Você está na página 1de 9

Analisa Penerapan Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa

UU ini menjelaskan bahwa desa memiliki hak tradisional dan memiliki hak untuk
mengatur masyarakat dalam mengembangkan desa lebih maju dan berpotensi menjadi desa yang
maju Dan memiliki kemerdekaan seperti yang di cantumkan UU tahun 1945. Desa telah
berkembang dalam berbagai bentuk sehingga perlu dilindungi dan diberdayakan agar menjadi
kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kuat dalam
melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan
sejahtera dan desa perlu di atur oleh pemerintah agar pembangunan desa teratur , Desa adalah
desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan dalam membangun desan dan mensejahterakan desa supaya desa
dapat bersaing dengan kota-kota besar yang memiliki industri UU ini juga menjelaskan
tentang membentuk Pemerintahan Desa yang profesional, efisien dan efektif, terbuka, serta
bertanggung jawab meningkatkan pelayanan publik bagi warga masyarakat Desa guna
mempercepat perwujudan meningkatkan kesejahteraan umum meningkatkan ketahanan sosial
budaya masyarakat Desa guna mewujudkan masyarakat Desa yang mampu memelihara kesatuan
sosial sebagai bagian dari ketahanan nasional memajukan perekonomian masyarakat Desa serta
mengatasi kesenjangan pembangunan nasional dan memperkuat masyarakat pembangunan.
Sarana dan prasarana bagi Pemerintahan Desa dan pelayanan publik dan tersedianya
dana operasional, penghasilan tetap, dan tunjangan lainnya bagi perangkat Pemerintah Desa
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam wilayah Desa dibentuk dusun
atau yang disebut dengan nama lain yang disesuaikan dengan asal usul, adat istiadat, dan nilai
sosial budaya masyarakat Desa. Pembentukan Desa sebagaimana dimaksud ayat dilakukan
melalui Desa persiapan. pada Desa persiapan merupakan bagian dari wilayah Desa induk. Desa
persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat dapat ditingkatkan statusnya menjadi Desa dalam
jangka waktu 1 (satu) sampai 3 (tiga) tahun. (8) Peningkatan status sebagaimana dimaksud pada
ayat (7) dilaksanakan berdasarkan hasil evaluasi. Pasal 9 Desa dapat dihapus karena bencana
alam dan/atau kepentingan program nasional yang strategis. Pasal 10 Dua Desa atau lebih yang
berbatasan dapat digabung menjadi Desa baru berdasarkan kesepakatan Desa yang bersangkutan
dengan memperhatikan persyaratan yang ditentukan dalam Undang-Undang ini
1

membina dan meningkatkan perekonomian Desa serta mengintegrasikannya agar


mencapai perekonomian skala produktif untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat Desa
mengembangkan sumber pendapatan Desa mengusulkan dan menerima pelimpahan sebagian
kekayaan negara guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa mengembangkan
masyarakat Desa. kehidupan sosial budaya memanfaatkan teknologi yang berguna bagi siswa
dan siswi yang tinggal di desa agar mudah mengakses internet supaya berpenegetahuan maju dan
memiliki wawasan yang luas dalam membangun desa supaya berkembang dan menjadi desa
yang dapat bersaing dengan warga kota. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila,
melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta
mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka
Tunggal Ika menjadi warga desa yang berjiwa nasionalis. Adapun tujuan dari disahkannya UU
Desa ini antara lain:
1. memberikan pengakuan dan penghormatan atas desa yang sudah ada dengan
keberagamannya sebelum dan sesudah terbentuknya Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
2. memberikan kejelasan status dan kepastian hukum atas desa dalam sistem ketatanegaraan
Republik Indonesia demi mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia;
3. melestarikan dan memajukan adat, tradisi, dan budaya masyarakat desa;
4. mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi masyarakat desa untuk pengembangan
potensi dan aset desa guna kesejahteraan bersama;
5. membentuk pemerintahan desa yang profesional, efisien dan efektif, terbuka, serta
bertanggung jawab;
6. meningkatkan pelayanan publik bagi warga masyarakat desa guna mempercepat
perwujudan kesejahteraan umum;
7. meningkatkan ketahanan sosial budaya masyarakat desa guna mewujudkan masyarakat
desa yang mampu memelihara kesatuan sosial sebagai bagian dari ketahanan nasional;
8. memajukan perekonomian masyarakat desa serta mengatasi kesenjangan pembangunan
nasional; dan
9. memperkuatmasyarakat desa sebagai subjek pembangunan.

Sedangkan asas pengaturan dalam UU Desa ini adalah:


1. rekognisi, yaitu pengakuan terhadap hak asal usul;
2

2. subsidiaritas, yaitu penetapan kewenangan berskala lokal dan pengambilan keputusan


secara lokal untuk kepentingan masyarakat desa;
3. keberagaman, yaitu pengakuan dan penghormatan terhadap sistem nilai yang berlaku di
masyarakat desa, tetapi dengan tetap mengindahkan sistem nilai bersama dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara;
4. kebersamaan, yaitu semangat untuk berperan aktif dan bekerja sama dengan prinsip
saling menghargai antara kelembagaan di tingkat desa dan unsur masyarakat desa dalam
membangun desa;
5. kegotongroyongan, yaitu kebiasaan saling tolong-menolong untuk membangun desa;
6. kekeluargaan, yaitu kebiasaan warga masyarakat desa sebagai bagian dari satu kesatuan
keluarga besar masyarakat desa;
7. musyawarah, yaitu proses pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan
masyarakat desa melalui diskusi dengan berbagai pihak yang berkepentingan;
8. demokrasi, yaitu sistem pengorganisasian masyarakat desa dalam suatu sistem
pemerintahan yang dilakukan oleh masyarakat desa atau dengan persetujuan masyarakat
desa serta keluhuran harkat dan martabat manusia sebagai makhluk tuhan yang maha esa
diakui, ditata, dan dijamin;
9. kemandirian, yaitu suatu proses yang dilakukan oleh pemerintah desa dan masyarakat
desa untuk melakukan suatu kegiatan dalam rangka memenuhi kebutuhannya dengan
kemampuan sendiri;
Penetapan UU Desa ini tak lepas dari penolakan. Di samping, ribuan kepala desa di seluruh
Indonesia menyambut dengan gegap gempita dan penuh dengan sukacita, daerah Sumatera
Barat menolak UU tersebut. Hal tersebut dikarenakan, menurut Lembaga Kerapatan Adat Alam
Minangkabau (LKAAM) se-Sumatera Barat, beranggapan bahwa UU Desa akan melemahkan
eksistensi nagari di Sumbar sebagai satu kesatuan adat, budaya dan sosial ekonomi.
Terlepas dari penolakan dari LKAAM Sumbar, UU ini secara umum mengatur materi
mengenai asas pengaturan, kedudukan dan jenis desa, penataan desa, kewenangan desa,
penyelenggaraan pemerintahan desa, hak dan kewajiban desa dan masyarakat desa, peraturan
desa, keuangan desa dan aset desa, pembangunan desa dan pembangunan kawasan perdesaan,
badan usaha milik desa, kerja sama desa, lembaga kemasyarakatan desa dan lembaga adat desa,
serta pembinaan dan pengawasan. Selain itu, UU ini juga mengatur dengan ketentuan khusus
yang hanya berlaku untuk Desa Adat sebagaimana diatur dalam Bab XIII.

Salah satu poin yang paling krusial dalam pembahasan RUU Desa, adalah terkait alokasi
anggaran untuk desa. Di dalam penjelasan Pasal 72 Ayat 2 tentang Keuangan Desa. Jumlah
alokasi anggaran yang langsung ke desa, ditetapkan sebesar 10 persen dari dan di luar dana
transfer daerah. kemudian dipertimbangkan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah,
kesulitan geografi. Ini dalam rangka meningkatkan masyarakat desa. Selain itu, poin-poin lain
yang disepakati adalah terkait masa jabatan kepala desa. Kemudian diatur juga terkait
kesejahteraan kepala desa dan perangkat desa. Baik kepala desa, maupun perangkat desa
mendapat penghasilan tetap setiap bulan dan mendapat jaminan kesehatan.
Di sisi lain, UU Desa juga mengandung kekurangan. Kekurangan pertama, adanya
perbedaan pengertian desa adat menurut UU Desa dengan pengertian desa adat menurut
masyarakat desa adat itu sendiri. Kekurangan kedua, tereletak pada dana alokasi kepada setiap
desa per tahun yang dapat saja disalahgunakan. Kemudian, tidak menjelaskan secara khusus
tentang penempatan perempuan minimal 3o persen pada perangkat desa. Selain itu, tingkat
kesiapan tata kelola yang masih rendah dan kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada
di desa, juga dapat menghambat tujuan-tujuan yang hendak dicapai setelah pengesahan UU
Desa.

ANALISA
Setiap produk hukum, seperti Undang-Undang, tidak terlepas dari kelebihan dan
kekurangan setelah disahkan. Begitupula dengan UU Desa. Pada bab pendahuluan, sudah
diterangkan secara singkat kelebihan dan kekurangan yang ada di UU Desa. Pada bab analisa ini,
penulis akan menganalisa kelebihan dan kekurangan tersebut.

Kelebihan Terhadap Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa


Pada UU Desa ini, terdapat poin yang memang sudah dicanangkan sekitar 7 tahun
lamanya. Yaitu, adanya aturan yang membahas terkait alokasi anggaran untuk desa. Di dalam
penjelasan Pasal 72 Ayat 2 tentang keuangan desa. Jumlah alokasi anggaran yang langsung ke

desa, ditetapkan sebesar 10 persen dari dan di luar dana transfer daerah dengan
mempertimbangkan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, kesulitan geografi.
Dengan adanya dana alokasi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
tersebut, tentu diharapkan pembangunan di desa semakin baik dan mampu menyejahterakan
masyarakat desa dengan pemanfaatan dana alokasi secara maksimal. Jika mampu mengelola
dengan baik dan bijaksana, maka bukan hal yang mustahil jika masyarakat desa yang berada di
garis kemiskinan dapat berkurang dan mungkin saja dapat bersaing dengan masyarakat desa
lainnya atau bahkan masyarakat global secara umumnya.
Pada perangkat desa seperti kepala desa juga tidak luput dari pembahasan dalam UU
Desa. kepala desa menurut UU Desa pasal 26 ayat 1, bertugas menyelenggarakan pemerintahan
desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa. Pada pasal yang
sama di ayat 3 huruf c, dijelaskan bahwa kepala desa menerima penghasilan tetap setiap bulan,
tunjangan, dan penerimaan lainnya yang sah, serta mendapat jaminan kesehatan. Selain itu,
segala hal yang berhubungan dengan kepala desa, baik itu tugas, wewenang, larangan, hingga
masa jabatan seorang kepala desa, juga tertuang di UU Desa. Pada jajaran perangkat desa
lainnya, seperti Badan Permusyawaratan Desa (BPD) juga diberikan penjelasan-penjelasan
terhadap seperti apa fungsi BPD, tugas-tugasnya, wewenang, kewajiban, hingga laranganlarangan yang tidak boleh dilakukan oleh BPD.
Secara umum, UU Desa telah menjabarkan secara sistematis dan mampu memberikan
hak-hak pada setiap desa di Indonesia untuk mengembangkan potensi-potensi yang ada di
desanya. Dengan adanya UU ini, maka setiap desa dapat menyejahterakan masyarakatnya sesuai
dengan prakarsanya pada masing-masing desa. Adanya UU ini juga menjadi dasar hukum yang
sangat berarti bagi setiap desa, karena UU ini bisa dijadikan sebagai dasar pijakan dalam
menjalankan pembangunan-pembangunan di desa. Maka, kelebihan UU Desa yang paling
terlihat adalah telah adanya dasar hukum yang jelas bagi setiap desa di Indonesia.

Kekurangan Terhadap Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa


Di balik kelebihan, tentu terdapat pula kekurangan. Begitupula pada UU Desa. Ada
berbagai kekurangan yang terdapat dalam UU Desa. Tidak hanya dalam segi isi, namun juga
dalam hal penerapannya. Dari segi isi, terdapat kekurangan terutama dalam pengertian desa adat.
5

Sebelum terbitnya UU ini, setiap wilayah memiliki pengertian desa adat yang berbeda-beda.
Sebagai contohnya, di Bali. Pengertian desa adat adalah tempat pelaksanaan ajaran agama dalam
sprit takwa, etika, dan upacara yang bertalian pada wilayah pawongan (warga/krama desa),
palemahan (wilayah desa), dan parahyangan (keyakinan agama). Sedangkan menurut UU Desa,
desa adat adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang
untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat
berdasarkan prakarsa masyarakat. Maka dari itu, harus ada penyeragaman pengertian arti desa
adat, agar tidak ada gelojak dikemudian hari.
Masih dalam segi isi UU Desa, dikatakan bahwa setiap desa akan mendapatkan dana
alokasi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) paling sedikit 10 persen setiap
tahunnya. Maka, dapatdiperkirakan setiap desa akan mendapatkan dana sekitar 1.2 hingga 1.4
miliar setiap tahunnya. Berdasarkan perhitungan dalam penjelasan UU Desa yaitu, 10 persen dari
dan transfer daerah menurut APBN untuk perangkat desa sebesar Rp. 59, 2 triliun, ditambah
dengan dana dari APBD sebesar 10 persen sekitar Rp. 45,4 triliun. Total dana untuk desa adalah
Rp. 104, 6 triliun yang akan dibagi ke 72 ribu desa se-Indonesia.
Dengan total dana sebanyak itu, tidak mustahil akan diselewengkan oleh perangkat desa
yang tidak bertanggungjawab. Maka, penting adanya pengawasan, dalam hal ini adalah tugas
BPD dan pemerintah daerah setempat, yang dilakuan secara berkala terhadap setiap desa agar
pembangunan desa lebih tepat sasaran. Masalah lainnya juga akan ditimbul, yaitu adanya
perbedaan-perbedaan keadaan atau kondisi desa yang ada di Indonesia. Ada desa yang memang
sudah mandiri dan sudah mampu menyejahterakan masyarakatnya dengan berbagai cara sebelum
adanya lahirnya UU Desa. Akan tetapi, ada pula desa yang tertinggal dan masih belum belum
bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Jika nantinya akan dikucurkan dana alokasi
tersebut, dikhawatirkan akan mubazir bagi desa maju dan akan tetap merasa kekurangan bagi
desa tertinggal.Sekali lagi, peran pengawasan sangat diharapkan mampu mengawasi penggunaan
dana alokasi tersebut agar dana alokasi tersebut tepat sasaran sesuai kebutuhan dan keperluan
masing-masing desa. Masa jabatan kepala desa juga mungkin saja akan menjadi permasalahan.
Pada UU Desa, dijelaskan masa jabatan kepala desa adalah 6 tahun dan dapat dipilih kembali
dalam 3 periode, boleh berturut-turut atau tidak. Masa jabatan yang tergolong lama ini,
ditakutkan akan lahir raja-raja kecil di desa. Terlebih lagi, dengan kewenangan yang diberikan
pada setiap kepala desa cukup bebas dan keuntungan-keuntungan menjadi kepala desa yang
6

dapat mengiurkan bagi setiap orang, memungkinkan seseorang dengan segala cara agar dapat
menduduki jabatan sebagai kepala desa. Untuk itu, masyarakat desa harus jeli memilih kepala
desa yang memang berkompeten dalam menanggulangi permasalahan-permasalahan yang ada di
desanya. Dengan menggunakan pemilihan secara langsung, masyarakat desa diharapkan mampu
menepatkan orang-orang terbaik di desanya pada setiap posisi di perangkat desanya, terlebih
pada posisi kepala desa. Tingkatan kepedulian masyarakat desa dalam berdemokrasi, secara tidak
langsung, juga akan berpengaruh dalam pembangunan-pembangunan di wilayahnya. Penepatan
orang baik dan memang mampu mengatasi permasalahan desa pada tingkat kepala desa, pastilah
akan berdampak positif dalam perubahan-perubahan yang terjadi ke depannya. Sebaliknya, jika
salah memilih, bukan malah mengatasi permasalahan tetapi akan menimbulkan permasalahan
baru yang mungkin lebih besar lagi.
Masih berkaitan dengan pentingnya masyarakat desa memahami demokrasi, maka
masyarakat desa mau tidak mau harus memiliki pemahaman berdemokrasi itu sendiri. Salah satu
caranya adalah dengan jalur pendidikan. Dengan pendidikan yang baik dan benar, akan
menghasilkan masyarakat desa yang melek berdemokrasi dan juga dapat memberikan kontribusi
terhadap pembangunan-pembangunan di desanya. Ini berkaitannya dengan Sumber Daya
Manusia (SDM) yang berbeda-beda ada pada setiap desa. Peran pemerintah, baik pemerintah
pusat maupun pemerintah daerah, juga harus mampu turun tangan dalam meningkatkan SDM
masyarakat desa ini. Mengenai SDM, juga berkaitan erat dengan tata kelola yang akan
dikerjakan oleh perangkat desa. Maka dari itu, dengan meningkatnya SDM di suatu desa, juga
akan berdampak baik terhadap tata kelola pemerintahan desanya.
Lalu, pada penempatan perangkat desa itu sendiri, UU Desa tidak secara khusus
menjelaskan tentang keberadaan perempuan minimal 30 persen di perangkat desa. Hal tersebut
dianggap penting, karena jangan sampai perempuan-perempuan di desa hanya akan dijadikan
obyek pengaturan, bukan sebagai subyek. Dengan adanya perempuan di perangkat desa,
diharapkan dapat menyalurkan aspirasi perempuan-perempuan lainnya di desa tersebut.
Dari sekian kelebihan dan kekurangan yang telah disampaikan, UU Desa ini harus
diapresiasikan. UU ini memberikan pengakuan terhadap setiap desa yang ada di Indonesia
sebagai ujung tombak pemerintahan. UU ini juga memberikan keleluasaan pada setiap desa

untuk mengatur pembangunan di desanya yang bertujuan sebesar-besarnya untuk kemakmuran


dan kesejahteraan masyarakat desa.
UU Desa akan berfungsi baik jika semua pihak saling mendukung dan saling membantu
dalam menjalankan amanah UU tersebut. Jika semua pihak mampu menjalankan tugas dan
fungsinya sesuai dengan yang diamanahkan, maka bukan tidak mungkin pembangunan di desa
akan semakin baik dan dapat menyejahterakan masyarakat desa itu sendiri serta membantu
pembangunan nasional secara keseluruhan.

PENUTUP
Kesimpulan
Setiap produk hukum, seperti Undang-Undang , tidak terlepas dari kelebihan dan
kekurangan setelah disahkan. Begitupula UU Desa. Adapun kelebihan UU Desa yang paling
terlihat adalah pemanfaatan UU Desa sebagai dasar pijakan dan dasar hukum yang jelas bagi
setiap desa di Indonesia. Sedangkan, kekurangan UU Desa terletak pada pengertian desa adat
yang berbeda dengan pengertian masyarakat desa adat itu sendiri. Perbedaan ini mungkin saja
akan menimbulkan dampak dikemudian hari jika tidak ditanggulangi sejak diri. Dana alokasi
yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan tergolong cukup besar
terhadap setiap desa per tahunnya, juga bisa menjadi permasalahan jika tidak diawasi secara
maksimal dan berkala. Kemudian, tidak adanya pembahasan secara khusus pada UU Desa
tentang penempatan perempuan minimal 30 persen pada perangkat desa. Dan yang terpenting
adalah, belum siapnya Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada di desa untuk menjalankan UU
Desa ini dan tentunya akan berdampak terhadap tata kelola pemerintahan desa itu sendiri.

Saran
Saran dari penulisan ini adalah harus adanya pengawasan yang intens dan berkala untuk
bisa mengawal UU Desa ini dalam menjalankan amanah-amanahnya. Terutama, dalam
8

pengawasan penggunaan dana alokasi terhadap setiap desa per tahunnya yang rawan
dimanfaatkan oleh segelintir orang yang tidak bertanggungjawab. Pengawasan ini sendiri, bisa
dari Badan Permusyawaran Desa (BPD) setempat, pemerintah daerah setempat dan juga bisa dari
masyarakat desa itu sendiri. Dengan adanya pengawasan dalam penggunaan dana alokasi
tersebut, diharapkan penggunaan dana alokasi dapat tepat sasaran dan dapat digunakan sebesarbesarnya untuk kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat desa.

Você também pode gostar