Você está na página 1de 30

KOAGULASI, FOKULASI, DAN TEKNIK JARTEST

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah
Analisa Makanan dan Minuman
Oleh :
Kelompok 13
Dita Lestari
Dinnar P
Fauziah Illahi
Tasya Farida

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BANDUNG
JURUSAN ANALIS KESEHATAN
CIMAHI
2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kepada Allah SWT karena telah memberikan
kita kesehatan. Shalawat serta salam tetap kita curahkan kepada junjungan kita
nabi besar Muhammad SAW. Karena dengan perjuangan dan jihad dari dakwah
beliau sekarang kita bisa merasakan nikmatnya iman dan islam dari agama yang
beliau sebarkan. Dan semoga kelak kita menjadi umat yang beliau syafaati di
padang tandus yang tidak kita temui syafaat selain dari beliau.
Makalah ini dibuat dengan judul KOAGULASI, FLOKULASI DAN
TEKNIK JAR TEST yang diharapkan bisa mengerti apa yang disampaikan.
Makalah ini masih sangat sederhana dan masih banyak sekali ditemukan
kekurangan baik isi, atau kata yang kurang tepat dalam penyajiannya dan kami
sangat mengharap kritik dan saran untuk meyempurnakan makalah ini. Walaupun
demikian makalah ini juga sangat bermanfaat bagi kita karena dengan membaca
makalah ini kita mengetahui tentang bakteriologi air. Demikian sebagai pengantar
makalah ini.

Bandung, Oktober 2015

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................1
1.3 Tujuan...........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................3
2.1 Kelebihan dan Kekurangan Masing-masing Koagulan.................................3
2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Koagulasi-Flokulasi..............................9
2.3 Mekanisme Flokulasi dan Koagulasi...........................................................13
2.4 Teknik Jar Test .............................................................................................14
BAB III PENUTUP..............................................................................................26
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................26
3.2 Saran...............................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................28

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Metode pengolahan air

menurut sifat nya, yaitu metode

pengolahan secara fisika dan kimia. Metode pengolahan fisik yang sering
digunakan adalah Flokulasi,Sedimentasi,sedangkan metode pengolahan
air secara kimiawi Koagulasi. Koagulasi merupakan mekanisme dimana
partikel-partikel koloid yang bermuatan negative akan di netralkan,
sehingga muatan yang netral tersebut saling melekat dan menempel satu
sama lain,kemudian membentuk flok. Untuk menambah besar ukuran
kolid dapat dilakukan dengan jalan reaksi kimia diikuti dengan
pengumpulan atau dengan cara penyerapan.
Untuk mempercepat pengendapan kotoran maka ditambahkan
koagulan dengan dosis yang tepat ebab dengan dosis yang terlalu banyak
tidak ada pengaruhya bila sudah tercapai titik jenuh pengendapan.
Pemilihan jenis dan dosis flokulan atau koagulan yang harus dilakukan
terlebih dahulu dalam skala laboratorium dengan menggunakan Jar Test.
Jar Test adalah suatu percobaan yang berfunfsi untuk menentukan dosis
optium dalam koagulan yang digunakan alam proses pengolahan air
bersih.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa kelebihan dan kekurangan masing-masing Koagulan ?
2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi koagulasi-flokulasi?
3. Bagaimana mekanisme flokulasi dan koagulasi?
4. Bagaimana teknik Jar Test?
C. TUJUAN
1. Mengetahui kelebihan dan kekurangan dari masing-masing koagulan.
2. Mengetahui factor-faktor yang memepengaruhi koagulasi-flokulasi.

3. Mengetahui mekanisme flokulasi dan koagulasi.


4. Mengetahui bagaimana teknik Jar Test.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 KELEBIHAN DAN KEKURANGAN KOAGULAN

Reaksi
Nama

Formula

Bentuk

Dengan
Air

pH
Optimum

Aluminium
sulfat,
sulfat,

Alum Al2(SO4)3.xH2O,
Alum, x = 14,16,18

Bongkah,
bubuk

Asam

6,0 7,8

Basa

6,0 7,8

Salum
Sodium aluminat

NaAlO2atau
Na2Al2O4

Bubuk

Polyaluminium

Aln(OH)mCl3n-m

Chloride, PAC
Ferri sulfat

Fe2(SO4)3.9H2O

Ferri klorida

FeCl3.6H2O

Ferro sulfat

FeSO4.7H2O

Cairan,
bubuk
Kristal
halus
Bongkah,
cairan
Kristal
halus

Asam

6,0 7,8

Asam

49

Asam

49

Asam

> 8,5

2.1.1 Jenis-jenis koagulan:

1.

Alumunium sulfat (Al2(SO4)3.14H2O)


Biasanya disebut tawas, bahan ini sering dipakai karena
efektif untuk menurunkan kadar karbonat. Tawas berbentuk
kristal atau bubuk putih, larut dalam air, tidak larut dalam
alkohol, tidak mudah terbakar, ekonomis, mudah didapat dan
mudah disimpan. Penggunaan tawas memiliki keuntungan yaitu
harga relatif murah dan sudah dikenal luas oleh operator water
treatment. Namun Ada juga kerugiannya, yaitu umumnya
dipasok dalam bentuk padatan sehingga perlu waktu yang lama
untuk proses pelarutan.
Al2(SO4)3 2 Al+3 + 3SO4-2
Air akan mengalami
H2O H+ + OHSelanjutnya

2 Al+3 + 6 OH- 2 Al (OH)3

Selain itu akan dihasilkan asam

3SO 4-2 + 6 H+ 3H2SO4

2.

Sodium aluminate ( NaAlO2 )


Digunakan dalam kondisi khusus karena harganya yang
relatif mahal. Biasanya digunakan sebagai koagulan sekunder
untuk menghilangkan warna dan dalam proses pelunakan air

3.

dengan lime soda ash.


Ferrous sulfate ( FeSO4.7H2O )
Dikenal sebagai Copperas, bentuk umumnya adalah
granular. Ferrous Sulfate dan lime sangat efektif untuk proses
penjernihan air dengan pH tinggi (pH > 10).

4.

Chlorinated copperas
Dibuat dengan menambahkan klorin untuk mengioksidasi
Ferrous Sulfate. Keuntungan penggunaan koagulan ini adalah
dapat bekerja pada jangkauan pH 4,8 hingga 11.

5.

Ferrie sulfate ( Fe2(SO4)3)


Mampu untuk menghilangkan warna pada pH rendah dan
tinggi serta dapat menghilangkan Fe dan Mn.

6.

Ferrie chloride ( FeCl3.6H2O)


Dalam pengolahan air penggunaannya terbatas karena
bersifat korosif dan tidak tahan untuk penyimpanan yang terlalu
lama.

Jenis Koagulan Aid


Kesulitan pada saat proses koagulasi kadang-kadang
terjadi karena lamanya waktu pengendapan dan flok yang
terbentuk

lunak

sehingga

akan

mempersulit

proses

pemisahan. Koagulan Aid menguntungkan proses koagulasi


dengan

mempersingkat

waktu

pengendapan

dan

memperkeras flok yang terbentuk. Jadi definisi koagulan aids


adalah

koagulan

sekunder

yang

ditambahkan

setelah

koagulan primer atau utama bertujuan untuk mempercepat


pengendapan, pembentukan dan pengerasan flok.

Jenis koagulan aid diantaranya:


PAC ( poly alumunium chloride )
Polimer alumunium merupakan jenis baru sebagai
hasil riset dan pengembangan teknologi air sebagai
dasarnya adalah alumunium yang berhubungan dengan
unsur lain membentuk unit berulang dalam suatu ikatan
rantai molekul yang cukup panjang, pada PAC unit
berulangnya adalah Al-OH.
Rumus empirisnya adalah

Aln(OH)mCl3n-m

Dimana : n = 2 2,7 <> 0


Dengan demikian PAC menggabungkan netralisasi
dan kemampuan menjembatani partikel-partikel koloid
sehingga koagulasi berlangsung efisien. Namun terdapat
kendala dalam menggunakan PAC sebagai koagulan aids
yaitu perlu pengarahan dalam pemakaiannya karena
bersifat higroskopis.
Keunggulan Poly Aluminium Chloride
Beberapa keunggulan yang dimiliki PAC dibanding
koagulan lainnya adalah sebagai berikut:
1. PAC dapat bekerja di tingkat pH yang lebih luas,
dengan

demikian

tidak

diperlukan

pengoreksian

terhadap pH, terkecuali bagi air tertentu.


2. Kandungan
mengoksidasi

belerang

dengan

senyawa

dosis

karboksilat

cukup

akan

rantai

siklik

membentuk alifatik dan gugusan rantai hidrokarbon


yang lebih pendek dan sederhana sehingga mudah
untuk diikat membentuk flok.

3. Kadar khlorida yang optimal dalam fasa cair yang


bermuatan negatif akan cepat bereaksi dan merusak
ikatan zat organik terutama ikatan karbon nitrogen
yang umumnya dalam truktur ekuatik membentuk
suatau

makromolekul

terutama

gugusan

protein,

amina, amida dan penyusun minyak dan lipida.


4. PAC tidak menjadi keruh bila pemakaiannya berlebihan,
sedangkan koagulan yang lain (seperti alumunium
sulfat, besi klorida dan fero sulfat) bila dosis berlebihan
bagi air yang mempunyai kekeruhan yang rendah akan
bertambah keruh. Jika digambarkan dengan suatu
grafik untuk PAC adalah membentuk garis linier artinya
jika

dosis

berlebih

maka

akan

didapatkan

hasil

kekeruhan yang relatif sama dengan dosis optimum


sehingga penghematan bahan kimia dapat dilakukan.
Sedangkan untuk koagulan selain PAC memberikan
grafik parabola terbuka artinya jika kelebihan atau
kekurangan dosis akan menaikkan kekeruhan hasil
akhir, hal ini perlu ketepatan dosis.
5. PAC

mengandung

suatu

polimer

khusus

dengan

struktur polielektrolite yang dapat mengurangi atau


tidak perlu sama sekali dalam pemakaian bahan
pembantu, ini berarti disamping penyederhanaan juga
penghematan untuk penjernihan air.
6. Kandungan basa yang cukup akan menambah gugus
hidroksil dalam air sehingga penurunan pH tidak terlalu
ekstrim sehingga penghematan dalam penggunaan
bahan untuk netralisasi dapat dilakukan.
7. PAC lebih cepat membentuk flok daripada koagulan
biasa ini diakibatkan dari gugus aktif aluminat yang
bekerja efektif dalam mengikat koloid yang ikatan ini

diperkuat

dengan

rantai

polimer

dari

gugus

polielektrolite sehingga gumpalan floknya menjadi lebih


padat, penambahan gugus hidroksil kedalam rantai
koloid yang hidrofobik akan menambah berat molekul,
dengan

demikian

walaupun

ukuran

pengendapan lebih kecil atau terjadi over-load

kolam
bagi

instalasi yang ada, kapasitas produksi relatif tidak


terpengaruh.
Karbon aktif
Aktivasi karbon bertujuan untuk memperbesar luas
permukaan arang dengan membuka pori-pori yang
tertutup sehingga memperbesar kapasitas adsorbsi.
Pori-pori arang biasanya diisi oleh hidrokarbon dan
zat-zat

organik

persenyawaan

lainnya

kimia

yang

yang

terdiri

dari

ditambahkan

akan

meresap dalam arang dan membuka permukaan yang


mula-mula tertutup oleh komponen kimia sehingga
luas permukaan yang aktif bertambah besar.
Efisiensi

adsorbsi

karbon

aktif

tergantung

dari

perbedaan muatan listrik antara arang dengan zat


atau ion yang diserap. Bahan yang bermuatan listrik
positif akan diserap lebih efektif oleh arang aktif
dalam larutan yang bersifat basa. Jumlah karbon aktif
yang digunakan untuk menyerap warna berpengaruh
terhadap jumlah warna yang diserap.
Activated silica
Merupakan sodium silicate yang telah direaksikan
dengan sulfuric acid, alumunium sulfate, carbon
dioxide, atau klorida. Sebagai koagulan aid, activated

silica

memberikan

keuntungan

antara

lain

meningkatkan laju reaksi kimia, menurunkan dosis


koagulan, memperluas jangkauan pH optimum dan
mempercepat

serta

memperkeras

flok

yang

terbentuk. Umumnya digunakan dengan koagulan


alumunium dengan dosis 7 11% dari dosis alum.
Bentonic clay
Digunakan pada pengolahan air yang mengandung
zat warna tinggi, kekeruhan rendah dan mineral yang
rendah.

2.2 Faktorfaktor yang mempengaruhi


Koagulasi

1.

Pemilihan

bahan

kimia.

Pemilihan

koagulan

dan

koagulan

pembantu, merupakan suatu program lanjutan dari percobaan dan


evaluasi yang biasanya menggunakan Jar test. Seorang operator
dalam pengetesan untuk memilih bahan kimia, biasanya dilakukan
di laboratorium. Pemilihan jenis koagulan didasarkan pada pertimbangan

segi ekonomis dan daya efektivitas daripada koagulan dalam pembentukan


flok. Koagulan dalam bentuk larutan lebih efektif dibanding koagulan dalam
bentuk serbuk atau butiran.
2.

Suhu berpengaruh terhadap daya koagulasi dan memerlukan pemakaian

bahan kimia berlebih, untuk mempertahankan hasil yang dapat diterima.Suhu


air yang rendah mempunyai pengaruh terhadap efisiensi proses koagulasi.
Bila suhu air diturunkan , maka besarnya daerah pH yang optimum pada
proses kagulasi akan berubah dan merubah pembubuhan dosis koagulan.

3.

pH Nilai ekstrim baik tinggi maupun rendah, dapat berpengaruh terhadap

koagulasi. pH optimum bervariasi tergantung jenis koagulan yang


digunakan.Koagulasi

optimum

bagaimanapun

juga

akan

berlangsung pada nilai pH tertentu (pH optimum), dimana pH


optimum harus ditetapkan dengan jar-test.

4.

Alkalinitas, misalnya alkalinitas yang rendah membatasi reaksi ini dan

menghasilkan koagulasi yang kurang baik, pada kasus demikian, mungkin


memerlukan penambahan alkalinitas ke dalam air, melalui penambahan
bahan kimia alkali/basa ( kapur atau soda abu)
5.

Kekeruhan

misalnya

makin

rendah

kekeruhan,

makin

sukar

pembentukkan flok.Makin sedikit partikel, makin jarang terjadi tumbukan


antar partikel/flok, oleh sebab itu makin sedikit kesempatan flok
berakumulasi
6.

Warna berindikasi kepada senyawa organik, Warna dimana zat organik

bereaksi dengan koagulan, menyebabkan proses koagulasi terganggu selama


zat organik tersbut berada di dalam air baku dan proses koagulasi semakin
sukar tercapai.
7.

Penentuan dosis optimum koagulan


Untuk

memperoleh

koagulasi

yang

baik,

dosis

optimum

koagulan harus ditentukan. Dosis optimum mungkin bervariasi


sesuai dengan karakteristik dan seluruh komposisi kimiawi di
dalam air baku, tetapi biasanya dalam hal ini fluktuasi tidak besar,
hanya

pada

kekeruhan

saat-saat

yang

drastis

tertentu

dimana

terjadi

perubahan

(waktu

musim

hujan/banjir)

perlu

penentuan dosis optimum berulang-ulang. Untuk menghasilkan inti

flok yang lain dari proses koagulasi dan flokulasi sangat tergantung dari
dosis koagulasi yang dibutuhkan Bila pembubuhan koagulan sesuai dengan
dosisyang dibutuhkan maka proses pembentukan inti flok akan berjalan
dengan baik.

8.

Penentuan

pH

optimum

Penambahan garam aluminium atau garam besi, akan menurunkan pH air,


disebabkan oleh reaksi hidrolisa garam tersebut, seperti yang telah
diterangkan di atas. Koagulasi optimum bagaimanapun juga akan
berlangsung pada nilai pH tertentu (pH optimum), dimana pH optimum harus
ditetapkan

dengan

jar-test.

Untuk kasus tertentu ( pada pH air baku rendah dan pada dosis koagulan
yang relatif besar ) dan untuk mempertahankan pH optimum, maka
diperlukan koreksi pH pada proses koagulasi, dengan penambahan bahan
alkali seperti : soda abu ( Na2CO3 ) , kapur ( CaO ) atau kapur hidrat
{ Ca(OH)2 }. Dilakukan penentuan dosis alkali pada dosis optimum
koagulan yang digunakan.
9.

Karakteristik

ion-ion

dalam

air.

Pengaruh ion-ion yang terlarut dalam air terhadap proses koagulasi yaitu :
pengaruh anion lebih bsar daripada kation. Dengan demikian ion natrium,
kalsium dan magnesium tidak memberikan pengaruh yang berarti terhadap
proses koagulasi.
10. Kecepatan pengadukan
Tujuan pengadukan adalah untuk mencampurkan koagulan ke dalam air.
Dalam pengadukan hal-hal yang perlu diperhatikan adalah pengadukan harus
benar-benar merata, sehingga semua koagulan yang dibubuhkan dapat
bereaksi dengan partikel-partikel atau ion-ion yang berada dalam air.
Kecepatan pengadukan sangat berpengaruh terhadap pembentukan flok bila
pengadukan terlalu lambat mengakibaykan lambatnyaflok terbantuk dan
sebaliknya apabila pengadukan terlalu cepat berakibat pecahnya flok yang
terbentuk
Flokulasi

1.

Jumlah energi yang diberikan

Dalam pengadukan hal-hal yang perlu diperhatikan adalah pengadukan


harus benar-benar merata, sehingga semua koagulan yang dibubuhkan dapat
bereaksi dengan partikel-partikel atau ion-ion yang berada dalam air.
Kecepatan pengadukan sangat berpengaruh terhadap pembentukan flok bila
pengadukan terlalu lambat mengakibaykan lambatnyaflok terbantuk dan
sebaliknya apabila pengadukan terlalu cepat berakibat pecahnya flok yang
terbentuk
2.

Jenis dan jumlah koagulan/flokulan dan atau pembantu Dosis

koagulan
Pemilihan jenis koagulan didasarkan pada pertimbangan segi ekonomis
dan daya efektivitas daripada koagulan dalam pembentukan flok. Koagulan
dalam bentuk larutan lebih efektif dibanding koagulan dalam bentuk serbuk
atau butiran.Untuk menghasilkan inti flok yang lain dari proses koagulasi dan
flokulasi sangat tergantung dari dosis koagulasi yang dibutuhkan Bila
pembubuhan koagulan sesuai dengan dosisyang dibutuhkan maka proses
pembentukan inti flok akan berjalan dengan baik.
3.

Cara pemakaian koagulan/flokulan pembantu


koagulan aids adalah koagulan sekunder yang ditambahkan
setelah

koagulan

primer

atau

utama

bertujuan

untuk

mempercepat pengendapan, pembentukan dan pengerasan flok.

4.

Ukuran flok (proses koagulasi partikel-partikel terdestabilisasi dapat saling

bertumbukan membentuk agregat).


Dengan ukuran flok dan partikel yang semakin besar semakin penting
terjadi agregasi yang disebabkan oleh ortokinetik , maka perbedaan
kecepatan diantara partikel semakin besar, akan terjadi pembentukan flok.
Dilain pihak jika flok terlalu besar tidak bisa menahan tekanan abrasi
didalam air, artinya dengan nilai gradien kecepatan ( G value) yang semakin
besar ukuran flok rata-rata akan menurun. Untuk mempertahankan nilai G

yang berhubungan dengan ukuran partikel, pada prakteknya dilakukan


semacam pengadukan pendahuluan (premixing) dengan nilai G yang tinggi,
kalau sudah terjadi flok, nilai G diturunkan. Semakin lama agregat akan
menumpuk semakin banyak, tahap berikutnya nilai G diturunkan. Dalam
beberapa instalasi, misalnya dari nilai G = 100/dt diturunkan menjadi 10/dt.
Dengan demikian ada kesempatan untuk menentukan daya enersi yang akan
dimasukkan ke dalam masing-masing tahap sesuai dengan kondisi air baku
dan sesuai dengan sistem pemisahan yang akan dilakukan selanjutnya.
5.

Waktu flokulasi

proses flokulasi memerlukan waktu (yang dinyatakan oleh waktu tinggal


/ detensi = td , dalam detik) yaitu waktu untuk memberi kesempatan ukuran
flok menjadi lebih besar
2.3 MEKANISME KOAGULSI DAN FLOKULASI
Koagulasi adalah proses penambahan bahan-bahan kimia (koagulan)
pada proses koagulasi dengan pengadukan cepat untuk memebentuk

gumpalan (flok) yang berasal dari partikel koloid yang ada dalam contoh
air yang selanjutnya dipisahkan pada proses flokulasi.proses penggumpalan

partikel koloid ini karena penambahan bahan kimia sehingga partikel-partikel


tersebut bersifat netral dan membentuk endapan karena adanya gaya
grafitasi.Koagulasi dilakukan dengan penambahan bahan kimia (atau
biasa disebut koagulan) yang berfungsi untuk mendestabilkan partikel
koloid.
Mekanismenya : Koagulan (muatan berlawanan dengan partikel
koloid)

menetralkan

partikel

koloidpartikel

koloid

bergabungmikroflok (tidak terlihat dengan mata telanjang) air


mengelilingi mikroflok (terlihat)
Flokulasi adalah suatu proses aglomerasi (penggumpalan)
partikel-partikel terdestabilisasi menjadi flok dengan ukuran yang

memungkinkan dapat dipisahkan oleh sedimentasi dan filtrasi. Dengan


kata lain proses flokulasi adalah proses pertumbuhan flok (partikel
terdestabilisasi atau mikroflok) menjadi flok dengan ukuran yang lebih
besar (makroflok).
Pengadukan lambat: mikroflok menjadi flok
Mikroflok

akan

bersentuhan

satu

sama

lain

sehinggapinfloktumpukan dan interaksi yang terus menerus


dengan

polimer

organik

atau

anorganikmakroflokukuranmaksimummakroflok
mengendap .
Proses flokulasi biasanya dilakukan selama 15 atau 20 menit
sampai 1 jam atau lebih
Mekanisme flokulasi:
1. Mekanisme perikinetik (micro-flocculation) flokulasi pada partikel
koloid1 atau yang lebih kecil karena gerak Brownian
2. Mekanisme

ortokinetik(macro-flocculation)flokulasi

yang

didasarkan pada perbedaan kecepatan dalam air limbah yang


dapat menyebabkan adanya interaksi partikel(> 1 ).
Partikel-partikel koloid yang berukuran sangat kecil memiliki muatan
negatif, interaksi antar partikel saling tolak-menolak karena memiliki
muatan yang sama sehingga partikel koloid menyebar. Dengan
penambahan Koagulan (misal tawas Al), maka ion Al yang berukuran
lebih besar dari ukuran partikel koloid dan memiliki muatan positif
akan mengikat partikel-partikel koloid sehingga membentuk gumpalan
yang lebih besar. Penambahan Flokulan bertujuan untuk mengikat
gumpalan-gumpalan yang terbentuk akibat penambahan Koagulan
(inti flok) sehingga gumpalan yang terbentuk lebih besar lagi dan
dapat disaring. Penambahan Flokulan dan atau Flokulan harus sesuai
dengan dosis, apabila kurang maka penggumpalan partikel koloid

tidak sempurna, sedangkan apabila ditambahkan berlebih akibatnya


akan menambah kekeruhan pada air. Sehingga ada metode yang biasa
digunakan untuk menentukan takaran atau dosis dari penggunaan
Koagulan atau Flokulan yaitu dengan metode Jartest.

2.4 TEKNIK JAR TEST


Jar

test

adalah

suatu

percobaan

yang

berfungsi

untuk

menentukan dosis optimal koagulan yang digunakan pada proses


pengolahan

air

bersih.

Selain

pemberian

koagulan,

diperlukan

pengadukan sampai terbentuk flok. Flok-flok tersebut mengumpulkan


partikel - partikel kecil dan koloid. Partikel dan koloid tersebut akan
bergabung dan mengendap bersama sama. Jar Test merupakan
rangkaian

sederhana

untuk

proses

koagulasi,

flokuIasi

dan

sedimentasi.Jar Test bermanfaat dalam menghilangkan bahan cemaran


yang tersuspensi atau dalam bentuk koloid.
Prinsip kerja jar test adalah membuat air limbah bergerak
berputar searah, sehingga padatan yang tercampur dalam cairan
limbah akan bergerak searah. Perputaran tersebut dilakukan dengan 2
kecepatan yaitu kecepatan tinggi yang digunakan untuk memisahkan
partikel dengan cairan dan kecepatan lambat digunakan untuk
membentuk

flok-flok.

Kemudian

limbah

didiamkan

untuk

mengendapkan flok-flok yang telah terbentuk.

Metode Jar Test Alumunium Sulfat


Jar Test adalah metode penentuan takaran Alumunium Sulfat yang
diperlukan untuk menjernihkan sejumlah volume air baku.
Dengan melakukan Jar Test maka akan diketahui dosis yang paling
efektif menjernihkan air baku. Dengan demikian, untuk sejumlah
volume air baku dapat dilakukan perhitungan dengan menggunakan
rumus maupun dengan perhitungan logika matematika sederhana.

BAl

= Berat Alumunium Sulfat yang dibutuhkan,

LI

= Konsentrasi Larutan Induk, (g/l),

DO = Dosis Larutan Induk yang ditambahkan pada sampel, (ml/l),


Vab = Volume air baku yang akan diolah, (l).
Larutan Induk
Larutan ini adalah konsentrasi larutan Alumunium Sulfat dalam air.
Biasanya konsentrasi yang dipergunakan

adalah 1% atau dengan

melarutkan padatan Alumunium Sulfat 10 gram dalam 1 liter air


bersih. Pemilihan konsentrasi ini adalah untuk mempermudah proses
Jar Test dan perhitungannya.

Dosis Optimum
Dosis optimum diperoleh dari hasil percobaan Jar Test pada 1 liter air
baku yang menghasilkan proses penjernihan terbaik. Nilai 1 liter air
baku

selayaknya

tidak

dikurangi

volumenya

karena

akan

mempengaruhi hasil penetapan dosis optimum walaupun apabila


dikonversikan dengan rumus di atas akan mendapatkan nilai yang
sama. Nilai dosis optimum ditentukan dengan tingkat kekeruhan yang
paling rendah dan residu alumunium yang di bawah ambang batas.
Apabila ditemukan 2 sampel dari variasi sampel yang dipergunakan
nilainya sama, pilihlah dosis yang paling kecil sebagai dosis optimum.
Volume Air Baku
Syarat untuk mengolah air adalah adanya volume yang pasti. Air baku
yang masih mengalir di sumbernya tidak dapat dikenakan perlakukan
pengolahan karena tidak ada kepastian volumenya. Nilai volume ini
akan berpengaruh pada jumlah bahan kimia yang akan dipergunakan.
Prosedur:

1.

Buat

Larutan Induk
Alumunium
Sulfat

1%

dengan
melarutkan
10

gram

Alumunium
Sulfat ke dalam 1 liter air bersih (bebas kekeruhan).

2.

Tampung

ke

dalam

beberapa
gelas
(usahakan
yang
transparan) 1
liter

sampel

air baku yang akan diolah.

3. Tambahkan
larutan induk

ke dalam masing-masing sampel air baku tersebut dengan dosis


bervariasi.

4.

Lakukan

pengadukan
cepat selama
10

menit

dengan
kecepatan
100

RPM

dilanjutkan
dengan pengadukan lambat selama 20 menit dengan kecepatan 20
RPM.

5.

Biarkan

beberapa
saat

untuk

proses
terjadinya

pengendapan.

6.
sampel
dengan

Pilih

tingkat kekeruhan kurang dari 5 NTU dan itu yang disebut dosis
optimum.

7.

Lakukan

perhitungan
untuk
sejumlah
volume
baku

air
yang

akan diolah.

Contoh Soal
1. Berapakah Aluminium Sulfat yang harus ditambahkan ke dalam
10.000 liter air baku yang akan diolah jika data dari hasil Jar Test
menunjukkan dosis optimum dengan larutan induk 1% adalah 5 ml
untuk 1 liter air sampel?

Penyelesaian:
LI 1%

10 g/l = 10 g/1000 ml

DO

5 ml/l = 5 ml/1000 ml

Vab

10.000 l = 10.000.000 ml

BAl

LI x DO x Vab

(10 g/1000 ml)x(5 ml/1000 ml)x(10000000 ml)

(10 g) x (5) x (10)

500 gram

0,5 kg

Jadi untuk menjernihkan 10.000 liter air baku diperlukan penambahan


Aluminium Sulfat sebanyak 0,5 kg

METODOLOGI PRAKTIKUM
A.

Alat dan Bahan


Alat:
1.

Seperangkat alat jar test

2.

Buret dan statif

3.

Gelas beaker 1000 ml 4 buah

4.

Gelas beaker 500 ml 2 buah untuk wadah NaOH saat titrasi

5.

Gelas ukur 100 ml 8 buah untuk wadah NaOH dan tawas

6.

Pipet ukuran 10 ml dan pipet biasa

7.

Kertas indikator pH

8.

Kuvet 4 buah

9.

Tissue

10.

Spektrofotometer

Bahan:
1.

Larutan koagulan: Dilarutkan 10 gram koagulan tawas di


dalam 1 liter aquadest

2.

NaOH 0,1 N

3.

Indikator PP

4.

Sampel limbah cair

Cara Kerja
PROSEDUR
a.
Pengaturan

HASIL
pH

sampel

sebelum jar test.


1. Tawas bekerja optimum pada
pH 6-8.

Sampel

yang

digunakan

memiliki pH 6-8.

2. 100 ml sampel dituangkan ke


3. Terdapat 100 ml sampel dalam
dalam gelas beaker 250 ml.

3. pH

larutan

diukur

gelas beaker 250 ml.

dengan
pH

indikator pH.

larutan

diketahui

bersifat

asam.

4. Jika

larutan

(pH>7),

bersifat

larutan

basa

dititrasi

dengan menggunakan buret


dengan larutan HCl 0,1 N
sampai pH 7. Jumlah titran
dicatat.

5. Jika

HCl karena tidak bersifat basa.

larutan

(pH<7),

Larutan tidak dititrasi dengan

bersifat

larutan

asam

dititrasi

dengan menggunakan buret


dengan larutan NaOH 0,1 N
sampai pH 7. Jumlah titran
dicatat.

Larutan

dititrasi

dan

volume

NaOH yang digunakan terukur


sebanyak 20 ml.

6.
U
n

tuk sampel dalam jar test


sebanyak 6000 ml, jumlah
titran dikalikan 6.
Jumlah
buah

gelas

berukuran

(titran)

yang

digunakan adalah 20x6 = 120

b. Percobaan jar test.


1. 4

NaOH

beaker ml.

1000

ml

disiapkan dan ditempatkan


pada alat jar test.
4 buah gelas beaker 1000 ml
2. Sampel

cair telah siap digunakan.

limbah

dimasukkan

ke

dalam

masing-masing gelas beaker


sebanyak 600 ml.

Dalam

masing-masing

gelas

beaker terdapat 600 ml sampel


3.

Stopwatch disiapkan.

limbah cair tahu.


Stopwatch siap digunakan untuk
melakukan pengukuran waktu.

Alat jar test telah menyala dan


siap digunakan.
4. Alat

jar

dengan

test

dinyalakan

menekan

tombol

POWER.

Alat

jar

test

tidak

akan

beroperasi lebih dari 16 menit.


5. P
e
n
g

Jar test siap digunakan dalam

atur waktu pada alat jar test


diputar

pada

angka

16

kecepatan 100 rpm.

menit.

6. Kecepatan

putaran

diset

pada 100 rpm.

Sampel

dalam

gelas

beaker

telah berada dalam pH optimum


yaitu 6-8.

7. Larutan

NaOH/HCl

dibutuhkan

yang

kemudian

dimasukkan supaya sampel


berada pada pH optimum
untuk

tawas

yaitu

6-8

(sesuai percobaan pH).

Ketiga gelas sampel (yang 1


adalah kontrol sehingga tidak
diberi tawas) telah bercampur
tawas

dengan

berbeda

dan

volume

yang

mengalami

pengadukan 100 rpm selama 1


8. Koagulan tawas 10; 20; dan

menit.

30 ml dimasukkan ke dalam
3 beaker secara bersamaan,
lalu stopwatch dihidupkan.

Sampel mengalami pengadukan

Campuran

lambat 20 rpm selama 15 menit

diaduk

dengan

kecepatan 100 rpm selama

dan mulai terbentuk flok.

1 menit.
9. Dilanjutkan
lambat

pengadukan Flok mulai mengendap di dasar


dengan kecepatan gelas beaker.

20 rpm selama 15 menit.


Diamati pembentukan flok
yang terjadi.

4 buah kuvet terisi dengan 4

10. Setelah

15

menit,

alat

dihentikan dan flok dibiarkan


mengendap

selama

30

menit.

jenis sampel dari 4 gelas beaker


yang berbeda yang berupa air
jernih tanpa endapan.

11. Cairan yang bening diambil


dan diukur TSS nya dengan
menggunakan
spektrofotometer.

Nilai

TSS

diketahui

sebagai

portable berikut:
Sampel kontrol = >1000 mg/L
Sampel dengan 10 ml tawas =

12. Nilai TSS dicatat.

801 mg/L
Sampel dengan 20 ml tawas =
786 mg/L
Sampel dengan 30 ml tawas =
>1000 mg/L

HASIL DAN PEMBAHASAN

A.

Hasil
VOLUME

N
O

TITRAN

SAMPEL

(NaOH)
(ml)

1
2
3
4

Limbah

cair

tahu

600 ml
Limbah

cair

tahu

600 ml
Limbah

cair

tahu

600 ml
Limbah

cair

tahu

600 ml

Hasil

dari

VOLUME
TAWAS
(ml)

Ambang
TSS

Batas

(mg/L)

TSS
(mg/L)

27

>1000

100

27

10

801

100

27

20

786

100

27

30

>1000

100

praktikum

ini

adalah

berupa

nilai

TSS

(Total

Suspended Solid merupakan parameter penting dalam kualitas air


minum untuk ke berlangsungan hidup manusia dan kehidupan di air
(Ginting dkk, 2006)) yang menunjukkan seberapa banyak partikel
padat yang mengendap di dalam cairan sampel. Peraturan ambang
batas TSS untuk Provinsi DIY adalah 400 mg/L, sehingga keempat
sampel ini dikatakan tidak memenuhi baku mutu yang ada karena
melebihi ambang batas yang ditetapkan.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Kelebihan dan kekurangan Koagulan :
1. Alumunium sulfat (Al2(SO4)3.14H2O)
Penggunaan tawas memiliki keuntungan yaitu harga
relatif murah dan sudah dikenal luas oleh operator water
treatment.

Namun

Ada

juga

kerugiannya,

yaitu

umumnya dipasok dalam bentuk padatan sehingga perlu


waktu yang lama untuk proses pelarutan.
2. Sodium aluminate ( NaAlO2 ): Harganya yang relatif
mahal
3. Ferrie chloride ( FeCl3.6H2O): bersifat korosif dan

tidak

tahan untuk penyimpanan yangterlalu lama.


4. Poly Aluminium Chloride
PAC dapat bekerja di tingkat pH yang lebih luas, dengan
demikian tidak diperlukan pengoreksian terhadap pH,
terkecuali bagi air tertentu.
2. Mekanisme Koagulasi
Koagulan (muatan berlawanan dengan partikel koloid)
menetralkan partikel koloid lalu partikel koloid bergabung
menjadi mikroflok (tidak terlihat dengan mata telanjang) air
mengelilingi

mikroflok

(terlihat).

Faktor-faktor

yang

mempengaruhi Koagulasi yaitu Pemilihan bahan kimia, Suhu ,


pH, Alkalinitas, Kekeruhan, Warna berindikasi kepada senyawa
organic, Karakteristik ion-ion dalam air, Kecepatan pengadukan,
Penentuan dosis optimum koagulan, Penentuan pH optimum.

3. Mekanisme Flokulasi
1. Mekanisme perikinetik (micro-flocculation) : Flokulasi pada
partikel koloid1 atau yang lebih kecil karena gerak
Brownian.
2. Mekanisme ortokinetik(macro-flocculation) : Flokulasi yang
didasarkan pada perbedaan kecepatan dalam air limbah
yang dapat menyebabkan adanya interaksi partikel(> 1 ).

Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam Flokulasi


yaitu : Jumlah energi yang diberikan, jenis dan jumlah
koagulan/flokulan dan atau pembantu Dosis koagulan, cara
pemakaian

koagulan/flokulan

pembantu,ukuran

flok,

waktu flokulasi, dan kecepatan pengadukan.

4. Jar test adalah suatu percobaan yang berfungsi untuk menentukan dosis
optimal koagulan yang digunakan pada proses pengolahan air bersih.
Prinsip kerja jar test adalah membuat air limbah bergerak berputar searah,
sehingga padatan yang tercampur dalam cairan limbah akan bergerak
searah. Perputaran tersebut dilakukan dengan 2 kecepatan yaitu kecepatan
tinggi yang digunakan untuk memisahkan partikel dengan cairan dan
kecepatan lambat digunakan untuk membentuk flok-flok. Kemudian
limbah didiamkan untuk mengendapkan flok-flok yang telah terbentuk.
B. SARAN
Kita

harus

mengetahui

kelebihan

dan

kekurangan

dari

koagulan/flokulan, mekanisme koagulasi dan flokulasi, serta factor-faktor


yang mempengaruhi proses Koagulasi dan Flokulasi terlebih dahulu. Serta
memahami teknik Jar Test dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA
https://smk3ae.wordpress.com/2008/11/30/meninjau-proses-koagulasi-flokulasidalam-suatu-instalasi-pengolahan-air/ diunduh Sabtu, 26 September 2015 pukul
21.30
http://bangunromel.blogspot.co.id/2013/04/jenis-koagulan-dan-flokulan.html
diunduh Sabtu, 26 September 2015 pukul 21.33
http://ilmukesmas.com/koagulasi/ diunduh Minggu, 4 Agustus 2015 pukul 20.00
Wahyuni, Yeni.2015.Modul Prkatikum AMAMI 1. Bandung

Você também pode gostar