Você está na página 1de 3

Sebagian besar bahan makanan, yaitu

sekitar 96% terdiri dari bahan organik dan


air. Sisanya terdiri dari unsur-unsur
mineral. (Winarno, 1992)
Abu merupakan residu anorganik yang
didapat dengan cara mengabukan
komponen-komponen organik dalam
bahan pangan. Jumlah dan komposisi abu
dalam mineral tergantung pada jenis
bahan pangan serta metode analisis yang
digunakan. Abu dan mineral dalam bahan
pangan umumnya berasal dari bahan
pangan itu sendiri (indigenous). Tetapi ada
beberapa mineral yang ditambahkan ke
dalam bahan pangan, secara disengaja
maupun tidak disengaja. Abu dalam bahan
pangan dibedakan menjadi abu total, abu
terlarut dan abu tak larut.
(Puspitasari, et.al,1991)
Analisis gravimetrik merupakan bagian
analisis kuantitatif untuk menentukan
jumlah zat berdasarkan pada
penimbangan dari hasil reaksi setelah
bahan/analit yang dihasilkan diperlakukan
terhadap pereaksi tertentu. (Widodo,
2010)
Kadar abu suatu bahan ditetapkan pula
secara gravimetri. Penentuan kadar abu
merupakan cara pendugaan kandungan
mineral bahan pangan secara kasar. Bobot
abu yang diperoleh sebagai perbedaan
bobot cawan berisi abu dan cawan
kosong. Apabila suatu sampel di dalam
cawan abu porselen dipanaskan pada
suhu tinggi sekitar 650C akan menjadi
abu berwarna putih. Ternyata di dalam
abu tersebut dijumpai garam-garam atau
oksida-oksida dari K, P, Na, Mg, Ca, Fe,
Mn, dan Cu, disamping itu terdapat dalam
kadar yang sangat kecil seperti Al, Ba, Sr,
Pb, Li, Ag, Ti, As, dan lain-lain. Besarnya
kadar abu dalam daging ikan umumnya
berkisar antara 1 hingga 1,5
%. (Yunizal, et.al, 1998)
Kadar abu/mineral merupakan bagian
berat mineral dari bahan yang didasarkan
atas berat keringnya. Abu yaitu zat
organik yang tidak menguap, sisa dari

proses pembakaran atau hasil oksidasi.


Penentuan kadar abu ada hubungannya
dengan mineral suatu bahan. Mineral yang
terdapat dalam pangan terdiri dari 2 jenis
garam, yaitu
1. Garam-garam organik, misalnya garam
dari as. malat, oxalate, asetat, pektat dan
lain-lain
2. Garam-garam anorganik, misalnya
phospat, carbonat, chloride, sulfat nitrat
dan logam alkali. (Wahyuni, 2011)
Selain kedua garam tersebut, kadangkadang mineral dapat terbentuk sebagai
senyawa yang kompleks yang bersifat
organis. Apabila akan ditentukan jumlah
mineralnya dalam bentuk aslinya adalah
sangat sulit.
Menurut Winarno (1991), kadar abu
yang yang terukur merupakan bahanbahan anorganik yang tidak terbakar
dalam proses pengabuan, sedangkan
bahan-bahan organik terbakar.
Untuk menentukan kandungan mineral
yang terdapat pada bahan makanan,
bahan harus dihancurkan/didestruksi
terlebih dahulu. Cara yang biasa dilakukan
yaitu pengabuan kering (dry ashing) atau
pengabuan langsung dan pengabuan
basah (wet digestion). Pemilihan cara
tersebut tergantung pada sifat zat organik
dalam bahan, sifat zat anorganik yang ada
di dalam bahan, mineral yang akan
dianalisa serta sensitivitas cara yang
digunakan. (Apriyantono, et.al, 1989).
Prinsip dari pengabuan cara langsung
yaitu dengan mengoksidasi semua zat
organik pada suhu tinggi, yaitu sekitar 500
600 oC dan kemudian melakukan
penimbangan zat yang tertinggal setelah
proses pembakaran tersebut. (Sudarmadji,
1996)
Pengabuan dilakukan melalui 2 tahap
yaitu :
a.
Pemanasan pada suhu 300oC yang
dilakukan dengan maksud untuk dapat
melindungi kandungan bahan yang
bersifat volatil dan bahan berlemak

hingga kandungan asam hilang.


Pemanasan dilakukan sampai asap habis.
b.
Pemanasan pada suhu 800oC yang
dilakukan agar perubahan suhu pada
bahan maupun porselin tidak secara tibatiba agar tidak memecahkan krus yang
mudah pecah pada perubahan suhu yang
tiba-tiba.
Pengabuan kering dapat diterapkan
pada hampir semua analisa mineral,
kecuali mercuri dan arsen. Pengabuan
kering dapat dilakukan untuk menganalisa
kandungan Ca, P, dan Fe akan tetapi
kehilangan K dapat terjadi apabila suhu
yang digunakan terlalu tinggi. Penggunaan
suhu yang terlalu tinggi juga akan
menyebabkan beberapa mineral menjadi
tidak larut.
Beberapa kelemahan maupun kelebihan
yang terdapat pada pengabuan dengan
cara lansung. Beberapa kelebihan dari
cara langsung, antara lain :
a.
Digunakan untuk penentuan kadar
abu total bahan makanan dan bahan hasil
pertanian, serta digunakan untuk sample
yang relatif banyak,
b.
Digunakan untuk menganalisa abu
yang larut dan tidak larut dalam air, serta
abu yang tidak larut dalam asam, dan
c.
Tanpa menggunakan regensia
sehingga biaya lebih murah dan tidak
menimbulkan resiko akibat penggunaan
reagen yang berbahaya.
Sedangkan kelemahan dari cara langsung,
antara lain :
a. Membutuhkan waktu yang lebih lama.
b. Tanpa penambahan regensia.
c. Memerlukan suhu yang relatif tinggi.
d.
Adanya kemungkinan kehilangan air
karena pemakaian suhu tinggi
(Apriantono, 1989)
Prinsip dari pengabuan cara tidak
langsung yaitu memberikan reagen kimia
tertentu kedalam bahan sebelum
dilakukan pengabuan. Senyawa yang

biasa ditambahkan adalah gliserol alkohol


ataupun pasir bebas anorganik
selanjutnya dilakukan pemanasan pada
suhu tinggi. Pemanasan mengakibatkan
gliserol alkohol membentuk kerak
sehingga menyebabkan terjadinya
porositas bahan menjadi besar dan dapat
mempercepat oksidasi. Sedangkan pada
pemanasan untuk pasir bebas dapat
membuat permukaan yang bersinggungan
dengan oksigen semakin luas dan
memperbesar porositas, sehingga
mempercepat proses pengabuan.
(Sudarmadji, 1996)
Beberapa kelebihan dan kelemahan
yang terdapat pada pengabuan cara tidak
langsung. Kelebihan dari cara tidak
langsung, meliputi :
a. Waktu yang diperlukan relatif singkat,
b. Suhu yang digunakan relatif rendah,
c. Resiko kehilangan air akibat suhu yang
digunakan relatif rendah,
d. Dengan penambahan gliserol alkohol
dapat mempercepat pengabuan, dan
e. Penetuan kadar abu lebih baik.
Sedangkan kelemahan yang terdapat
pada cara tidak langsung, meliputi :
a. Hanya dapat digunakan untuk trace
elemen dan logam beracun,
b. Memerlukan regensia yang kadangkala
berbahaya, dan
c. Memerlukan koreksi terhadap regensia
yang digunakan. (Apriantono, 1989)
Penentuan kadar abu total dapat
digunakan untuk berbagai tujuan, yaitu:
1. Menentukan baik tidaknya suatu
pengolahan
Dalam penggilingan gandum, misalnya
apabila masih banyak katul atau lembaga
yang terikut maka tepung gandum
tersebut akan memiliki kadar abu yang
tinggi.
2. Mengetahui jenis bahan yang
digunakan
Penentuan kadar abu dapat digunakan
untuk memperkirakan kandungan buah

yang digunakan dalam marmalade atau


jelly. Kandungan abu juga dapat dipakai
untuk menentukan atau membedakan
fruit vinegar (asli) atau sintesis.
3. Penentuan parameter nilai gizi pada
bahan makanan
Rumusan dari penentuan kadar abu
sebagai berikut:
Keterangan:
A adalah berat cawan kosong dinyatakan
dalam g
B adalah berat cawan + contoh awal,
dinyatakan dalam g
C adalah berat cawan + abu, dinyatakan
dalam g.
DAFTAR PUSTAKA

Apriyanto, Anton, et al. 1989. Analisis


Pangan. Bogor: IPB-press
Puspitasari, et.al. 1991. Teknik Penelitian
Mineral Pangan. Bogor: IPB-press.
Sudarmadji, S., Haryono, B. dan Suhandi.
1989. Analisa Bahan makanan dan
Pertanian. Liberty: Yogyakarta.
Widodo, Didik S. dan Retno A. L.
2010. Kimia Analisis Kuantitatif Dasar
Penguasaan Aspek Eksperimental.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Winarno, F.G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi.
Gramedia; Jakarta.
Yunizal, Murtini,J.T., Dolaria,N.,
Purdiwoto,B., Abdulrokhim dan
Carkipan. 1998. Prosedur Analisa
Kimiawi Ikan dan Produk Olahan HasilHasil Perikanan. Instalasi Penelitian dan
Pengembangan Perikanan; Jakarta.

Você também pode gostar