Você está na página 1de 23

Desain Analisis Kebijakan Ditjen Dayasos & PK 1

DESAIN ANALISIS KEBIJAKAN


EFEKTIFITAS PENDAMPINGAN SOSIAL KUBE
BERKELANJUTAN DALAM RANGKA PEMBERDAYAAN SOSIAL
KELUARGA FAKIR MISKIN
TAHUN 2014

A. LATAR BELAKANG
Kemiskinan merupakan topik yang paling sering dibicarakan dalam
pembangunan ekonomi Indonesia. Dalam RPJM 2010 2014 secara spesifik
telah disebutkan bahwa target yang ingin dicapai adalah menurunkan penduduk
miskin dari 16,7 % tahun 2004 menjadi 8,2 % tahun 2009 (Bappenas, 2007).
Untuk mengentaskan kemiskinan tersebut pemerintah telah mengeluarkan dana
yang cukup besar. Pada tahun 2004 telah dikucurkan dana mencapai Rp 18
triliun, dan kemudian meningkat menjadi Rp 23 triliun pada tahun 2005.
Sementara selama periode 2006 naik hampir dua kali lipat menjadi Rp 42 triliun
dan bertambah menjadi Rp 51 triliun pada tahun 2007 (Bappenas, 2007). Pada
akhir Maret tahun 2009 anggaran kemiskinan sudah bertambah menjadi Rp 66,2
T dengan penurunan angka kemiskinan hanya sebesar 1,27% dari tahun 2008
(BPS,2009). Anggaran kemiskinan yang besar tersebut diharapkan mampu
menurunkan angka kemiskinan yang signifikan.
Pemerintah Indonesia telah memberi perhatian yang besar dan sangat
serius terhadap penanggulangan kemiskinan. Seluruh upaya dan kebijakan
afirmatif untuk mempercepat dan memperluas upaya pengurangan kemiskinan di
Indonesia sejak 2012 diintegrasikan ke dalam rencana induk (masterplan)
percepatan

dan

perluasan

pengurangan

kemiskinan

Indonesia

(MP3KI).

Kebijakan ini mencakup seluruh program penanggulangan kemiskinan yang


selama ini telah ada. Mulai dari pemberian bantuan dan perlindungan sosial,
pemberdayaan masyarakat, pengembangan usaha kecil dan mikro, serta
program prorakyat penyediaan prasarana/sarana murah. Program program
bantuan kemiskinan, diantaranya seperti Program Kartu Miskin, Program Beras

Desain Analisis Kebijakan Ditjen Dayasos & PK 2


Miskin, Program Bantuan Produktif seperti Kredit modal Usaha, Kredit Usaha
Tani, Bantuan Bibit Pertanian Subsidi Pupuk, dll, Program bantuan Pendidikan
dan Kesehatan, dan program-program kemiskinan lainnya.
Namun sayang, program pemberantasan kemiskinan itu tidak sejalan
dengan fakta di lapangan. Terlihat belum memberikan dampak yang besar
terhadap penurunan angka kemiskinan. Sampai saat ini tingkat kemiskinan masih
tetap tinggi di Indonesia. Berdasarkan data BPS hingga September 2013, terlihat,
jumlah penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis
kemiskinan mencapai 28,55 juta. Sebanyak 11,47 persen dari total penduduk
Indonesia, masih hidup di bawah garis kemiskinan. "Angka ini bertambah
480.000 orang dibanding survei terakhir pada Maret 2013," ujar Kepala BPS,
Suryamin di Jakarta, Kamis (2/1, 2014).
Jika mengacu pada Perpres No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan, angka kemiskinan tahun depan atau di akhir masa
jabatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ditarget 8-10 persen. Mampukah
kita mewujudkan misi tersebut?
Kementerian Sosial memiliki tugas dan fungsi mengentaskan kemiskinan
sebagaimana diamanatkan dalam UU No 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan
Sosial dan UU No 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin. Salah satu
programnya adalah KUBE, yang sudah lama dikenal sebagai trademark dan Icon
program di Kementerian Sosial RI, khususnya untuk pemberdayaan warga
miskin. KUBE adalah wadah berkumpul warga miskin yang memiliki kesamaan
tujuan membangun kesejahteraan melalui wadah kelompok. KUBE merupakan
Program Kesejahteraan Sosial (Prokesos) yang diluncurkan Pemerintah RI sejak
tahun 1983. KUBE ini dibentuk dengan harapan agar para Penyandang Masalah
Kesejahteraan Sosial (PMKS) yang terdapat di Indonesia dapat tereliminir sedikit
demi sedikit.
Program KUBE merupakan salah satu strategi Kementerian Sosial untuk
memberdayakan keluarga miskin guna meningkatkan pendapatan keluarga
mereka melalui kegiatan ekonomi produktif dan pembentukan lembaga keuangan
mikro. Pembentukan KUBE dimulai dengan proses pembentukan kelompok

Desain Analisis Kebijakan Ditjen Dayasos & PK 3


sebagai hasil bimbingan sosial, pelatihan keterampilan berusaha, bantuan
stimulans dan pendampingan. Prinsip pelaksanaan KUBE adalah :
1. Memperkuat organisasi/lembaga tradisional yang ada di masyarakat
2. Menumbuhkan lembaga pemberdayaan sosial baru melalui inisiatif
lokal
3. Anggotanya adalah fakir miskin yang memiliki kemauan berusaha
4. Bertempat tinggal di area yang berdekatan
5. Kepala Keluarga berusia produktif 18-58 tahun
6. Pendamping sebagai agen perubahan (agent of change)

Untuk memfasilitasi KUBE dalam mengelola Usaha Ekonomi Produktif


diperlukan tenaga pendamping yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan
memiliki

komitmen

merupakan

ujung

terhadap
tombak

Penanggulangan

dalam

pelaksanaan

Kemiskinan.
program

Pendamping

penanggulangan

kemiskinan baik di pedesaan maupun di perkotaan. Pendamping berperan


mempermudah

anggota

KUBE

untuk

mengidentifikasi

kebutuhan

dan

memecahkan masalah yang dihadapi oleh kelompok. Keterlibatan pendamping


ditengah-tengah KUBE bukan sebagai guru tetapi sebagai mitra dan bekerja
sama dengan anggota KUBE. Prinsip dasar pendampingan adalah bekerja
bersama bukan bekerja untuk. Pendampingpun diharapkan mampu menggali
dan mengorganisir berbagai potensi dan sumber daya yang dapat dimanfaatkan
untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat miskin sesuai dengan peraturan dan
karakteristik masyarakat setempat.
Peran pendamping dalam keberhasilan dan keberlangsungan KUBE cukup
besar, namun dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial (B2P3KS) Yogyakarta tahun
2013, keberadaan pendamping tidak didukung/difasilitasi secara memadai.
Temuannya, antara lain:
1. Sebagian besar insentif pendamping di bawah Rp 500.000,- (lima ratus ribu)
per bulannya, merupakan honor yang sangat kecil sekali dan tidak seimbang
dengan kebutuhan hidup yang serba mahal di saat ini. Di samping itu
besarnya honor tersebut berada di bawah Upah Minimum Regional di seluruh

Desain Analisis Kebijakan Ditjen Dayasos & PK 4


Indonesia yang sudah di atas Rp 1.000.000,-, bahkan di Jakarta UMR sudah
mencapai di atas Rp 2.000.000,-. Bagi yang sudah berkeluarga honor tersebut
tentu saja semakin tidak mencukupi.
2. Pekerjaan sebagai pendamping sosial hanyalah merupakan pekerjaan
sambilan saja, karena hampir seluruhnya mempunyai pekerjaan tetap, ada
yang sebagai guru, swasta, bahkan dosenpun juga ada. Sedangkan mereka
yang menganggap tugas pendamping sebagai pekerjaan pokok adalah para
ibu rumahtangga yang tidak mempunyai pekerjaan lainnya sehingga
pekerjaan sebagai pendamping sosial merupakan pekerjaan mereka.
3. Sebagian besar pendamping sosial tidak pernah mengikuti pelatihan ataupun
bimbingan teknis, sedangkan idealnya seorang pendamping sosial adalah tak
ubahnya seperti pekerja sosial yang harus melewati masa pelatihan dasar
yang diperlukan dalam menangani Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial,
sehingga ia akan memiliki pengetahuan dasar tentang pelayanan sosial dan
metode pekerjaan sosial. Memiliki ketrampilan teknis dalam memberikan
pelayanan sosial serta memiliki etika sosial dan budaya masyarakat setempat.
4. Setelah lulus seleksi sebagai pendamping sosial biasanya mereka langsung
diikutkan pada kegiatan program.
5. Waktu pendampingan sangat terbatas hanya 6 bulan, sedangkan monitoring
dan supervisi yang dilakukan oleh Dinas Sosial Kabupaten/Kota, lemah.
Perubahan

Paradigma

merupakan

salah

satu

upaya

mengatasi

permasalahan yang dihadapi pendamping, yaitu adanya kebijakan baru (hasil


kesepakatan

pertemuan

sosialisasi

program

penanggulangan

kemiskinan

perkotaan antara Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial dan Penanggulangan


Sosial dengan Dinas Sosial seluruh Indonesia pada tanggal 11 14 September
2013 di Bandung) mengenai pendampingan KUBE yang berkelanjutan yang
sedianya 6 bulan menjadi 2 tahun 6 bulan lamanya. Dalam kesepakatan tersebut
tertulis: Jangka waktu pendampingan pada KUBE mulai tahun 2013 minimal
selama 3 tahun, dengan ketentuan, honorarium pendamping ditanggung oleh
Kementerian Sosial baik melalui APBN pada DIPA Pusat atau Dekonsentrasi dan
pada tahun ke 3 ditanggung oleh APBD, dengan ketentuan tahun pertama

Desain Analisis Kebijakan Ditjen Dayasos & PK 5


honorarium dibayarkan 6 bulan dan pada tahun kedua dan ketiga honorarium
dibayarkan penuh (12 bulan). (lihat Bagan 1.1)
Sementara itu, untuk mengubah paradigma lama dengan menghadirkan
kebijakan baru tersebut memerlukan pemahaman pendamping tentang:
1. Proses pertolongan pekerjaan sosial yang dimiliki pendamping, relatif rendah.
2. Proses pendampingan KUBE hanya fokus pada KUBE yang baru dibentuk dan
pengelolaan bantuan, selesai pada kurun waktu 6 bulan dan tidak dilanjutkan.
3. Pendamping masih berfokus pada apa yang dimiliki oleh kelompok.
4. Belum jelas standar kompetensi pendamping.
5. Waktu pelaksanaan terbatas.
6. Sarana dan prasarana kerja sangat terbatas.
7. Laporan pelaksanaan tugas tidak terstandar.
8. Belum terbangun data base pendamping.
Permasalahan yang terjadi pada kegiatan pendampingan KUBE ini
menjadikan efektivitas kinerja pendamping memerlukan kajian lebih dalam pada
ranah kebijakan pelaksanaan pendampingan KUBE yang dilaksanakan selama ini.
Berdasarkan hal tersebut, Biro Perencanaan, Direktorat Jenderal Pemberdayaan
Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan dan Pusat Penelitian Kesejahteraan
Sosial

bekerjasama

penyelenggaraan

menyelenggarakan

kesejahteraan

sosial.

kegiatan

Kegiatan

ini

analisis
akan

kebijakan

menghasilkan

rekomendasi kebijakan dalam rangka penyempurnaan dan perbaikan kebijakan


pendampingan KUBE yang efektif dan berkelanjutan.
B. PERMASALAHAN KAJIAN
Berdasarkan latar berlakang tersebut maka dirumuskan permasalahan
kajian

ini

adalah:

Bagaimana

kebijakan

Pendampingan

Sosial

KUBE

berkelanjutan dalam rangka pemberdayaan sosial keluarga fakir miskin tahun


2014 dapat menjawab tantangan program pendampingan KUBE yang selama ini
pelaksanaannya dinilai belum optimal?
Permasalahan tersebut dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut:

Desain Analisis Kebijakan Ditjen Dayasos & PK 6


1. Bagaimana gambaran permasalahan KUBE terkait dengan kebijakan
pendamping sosial, dalam penanganan masalah sosial di lokasi analisis ?
2. Bagaimana implementasi kebijakan pendampingan sebelum tahun 2014
dan kebijakan yang akan dilakukan pada tahun 2014 (Pendampingan
KUBE berkelanjutan)?
3. Bagaimana pelaksanaan pendampingan sosial KUBE sebelum tahun 2014
(pendampingan

KUBE

selama

bulan),

dilihat

dari

sisi

waktu

pendampingan, tugas dan fungsi pendamping, rasio pendamping dengan


KUBE, tugas fungsi dan pekerjaan pendamping, kemampuan pendamping
dalam mengelola kelompok, pengembangan kapasitas pendamping serta
exit strategy yang dilakukan ?
4. Faktor-faktor apa saja yang mendukung dan menghambat pelaksanaan
kebijakan pendampingan KUBE sebelum tahun 2014 dan menjadi
kebijakan pendampingan sosial KUBE berkelanjutan pada tahun 2014?
5. Bagaimana

upaya

membangun

kebijakan

baru

di

tahun

2014

(pendampingan KUBE berkelanjutan selama 2,5 tahun), dilihat dari sisi


waktu pendampingan, tugas dan fungsi pendamping, rasio pendamping
dengan KUBE, tugas fungsi dan pekerjaan pendamping, kemampuan
pendamping

dalam mengelola kelompok, pengembangan

kapasitas

pendamping serta exit strategy yang dilakukan ?


C. MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud kegiatan analisis kebijakan untuk

dapat memberikan rekomendasi

perbaikan dan penyempurnaan kebijakan kepada Direktorat Pemberdayaan


Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan Kementerian Sosial RI tentang Efektivitas
Pendampingan Sosial KUBE berkelanjutan dalam rangka pemberdayaan sosial
keluarga miskin tahun 2014 dengan menggunakan pendekatan Analisis Kebijakan
Integratif.
Tujuan kegiatan adalah sebagai berikut :
1. Mendapatkan gambaran permasalahan KUBE terkait dengan kebijakan
pendamping sosial dalam penanganan masalah sosial di lokasi kajian.

Desain Analisis Kebijakan Ditjen Dayasos & PK 7


2. Memperoleh gambaran tentang implementasi kebijakan pendamping sebelum
tahun

2014

dan

perubahan

kebijakan

pendampingan

sosial

KUBE

berkelanjutan.
3. Memperoleh gambaran pelaksanaan pendampingan sosial KUBE sebelum
tahun 2014.
4. Memperoleh gambaran yang berkaitan dengan dukungan, hambatan dan
tantangan yang dihadapi dalam mewujudkan tujuan perubahan kebijakan.
5. Memperoleh gambaran upaya membangun kebijakan baru, terkait dengan:

Kualifikasi Sumber Daya Manusia yang dibutuhkan sebagai Pendamping


KUBE Berkelanjutan.

Efektifitas program pendampingan KUBE yang sudah dilakukan dan yang


akan dilakukan di tahun 2014 (Pendampingan KUBE berkelanjutan selama
2,5 tahun dilihat dari sisi keluaran, efisiensi anggaran, sustainabilitas dan
peningkatan keberhasilan program KUBE)?

Kegiatan dan komponen kegiatan apa saja yang perlu dibuat untuk
memperkuat peran komponen sumber daya manusia pendampingan KUBE
dalam hal ini tenaga pendamping KUBE agar menjadi tenaga yang dapat
dihandalkan dalam pelaksanaan program KUBE.

D. RUANG LINGKUP
Kegiatan analisis kebijakan penyelenggaraan kesejahteraan sosial Efektivitas
Pendampingan Sosial KUBE berkelanjutan adalah melihat dimensi keluaran dan
dimensi dampak, dan proses penyelenggaraan yang dikaitkan dengan waktu
serta bagaimana agenda dan kegiatannya dapat mencapai tujuan-tujuan tertentu
yang ditetapkan dalam kebijakan.
E. METODOLOGI
Pendekatan yang digunakan dalam kajian kebijakan ini adalah Analysis in and

for the policy process (Analisis Kebijakan), mencakup teknik-teknik analitik, riset,
advokasi

(advocacy)

dalam

perumusan

masalah,

kebijakan

keputusan kebijakan, pelaksanaan kebijakan dan evaluasi kebijakan.

pengambilan

Desain Analisis Kebijakan Ditjen Dayasos & PK 8


Metode Analisis kebijakan yang digunakan adalah analisis kebijakan integratif,
yaitu melihat dinamika permasalahan yang ada dengan menggali data dan
informasi baik sebelum dan sesudah kebijakan dilaksanakan. Analisis kebijakan
integratif yang dilakukan terhadap konsekuensi-konsekuensi kebijakan timbal
balik baik sebelum maupun sesudahnya. Sedangkan analisa data yang digunakan
adalah analisa kualitatif dengan menggunakan teknik triangulasi data (data
lapangan, kebijakan yang ada, sumber data kunci pembuat kebijakan). Analisa ini
dilakukan untuk dapat melengkapi data dan informasi yang dibutuhkan dalam
penulisan naskah kebijakan.
Teknik Pengumpulan Data kajian analisis kebijakan dilakukan dengan
menggunakan teknik, sebagai berikut:
a. Wawancara mendalam (indept interview) untuk menggali informasi tentang
pandangan, kepercayaan, pengalaman, pengakuan informasi mengenai suatu
hal secara utuh.
b. Diskusi kelompok untuk memperoleh informasi mendalam terkait dengan
pemahaman dari keragaman perspektif tugas-tugas pendamping.
c. Observasi untuk memperoleh informasi secara langsung dan tidak langsung
dengan melihat gejala-gejala fisik, perilaku manusia dan simbol-simbol lain
yang berkaitan dengan proses penyelenggaraan kebijakan.
d. Studi Dokumentasi, yang dilakukan untuk memperoleh informasi dengan
mempelajari data kebijakan dan dokumentasi literatur lainnya yang berkaitan
dengan kebijakan yang dianalisis.
Sumber

Data

yang

digunakan

dalam

analisis

kebijakan

Efektivitas

Pendampingan Sosial KUBE berkelanjutan adalah sebagai berikut:


a. Data primer, yaitu data dan informasi yang diperoleh dari pemangku
kebijakan, dalam hal ini Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial dan
Penanggulangan Kemiskinan, Kepala Dinas provinsi dan kabupaten. Serta
pelaksana kebijakan, yaitu pendamping dan anggota KUBE sebagai penerima
dan pihak yang terkena dampak dari kebijakan.

Desain Analisis Kebijakan Ditjen Dayasos & PK 9


b. Data sekunder, yang diperoleh dari dokumen informasi, literatur dan hasil
monev serta sumber-sumber tulisan lainnya yang berkaitan dengan analisis
kebijakan.
c. Dokumen kebijakan terkait, yang merupakan data yang berkaitan langsung
dengan kebijakan yang dianalisis, terutama untuk menyikapi pertanyaanpertanyaan pokok dalam analisis kebijakan tersebut.
Subyek/informan adalah para pihak terkait dalam kegiatan Pendampingan
Sosial KUBE berkelanjutan yang dipengaruhi oleh kebijakan dan memainkan
peran yang berkaitan dengan pengambilan dan implementasi kebijakan.

UNSUR
Direktorat Jenderal

PESERTA
1.

Pemberdayaan Sosial

Sekretaris Dirjen Pemberdayaan Sosial dan


Penanggulangan Kemiskinan.

dan Penanggulangan

2.

Direktur Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan

Kemiskinan, Kemsos

3.

Direktur Penanggulangan Kemiskinan Perdesaan

Dinas/Instansi Sosial
Provinsi (sebanyak 4
peserta)

1. Kepala Dinas/Instansi Sosial Provinsi


2. Kepala Bidang Pemberdayaan Sosial Dinas Sosial
Provinsi
3. Kasubag Program Dinas Sosial Provinsi

Dinas/Instansi Sosial

Kepala Bidang Pemberdayaan Sosial Dinas Sosial

Kabupaten/Kota

Kabupaten/Kota

Koordinator
Pendamping
KUBE Reguler

1. Koordinator Pendamping KUBE Reguler di Dinsos


Kabupaten/Kota
2. Koordinator Pendamping KUBE Reguler di
Kecamatan (TKSK)

Pendamping

1. Pendamping KUBE (Yang Berhasil)

KUBE Reguler

2. Pendamping KUBE (Yang Kurang Berhasil)

Koordinator PKH

1. Koordinator UPPKH di Kecamatan

Unsur Penerima

1. Pengurus KUBE Reguler

Program KUBE

2. Pengurus KUBE PKH

Desain Analisis Kebijakan Ditjen Dayasos & PK 10


UNSUR

PESERTA
3. Anggota KUBE Reguler
4. Anggota KUBE PKH

Lokasi Kegiatan Kegiatan analisis kebijakan Pendampingan Sosial KUBE


Berkelanjutan dalam rangka pemberdayaan sosial keluarga fakir miskin,
dilakukan di 6 (enam) provinsi dengan kriteria Provinsi yang memiliki tingkat
keberhasilan tinggi pada Program KUBE. Adapun lokasi (Provinsi/Kab/Kota) yang
ditetapkan adalah: Provinsi Sulawesi Selatan; Provinsi Bali; Provinsi D.I.
Yogyakarta; Provinsi Bengkulu; Provinsi Jawa Barat Kota Bandung; dan Provinsi
Nusa Tenggara Barat.
F. KAJIAN LITERATUR DAN KERANGKA PIKIR
Kajian Literatur
1. Kemiskinan adalah suatu kondisi yang menggambarkan ketidakmampuan
orang baik sebagai individu maupun kelompok untuk memenuhi hak-hak
dasar secara layak dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat.
Pendekatan yang dipakai dalam menelaah permasalahan kemiskinan
sekarang ini lebih mendudukan posisi kelompok miskin itu sebagai center
subject. Konsep-konsep untuk penanganan masalah kemiskinan mulai
menggeser pola yang pada awalnya lebih pada upaya pemenuhan kebutuhan
dasar manusia atau kebutuhan minimum menjadi pendekatan yang lebih
memanusiakan. Secara umum kemiskinan sekarang dipandang sebagai
kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan,
tidak terpenuhi hak-hak dasarnya secara layak untuk menempuh dan
mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Cara pandang kemiskinan ini
beranjak dari pendekatan berbasis hak yang mengakui bahwa masyarakat
miskin, baik laki-laki maupun perempuan, mempunyai hak-hak dasar yang
sama dengan anggota masyarakat lainnya.
Kemiskinan tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidak mampuan
ekonomi, tetapi juga kegagalan pemenuhan hak-hak dasar dan perbedaan

Desain Analisis Kebijakan Ditjen Dayasos & PK 11


perlakuan bagi seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan,
dalam menjalani kehidupan secara bermartabat.
Faktor Ekstern penyebab terjadinya kemiskinan antara lain;

Ketidak merataan

kesempatan

untuk

mengakumulasikan

basis

kekuatan sosial, yang tidak terbatas pada modal produktif atau aset
(tanah, perumahan, kesehatan dan lain-lain), tetapi
sumber-sumber keuangan (penghasilan

dan kredit).

untuk memperoleh pekerjaan, barang-barang,


ketrampilan

yang

juga

meliputi

Jaringan sosial

pengetahuan

memadai, serta informasi yang bermanfaat

dan
untuk

meningkatkan kesejahteraan hidup.

Keterbatasan informasi, ketidak terjangkauan komunikasi, menyebabkan


tidak terjangkaunya pelayanan dan bantuan dari lembaga pemberi
bantuan.

Lingkungan

sosial

budaya yang mengakibatkan kurang

tingginya

hasrat untuk lebih maju dalam kehidupan duniawi.

Adanya

kebijakan publik yang bias pihak dan mengorbankan posisi

rakyat sebagai implikasi pembangunan.


2. Pemberdayaan Sosial. Pengentasan kemiskinan dilakukan dengan berbagai
strategi yang sistematis, terpadu dan berkesinambungan diantaranya dengan
melakukan

kegiatan

pemberdayaan

sosial.

Salah

satunya

dengan

meningkatkan kapasitas dan mengembangkan kemampuan dasar serta


berusaha masyarakat miskin. Pemberdayaan sosial juga memfokuskan pada
menggerakkan partisipasi sosial masyarakat miskin dengan melibatkan
seluruh sasaran diantaranya dengan kegiatan pengembangan kewirausahaan.
Pada dasarnya pemberdayaan sosial adalah semua upaya yang diarahkan
untuk menjadikan warga negara yang mengalami masalah sosial mempunyai
daya sehingga mampu memenuhi kebutuhan dasarnya.
3. Usaha Ekonomi Produktif adalah serangkaian kegiatan yang ditujukan
untuk meningkatkan kemampuan dalam mengakses sumber daya ekonomi,
meningkatkan kemampuan usaha ekonomi, meningkatkan produktivitas kerja,
meningkatkan penghasilan dan menciptakan kemitraan usaha yang saling
menguntungkan.

Desain Analisis Kebijakan Ditjen Dayasos & PK 12


4. Kelompok Usaha Bersama (KUBE) adalah himpunan dari keluarga yang
tergolong masyarakat miskin yang dibentuk, tumbuh dan berkembang atas
dasar prakarsanya sendiri, saling berinteraksi antara satu dengan lain, dan
tinggal dalam satuan wilayah tertentu dengan tujuan untuk meningkatkan
produktivitas anggotanya, meningkatkan

relasi sosial yang

harmonis,

memenuhi kebutuhan anggota, memecahkan masalah sosial yang dialaminya


dan menjadi wadah pengembangan usaha bersama.
5. Kemitraan usaha adalah jalinan kerjasama yang setara antar perorangan,
kelompok, organisasi yang memiliki komitmen untuk bekerjasama saling
menguntungkan

sehingga program dan kegiatan usaha ekonomi produktif

dapat mencapai tujuan yang diharapkan.


6. Pendamping adalah perorangan, kelompok atau lembaga yang memiliki
kompetensi untuk bekerjasama dengan KUBE dalam mengembangkan
berbagai gagasan dan aksi mencapai tujuan kelompok tersebut.
7. Pendampingan Sosial adalah suatu proses menjalin relasi sosial antara
pendamping dengan KUBE, dan masyarakat sekitarnya dalam rangka
memecahkan masalah, memperkuat dukungan, mendayagunakan berbagai
sumber dan potensi dalam pemenuhan kebutuhan hidup, serta meningkatkan
akses anggota terhadap pelayanan sosial dasar, lapangan kerja, dan fasilitas
pelayanan publik lainnya.
8. Usaha Kesejahteraan Sosial adalah serangkaian kegiatan yang ditujukan
untuk mengatasi masalah sosial atau kerawanan sosial ekonomi dari anggota
masyarakat melalui peningkatan kemampuan atau pemberdayaan keluarga
dan masyarakat serta peningkatan akses masyarakat terhadap sumbersumber sosial yang ada di masyarakat.
9. Efektivitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam
jumlah

tertentu

yang

secara

sadar

ditetapkan

sebelumnya

untuk

menghasilkan sejumlah barang atas jasa kegiatan yang dijalankannya.


Efektivitas menunjukkan keberhasilan dari segi tercapai tidaknya sasaran
yang telah ditetapkan. Jika hasil kegiatan semakin mendekati sasaran,berarti
makin tinggi efektivitasnya.

Desain Analisis Kebijakan Ditjen Dayasos & PK 13


10. Kebijakan adalah suatu ketetapan pemerintah, memuat prinsip-prinsip yang
mengarahkan cara-cara bertindak untuk mencapai tujuan tertentu.
11. Kebijakan sosial adalah suatu ketetapan pemerintah yang memberi arah
atau petunjuk cara-cara bertindak, diimplementasikan dalam bentuk program
dan

kegiatan yang dirancang untuk mencapai tujuan pembangunan

kesejahteraan sosial.
12. Analisis

kebijakan

sosial

adalah

suatu

jenis

penelaahan

yang

menghasilkan informasi sedemikian rupa yang dapat dijadikan dasar-dasar


pertimbangan para pembuat kebijakan dalam memberikan penilaian terhadap
penerapan kebijakan sehingga diperoleh alternatif perbaikannya.
13. Kesejahteraan Sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material,
spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu
mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.
Kerangka Pikir
Pendamping sosial menurut Edi Suharto (2006) adalah agen atau seseorang
yang bertugas untuk mendampingi masyarakat/PMKS yang tidak berdaya karena
hambatan internal dan eksternal. Pendamping sosial bertugas untuk menciptakan
interaksi dinamis di antara kelompok miskin dan petugas untuk secara bersamasama menghadapi beragam tantangan. Keberadaan pendampingan sosial sangat
menentukan keberhasilam program penangulangan kemiskinan maupun program
pemberdayaan masyarakat yang lain
Pendamping sosial

merupakan penentu keberhasilan suatu program

pelayanan kesejahteraan sosial, karena pendamping sosial merupakan fasilitator,


pendidik,

dan

perwakilan

masyarakat

bagi

masyarakat

miskin

yang

didampinginya untuk secara bersama-sama menghadapi beragam tantangan


seperti; (a) merancang program perbaikan kehidupan sosial ekonomi, (b)
memobilisasi sumber daya setempat (c) memecahkan masalah sosial, (d)
menciptakan atau membuka akses bagi pemenuhan kebutuhan, dan (e) menjalin
kerjasama dengan berbagai pihak yang relevan dengan konteks pemberdayaan
masyarakat.

Desain Analisis Kebijakan Ditjen Dayasos & PK 14


1. Fasilitator. Merupakan peran yang berkaitan dengan pemberian motivasi,
kesempatan, dan dukungan bagi masyarakat. Beberapa tugas yang berkaitan
dengan peran ini antara lain menjadi model, melakukan mediasi dan
negosiasi, memberi dukungan, membangun konsensus bersama, serta
melakukan pengorganisasian dan pemanfaatan sumber.
2. Pendidik. Pendamping berperan aktif sebagai agen yang memberi masukan
positif dan direktif berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya serta
bertukar gagasan dengan pengetahuan dan pengalaman masyarakat yang
didampinginya.
informasi,

Membangkitkan

melakukan

kesadaran

konfrontasi,

masyarakat,

menyelenggarakan

menyampaikan
pelatihan

bagi

masyarakat adalah beberapa tugas yang berkaitan dengan peran pendidik.


3. Perwakilan masyarakat. Peran ini dilakukan dalam kaitannya dengan interaksi
antara pendamping dengan lembaga-lembaga eksternal atas nama dan demi
kepentingan masyarakat dampingannya. Pekerja sosial dapat bertugas
mencari sumber-sumber.
Dengan demikian dikatakan bahwa Pendamping Sosial merupakan ujung
tombak dalam pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan baik di pedesaan
maupun di perkotaan, karena dalam menjalankan tugas pendampingan mereka
berhubungan langsung dengan masyarakat dalam hal ini Kelompok Usaha Bersama
(KUBE), sehingga diharapkan keberadaan mereka benar-benar maksimal dan
diaktifkan sehingga dapat membantu peningkatan kelompok-kelompok usaha yang
tercatat dalam program KUBE ini.
Dalam

melaksanakan

kegiatannya,

Pendamping

Sosial

terdiri

dari

Pendamping tingkat Kecamatan dan Pendamping tingkat Kelurahan. Adapun tugas


pendamping Kecamatan untuk membina Pendamping Kelurahan yang menjadi
lokasi

KUBE,

tugas

mengkoordinasikan,

pokok

pendamping

membimbing

dan

kecamatan

melaporkan

adalah

aktifitas

memantau,

serta

kinerja

pendamping Kelurahan kepada Supervisor Kota/Kabupaten untuk selanjutnya


diteruskan kepada Dinas Sosial tingkat Kabupaten/kota.
Sedangkan tugas Pendamping Kelurahan adalah membina KUBE yang
menjadi lokasi KUBE, dengan tugas pokok meliputi: melaksanakan identifikasi

Desain Analisis Kebijakan Ditjen Dayasos & PK 15


masalah dan kebutuhan KUBE, melaksanakan bimbingan sosial pengelolaan UEP,
memfasilitasi penataan manajemen kelembagaan KUBE (administrasi, pembukuan,
keuangan), memfasilitasi musyawarah KUBE, memfasilitasi penyusunan rencana
kegiatan KUBE baik aktifitas ekonomi dan sosial, membantu KUBE dalam upaya
pemecahan masalah dan pemenuhan kebutuhan, mempromosikan hasil produksi
KUBE, membuat laporan perkembangan pengelolaan UEP yang telah dilaksanakan
oleh anggota KUBE, menggerakkan potensi dan swadaya masyarakat lokal yang
dapat mendukung pelaksanaan KUBE, serta melakukan monitoring dan evaluasi
serta membuat laporan pelaksanaan pendampingan secara berkala.
Adapun kriteria Pendamping Kecamatan meliputi, berasal dari Karang
Taruna, TKSK, dan PSM dengan status non PNS, prioritas yang memiliki KUBE
binaan dan atau berpengalaman dalam pembinaan kelompok masyarakat,
pendidikan minimal SMA atau sederajat, berdomisili di wilayah kecamatan
penerima KUBE dan memahami budaya lokal serta mampu berbahasa lokal dan
bersedia mengikuti diklat pendampingan.
Sementara itu untuk kriteria Pendamping Kelurahan berasal dari unsur
Karang Taruna, PSM dengan status non PNS, memiliki pengalaman sebagai
pendamping sosial, pendidikan minimal SMA/sederajat, prioritas berdomisili di
wilayah kelurahan penerima KUBE dan memahami budaya lokal, serta mampu
berbahasa lokal dan bersedia mengikuti diklat pendampingan. Keberhasilan KUBE,
antara lain dapat dinilai dari meningkatnya semangat gotong royong di kalangan
anggota, terdapat akses ke lembaga-lembaga ekonomi dan pasar yang lebih luas,
meningkatnya pendapatan anggota dan warga melalui kesetiakawanan sosial.
Seorang Pendamping haruslah memiliki kualifikasi yang menurut Peraturan
Presiden RI Nomor 8 Tahun 2012 pasal 1 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional
Indinesia disebutkan bahwa Kualifikasi adalah kerangka penjenjangan kualifikasi
kompetensi yang dapat menyandingkan, menyetarakan, dan mengintegrasikan
antara bidang pendidikan dan bidang pelatihan kerja serta pengalaman kerja
dalam rangka pemberian pengakuan kompetensi kerja sesuai dengan struktur
pekerjaan di berbagai sektor.
Capaian
internalisasi

pembelajaran

pengetahuan,

adalah

sikap,

kemampuan

ketrampilan,

yang

diperoleh

kompetensi,

dan

melalui

akumulasi

Desain Analisis Kebijakan Ditjen Dayasos & PK 16


pengalaman kerja. Penyetaraan adalah proses penyandingan dan pengintegrasian
capaian pembelajaran yang diperoleh melalui pendidikan, pelatihan kerja, dan
pengalaman kerja.
Kualifikasi adalah penguasaan capaian pembelajaran

yang menyatakan

kedudukannya dalam KKNI. Pengalaman kerja adalah pengalaman melakukan


pekerjaan dalam bidang tertentu dan jangka waktu tertentu secara intensif yang
menghasilkan kompetensi. Sertifikasi kompetensi kerja adalah proses pemberian
sertifikat kompetensi yang dilakukan secara sistematis dan objektif melalui uji
kompetensi

sesuai

Standar

Kompetensi

Kerja

Nasional

Indonesia,

Standar Internasional, dan/atau Standar Khusus.


Keberadaan pendamping sosial awalnya haruslah melalui proses rekruitmen
yang menurut Nick Deligiannis (2012), memerlukan tahapan analisis pekerjaan
yang dibutuhkan, analisis tugas yang dibutuhkan, deskripsi tugas, dan pengisian
orang dengan kemampuan khusus. Sumber rekruitmen dapat berasal dari
lingkungan lembaga sendiri dan lembaga luar (out sourcing). Ketepatan dalam
memperoleh SDM yang diperlukan dalam rekruitmen dapat dilakukan melalui tes
keterampilan, pengetahuan, sikap, kualifikasi kemampuan melakukan pekerjaan,
pendidikan, bakat, dan pengalaman yang berkaitan dengan pekerjaan yang akan
diemban.
Pemilihan kategori SDM tersebut dapat ditempuh melalui skrining kurikulum
vitae (CV) secara administratif, dan tes penampilan (performance) wawancara
pekerjaan yang meliputi tes kejiwaan, sikap, dan wawasan teoritik yang berkaitan
dengan pekerjaan yang akan dilakukan. Apabila diproyeksikan dalam sistem
rekruitmen

pendampingan

sosial,

maka

rekruitmen

pendamping

sosial

membutuhkan besarnya pekerjaan yang akan dilakukan, kejelasan tentang tugas


yang akan dilakukan, deskripsi tugas, dan pemilihan orang-orang khusus di bidang
pekerjaan sosial.
Dalam

melaksanakan

tugasnya

seorang

pendamping

harus

dapat

menciptakan sistem manajemen SDM yang baik. Sistem manajemen SDM


merupakan sistem organisasi yang berorientasi pada efektivitas dan efisiensi
organisasi dalam rangka pencapaian tujuan (Merkle, Judith, 2011).

Desain Analisis Kebijakan Ditjen Dayasos & PK 17


Mengacu pada fungsi manajemen SDM, maka sistem manajemen SDM
pekerjaan sosial atau pendampingan juga berorientasi pada efektivitas dan
efisiensi tujuan pekerjaan sosial dalam rangka mencapai satu tujuan, mengatasi
PMKS dan meningkatkan kesejahteraan bagi PMKS.
Sistem manajemen SDM yang dimiliki oleh pendamping haruslah tertata
dengan baik dari mulai melakukan perencanaan kegiatan, penentuan klien sesuai
dengan program yang ada di Dinas terkait, melakukan pendataan klien by name by
address per wilayah, menentukan rencana kegiatan untuk tahunan, bulanan,
triwulanan, 6 (enam) bulanan dan harian.
Tugas-tugasnya
berikut: melakukan

dalam

sosialisasi,

pengorganisasian
assement

dan

kegiatan
identifikasi,

adalah

sebagai

konsultasi

dan

pertemuan, koordinasi dan kemitraan, verifikasi dan validasi, serta pemutahiran


data.
Dalam melaksanakan program kegiatannya, mereka harus menyusun dan
menstrukturkan setiap kegiatan pendampingan yang akan dilakukan, menyusun
dan menstrukturkan setiap orang dan instansi yang berhubungan dengan program,
membantu pencairan dana melalui kantor pos. Adapun pihak-pihak yang terkait
antara lain adalah klien, RT, RW, Desa, Kecamatan, dan Dinas Sosial. Mereka juga
harus melakukan pengawasan terhadap kegiatan yang dilakukan oleh kelompok
yang didampinginya, dalam bentuk monitoring dan evaluasi yang dilakukan setiap
1 (satu) bulan sekali dengan melibatkan instansi terkait terutama Dinas Sosial.
Setiap akhir tahun dilakukan monitoring dan evaluasi, untuk mengetahui kinerja
selama satu tahun yang dilakukan oleh tim dari kementerian Sosial.
Pendamping yang memiliki kapasitas dan integritas yang baik akan mampu
membawa KUBEnya sebagai lembaga sosial ekonomi yang maju. Sementara itu
KUBE juga memerlukan rujukan pengembangan yang tepat, tujuannya adalah agar
KUBE dapat memperluas usahanya. Oleh karena itu KUBE yang dinilai berhasil,
seharusnya akan sangat tergantung pada lembaga rujukan lain yang memiliki
jaringan lebih luas.
Skema dibawah ini menggambarkan kerja KUBE yang didalamnya ada
peran-peran pendamping dalam setiap kegiatan kelompok.

Desain Analisis Kebijakan Ditjen Dayasos & PK

18

SKEMA PEMBENTUKAN DAN PENGEMBANGAN KUBE


Persiapan

Orientasi &
observasi
Registrasi & identf
Perenc. Program
Pelaksanaan
Penyuluhan sosial
umum
Bimb. Pengenalan
masalah
Bimb. Motivasi
Evaluasi
persiapan
Oleh :

Aparat desa,
Pendamping,
Pembina fungsional
Instansi terkait

Pengh.
Usaha

Pelaksanaan

Seleksi calon KBS


Pembentukan praklp dan klp
Penent. Jenis
usaha
Pel. Pendamping
Pel. Keterampilan
Anggota KUBE
Bantuan stimulan
permodalan
Pendampingan
Evaluasi

Bimbingan
pengembangan
usaha
Pemberian
bantuan
pengembangan
usaha
Pendampingan
Evaluasi

Oleh :

Oleh :

Aparat desa,
Pendamping,
Pembina, Instansi
terkait

Pendamping,
Pembina Fungsional

Kemitraan

Inventarisasi
sumber (SDA,
SDE, SDS dan
SDM) membuat
kesepakatan.
Pelaksanaan
kemitraan usaha.
Bimbingan
kemitraan usaha.
Perluasan
jaringan
kemitraan usaha.
Evaluasi.
Oleh :

Pendamping,
Pembina Fungsional

7 Bulan

Monev

Supervisi
Monitoring
Evaluasi
Pelaporan

Oleh :

Pendamping,
Pembina Fungsional

2 Bulan

Desain Analisis Kebijakan Ditjen Dayasos & PK


G. SISTEMATIKA PENULISAN NASKAH KEBIJAKAN
Rekomendasi kebijakan yang diusulkan dalam bentuk naskah kebijakan dengan
sistematika penulisan sebagai berikut:
Ringkasan Eksekutif
Bab

Masalah Kebijakan

Bab

II

Materi Kebijakan

Bab

III Implementasi Kebijakan

Bab

IV

Usulan Alternatif Kebijakan

Bab

Rekomendasi Kebijakan Prioritas

Daftar Pustaka
H. ORGANISASI PELAKSANA
Kegiatan dilaksanakan oleh Biro Perencanaan Kementerian Sosial RI, dengan
penanggung jawab kegiatan pada Bagian Analisis Kebijakan. Kegiatan analisis
kebijakan efektifitas pendampingan sosial KUBE dalam rangka pemberdayaan
sosial keluarga fakir miskin melibatkan;

Bagian Analisis Kebijakan Biro

Perencanaan, Direktorat Pemberdayaan Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan,


Peneliti Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial.
I. SUMBER PENDANAAN
Kegiatan analisis kebijakan efektifitas pendampingan sosial KUBE dalam rangka
pemberdayaan sosial keluarga fakir miskin menggunakan dana DIPA Biro
Perencanaan tahun anggaran 2014.
J. JADUAL PELAKSANAAN
No
1.
2.
3.

Kegiatan
Peny. Desain
Peny. Instrumen
Lapangan I
Lapangan II
Lapangan III
Lapangan IV
Lapangan V
Lapangan VI

Maret

Pelaksanaan
April Mei
Juni

Juli

Keterangan
April 2014

April
April
April
April
April

2014
2014
2014
2014
2014

Desain Analisis Kebijakan Ditjen Dayasos & PK


4.
5.
6.

Pengolahan Data
Penulisan
Sosialisasi

April 2014
April 2014
April 2014

K. PENUTUP
Demikian desain analisis kebijakan efektifitas pendampingan sosial KUBE dalam
rangka pemberdayaan sosial keluarga fakir miskin Biro Perencanaan Kementerian
Sosial tahun 2014.
Jakarta, April 2014
Bagian Analisis Kebijakan
Bidang Pemberdayaan Sosial & Penanggulangan Kemiskinan
Biro Perencanaan

DAFTAR PUSTAKA

Direktorat

Jenderal

Pemberdayaan

Sosial

dan

Penanggulangan

Kemiskinan,

Direktorat Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan, Kementerian Sosial RI.


(2013). Modul Pendampingan Sosial KUBE. Jakarta. Kementerian Sosial RI.
Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan dan
Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial, Kementerian Sosial RI.
(2011). Modul Pendampingan Sosial Program Penanggulangan Kemiskinan

Perkotaan melalui mekanisme BLPS. Jakarta. Kementerian Sosial RI.


Tim Penyusun Pedoman Kelompok Usaha Bersama (2009). Pedoman Kelompok

Usaha Bersama (KUBE). Jakarta. Kementerian Sosial RI.


Undang-Undang Nomor 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial.
Undang-Undang Nomor 13 tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin.

Desain Analisis Kebijakan Ditjen Dayasos & PK

21
TARGET DAN TUGAS
PENDAMPINGAN

BAGAN 1.1
TEMUAN LAPANGAN TERKAIT DENGAN KEBIJAKAN BARU:

T0

T3

T2

T1

Target

Terbentuknya KUBE
Tersusunnya
rencana kegiatan
sosial ekonomi KUBE

Tugas

Sosialisasi di desa /
kelurahan
Memfasilitasi Musdes/
Muskel utk menentukan
beneficiaries
Mendorong &
memfasilitasi
terbentuknya KUBE
masyarakat miskin
Menjamin &
memfasilitasi
keterlibatan perempuan
& kelompok minoritas
Melakukan pemetaan
sosial anggota KUBE
Identifikasi ekonomi
&kebutuhan
Mendampingi KUBE dlm
hal perencanaan dan
analisa potensi dan usaha
KUBE
Melaporkan KUBE yang
terbentuk ke Dinsos Kab/

Melakukan
pendampingan
KUBE
terkait
administrasi,
pengelolaan keuangan
dan
penguatan
kelembagaan KUBE
Memantau efektivitas
penggunaan bantuan
Melakukan konseling
Memonitor
perkembangan
KUBE
dan anggota KUBE
Memastikan kelompok
minoritas berpartisipasi
aktif dalam kegiatan
KUBE
Melakukan monitoring
dan
evaluasi
dan
memberikan laporan ke
Dinas Sosial Kab/ Kota

Berkembangnya
usaha
Berkembangnya
jejaring/ kemitraan
Terminasi
&

Meningkatnya
kualitas produk
Tertatanya
manajemen
keuangan dan
organisasi

Terlaksananya
usaha sosial
ekonomi KUBE
Tertatanya
kelembagaan KUBE

Melakukan
pendampingan
KUBE
dan anggota KUBE,
terkait
manajemen
keuangan dan organisasi
Melakukan konseling
Memonitor
perkembangan
KUBE
dan anggota KUBE
Memfasilitasi
peningkatan
kualitas
produk KUBE
Memfasilitasi anggota
KUBE untuk melakukan
analisa potensi dan
tantangan
Melakukan monitoring
dan
evaluasi
dan
memberikan laporan ke
Dinas Sosial Kab/ Kota

rujukan

Melakukan
pendampingan
KUBE
dan anggota KUBE
terkait pengembangan
usaha
Melakukan konseling
Mendampingi
KUBE
dalam pengembangan
jejaring/ kemitraan
Memfasilitasi
pengembangan
kerjasama KUBE
Melakukan
analis
impact
Memonitor
perkembangan
KUBE
dan anggota KUBE
Melakukan monitoring
dan
evaluasi
dan
memberikan laporan ke
Dinas Sosial Kab/ Kota

Desain
Analisis
Kebijakan
Ditjen
Dayasos
& PK FAKIR
DESAIN
RENCANA
PENDAMPINGAN
SOSIAL
DALAM
PEMBERDAYAAN
MISKIN BERKELANJUTAN
Pemetaan&Sosialis
asi

DINSOS
PROVINSI
P
1. Rekrutm
en
2. Latihan
3. Kontrak

KEMENTERI
AN
SOSIAL
DINSOS
KAB/KOTA
P

PENDA
MPING
SOSIA
L

HONO
R

22

Musyawarah
Des/Kel

Dinsos,
Lurah/Kades,
Tomas

Seleksi/Identifikasi
Calon Penerima
Manfaat

Dinsos,
Lurah/Kades,
Tomas

Binsos &
Pembentukan
KUBE

Dinsos,
Lurah/Kades,
Peksos

Bimtek
Pengelolaan UEP
Keg. Jan - Juni

Keg. Juli - Des

T0

Pemberian
Bantuan Stimulan

Dinsos, Dinas
Teknis Terkait,
Dunia Usaha

Jika sudah KUBE


Siap mengajukan
usulan

Bimbingan Lanjut

Monitoring

Honor Pendampingan
APBN

Pengembangan
Kemitraan Usaha

CSR, KOP, K/L


Terkait, LKM, Bank,
Orsos/LSM

Honor Pendampingan
APBN

T1

Evaluasi & Analisis

T2

Terminasi
T3

Rujukan ke
Instansi
terkait

Tercapainya upaya
penghidupan berkelanjutan

(sustainable livelyhood)

Desain Analisis Kebijakan Ditjen Dayasos & PK

Você também pode gostar