Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kebijakan fiskal dan kebijakan moneter satu sama lain saling berpengaruh dalam
kegiatan perekonomian. Masing masing variabel kebijakan tersebut, kebijakan fiskal
dipengaruhi oleh dua variabel utama, yaitu pajak (tax) dan pengeluaran pemerintah
(goverment expenditure). Sedangkan variabel utama dalam kebijakan moneter, yaitu
GDP, inflasi, kurs, dan suku bunga. Berbicara tentang kebijakan fiskal dan kebijakan
moneter berkaitan erat dengan kegiatan perekonomian empat sektor, dimana sektor
sektor tersebut diantaranya sektor rumah tangga, sektor perusahaan, sektor pemerintah
dan sector dunia internasional/luar negeri. Ke-empat sektor ini memiliki hubungan
interaksi masing masing dalam menciptakan pendapatan dan pengeluaran.
Krisis global saat ini jauh lebih parah dari perkiraan semula dan suasana
ketidakpastiannya sangat tinggi. Kepercayaan masyarakat dunia terhadap perekonomian
menurun tajam. Akibatnya, gambaran ekonomi dunia terlihat makin suram dari hari ke
hari walaupun semua bank sentral sudah menurunkan suku bunga sampai tingkat yang
terendah. Tingkat bunga yang sedemikian rendahnya itu justru menyebabkan ruang untuk
melakukan kebijakan moneter menjadi terbatas, sehingga pilihan yang tersedia hanya
pada kebijakan fiscal. Menurut Mohamad Ikhsan, negara-negara yang tergabung dalam
G-20 dalam komunike bersamanya baru ini-ini sepakat mendorong lebih cepat ekspansi
kebijakan fiskal minimal 2 persen dari produk domestik bruto untuk memulihkan
perekonomian dunia. Meskipun secara teoretis kebijakan fiskal dapat berfungsi sebagai
stimulus perekonomian, dalam pelaksanaannya sering kali terdapat hambatan. Hambatan
ini dirasakan terutama di negara berkembang.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Pengertian dari Kebijakan Fiskal
2. Tujuan Kebijakan Fiskal
3. Bentuk Bentuk Kebijakan Fiskal
4. Instrumen Kebijakan Fiskal
5. Peranan Kebijakan Fiskal Bagi Perekonomian
6. Pengaruh Kebijakan Fiskal Terhadap Perekonomian
BAB II
PEMBAHASAN
Analisis Kebijakan Fiskal Kelompok 8
Page
Page
perekonomian dengan cara mengontrol tingkat bunga dan jumlah uang yang beredar.
Instrumen utama kebijakan fiskal adalah pengeluaran dan pajak. Perubahan tingkat dan
komposisi pajak dan pengeluaran pemerintah dapat berikut:
Permintaan agregat dan tingkat aktivitas ekonomi
Pola persebaran sumber daya
Distribusi pendapatan
Menurut Tulus TH Tambunan, kebijakan memiliki dua prioritas, yang pertama adalah
mengatasi defisit anggaran pendapatan dan belanja Negara (APBN) dan masalah-masalah
APBN lainnya. Defisit APBN terjadi apabila penerimaan pemerintah lebih kecil dari
pengeluarannya. Dan yang kedua adalah mengatasi stabilitas ekonomi makro, yang terkait
dengan antara lain ; pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, kesempatan kerja dan neraca
pembayaran.
Contoh kebijakan fiskal yang dikelurkan oleh pemerintah:
Kebijakan tentang penghasilan tidak kena pajak yang dinaikan 10% pada awal Januari
yang tertuang dalam PP/UU APBN 2006 (Pajak ditanggung pemerintah).
Subsidi BBM dan listrik
Apabila perekonomian nasional mengalami inflasi,pemerintah dapat mengurangi
kelebihan permintaan masyarakat dengan cara memperkecil pembelanjaan dan atau
menaikkan pajak agar tercipta kestabilan lagi. Cara demikian disebut dengan
pengelolaan anggaran.
B. TUJUAN KEBIJAKAN FISKAL
Tujuan kebijakan fiskal adalah untuk mempengaruhi jalannya perekonomian. Hal ini
dilakukan dengan jalannya memperkecil pengeluaran konsumsi pemerintah (G), jumlah
transfer pemerintah (Tr), dan jumlah pajak (Tx) yang diterima pemerintah sehingga dapat
mempengaruhi tingkat pendapatan nasional (Y) dan tingkat kesempatan kerja (N). Tujuan
kebijakan fiskal adalah untuk mencegah pengangguran dan menstabilkan harga,
implementasinya untuk menggerakkan pos penerimaan dan pengeluaran dalam anggran
pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dengan semakin kompleknya struktur ekonomi
perdagangan dan keuangan. Maka semakin rumit pula cara penanggulangan inflasi.
Kombinasi beragam harus digunakan secara tepat seperti kebijakan fiskal, kebijakan
moneter, perdagangan dan penentuan harga.
Adapun kebijakan fiskal sebagai sarana menggalakan pembangunan ekonomi
bermaksud mencapai tujuan sebagai berikut:
1. Untuk meningkatkan laju investasi.
Analisis Kebijakan Fiskal Kelompok 8
Page
Page
Page
Page
pengangguran, inflasi, neraca pembayaran internasional yang terus menerus defisit, dan
sebagainya.
Bagi Negara-negara yang sedang berkembang, pemerintah pada umumnya menyadari
akan rendahnya investasi yang timbul atas inisiatif dari masyarakat sendiri. Dari bagian 1 kita
telah mengetahui bahwa untuk meningkatnya tingkat hidup suatu masyarakat, kapasitas
produksi nasional perlu ditingkatkan. Untuk memperbesar kapasitas produksi nasional
dibutuhkan adanya capital formation Dengan demikian berarti masyarakat perlu mengadakan
investasi yang cukup besar untuk terwujudnya capital formation yang dibutuhkan tersebut.
F. PENGARUH KEBIJAKAN FISKAL TERHADAP PEREKONOMIAN
Pengaruh kebijaksanaan fiskal terhadap perekonomian bisa dianalisa dalam dua tahap
yang berurutan, yaitu :
a. Bagaimana suatu kebijaksanaan fiskal diterjemahkan menjadi suatu APBN
b. Bagaimana APBN tersebut mempengaruhi perekonomian.
APBN mempunyai dua kategori, kategori yang pertama yaitu, mencatat pengeluaran
dan penerimaan yang terdiri dari beberapa pos utama diantaranya :
PENERIMAAN
PAJAK
PINJAMAN DARI BANK SENTRAL
PINJAMAN DARI MASYARAKAT
DALAM NEGERI
PINJAMAN DARI LUAR NEGERI
PENGELUARAN
PENGELUARAN PEMERINTAH UNTUK
PEMBELIAN BARANG & JASA
PENGELUARAN PEMERINTAH UNTUK
GAJI PEGAWAI
PENGELUARAN PEMERINTAH UNTUK
TRANSFER PAYMENT
Page
ini pemerintah membutuhkan buruh dan pekerja lain untuk menyelesaikannya. dengan kata
lain proyek ini menyerap SDM sebagai tenaga kerja. hal ini membuat pendapatan orang yang
bekerja di situ bertambah. Anggaran defisit memiliki keunggulan maupun kelemahan, salah
satu keunggulannya adalah terdapat penertiban pada angka defisit dan nilai tambahan utang
yang jelas dan lebih transparan serta bisa diawasi masyarakat. Menurut Menkeu Agus DW
Martowardojo penerapan kebijakan anggaran defisit tujuannya untuk menciptakan ekspansi
fiskal dan menguatkan pertumbuhan ekonomi agar tetap terjaga pada level yang tinggi.
Umumnya sangat baik digunakan jika keadaan ekonomi sedang resesif. . Anggaran defisit
salah satunya dengan melakukan peminjaman/hutang, dahulu pemerintahan Bung Karno
pernah menerapkannya dengan cara memperbanyak utang dengan meminjam dari Bank
Indonesia, yang terjadi kemudian adalah inflasi besar-besaran (hyper inflation) karena uang
yang beredar di masyarakat sangat banyak. Untuk menutup anggaran yang defisit dipinjamlah
uang dari rakyat, sayangnya rakyat tidak mempunyai cukup uang untuk memberi pinjaman
pada pemerintah. akhirnya, pemerintah terpaksa meminjam uang dari luar negeri. Ini
merupakan salah satu kasus yang menggambarkan kelemahan dari anggaran defisit.
Sedangkan, anggaran surplus adalah kebijakan pemerintah untuk membuat
pemasukannya lebih besar daripada pengeluarannya. Baiknya politik anggaran surplus
dilaksanakan ketika perekonomian pada kondisi yang ekspansi yang mulai memanas
(overheating) untuk menurunkan tekanan permintaan.
Anggaran surplus (Surplus Budget)/ Kebijakan Fiskal Kontraktif adalah kebijakan
pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih besar daripada pengeluarannya. Baiknya
politik anggaran surplus dilaksanakan ketika perekonomian pada kondisi yang ekspansi yang
mulai memanas (overheating) untuk menurunkan tekanan permintaan. Cara kerja anggara
surplus adalah kebalikan dari anggaran defisit, uang yang didapat pemerintah dari pendapatan
pajak lebih banyak dari yang dibelanjakan, pemerintah memenfaatkan selisihnya untuk
melunasi beberapa hutang pemerintah yang masih ada. Surplus anggaran akan menaikkan
dana pinjaman, mengurangi suku bunga dan meningkatkan investasi. Investasi yang lebih
tinggi seterusnya dapat meningkatkan akumulasi modal dan mempercepat pertumbuhan
ekonomi.
Page
BAB III
KAJIAN EMPIRIS
Di tengah menjulangnya target pajak, strategi Direktorat Jenderal Pajak untuk meraih
target menuai keberatan dari berbagai pihak. Tidak hanya wacana kebijakan yang akan
disusun, beberapa aturan perpajakan yang telah ada pun tidak luput dari usulan penghapusan
atau penundaan. Berbagai alasan dilontarkan untuk menghapus kebijakan fiskal tersebut,
antara lain pengenaan pajak akan merugikan masyarakat tertentu, mengurangi pertumbuhan
ekonomi, dan menambah pengangguran.
Secara umum, pihak-pihak yang menyatakan keberatan adalah pelaku usaha,
akademisi, dan regulator di sektor terkait. Pelaku usaha maupun asosiasi pengusaha yang
terkena imbas secara langsung tentu tidak menginginkan usahanya dikenai beban tambahan,
yaitu pajak. Regulator usaha terkait juga tidak ingin sektor yang diawasi menjadi terhambat
pertumbuhannya karena dikenakan pajak.
Page
Adapun akademisi lebih melihat secara helicopter view, yaitu pengaruh pajak
terhadap perekonomian. Meskipun tidak selalu menolak wacana kebijakan pajak, adanya
sikap kontra dari akademisi seolah menguatkan bahwa wacana kebijakan maupun sebuah
aturan pajak layak untuk ditiadakan atau ditangguhkan.
Pro Kontra Wacana Aturan
Sebelum diketok palu oleh DPR, kenaikan target pajak menjadi sebesar Rp1.484,6
triliun mendapat respon dingin dari pelaku usaha. Pada awal Januari lalu, tiga asosiasi usaha
yaitu Asosiasi Pengusaha Indonesia, Indonesia National Shipowners Assosiation (INSA) dan
Dewan Pengurus Pusat Real Estate Indonesia (REI) menilai meroketnya target pajak akan
mempengaruhi industri mereka. Kenaikan target pajak sebesar 40,3% tidak logis di tengah
belum membaiknya perekonomian dunia dan akan menyebabkan kenaikan 45% pada pajak
yang ditanggung konsumen yang pada akhirnya akan mengakibatkan perlambatan ekonomi,
bukan pertumbuhan ekonomi.
Keresahan asosiasi pengusaha semakin terlihat ketika Pemerintah mewacanakan akan
mengubah Peraturan Menteri Keuangan No 416 tahun 1996 yang mengenakan PPh final
sebesar 1,2% menjadi PPh non final. Pajak tersebut akan diterapkan efektif pada Maret 2015
melalui pajak penghasilan (PPh) non final. Pengenaan PPh non final tersebut akan
menggenjot penerimaan pajak dari sektor angkutan laut menjadi sebesar Rp1 triliun dari
realisasi 2014 sebesar Rp80,19 miliar. Suara pengusaha juga disampaikan pada waktu
pemerintah mewacanakan perubahan tarif PPnBM barang mewah, pajak properti, sampai
dengan wacana PPnBM batu akik.
Protes Aturan yang Ada
Tidak hanya wacana aturan yang akan ditetapkan, kebijakan yang telah digulirkan
oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak pun tidak luput dari keberatan dari berbagai pihak.
Pajak Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang diberlakukan berdasarkan PP Nomor 46
tahun 2013 pendapat protes dari pelaku industri. Pelaku UKM keberatan dengan pungutan
PPh final 1 persen dari omset usaha, dan mengusulkan diambil dari keuntungan bersih.
Wirausaha pemula meminta penangguhan aturan pemotongan pajak final karena masih rentan
rugi di tengah ketatnya persaingan dunia usaha.
Terakhir, Ditjen Pajak akhirnya menangguhkan Perdirjen Nomor PER-01/PJ/2015
tentang pemotongan pajak deposito yang baru diterbitkan 26 Januari lalu. Selain karena
belum siapnya sistem IT, terdapat desakan dari asosiasi bank dan regulator perbankan untuk
meniadakan aturan tersebut. Praktisi perbankan khawatir diwajibkannya perbankan
menyerahkan rincian bukti potong Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilan deposito
Analisis Kebijakan Fiskal Kelompok 8
Page 10
dan tabungan nasabah akan menyebabkan larinya nasabah Indonesia ke luar negeri. Adapun
Otoritas Jasa Keuangan mengingatkan pemberlakuan aturan tersebut akan menabrak aturan
kerahasian perbankan seperti yang diatur dalam Undang-Undang Perbankan.
Direktorat Jenderal Pajak harus mengambil langkah bijak untuk menanggapi keberatan
sejumlah kalangan. Dalam menghadapi para pihak yang keberatan, tentu saja tidak ada satu
jurus pamungkas untuk menghadapinya. Direktorat Jenderal Pajak harus membuat berbagai
strategi untuk meningkatkan penerimaan pajak yang perlu disosialisasikan dengan baik. Dalam
sosialisasi ke masyarakat, perlu ditekankan bahwa kebijakan fiskal dilakukan atas dasar kajiankajian yang dilakukan baik oleh para peneliti Badan Kebijakan Fiskal maupun akademisi.
Penelitian yang berisi data dan rekomendasi digunakan sebagai acuan peningkatan,
perubahan atau justru penghapusan kebijakan pajak tertentu. Perubahan aturan tidak sematamata hanya untuk meningkatkan penerimaan negara, namun juga untuk belanja yang pada
pemerintahan sekarang diprioritaskan infrastruktur. Infrastruktur yang diprioritaskan adalah
Dikutip dari : www.kanalsatu.co/id
sektor vital di daerah-daerah yang bersentuhan langsung dengan masyarakat, yaitu
Kamis, 12 Maret 2015
pembangunan irigasi pertanian, proyek pekerjaan umum (PU), proyek infrastruktur kelautan,
Oleh : Budi Sulistyo, Pegawai Sekretariat
dan infrastruktur transportasi.
Jenderal Kementerian Keuangan RI*)
Selain dibuktikan dengan kajian, potensi pajak yang masih bisa digali juga didapat dari
TANGGAPAN KELOMPOK
koordinasi yang erat dengan regulator industri dan asosiasi pengusaha. Hasil dari koordinasi
yang baik dapat menghasilkan rekomendasi langkah ekstensifikasi maupun intensifikasi pajak
yang mana potensial untuk digulirkan. Selain itu, dengan koordinasi yang baik dengan
regulator dan asosiasi industri, otoritas fiskal dapat mendorong industri untuk meningkatkan
praktik good corporate governance. Beberapa studi menunjukkan good corporate governance
yang bagus akan meningkatkan potensi pajak dan meminimalisir adanya tax avoidance
(penghindaran pajak) dan tax evasion (penggelapan pajak).
Duduk bersama dengan asosiasi usaha dan para pelaku industri bisa memberikan salah
satu pertimbangan perlu tidaknya pengenaan pajak dan mendapatkan masukan potensi
pajaknya. Tentu saja, apabila industri dikenakan pajak tambahan akan ada resistensi di tengah
belum membaiknya perekonomian. Sekali lagi, hasil kajian yang membuat simulasi kebijakan
pajak dan manfaatnya terhadap perekonomian perlu untuk disosialisasikan agar otoritas fiskal
dan para pelaku usaha mempunyai sudut pandang yang sama. Kajian yang dilakukan harus
memastikan aturan baru tidak berbenturan dengan aturan yang telah ada, dan industri yang
dikenakan pajak tidak dikenakan pajak berganda dengan aturan baru tersebut.
Analisis Kebijakan Fiskal Kelompok 8
Page 11
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang dibuat pemerintah untuk mengarahkan
ekonomi suatu negara melalui pengeluaran dan pendapatan (berupa pajak) pemerintah.
Kebijakan fiskal dapat dibedakan kepada dua golongan : penstabil otomatik dan kebijakan
fiskal diskresioner. Jika dilihat dari perbandingan jumlah penerimaan dengan jumlah
pengeluaran, kebijakan fiskal dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu : Kebijakan
Anggaran Seimbang, Kebijakan Anggaran Defisit, Kebijakan Anggaran Surplus, Kebijakan
Anggaran Dinamis. Tujuan kebijakan fiskal adalah untuk mencegah pengangguran dan
menstabilkan harga, implementasinya untuk menggerakkan pos penerimaan dan pengeluaran
dalam anggran pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Pengaruh kebijaksanaan fiskal terhadap perekonomian bisa dianalisa dalam dua tahap
yang berurutan, yaitu : bagaimana suatu kebijaksanaan fiskal diterjemahkan menjadi suatu
APBN dan bagaimana APBN tersebut mempengaruhi perekonomian.
Analisis Kebijakan Fiskal Kelompok 8
Page 12
DAFTAR PUSTAKA
Boediono, Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No.2 Ekonomi Makro edisi 4BPFEYogyakarta.1982.
Iskandar Putong (2002), Pengantar Ekonomi Mikro dan Makro, Ghalia Indonesia, Jakarta
Prathama rahardja dan Mandala manurung, Teori Ekonomi Makro dan Suatu Pengantar edisi
3, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.2005
Soedioyono Reksoprayitno, Ekonomi Makro Edisi Millenium, YOGYAKARTA, Bpef
YOGYAKARTA, 2000. Hal 51-53
Soeharno, Teori Makro Ekonomi, Andi Yogyakarta. 2009
Tambunan, TH., Tulus (2006), Perekonomian Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta
http://kanalsatu.com/id/post/40545/penolakanataspajak
Analisis Kebijakan Fiskal Kelompok 8
Page 13
http://cafe-ekonomi.blogspot.com/2009/05/makalah-kebijakan-fiskal.html
Page 14