Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
LAPORAN KASUS
1.1 Identifikasi
Nama
: Tn. B
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Usia
: 60 tahun
Kebangsaan
: Indonesia
Agama
: Islam
Status
: Menikah
Alamat
MRS
: 31 Juli 2015
Kesadaran
: Compos mentis
Tekanan Darah
: 130/90 mmHg
Nadi
: 82 x/menit
Pernafasan
: 20 x/menit
Suhu
: 36,5 C
Kepala
Leher
KGB
Thoraks
Abdomen
Ekstremitas superior
Ekstremitas inferior
Genitalia eksterna
Status Lokalis
Status Urologis
- Regio CVA dextra et sinitra
Inspeksi
: normal
Palpasi
: ballotement (-)
Perkusi
- Regio suprapubik
Inspeksi
: cembung (-)
Palpasi
Inspeksi
TSA baik, ampula kosong, mukosa licin, prostat teraba membesar, konsistensi
kenyal, permukaan rata, nodul (-), simetris, nyeri tekan (-).
: 13,0 gr/dL
(N : 13-18g.dL)
Hematokrit
: 38,9 %
(N : 40-48%)
Eritrosit
: 4.330.000/mm3
(N : 4.500.000-5.500.000/mm3)
Leukosit
: 13.000/mm3
(N : 5000-10000/mm3)
Trombosit
: 231.000/mm3
(N :150.000-450.000/mm3)
(N :1-3 menit)
(N : 9-15 menit)
BSS
: 214 mg/dL
Ureum
: 73 mg/dL
(N : 10-50mg/dL)
Kreatinin
: 1,96 mg/dL
(N : 0,6-1,1mg/dL)
Golongan darah
: B+
: 106 mg/dL
Ureum
: 36,5 mg/dL
(N : 10-50mg/dL)
Kreatinin
: 1,13 mg/dL
(N : 0,6-1,1mg/dL)
Ginjal kanan/kiri
Buli-buli
Prostat
1.6 Penatalaksanaan
-
1.7 Prognosis
Quo ad vitam
: bonam
Quo ad functionam
: dubia ad bonam
1.8 Follow Up
Tanggal
S
O
: 20x/menit
: afebris
Regio suprapubik
Drain
: darah - cc
Post Op Open Prostatectomy
- IVFD RL/D5 500 cc gtt XX/menit
- Irigasi NaCl 0,9% gtt XX/menit
- Puasa sampai bising usus (+)
- Inj. Cefotaxim 2x1 gram IV
- Drip Metronidazol 2x1 flash IV
- Inj. Gentamisin 2x1 amp IV
- Drip Tramadol 2 ampul dalam D5 500 cc
- Cek Hb
- Rencana transfusi WB 350 cc
- Immobilisasi sampai 24 jam
Tanggal
S
O
: 20x/menit
: afebris
Regio suprapubik
: darah 10 cc
Hb
: 13,2 gr%
Post op open prostatectmy hari I
- IVFD RL/D5 500cc gtt XX/menit
- Irigasi NaCl 0,9% gtt XX/menit
- Inj. Cefotaxim 2x1 gram IV
- Drip Metronidazol 2x1 flash IV
- Inj. Gentamisin 2x1 amp IV
- Drip Tramadol 2 ampul dalam D5 500 cc
- Mobilisasi miring kanan dan kiri, nanti malam boleh duduk
Tanggal
S
O
: 130/80 mmHg
Nadi : 84x/menit
RR
: 20x/menit
: afebris
Regio suprapubik
Drain
: darah 20 cc
Post op open prostatectomy hari II
- IVFD RL/D5 500cc gtt XX/menit
- Drain NaCL 0,9% stop
5
: 120/80 mmHg
Nadi : 84x/menit
RR
: 20x/menit
: afebris
Regio suprapubik
Drain
: darah 25 cc
Post op open prostatectomy hari III
- IVFD RL/D5 500cc gtt XX/menit
- Inj. Cefotaxim 2x1 gram IV
- Drip Metronidazol 2x1 flash IV
- Inj. Gentamisin 2x1 amp IV
- Drip Tramadol 2 ampul dalam D5 500 cc
- Pasien boleh mobilisasi
- Ganti verban
Tanggal
S
O
: 130/80 mmHg
Nadi : 84x/menit
RR
: 22x/menit
: afebris
6
Regio suprapubik
Drain
: darah 30 cc
Post op open prostatectomy hari IV
- IVFD RL/D5 500cc gtt XX/menit
- Inj. Cefotaxim 2x1 gram IV
- Drip Metronidazol 2x1 flash IV
- Inj. Gentamisin 2x1 amp IV
- Drip Tramadol 2 ampul dalam D5 500 cc
- Pasien boleh mobilisasi
- Ganti verban
Tanggal
S
O
: 120/80 mmHg
Nadi : 84x/menit
RR
: 20x/menit
: afebris
Regio suprapubik
Drain
: darah 30 cc
Post op open prostatectomy hari V
- IVFD RL/D5 500cc gtt XX/menit
- Inj. Cefotaxim 2x1 gram IV
- Drip Metronidazol 2x1 flash IV
- Inj. Gentamisin 2x1 amp IV
- Drip Tramadol 2 ampul dalam D5 500 cc
- Pasien boleh mobilisasi
- Up drain
- Ganti verban
Tanggal
S
O
: 120/80 mmHg
Nadi : 84x/menit
RR
: 20x/menit
: afebris
Regio suprapubik
Tanggal
S
O
: 120/80 mmHg
Nadi : 84x/menit
RR
: 20x/menit
: afebris
Regio suprapubik
Kateter terpasang
Kontrol ke poliklinik
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Kelenjar Prostat
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah
inferior buli-buli dan melingkari uretra posterior. Organ ini sering menjadi neoplasma
baik jinak maupun ganas. Bila mengalami pembesaran organ ini menekan uretra pars
prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urin keluar dari buli-buli.1,2
2.2.1 Definisi
Hiperplasia prostat benigna merupakan pertumbuhan jinak pada kelenjar
prostat (zona transisional), yaitu terjadinya peningkatan jumlah sel stroma dan sel
epitel dari kelenjar prostat yang menyebabkan prostat membesar.1
2.2.2 Epidemiologi
Hiperplasia prostat merupakan penyakit pada pria tua dan jarang ditemukan
sebelum usia 40 tahun. Prostat normal pada pria mengalami peningkatan ukuran
yang lambat dari lahir sampai pubertas, dimana pada selang waktu tersebut terjadi
peningkatan cepat dalam ukuran yang berkelanjutan sampai usia akhir 30-an.
Pertengahan dasawarsa ke-5, prostat bisa mengalami perubahan hiperplasia.
Berdasarkan angka autopsi perubahan mikroskopik pada prostat sudah dapat
ditemukan pada usia 30-40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini terus
berkembang akan terjadi perubahan patologi anatomi.1,3,4
Pada pria usia 50 tahun angka kejadiannya sekitar 50% dan pada usia 80
tahun sekitar 80%. Sekitar 50% dari angka tersebut akan menyebabkan gejala dan
tanda klinis. Dari beberapa autopsi dalam ukuran prostat dan insiden histologi
hiperplasia prostat, mereka melaporkan bahwa prostat tumbuh dengan cepat selama
masa remaja sampai ukuran dewasa dalam tiga dekade dan pertumbuhan melambat
sampai laki-laki mencapai usianya yang ke 40 dan 50 tahun, mulai memasuki
pertumbuhan yang makin lama makin besar. Tidak ada bukti yang meyakinkan
mengenai korelasi antara faktor-faktor lain selain usia dalam peningkatan kejadian
BPH. Merokok juga diduga sebagai faktor yang berhubungan dengan pembesaran
prostat, namun ras, habitus, riwayat vasektomi, kebiasaan seksual dan penyakitpenyakit lain serta obat-obatan belum ditemukan mempunyai korelasi dengan
peningkatan kejadian BPH.3,4
2.2.3 Etiologi
Etiologi dari BPH belum dapat dimengerti secara lengkap, tetapi
nampaknya multifaktorial dan diatur oleh sistem endokrin. Prostat terdiri dari
elemen stroma dan epiteli, dan masing-masing, baik sendiri maupun bersamaan
dapat membentuk nodul hiperplastik dan gejala-gejala yang berhubungan dengan
BPH. Tiap elemen dapat mejadi target dalam pengobatan. Hingga sekarang masih
belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperplasia prostat, tetapi
beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya dengan
peningkatan kadar dihydrotestosteron (DHT) dan proses aging (proses menua).1,4
11
Penyebab
Efek
5- reduktase dan reseptor hiperplasia epitel dan stroma
androgen
eestrogens testosteron
hiperplasia stroma
epidermal growth factor/ hiperplasia epitel dan stroma
fibroblast growth factor
transforming growth factor
estrogen
waktu hidup sel stroma dan
epitelium
stem cells
reseptor
androgen,
menganggu
metabolisme
steroid,
berakibat
uretra, otot detrusor masuk ke dalam fase dekompensasi dan akhirnya tidak mampu
lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin. Tekanan intravesikal yang
semakin tinggi akan diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada
kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran
balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesico-ureter. Keadaan ini jika
berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya
dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.1,4,6
Pada BPH terdapat dua komponen yang berpengaruh untuk terjadinya gejala
yaitu komponen mekanik dan komponen dinamik. Komponen mekanik ini
berhubungan dengan adanya pembesaran kelenjar periuretra yang akan mendesak
uretra pars prostatika sehingga terjadi gangguan aliran urin (obstruksi infravesikal)
sedangkan komponen dinamik meliputi tonus otot polos prostat dan kapsulnya,
yang merupakan alpha adrenergik reseptor. Stimulasi pada alpha adrenergik
reseptor akan menghasilkan kontraksi otot polos prostat ataupun kenaikan tonus.
Komponen dinamik ini tergantung dari stimulasi syaraf simpatis, yang juga
tergantung dari beratnya obstruksi oleh komponen mekanik.5,6
2.2.5 Manifestasi Klinis
Hiperplasia prostat hampir mengenai semua orang tua tetapi tidak semuanya
disertai dengan gejala-gejala klinik. Gejala klinis yang menonjol dan hiperplasia
prostat adalah sumbatan saluran kencing bagian bawah. Terjadinya gejala tersebut
dapat disebabkan oleh dua komponen, pertama adanya penekanan yang bersifat
menetap pada uretra (komponen statik) dimana terjadi peningkatan volume prostat
yang pada akhirnya akan menekan uretra pars prostatika dan mengakibatkan
terjadinya hambatan aliran kencing. Kedua disebabkan oleh peningkatan tonus
kelenjar prostat yang diatur oleh sistem saraf otonom (komponen dinamik) yang
akhimya dapat meninggikan tekanan dan resistensi uretra, hal tersebut selanjutnya
menyebabkan terjadinya sumbatan aliran kencing.5,6
Gejala hiperplasia prostat biasanya memperlihatkan dua tipe yang saling
berhubungan, obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi terjadi karena otot detrusor
15
gagal berkontraksi dengan cukup kuat atau gagal berkontraksi cukup lama sehingga
kontraksi terputus-putus .5,6
Tanda obstruksi :5,6
a. Menunggu pada permulaan kencing (hesistency)
b. Pancaran kencing terputus-putus (intermitency)
c. Rasa tidak puas sehabis kencing
d. Urin menetes pada akhir kencing (terminal dribling)
e. Pancaran urin jadi lemah
Gejala iritasi biasanya lebih memberatkan pasien dibandingkan obstruksi.
Gejala iritasi timbul karena pengosongan buli-buli yang tidak sempurna pada akhir
kencing atau pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada buli-buli, sehingga
buli-buli sering berkontraksi meskipun belum penuh. Bila terjadi dekompensasi
akan terjadi retensi urin sehingga urin masih berada dalam buli-buli pada akhir
kencing. Retensi urin kronik menyebabkan refluk vesiko-ureter, hidroureter,
hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi
infeksi.1,6
Tanda iritasi :2,3
a. Rasa tidak dapat menahan kencing (urgensi)
b. Terbangun untuk kencing pada saat tidur malam hari (nocturia)
c. Bertambahnya frekuensi kencing
d. Nyeri pada waktu kencing (disuria)
Tabel 2. IPSS2
Dalam 1
tidak sama
< 1 x dlm
<50%
50%
> 50%
bulan
sekali
5 kejadian
kejadian
terakhir
1. Terasa sisa
kejadian kejadian
hampir
selalu
kencing
2. Sering
kencing
3. Terputusputus
4. Tidak
dapat
menunda
5. Pancaran
16
lemah
6. Mengejan
7. Kencing
malam
Total
: skor 8-18
c. Berat
: skor 19-35
Jika pada waktu kencing penderita hampir selalu mengedan, lama kelamaan
dapat menyebabkan hernia atau hemoroid. Karena selalu terdapat sisa urin dapat
terbentuk batu endapan dalam buli-buli. Adanya batu saluran kemih menambah
keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Hematuria bisa juga terjadi karena
ruptur dari vena-vena yang berdilatasi pada leher vesika uninaria. Selain itu, batu
tersebut bisa menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluk dapat terjadi pyelonefritis.
Kadang-kadang tanpa sebab yang diketahui penderita sama sekali tidak dapat
kencing sehingga harus dikeluarkan dengan kateter.3,5
Dengan pemeriksaan colok dubur, dapat memberi kesan keadaan tonus
spingter anus, kelainan yang berada di mukosa rektum dan pembengkakan dalam
rektum dan prostat. Pada pemeriksaan ini harus diperhatikan konsistensi prostat
(pada hiperplasia prostat konsistensinya kenyal) apakah simetris, adakah nodul
pada prostat, apakah batas atas teraba. Apabila batas atas masih bisa diraba
biasanya diperkirakan berat prostat kurang dari 60 gram. Tentu saja penentuan berat
prostat dengan cara ini tidak akurat. Sebaliknya colok dubur cukup baik untuk
mengetahui adanya keganasan prostat. Pada karsinoma prostat, prostat teraba keras
atau teraba benjolan yang konsistensinya lebih keras dari sekitarnya atau letaknya
asimetris dengan bagian yang lebih keras.2,6
Retensi urin dapat terjadi dengan kelenjar yang dirasakan normal pada
pemeriksaan colok dubur, sebaliknya kelenjar yang dirasakan membesar bisa tidak
menimbulkan gejala obstruksi saluran keluar vesika urinaria. Derajat berat
obstruksi dapat diukur dengan menentukan jumlah sisa urin setelah penderita
kencing spontan. Sisa urin ditentukan dengan mengukur urin yang masih dapat
keluar dengan kateterisasi. Volume sisa urin setelah kencing normal pada pria
dewasa sekitar 35 ml. Sisa urin dapat juga diketahui dengan ultrasonografi buli-buli
17
setelah kencing, sisa urin lebih dari 100 ml, biasanya dianggap sebagai batas
indikasi untuk melakukan intervensi pada hiperplasia prostat. Derajat berat
obstruksi dapat diukur dengan menentukan pancaran urin pada waktu kencing, cara
pengukuran ini disebut uroflowmetri. Angka normal untuk pancaran urin rata-rata
10-12 ml/detik dengan pancaran maksimal sampai 20 ml/detik. Pada obstruksi
ringan pancaran menurun antara 6-8 ml/detik, sedangkan pancaran maksimal
menjadi 15 ml/detik. Tetapi pada pemeriksaan ini tidak dapat membedakan antara
kelemahan otot detrusor dengan obstruksi intravesikal.5,6
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan radiologi,
seperti foto polos abdomen, dapat diperoleh keterangan mengenai penyakit ikutan
seperti batu saluran kemih, hidronefrosis, atau divertikel saluran kemih.
Pembesaran prostat dapat dilihat lesi profusio prostat kontras pada dasar buli-buli.
Secara tidak langsung pembesaran prostat dapat diperkirakan apabila dasar bulibuli pada gambaran sistogram tampak terangkat atau ujung distal ureter
membengkok ke atas berbentuk seperti mata kail.3,4
Ultrasonografi dapat dilakukan secara transabdominal atau transrektal
(trans rectal ultrasography = TRUS). Untuk mengetahui pembesaran prostat,
pemeriksaan ini dapat pula menentukan volume buli-buli, mengukur sisa urin dan
keadaan patologi lain seperti divertikel, tumor dan batu. Pemeriksaan CT Scan atau
MRI jarang dilakukan. Pemeriksaan sitoskopi dilakukan apabila pada anamnesis
ditemukan hematuria atau pada pemeriksaan urin ditemukan mikrohematuria.
Sitoskopi dapat juga memberi keterangan mengenai besar prostat dengan mengukur
panjang uretra pars prostatika dan melihat penonjolan prostat di dalam uretra.3,4
2.2.6 Diagnosis
The Third International Consultation on BPH menganjurkan untuk
menganamesis keluhan kencing terhadap setiap pria berumur 50 tahun atau lebih
jika ditemukan prostatismus lakukan pemeriksaan dasar standar kemudian jika
perlu dilengkapi dengan pemeriksaan tambahan. Pemeriksaan standar meliputi :
1,2,5,6,
Pemeriksaan Tambahan :
a. Pemeriksaan uroflowmetri (pengukuran pancaran urin pada saat kencing)
b. Pemeriksaan TRUS-P (Transrectal Ultrasonography of the prostate)
c. Pemeriksaan serum PSA (Prostatic spesific antigen)
d. Pemeriksaan USG transabdominal
e. Pemeriksaan patologi anatomi (diagnosis pasti)
Kondisi obstruktif traktus urinarius bagian bawah lainnya, seperti striktur
uretra, kontrakur leher kadung kemih,batu buli-buli, atau karsinoma prostat harus
dipikirkan saat memeriksa pasien dengan dugaan BPH. Riwayat pemakaian
instrumen tertentu di uretra, uretitis, atau trauma harus diketahui untuk
menyingkirkan dugaan striktur uretra atau kontraktur leher buli-buli. Hematuria dan
nyeri sering berhubungan dengan batu buli-buli. Karsinoma prostat dapat dideteksi
dengan kelainan pada rektal toucher atau kenaikan kadar PSA.2,3
Infeksi traktus urinarius, yang dapat menyerupai gejala iritatif BPH, dapat
dengan segera diketahui dari urinalisis dan kultur; bagaimanapun, infeksi traktus
urinarius dapat merupakan komplikasi dari BPH. Walaupun keluhan saat kencing
juga berhubungan denan karsinoma buli, khususnya karsnoma insitu, urinalisis
biasanya menunjukkan adanya hematuria. Selain itu, pasien dengan kelainan buli
neurogenik dapat juga memiliki tanda dan gejala dari BPH, tetapi disertai adanya
riwayat penyakit neurolgis, stroke, diabetes melitus, atau trauma punggung.
Sebagai tambahan, pada pemeriksaan didapatkan berkurangya sensasi perineum
atau ekstremitas bagian bawah, gangguan pada tonus sfinkter rektal atau refleks
blbokavernosus. Gangguan pada fungsi pencernaan (konstipasi) dapat juga
memperingatkan adanya kemungkinan sebab neurologis.2,3
2.2.7 Terapi
Ada beberapa pilihan terapi pasien BPH, dimana terapi spesifik dapat
diberikan untuk pasien kelompok tertentu. Pasien dengan gejala ringan (symptom
score 0-7), dapat hanya dilakukan watchful waiting. Pasien dengan gejala sedang
(symptom score 8-18), dapat diberikan terapi medikamentosa. Pasien dengan gejala
berat (symptom score 9-35), dilakukan operasi.2,3
Selain itu, indikasi dilakukan operasi adalah:
a. Retensi urin berulang
b. Infeksi saluran kemih berulang
c. Gross hematuria berulang
19
Watchful Waiting
- alpha blocker : terazosin, prazosin, tamsulsin, dll
- supresi androgen : 5 -reduktase inhibitor
- fitoterapi
Transurethral resection of the prostate (TURP)
Transurethral incision of the prostate (TUIP)
Open simple prostatectomy
Laser
Transurethral electrovaporization of the prostate
Hyperthermia
Transurethal needle ablation of the prostate (TUNA)
High Intensity focused ultrasound
Intraurethral stents
Transurethral balloon dilation of the prostate
a. Watchful Waiting
Watchful waiting merupakan penatalaksanaan pilihan untuk pasien BPH
dengan symptom score ringan (0-7). Besarnya risiko BPH menjadi lebih berat dan
munculnya komplikasi tidak dapat ditentukan pada terapi ini, sehingga pasien
dengan gejala BPH ringan menjadi lebih berat tidak dapat dihindarkan, akan tetapi
beberapa pasien ada yang mengalami perbaikan gejala secara spontan.1,2
b. Medikamentosa
1)
20
Efek samping ini lebih sedikit pada penggunaan penghamba 1a yang lebih
selektif.2,3,4
2) Penghambat 5-Reduktase (5-Reductase inhibitors)
Finasteride adalah penghambat 5-Reduktase yang menghambat
perubahan testosteron menjadi dehidrotestosteron. Obat ini mempengaruhi
komponen epitel prostat, yang menghasilkan pengurangan ukuran kelenjar
dan memperbaiki gejala. Dianjurkan pemberian terapi ini selama 6 bulan,
guna mendapat efek maksimal terhadap ukuran prostat (reduksi 20%) dan
perbaikan pada gejala-gejala. Walupun begitu, perbakan gejala hanya terliat
pada prostat yang membesar >40 cm3. Efek samping termasuk penurunan
libido, penurunan volume ejakulat dan impotensi. 2,3,4
c. Fitoterapi
Fitoterapi adalah penggunaan tumbuh-tumbuhan dan ekstrak tumbuhtumbuhan untuk tujuan medis. Penggunaan fitoterapi pada BPH telah popular di
Eropa selama beberapa tahun. Obat-obatan tersebut mengandung bahan dari
tumbuhan seperti Hypoxis rooperis, Pygeum africanum, Urtica sp, Sabal
serulla, Curcubita pepo, Populus temula, Echinacea purpurea, dan Secale
cerelea. Masih diperlukan penelitian untuk mengetahui efektivitas dan
keamanannya. 2,3,4
d. Operatif
1) Transurethral resection of the prostate (TURP)
Sembilan puluh lima persen simpel prostatektomi dapat dilakukan
melalui endoskopi. Umumnya dilakukan dengan anestesi spinal dan dirawat
di rumah sakit selama 1-2 hari. Perbaikan symptom score dan aliran urin
dengan TURP lebih tinggi dan bersifat invasif minimal. Risiko TURP adalah
antara lain ejakulasi retrograd (75%), impotensi (5-10%) dan inkontinensia
urin (<1%).>(2). Komplikasi tindakan ini antara lain perdarahan, striktur
uretra atau kontraktur leher buli, perforasi kapsul prostat dengan
ekstravasasi, dan pada kasus yang berat, sindrom TUR yang berakibat
hipervolemi, hiponatremi karena absorpsi cairan irigasi yang hipotonik
(H2O). Manifestasi klinik sindrom TUR adalah mual, muntah, konfusi,
hipertensi, bradikardi dan gangguan visual. Risiko sindrom TUR meningkat
pada waktu reseksi yang melebihi 90 menit. Penatalaksanaanya termasuk
21
pemberian diuresis dan pada kasus yag berat, diberikan saline hipertonik. 2,3,4
2) Transurethral incision of the prostate (TUIP)
Pada pasien dengan gejala sedang-berat dan prostat yang kecil sering
terjadi hiperplasia komisura posterior (kenaikan leher buli-buli). Pasien
dengan keadaan ini lebih mendapat keuntungan dengan insisi prostat.
Prosedur ini lebih cepat dan morbiditas lebih sedikit dibandingkan TURP.
Retrograde ejakulasi terjadi pada 25% pasien. 2,3,4
22
rektum
yang
akan
menampilkan
gambaran
prostat
dan
23
24
BAB III
ANALISIS KASUS
Seorang laki laki berusia 60 tahun berinisial Tn.B datang ke RSUD OKU TIMUR
dengan keluhan sulit BAK semakin parah sejak 2 hari SMRS. Dari anamnesis didapatkan
awalnya penderita mengeluhkan kesulitan BAK sejak 1 minggu SMRS dengan gejala
obstruktif maupun iritatif seperti adanya mengedan saat memulai BAK, BAK terputus-putus,
BAK menetes di akhir, rasa tak lampias, pancaran urin lemah, tidak dapat menahan BAK,
sering BAK pada malam hari, nyeri saat BAK, dan frekuensi BAK meningkat. Dari riwayat
penyakit dahulu tidak ditemukan darah tinggi, kencing manis, infeksi pada saluran kemih,
serta tidak ada riwayat pemasangan kateter sebelumnya dan trauma pada selangkangan tidak
ditemukan.
25
Pada pemeriksaan fisik dalam batas normal. Pada pemeriksaan status lokalis pada
regio pinggang kanan dan kiri, regio suprapubik tidak ditemukan adanya kelainan. Pada regio
genitalia eksterna pada inspeksi terpasang kateter 16 Fr, urin jernih (+), darah (-), dan pus (-).
Pemeriksaan Rectal Toucher : TSA baik, ampula kosong, mukosa licin, prostat teraba
membesar, konsistensi kenyal, permukaan rata, nodul(-), simetris, nyeri tekan (-).
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien mengalami retensio urin yang
diduga disebabkan oleh hiperplasia prostat jinak. Dari anamnesis, hal yang memperkuat
dugaan ini adalah adanya gangguan saluran kemih bagian bawah, karena pasien menunjukan
adanya gejala obstruksi dan iritatif. Dari IPSS (International Prostate Symptom Score), pasien
tergolong gangguan LUTS berat.
Selain itu, beberapa diagnosis banding dapat tersingkirkan dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik:
-
Nyeri pinggang (-) dan kencing berpasir (-), menyingkirkan adanya retensio urin
akibat batu ureter 1/3 distal dan adanya batu buli, namun diperlukan
pemeriksaan penunjang (USG dan BNO IVP) untuk menyingkirkan hal ini.
Riwayat trauma (-) menyingkirkan dugaan striktur uretra atau kontraktur leher
buli-buli.
Pada pemeriksaan USG ditemukan endapan urin (+) , ini merupakan manifestasi
infeksi traktus urinarius yang dapat merupakan komplikasi dari BPH.
Karsinoma prostat pada pasien ini dapat disingkirkan karena tidak ditemukan
kelainan pada pemeriksaan RT (seperti konsistensi yang keras, adanya nodul,
asimetri pada prostat). Namun untuk memastikan dari risiko keganasan perlu
dilakukan pemeriksaan PSA (Prostate Spesific Antigen).
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, hanya proses hiperplasia prostat benigna yang
paling mungkin untuk pasien ini, mengingat pasien ini sudah berumur 60 tahun, yang mana
insiden hiperplasia prostat semakin meningkat seiring dengan meningkatnya usia dan juga
pasien ini menunjukan adanya gejala-gejala LUTS (Low Urinary Tract Symptoms). Namun
hal ini belum bisa dipastikan sepenuhnya karena itu perlu dilakukan pemeriksaan penunjang,
26
pada pasien ini dilakukan pemeriksaan USG. Dari pemeriksaan buli terdapat endapan (+),
ukuran prostat berdasarkan USG adalah 4,6 X 4,3 cm. Kesan : pembesaran prostat dan sistitis.
Maka dapat disimpulkan diagnosis kerja untuk pasien ini adalah retensio urin ec pembesaran
prostat benigna. Pada penderita ini direncanakan dilakukan open prostatectomy (Simple
suprapubic prostatectomy) dengan salah satu pertimbangan pasien telah mengalami gangguan
LUTS berat dan pemberian antibiotik. Serta dilakukan pemeriksaan Hb (sesudah dan
sebelum) dan direncanakan transfusi whole blood 350 cc untuk mengganti volume darah saat
dilakukan tindakan operatif. Follow up dilakukan untuk menilai tanda-tanda vital, luka bekas
operasi, drain, irigasi, dan produksi urin, khususnya dengan memperhatikan tanda-tanda
perdarahan dari saluran kemih. Prognosis pada pasien ini, Quo ad vitam : bonam dan Quo ad
functionam : dubia ad bonam. Fungsi dari organ terkait perlu dinilai saat proses dan setelah
penyembuhan luka operasi dengan mempertimbangkan komplikasi-komplikasi yang dapat
terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Purnomo BB. Dasar-dasar urologi. Edisi ke32. Jakarta: CV. Sagung Seto, 2012.
2. Sjamsuhidayat, R dan Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-3. Jakarta: EGC,
2010.
3. Royce P. Prostate Enlargement. Ed. 4th. School of Public Health and Preventive
Medicine: Monash University. 2013.
4. Charles, F, et al . Schwartz Manual of Surgery. Eight Edition. USA. Medical
Publishing Division. Mc Graw-Hill, 2006.
5. McLatchie, Greg; Borley, Neil; Chikwe, Joanna. Oxford Handbook of Clinical
Surgery, 3rd edition. Oxford University Press. 2007.
6. Norris S, et al. Management of Benign Prostatic Hyperplasia. American Urological
Association. 2010.
27