Você está na página 1de 31

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Definisi

materialitas

mengharuskan

seorang

auditor

dalam

mempertimbangkan keadaan baik yang berkaitan dengan entitas dan kebutuhan


informasi pihak yang akan meletakkan kepercayaannya. Oleh karena itu
pentingnya Materialitas, risiko dan strategi audit awal guna memeperlancar tugas
seorang auditor.
Selain itu secara umum tujuan utama didirikannya sebuah perusahaan adalah
untuk memperoleh laba yang optimal atas investasi yang telah ditanamkan dan
dapat mempertahankan kelancaran usaha dalam jangka waktu yang panjang.
Salah satu investasi tersebut adalah aktiva yang digunakan dalam kegiatan
normal perusahaan yaitu aktiva yang mempunyai umur ekonomis lebih dari satu
tahun.

Untuk

mencapainya

diperlukan

pengelolaan yang

efektif dalam

penggunaan, pemeliharaan maupun pencatatan akuntansinya.


Aktiva tetap biasanya merupakan bagian investasi yang cukup besar
dalam jumlah keseluruhan asset perusahaan. Besarnya investasi yang ditanamkan
dalam aktiva tetap menjadikan aktiva tetap itu perlu mendapatkan perhatian yang
serius. Tidak hanya pada penggunaan dan operasinya saja tetapi juga dalam
akuntansinya yang biasanya mencakup perolehan aktiva tetap, penghentian atau
pelepasan aktiva tetap, serta penyajian dan pengungkapannya dalam laporan
keuangan.

Oleh karena itu, selain membahas tentang materialitas, resiko audit, strategi
awal audit dalam makalah ini kami juga akan membahas tentang Audit terhadap
Siklus Pengeluaran: Pengujian Substantif terhadap Aktiva Tetap.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan dari penulisan makalah ini
sebagai berikut :
1. Apa definisi dari Materialitas dan Bagaimana pertimbangan awal mengenai
materialitas?
2. Apa unsur risiko audit dan bagaimana hubungan risiko audit pada tingkat
laporan keuangan dan tingkat saldo akun?
3. Apakah yang dimaksud dengan aktiva tetap dan bagaimana penggolongan
aktiva tetap ?
C. TUJUAN PENULISAN
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan dari penulisan makalah ini
adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui definisi dari Materialitas dan Bagaimana
pertimbangan awal mengenai materialitas?
2. Untuk mengetahui unsur risiko audit dan bagaimana hubungan risiko
audit pada tingkat laporan keuangan dan tingkat saldo akun?
3. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan aktiva tetap dan bagaimana
penggolongan aktiva tetap?

BAB II
PEMBAHASAN

A. MATERIALITAS
1. Konsep Materialitas
Mulyadi (2002:158) menyatakan materialitas adalah besarnya nilai yang
dihilangkan atau salah saji informasi akuntansi, yang dilihat dari keadaan yang
melingkupinya, dapat mengakibatkan perubahan atas atau pengaruh terhadap
pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan terhadap informasi tersebut,
karena adanya penghilangan atau salah saji. Definisi tersebut mengharuskan
auditor untuk mempertimbangkan keadaan-keadaan yang berhubung dengan
satuan usaha (perusahaan klien), dan informasi yang diperlukan oleh mereka yang
akan mengandalkan pada laporan keuangan yang telah diaudit. Karena tanggung
jawab menentukan apakah laporan keuangan salah saji secara material, auditor
harus, berdasarkan temuan salah saji yang material, menyampaikan hal itu kepada
klien sehingga bisa dilakukan tindakan koreksi.
2. Pentingnya Konsep Materialitas Dalam Audit Atas Laporan Keuangan
Dalam audit atas laporan keuangan, auditor tidak dapat memberikan jaminan
bagi klien atau pemakai laporan keuangan yang lain, bahwa laporan keuangan
auditan adalah akurat karena auditor yang bersangkutan tidak memeriksa setiap
transaksi yang terjadi dalam tahun yang diaudit dan tidak dapat menentukan
apakah semua transaksi yang terjadi telah dicatat, diringkas, digolongkan, dan
dikompilasi secara semestinya ke dalam laporan keuangan.
Oleh karena itu, dalam audit atas laporan keuangan, auditor memberikan
keyakinan (assurance) sebagai berikut:

a. Auditor dapat memberikan keyakinan bahwa jumlah-jumlah yang


disajikan dalam laporan keuangan beserta pengungkapannya telah dicatat,
diringkas, digolongkan, dan dikompilasi.
b. Auditor dapat memberikan keyakinan bahwa ia telah mengumpulkan bukti
audit kompeten yang cukup sebagai dasar memadai untuk memberikan
pendapat atas laporan keuangan auditan.
c. Auditor dapat memberikan keyakinan, dalam bentuk pendapat (atau
memberikan informasi, dalam hal terdapat perkecualian), bahwa laporan
keuangan sebagai keseluruhan disajikan secara wajar dan tidak terdapat
salah saji material karena kekeliruan dan kecurangan.
3. Pertimbangan Awal tentang Materialitas
Pertimbangan materialitas mencakup pertimbangan kuantitatif dan kualitatif.
Pertimbangan kuantitatif berkaitan dengan hubungan salah saji dengan jumlah
kunci tertentu dalam laporan keuangan. Pertimbangan kualitatif berkaitan dengan
penyebab salah saji. Suatu salah saji yang secara kuantitatif tidak material dapat
secara kualitatif material, karena penyebab yang menimbulkan salah saji.
Berikut ini disajikan contoh pertimbangan kuantitatif dan kualitatif yang
dilakukan oleh auditor dalam mempertimbangkan materialitas.
a. Hubungan salah saji dengan jumlah kunci tertentu dalam laporan seperti
laba bersih sebelum pajak dalam laporan keuangan, total aktiva dalam
Neraca, total aktiva lancar dalam neraca, dan total ekuitas pemegang
saham dalam neraca.
b. Faktor kualitatif yang meliputi kemungkinan terjadinya pembayaran yang
melanggar hukum, kemungkinan terjadinya kecurangan, syarat yang
tercantum dalam perjanjian penarikan kredit dari bank yang mengharuskan

klien untuk mempertahankan beberapa rasio keuangan pada tingkat


minimum tertentu, adanya gangguan dalam trend laba dan sikap
manajemen terhadap integritas laporan keuangan.
Dalam perencanaan suatu audit, auditor harus menetapkan materialitas pada
dua tingkat berikut ini :
a. Tingkat laporan keuangan, karena pendapat auditor atas kewajaran
mencakup laporan keuangan sebagai keseluruhan.
b. Tingkat saldo akun, karena auditor memverifikasi saldo akun dalam
mencapai kesimpulan menyeluruh atas kewajaran laporan keuangan.
Faktor yang harus dipertimbangkan dalam melakukan pertimbangan awal
tentang materialitas yaitu :
a. Materialitas pada Tingkat Laporan Keuangan
Auditor menggunakan dua cara dalam menerapkan materialitas. Pertama
auditor menggunakan materialitas dalam perencanaan audit, kedua pada
saat mengevaluasi bukti-bukti audit dalam pelaksanaan audit. Pada saat
merencanakan audit, auditor perlu membuat estimasi materialitas karena
terdapat hubungan yang terbalik antara jumlah dalam laporan keuangan
yang dipandang material oleh auditor dengan jumlah pekerjaan audit yang
diperlukan untuk menyatakan kewajaran laporan keuangan. Jadi auditor
harus mempertimbangkan dengan baik penaksiran materialitas pada tahap
perencanaan audit. Jika auditor menentukan jumlah materialitas terlalu
rendah, auditor akan mengkonsumsi waktu dan usaha yang sebenarnya
tidak diperlukan. Sebaliknya jika auditor menentukan jumlah rupiah
materialitas terlalu tinggi auditor akan mengabaikan salah saji yang

signifikan sehingga ia memberikan pendapat wajar tanpa pengecualian


untuk laporan keuangan yang sebenarnya berisi salah saji material.
Dalam perencanaan audit, auditor harus menyadari bahwa terdapat lebih
dari satu tingkat materialitas yang berkaitan dengan laporan keuangan
tersebut. Kenyataannya setiap laporan keuangan dapat memiliki lebih dari
satu materialitas. Sampai dengan saat ini, tidak terdapat panduan resmi
yang diterbitkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia tentang ukuran kuantitatif
materialitas. Berikut ini diberikan contoh beberapa panduan kuantitatif
yang digunakan dalam praktik yaitu :
1) Laporan keuangan dipandang mengandung salah saji material jika terdapat
salah saji 5% sampai 10% dari laba sebelum pajak.
2) Laporan keuangan dipandang mengandung salah saji material jika terdapat
salah saji 1/2% sampai 1% dari total aktiva.
3) Laporan keuangan dipandang mengandung salah saji material jika terdapat
salah saji 1% dari pasiva.
4) Laporan keuangan dipandang salah saji material jika terdapat salah saji
1/2% sampai 1% dari pendapatan bruto.
b. Materialitas pada Tingkat Saldo Akun
Materialitas pada tingkat saldo akun adalah salah saji minimum yang
mungkin terdapat dalam saldo akun yang dipandang sebagai salah saji
material. Konsep materialitas pada tingkat saldo akun tidak boleh
dicampur adukan dengan saldo akun material. Karena saldo akun material
adalah besarnya saldo akun yang tercatat, sedangkan konsep materialitas
berkaitan dengan jumlah salah saji yang dapat mempengaruhi keputusan
pemakai informasi keungangan.
Dalam mempertimbangakan materialitas pada tingkat saldo akun, auditor
harus mempertimbangkan hubungan antara materialitas tersebut dengan

materialitas laporan keuangan. Pertimbangan ini mengarahkan auditor


untuk merencanakan audit guna mendeteksi salah saji yang kemungkinan
tidak material secara individual namun, jika digabungkan dengan salah saji
dalam saldo akun yang lain, dapat material terhadap laporan keuangan
secara keseluruhan.
c. Alokasi Materialitas Laporan Keuangan ke Akun
Bila pertimbangan awal auditor tentang materialitas laporan keuangan di
klasifikasikan, penaksiran awal tentang materialitas untuk setiap akun
dapat diperoleh dengan mengalokasikan materialitas laporan keuangan ke
akun secara individual. Pengalokasian ini dapat dilakukan baik untuk akun
neraca maupun akun laba-rugi. Namun, karena hampir semua salah saji
laporan laba rugi mempengeruhi neraca dan karena akun neraca lebih
sedikit banyak auditor melakuan alokasi atas dasar akun neraca. Dalam
melakukan alokasi, auditor harus mempertimbangkan kemungkinan
terjadinya salah saji dalam akun tertentu dengan biaya yang harus
dikeluarkan untuk memverifikasi akun tersebut.
B. RESIKO AUDIT
1. Definisi Resiko Audit
Dalam perencanaan audit, auditor harus mempertimbangkan risiko audit.
Menurut SA Seksi 312 risiko audit adalah risiko yang terjadi dalam hal auditor,
tanpa disadari, tidak memodifikasi pendapatnya sebagaimana mestinya, atas suatu
laporan keuangan yang mengandung salah saji material. Semakin pasti auditor
dalam menyatakan pendapatnya, semakin rendah risiko audit yang auditor
bersedia untuk menanggungnya.

Auditor merumuskan suatu pendapat atas laporan keuangan sebagai


keseluruhan atas dasar bukti yang diperoleh dari verivikasi asersi yang berkaitan
dengan saldo akun secara individual atau golongan transaksi. Tujuannya adalah
untuk membatasi risiko audit pada tingkat saldo akun sedemikian rupa sehingga
pada akhir proses audit, risiko audit dalam menyatakan pendapat atas laporan
keuangan sebagai keseluruhan akan berada pada tingkat yang rendah.
2. Resiko Audit pada Tingkat Laporan Keuangan dan Tingkat Saldo Akun
Kenyataan bahwa auditor tidak dapat memberikan jaminan tentang ketepatan
informasi yang disajikan oleh klien dalam laporan keuangan mengharuskan
auditor mempertimbangkan baik materialitas maupun risiko audit.

Risiko audit, seperti materialitas, dibagi menjadi dua bagian :


a. Resiko Audit Keseluruhan (Overal Audit Risk)
Pada tahap perencanaan auditnya, auditor pertama kali harus menentukan
risiko audit keseluruhan yang direncanakan, yang merupakan besarnya
risiko yang dapat ditanggung oleh auditor dalam menyatakan bahwa
laporan keuangan disajikan secara wajar, padahal kenyataannya, laporan
keuangan tersebut berisi salah saji material.
b. Resiko Audit Individual
Karena audit mencakup pemeriksaan terhadap akun-akun secara
individual, risiko audit keseluruhan harus dialokasikan kepada akun-akun
yang berkaitan. Risiko audit individual perlu ditentukan untuk setiap
akun karena akun tertentu seringkali sangat penting karena besar
saldonya atau frekuensi transaksi perubahan.
3. Unsur Resiko Audit
Menurut Mulyadi (2002:167) ada tiga unsur risiko audit, yaitu :

a. Risiko Bawaan
Adalah kerentanan suatu saldo akun atau golongan transaksi terhadap
suatu saji material, dengan asumsi bahwa tidak terdapat kebijakan dan
prosedur pengendalian intern yang terkait.
b. Risiko Pengendalian
Adalah risiko yang terjadinya salah saji material dalam suatu asersi
yang tidak dapat dicegah atau dideteksi secara tepat waktu oleh
pengendalian intern entitas.
c. Risiko Deteksi
Adalah risiko sebagai akibat auditor tidak dapat mendeteksi salah saji
material yang terdapat dalam suatu asersi.
4. Penggunaan Informasi Risiko Audit
Taksiran risiko audit pada tahap perencanaan audit dapat digunakan oleh
auditor untuk menetapkan jumlah bukti audit yang akan diperiksa untuk
membuktikan kewajaran penyajian saldo akun tertentu. Untuk itu, auditor
menentukan risiko deteksi dari formula risiko audit berikut ini :
Risiko Audit Individual=Risiko Bawaan X Risiko Pengendalian X Risiko Deteksi

Dari formula tersebut, risiko deteksi dapat dihitung dengan formula


Risiko Deteksi = Risiko Audit Individual
Risiko Bawaan X RisikoPengendalian

Dari formula tersebut, risiko deteksi dihitung melalui tahap-tahp berikut ini
yaitu :
a. Menetapkan risiko audit , risiko bawaan, dan risiko pengendalian secara
individual berdasarkan pertimbangan profesional auditor

b. Melakukan perhitungan risiko deteksi sesuai dengan formula tersebut


diatas.
5. Hubungan Antarunsur Risiko
Risiko bawaan dan risiko pengendalian berbeda dengan risiko deteksi. Kedua
risiko yang disebut terdahulu ada, terlepas dari dilakukan atau tidaknya audit atas
laporan keuangan, sedangkan risiko deteksi berhubungan dengan prosedur audit
dan dapat diubah oleh keputusan auditor itu sendiri. Resiko deteksi mempunyai
hubungan yang terbalik dengan resiko bawaan dan resiko pengendalian. Semakin
kecil resiko bawaan dan resiko pengendalian yang diyakini oleh auditor semakin
besar resiko deteksi yang dapat diterima.
Resiko bawaan merupakan kerentanan asersi individual terhadap salah saji
material. Resiko ini dapat dicegah atau dideteksi oleh pengendalian intern klien.
Namun jika salah saji material tidak dapat dicegah dengan pengendalian intern
klien, timbullah resiko pengendalian. Oleh karena itu, melalui audit atas laporan
keuangan, auditor independen melakukan verifikasi terhadap asersi individual,
dengan harapan salah saji yang ada dalam asersi tersebut dapat terdeteksi dengan
prosedur audit audit yang dilaksanakan auditor. Namun jika salah saji material
tidak dapat dideteksi oleh prosedur audit yang dilaksanakan oleh auditor,
timbullah resiko deteksi. Sebagai akibatnya, jika pengendalian intern klien tidak
dapat mencegah dan mendeteksi salah saji material dalam asersi individual, dan
prosedur audit yang dilaksanakan auditor juga gagal mendeteksi salah saji
tersebut, laporan keuangan yang berisi salah saji material akan diberi pendapat
wajar tanpa pengecualian. Timbullah kemudian resiko audit resiko yang terjadi

10

dalam hal auditor tanpa disadari tidak memodifikasi pendapatnya sebagaimana


mestinya, atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji material.
6. Hubungan antara Materialitas, Risiko Audit, dan Bukti Audit
Terdapat hubungan berlawanan antara materialitas dan bukti audit. Jika
materialitas rendah jumlah salah saji yang kecil saja dapat mempengaruhi
keputusan pemakai informasi keuangan-auditor perlu mengumpulkan bukti audit
kompeten dalam jumlah banyak.Sebaliknya,jika materialitas tinggi jumlah salah
saji besar baru dapat mempengaruhi keputusan pemakai informasi keuangan
auditor hanya perlu mengumpulkan bukti audit kompeten dalam jumlah sedikit.
Demikian pula hubungan antarresiko audit dengan bukti audit.Semakin
rendah resiko audit-auditor bersedia menanggung resiko audit rendah sehingga
tingkat kepastian yang diinginkan oleh auditor adalah tinggi-auditor perlu
mengumpulkan bukti audit kompeten dalam jumlah banyak.Sebaliknya,semakin
tinggi tingkat resiko audit-auditor bersedia untuk menanggung resiko audit tinggi
sehingga tingkat kepastian yang yang diinginkan auditor adalah rendah-auditor
perlu mengumpulkan bukti audit yang kompeten dalam jumlah kecil saja.

C. STRATEGI AUDIT AWAL


1. Definisi Strategi Audit Awal
Strategi audit awal dapat diartikan sebagai strategi atau trik yang digunakan
oleh auditor dalam mencapai tujuan akhir dalam perencanaan dan pelaksanaan
proses audit. Karena adanya hubungan antara tingkat materialitas, risiko audit,
dan bukti audit, auditor dapat memilih strategi audit awal dalam perencanaan

11

audit atas asersi individual atau sekelompok asersi. Strategi audit awal dibagi
menjadi dua macam yaitu :
a. Pendekatan terutama substantif (primarily substantive approach)
b. Pendekatan tingkat risiko pengendalian taksiran rendah (lower assessed
level of control risk approach)
2. Unsur Strategi Audit Awal
Dalam mengembangkan strategi audit awal untuk suatu asersi, auditor
menetapkan empat unsur berikut ini yaitu :
a. Tingkat risiko pengendalian taksiran yang direncanakan
b. Luasnya pemahaman atas pengendalian intern yang harus diperoleh
c. Pengujian pengendalian yang harus dilaksanakan untuk menaksir risiko
pengendalian.
d. Tingkat pengujian substantif yang direncanakan untuk mengurangi risiko
audit ke tingkat yang cukup rendah.
3. Pendekatan Terutama Substantif
Dalam strategi audit ini, auditor mengumpulkan semua atau hampir semua
bukti audit dengan menggunakan pengujian substantif dan auditor sedikit
meletakkan kepercayaan atau tidak mempercayai pengenndalian intern. Pada
dasarnya ada tiga alasan mengapa auditor menggunakan pendekatan ini yaitu :
a. Hanya terdapat sedikit (jika ada) kebijakan dan prosedur pengendalian
intern yang relevan dengan perikatan audit atas laporan keuangan.
b. Kebijakan dan prosedur pengendalian intern yang berkaitan dengan asersi
untuk akun dan golongan transaksi signifikan tidak efektif.
c. Peletakan kepercayaan besar terhadap pengujian substantif lebih efisien
tertentu.
4. Pendekatan Risiko Pengendalian Rendah

12

Dalam pendekatan ini, auditor meletakkan kepercayaan moderat atau tingkat


kepercayaan penuh terhadap pengendalian, dan sebagai akibatnya auditor hanya
melaksanakan sedikit pengujian substantif.
5. Perbandingan Dua Strategi Audit
Perbandingan dua strategi tersebut dapat dijelaskan dalam tabel berikut ini :
Pendekatan Terutama

Pendekatan Risiko Pengendalian

Substantif

Rendah

Auditor merencanakan taksiran Auditor merencanakan taksiran risiko


risiko pengendalian pada tingkat pengendalian pada tingkat moderat atau
maksimum

atau

mendekati tingkat rendah

maksimum
Auditor merencanakan prosedur

Auditor merencanakan prosedur yang

yang kurang ekstensif untuk

lebih

memperoleh pemahaman atas

pemahaman atas pengendalian intern

pengendalian intern
Auditor merencanakan sedikit, Auditor
jika

ada,

ekstensif

untuk

merencanakan

memperoleh

pengujian

pengujian pengendalian secara luas

pengendalian
Auditor merencanakan

akan Auditor merencanakan akan membatasi

melakukan pengujian substantif penggunaan pengujian substantif


secara luas
D. PENGUJIAN SUBSTANTIF AKTIVA TETAP
1. Deskripsi Aktiva Tetap
Aktiva tetap adalah kekayaan perusahaan yang memiliki wujud, mempunyai
manfaat ekonomis lebih dari satu tahun, dan diperoleh perusahaan untuk
melaksanakan kegiatan perusahaan, bukan untuk dijual kembali. Karena
13

kekayaan ini mempunyai wujud, seringkali aktiva tetap disebut dengan aktiva
tetap berwujud (tangible fixed assets). Aktiva tetap dalam perusahaan manufaktur
umumnya digolongkan menjadi:
a. Tanah dan perbaikan tanah (land and land improvement)
b. Gedung dan perbaikan gedung (building and building improvement)
c. Mesin dan ekupmen pabrik
d. Mebel
e. Kendaraan
Transaksi yang bersangkutan dengan aktiva tetap:
Aktiva Tetap
Pemerolehan
Penghentian pemakaian
Pengeluaran modal
Penjualan
Revaluasi
Pertukaran
Pertukaran
Akumulasi Depresiasi Aktiva Tetap
Penghentian pemakaian
Depresiasi
Penjualan
Pertukaran
Jurnal-jurnal transaksi yang menyangkut perubahan aktiva tetap dan akun
depresiasi akumulasi yang bersangkutan:
a. Transaksi pemerolehan aktiva tetap
Aktiva Tetap

XXXX

Kas
XXXX
b. Transaksi pengeluaran modal (capital expenditure)
Aktiva Tetap

XXXX

Kas
c. Transaksi depresiasi aktiva tetap
Biaya Depresiasi

XXXX
XXXX

Akumulasi Depresiasi Aktiva Tetap

XXXX

d. Transaksi penghentian pemakaian aktiva tetap


Akumulasi Depresiasi Aktiva Tetap

XXXX

Rugi Penghentian Pemakaian Aktiva Tetap XXXX

14

Aktiva Tetap
e. Transaksi reparasi dan pemeliharaan aktiva tetap

XXXX

Biaya Reparasi dan Pemeliharaan Aktiva Tetap XXXX


Kas

XXXX

Sediaan Suku Cadang

XXXX

Gaji dan Upah

XXXX

2. Perbedaan Karakteristik Aktiva Tetap dengan Aktiva Lancar


Perbedaan karakteristik aktiva tetap dibandingkan dengan dengan aktiva
lancar adalah sebagai berikut:
a. Akun aktiva tetap mempunyai saldo yang besar didalam neraca; transaksi
perubahannya relatif sangat sedikit namun umumnya menyangkut jumlah
rupiah yang besar.
b. Kesalahan pisah batas transaksi yang bersangkutan dengan aktiva tetap
mempunyai pengaruh kecil terhadap perhitungan rugi-laba, sedangkan
kesalahan pisah batas transaksi yang bersangkutan dengan aktiva lancar
berpengaruh langsung terhadap perhitungan rugi-laba tahun yang diaudit.
c. Aktiva tetap disajikan dineraca pada kosnya dikurangi dengan Akumulasi
Depresiasi, sedangkan aktiva lancar disajikan dineraca pada nilai bersih
yang dapat direalisasikan pada tanggal neraca.
3. Perbedaan Pengujian Substantif Aktiva Tetap dengan Aktiva Lancar
Perbedaan pengujian substantif aktiva tetap dibandingkan dengan dengan
aktiva lancar adalah sebagai berikut:
a. Karena frekuensi transaksi yang menyangkut aktiva tetap relatif sedikit,
maka jumlah waktu yang dikonsumsi untuk pengujian substantif terhadap

15

aktiva tetap relatif lebih sedikit bila dibandingkan dengan waktu yang
digunakan untuk pengujian substantif terhadap aktiva lancar.
b. Karena ketepatan pisah batas transaksi yang bersangkutan dengan aktiva
tetap sedikit pengaruhnya terhadap perhitungan rugi-laba, maka auditor
tidak mengarahkan perhatiannya terhadap masalah ketelitian pisah batas
transaksi yang bersangkutan dengan aktiva tetap pada akhir tahun. Dengan
pengujian substantif terhadap aktiva lancar, auditor memusatkan
perhatiannya terhadap ketepatan pisah batas terhadap transaksi yang
bersangkutan dengan aktiva lancar, karena kesalahan atau ketidak telitian
penentuan pisah batas transaksi yang bersangkutan dengan aktiva lancar
berdampak langsung terhadap perhitungan rugi-laba tahun yang diaudit.
c. Pengujian substantif terhadap aktiva tetap dititik beratkan pada verifikasi
mutasi aktiva tetap yang terjadi dalam tahun yang diaudit, karena aktiva
tetap disajikan pada kosnya, bukan nilai bersih yang dapat direalisasikan
pada tanggal neraca sepertu halnya dengan aktiva lancar. Dilain pihak,
pengujian substantif terhadap aktiva lancar, dititikberatkan pada saldo
aktiva lancar tersebut pada tanggal neraca, karena aktiva lancar harus
disajikan didalam neraca sebesar nilai bersih yang dapat direalisasikan
pada tanggal tersebut.
4. Prinsip Akuntansi Berterima Umum Dalam Penyajian Aktiva Tetap Di Neraca
Sebelum membahas pengujian subtantif terhadap aktiva tetap, perlu diketahui
terlebih dahulu prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia dalam penyajian
aktiva tetap di neraca berikut ini :
a. Dasar penilaian aktiva tetap harus dicantumkan didalam neraca
b. Aktiva tetap yang digadaikan harus dijelaskan

16

c. Jumlah depresiasian akumulasian dan biaya depresiasi untuk tahun kini


harus ditunjukkan didalam laporan keuangan
d. Metode yang digunakan dalam perhitungan depresiasi golongan besar
aktiva tetap harus diungkapkan didalam laporan keuangan
e. Aktiva tetap harus dipecah dalam golongan yang terpisah jikajumlahnya
material
f. Aktiva tetap yang telah habis didepresiasi namun masih digunakan untuk
beroperasi, jikan jumlahnya material, harus dijelaskan.
5. Tujuan Pengujian Subtantif Terhadap Aktiva Tetap
Tujuan dari Pengujian Subtantif Terhadap Aktiva Tetap dapat dilihat dari
gambar berikut ini

Dari gambar diatas dapat kita ketahui bahwa tujuan dari pengujian
substantif terhadap aktiva tetap yaitu:
a. Memperoleh keyakinan tentang keandalan catatan akuntansi yang
bersangkutan dengan aktiva tetap.

17

b. Membuktikan keberadaan aktiva tetap dan keterjadian transaksi yang


berkaitan dengan aktiva tetap yang dicantumkan di neraca.
c. Membuktikan hak kepemilikan klien atas aktiva tetap yang dicantumkan
di neraca.
d. Membuktikan kewajaran penilaian aktiva tetap yang dicantumkan di
neraca.
e. Membuktikan kewajaran penyajian dan pengungkapan aktiva tetap di
neraca.
6. Program Pengujian Subtantif Terhadap Aktiva Tetap
Program pengujian subtantif terhadap aktiva tetap berisi prosedur audit yang
dirancang untuk mencapai tujuan audit seperti yang telah diuraiakan di atas.
Tahap-tahap prosedur audit dimulai dari pemeriksaan yang bersifat luas dan
umum sampai ke pemeriksaan yang bersifat rinci.
a. Prosedur audit awal
Sebelum membuktikan apakah saldo aktiva tetap yang dicantumkan oleh
klien di dalam neracanya sesuai dengan aktiva tetap yang benar-benar ada
pada tanggal neraca, auditor melakukan rekonsiliasi antara informasi
aktiva tetap yang dicantumkan di neraca dengan catatan akuntansi yang
mendukungnya. Rekonsiliasi ini perlu dilakukan agar auditor memperoleh
keyakinan bahwa informasi aktiva tetap yang dicantumkan di neraca
didukung dengan catatan akuntansi yang dapat dipercaya. Oleh karena itu,
auditor melakukan enam prosedur audit berikut ini dalam melakukan
rekonsiliasi informasi aktiva tetap di neraca dengan catatan akuntansi yang
bersangkutan:
1) Usut saldo aktiva tetap yang tercantum di neraca ke saldo akun aktiva
tetap yang bersangkutan di dalam buku besar. Untuk memperoleh

18

keyakinan bahwa saldo aktiva tetap yang tercantum di neraca


didukung dengan catatan akuntansi yang dapat dipercaya kebenaran
mekanisme pencatatannya, maka saldo aktiva tetap yang di cantumkan
di neraca diusut ke akun buku besar.
2) Hitung kembali saldo akun aktiva tetap dan akumulasi depresiasi yang
bersangkutan di buku besar. Untuk memperoleh keyakinan mengenai
ketelitian perhitungan saldo akun aktiva tetap, auditor menghitung
kembali saldo akun aktiva tetap dan akumulasi depresiasi yang
bersangkutan

dengan

menambah

saldo

awal

dengan

jumlah

pengkreditan dan menguranginya dengan jumlah pendebitan tiap-tiap


akun tersebut.
3) Usut saldo awal akun aktiva tetap dan Akumulasi Depresiasi yang
bersangkutan ke kertas kerja tahun lalu. Sebelum auditor melakukan
pengujian terhadap transaksi rinci yang menyangkut akun aktiva tetap
dan Akumulasi Depresiasi yang bersangkutan, ia perlu memperoleh
keyakinan atas kebenaran saldo awal akun tersebut.
4) Lakukan review terhadap mutasi luar biasa dalam jumlah dan sumber
posting dalam akun aktiva tetap dan Akumulasi Depresiasinya.
Kecurangan dalam transaksi pemerolehan, pertukaran, penghentian
pemakaian, depresiasi aktiva dapat ditemukan melalui review atas
mutasi luar biasa, baik dalam jumlah maupun sumber posting dalam
akun aktiva tetap, dan Akumulasi Depresiasi, dan pendapatan dan rugi
luar biasa.
5) Usut posting pendebitan dan pengkreditan akun aktiva tetap dan
Akumulasi

Depresiasi

yang

19

bersangkutan

ke

jurnal

yang

bersangkutan.

Untuk

memperoleh

keyakinan

bahwa

mutasi

penambahan dan pengurangan aktiva tetap berasal dari jurnal-jurnal


yang bersangkutan, pendebitan didalam akun aktiva tetap diusut
keregister bukti kas keluar dan jurnal umum sedangkan pengkreditan
kedalam akun tersebut diusut ke jurnal umum.
6) Lakukan rekonsiliasi buku pembantu aktiva tetap dengan akun control
aktiva tetap dan Akumulasi Depresiasi yang bersangkutan di buku
besar. Saldo akun control aktiva tetap dan Akumulasi Depresiasi yang
bersangkutan di buku besar tersebut kemudian dicocokkan dengan
jumlah saldo akun pembantu aktiva tetap ke dalam arsip bukti kas
keluar yang belum ddibayar untuk memperoleh keyakinan bahwa
catatan akuntansi klien yang bersangkutan dengan aktiva tetap dapat
dipercaya ketelitiannya.
b. Prosedur analitik
Ratio berikut ini seringkali digunakan oleh auditor dalam pengujian
analitik terhadap aktiva tetap. Dan berbagai ratio tersebut jika dihitung
oleh auditor dan kemudian dibandingkan dengan angka harapan akan
dapat memberikan indikasi bagi auditor ke fokus mana perhatian auditor
perlu diarahkan dalam pelaksanaan pengujian transaksi rinci.
Berikut ini ratio yang sering digunakan oleh auditor
Ratio
Tingkat perputaran aktiva tetap

Formula
Hasil Penjualan Bersih : Rerata saldo

Ratio laba bersih dengan aktiva tetap

aktiva tetap
Hasil Penjualan Bersih : Rerata saldo

aktiva tetap
Ratio aktiva tetap dengan modal saham Aktiva tetap : Modal Saham
Ratio biaya reparasi dan pemeliharaan Biaya Reparasi dan Pemeliharaan :

20

dengan aktiva tetap

Hasil Penjualan Bersih

c. Pengujian terhadap transaksi rinci


Hal-hal yang dilakukan pada tahap ini adalah:
1) Periksa tambahan aktiva tetap ke dokumen yang mendukung transaksi
pemerolehan aktiva tetap tersebut. Pemeriksaan dokumen

yang

mendukung tambahan aktiva tetap yang terjadi dalam tahun yang diaudit
memberikan bukti tentang:
a. Asersi keberadaan aktiva tetap dan keterjadian transaksi yang
menambah aktiva tetap
b. Asersi kelengkapan unsur yang membentuk kos aktiva tetap
c. Asersi hak kepemilikan klien atas tambahan aktiva tetap
d. Asersi penilaian aktiva tetap.
2) Periksa berkurangnya aktiva tetap ke dokumen yang mendukung transaksi
tersebut. Pemeriksaan terhadap dokumen yang mendukung transaksi
berkurangnya aktiva tetap yang terjadi dalam tahun yang diaudit
memberikan bukti tentang:
a. Asersi keberadaan aktiva tetap dan keterjadian transaksi berkurangnya
aktiva tetap
b. Asersi kelengkapan unsur yang mengurangi kos aktiva tetap
c. Asersi hak kepemilikan klien atas aktiva tetap yang dikurangi
d. Asersi penilaian aktiva tetap.
3) Periksa ketepatan pisah batas transaksi aktiva tetap
4) Lakukan review terhadap akun biaya reparasi dan pemeliharaan aktiva
tetap
d. Pengujian terhadap saldo akun rinci
Hal-hal yang harus dilakukan yaitu :
1) Lakukan inspeksi terhadap tambahan aktiva tetap dalam tahun yang
diaudit
2) Periksa dokumen kontrak dan dokumen hak kepemilikan klien atas aktiva
tetap. Pembuktian hak pemilikan atas aktiva tetap klien dilakukan oleh
auditor dengan:

21

a. Memeriksa dokumen yang mendukung pemerolehan dan penghentian


pemakaian aktiva tetap
b. Memeriksa dokumen yang mendukung transaksi pembayaran sewa
c. Memeriksa polis asuransi aktiva tetap
d. Meminta informasi mengenai aktiva tetap yang dijaminkan dalam
penarikan utang
e. Melakukan inspeksi terhadap perjanjian persewaan.
3) Lakukan review terhadap perhitungan depresiasi dan deplesi aktiva tetap
4) Lakukan rekonsiliasi aktiva tetap tertentu kedalam buku pembantu aktiva
tetap
5) Hitung kembali jumlah rupiah yang dicatat didalam akun-akun yang
terkait dalam transaksi
e. Verifikasi penyajian dan pengungkapan
1) Periksa klasifikasi aktiva tetap di dalam neraca. Aktiva tetap harus
disajikan didalam neraca dalam kelompok aktiva tidak lancar pada kosnya
dikurangi dengan Akumulasi Depresiasi atau deplesi. Auditor melakukan
pemeriksaan terhadap klasifikasi aktiva tetap didalam neraca berdasarkan
prinsip akuntansi berterima umum dalam penyajian aktiva tetap di neraca.
2) Periksa pengungkapan yang bersangkutan dengan aktiva tetap. Menurut
prinsip akuntansi berterima umum dalam dalam penyajian aktiva tetap di
neraca, klien berkewajiban mencantumkan pengungkapan yang memadai
mengenai metode depresiasi atau deplesi yang dipakainya, aktiva tetap
yang dijaminkan atau yang digadaikan dalam penarikan utang, dan aktiva
tetap yang telah habis didepresiasi namun masih digunakan dalam kegiatan
perusahaan.

22

BAB III
KESIMPULAN

Materialitas dibagi menjadi dua golongan yaitu materialitas pada tingkat


laporan keuangan dan materialitas pada tingkat saldo akun. Sedangkan Risiko
audit juga digolongkan menjadi dua yakni risiko audit keseluruhan dan risiko
audit individual. Dalam hal ini risiko audit terdiri dari tiga unsur (1) risiko
bawaan, yakni kerentanan suatu saldo akun atau golongan transaksi terhadap suatu
salah saji material, dengan asumsi bahwa tidak terdapat kebijakan dan prosedur
struktur pengendalian intern yang terkait, (2) risiko pengendalian, yakni risiko
terjadinya salah saji material dalam suatu asersi yang tidak dapat dicegah atau
dideteksi secara tepat waktu oleh struktur pengendalian intern entitas dan (3)
risiko deteksia dalah risiko sebagai akibat auditor tidak dapat mandeteksi salah
saji material yang terdapat dalam suatu asersi. Adanya hubungan antara tingkat
materialitas, risiko audit dan bukti audit, auditor dapat memilih strategi audit awal
dalam perencanaan audit atas asersi individual atau kelompok asersi.
Aktiva tetap memiliki karateristik yang berbeda dengan karakteristik aktiva
lancar, yang berdampak terhadap pengujian subtantif terhadap aktiva tetap.
Frekuensi transaksi yang menyangkut aktiva tetap relatif sedikit, maka jumlah
waktu yang dikonsumsi untuk pengujian substantif terhadap aktiva tetaprelatif
lebih sedikit bila dibandingkan dengan waktu yang digunakan untuk pngujian
substantif terhadap aktiva lancar. Karena transaksi yang bersangkutan dengan

23

aktiva tetap sedikit pengaruhnya terhadap perhitungan rugi-laba, maka auditor


tidak mengarahkan perhatiannya terhadap masalah ketelitian pisah batas transaksi
yang bersangkutan dengan aktiva tetap pada akhir tahun.
Pengujian substantif terhadap aktiva tetap dititikberatkan pada verifikasi
mutasi aktiva tetap yang terjadi dalam tahun yang diaudit. Verifikasi saldo aktiva
tetap pada tanggal neraca tidak mendapat perhatian auditor, karena aktiva tetap
disajikan pada kosnya, bukan nilainya pada tanggal neraca seperti halnya dengan
aktiva lancar.
Pengujian subtantif terhadap aktiva tetap di tujukan untuk memperoleh
keyakinan tentang keandalan catatan akuntansi bersangkutan dengan aktiva tetap,
membuktikan keberadaan aktiva tetap dan keterjadian transaksi yang berkaitan
dengan aktiva tetap yang dicantumkan di neraca, membuktikan kewajaran
penilaian aktiva tetap yang dicantumkan di neraca, dan membuktikan kewajaran
penyajian dan pengungkapan aktiva tetap di neraca.

24

DAFTAR PUSTAKA

1. Mulyadi, 2002, Auditing, Edisi VI, Jilid 1, Jakarta, Salemba Empat.


2. Mulyadi, 2002, Auditing, Edisi VI, Jilid 2, Jakarta, Salemba Empat.
3. http://suhediary.blogspot.com/2010/07/pengujian-substantifterhadap-aktiva.html

4. http://vinakurniadi.blogspot.com/2009/12/studi-kasus-etikaprofesional-risiko.html

5. http://zetzu.blogspot.com/2012/12/audit-aktiva-tetap-iv.html
6. http://inedwiy26.blogspot.com/2013/05/auditing-materialitas-danrisiko-audit.html

25

Contoh kasus Risiko Audit dan Materialitas


Planning Materiality (PM) ditentukan oleh auditor sebelum proses audit di
lapangan berjalan. PM dapat ditentukan dari Total Revenue ataupun Total Assets.
Biasanya suggested range untuk revenue adalah 0,5% s.d 1%. Sedangkan untuk
aset berkisar antara 1% s.d 5%. Antara Revenue dan Total Assets, cukup
digunakan salah satunya saja. Biasanya Revenue lebih sering dipakai sebagai
acuan dalam PM. Dengan syarat bahwa revenue komparatif antara tahun berjalan
dengan tahun sebelumnya tidak mengalami penurunan atau kenaikan yang
signifikan. Bila revenue bersifat fluktuatif, maka biasanya total asset yang
digunakan. Selanjutnya, setelah menentukan PM, ada yang namanya PAJE Scope,
yaitu jumlah minimum dari salah saji yang akan di adjust. Biasanya sebesar 2%
dari PM.
Sebuah perusahaan yang akan diaudit memiliki Total Revenue komparatif tahun
2007 sebesar 2,4 M. Maka Planing Materiality untuk tahun 2008 adalah 0,5% X
2,4 M = 12jt Artinya : Jumlah minimum akun dalam neraca yang harus
divouching adalah 12jt keatas. Kalau kurang dari itu dianggap tidak material.
Selanjutnya, bila auditor menemukan salah saji dalam laporan keuangan dan harus
disesuaikan, maka jumlah minimum yang harus diadjust adalah 2% x 12jt = 240
rb. Artinya, bila salah saji ditemukan dan adjustment yang perlu dilakukan

26

berjumlah kurang dari 240rb, maka tidak usah dilakukan adjustment, tapi kalau
jumlahnya diatas 240rb, harus dibuat adjustment nya.

CONTOH KASUS
Audit Aktiva Tetap
Dalam suatu perusahaan terdapat kekeliruan-kekeliruan pada akun-akun properti,
pabrik dan peralatan. Berikut kekeliruan-kekeliruan tersebut:
1. Umur aktiva yang digunakan untuk menyusutkan peralatan lebih kecil dari
umur manfaat yang layak dan diharapkan
2. Aktiva yang dapat dikapitalisasi secara rutin dicatat sebagai beban seperti
beban perbaikan dan peralatan, beban peralatan tidak tahan lama atau beban
perlengkapan
3. Peralatan kontruksi yang dibuang (abandoned) atau ditukar dengan peralatan
pengganti tidak dihapuskan dari catatan akuntansi
4. Beban penyusutan untuk operasi manufaktur dibebankan ke beban
administrasi
5. Peralatan kecil yang diperlukan untuk pemeliharaan peralatan dicuri oleh
karyawan untuk penggunaan pribadi.
6. Perolehan properti dicatat dengan jumlah yang tidak tepat.
7. Suatu pinjaman untuk peralatan yang ada tidak dicatat pada catatan akuntansi.
Penerimaan kas dari pinjaman tidak pernah diterima perusahaan karena
penerimaan tersebut digunakan untuk membayar uang muka atas suatu unit
peralatan yang sekarang digunakan sebgai aktiva operasi. Peralatan tersebut
juga tidak dicatat dalam catatan akuntansi.

27

REKOMENDASI PEMBAHASAN
Untuk setiap kekeliruan-kekeliruan berikut dalam akun-akun properti,
pabrik dan peralatan, sebutkan pengendalian intern yang dapat dikembangkan
oleh klien untuk mencegah terjadinya kekeliruan-kekliruan tersebut dan prosedur
audit substantif yang dapat digunakan untuk menemukan kesalahan tersebut.
1. Umur aktiva yang digunakan untuk menyusutkan peralatan lebih kecil dari
umur manfaat yang layak dan diharapkan.
a. Pengendalian intern, manajemen harus menetapkan prosedur yang formal
untuk menentukan merode depresiasi, taksiran umur ekonomis, dan nilai
residu.
b. Prosedur audit, me-review secara periodik kebijaksanaan penetapan
prosedur formal

untuk menentukan paakh hal tersebut telah realistis

(mendekati kenyataan).
Misalnya kalau suatu peralatan didepresiasi selama 5 tahun sedangkan secara
normal dapat digunakan 10 tahun aka nilai residu dan beban depresiasi harus
dipertimbangkan kembali
2. Aktiva yang dapat dikapitalisasi secara rutin dicatat sebagai beban seperti
beban perbaikan dan peralatan, beban peralatan tidak tahan lama atau beban
perlengkapan.
a. Pengendalian intern, meningkatkan pemahaman terhadap prinsip akuntansi
yang berlaku umum
b. Prosedur audit, melakukan pemeriksaan atas dokumen terhadap jumlahjumlah besar yang di debet ke akun beban
3. Peralatan kontruksi yang dibuang (abandoned) atau ditukar dengan peralatan
pengganti tidak dihapuskan dari catatan akuntansi

28

a. Pengendalian intern yang paling penting untuk pelepasan peralatan pabrik


adalah adanya suatu metode formal untuk memberikan informasi kepada
manajemen mengenai penjualan, pertukaran, pembuangan dan pencurian
peralatan dan mesin yang tercatat. Jika klien gagal mecatat pelepasan,
biaya perolehan (original cost) dari akun peralatan pabrik akan disajikan
lebih dengan tidak terbatas, dan tidak nilai buku neto akan lebih disajikan
sampai aktiva tersebut disusutkan sepenuhnya. Jadi, hendaknya terdapat
verifikasi intern yang memadai atas pelepasan yang dicatat untuk
meyakinkan bahwa aktiva telah dihapuskan dari catatan-catan akuntansi
dengan benar.
b. Prosedur audit untuk melakukan verifikasi terhadap pelepasan:
1) Menelaah apakah terdapat aktiva-aktiva yang baru menggantikan yang
ada,
2) Menganalisa keuntungan akibat pelepasan aktiva dan pendapatan lain-lain
akan adanya penerimaan akibat pelepasan aktiva,
3) Menelaah modifikasi pabrik dan perubahan pada lini produk, pajak-pajak
atau penutupan asuransi atas adanya penghapusan peralatan,
4) Tanya jawab dengan manajemen dan pelaksana produksi mengenai
kemungkinan pelepasan aktiva.
4. Beban penyusutan untuk operasi manufaktur dibebankan ke beban
administrasi
a. Pengendalian intern: meningkatkan pemahaman terhadap prinsip akuntansi
yang berlaku umum
b. Prosedur audit:
1) Melakukan pemisahan antara akun beban penyusutan dan akun beban
administrasi
2) Akun beban penyusutan dimasukkan ke dalam beban usaha atau
operasional

29

5. Peralatan kecil yang diperlukan untuk pemeliharaan peralatan dicuri oleh


karyawan untuk penggunaan pribadi
a. Pengendalian intern:
1) Penggunaan suatu berkas induk utuk masing-masing aktiva tetap
2) Pengendalian fisik yang memadai untuk aktiva yang dapat dengan mudah
dipindah-pindahkan (seperti peralatan kecil dan kendaraan)
3) Penetapan nomor identifikasi untuk setiap aktiva pabrik dan perhitungan
fisik secara periodic terhadap aktiva tetap dan rekonsisliasi oelh pelaksana
akuntansi
b. Prosedur audit:
1) Langkah pertama audit berkenaan dengan tujuan,
2) Kecocokan rincian peralatan pabrik yang tercatat dalam berkas induk
sesuai dengan buku besar,
3) Auditor harus memutuskan apakah diperlukan verifikasi terhadap
keberadaan dari masing-masing unsur dari peralatan pabrik tercakup dalam
berkas induk. Prosedur

memilih suatu sampel dari berkas induk dan

memeriksa aktiva sesungguhnya,


4) Jika pemeriksaan persediaan fisik dilakukan, auditor melakukan observasi
terhadap perhitungan.
6. Perolehan properti dicatat dengan jumlah yang tidak tepat.
a. Pengendalian intern, bagian penerimaan barang melakukan perhitungan
fisik ulang
b. Prosedur audit:
1) Memeriksa faktur pemasok dan laporan penerimaan barang pemeriksaan
fisik aktiva,
2) Melakukan peninjauan terhadap transaksi-transaksi yang tercatat akan
kelayakan klasifikasi.
Contoh: jumlah yang dicatat sebagai peralatan pabrik seharusnya diklasifikasikan
sebgai peralatan kantor.
7. Suatu pinjaman untuk peralatan yang ada tidak dicatat pada catatan akuntansi.

30

Penerimaan kas dari pinjaman tidak pernah diterima perusahaan karena


penerimaan tersebut digunakan untuk membayar uang muka atas suatu unit
peralatan yang sekarang digunakan sebgai aktiva operasi. Peralatan tersebut
juga tidak dicatat dalam catatan akuntansi.
a. Pengendalian intern
Manajemen mencatat setiap pinjaman ke dalam pos hutang sehingga
perusahaan dapat mengetahui posisi hutangnya dan mengklasifikasikan ke
dalam hutang jangka pendek atau hutang jangka panjang.
b. Prosedur audit
1) Melakukan konfirmasi kepada pihak yang memberikan pinjaman untuk
mengetahui besaran pinjaman yang diterima,
2) Melakukan pemeriksaan fisik terhadap peralatan dan melakukan
pencatatan atas peralatan tersebut.

31

Você também pode gostar