Você está na página 1de 11

PEDOMAN PENGGUNAAN INJEKSI YANG AMAN

PEDOMAN PENGGUNAAN INJEKSI YANG AMAN


Max J. Herman, Sriana Azis
Puslitbang Farmasi, Badan Litbang Kesehatan
ABSTRACT
Injection are very important for many medications and for immunization. In many health centres
in the world a patient treatment often consist of administering an injection and prescribing
several pills. Health workers are confronted with patients who prefer injection to oral
medication. The economic factor may also increase, because the health personel can demand a
higher fee for administering injections than for prescribing tablets.
Recent surveys have shown that a very hight percentage of injection are unsafe. Unsafe
injections can result in the transmission from one patient to another of such injection
complications as HIV/AIDS, hepatitis B, malaria and dengue. The community is at risk when
used injection equipment is carelessly disposed of and because of is commercial value, retrieved,
resold and reused.
WHO and UNICEF are working together in a determined commitment to raise awareness of the
importance of injection safety, WHO and UNICEF have launched numerous activities to improve
the safety of injection including the introduction of new technologies and research on the
cultural and sosial factors which have led to an increasing demand for injection.
The solution requires the health workers to be involved themselves in efforts to reduce the
number of injection administered.

PENDAHULUAN
Pengobatan secara injeksi sangat diperlukan untuk obat-obat tertentu dan imunisasi. Dari hasil
pengamatan WHO ternyata injeksi diberikan secara luas, penggunaannya berlebihan dan
disalahgunakan (1).
Di sebagian puskesmas di dunia banyak diberikan obat secara suntik dan oral. Hal tersebut
dilakukan karena pasien lebih merasa cepat sembuh bila diberi suntikan dibanding pemberian
secara oral.
Dari hasil pengamatan WHO ternyata pemberian suntikan immunisasi 30% tidak aman dan
suntikan ahal 50% tidak aman. Pemberian pengobatan secara suntik dapat mengakibatkan (1)
1. Biaya pengobatan menjadi lebih mahal
2. Efek samping lebih parah dibandingkan tablet
3. Jarum suntik yang dipakai berulang-ulang dan tidak steril dapat menularkan penyakit (hepatitis
B, HIV, malaria, demam berdarah) dan menimbulkan infeksi
4. Jarum suntik yang dibuang sembarangan dapat membahayakan lingkungan. Oleh karena harus
ada tehnologi dan biaya pemusnahan jarum suntik
5.

Pemberian tunsikan pada anak kecil beresiko merangsang timbulnya kelumpuhan (95%) pada
penyakit polio
Berdasarkan hal tersebut WHO dan UNICEF bekerjasama untuk menetapkan perjanjian untuk
meningaktkan kesadaran akan manfaat keamanan injeksi WHO dan UNICEF menerbitkan
bekerja aktivitas untuk meningkatkan keamanan injeksi, termasuk memperkenalkan tehnologi
sterilisasi alat suntik dan reset pada sosial dan budaya akan meningkatkan penggunaan injeksi.
Pekerja kesehatan dapat membantu untuk mendorong penurunan penggunaan injeksi oleh pasien.
Dengan cara menjelaskan efek samping pemberian injeksi.
Paparan ini menjelaskan tentang injeksi dan keamanan injeksi yang berlebihan, pemilihan alat
injeksi, persiapan pemberian injeksi.

INJEKSI DAN KEAMANAN


Pengobatan secara injeksi banyak digemari oleh pasien di seluruh dunia. Para pasien merasa
bahwa bila diberi injeksi penyakitnya akan lebih cepat sembuh dibandingkan dengan pemberian
pil. Harga 1 ampul injeksi diperkirakan setara dengan 10 pil sejenis dengan dosis yang sama.
Disamping itu penggunaan alat suntik yang tidak steril dan digunakan bergantian dapat
menimbulkan abses, penularan penyakit (hepatitis B, HIV dll.), injeksi pada anak berpenyakit
polio dapat menimbulkan kelumpuhan.
Dari hasil pengamatan WHO di negara-negara yang sedang berkembang ternyata di Ekuador
51% pasien lebih senang disuntik, di Uganda berkisar antara 60-70% dan di Indonesia berkisar
antara 70-90% (1).
Meskipun dari hasil penelitian pemberian suntikan dinyatakan kurang aman, tetapi masih
merupakan alat vital untuk immunisasi measles 2,2 milyar anak berumur di bawah 15 tahun, 220
juta perempuan untuk mencegah tetanus neonatal dan 50 juta injeksi KB (1)(2).

Cara merubah kebiasaan disuntik sangat


suka
Seringkali pekerja kesehatan sukar untuk menolak permintaan pasien untuk diinjeksi. Demikian
juga pasien sukar untuk merubah kebiasaannya meskipun sudah dijelaskan tentang efek samping
injeksi.
Pekerja kesehatan cenderung memberikan suntikan atas permintaan pasien, karena dapat
meningkatkan jumlah pasien meskipun biayanya lebih mahal.
Dari hasil penelitian WHO/UNICEF ternyata pekerja kesehatan lebih sering memberi injeksi
yang sebenarnya tidak perlu. Sebenarnya penyakitnya dapat diberi obat per oral selain lebih
aman, efektif dan lebih murah 1).

Injeksi di Puskesmas
Para pekerja kesehatan di Puskesmas memberikan injeksi disebabkan permintaan pasien.
Meskipun sudah ada kebijaksanaan Injeksi hanya diberikan bila ada indikasi, tetapi sering kali
pemberian injeksi digunakan untuk menaikkan pendapatan Puskesmas atau tidak ada pilihan lain
dari pada pasien pindah ke tempat lain.
Dari hasil survei Max J. Herman (1997) ternyata dari 20 Puskesmas di 2 kabupaten di Sumatera
Barat rasio penggunana injeksi hanya 0,3%, tetapi di Jawa Timur rasio penggunaan injeksi 67%
sangat tinggi.
Menurunkan penggunaan injeksi yang berlebihan adalah merupakan tanggungjawab pimpinan
Puskesmas.
Pencegahan efek samping penggunaan injeksi (1).
1. Penularan HIV atau hepatitis B dari pasien satu ke yang lain dicegah dengan cara penggunaan
alat suntik sekali pakai.
2. Pencegahan terjadinya abses pada bekas suntikan adalah dengan memastikan bahwa alat suntik
benar-benar steril; pemotong ampul dan tutup ampul harus dibersihkan dengan desinfektan atau
disterilkan.
3. Setelah pemberian suntikan pasien harus dimonitor selama 30 menit untuk mengamati terjadinya
gejals syok yang meliputi terasa dingin, berkeringat, pucat, keringat dingin, cemas, detak jantung
cepat, sukar bernafas dan hilang kesadaran. Bila gejala ini ada segera suntik dengan adrenalin
(dewasa ml, anak-anak ml), obati pasien syok diberi antihistamin dengan dua kali dosis
normal. Monitor pula pasien yang sering mengalami abses pada bekas suntikan.
4. Alat suntik dirusak segera setelah dipakai dan buang (bakar atau ditanam) agar tidak dijual atau
dipakai lagi. Jelaskan pada pekerja kesehatan dan pesuruh muda bahaya penggunaan alat suntik
bekas dapat ketularan penyakit Hepatitis B dan HIV/AIDS.

PENGGUNAAN INJEKSI YAGN BERLEBIHAN

Salah satu penggunaan yang penting injeksi adalah untuk immunisasi pada anak-anak. Para
petugas kesehatan harus merusak alat injeksi setiap kali habis menginjeksi. Hal ini untuk
mencegah penularan penyakit dan agar alat injeksi tersebut tidak digunakan lagi.
Bilamana pengobatan yang harus/tidak menggunakan injeksi seperti yang tertera di bawah ini
(1).

Harus menggunakan injeksi


1. Obat yang penggunaannya hanya dengan
injeksi
2. Bila pasien sering muntah atau tidak sadar
3. Dalam keadaan darurat misalnya pnemonia
parah, infeksi setelah melahirkan, keracunan
bisa ular, meningitis, reaksi alergi yang parah,
sipilis dan gonorhou.

Tidak harus menggunakan injeksi


Jangan diberi suntikan bila penyakit tidak
memerlukan pertolongan cepat.
Jangan diberi suntikan bila penyakitnya tidak
parah
Jangan diberi suntikan pada pasien batuk & flu
Jangan diberi injeksi bila pedoman
pengobatannya tidak menggunakan injeksi
Jangan diberi injeksi kecuali anda tahu semua
pedoman pengobatannya.

Komplikasi injeksi yang tidak aman


Injeksi vaksinasi atau pengobatan dapat aman bila menggunakan alat injeksi yang steril dan
tajam. Komplikasi injeksi yang tidak aman dapat menimbulkan infeksi dan tidak infeksi.
Komplikasi infeksi hepatitis B dan C, HIV, disebabkan menggunakan alat injeksi berulang-ulang
seperti demam berdarah dan malaria atau efek samping langsung dari alat injeksi yang tidak

steril seperti abses, septisimia dan tetanus. Komplikasi tidak infeksi keracunan atau syok
anafilaksi.
Pemberian transfusi pada penderita AIDS di Amerika menimbulkan kasus penularan HIV pada
petugas karena kecelakaan jarum melukainya, terjadi hampir / kasus (0,35%) dari 286 kejadian.
Bila jarum transfusi digunakan berulang-ulang terjadinya kasus akan meningkat 10 kalinya
(3,5%) 1)
Penularan hepatitis B dan C dapat terjadi bila menggunakan alat dialisis yang sudah tertular oleh
vial heparin yang tercemar. Vial heparin tertular dari jarum injeksi yang digunakan berulangulang.
Bahaya lain adalah paralisis trauma disebabkan poliomilitus, injeksi yang tidak perlu dan BCG
limfadenitis. Efek samping lainnya adalah penggunaan dosis obat yang kurang tepat atau over
dosis, serta petugas yang kurang terlatih.
Injeksi yang aman (1)(2)
1. Jelaskan pada pasien resiko pemberian injeksi dengan alat yang kotor, yakinkan pada pasien
bahwa pemberian oral lebih aman dan efektifitasnya sama
2. Jarum dan alat injeksi keduanya dapat terinfeksi Jangan ! gunakan lagi jarum dan alat injeksi
yang tidak steril.
3. Jangan mengemas kembali jarum alat injeksi sekali pakai, alat ini harus langsung dirusak dan
dibuang.
4. Sterilkan jarum dan alat injeksi pakai ulang selama 20 menit.
5. Gunakan indikator TST untuk menuju proses sterilisasi
6. Suntik di tempat yang benar, resiko kerusakan syaraf, bila anak atau orang dewasa disuntik di
pantat terlalu dalam.
Untuk meminimalkan resiko injeksi, para petugas kesehatan seharusnya mendapat pelatihan
pemberian injeksi yang aman dan menggunakan alat injeksi sekali pakai.
PEMILIHAN ALAT INJEKSI (1) (2)
Ada beberapa jenis alat injeksi, sebagai berikut :
1. Alat injeksi berulangkali pakai
Alat ini jaman dulu dibuat dari kaca tetapi sekarang dibuat dari plastik (kwalitas tinggi) dengan
alat semprot dan jarum dibuat dari stainles steel dapat digunakan selama 50 sampai 200 kali

injeksi. Setiap selesai digunakan untuk injeksi, jarum harus dilepaskan dengan pingset jangan
dengan jari masukan dalam air dan disterilkan dengan alat sterilisasi uap selama 20 menit pada
suhu 121-126C.
Indikator sterilisasi disebut Time, Steam and Temperature (TST) atau lama, uap dan suhunya
tepat. Sterilisasi uap dapat mematikan virus, bakteria dan spora, termasuk penyebab abses,
tetanus, hepatitis B, C dan HIV.
Bila jarum sudah tumpul atau rusak jangan digunakan lagi. Jangan mengasah jarum suntik.
Dari hasil pengamatan WHO penggunaan alat injeksi berulangkali pakai yang hanya diganti
jarumnya saja ternyata di daerah endemik HIV masih menularkan HIV. Demi menjaga keamanan
petugas harus mengganti alat suntiknya setiap ganti pasien.
2. Alat suntik sekali pakai
Alat suntik sekali pakai disterilisasi oleh pabriknya. Sterilisasi dijamin sampai waktu daluarsa,
jangan membuang alat suntik sekali pakai di sembarang tempat atau jangan mengemas kembali
alat suntik tersebut agar tidak digunakan atau dibuat mainan oleh anak-anak, seharusnya setelah
menggunakan alat suntik sekali pakai dirusak dan segera dibuang setelah habis kerja. Di suatu
saat akan dianjurkan di Puskesmas untuk menggunakan alat suntik sekali pakai karena lebih
praktis.
3. Alat injeksi Auto-Destinct
Alat injeksi ini setelah satu kali pakai otomatis rusak dan disterilisasi oleh pabriknya. Alat ini
pada umumnya digunakan untuk program immunisasi agar aman. Ukuran alat injeksi ini adalah
0,5 ml sesuai standar WHO program imunisasi vaksin kecuali BCG.
4. Jet injector (Penginjeksi Jet)
Jet injector digunakan untuk immunisasi dengan tekanan tinggi menggunakan sistem kompresi.
Alat ini digunakan di klinik sewaktu kampanye immunisasi. Keuntungan utama alat ini dapat
digunakan untuk beberapa kali. Akan tetapi belum diketahui dengan pasti apakah dapat
menularkan hepatitis B atau HIV. Tetapi kenyataannya WHO tidak lagi menyarankan untuk
menggunakan alat ini.

Cara perawatan dan pembuangan alat


injeksi
1.

Sediakan tempat untuk jarum dan alat injeksi berulang-ulang kali pakai, setelah menginjeksi
lepaskan jarum dengan pingset masukkan masing-masing kewadahnya, kemudian disterilisasi.
Bila jarumnya tumpul harus dibuang.

2. Disediakan tempat pembuangan alat injeksi sekali pakai, Auto-destruch dan alat injeksi lainnya
setelah selesai kerja langsung dibakar atau ditanam sedalam 0,5 m.

PERSIAPAN PEMBERIAN INJEKSI


Hampir semua petugas kesehatan mendapat pelatihan pemberian injeksi yang aman. Dibawah ini
adalah bagaimana persiapan pemberian Injeksi bila tidak ada dokter (1).
Cara sterilisasi jarum suntik (1)(2)
1.
2.

Masukkan alat suntik dengan pingset ke dalam air mendidih dan didihkan selama 20 menit
Tuangkan air tanpa menyentuh alat suntik dan jarum

3.

Gunakan pingset untuk memasang jarum ke dalam alat suntik

4.

Bersihkan ampul dengan air suling dan pecahkan ampul

5.

Isi alat suntik dengan obatnya, hati-hati jangan sampai jarum menyentuh bagian luar ampul.

6.

Bila obat berupa serbuk dalam vial, bersihkan tutup karet dengan kapas yang dibasahi alkohol
atau air suling

7.

Suntik vial dengan air suling dan kocok sampai obat lasut.

8.

Isi jarum suntik dengan obat

9.

Tegakan jarum suntik dan keluarkan semua udara.


Perhatian : Hati-hati jangan menyentuh jarum suntik dengan segala sesuatu walaupun dengan
kapas yang dibasahi alkohol.
Gantilah jarum bila tersentuh tangan atau barang lainnya dan didihkan kembali.
Dimana yang disuntik (1)

- Sebaiknya disuntik di atas pinggul


seperti terlihat pada gambar 1.
- Jangan menyuntik pada kulit yang
terinfeksi atau ruam kulit.
- Jangan menyuntikk anak yang berumur di bawah 2 tahun diatas
pinggul. Suntiklah ia di paha atas
Gambar 1

bagian luar.

Bagaimana cara menyuntik (1)


1.
2.

Bersihkan kulit dengan sabun dan air atau alkohol, untuk menghindari rasa sakit pastikan benar
bahwa alkoholnya sudah kering
Tusukkan jarum, kerjakan dengan gerakan cepat untuk mengurangi rasa sakit.

3.

Setelah jarum ditusukkan, pompa ditarik untuk melihat apakah jarum masuk ke pembuluh darah,
bila masuk ke pembuluh darah pindahkan.

4.

Bila tidak ada darah masuk, muntahkan obat pelan-pelan.

5.

Cabut jarum dan bersihkan kulit kembali

6.

Setelah selesai cuci alat suntik dengan air, sterilkan alat suntik sebelum digunakan kembali

7.

Sebaiknya menggunakan alat suntik sekali pakai karena lebih aman tetapi harganya sekitar Rp.
3.000,Praktek yang berbahaya (1)(2)
Di beberapa negara, sterilisasi alat suntik yang dilakukan oleh tenaga kesehatan tidak selalu baik.
Ada beberapa kesalahan, sebagai berikut :

1. Menggunakan jarum dan alat suntik yang telah digunakan


2. Jarum suntik diganti setiap penyuntikan, sedangkan alat suntiknya sama.
3. Tidak merusak alat suntik sekali pakai setelah digunakan
4. Mendidihkan alat dan jarum suntik kurang dari 20 menit
5. Airnya tidak sampai mendidih
6.

Mendiamkan alat dan jarum suntik dalam air mendidihdan diambil bila diperlukan,setelah
digunakan dikembali lagi.

7.

Membersihkan alat dan jarum suntik dengan alkohol atau desinfeksi lainnya meskipun
disterilisasi.

8. Tidak mencuci alat jarum suntik sebelum di sterilisasi


9. Tidak memisahkan alat suntik dan jarumnya sebelum disterilisasi
10. Menyimpan alat dan jarum steril di tempat yang tidak steril.

Hal yang harus diperhatikan


Hal yang harus diperhatikan dalam pemberian obat secara suntik, sebagai berikut :
1.

Harus diketahui benar reaksi obat yang akan timbul dan jelaskan hal yang harus diperhatikan
sebelum injeksi

2. Hindari pemberian obat secara suntik pada anak-anak kecuali imunisasi


3. Jelaskan pada pasien bahaya pemberian obat secara injeksi dan sarankan pemberian obat secara
oral.
4. Hindari pemberian senyawa obat yang sama pada pasien yang pernah mengalami alergi.
5.

Tanda-tanda alergi meliputi ruam kulit diserta gatal, bengkak dimana-mana, sukar bernafas,
tanda-tanda syok, pusing diikuti mual, gangguan penglihatan, telinga berdering, ketulian, nyeri
punggung dan sukar kencing.

6. Injeksi penisilin sering menyebabkan reaksi yang parah dianjurkan untuk diberikan secara oral.
-

Tanyakan apakah pasien pernah alergi terhadap obat tersebut

Sebelum injeksi sediakan satu ampul adrenalin

Setelah injeksi pasien harus tinggal selama 30 menit

Bila pasien berubah menjadi pucat, detak jantung sangat cepat atau sukar bernafas atau mulai
lemas. Segera suntik dengan setengah ampul adrenalin dan untuk anak-anak sepertempat ampul
dan bila perlu suntikan diulangan dalam 10 menit.

KESIMPULAN DAN SARAN


Pemberian obat secara injeksi masih sangat diperlukan, misal untuk pemberian obat pada pasien
yang tidak dapat menelan obat atau imunisasi. Dari hasil pengamatan WHO penggunaan obat
suntik di pusat pelayan kesehatan masih berlebihan, karena permintaan pasien.

Dalam rangka untuk mengurangi penggunaan obat suntik yang diminta oleh pasien di
Puskesmas, dilakukan tindakan, sebagai berikut :
1. Jelaskan pada pasien resiko penggunaan jarum suntik, misalnya :
-

Dapat menularkan penyakit hepatitis B dan AIDS

Dapat menimbulkan reaksi alergi yang parah

Dapat menimbulkan abses bila jarum suntik tidak steril

2. Jelaskan pada pasien penggunaan obat per oral lebih aman dan khasiatnya sama dengan suntikan
3. Setiap pasien yang meminta suntikan diharuskan membeli jarum suntik sekali pakai sendiri
Dilakukan simulasi antar group tentang bahaya penggunaan obat dengan cara suntik.
Dalam rangka menjaga keamanan para petugas kesehatan harus dilatih dan ditingkatkan
pengetahuannya tentang :
1. Bagaimana cara menyiapkan sterilisasi alat dan jarum suntik.
2. Dimana tempat yang baik untuk disuntik
3. Bagaimana cara menyuntik yang baik
4. Apa yang harus diperhatikan sewaktu menyuntik
5. Menghindari kesalahan selama proses penyiapan sampai penyuntikan pada pasien.
6. Merubah prilaku pasien agar tidak mengenangi pemberian secara suntik.

DAFTAR PUSTAKA
1.

UNICEF, Guidelines on the Rational use of Drugs in Basic Health Services, The Prescriber, No.
15th, May 1998.

2.

WHO, Injectable Contraceptives Sterilization Alert, New Flash, October 1987.

3.

Herman, Max J., Determination of some Indicators of Pharmaceutical Management at 20


Puskesmas in West Sumatera, Majalah Kesehatan Masyarakat Indonesia no.11, 1999

Você também pode gostar