Você está na página 1de 27

BAB I

LAPORAN KASUS
1.1 Identifikasi
Nama

: Tn. B

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Usia

: 60 tahun

Kebangsaan

: Indonesia

Agama

: Islam

Status

: Menikah

Alamat

: Purwodadi, Kec. Belitang Mulya, Kab. OKU Timur, Sumatera


Selatan

MRS

: 31 Juli 2015

1.2 Anamnesis (4 Agustus 2015)


Keluhan utama :
Sulit buang air kecil semakin parah 2 hari SMRS.
Riwayat perjalanan penyakit:
1 minggu SMRS penderita mengeluh sulit BAK, BAK terputus-putus (+),
pancaran urin lemah (+), penderita baru dapat BAK jika menekan perut bagian bawah di
atas kemaluan (+). Mengedan lama saat BAK (+), rasa tidak lampias setelah BAK (+),
sering kencing pada malam hari (+), nyeri saat BAK (+), tidak dapat menahan BAK (+),
frekuensi BAK meningkat (+). Nyeri pinggang(-), demam (-), kencing berpasir (-).
2 hari SMRS penderita buang air kecil terputus-putus semakin parah. Penderita
kemudian berobat ke Rumah Sakit Umum Daerah OKU Timur.
Riwayat penyakit dahulu:
- Riwayat darah tinggi (-)
- Riwayat kencing manis (-)
- Riwayat stroke (-)
- Riwayat trauma tulang belakang (-)
- Riwayat dipasang kateter sebelumnya (-)
- Riwayat trauma pada selangkangan (-)
- Riwayat infeksi saluran kemih/kencing nanah (-)

IPSS (International Prostate Symptom Score) : 28


1

1.3 Pemeriksaan Fisik (tanggal 5 Agustus 2015)


Status Generalis
Keadaan Umum

: Tampak sakit ringan

Kesadaran

: Compos mentis

Tekanan Darah

: 130/90 mmHg

Nadi

: 82 x/menit

Pernafasan

: 20 x/menit

Suhu

: 36,5 C

Kepala

: tidak ada kelainan

Leher

: tidak ada kelainan

KGB

: tidak ada pembesaran

Thoraks

: Cor, HR= 82 x/menit, murmur (-), gallop (-)


Pulmo, vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)

Abdomen

: Datar, lemas, nyeri tekan (-), hepar/lien tidak teraba, BU (+) N

Ekstremitas superior

: tidak ada kelainan

Ekstremitas inferior

: tidak ada kelainan

Genitalia eksterna

: lihat status lokalis

Status Lokalis
Status Urologis
- Regio CVA dextra et sinitra

Inspeksi

: normal

Palpasi

: ballotement (-)

Perkusi

: nyeri ketok (-)

- Regio suprapubik

Inspeksi

: cembung (-)

Palpasi

: nyeri tekan (-)

- Regio genitalia eksterna

Inspeksi

: terpasang kateter uretra 16 Fr, urine jernih (+), darah (-),


pus(-).

- Pemeriksaan Rectal Toucher

TSA baik, ampula kosong, mukosa licin, prostat teraba membesar, konsistensi
kenyal, permukaan rata, nodul (-), simetris, nyeri tekan (-).

1.4 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Laboratorium (31 Juli 2015) :
Hemoglobin

: 13,0 gr/dL

(N : 13-18g.dL)

Hematokrit

: 38,9 %

(N : 40-48%)

Eritrosit

: 4.330.000/mm3

(N : 4.500.000-5.500.000/mm3)

Leukosit

: 13.000/mm3

(N : 5000-10000/mm3)

Trombosit

: 231.000/mm3

(N :150.000-450.000/mm3)

Waktu perdarahan : 2 menit

(N :1-3 menit)

Waktu pembekuan: 11 menit

(N : 9-15 menit)

BSS

: 214 mg/dL

(N : < 180 mg/dL)

Ureum

: 73 mg/dL

(N : 10-50mg/dL)

Kreatinin

: 1,96 mg/dL

(N : 0,6-1,1mg/dL)

Golongan darah

: B+

Pemeriksaan Laboratorium (3 Agustus 2015) :


BSS

: 106 mg/dL

(N : < 180 mg/dL)

Ureum

: 36,5 mg/dL

(N : 10-50mg/dL)

Kreatinin

: 1,13 mg/dL

(N : 0,6-1,1mg/dL)

USG abdomen (3 Agustus 2015)

Ginjal kanan/kiri

: bentuk dan ukuran normal, batas korteks dan medulla jelas.

Buli-buli

: dinding normal, batu (-), endapan (+).

Prostat

: membesar, ukuran 4,6 X 4,3 cm,

Kesan : pembesaran prostat dan sistitis


1.5 Diagnosis Kerja
Retensio urin e.c. hiperplasia prostat benigna

1.6 Penatalaksanaan
-

IVFD RL gtt XX/m (transfusi set)

Cefotaxime 2 X 1 gr i.v. (ST)

Rencana open prostatectomy (informed consent)

1.7 Prognosis
Quo ad vitam

: bonam

Quo ad functionam

: dubia ad bonam

1.8 Follow Up
Tanggal
S
O

Rabu, 5 Agustus 2015 Pukul 15.00 WIB


Selesai operasi open prostatectomy dengan anestesi spinal
Sens : Kompos mentis
TD : 130/90 mmHg
Nadi : 84x/menit
RR

: 20x/menit

: afebris

Regio suprapubik

: tampak luka bekas operasi yang tertutupi


verban.

Regio genitalia eksterna : terpasang kateter uretra three way 24 Fr,


urine jernih (-), darah (+), pus(-).
A
P

Drain
: darah - cc
Post Op Open Prostatectomy
- IVFD RL/D5 500 cc gtt XX/menit
- Irigasi NaCl 0,9% gtt XX/menit
- Puasa sampai bising usus (+)
- Inj. Cefotaxim 2x1 gram IV
- Drip Metronidazol 2x1 flash IV
- Inj. Gentamisin 2x1 amp IV
- Drip Tramadol 2 ampul dalam D5 500 cc
- Cek Hb
- Rencana transfusi WB 350 cc
- Immobilisasi sampai 24 jam

Tanggal

Kamis, 6 Agustus 2015 Pukul 09.00 WIB


4

S
O

Keluhan : nyeri bekas luka operasi


Sens : Kompos mentis
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 88x/menit
RR

: 20x/menit

: afebris

Regio suprapubik

: tampak luka bekas operasi yang tertutupi


verban.

Regio genitalia eksterna : terpasang kateter uretra three way 24 Fr,


urine jernih (-), darah (+), pus(-).
Drain
A
P

: darah 10 cc

Hb
: 13,2 gr%
Post op open prostatectmy hari I
- IVFD RL/D5 500cc gtt XX/menit
- Irigasi NaCl 0,9% gtt XX/menit
- Inj. Cefotaxim 2x1 gram IV
- Drip Metronidazol 2x1 flash IV
- Inj. Gentamisin 2x1 amp IV
- Drip Tramadol 2 ampul dalam D5 500 cc
- Mobilisasi miring kanan dan kiri, nanti malam boleh duduk

Tanggal
S
O

Jumat, 7 Agustus 2015 Pukul 09.00 WIB


Keluhan : (-)
Sens : Kompos mentis
TD

: 130/80 mmHg

Nadi : 84x/menit
RR

: 20x/menit

: afebris

Regio suprapubik

: tampak luka bekas operasi yang tertutupi


verban.

Regio genitalia eksterna : terpasang kateter uretra three way 24 Fr,


urine jernih (+), darah (-), pus(-).
A
P

Drain
: darah 20 cc
Post op open prostatectomy hari II
- IVFD RL/D5 500cc gtt XX/menit
- Drain NaCL 0,9% stop
5

- Inj. Cefotaxim 2x1 gram IV


- Drip Metronidazol 2x1 flash IV
- Inj. Gentamisin 2x1 amp IV
- Drip Tramadol 2 ampul dalam D5 500 cc
- Pasien boleh mobilisasi
- Ganti verban
Tanggal
S
O

Sabtu, 8 Agustus 2015 Pukul 09.00 WIB


Keluhan : (-)
Sens : Kompos mentis
TD

: 120/80 mmHg

Nadi : 84x/menit
RR

: 20x/menit

: afebris

Regio suprapubik

: tampak luka bekas operasi yang tertutupi


verban.

Regio genitalia eksterna : terpasang kateter uretra three way 24 Fr,


urine jernih (+), darah (-), pus(-).
A
P

Drain
: darah 25 cc
Post op open prostatectomy hari III
- IVFD RL/D5 500cc gtt XX/menit
- Inj. Cefotaxim 2x1 gram IV
- Drip Metronidazol 2x1 flash IV
- Inj. Gentamisin 2x1 amp IV
- Drip Tramadol 2 ampul dalam D5 500 cc
- Pasien boleh mobilisasi
- Ganti verban

Tanggal
S
O

Minggu, 9 Agustus 2015 Pukul 09.00 WIB


Keluhan : (-)
Sens : Kompos mentis
TD

: 130/80 mmHg

Nadi : 84x/menit
RR

: 22x/menit

: afebris
6

Regio suprapubik

: tampak luka bekas operasi yang tertutupi


verban.

Regio genitalia eksterna : terpasang kateter uretra three way 24 Fr,


urine jernih (+), darah (-), pus(-).
A
P

Drain
: darah 30 cc
Post op open prostatectomy hari IV
- IVFD RL/D5 500cc gtt XX/menit
- Inj. Cefotaxim 2x1 gram IV
- Drip Metronidazol 2x1 flash IV
- Inj. Gentamisin 2x1 amp IV
- Drip Tramadol 2 ampul dalam D5 500 cc
- Pasien boleh mobilisasi
- Ganti verban

Tanggal
S
O

Senin, 10 Agustus 2015 Pukul 09.00 WIB


Keluhan : (-)
Sens : Kompos mentis
TD

: 120/80 mmHg

Nadi : 84x/menit
RR

: 20x/menit

: afebris

Regio suprapubik

: tampak luka bekas operasi yang tertutupi


verban.

Regio genitalia eksterna : terpasang kateter uretra three way 24 Fr,


urine jernih (+), darah (-), pus(-).
A
P

Drain
: darah 30 cc
Post op open prostatectomy hari V
- IVFD RL/D5 500cc gtt XX/menit
- Inj. Cefotaxim 2x1 gram IV
- Drip Metronidazol 2x1 flash IV
- Inj. Gentamisin 2x1 amp IV
- Drip Tramadol 2 ampul dalam D5 500 cc
- Pasien boleh mobilisasi
- Up drain
- Ganti verban

Tanggal
S
O

Selasa, 11 Agustus 2015 Pukul 09.00 WIB


Keluhan : (-)
Sens : Kompos mentis
TD

: 120/80 mmHg

Nadi : 84x/menit
RR

: 20x/menit

: afebris

Regio suprapubik

: tampak luka bekas operasi yang tertutupi


verban.

Regio genitalia eksterna : terpasang kateter uretra three way 24 Fr,


A
P

urine jernih (+), darah (-), pus(-).


Post op open prostatectomy hari VI
- IVFD RL/D5 500cc gtt XX/menit
- Inj. Cefotaxim 2x1 gram IV
- Drip Metronidazol 2x1 flash IV
- Inj. Gentamisin 2x1 amp IV
- Drip Tramadol 2 ampul dalam D5 500 cc
- Pasien boleh mobilisasi
- Ganti verban
- Rencana pulang besok tanggal 12 Agustus 2015

Tanggal
S
O

Rabu, 12 Agustus 2015 Pukul 09.00 WIB


Keluhan : (-)
Sens : Kompos mentis
TD

: 120/80 mmHg

Nadi : 84x/menit
RR

: 20x/menit

: afebris

Regio suprapubik

: tampak luka bekas operasi yang tertutupi


verban.

Regio genitalia eksterna : terpasang kateter uretra three way 24 Fr,


A
P

urine jernih (+), darah (-), pus(-).


Post op open prostatectomy hari VII
Pasien boleh pulang
Terapi :
8

Cefixime 2 x 400 mg p.o.

Metrodinazol 2 x 500 mg p.o.

Asam mefenamat 3 x 500 mg p.o.

Kateter terpasang

Kontrol ke poliklinik

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Kelenjar Prostat
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah
inferior buli-buli dan melingkari uretra posterior. Organ ini sering menjadi neoplasma
baik jinak maupun ganas. Bila mengalami pembesaran organ ini menekan uretra pars
prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urin keluar dari buli-buli.1,2

Gambar 1. Pembesaran prostat benigna menyebabkan penyempitan uretra


posterior A. Skema anatomi zona kelenjar prostat normal B. Hiperplasia prostat
terjadi pada zona transisional menyebabkan penyempitan lumen uretra posterior.1
Secara anatomis, prostat terletak didalam pelvis vera, dipisahkan dari simfisis
pubis di sebelah anterior oleh spatium retropubic (space of Retzius). Permukaan posterior
prostat dipisahkan dari ampula rekti oleh fascia Denonvilliers. Dasar prostat
bersambungan dengan leher buli-buli, dan apeksnya berada pada permukaan sebelah atas
dari diafragma urogenital. Sebelah lateral, prostat berhubungan dengan muskulus levator
ani.1,3
Perdarahan kelenjar prostat berasal dari arteri vesikalis inferior, arteri pudenda
interna dan arteri hemoroidalis medius. Drainase vena prostat menuju pleksus
periprostatik yang berhubungan dengan vena dorsalis profunda penis dan vena iliaka
interna. Limfe terutama dicurahkan ke nodus iliaka interna dan nodus sakralis. Persarafan
prostat berasal dari pleksus hipogastrikus inferior dan membentuk pleksus prostatikus.
Prostat mendapat persarafan terutama dari serabut saraf tidak bermielin. Beberapa serat
ini berasal dari sel ganglion otonom yang terletak di kapsula dan di stroma. Serabut
motoris, mungkin terutama simpatis, tampak mempersarafi sel-sel otot polos di stroma
dan kapsula sama seperti dinding pembuluh darah.1,2
Prostat normal berukuran 3-4cm didasarnya, 4-6 cm sefalokaudal, dan 2-3 cm
pada dimensi anteroposterior. Berat normal sekitar 20 gram. Prostat mengelilingi uretra
pars prostatika dan ditembus di bagian posterior oleh dua buah duktus ejakulatorius.
McNeal membagi kelenjar prostat menjadi beberapa zona, antara lain zona perifer, zona
sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior, dan zona periuretra. Sebagian
besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional, sedangkan pertumbuhan
karsinoma prostat bersal dari zona perifer.1,2
Sekret kelenjar prostat adalah cairan seperti susu yang bersama-sama sekret dari
vesikula seminalis merupakan komponen utama dari cairan semen. Semen berisi
sejumlah asam sitrat sehingga pH nya agak asam (6,5). Selain itu dapat ditemukan enzim
yang bekerja sebagai fibrinolisin yang kuat, fosfatase asam, enzim-enzim lain dan lipid.
Sekret prostat dikeluarkan selama ejakulasi melalui kontraksi otot polos.3
2.2 Hiperplasia Prostat Benigna
10

2.2.1 Definisi
Hiperplasia prostat benigna merupakan pertumbuhan jinak pada kelenjar
prostat (zona transisional), yaitu terjadinya peningkatan jumlah sel stroma dan sel
epitel dari kelenjar prostat yang menyebabkan prostat membesar.1
2.2.2 Epidemiologi
Hiperplasia prostat merupakan penyakit pada pria tua dan jarang ditemukan
sebelum usia 40 tahun. Prostat normal pada pria mengalami peningkatan ukuran
yang lambat dari lahir sampai pubertas, dimana pada selang waktu tersebut terjadi
peningkatan cepat dalam ukuran yang berkelanjutan sampai usia akhir 30-an.
Pertengahan dasawarsa ke-5, prostat bisa mengalami perubahan hiperplasia.
Berdasarkan angka autopsi perubahan mikroskopik pada prostat sudah dapat
ditemukan pada usia 30-40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini terus
berkembang akan terjadi perubahan patologi anatomi.1,3,4
Pada pria usia 50 tahun angka kejadiannya sekitar 50% dan pada usia 80
tahun sekitar 80%. Sekitar 50% dari angka tersebut akan menyebabkan gejala dan
tanda klinis. Dari beberapa autopsi dalam ukuran prostat dan insiden histologi
hiperplasia prostat, mereka melaporkan bahwa prostat tumbuh dengan cepat selama
masa remaja sampai ukuran dewasa dalam tiga dekade dan pertumbuhan melambat
sampai laki-laki mencapai usianya yang ke 40 dan 50 tahun, mulai memasuki
pertumbuhan yang makin lama makin besar. Tidak ada bukti yang meyakinkan
mengenai korelasi antara faktor-faktor lain selain usia dalam peningkatan kejadian
BPH. Merokok juga diduga sebagai faktor yang berhubungan dengan pembesaran
prostat, namun ras, habitus, riwayat vasektomi, kebiasaan seksual dan penyakitpenyakit lain serta obat-obatan belum ditemukan mempunyai korelasi dengan
peningkatan kejadian BPH.3,4
2.2.3 Etiologi
Etiologi dari BPH belum dapat dimengerti secara lengkap, tetapi
nampaknya multifaktorial dan diatur oleh sistem endokrin. Prostat terdiri dari
elemen stroma dan epiteli, dan masing-masing, baik sendiri maupun bersamaan
dapat membentuk nodul hiperplastik dan gejala-gejala yang berhubungan dengan
BPH. Tiap elemen dapat mejadi target dalam pengobatan. Hingga sekarang masih
belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperplasia prostat, tetapi
beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya dengan
peningkatan kadar dihydrotestosteron (DHT) dan proses aging (proses menua).1,4
11

Tabel 1. Teori Etiologi BPH1


Teori
Dihydrotestostero
n
Imbalans
oestrogentestosteron
Interaksi stromal
epitel
Penurunan
kematian sel
( apoptosis)
Teori stem cells

Penyebab
Efek
5- reduktase dan reseptor hiperplasia epitel dan stroma
androgen
eestrogens testosteron
hiperplasia stroma
epidermal growth factor/ hiperplasia epitel dan stroma
fibroblast growth factor
transforming growth factor
estrogen
waktu hidup sel stroma dan
epitelium
stem cells

proliferasi transit cells

Beberapa teori atau hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya


hiperplasia prostat adalah1,2,3
a. Dihydrotestosteron
Testosteron yang dihasilkan oleh sel leydig pada testis (90%) dan
sebagian dari kelenjar adrenal (10%) masuk dalam peredaran darah dan
98% akan terikat oleh globulin menjadi sex hormon binding globulin
(SHBG). Sedangkan hanya 2% dalam keadaan testosteron bebas.
Testosteron bebas inilah yang bisa masuk ke dalam target cell yaitu sel
prostat melewati membran sel langsung masuk kedalam sitoplasma, di
dalam sel, testosteron direduksi oleh enzim 5-alpha reductase menjadi 5dihydrotestosteron yang kemudian bertemu dengan reseptor sitoplasma
menjadi hormone receptor complex. Kemudian hormone receptor
complex ini mengalami transformasi reseptor, menjadi nuclear
receptor yang masuk kedalam inti yang kemudian melekat pada
chromatin dan menyebabkan transkripsi m-RNA. RNA ini akan
menyebabkan sintese protein menyebabkan terjadinya pertumbuhan
kelenjar prostat. Teori ini dibuktikan bahwa sebelum pubertas dilakukan
kastrasi maka tidak terjadi BPH, juga terjadinya regresi BPH bila
dilakukan kastrasi.1,2,3
b. Ketidakseimbangan estrogen-testosteron
Selain androgen (testosteron/DHT), estrogen juga berperan untuk
terjadinya BPH. Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan
keseimbangan hormonal, yaitu antara hormon testosteron dan hormon
12

estrogen, karena produksi testosteron menurun dan terjadi konversi


testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer dengan
pertolongan enzim aromatase, dimana sifat estrogen ini akan merangsang
terjadinya hiperplasia pada stroma, sehingga timbul dugaan bahwa
testosteron diperlukan untuk inisiasi terjadinya proliferasi sel tetapi
kemudian estrogenlah yang berperan untuk perkembangan stroma.
Kemungkinan lain ialah perubahan konsentrasi relatif testosteron dan
estrogen akan menyebabkan produksi dan potensiasi faktor pertumbuhan
lain yang dapat menyebabkan terjadinya pembesaran prostat.1,2,3
Dari berbagai percobaan dan penemuan klinis diperoleh
kesimpulan bahwa dalam keadaan normal hormon gonadotropin hipofise
akan menyebabkan produksi hormon androgen testis yang akan
mengontrol pertumbuhan prostat. Dengan makin bertambahnya usia,
akan terjadi penurunan dari fungsi testikuler (spermatogenesis) yang
akan menyebabkan penurunan yang progresif dari sekresi androgen. Hal
ini mengakibatkan hormon gonadotropin akan sangat merangsang
produksi hormon estrogen oleh sel sertoli. Sedangkan dilihat dari
fungsional histologis, prostat terdiri dari dua bagian yaitu sentral sekitar
uretra yang bereaksi terhadap estrogen dan bagian perifer yang tidak
bereaksi terhadap estrogen.1,2,3
c. Interaksti stroma-epitel
Teori ini berdasarkan adanya hubungan interaksi antara unsur
stroma dan unsur epitel prostat yang berakibat hiperplasia prostat. Faktor
pertumbuhan ini dibuat oleh sel-sel stroma di bawah pengaruh androgen.
Adanya ekspresi berlebihan dari epidermis growth factor (EGF) dan atau
fibroblast growth factor (FGF) dan atau adanya penurunan ekspresi
transforming growth factor-(TGF-) akan menyebabkan terjadinya
ketidakseimbangan pertumbuhan prostat dan menghasilkan pembesaran
prostat.1,2,3
d. Penurunan kematian sel
Proses penuaan dapat mengakibatkan blokade proses maturasi
pada stem sel, mencegahnya memasuki tahap kematian sel terprogram
(apoptosis). Akibat dari proses penuaan pada penelitian hewan
nampaknya dimediasi melalui sinergisme estrogen yang menginduksi
13

reseptor

androgen,

menganggu

metabolisme

steroid,

berakibat

meningkatkan kadar DHT dalam prostat sehingga menghambat kematian


sel ketika diberikan bersamaan dengan androgen dn menstimulasi
poduksi kolagen stroma.1,2,3
e. Teori Sel Stem (stem cell hypothesis)
Seperti pada organ lain, prostat dalam hal ini kelenjar periuretral
pada seorang dewasa berada dalam keadaan keseimbangan steady
state, antara pertumbuhan sel dan sel yang mati, keseimbangan ini
disebabkan adanya kadar testosteron tertentu dalam jaringan prostat yang
dapat mempengaruhi sel stem sehingga dapat berproliferasi. Pada
keadaan tertentu jumlah sel stem ini dapat bertambah sehingga terjadi
proliferasi lebih cepat. Terjadinya proliferasi abnormal sel stem sehingga
menyebabkan produksi atau proliferasi sel stroma dan sel epitel kelenjar
periuretral prostat menjadi berlebihan.1,2,3
Selain teori-teori di atas masih banyak lagi teori yang menerangkan tentang
penyebab terjadinya BPH seperti; teori reawakening, tumor jinak, teori rasial dan
faktor sosial, teori infeksi dari zat-zat yang belum diketahui, teori yang
berhubungan dengan aktifitas hubungan seks, teori peningkatan kolesterol, dan Zn
yang kesemuanya tersebut masih belum jelas hubungan sebab-akibatnya. 1,2
2.2.4 Patofisiologi
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra pars prostatika
dan akan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan
intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih
kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan
perubahan anatomik dari buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi,
terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli.1,5

Gambar 2. Pembagian Uretra Pria1


14

Fase penebalan otot detrusor ini disebut fase kompensasi. Perubahan


struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada saluran kemih
sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal
dengan gejala-gejala prostatismus. Dengan

semakin meningkatnya resistensi

uretra, otot detrusor masuk ke dalam fase dekompensasi dan akhirnya tidak mampu
lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin. Tekanan intravesikal yang
semakin tinggi akan diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada
kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran
balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesico-ureter. Keadaan ini jika
berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya
dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.1,4,6
Pada BPH terdapat dua komponen yang berpengaruh untuk terjadinya gejala
yaitu komponen mekanik dan komponen dinamik. Komponen mekanik ini
berhubungan dengan adanya pembesaran kelenjar periuretra yang akan mendesak
uretra pars prostatika sehingga terjadi gangguan aliran urin (obstruksi infravesikal)
sedangkan komponen dinamik meliputi tonus otot polos prostat dan kapsulnya,
yang merupakan alpha adrenergik reseptor. Stimulasi pada alpha adrenergik
reseptor akan menghasilkan kontraksi otot polos prostat ataupun kenaikan tonus.
Komponen dinamik ini tergantung dari stimulasi syaraf simpatis, yang juga
tergantung dari beratnya obstruksi oleh komponen mekanik.5,6
2.2.5 Manifestasi Klinis
Hiperplasia prostat hampir mengenai semua orang tua tetapi tidak semuanya
disertai dengan gejala-gejala klinik. Gejala klinis yang menonjol dan hiperplasia
prostat adalah sumbatan saluran kencing bagian bawah. Terjadinya gejala tersebut
dapat disebabkan oleh dua komponen, pertama adanya penekanan yang bersifat
menetap pada uretra (komponen statik) dimana terjadi peningkatan volume prostat
yang pada akhirnya akan menekan uretra pars prostatika dan mengakibatkan
terjadinya hambatan aliran kencing. Kedua disebabkan oleh peningkatan tonus
kelenjar prostat yang diatur oleh sistem saraf otonom (komponen dinamik) yang
akhimya dapat meninggikan tekanan dan resistensi uretra, hal tersebut selanjutnya
menyebabkan terjadinya sumbatan aliran kencing.5,6
Gejala hiperplasia prostat biasanya memperlihatkan dua tipe yang saling
berhubungan, obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi terjadi karena otot detrusor

15

gagal berkontraksi dengan cukup kuat atau gagal berkontraksi cukup lama sehingga
kontraksi terputus-putus .5,6
Tanda obstruksi :5,6
a. Menunggu pada permulaan kencing (hesistency)
b. Pancaran kencing terputus-putus (intermitency)
c. Rasa tidak puas sehabis kencing
d. Urin menetes pada akhir kencing (terminal dribling)
e. Pancaran urin jadi lemah
Gejala iritasi biasanya lebih memberatkan pasien dibandingkan obstruksi.
Gejala iritasi timbul karena pengosongan buli-buli yang tidak sempurna pada akhir
kencing atau pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada buli-buli, sehingga
buli-buli sering berkontraksi meskipun belum penuh. Bila terjadi dekompensasi
akan terjadi retensi urin sehingga urin masih berada dalam buli-buli pada akhir
kencing. Retensi urin kronik menyebabkan refluk vesiko-ureter, hidroureter,
hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi
infeksi.1,6
Tanda iritasi :2,3
a. Rasa tidak dapat menahan kencing (urgensi)
b. Terbangun untuk kencing pada saat tidur malam hari (nocturia)
c. Bertambahnya frekuensi kencing
d. Nyeri pada waktu kencing (disuria)
Tabel 2. IPSS2
Dalam 1

tidak sama

< 1 x dlm

<50%

50%

> 50%

bulan

sekali

5 kejadian

kejadian

terakhir
1. Terasa sisa

kejadian kejadian

hampir
selalu

kencing
2. Sering
kencing
3. Terputusputus
4. Tidak
dapat
menunda
5. Pancaran

16

lemah
6. Mengejan

7. Kencing

malam
Total

Dari IPSS, gejala LUTS dikelompokkan dalam 3 derajat, yaitu:


a. Ringan : skor 0-7
b. Sedang

: skor 8-18

c. Berat

: skor 19-35

Jika pada waktu kencing penderita hampir selalu mengedan, lama kelamaan
dapat menyebabkan hernia atau hemoroid. Karena selalu terdapat sisa urin dapat
terbentuk batu endapan dalam buli-buli. Adanya batu saluran kemih menambah
keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Hematuria bisa juga terjadi karena
ruptur dari vena-vena yang berdilatasi pada leher vesika uninaria. Selain itu, batu
tersebut bisa menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluk dapat terjadi pyelonefritis.
Kadang-kadang tanpa sebab yang diketahui penderita sama sekali tidak dapat
kencing sehingga harus dikeluarkan dengan kateter.3,5
Dengan pemeriksaan colok dubur, dapat memberi kesan keadaan tonus
spingter anus, kelainan yang berada di mukosa rektum dan pembengkakan dalam
rektum dan prostat. Pada pemeriksaan ini harus diperhatikan konsistensi prostat
(pada hiperplasia prostat konsistensinya kenyal) apakah simetris, adakah nodul
pada prostat, apakah batas atas teraba. Apabila batas atas masih bisa diraba
biasanya diperkirakan berat prostat kurang dari 60 gram. Tentu saja penentuan berat
prostat dengan cara ini tidak akurat. Sebaliknya colok dubur cukup baik untuk
mengetahui adanya keganasan prostat. Pada karsinoma prostat, prostat teraba keras
atau teraba benjolan yang konsistensinya lebih keras dari sekitarnya atau letaknya
asimetris dengan bagian yang lebih keras.2,6
Retensi urin dapat terjadi dengan kelenjar yang dirasakan normal pada
pemeriksaan colok dubur, sebaliknya kelenjar yang dirasakan membesar bisa tidak
menimbulkan gejala obstruksi saluran keluar vesika urinaria. Derajat berat
obstruksi dapat diukur dengan menentukan jumlah sisa urin setelah penderita
kencing spontan. Sisa urin ditentukan dengan mengukur urin yang masih dapat
keluar dengan kateterisasi. Volume sisa urin setelah kencing normal pada pria
dewasa sekitar 35 ml. Sisa urin dapat juga diketahui dengan ultrasonografi buli-buli
17

setelah kencing, sisa urin lebih dari 100 ml, biasanya dianggap sebagai batas
indikasi untuk melakukan intervensi pada hiperplasia prostat. Derajat berat
obstruksi dapat diukur dengan menentukan pancaran urin pada waktu kencing, cara
pengukuran ini disebut uroflowmetri. Angka normal untuk pancaran urin rata-rata
10-12 ml/detik dengan pancaran maksimal sampai 20 ml/detik. Pada obstruksi
ringan pancaran menurun antara 6-8 ml/detik, sedangkan pancaran maksimal
menjadi 15 ml/detik. Tetapi pada pemeriksaan ini tidak dapat membedakan antara
kelemahan otot detrusor dengan obstruksi intravesikal.5,6
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan radiologi,
seperti foto polos abdomen, dapat diperoleh keterangan mengenai penyakit ikutan
seperti batu saluran kemih, hidronefrosis, atau divertikel saluran kemih.
Pembesaran prostat dapat dilihat lesi profusio prostat kontras pada dasar buli-buli.
Secara tidak langsung pembesaran prostat dapat diperkirakan apabila dasar bulibuli pada gambaran sistogram tampak terangkat atau ujung distal ureter
membengkok ke atas berbentuk seperti mata kail.3,4
Ultrasonografi dapat dilakukan secara transabdominal atau transrektal
(trans rectal ultrasography = TRUS). Untuk mengetahui pembesaran prostat,
pemeriksaan ini dapat pula menentukan volume buli-buli, mengukur sisa urin dan
keadaan patologi lain seperti divertikel, tumor dan batu. Pemeriksaan CT Scan atau
MRI jarang dilakukan. Pemeriksaan sitoskopi dilakukan apabila pada anamnesis
ditemukan hematuria atau pada pemeriksaan urin ditemukan mikrohematuria.
Sitoskopi dapat juga memberi keterangan mengenai besar prostat dengan mengukur
panjang uretra pars prostatika dan melihat penonjolan prostat di dalam uretra.3,4
2.2.6 Diagnosis
The Third International Consultation on BPH menganjurkan untuk
menganamesis keluhan kencing terhadap setiap pria berumur 50 tahun atau lebih
jika ditemukan prostatismus lakukan pemeriksaan dasar standar kemudian jika
perlu dilengkapi dengan pemeriksaan tambahan. Pemeriksaan standar meliputi :
1,2,5,6,

a. Hitung skor gejala, dapat ditentukan dengan menggunakan skor IPSS


(International Prostate Symptom Score)
b. Riwayat penyakit lain atau pemakai obat yang memungkinkan gangguan
kencing.
c. Pemeriksaan fisik khususnya colok dubur.
18

Pemeriksaan Tambahan :
a. Pemeriksaan uroflowmetri (pengukuran pancaran urin pada saat kencing)
b. Pemeriksaan TRUS-P (Transrectal Ultrasonography of the prostate)
c. Pemeriksaan serum PSA (Prostatic spesific antigen)
d. Pemeriksaan USG transabdominal
e. Pemeriksaan patologi anatomi (diagnosis pasti)
Kondisi obstruktif traktus urinarius bagian bawah lainnya, seperti striktur
uretra, kontrakur leher kadung kemih,batu buli-buli, atau karsinoma prostat harus
dipikirkan saat memeriksa pasien dengan dugaan BPH. Riwayat pemakaian
instrumen tertentu di uretra, uretitis, atau trauma harus diketahui untuk
menyingkirkan dugaan striktur uretra atau kontraktur leher buli-buli. Hematuria dan
nyeri sering berhubungan dengan batu buli-buli. Karsinoma prostat dapat dideteksi
dengan kelainan pada rektal toucher atau kenaikan kadar PSA.2,3
Infeksi traktus urinarius, yang dapat menyerupai gejala iritatif BPH, dapat
dengan segera diketahui dari urinalisis dan kultur; bagaimanapun, infeksi traktus
urinarius dapat merupakan komplikasi dari BPH. Walaupun keluhan saat kencing
juga berhubungan denan karsinoma buli, khususnya karsnoma insitu, urinalisis
biasanya menunjukkan adanya hematuria. Selain itu, pasien dengan kelainan buli
neurogenik dapat juga memiliki tanda dan gejala dari BPH, tetapi disertai adanya
riwayat penyakit neurolgis, stroke, diabetes melitus, atau trauma punggung.
Sebagai tambahan, pada pemeriksaan didapatkan berkurangya sensasi perineum
atau ekstremitas bagian bawah, gangguan pada tonus sfinkter rektal atau refleks
blbokavernosus. Gangguan pada fungsi pencernaan (konstipasi) dapat juga
memperingatkan adanya kemungkinan sebab neurologis.2,3
2.2.7 Terapi
Ada beberapa pilihan terapi pasien BPH, dimana terapi spesifik dapat
diberikan untuk pasien kelompok tertentu. Pasien dengan gejala ringan (symptom
score 0-7), dapat hanya dilakukan watchful waiting. Pasien dengan gejala sedang
(symptom score 8-18), dapat diberikan terapi medikamentosa. Pasien dengan gejala
berat (symptom score 9-35), dilakukan operasi.2,3
Selain itu, indikasi dilakukan operasi adalah:
a. Retensi urin berulang
b. Infeksi saluran kemih berulang
c. Gross hematuria berulang
19

d. Batu buli-buli / divertikel


e. Insufisiensi ginjal.
f. Dilatasi traktus atas (hidroureter, hidronefrosis).
Tabel 3. Penatalaksanan BPH2,3
Observasi
Medikametosa
Operasi konvensional
Invasif minimal

Watchful Waiting
- alpha blocker : terazosin, prazosin, tamsulsin, dll
- supresi androgen : 5 -reduktase inhibitor
- fitoterapi
Transurethral resection of the prostate (TURP)
Transurethral incision of the prostate (TUIP)
Open simple prostatectomy
Laser
Transurethral electrovaporization of the prostate
Hyperthermia
Transurethal needle ablation of the prostate (TUNA)
High Intensity focused ultrasound
Intraurethral stents
Transurethral balloon dilation of the prostate

a. Watchful Waiting
Watchful waiting merupakan penatalaksanaan pilihan untuk pasien BPH
dengan symptom score ringan (0-7). Besarnya risiko BPH menjadi lebih berat dan
munculnya komplikasi tidak dapat ditentukan pada terapi ini, sehingga pasien
dengan gejala BPH ringan menjadi lebih berat tidak dapat dihindarkan, akan tetapi
beberapa pasien ada yang mengalami perbaikan gejala secara spontan.1,2
b. Medikamentosa
1)

Penghambat alfa (alpha blocker)


Prostat dan dasar buli-buli manusia mengandung adrenoreseptor-1,
dan prostat memperlihatkan respon kontaktil terhadap pengaruh penghambat
alfa. Komponen yang berperan dalam mengecilnya prostat dan leher bulibuli secara primer diperantarai oleh reseptor 1a. Penghambatan terhadap
alfa telah memperlihatkan hasil berupa perbaikan subyektif dan obyektif
terhadap gejala dan tanda (sign and symptom) BPH pada beberapa pasien.
Penghambat alfa dapat diklasifikasikan berdasarkan selektifitas reseptor dan
waktu paruhnya. Contoh penghamba alpha yang ada antara lain prazosin,
terazosin, doxazosin dan yang lebih baru tamslosin (blokade selektif pada
reseptor 1a). Efek samping penghambat apha antara lain hipotensi
ortostaik, pusing, kelelahan, ejakulasi retrograd, rinitis dan sakit kepala.

20

Efek samping ini lebih sedikit pada penggunaan penghamba 1a yang lebih
selektif.2,3,4
2) Penghambat 5-Reduktase (5-Reductase inhibitors)
Finasteride adalah penghambat 5-Reduktase yang menghambat
perubahan testosteron menjadi dehidrotestosteron. Obat ini mempengaruhi
komponen epitel prostat, yang menghasilkan pengurangan ukuran kelenjar
dan memperbaiki gejala. Dianjurkan pemberian terapi ini selama 6 bulan,
guna mendapat efek maksimal terhadap ukuran prostat (reduksi 20%) dan
perbaikan pada gejala-gejala. Walupun begitu, perbakan gejala hanya terliat
pada prostat yang membesar >40 cm3. Efek samping termasuk penurunan
libido, penurunan volume ejakulat dan impotensi. 2,3,4
c. Fitoterapi
Fitoterapi adalah penggunaan tumbuh-tumbuhan dan ekstrak tumbuhtumbuhan untuk tujuan medis. Penggunaan fitoterapi pada BPH telah popular di
Eropa selama beberapa tahun. Obat-obatan tersebut mengandung bahan dari
tumbuhan seperti Hypoxis rooperis, Pygeum africanum, Urtica sp, Sabal
serulla, Curcubita pepo, Populus temula, Echinacea purpurea, dan Secale
cerelea. Masih diperlukan penelitian untuk mengetahui efektivitas dan
keamanannya. 2,3,4
d. Operatif
1) Transurethral resection of the prostate (TURP)
Sembilan puluh lima persen simpel prostatektomi dapat dilakukan
melalui endoskopi. Umumnya dilakukan dengan anestesi spinal dan dirawat
di rumah sakit selama 1-2 hari. Perbaikan symptom score dan aliran urin
dengan TURP lebih tinggi dan bersifat invasif minimal. Risiko TURP adalah
antara lain ejakulasi retrograd (75%), impotensi (5-10%) dan inkontinensia
urin (<1%).>(2). Komplikasi tindakan ini antara lain perdarahan, striktur
uretra atau kontraktur leher buli, perforasi kapsul prostat dengan
ekstravasasi, dan pada kasus yang berat, sindrom TUR yang berakibat
hipervolemi, hiponatremi karena absorpsi cairan irigasi yang hipotonik
(H2O). Manifestasi klinik sindrom TUR adalah mual, muntah, konfusi,
hipertensi, bradikardi dan gangguan visual. Risiko sindrom TUR meningkat
pada waktu reseksi yang melebihi 90 menit. Penatalaksanaanya termasuk
21

pemberian diuresis dan pada kasus yag berat, diberikan saline hipertonik. 2,3,4
2) Transurethral incision of the prostate (TUIP)
Pada pasien dengan gejala sedang-berat dan prostat yang kecil sering
terjadi hiperplasia komisura posterior (kenaikan leher buli-buli). Pasien
dengan keadaan ini lebih mendapat keuntungan dengan insisi prostat.
Prosedur ini lebih cepat dan morbiditas lebih sedikit dibandingkan TURP.
Retrograde ejakulasi terjadi pada 25% pasien. 2,3,4

Gambar 3. Transurethral incision of the prostate (TUIP)


3) Open simple prostatectomy
Jika prostat terlalu besar untuk dikeluarkan dengan endoskopi, maka
enukleasi terbuka diperlukan. Prostat lebih dari 100 gram biasanya
dipertimbangkan untuk dilakukan enukleasi terbuka. Open prostatectomy
juga dilakukan pada BPH dengan divertikulum buli-buli, batu buli-buli dan
pada posisi litotomi tidak memungkinkan. Open prostatectomy dapat
dilakukan dengan pendekatan suprapubik ataupun retropubik. Simple
suprapubic prostatectomy (Frayer) dikerjakan melalui pembukaan buli-buli
dan pemilihan metode ini berhubungan dengan adanya patologi pada buli.
Pada metode simple retropubic prostatectomy (Millin), buli tidak dibuka dan
incisi langsung dilakukan pada kapsul prostat.1,5,6

22

Gambar 4. Berbagai Teknik Prostatektomi1


e. Terapi Minimal Invasif
1) Laser
Teknik coagulation necrosis salah satunya: transuretral laser-induced
prostatectomy (TULIP) yang dikerjakan dengan panduan ultrasonografi
transrektal. Teknik visual coagulative necrosis dikerjakan degan kontrol
cystoscopic. Teknik visual contact ablative dikerjakan dengan fiber yang
diletakkan langsung bersentuhan dengan jaringan prostat yang dvaporisasi.
Teknik lainnya adalah Interstitial laser therapy. 1,5,6
Keuntungan operasi dengan sinar laser adalah: kehilangan darah
minimal, jarang terjadi sindroma TUR, dapat mengobati pasien yang sedang
menggunakan antikoagulan, dan dapat dilakukan out patient procedure.
Sedangkan kerugian operasi dengan laser antara lain: sedikit jaringan untuk
pemeriksaan patologi, pemasangan kateter postoperasi lebih lama, lebih
iritatif, dan biaya besar. 1,5,6
2) Transurethral electrovaporization of the prostate
Transurethral electrovaporization of the prostate menggunakan
resektoskop. Arus tegangan tinggi menyebabkan penguapan jaringan karena
panas, menghasilkan cekungan pada uretra pars prostatika. Prosedurnya
lebih lama dari TURP. 1,5,6
3) Hyperthermia
Hipertermia gelombang mikro dihantarkan melalui kateter transuretra.
Alat lainnya mendinginkan mukosa uretra. Namun jika suhu lebih rendah
dari 45C, alat pendingin tidak diperlukan. 1,5,6
4) Transurethal needle ablation of the prostate
Transurethal needle ablation of the prostate (TUNA) menggunakan
kateter yang didesain khusus melalui uretra. Jarum interstitial dengan
frekuensi radio kemudian keluar dari ujung kateter, melubangi mkosa uretra
pars prostatika. Penggunaan frekuensi radio tersebut untuk memanaskan
jaringan sehingga megakibatkan nekrosis koagulatif.1,3,4
5) High-intensity focused ultrasound
Metode ini dilakukan dengan meletakkan probe ultrasonografi
didalam

rektum

yang

akan

menampilkan

gambaran

prostat

dan
23

menghantarkan energi panas dari high-intensity focused ultrasound, yang


akan memanaskan jaringan prostat dan menjadi nekrosis koagulasi. 1,3,4
6) Intraurethral stents
Intraurethral stents adalah alat yang ditempatkan pada fossa prostatika
dengan endoskopi dan dirancang untuk mempertahankan uretra pars
prostatika tetap paten. 1,3,4

Gambar 5. Intraurethral Stents1


7) Transurethral balloon dilation of the prostate
Balon dilator prostat ditempatkan dengan kateter khusus yang dapat
melebarkan fossa prostatika dan leher buli-buli. Lebih efektif pada prostat
yang ukurannya kecil (<40cm3). Teknik ini jarang digunakan sekarang ini.
1,3,4

Gambar 6. Transurethral balloon dilation of the prostate1

24

BAB III
ANALISIS KASUS

Seorang laki laki berusia 60 tahun berinisial Tn.B datang ke RSUD OKU TIMUR
dengan keluhan sulit BAK semakin parah sejak 2 hari SMRS. Dari anamnesis didapatkan
awalnya penderita mengeluhkan kesulitan BAK sejak 1 minggu SMRS dengan gejala
obstruktif maupun iritatif seperti adanya mengedan saat memulai BAK, BAK terputus-putus,
BAK menetes di akhir, rasa tak lampias, pancaran urin lemah, tidak dapat menahan BAK,
sering BAK pada malam hari, nyeri saat BAK, dan frekuensi BAK meningkat. Dari riwayat
penyakit dahulu tidak ditemukan darah tinggi, kencing manis, infeksi pada saluran kemih,
serta tidak ada riwayat pemasangan kateter sebelumnya dan trauma pada selangkangan tidak
ditemukan.

25

Pada pemeriksaan fisik dalam batas normal. Pada pemeriksaan status lokalis pada
regio pinggang kanan dan kiri, regio suprapubik tidak ditemukan adanya kelainan. Pada regio
genitalia eksterna pada inspeksi terpasang kateter 16 Fr, urin jernih (+), darah (-), dan pus (-).
Pemeriksaan Rectal Toucher : TSA baik, ampula kosong, mukosa licin, prostat teraba
membesar, konsistensi kenyal, permukaan rata, nodul(-), simetris, nyeri tekan (-).
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien mengalami retensio urin yang
diduga disebabkan oleh hiperplasia prostat jinak. Dari anamnesis, hal yang memperkuat
dugaan ini adalah adanya gangguan saluran kemih bagian bawah, karena pasien menunjukan
adanya gejala obstruksi dan iritatif. Dari IPSS (International Prostate Symptom Score), pasien
tergolong gangguan LUTS berat.
Selain itu, beberapa diagnosis banding dapat tersingkirkan dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik:
-

Nyeri pinggang (-) dan kencing berpasir (-), menyingkirkan adanya retensio urin
akibat batu ureter 1/3 distal dan adanya batu buli, namun diperlukan
pemeriksaan penunjang (USG dan BNO IVP) untuk menyingkirkan hal ini.

Demam (-), menyingkirkan kemungkinan pasien mengalami infeksi saluran


kemih.

Riwayat trauma (-) menyingkirkan dugaan striktur uretra atau kontraktur leher
buli-buli.

Pada pemeriksaan USG ditemukan endapan urin (+) , ini merupakan manifestasi
infeksi traktus urinarius yang dapat merupakan komplikasi dari BPH.

Tidak adanya riwayat penyakit stroke maupun traumatulang belakang.


Pemeriksaan rectal toucher, TSA didapatkan baik dan tidak adanya riwayat
konstipasi menyingkirkan dugaan gangguan neurologis (buli neurogenik).

Karsinoma prostat pada pasien ini dapat disingkirkan karena tidak ditemukan
kelainan pada pemeriksaan RT (seperti konsistensi yang keras, adanya nodul,
asimetri pada prostat). Namun untuk memastikan dari risiko keganasan perlu
dilakukan pemeriksaan PSA (Prostate Spesific Antigen).

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, hanya proses hiperplasia prostat benigna yang
paling mungkin untuk pasien ini, mengingat pasien ini sudah berumur 60 tahun, yang mana
insiden hiperplasia prostat semakin meningkat seiring dengan meningkatnya usia dan juga
pasien ini menunjukan adanya gejala-gejala LUTS (Low Urinary Tract Symptoms). Namun
hal ini belum bisa dipastikan sepenuhnya karena itu perlu dilakukan pemeriksaan penunjang,

26

pada pasien ini dilakukan pemeriksaan USG. Dari pemeriksaan buli terdapat endapan (+),
ukuran prostat berdasarkan USG adalah 4,6 X 4,3 cm. Kesan : pembesaran prostat dan sistitis.
Maka dapat disimpulkan diagnosis kerja untuk pasien ini adalah retensio urin ec pembesaran
prostat benigna. Pada penderita ini direncanakan dilakukan open prostatectomy (Simple
suprapubic prostatectomy) dengan salah satu pertimbangan pasien telah mengalami gangguan
LUTS berat dan pemberian antibiotik. Serta dilakukan pemeriksaan Hb (sesudah dan
sebelum) dan direncanakan transfusi whole blood 350 cc untuk mengganti volume darah saat
dilakukan tindakan operatif. Follow up dilakukan untuk menilai tanda-tanda vital, luka bekas
operasi, drain, irigasi, dan produksi urin, khususnya dengan memperhatikan tanda-tanda
perdarahan dari saluran kemih. Prognosis pada pasien ini, Quo ad vitam : bonam dan Quo ad
functionam : dubia ad bonam. Fungsi dari organ terkait perlu dinilai saat proses dan setelah
penyembuhan luka operasi dengan mempertimbangkan komplikasi-komplikasi yang dapat
terjadi.

DAFTAR PUSTAKA
1. Purnomo BB. Dasar-dasar urologi. Edisi ke32. Jakarta: CV. Sagung Seto, 2012.
2. Sjamsuhidayat, R dan Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-3. Jakarta: EGC,
2010.
3. Royce P. Prostate Enlargement. Ed. 4th. School of Public Health and Preventive
Medicine: Monash University. 2013.
4. Charles, F, et al . Schwartz Manual of Surgery. Eight Edition. USA. Medical
Publishing Division. Mc Graw-Hill, 2006.
5. McLatchie, Greg; Borley, Neil; Chikwe, Joanna. Oxford Handbook of Clinical
Surgery, 3rd edition. Oxford University Press. 2007.
6. Norris S, et al. Management of Benign Prostatic Hyperplasia. American Urological
Association. 2010.

27

Você também pode gostar