syara, karena itu mashlahah yang
tidak sejalan dengan tindakan syara atau berlawanan dengan hukum Islam maka
tidak dapat diterima sebagai dasar dalam menetapkan hukum Islam.
2) Mashlahah seperti kriteria nomer 1 tidak ditunjukkan oleh dalil yang khusus. Jika
terdapat dalil khusus yang menunjukkannya maka itu termasuk kedalam qiyas.
Berdasarkan kriteria atau syaratsyarat yang ditetapkan oleh para ulama dalam
penggunaan maslahah mursalah dapat disimpulkan bahwa syaratsyarat untuk
menetapkan hukum dengan maslahah mursalah, yaitu :
a. maslahah mursalah adalah mashlahah yang hakiki dan bersifat

umum, artinya

mashlahah tersebut dapat diterima secara rasional bahwa ia betulbetul membawa


kemanfataan bagi manusia.
b. Maslahahah yang ditetapkan sesuai dengan maksud dan tujuan syariat (maqasid
syariah) dalam penetapan hukum yaitu kemaslahatan bagi umat manusia.
c. Mashlahah tidak boleh berbenturan dengan dalil syara yang telah ada (al-quran,
assunnah dan ijma).
d. Maslahah mursalah diamalkan dalam kondisi yang diperlukan, artinya apabila tidak
diselesaikan dengan menggunakan mashlahah tersebut akan menyulitkan umat.
6. Kaidah-kaidah Ushul Fiqh tentang Maslahah Mursalah
Ada beberapa kaidah maslahah mursalah yang dapat dijadikan acuan sebagai
penetapan hukum islam diantaranya yaitu : 17


Pada dasarnya, segala sesuatu yang bermanfaat adalah boleh sedangkan yang
berbahaya tidak boleh

Segala mudharat (bahaya) harus dihilangkan


16
17

Agustianto Minka, Op.Cit. hal. 92


Agustianto Minka, Op.Cit. hal. 100-108

M. Zainul Wathani (1506784486)

Page 14

Program Pascasarjana Universitas Indonesia


Program Studi Kajian Timur Tengah dan Islam

Tidak boleh membuat kemudharatan dan kemudharatan itu tidak boleh


dihilangkan dengan kemudharatan


Mudharat (nahaya) tidak dapat dihilangkan dengan bahaya yang sama


Mudharat yang khusus (individu) dapat ditorerir untuk mudharat yang
universal.


Mudharat yang lebih besar dapat dihilangkan dengan mudharat yang lebih
kecil


Maslahah pada level hajah, kadang-kadang menempati posisi masalahah
pada level dharuriyah


Segala mudharat harus dihindari sebisa mungkin


Mencegah mafsadah harus didahulukan dari pada mengambil maslahah

Dimana ada kemaslahatan disitu ada syariat Allah


Situasi dharurat memboleh yang tidak dibolehkan

jika ada dua kemudharatan, maka yang lebih besar dihindari dengan

melaksanakan kemudharatan yang lebih kecil

M. Zainul Wathani (1506784486)

Page 15

Program Pascasarjana Universitas Indonesia


Program Studi Kajian Timur Tengah dan Islam


Kesulitan melahirkan kemudahan


"jika terjadi kontradiksi antara saran dan tujuan, maka dipastikan bahwa
tujuan lebih dikedapankan dibandingkan sarana


segala sesuatu yang diharamkan dengan sadd zariah, dapat diperbolehkan
dengan maslahah yang kuat


Masalah yang sempit (sulit) dapat menjadi luas


Kemudharatan itu diukur dengan tingkat kemudharatannya


Kerugian individu bisa ditorerir untuk menghindari kerugian masyarakat


Keadaan terpaksa tidak menyebabkan hilangnya hak orang lain

7. Penerapan Maslahah Mursalah pada Lembaga Keuangan Syariah


a. Penerapan Profit Equalization Reserve (PER) di Islamic Banking Malaysia.
PER (Profit Equalization Reserve) adalah sebuah cadangan yang dibuat oleh
Bank Islam dengan mengambil alih jumlah tertentu dari laba mudharabah, sebelum
mengalokasikan porsi mudharib. Hal ini bertujuan untuk mempertahankan tingkat
tertentu dari laba atas investasi untuk kepentingan pemegang rekening investasi dan
pemilik modal. Dalam rangka untuk mengurangi fluktuasi tingkat pengembalian,
Bank Sentral Malaysia telah menuntut semua bank syariah di negara itu untuk
menerapkan mekanisme PER. PER memungkinkan bank syariah untuk menyimpan
hingga 15 persen dari total pendapatan kotor dalam penyediaan terpisah.
ketentuan/cadangan ini akan digunakan setiap kali bank syariah mencatat

M. Zainul Wathani (1506784486)

Page 16

Program Pascasarjana Universitas Indonesia


Program Studi Kajian Timur Tengah dan Islam
keuntungan rendah. Singkatnya, PER merupakan cadangan yang disimpan disaat
keuntungan banyak untuk memenuhi kebutuhan di masa kritis.18
Penerapan PER pada Islamic Banking di Malaysia merupakan aplikasi dari
dalil maslahah mursalah yang ada di perbankan. PER telah digunakan oleh Islamic
Banking di Malaysia sekitar 12 tahun yang lalu. PER disetujui oleh Dewan Syariah
Nasional Bank Negara Malaysia (BNM) setelah mendapat rekomendasi dari
Association of Islamic Banking Institution Malaysia (AIBIM) yang ditujukan untuk
memitigasi perbedaan laba simpanan/suku bunga antara BankBank Syariah/Unit
Usaha Syariah dengan BankBank Konvensional.19 Meskipun telah diterapkan
beberapa belas tahun yang lalu di Malaysia, PER masih menjadi perdebatan hingga
saat ini. Sebagian menyatakan bahwa PER tidak sesuai dengan syariah karena bank
mengambil hak keuntungan yang seharusnya menjadi milik nasabah. Sementara itu
sebagian membolehkan dengan alasan maslahah yaitu sebagai antisipasi disaat bank
mengalami kritis. Dengan kata lain, penerapan instrumen PER ini diperlukan bank
syariah karena digunakan untuk mengendalikan risiko yang akan dihadapi oleh bank
syariah.
b. Penggunaan Sistem Revenue Sharing dalam Sistem Bagi Hasil Bank Syariah
Perbankan Syari'ah memperkenalkan sistem bagi hasil pada masyarakat
dengan istilah revenue sharing yaitu sistem bagi hasil yang dihitung dari total
pendapatan pengelolaan dana tanpa dikurangi dengan biaya pengelolaan dana. Lebih
jelasnya revenue sharing dalam arti perbankan adalah perhitungan bagi hasil
didasarkan kepada total seluruh pendapatan yang diterima sebelum dikurangi dengan
biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut.
Sistem revenue sharing berlaku pada pendapatan bank yang akan dibagikan dihitung
berdasarkan pendapatan kotor (gross sales), yang digunakan dalam menghitung bagi
hasil untuk produk pendanaan bank.
Penerapan revenue sharing pada bank syariah merupakan salah satu aplikasi
dalil maslahah mursalah. Hal ini dapat kita lihat dari Fatwa Dewan Syariah
Nasional No: 15/DSN-MUI/IX/2000 Tentang Prinsip Distribusi Hasil Usaha Dalam
Lembaga Keuangan Syari'ah. Di dalam fatwa tersebut terdapat beberapa kaidah
maslahah yang digunakan diantaranya :
18

Amir Shaharuddin. Maslahah-Mafsadah Approach in Assessing the Shariah Compliance of Islamic Banking
Products (Malaysia : International Journal of Business and Social Science Islamic Science University of
Malaysia, 2010) hal. 131
19
Rofiuddin NF. Kemungkinan Penerapan Profit Equalization Reserve di Indonesia (Bogor : Jurnal Universitas
Djuanda Bogor, 2014) hal. 38

M. Zainul Wathani (1506784486)

Page 17

Program Pascasarjana Universitas Indonesia


Program Studi Kajian Timur Tengah dan Islam

Di mana terdapat kemaslahatan, di sana terdapat hukum Allah."


Penerapan maslahah pada fatwa ini juga dapat dilihat dari ketentuan umum
yang ada pada fatwa DSN tersebut yang menyatakan bahwa dilihat dari segi
kemaslahatan saat ini, maka pembagian hasil usaha pada lembaga keuangan syariah
sebaiknya menggunakan prinsip bagi hasil revenue sharing.
c. Penggunaan Collateral pada Produk Pembiayaan Bank Syariah
Salah satu penerapan dalil maslahah mursalah di perbankan syariah adalah
penetapan jaminan (collateral) pada produk pembiayaan.20Jaminan ini dapat
dijadikan sebagai pelengkap produk pembiayaan yang disediakan oleh bank syariah
(pembiayaan mudharabah, musyarakah dan pembiayaan-pembiayaan lainnya). Hal
ini ditujukan agar para nasabah pembiayaan tidak melakukan tindakan yang
menyalahi aturan (moral hazard). Penggunaan jaminan ini didukung oleh keputusan
MUI Tentang Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 92/DSN-MUI/IV/2014
Tentang Pembiayaan Yang Disertai Rahn (Al-Tamwil Al-Mautsuq Bi Al-Rahn).21
d. Penetapan Standar Pelaporan Keuangan Bank Syariah sesuai dengan Standar
Akutansi Bank Islam (Islamic Financial Reporting).
Penetapan standar pelaporan keuangan pada lembaga keuangan syariah
merupakan bagian dari maslahah mursalah. Laporan keuangan pada bank syariah
akan memudahkan menganalisis kinerja bank syariah, sehingga akan memudahkan
direksi untuk menetapkan kebijakan-kebijakan tertentu.22 Laporan keuangan harus
mencakup tiga bagian: aset, tanggung jawab perusahaan (hutang/passiva), dan hakhak para pemegang saham. Perbedaan antara aset dan liabiliti (passiva) adalah
bahwa liabiliti merupakan aset kotor atau jumlah keseluruhan aset perusahaan.
Dalam konsep akuntansi, aset perusahaan harus sama dengan keseluruhan aset kotor
perusahaan dikurangi dengan tanggung jawab (passiva) perusahaan.23
Penerapan akad jual beli (al-bay) pada sebuah institusi keuangan Islam harus
merujuk kepada standar laporan keuangan agar tersaji informasi yang benar tentang
transaksi yang digunakan. Sebagai contoh, jika akad yang digunakan dalam sebuah
20

Agustianto Minka, Kajian Ekonomi Selama Bulan Ramadhan. Diakses dari www.agustiantocentre.com
tanggal 20 oktober 2015
21
MUI, Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 92/Dsn-Mui/Iv/2014 Tentang Pembiayaan yang Disertai Rahn
(Al-Tamwil Al-Mautsuq Bi Al-Rahn) diakses dari http://www.dsnmui.or.id/ diakses tanggal 20 oktober 2015
22
Veitzal Rivai. Islamic Financial Management. (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2008) hal. 340-341
23
Nevi Hasnita, Konstruksi Hybrid Contract pada Transaksi Lembaga Keuangan Syariah (Aceh : Jurnal
Fakultas Syariah IAIN Ar-Raniry, tt) hal. 7

M. Zainul Wathani (1506784486)

Page 18

Program Pascasarjana Universitas Indonesia


Program Studi Kajian Timur Tengah dan Islam
transaksi adalah akad ijarah (leasing), maka aset yang diijarahkan harus dilaporkan
dalam balance sheet sebagai fixed asset. Karena pembelian terhadap aset sewa
(leased asset) terkena pajak yang pembayarannya harus dicatat sebagai biaya
operasional pada kolom pendapatan (income statement).24
Pentingnya pembukuan/akuntansi dalam aktifitas lembaga keuangan dapat
dilihat dalam contoh produk bank berikut ini:25
a. Al-ijarah thumma al-bay (AITAB) or al-ijarah muntahia bittamleek (di
Indonesia dikenal dengan nama IMBT) yaitu akad sewa yang berakhir dengan
kepemilikan, baik dengan opsi beli atau hibah adalah sebuah akad yang sesuai
syariah yang biasanya diaplikasikan untuk pembiayaan kenderaan. Karena akad
yang dipakai adalah akad ijarah, maka aset yang disewakan tersebut harus
tercatat sebagai fixed (ijarah) asset pada balance sheet. Karena jika tidak
tercatat aset ijarahnya, maka hal ini akan sama dengan praktik meminjamkan
uang pada lembaga leasing konvensional atau sama dengan kontrak sewa beli
(financing leasing or hire-purchase) yang tidak dibenarkan.
b. Akad Murabahah atau al-bai-bithaman ajil, pada akad ini bank diharapkan
untuk membeli terlebih dahulu aset sebelum menjualnya kembali kepada
nasabah berdasarkan prinsip tidak boleh menjual apa yang belum dimilik.
Prinsip ini mengharuskan pihak bank untuk memiliki aset sebelum menjualnya
kembali ke nasabah dan itu harus tercatat pada balance sheet. Akuntansi seperti
ini merupakan keharusan, jika tidak tercatat demikian maka bank tersebut
terindikasi melakukan praktik riba karena tidak terbukti adanya jual beli yang
terjadi. Pencatatan aset murahah sebagai fixed aset dan telah dimiliki
sebelumnya oleh bank, merupakan kemestian agar bank tidak terindikasi hanya
meminjamkan uang dan menarik keuntungan atas pinjamannya, walaupun bank
hanya menguasai aset selama beberapa hari atau beberapa jam saja.
e. Keharusan Asuransi Jiwa bagi Setiap Nasabah Pembiayaan Bank Syariah.
Setiap bank syariah saat ini mengharuskan asuransi jiwa untuk setiap nasabah
yang mengajukan pembiayaan.26 Hal ini dilakukan untuk kemaslahatan kedua belah
pihak yaitu bank syariah dan nasabah. Jika nasabah meninggal di saat pembiayaan
belum lunas maka pihak asuransi yang akan melunasi sisa pembayaran pembiayaan
24

Ibid, Hal. 7
Ibid. hal.8
26
Agustianto Minka, Maqashid Syariah dalam Ekonomi dan Keuangan Syariah (Jakarta : Penerbit Ikatan Ahli
Ekonomi Islam Indonesia, 2013) hal 99
25

M. Zainul Wathani (1506784486)

Page 19

Program Pascasarjana Universitas Indonesia


Program Studi Kajian Timur Tengah dan Islam
kepada bank, sehingga nasabah juga tidak akan mewariskan beban terhadap ahli
warisnya terkait sisa pembayaran pembiayan kepada bank.
f. Penggunaan Kartu Syariah (Syariah Card)
Syariah card dalam istilah fiqih muamalah dikenal dengan sebutan
bithaqatul itiman. Bithaqah berarti kartu, sedangkan itiman berarti kondisi aman
dan saling percaya. Secara terminologis syariah card sebagai suatu jenis kartu
khusus yang dikeluarkan oleh pihak bank (sebagai pengeluar kartu), lalu jumlahnya
akan dibayar kemudian. Pihak bank akan memberikan kepada nasabahnya itu
rekening bulanan secara global untuk dibayar, atau untuk langsung didebet dari
rekeningnya yang masih berfungsi.27
Syariah card merupakan salah satu produk bank syariah yang dikeluarkan
dengan prinsip taisir dan maslahah.28 Dalam menetapkan fatwa tentang syariah card
ada beberapa kaidah maslahah yang dipakai MUI dalam penetapan fatwa,
diantaranya :29


.
"Kesulitan dapat menarik kemudahan."

"Keperluan dapat menduduki posisi darurat.":





"Menghindarkan kerusakan (kerugian) harus didahulukan (diprioritaskan)
atas mendatangkan kemaslahatan."
Berdasarkan kaidah-kaidah yang digunakan diatas dapat disimpulkan bahwa
syariah card merupakan kartu yang dikeluarkan berdasarkan dalil maslahah
mursalah. Akad yang digunakan pada produk syariah card ini yaitu kafalah, qardh
dan

ijarah.30 Dengan penggunaan kartu syariah ini ada beberapa maslahah

27

Hengki Firmanda, Syariah Card (Kartu Kredit Syariah) Ditinjau dari Asas Utilitas dan Maslahah (Riau :
Jurnal Ilmu Hukum Universitas Riau, 2014) hal. 260-261
28
Nevi Hasnita. Op.Cit. hal.8
29
Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 54/Dsn-Mui/X/2006 tentang Syariah Card diakses dari
http://www.dsnmui.or.id/index.php?mact=News,cntnt01,detail,0&cntnt01articleid=56&cntnt01origid=59&cntnt
01detailtemplate=Fatwa&cntnt01returnid=61tanggal 21 oktober 2015
30
Hengki Firmanda, Syariah Card (Kartu Kredit Syariah) Ditinjau dari Asas Utilitas dan Maslahah (Riau :
Jurnal Ilmu Hukum Universitas Riau, 2014) hal. 281

M. Zainul Wathani (1506784486)

Page 20

Program Pascasarjana Universitas Indonesia


Program Studi Kajian Timur Tengah dan Islam
(manfaat) yang akan didapatkan oleh nasabah (card holder), bank (issuer) dan
pengusaha (merchant) yaitu:31
1. Dari sisi nasabah
Terkadang terdapat barang yang tidak dapat dibeli kecuali dengan
menggunakan kartu kredit misalnya untuk pembelian jurnal internasional
untuk para akademisi dan lain-lain.
Syariah card lebih efisien dan diterima di banyak negara. Seperti tidak perlu
repot-repot membawa uang cash dalam jumlah yang banyak karena memiliki
risiko, pemegang kartu cukup hanya membawa kartu plastik yang berukuran
kecil. Selain itu, kefesienannya lebih terlihat lagi apabila sedang berpergian ke
luar negeri karena pemegang kartu tidak perlu menghabiskan waktu yang
banyak untuk menukarkan uang.
Kemudahan dan kepraktisan dalam transaksi karena tidak perlu membawa
uang tunai dalam jumlah besar. Atau secara sederhana disebut memudahkan
sistem pembayaran terutama dengan menggunakan syariah card dalam segala
aktivitasnya.
Risiko kehilangan dan pencurian uang lebih rendah karena apabila kartu hilang
maka pemegang kartu dapat segera menghubungi issuer untuk memblokir
kartu. Kartu yang telah diblokir tidak dapat dipergunakan lagi sebagai alat
untuk pembayaran pada merchant.
Keamanan, memberikan keamanan dalam melakukan transaksi pembayaran di
manapun berada. Apabila menggunakan uang cash maka risiko terhadap
transaksi pembayaran semakin besar, apalagi menggunakan uang cash dalam
jumlah yang banyak.
2. Dari issuer
Kenyamanan usaha yaitu bank merasa nyaman dalam melaksanakan transaksi
sistem syariah card.
Keamanan karena syariah card mengamankan transaksi keuangan.
Mendapatkan pendapatan/fee best income. Pendapatan berupa iuran tahunan
dan uang pangkal yang dikenakkan pada pemegang kartu.
Dan masih banyak lagi manfaat yang lainnya

31

Ibid, hal. 271-273

M. Zainul Wathani (1506784486)

Page 21

Program Pascasarjana Universitas Indonesia


Program Studi Kajian Timur Tengah dan Islam
3. Merchant (pengusaha)
Kenyamanan usaha karena dengan menggunakan syariah card tidak perlu
menggunakan uang dalam jumlah banyak yang memiliki risiko relatif lebih
besar.
Keamanan aset karena syariah card mengamankan transaksi pembelian
barang atau jasa. Selain itu, memberikan keamanan yang lebih terjamin karena
merchant tidak menyimpan uang tunai hasil penjualan.
Efisien dan praktis dalam menerima pembayaran dan memudahkan
pembukuan.
Dijuluki sebagai pengusaha yang fair dan jujur, karena sulit bagi pengusaha
untuk memanipulasi terhadap transaksi yang dilakukan karena telah tersistem
dengan baik. Seperti tidak ada lagi merchant yang melakukan pengembalian
uang dengan dalih gak ada uang receh kemudian disubtitusi pengembaliannya
terhadap barang, seperti biasanya merchant melakukan pengembalian dengan
permen.
Meskipun banyak manfaat yang didapat dari penggunaan syariah card,
syariah card hingga saat ini masih menjadi perdebatan tentang kebolehan
penggunaanya. Sebagian bank berpendapat bahwa penggunaan syariah card akan
membawa nasabah kepada perilaku israf (berlebihan) dalam mengkonsumsi barang.
Sehingga saat ini hanya ada dua bank yang menggunakan syariah card sebagai salah
satu produknya yaitu BNI Syariah dan HSBC Syariah.

C. KESIMPULAN
1. Maslahah mursalah merupakan salah satu metode penetapan hukum (dalil) yang masih
menjadi perdebatan di kalangan para ulama. Para ulama yang menggunakan maslahah
mursalah sebagai dalil memiliki argumentasi bahwa kehidupan terus mengalami
perkembangan sehingga diperlukan maslahah mursalah sebagai salah satu metode
penetapan hukum. Penetapan suatu hukum melalui maslahah mursalah hanya dapat
dilakukan dengan syarat-syarat tertentu.
2. Menurut para ulama, dalam menggunakan maslahah mursalah sebagai dalil, ada
beberapa syarat yang harus dipenuhi diantaranya :
a. Mashlahah mursalah adalah mashlahah yang hakiki dan bersifat umum, artinya
mashlahah tersebut dapat diterima secara rasional bahwa ia betulbetul membawa
kemanfataan bagi manusia.
M. Zainul Wathani (1506784486)

Page 22

Program Pascasarjana Universitas Indonesia


Program Studi Kajian Timur Tengah dan Islam
b. Maslahahah yang ditetapkan sesuai dengan maksud dan tujuan syariat (maqasid
syariah) dalam penetapan hukum yaitu kemaslahatan bagi umat manusia.
c. Mashlahah tidak boleh berbenturan dengan dalil syara yang telah ada (alquran,
assunnah dan ijma).
d. Maslahah mursalah diamalkan dalam kondisi yang diperlukan, artinya apabila tidak
diselesaikan dengan menggunakan mashlahah tersebut akan menyulitkan umat.
3. Maslahah mursalah saat ini telah banyak digunakan oleh lembaga keuangan syariah
dalam mengeluarkan suatu produk. Penerapan maslahah pada lembaga keuangan
syariah diantaranya penetapan collateral pada produk pembiayaan bank syariah,
penggunaan sistem net revenue sharing pada sistem bagi hasil bank syariah, penerapan
profit equalization reserve, penerapan standar akutansi laporan keuangan, keharusan
asuransi jiwa pada setiap nasabah pembiayaan bank syariah dan kartu syariah (syariah
card).
4. Setiap lembaga keuangan syariah memiliki pandangan yang berbeda tentang
kemaslahatan. Hal ini bisa dilihat dari berbagai produk yang dikeluarkan oleh sebagian
bank, akan tetapi ditolak oleh sebagian bank yang lain. Seperti penerapan profit
equalization reserve pada Islamic Banking di Malaysia yang dianggap sebagai suatu
maslahah, akan tetapi di negara lain dianggap bukan maslahah. Begitu juga dengan
penerapan kartu syariah (syariah card) yang dianggap maslahah bagi BNI Syariah,
tetapi di bank lain dianggap sebagai sesuatu yang berlebihan.
Wallahu alamu bisshowab

D. DAFTAR PUSTAKA
Buku dan Jurnal
Abdul Hayy Abdul Al. Pengantar Ilmu Ushul Fiqh, Alih Bahasa Muhammad Hisbah, Lc.
(Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2006)
Abdul Wahhab Khallaf. Ilmu Ushul Fiqh (Semarang: Dina Utama Semarang, 1994)
Adi Warman Karim. Ekonomi Mikro Islam, Cetakan 5 (Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada, 2014)
Agustianto Minka, Maqashid Syariah dalam Ekonomi dan Keuangan Syariah (Jakarta :
Penerbit Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia, 2013)
Akram Ali Yusuf,

( Yordania : Thesis Deposit Library University Jordania, 2007)

M. Zainul Wathani (1506784486)

Page 23

Program Pascasarjana Universitas Indonesia


Program Studi Kajian Timur Tengah dan Islam
Amir Shaharuddin. Maslahah-Mafsadah Approach in Assessing the Shariah Compliance
of Islamic Banking Products (Malaysia : International Journal of Business and Social
Science Islamic Science University of Malaysia, 2010)
Atha Mudzar. Revitalisasi Maqasid Al-Syariah dalam Pengembangan Ekonomi Syariah di
Indonesia (Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah, 2013)
Elvan Syaputra, etc. Maslahah as an Islamic Source and its Application in Financial
Transactions (Malaysia: Quest Jurnal
Faculty of Economics and Muamalat,
UniversitiSains Islam Malaysia, 2014)
Hengki Firmanda. Syariah Card (Kartu Kredit Syariah) Ditinjau dari Asas Utilitas dan
Maslahah (Riau : Jurnal Ilmu Hukum Universitas Riau, 2014)
I Satria Effendi. Ushul Fiqh (Jakarta: Kencana, 2005)
Nevi Hasnita, Konstruksi Hybrid Contract pada Transaksi Lembaga Keuangan Syariah
(Aceh : Jurnal Fakultas Syariah Iain Ar-Raniry, tt)
Noor Wahidah. Esensi Mashlahah Mursalah dalam Teori Istinbat Hukum Imam Syafi'i
(Banjarmasin : Fakultas Syariah IAIN Antasari Banjarmasin, tt)
Rofiuddin NF. Kemungkinan Penerapan Profit Equalization Reserve di Indonesia (Bogor
: Jurnal Universitas Djuanda Bogor, 2014)
Veitzal Rivai. Islamic Financial Management. (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2008)
Wael B. Hallaq. Sejarah Teori Hukum Islam (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2000)
Internet
Agustianto Minka, Kajian Ekonomi Selama Bulan
www.agustiantocentre.com tanggal 20 oktober 2015

Ramadhan.

Diakses

dari

OJK. Statistik Perbankan Syariah juni 2015. Diakses dari http://www.ojk.go.id/statistikperbankan-syariah-juni-2015 tanggal 20 oktober 2015.
Yasin Habibi. Pertumbuhan Bank Syariah Melebihi Bank Konvensional diakses dari
http://www.republika.co.id/ tanggal 20 Oktober 2015

M. Zainul Wathani (1506784486)

Page 24

Você também pode gostar