Você está na página 1de 58

LAPORAN BUKU

A HISTORY OF CHRISTIANITY
by
KURT ALAND
Philadelpia: Fortress Press, 1985, Vol.I

OLEH

RAMLI SN HARAHAP

NIM

242106

DOSEN

Pdt.Dr.JAN SIHAR ARITONANG,Ph.D

TUGAS PERTAMA PADA AREA KONSENTRASI STUDI I

PROGRAM STUDI PASCASARJANA


MAGISTER THEOLOGIAE
SEKOLAH TINGGI TEOLOGI JAKARTA
(STT JAKARTA)
JL.PROKLAMASI No.27 JAKARTA, 10320
Jakarta, Januari 2007

1. PENDAHULUAN
A. PENERJEMAH
Buku Kurt Aland ini aslinya ditulis dalam bahasa Jerman yakni Geschichte der
Christenheit yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh James L.Schaaf pada
tahun 1984. Tebal buku volume I terjemahan ke dalam bahasa Inggris ini adalah 474
halaman. Buku ini terbit dalam dua volume. Volume I membahas tentang Dari
Kekristenan Mula-mula hingga ke Ambang Pintu Reformasi. Sedangkan volume II
membahas tentang Dari Reformasi hingga kini.
Kurt Aland, yang lahir di Berlin tahun 1915, adalah seorang Guru Besar Sejarah
Gereja dan Peneliti Teks Perjanjian Baru di Universitas Mnster di Westphalia. Aland
dikenal orang karena dia salah seorang editor buku Novum Testamentum Graece, dan
dia juga menulis buku tentang studi Perjanjian Baru dan sejarah Reformasi.1
Khusus buku volume I ini, Kurt Aland hanya membahas dua bagian besar yakni
Permulaan Kekristenan dan Kekristenan di Abad Pertengahan.
Untuk lebih memudahkan pemahaman tentang pemikiran Aland, di bawah ini
akan dibahas bagian demi bagian dari bukunya A History of Christianity volume I.
B. PENULIS
Buku ini dilatarbelakangi dari bahan kuliah yang diajarkan oleh Aland dalam
mengajarkan teologi yang berjudul Garis Besar Sejarah Gereja. Menurut Aland,
buku ini tidak hanya semata bertujuan untuk para mahasiswa dan para teolog tetapi
juga di dalam kenyataan untuk kaum awam, yaitu, kepada seluruh yang tak
memperhatikan keanggotaan gereja mereka, yang tertarik pada sejarah umat Kristen
(Christenheit) dan ingin untuk mengetahui apa yang telah terjadi di dalam sejarah ini
dan apa yang memaksa perkembangan dari permulaan hingga saat ini. Aland
mengakui bahwa buku ini bukan pengetahuan sejarah yang mendetail yang penting,
melainkan mengerti konteks di mana mereka hidup.

Kurt Aland, A History Of Christianity, Philadelphia: Fortress Press, Vol.I, 1985, hlm.xi

2.

PERMULAAN KEKRISTENAN2
Menurut Aland, untuk mengerti permulaan Kekristenan itu sedikitnya ada 5 hal

yang harus dibahas, yakni: 3argumen dengan penyembah berhala, 4sejarah eksternal
Kekristenan mula-mula, 5sejarah internal Kekristenan mula-mula, 6sejarah di antara
umat, 7masa Konstantin dan akhir sejarah Kekristenan mula-mula. Kelima pokok
bahasan inilah yang menjadi perhatian dasar Aland untuk melihat permulaan
Kekristenan itu sendiri.
I.

Pertarungan dengan Penyembah Berhala8


Untuk membahas bagian ini, Aland membagi dua bagian yaitu iman penyembah

berhala pada peralihan zaman pra-Kristen ke zaman Kekristenan mula-mula ( abad IIII) dan alasan-alasan kemenangan Kekristenan atas para pengikut penyembah
berhala.
1.

Iman Penyembah Berhala pada pra-Kristen ke zaman Kekristenan mulamula ( abad I-III)9
Menurut Aland, untuk memperoleh sebuah gambaran luas yang hidup tentang

keagamaan di sekitar kekristenan, diperlukan sebuah peta dunia agama-agama untuk


dapat melihat geografi dan statistik penyebaran dari bermacam-macam tipe orang
percaya. Arkeologi telah menemukan tempat-tempat candi-candi purbakala; sebagai
sebuah contoh, di sana ada peta-peta yang mengindikasikan tempat yang terkenal di
mana Mithra disembah. Tetapi hanya beberapa penemuan-penemuan tempat kultus
pada masa itu yang dapat dikonfirmasikan; banyak yang telah hilang tanpa
meninggalkan bekas di sekitarnya. Paham/aliran filsafat dan gerakan intelektual pada
abad itu tidak dapat memastikan secara geografis. Sebagai tambahan, ada sebuah fakta
bahwa sebetulnya tidak mungkin memiliki informasi statistik tentang pendukungpendukung bentuk-bentuk persaingan keagamaan saat itu. Oleh karena itu tidak akan
2

Kurt Aland, A History , hlm.1-212


Ibid., hlm.3-44
4
Ibid., hlm.45-86
5
Ibid., hlm.87-142
6
Ibid., hlm.143-170
7
Ibid., hlm.171-212
8
Ibid., hlm.3-44
9
Ibid., hlm.1-22
3

ada sebuah peta dapat dibandingkan kepada atlas keagamaan-keagamaan kita saat ini
yang dapat memberi kita pandangan yang sempurna dari bentuk-bentuk keagamaan
pada saat itu. Walaupun ketika kita melintas sebuah jalan melalui satu cagar daerahdaerah candi seperti Paestum, atau melalui sebuah kota kuno yang dibawa dari
reruntuhan di masa lalu seperti Pompeii, atau walaupun berjalan melalui forum Roma,
belum lagi agama seperti misalnya Delphi, semua itu memperlihatkan bahwa
Kekristenan tidak muncul di tengah-tengah sebuah kekosongan (vacuum), melainkan
di tengah-tengah dunia yang sudah dihuni oleh masalah keagamaan. Tak satu pun dari
kultus-kultus, tak satu pun dari bentuk-bentuk agama, tak satu pun sekolah-sekolah
philosofi dan gerakan intelektual pada masa itu yang siap untuk menyerah kepada
Kekristenan tanpa sebuah perjuangan. Inilah hal penting yang harus diperhatikan, kata
Aland.
Hal ini menurut Aland benar, sebagaimana dinyatakan berulang-ulang, bahwa
kepercayaan tradisional tentang penyembahan berhala-berhala di dalam periode ini
sebagian besar hilang kuasanya. Hal ini benar pernyataan ulang Augustus tentang
iman penyembah berhala ditandai hanya oleh perubahan, di mana ada usaha untuk
merubah sebuah bentuk luar penyembahan berhala dan mentransfusinya dengan kuasa
baru. Hal ini juga benar bahwa skeptisisme secara partikular mendominasi iman di
kalangan atas pada waktu itu dengan akibat-akibat demoralisasi yang mengikuti
skeptisisme pada waktu yang lain. Tetapi jika seandainya kita memandangan konteks
keberagamaan pada Kekristenan mula-mula hanya didominasi dengan demoralisasi,
kita akan jatuh pada penghakiman-penghakiman yang fatal dan rusak. Kita hanya
butuh melihat pada akhir abad keempat, ketika Kekristenan telah meraih kemenangan
atas perlawanan pemerintah dan menang memiliki perlindungan kuasa penuh dari
kaisar, hingga hal ini akhirnya mendeklarasikan pegawai agama kaisar. Pada waktu itu
kita melihat bahwa penyembah berhala telah kehilangan perjuangan melawan
Kekristenan.
Menurut Aland, jika kita berbicara kehidupan iman penyembah berhala pada
masa kuno, kita tidak hanya melihat perjuangan intelektual penyembah berhala
dengan Kekristenan namun juga harus dilihat dengan orang Yahudi yang begitu keras
menganiaya orang Kristen pada dunia kuno. Tetapi penyembah berhala dan orang
Yahudi berjuang melawan Kekristenan bukan hanya dengan pengertian sebelah luar,
tetapi juga membawa perjuangan intelektual dan keagamaan, misalnya makan tubuh

dalam

persekutuan Kristen, immoralitas Kekristenan yang mempraktekkan

perkawinan sedarah. Pagan juga melawan otoritas PB dan otoritas seluruh Alkitab.
Menurut Aland, kehidupan penyembah berhala di dunia kuno dapat
didokumentasikan dalam berbagai sumber. Namun bisa juga ditemukan dalam buku
Kisah Para Rasul. Misalnya Kis. 17 membawa kita kepada metropolis. Di sini Paulus
mengembara melalui Atena dan menemukan kota yang penuh dengan gambaran ilahilah. Dalam Kis.19 kita membaca bagaimana pandai perak Demetrius di kota besar
Efesus dapat mengacaukan rakyat banyak sebab sebagaimana dia klaim Artemis
telah dilukai dengan khotbah Paulus dengan iman baru. Dan pengajaran Paulus
mendapat banyak reaksi dari para penyembah berhala.
2.

Alasan-alasan Kemenangan Kekristenan atas Para Penyembah Berhala10


Menurut Aland, banyak jawaban telah diberikan pada pertanyaan tentang

bagaimana Kekristenan dapat menang dalam persaingan dengan beraneka bentukbentuk iman, kendatipun di dalam setiap hal para pesaing melampauinya di dalam
keanggotaan maupun di dalam sumber-sumber. Sebuah generasi yang lalu, beberapa
ahli sering memahami Kekristenan sebagai sebuah agama-agama misteri dan berpikir
bahwa kemenanganya atas agama-agama misteri lain disebabkan dia (kekristenan)
mengambil dari mereka apa yang menentukan dan efektif dan memformulasikannya
ke dalam sebuah bentuk baru. Hal ini dipercayai bahwa hal ini didokumentasikan
dengan sebuah contoh tentang Paulus. Walaupun sebuah perbandingan superfisial di
antara agama-agama misteri dan Kekristenan akan ditunjukkan maka mereka
berargumentasi bahwa Kekristenan mudah mengekspresikan hal yang sama sebagai
agama-agama misteri, tetapi di dalam jalan yang berbeda. Di dalam keduanya, Allah
dimuliakan sebagai Tuhan.
Hal lain yang menyebabkan orang Kristen mengalami kemenangan adalah
karena orang Kristen memiliki sebuah kesatuan kekuatan, sementara para pesaing
mereka tidak bersatu dan saling memburuk-burukkan kawannya. Padahal Kekristenan
hingga abad ketiga belum merupakan sebuah kekuatan. Kekristenan sering juga
diidentifikasikan dengan agama misteri. Menanggapi hal ini Aland berkata bahwa
paling sedikit kita dapat katakan bahwa ada tema-tema di dalam agama misteri yang
juga dinampakkan di dalam Kekristenan dan yang salah satunya mungkin diklaim
Kekristenan diadopsi dari mereka. Misalnya tema-tema: kematian dan kebangkitan,
10

Kurt Aland, A History , hlm.22-44

kelahiran kembali dan menjadi anak Allah, pencerahan dan penebusan, ketuhanan dan
kesusilaan.

II.

Sejarah Eksternal Kekristenan Mula-Mula11


Untuk melihat sejarah eksternal Kekristenan mula-mula, Aland melihat dari sisi

12

penyebaran Kekristenan,

13

struktur sosial gereja-gereja mula-mula,

perempuan di dalam Kekristenan mula-mula,

14

posisi

15

penganiayaan orang-orang Kristen,

dan 16Kemenangan Kekristenan.


1.

Penyebaran Kekristenan17
Menurut Aland, jika kita ingin belajar sejarah penyebaran Kekristenan di dalam

periode mula-mula, kita memiliki hanya satu dokumen Kisah Para Rasul dan
membandingkannya dengan surat-surat Paulus. Para sarjana kontemporer, khususnya
di Jerman, didominasi oleh skeptisisme tak terkalahkan (invincible skepticism)
ketika mereka menafsirkan Kisah Para Rasul. Hal ini dibenarkan oleh Aland, bahwa
Kisah Rasul bukanlah sebuah buku sejarah di dalam pengertian modern, melainkan
laporan penyebaran Kekristenan di periode mula-mula. Tetapi Aland yakin bahwa
skeptisisme tak terkalahkan ini melangkah terlalu jauh dengan kata lain, ini bukan
secara meluas dibagikan di luar negara-negara yang memakai bahasa Jerman dan
bahwa paling sedikitnya di antara pekerjaan dari tipe ini untuk kembali pada apa
yang telah kita sebutkan terdahulu Kisah Para Rasul memiliki sebuah perbedaan
secara menyeluruh sejarah pendek dari pada yang sering kita percayai.
Menurut Aland, komunitas orang Kristen berada di Yerusalem, tetapi tidak
membatasi kegiatan orang Kristen pada daerah di sekitarnya. Dalam Kis. 9:32
dilaporkan tentang perjalanan misi Petrus dari Lidda, Yope dan Kaisarea. Tetapi
perjalanan Petrus itu bukanlah satu-satunya bukti bahwa sudah ada jemaat di
Yerusalem. Bukti lain misalnya ketika Saulus menganiaya orang Kristen di Damaskus
membuktikan bahwa sudah ada orang Kristen di Yerusalem (Kis. 9:2).
11

Kurt Aland, A History , hlm.45-86


Ibid., hlm.45-56
13
Ibid., hlm.56-60
14
Ibid., hlm.60-65
15
Ibid., hlm.65-77
16
Ibid., hlm.77-86
17
Ibid., hlm.45-56
12

Penyebaran Kekristenan itu dimulai ketika terjadi penganiayaan Stefanus di


Yerusalem, sehingga banyak orang Kristen akhirnya keluar meninggalkan Yerusalem
misalnya ke Palestina dan Siria. Dalam Kis. 11:26 dilaporkan bahwa di Antiokialah
pertama sekali disebut orang Kristen. Dari Antiokia inilah Paulus semakin
menyebarkan Kekristenan itu ke Siria dan Siprus dan Asia Kecil dan juga hingga ke
Eropa. Paulus bekerja di Makedonia dan Akaya kemudian pergi ke Italia dan bahkan
mungkin ke Spanyol.
Menurut Aland ada dua observasi tentang pekabaran Injil yang dilakukan Paulus
yang sangat penting. Pertama, Kisah Para Rasul adalah laporan singkat penyebaran
Kekristenan. Kedua, pekabaran Injil ini didominasi oleh kegiatan presentasi Paulus.
Tetapi juga kita tidak melupakan orang-orang yang melakukan Pekabaran Injil
disamping Paulus dalam penyebaran Kekristenan pada abad mula-mula misalnya
Barnabas, Lewi dari Siprus yang berkoloborasi dengan Paulus.
Hal kedua yang kita harus tidak kita lupakan adalah bahwa Paulus tidak
sendirian melainkan memiliki sekelompok pembantu di sekitarnya yang memberi
masukan demi kesuksesan misinya misalnya Titus, dan Timotius.
Untuk mengerti penyebaran Kekristenan itu lebih jauh dan mendalam, Aland
juga mengutip pemikiran Adol von Harnack dalam bukunya Die Mission und
Ausbreitung des Christentums in den ersten drei Jahrhunderten (The Mission and
expansion of Christianity in the first three centuries) edisi keempat 1924. Menurut
Harnack dalam sebuah peta dinampakkan penyebaran Kekristenan tahun 180, dia
mengidentifikasi seluruh lokasi di mana laporan-laporan jemaat Kristen hidup pada
waktu itu.
Pertama kita temukan di beberapa tempat di Palestina, walaupun di sana dapat
tidak diragukan bahwa arti jemaat Palestina secara pasti mengalami kemunduran
setelah bencana alam di Yerusalem tahun 70 misalnya jemaat di Asia Kecil, Siprus,
Kreta, Akaya, Makedonia.
Peta kedua dalam pikiran Harnack adalah menggambarkan Kekristenan yang
luas di sekitar tahun 325. Umat telah mencoba menentukan berapa besar persentase
orang-orang Kristen di Kekaisaran Romawi pada saat Konsili Nicea. Ada yang
memperkirakan di antara 8%, atau mungkin 12% atau bahkan 50%.
Jika kita ingin menggambarkan banyaknya orang Kristen pada abad keempat
menurut Harnack, kita harus melihat 4 kategori. Pertama termasuk daerah-daerah di
mana Kekristenan itu hidup dan sejauh mana melampaui kebudayaan-kebudayaan
6

lainnya. Kedua tergantung kepada daerah-daerah lain di mana orang Kristen telah
menang secara pertimbangan jumlah populasi, dan ketiga jumlah tempat-tempat dan
provinsi-provinsi di mana Kekristenan ditemukan secara meluas dan keempat
termasuk tempat-tempat di mana Kekristenan menyebar sangat sedikit atau secara
besar ditemukan.
Kesimpulan yang diambil Aland dari fakta-fakta ini adalah pertama, kita tidak
dapat menekankan, bahwa kekuatan Kekristenan di abad pertama adalah di Timur,
bukan di Barat. Sebab dikemudian hari Barat memainkan peranan.
2.

Struktur Sosial Gereja-Gereja Mula-Mula18


Untuk mengetahui struktur sosial gereja mula-mula, Aland mengembangkan

komposisi ilmu sosiologi jemaat mula-mula berdasarkan 1 Kor.1:26-29. Kita harus


mengasumsikan bahwa gambaran yang dibuat Paulus di sini juga dipakai untuk
jemaat-jemaat Kristen pada waktu itu. Paulus katakan bahwa Allah telah memilih apa
yang bodoh di dalam dunia, apa yang lemah di di dalam dunia, apa yang rendah di
dalam dunia dan yang dipandang rendah di dunia ini, walaupun hal ini bukan
demikian. Kekristenan di periode mula-mula ditemukan di antara orang rendah kita
hampir dapat katakan terendah kelas sosialnya. Di samping jumlah orang Kristen
yang sederhana yang banyak, sejumlah orang yang merepresentasikan kelas
menengah dan atas ditemukan juga di dalam gereja-gereja mula-mula. Kisah Rasul
memberikan kita seluruh daftar nama penduduk dari kelas-kelas ini. Sebuah Jemaat
seperti Roma kaya, berpengaruh, luas dan banyak orang terkemuka di antara
anggotanya tidak dianggap aneh seperti yang telah disebutkan bahwa dalam
kenyataan Kallistus terpilih menjadi uskup; jemaat memilih budak sebagai
perlawanan kepada Hippolytus yang berpendidikan dan dari kelas atas.
Struktur gereja pada gereja mula-mula tidak ada yang sudah baku, melainkan
struktur gereja itu mengikuti struktur masyarakat di mana gereja itu hadir.
Setelah mendalami struktur sosial gereja mula-mula, akhirnya Aland
berkesimpulan bahwa kita tidak harus pergi ke ekstrim yang lain: umat berkeinginan
untuk membaca gambaran Paulus sebagai sebuah bentuk proletar di dalam
Kekristenan mula-mula. Hal ini salah. Kenyataan bahwa orang-orang Kristen
kelihatan keseluruhan menjadi terendah dan terendah.

18

Kurt Aland, A History , hlm.56-60

3.

Posisi Perempuan di dalam Kekristenan Mula-mula19


Menurut Aland, bukan berlebihan bila berbicara tentang posisi perempuan di

dalam gereja. Bukan hanya gereja Katolik dan gereja Ortodoks tetapi juga gerejagereja Protestan mengkhususkan laki-laki untuk memegang seluruh jabatan.
Perempuan dikeluarkan dari mereka; tingkatan tertinggi perempuan di Katolik dan
Ortodoks adalah menjadi seorang kepala biarawati; sedangkan di gereja Protestan
menjadi seorang pendeta perempuan, sangat jarang. Di Gereja Katolik dan
Ortodoks sudah pasti tidak akan berubah. Kendati pun di antara gereja-gereja
Protestan kita tak dapat mengatakan bahwa laki-laki telah membuat itu sangat mudah
bagi perempuan untuk mencapai pelayanan kantor. Hal ini benar bahwa hingga
sekarang belum pernah memiliki seorang perempuan yang menjadi superintendent
atau bishop, paling tidaknya di Eropa. Tetapi Gereja Reformed Francis jemaat-jemaat
di Jerman yang pada akhir tahun 1979 memilih seorang perempuan sebagai moderator
mereka.
Tetapi jika kita melihat kehidupan sehari-hari gereja, kita mendapatkan
perbedaan penekanan. Jika kita menghadiri sebuah ibadah normal, baik Protestan
maupun Katolik dan Ortodoks, di jemaat-jemaat Kristen terjadi penonjolan
perempuan. Dalam hal ini partisipasi perempuan di dalam gereja dinampakkan begitu
besar dari pada indikasi pejabat. Di periode mula-mula partisipasi perempuan bukan
hanya dinampakkan lebih besar dari pada laki-laki, sebagai mana yang dilakukan saat
ini, melainkan dalam kenyataan sama besar, jika tidak lebih besar dari pada laki-laki.
Sedikitnya dalam kelas atas lebih banyak perempuan menjadi Kristen dari pada lakilaki. Perempuan ini adalah perempuan yang serius dan tidak ingin menikah dengan
suami penyembah berhala.
Peranan perempuan sangat berpengaruh sekali pada periode mula-mula. Mereka
mendampingi Yesus dalam pelayanNya. Kemudian gereja di Yerusalem mengadakan
pertemuan di rumah Maria ibu Markus. Jemaat Kristen pertama di Eropah di rumah
perempuan Lidia.
4.

Penganiayaan Orang-orang Kristen20


Menurut Aland, kalimat pertama dalam gambaran penganiayaan adalah:

penganiayaan adalah sama tuanya dengan Kekristenan, sama tuanya dengan gereja
Kristen; kalimat kedua seharusnya menjadi: penganiayaan adalah sebuah komponen
19
20

Ibid., hlm.60-65
Kurt Aland, A History , hlm.65-77

yang sangat diperlukan dari eksistensi gereja Kristen. Dalam bukunya Von den
Konzilen und der Kirche (Majelis Jemaat dan Gereja), Luther pada tahun 1539
berbicara tentang jalan kita mengenal gereja. Dia menyebutkan satu per satu tujuh
tanda: kita mengenal gereja Kristen (1) di dalamnya ada Firman Allah, (2) lihat di
dalamnya ada sakramen baptisan, (3) ada sakramen Perjamuan Kudus, (4) ada
pengampunan dosa, (5) ada pejabat gereja, (6) di dalamnya ada pemujian-pemujian,
doa-doa, dan ucapan syukur, (7) kata Luther, umat Kristen yang kudus adalah secara
luar dikenal dengan memiliki rahasia salib kudus. Mereka harus memikul setiap
kemalangan dan penganiayaan, seluruh pencobaan dan jahat dengan kata lain
menjadi seperti kepala mereka, Kristus. Penganiayaan bukanlah hanya sama tuanya
dengan Kekristenan melainkan penganiayaan juga sebuah tanda sejati dengan mana
kita mampu mengenal gereja Kristen.
Penganiayaan Kekristenan sama tuanya dengan gereja Kristen itu sendiri.
Kebencian orang Yahudi adalah apa yang membawa Yesus kepada kematianNya.
Yudaisme juga secara sedih menganiaya para rasul, sehingga Kekristenan memisah
dari Yudaisme. Dengan demikian Stefanus dibunuh dan pengikutnya diceraiberaikan.
Yudaisme juga berperang melawan Kekristenan atas dasar keagamaan. Di sisi
lain, Kekristenan juga menganiaya Yudaisme dengan alasan keagamaan.
Penganiayaan Yudaisme paralel dengan penganiayaan orang Kristen kepada
orang penyembah berhala hingga penganiayaan negara datang ke permukaan dan
menjadi ancaman eksternal pada gereja muda.
Hingga abad ketiga penganiayaan ini masih sering terjadi. Di bawah
Diokletianus penganiayaan berkobar kembali dengan ukuran yang lebih besar dan
lebih kejam. Pada permulaan abad keempat, penyembah berhala melakukan
pencobaan untuk memusnahkan Kekristenan. Pada tahun 303 penganiayaan mulai
lagi. Pada tahun 311 setelah penganiayaan berakhir, Galerius penganiaya orang
Kristen, harus menerima kenyataan dan Dekrit Toleransi Nikomedia. Dalam Dekrit ini
kekaisaran mendeklarasikan bahwa orang-orang Kristen akan menikmati kebebasan
dari penganiayaan. Dekrit ini tidak sama secara fundamental dengan Dekrit Toleransi
Milan tahun 313.
Di Barat penganiayaan besar nampak pada akhir dan bahkan sebelum Dekrit
Nikomedia, sementara di Timur penganiayaan berlangsung walaupun setelah tahun
311.

5.

Kemenangan Kekristenan21
Ketika penganiayaan secara aktual berakhir (tahun 312 di Barat dan 324 di

Timur), Konstantin tidak menemukan sebagaimana mungkin diduga setelah


penganiayaan-penganiayaan yang dahulu gereja yang hancur dan putusasa. Benar
bahwa penganiayaan telah mengambil banyak korban. Kita tidak dapat gambaran
tentang persentase mereka yang masih tetap hidup ketika penganiayaan. Penganiayaan
terbesar, khususnya di kota-kota besar, menghabiskan banyak orang Kristen.
Penurunan besar juga pada tingkat pendeta, serta uskup, bagi keputusan-keputusan
yang telah diaplikasikan pada para teolog sangat parah. Secara karakteristik,
penganiayaan besar pada tahun 303 mulai di pusat kota Nikomedia ketika satu kompi
tentara disuruh menghancurkan gereja besar Kristen yang melawan istana; mereka
dengan segera meratakan gereja dengan tanah dan pada saat yang sama membakar
manuskrip-manuskrip yang mereka temukan di sana.
Tetapi penganiayaan tidak dapat menghancurkan kekuatan gereja; sementara,
gereja Kristen dimurnikan dengan penganiayaan Diokletia dan penggantinya dan
timbul dari hal itu dengan kekuatan-kekuatan baru. Kita lihat gereja setelah 312 atau
324 berkonfrontasi kepada kaisar dengan kepercayaan diri (self-confidence).
Inilah salah satu aspek menurut Aland. Gereja dengan kepercayaan diri
berhadapan pada kaisar. Tapi hal ini juga bentuk sebuah persekutuan dengan kaisar
dengan negara yang berkembangan kuat dari dekade ke dekade. Ada beberapa
alasan untuk hal ini kembali kepada Kekristenan mula-mula. Pada awal abad ketiga
kehidupan orang Kristen bukan hanya keharusan loyal kepada negara tetapi juga
keharusan setuju dengan negara. Dengan jelas orang Kristen tidak dapat menegaskan
bentuk yang penyembah berhala berikan kepada negara dan kaisar yang menuntut
balas dendam pribadinya di dalam analisis akhir, milik negara pengertian pribadi
(self-understanding). Kendati pun mereka menghormati penyembah berhala negara
sebagai milik mereka. Mereka selalu berdoa untuk kaisar dan negara, walaupun ketika
kaisar dan negara menganiaya mereka. Pernyataan positif Perjanjian Baru (PB)
tentang negara harus dilihat melawan latar belakang penganiayaan oleh negara ini;
dengan demikian mereka beruntung sebuah karakter khusus dan kepentingan khusus.
Menurut Aland, masa baru itu dimulai ketika Konstantin menghentikan
penghambatan, walaupun ia baru menerima Kristus pada tanggal 22 Mei 337. Hal ini
juga terus dilanjutkan oleh anak-anaknya kendatipun Konstantius belum menerima
21

Kurt Aland, A History , hlm.77-86

10

Kristus hingga menjelang mati. Mereka meninggalkan praktek-praktek penyembahan


berhala dan menikmati persekutuan dengan orang-orang Kristen.
Ketika Julianus memerintah tahun 361, penyembahan berhala kembali
dihidupkan. Pada hal Julianus sendiri sudah dibaptis secara Kekristenan. Dia
menghidupkan kembali penyembahan berhala ini karena keluarganya dibunuh oleh
Kontantius.

Julianus

kemudian

menggabungkan

ajarannya

dengan

filosopi

kebijaksanaan kontemporer seperti Neoplatonisme. Masa penyembahan berhala ini


berkahir ketika Julianus meninggal dan digantikan oleh Valens (364-378).
Pada tahun 380 dikeluarkanlah Deklarasi Theodosius (379-395) yang
menekankan ke-Tritunggal-an Allah Bapa, Yesus dan Roh Kudus. Melalui deklarasi
ini penyembahan berhala dikeluarkan dari negara. Pada tahun 341 Konstantinus
melarang orang mempersembahkan korban kepada berhala dan jika dilanggar maka
mereka akan dihukum dengan hukuman mati. Kemudian Theodosius pada tahun 391392 melarang penyembahan berhala dan memberi hukuman bagi orang yang
memasuki kuil.
III. Sejarah Internal Kekristenan Mula-Mula22
Menurut Aland, untuk menyebutkan sejarah gereja kuno yang berusaha untuk
menghadirkan dalam satu jalan perkembangan dari permulaan hingga akhir abad
keempat harus pertama mengalamatkannya sendiri pada perkembangan eksternal,
tetapi kemudian harus dengan segera menjelaskannya dengan mempertimbangkan
perkembangan internal Kekristenan. Hal ini jelas dapat dilakukan hanya dengan gayagaya luas, sehingga segala sesuatu dapat disebutkan hanya secara insidental atau
sebagai isyarat; tetapi kita akan memasukkan segala sesuatu untuk membangun
sebuah gambaran yang tidak hanya dapat dimengerti dan satu lagi kita berharap juga
dapat menjadi mengesankan, tetapi satu hal lagi yaitu sempurna. Inilah beberapa
alasan menurut Aland.
1.

Pudarnya Pengharapan pada Akhir Zaman23


Jika kita berusaha untuk meringkaskan perkembangan internal Kekristenan di

dalam abad mula-mula, kita menemukan sebuah hal yang menentukan di dalam
parohan kedua abad kedua. Abad kedua bukan hanya titik batas, tetapi di sini ada juga
22
23

Kurt Aland, A History , hlm.87-142


Kurt Aland, A History , hlm.87-93

11

keputusan bagi perkembangan gereja Kristen. Dapat dikatakan, apa yang datang
sebelum akhir abad kedua dapat disebut masa prasejarah (prehistoric) Kekristenan.
Hingga pertengahan abad kedua, dan juga kemudian, orang-orang Kristen tidak
tinggal di dalam dan untuk masa kini, melainkan mereka tinggal di dalam dan untuk
masa yang akan datang; dengan demikian masa yang akan datang berasal dari masa
kini, sehingga masa yang akan datang dan masa kini menjadi satu masa yang akan
datang secara jelas berdiri di bawah tanda tentang kehadiran Tuhan. Inilah
pengharapan yang pasti dari generasi pertama bahwa akhir dunia bukan hanya dekat,
tetapi hal itu sudah sesungguhnya datang. Inilah keyakinan yang pasti bukan hanya
bagi Paulus, tetapi bagi seluruh orang Kristen pada masa itu, yakni mereka sendiri
mengekspresikannya dengan kembali kepada Tuhan. Dalam 1 Tesalonika 4, kita
melihat bahwa gereja sudah terganggu oleh fakta bahwa beberapa orang Kristen mati
sebelum masa akhir datang.
Aland membahas tentang pergumulan orang Kristen mula-mula tentang Parusia
baik dari laporan Paulus (1 Tes. 4:16-18), dan Yohanes tahun 96 (Why. 22:12) yang
mengatakan bahwa Tuhan akan datang segera. Namun dalam kenyataan kedatangan
Tuhan tidak seperti apa yang diberitakan oleh para rasul. Hal ini mengakibatkan
memudarnya iman orang Kristen mula-mula.
2.

Organisasi Gereja Katolik Mula-mula24


Presupposisi-presupposisi
Menurut Aland, pengorganisasian gereja Katolik mula-mula dipercepat oleh

krisis yang dialami Kekristenan pada masa itu. Itu tentu tidak berarti bahwa krisiskrisis itu merupakan sebagai penyebab nyata bagi formasi gereja Katolik mula-mula.
Agaknya, melalui kemunduran perhatian secara eskatologi, sebuah perkembangan
terjadi ketika berhadapan dengan krisis-krisis internal, dalam membentuk pengakuan
iman. Hal ini mengambil bentuk pasti pada pertengahan abad kedua, tetapi embrio
mereka mulai pada waktu mula-mula. Ketika beberapa sarjana PB berbicara tentang
Katolik mula-mula di dalam PB, mereka secara pasti berkata itu benar. Tetapi di
dalam pelaksanaan mereka meninggalkan bahaya kesalahpahaman, sebab
kekurangan mereka secara frekuensi adalah sebuah presentasi terpercaya tentang
bagaimana gereja Katolik mula-mula eksis dekat pada abad kedua.

24

Ibid, hlm.93-120

12

Kitab Suci di abad kedua


Menurut Aland, pada awalnya banyak sekali gerakan-gerakan yang mencoba
untuk menyatakan bahwa merekalah yang paling benar. Orang Kristen seharusnya
dapat membedakan secara jelas dan mudah Kekristenan dari Gnostisisme,
Marsionisme, Montanisme, dan kelompok-kelompok yang lain yang selalu dengan
tegas menuntut pada saat itu bahwa ajarannya yang benar. Hal pertama yang tak dapat
diragukan harus ditentukan ialah apa yang benar dan apa yang tidak dalam
menyatakan Kitab Suci. Gnostisisme dan Montanisme menawarkan secara jelas
sesuatu yang positif di dalam perbandingan dengan apa yang dipertimbangkan gereja
tentang Kitab Suci pada masa itu: apakah ramalan-ramalan Montanus dan nabi-nabi
dan kitab-kitab mereka sendiri, atau injil-injil Gnostik dan tindakan-tindakan Para
Rasul. Marsion, sebaliknya, menawarkan yang negatif: dia menghilangkan tiga Injil;
dia menghilangkan pernyataan-penyataan penting Lukas dan bagian-bagian panjang
surat-surat Paulus. Jadi, hal ini secara esensial untuk menegaskan kanon PB, untuk
menentukan apa yang dilakukan dan tidak dilakukan atau paling tidak untuk
membangun kriteria yang pasti tentang apa yang dapat diterima di dalam kanon PB.
Tanpa jalan lain kanon PB mencapai bentuk pada akhir abad kedua yang kita ketahui;
hal ini tidak terjadi hingga abad keempat.
Perdebatan mengenai Kitab Suci ini dijelaskan secara mendetail oleh Aland
dengan memaparkan pendapat para ahli teologi dan literatur seperti 1 Klemens.
Persoalan yang dibahas juga ialah mengenai keaslian dari Injil dan isi dari PB itu
sendiri. Aland juga mengutip pendapat Luther yang mengatakan bahwa PB adalah
proklamasi Kristus (Christum treibt).
Pada akhirnya Aland mengakui bahwa akan selalu ada usaha gereja dan
Kekristenan pada setiap saat untuk mengadakan suatu perubahan. Misalnya sebelum
1933 disebut godless movement (Gottlosenbewegung); dan setelah 1933
gerakannya berbeda disebut The German-Christian movement (Deutschglaube).
Keaslian kanon Perjanjian Baru
Menurut Aland, kesatuan kanon PB yang terdiri dari 27 buku itu pada awalnya
tidak ditemukan pada gereja mula-mula. Kesatuan kanon PB ini baru mencapai tahap
kesempurnaan pada akhir abad keempat. Dan untuk mencapai kesatuan kanon ini
harus mencapai tujuh tahapan. Perkembangan tahap pertama ialah pada saat antara
Paulus dan tulisan-tulisan tua Bapak-bapak Gereja pada permulaan abad kedua.
13

Perkembangan tahap kedua dicirikan oleh tulisan-tulisan Bapak-bapak Gereja


kemudian dan Justinus sekitar tahun 150. Sekitar tahun 150 berlangsung
perkembangan tahap ketiga di mana kanon sudah mulai dibentuk. Empat Injil sudah
disusun dan surat-surat Paulus diterima namun belum bisa dipergunakan. Sekitar
tahun 200 perkembangan tahap keempat keempat Injil sudah lengkap dan surat-surat
Paulus sudah bisa digunakan dalam ibadah. Perkembangan tahap kelima dimulai dari
memasuki abad ketiga hingga permulaan abad keempat. Surat 1 Petrus, 1 Yohanes
diterima sejajar dengan Injil dan surat-surat Paulus. 2 Petrus dan 2 dan 3 Yohanes,
Yakobus dan Yudas diusahakan untuk diterima. Perkembangan tahap keenam mulai
pada tahun 350 hingga permulaan abad kelima. Dalam tahap ini sebenarnya kanon PB
sudah diterima oleh gereja-gereja, namun masih memperbincangkan pendapat
Athanasius, Hieronimus dan Augustinus. Dan tahap ketujuh keduapuluh tujuh buku
telah diterima oleh gereja-gereja kendati pun masih terus diperdebatkan. Tahap
ketujuh ini terlihat dengan jelas ketika kita melihat gereja Yunani.
Aturan Iman
Jika kita mengikuti proses formasi kanon secara mendetail, kita dapat dengan
keras menghindari anggapan bahwa abad kedua sungguh tidak membutuhkan sebuah
kanon. Perkataan-perkataan ini paradoksal. Tetapi jika kita sekali membaca tulisantulisan pada masa itu di dalam konteks mereka, pengaruh ini hampir tidak bisa
dihindari.

Ketika

kita

lihat

seruan

akhir

ilmu

teologi

yang

dapat

dipertanggungjawabkan untuk menerima tulisan-tulisan yang dapat diperdebatkan ke


dalam kanon, apa yang kita temukan adalah norma iman, aturan iman (the regula
fidei, the regula veritas, the canon aletheias). Melawan aturan iman, regula fidei ini,
semuanya telah diukur, termasuk tulisan-tulisan perkembangan PB. Apakah salah satu
dari bilangan sirkulasi tulisan-tulisan di bawah nama rasul secara langsung dapat
diterima oleh gereja adalah akhirnya diputuskan dengan apakah isinya disetujui
dengan kanon ini, dengan regula fidei.
Regula fidei berhubungan dengan Kitab Suci dan bertumbuh dari Kitab Suci dan
diterima sebagai ringkasan iman yang dimiliki oleh gereja.
Tradisi Rasuli dan Keuskupan Monarkial
Menurut Aland, regula fidei adalah sangat penting di dalam gereja pada abad
kedua untuk menentukan apakah sebuah organisasi baru gereja atau sebuah kelompok
14

dapat disebut sebagai orang Kristen. Itulah cara untuk menunujukkan kepada keaslian
kelompok tersebut. Sekali lagi presupposisi untuk hal ini adalah revisi kesadaran
mengenai eskatologi. Ketika pengharapan pada masa akhir mulai memudar, umat
mulai berpikir secara sejarah. Mereka mulai memperhatikan sejarah mereka sendiri.
Mereka tidak hanya dapat merencanakan masa yang akan datang, tetapi untuk melihat
mereka sendiri dan usia mereka sebagai kesinambungan masa lampau. Setiap gereja
kembali memperhatikan tradisi rasul dan atau paling sedikit para pendahulu mereka
misalnya dengan sejarah para pendiri gereja mereka mulai dari Kisah Para Rasul dan
Surat-surat Paulus.
Hal yang menarik juga ialah keuskupan monarkial yang begitu berbahaya, di
mana jemaat menjadi milik pemimpin jemaat bukan sebuah komite. Komite tidak
praktis, berbeda pendapat dengan yang lain.
3.

Perkembangan Jabatan Imamat dan Struktur Hirarki25


Aland berpendapat bahwa periode mula-mula tidak mengenal keuskupan secara

monarkhial walaupun siginifikansinya memegang tuntutan-tuntutan yang penting.


Ketika Paus Paulus VI dalam kata sambutannya pada Sidang Raya Gereja-Gereja SeDunia berkata, Aku adalah Petrus, pernyataan ini terutama adalah ungkapan
simbolik dan tidak berhubungan dengan realita sejarah. Petrus meninggal di Roma,
tetapi Petrus tidak pernah menjadi uskup di kota itu dan secara pasti bukan uskup
secara monarkhial. Di abad pertama dan permulaan abad kedua, Gereja Roma
dipimpin oleh sekelompok presbiter. Kita tidak bicara banyak tentang sebuah suksesi
kerasulan, di mana Petrus meninggalkan jabatan keuskupan dengan lambaian tangan.
Ide ini adalah hasil dari abad kedua ketika ide suksesi keuskupan yang tak dapat
dielakkan dibangun dari konsep atau persyaratan dari tradisi keuskupan.
Kita mengenal dua tipe jemaat yakni jemaat Paulus dan Kristen Yahudi nonPaulus. Sebagai pimpinan jemaat Paulus ialah rasul-rasul yang menjadi saksi hidup
Yesus dan kebangkitanNya seperti Yakobus, Petrus dan Yohanes. Bagi jemaat Paulus,
Paulus menjadi pemimpin spritual tetapi jemaat menjadi anggota tubuh Kristus dan
otoritas yang nyata bagi mereka adalah Roh Kristus. Sehingga dalam jemaat Paulus
kita temukan pelayan kharismatik rasul-rasul, nabi-nabi, dan guru-guru. Paulus
hanyalah seorang rasul walaupun dia mengklaim dirinya sebagai pusat otoritas.
Mengenai nabi-nabi tidak bisa didapat informasinya. Sedangkan guru-guru kita
25

Kurt Aland, A History , hlm.1120-127

15

temukan dalam permulaan Kekristenan baik sebagai individu dan pengajar dalam
sekolah katekisasi di Aleksandria. Didache adalah sebuah tata gereja yang ditulis
sekitar tahun 100-200 yang di dalamnya akan terlihat bahwa telah terjadi penurunan
pelayan kharismatik itu sendiri.
Kemudian Aland menggambarkan perkembangan selanjutnya para pelayan
kharismatik ini seperti presbiter, bishop dan diakon. Presbiteros mungkin pertama kali
adalah gelar kehormatan bagi orang yang berbalik di dalam jemaat. Episkopoi
(bishop) dan diakonoi (diakon) adalah tenaga pelayan suka rela bagi kehidupan
jemaat. Namun perkembangan selanjutnya gereja mengalami kekurangan para
pelayan. Tidak ada lagi para rasul, nabi-nabi dan guru-guru. Tidak ada lagi yang
melayani Perjamuan Kudus. Maka timbullah masa transisi di mana officeholder
memegang peranan hingga ke ficeholder. Berdasarkan laporan 1 Klemens jemaat di
Roma kemudian membuat tiga jabatan yaitu episkopos, presbiteros, dan diakonos.
Namun tugas administrasi jemaat dipegang oleh officeholder.
Perkembangan selanjutnya terlihat dalam surat Igantius antara tahun 110 dan
120 yang menampakkan kerajaan keuskupan di mana sebuah jemaat dipimpin oleh
uskup dan officeholder hanya sebagai bawahan. Perkembangan selanjutnya adalah
bahwa kerajaan keuskupan itu makin dipersempit lagi dengan adanya pemimpin
provinsi gereja sehingga terbentuklah uskup Demetrius di Aleksandria sekitar tahun
200.
4.

Tulisan-tulisan pada Periode Awal26


Adalah tidak mungkin untuk berurusan dengan sejarah internal Keristenan mula-

mula tanpa memasukkan tulisan-tulisan, yang adalah sumber-sumber eksklusif bagi


penyataan-pernyataan mengenai abad pertama yang menjadi fundasi-fundasi gereja di
abad kemudian. Untuk mengerti hal ini Aland membicarakan hubungan antara Timur
dan Barat, para penulis di sekitar abad pertama serta perkembangan literatur itu
sendiri.
Hubungan Antara Timur dan Barat
Menurut Aland, dalam penulisan PB itu sendiri ada yang menganggap bahwa itu
ditulis di Barat, seperti Markus, Lukas, Kisah Para Rasul, Ibrani, dan 1Petrus yang
lain di tulis di Timur. Baik Timur maupun Barat sama-sama memiliki tulisan-tulisan.
26

Kurt Aland, A History , hlm.127-142

16

Di Timur misalnya ada Acta Petri (Acts of Peter) dan Acta Pauli (Acts of Paul),
Epistula Apostolorum (Epistle of the Apostles). Orang Kristen di Barat juga
membuat apokrif misalnya Stoic Seneca yang berhubungan dengan Paulus. Dari
Timur muncul beberapa teolog misalnya Quadratus (sekitar 130) dari Asia Kecil,
Aristides, dari Atena; Theophilus yang bekerja di Antiokia; Athenagoras juga dari
Atena dan Melito dari Sardis. Begitu juga dari Barat misalnya Justinus dan atau juga
Tatianus. Namun perlu juga diketahui bahwa pada abad ketiga teolog-teolog dari
Barat ini berasal dari Timur misalnya Hippolytus. Kemudian sekitar tahun 180 Ireneus
yang bekerja sebagai uskup Gaul diduga berasal dari Asia Kecil. Dengan demikian
Aland benar-benar memaparkan bahwa hubungan antara Timur dan Barat tidak bisa
dipisahkan dan saling berkaitan erat.
Para Penulis
Untuk menghempang dan melawan ajaran Gnostisisme, Marcion, dan
Montanisme, menurut Aland setidaknya ada tiga nama yang membuat tulisan
membantu gereja pada waktu itu yakni Tertullianus, Irenaeus, dan Hippolytus.
Irenaeus menulis kira-kira tahun 180, Tertullianus kira-kira tahun 200, dan Hipplytus
pada permulaan abad ketiga (meninggal mungkin 235). Ketiga orang inilah yang
pertama pelawan-pelawan bidah.
Perkembangan Literatur Gereja Mula-Mula
Dalam bukunya ini Aland memaparkan perkembangan literatur gereja mulamula dengan munculnya para apologet seperti Julianus, Origenes, Laktantius,
Eusebius, Augustinus dan juga Tertullianus. Dan tulisan-tulisan apologet mereka itu
akhirnya memunculkan rumusan dogma.
IV. Sejarah di Antara Umat27
Dalam bagian ini Aland semakin menganalisis sejarah Kekristenan itu lebih khusus
lagi yakni sejarah disekitar orang-orang Kristen itu sendiri. Bagian ini dimulai dengan
melihat 28konflik yang terjadi pada awal periode, melihat keadaan 29Roma dan Asia
27

Kurt Aland, A History , hlm.143-170


Ibid., hlm.143-147
29
Ibid., hlm.147-149
28

17

Kecil, membahas pemikiran para apologet Kristen pada gereja mula-mula seperti:
30

Origenes dan Demetrius, 31Hippolistus dan Kallistus, 32Cyprianus dan Stepanus, juga

membahas tentang 33Roma dan Konstantinopel sebagai pusat Kekristenan mula-mula,


serta membahas tentang 34perdebatan Arius dan Kaum Donatis.
1.

Konflik pada Awal Periode35


Konflik yang terjadi pada awal periode ini adalah mengenai Origenes. Origenes

memperoleh kelengkapan ilmu teologi secara unik. Jika kita membaca presentasinya,
yang disajikan Eusebius di dalam buku keenam dari sejarah gerejanya, kita akan
secara mendalam penekanan bukan hanya dengan kesempurnaan ilmu teologi
Origenes tetapi juga dengan kepribadiannya, imannya, dan karakter moralnya.
Origenes, salah satu di antara umat pada masanya, punya modal cukup untuk menjadi
Santo (orang suci). Namun demikian, gereja di negeri asalnya mengutuk dia selama
hidupnya; dan gereja kembali memecat dia pada masa Justinus. Luther mengutuk
Origenes dengan alasan teologis. Gereja pada masa Justinus tidak menghukum
Origenes untuk alasan teologis, tetapi dengan alasan-alasan kekuasaan politik.
Peristiwa ini bukan hanya terjadi sekitar tahun 230 di Aleksandria tetapi di
daerah lain hingga permulaan abad ketiga namun juga yang terbesar pada permulaan
Kekristenan itu sendiri.
2.

Roma dan Asia Kecil36


Asia Kecil adalah asal gereja pada periode mula-mula. Di sisi lain, gereja Roma

juga sangat penting. Namun pada zaman Petrus dan Paulus bekerja Roma menjadi
pusat gereja. Gereja Roma juga membantu gereja lain dalam kesulitan finansial sejak
periode mula-mula seperti Korintus, Mesir, Kartage dan tempat-tempat lainnya.
Menurut Aland yang perlu kita perhatikan adalah baik Roma maupun Asia Kecil
pada abad kedua saling membangun opini sendiri menjadi pusat Kekristenan. Konflik
pertama terjadi lebih awal, ketika Polikarpus mengunjungi Roma sekitar tahun 150.

30

Ibid., hlm.149-151
Ibid., hlm.151-156
32
Ibid., hlm.156-161
33
Ibid., hlm.161-164
34
Ibid., hlm.164-170
35
Ibid., hlm.143-147
36
Kurt Aland, A History..., hlm.147-149
31

18

Selama kunjungan ini konflik terjadi atas perbedaan perayaan Paskah. Dan hal ini
terulang kembali pada tahun 190.
3.

Origenes dan Demetrius37


Dalam buku ini Aland memaparkan perseteruan antara Origenes dengan

Demetrius. Bishop Aleksandria sangat bergembira bahwa Origenes yang adalah


direktur sekolah katekisasi dapat mengajar di Palestina karena pada tahun 216 uskup
Kaisarea meminta dia mengajar di Yerusalem. Namun ketika Demetrius mempelajari
pengajaran Origenes di Palestina, Demetrius menyurati uskup bahwa Origenes
bukanlah imam oleh karena itu tidak memiliki kuasa untuk mengajar di gereja.
Akhirnya tahun 230 Origenes ditahbis menjadi imam di Kaisarea sehingga dia telah
berhak mengajar di gereja. Namun Demetrius bereaksi degan membuat surat ke
synode Aleksandria dan synode orang Mesir. Synode Aleksandria memenuhi
permintaan Demetrius sehingga Origenes dikeluarkan dari gereja Mesir, tetapi tidak
mengeluarkannya dari jabatan penatua. Akhirnya Demetrius membuat surat ke synode
nasional yang meminta agar Origenes dipecat dari direktur sekolah katekisasi dan
mencabut tahbisan imamnya sebagai penatua.
Alasan yang Demetrius berikan adalah tidak cukup untuk menjelaskan aksinya.
Dia katakan bahwa Origenes tidak dapat memegang jabatan imam karena dia tidak
mememnuhi tuntutan kesempurnaan tubuh seperti yang dirinci dalam Buku Imamat.
4.

Hippolitus dan Kallistus38


Dalam paparan ini Aland kembali menjelaskan perseteruan antara Hippolistus

dan Kallistus. Seharusnya secara struktur sosial Hippolistuslah yang pantas menjadi
uskup namun kenyatannya jemaat memilih Kallistus sebagai bishop di Roma. Gereja
Roma sangat selektif dalam memilih Kallistus sebab menurut mereka dialah yang
pantas dan yang dibutuhkan gereja untuk memimpin mereka kendatipun dia dulunya
adalah seorang budak.
5.

Cyprianus dan Stefanus39


Pada bagian ini Aland menjelaskan beberapa perbedaan teologi dan pemikiran

antara Cyprianus dan Stefanus. Aland juga menuliskan bahwa terjadi skisma gereja
37

Ibid, hlm.149-151
Ibid., hlm.151-156
39
Kurt Aland, A History , hlm.156-161
38

19

antara Kornelius di Roma dan Cyprianus di Kartago. Seorang uskup menghukum


orang yang berdosa dan seorang lagi mengampuni mereka. Ketegangan ini akhirnya
tidak berakhir. Permusuhan ini terus berlangsung kepada pengganti Kornelius yaitu
Stefanus yang membahas keabsahan baptisan yang dilakukan oleh para bidah.
Cyprianus menjawab bahwa orang yang berbalik seharusnya dibaptis. Dengan
demikian benarlah apa yang dikatakan: Extra ecclesiam nulla salus (Di luar gereja
tidak ada keselamatan), sehingga sakramen di luar gereja tidak sah. Namun Stefanus
tidak menyetujui hal ini dan bahkan dia menyatakan bahwa baptisan tidak harus
diulang bagi setiap orang yang kembali dari perpecahan gereja.
6.

Roma dan Konstantinopel40


Dalam bagian ini Aland membicarakan pusat gereja. Di antaranya adalah sebuah

periode selama pusat kekaisaran dipindahkan ke Timur, sehingga Romawi dan Barat
nampaknya diabaikan. Di bawah orang Diokletia, kekaisaran telah diperintah dari
Timur. Ketika Konstantin mendirikan pusat ibu kota baru Konstantinopel di Timur,
hal ini sangat keras membangun sebuah persaingan secara politik dengan ibu kota
lama, Roma. Untuk alasan ini, beberapa orang merasa bahwa posisi Roma di dalam
gereja lemah selama masa Konstantin.
7.

Perdebatan menyangkut Arius dan Kaum Donatis41


Aland juga mencatat bagaimana perdebatan antara Arius dan kaum Donatis. Jika

kita sederhanakan, kita dapat katakan bahwa perdebatan Arius disebabkan hanya
pemisahan diri Arius sendiri dari partai radikal dan pergi ke gereja besar. Ketika dia
bergabung dengan partai Melitius, Arius membuktikan bahwa dialah yang memiliki
iman yang benar. Dan ketika dia kembali ke gereja besar dia memulai teologi yang
radikal. Sejak itu mulailah terjadi perlawanan kepada Arius. Sementara bagi kaum
Donatis perdebatan terjadi dari faktor non teologis. Misalnya Uskup Mensurius di
Kartago memiliki seorang musuh yakni seorang wanita kaya dalam jemaatnya yang
bernama Lucilla. Sebelum menerima Perjamuan Kudus, dia suka mencium patung
orang martir.
V.

Masa Konstantinus dan Akhir Sejarah Kekristenan Mula-Mula42

40

Ibid., hlm.161-164
Ibid., hlm.164-170
42
Kurt Aland, A History , hlm.171-212
41

20

Bagian ini adalah paling terakhir dalam pembahasan permulaan Kekristenan menurut
Aland. Di sini kita akan melihat bagaimana sikap dan reaksi kaisar Konstantinus
terhadap Kekristenan. Dan akan kita lihat juga uraian yang cukup mendalam tentang
Monastisisme. Kemudian Aland juga kembali membahas perdebatan pengikut Arius
tentang Kristologi. Dan pada bagian terakhir akan diuraikan tentang organisasi dan
perpisahan gereja serta perseteruan pengikut Augustinus dan Pelagius.
1.

Kaisar Konstantinus dan Kekristenan (Hubungan Gereja dan Negara)43


Tindakan Konstantinus di dalam pertikaian mengenai orang Donatis dan Arius

secara jelas menunjukkan bagaimana kekaisaran berpartisipasi bukan hanya secara


luarnya saja, melainkan secara langsung di dalam kejadian-kejadian di dalam gereja
Kristen. Kendatipun secara enggan, dia setuju pada permintaan orang Donatis,
pertama satu synode bishop, kemudian kedua yang berhubungan dengan keputusan
kekaisaran. Di dalam konteks ini, dia membuat deklarasi yang mutlak: Mereka
bermohon kepada penghakimanku, tetapi saya menunggu penghakiman Kristus.
Kalimat ini tidak seharusnya ditafsirkan seolah-olah Konstantinus berbicara tentang
penghakiman Kristus atas dirinya sendiri. Lebih jauh ia bermaksud ini adalah jalan
ringan yang menyisihkannya, tetapi hal ini masih terus berlangsung cukup jauh
bahwa dia mengharapkan penghakiman Kristus tentang perselisihan yang berasal dari
pertemuan synode. Kristus akan berbicara melalui synode ini; Konstantin akan
menghakimi berdasarkan keputusannya.
Dia pertama berusaha membimbing perlawanan orang Arius dengan bujuk rayu,
dengan mengirim surat kepada yang termasuk di dalamnya, dan akhirnya dengan
pertemuan Konsili Nicea tahun 325. Kekaisaran berpartisipasi secara pribadi. Tidak
hanya menampakkan diri dalam sidang namun berpartisipasi dengan sengaja dan
memasukkan otoritasnya dalam penerimaan pengakuan konsili. Pengakuan yang
diputuskan adalah homoousios deklarasi bahwa Bapa dan Anak adalah sama.
Dari semua penjelasan Aland ini dapat disimpulkan bahwa peranan Konstantin
sangat besar bagi kehidupan orang Kristen pada saat itu, kendati ada tantangan dari
Eusebius yang mempertanyakan keaslian Vita Constantini (Kehidupan Konstantin).
Eusebius mengatakan bahwa Vita Constantini adalah palsu.

43

Ibid, hlm.171-183

21

2.

Monastisisme44
Dalam membahas Monastisisme ini Aland mengutip buku bacaan tentang Vita

Antonii (Kehidupan Anthonius). Dalam buku ini terlihat gambaran kehidupan


Anthonius sahabat Athanasius. Di dalamnya dijelaskan: pertama, para eremit tinggal
dekat desa-desa kecil. Tetapi bagi Anthonius hal itu belum cukup; dia pergi jauh dan
jauh dari masyarakat sebab dia lebih suka tidak memiliki sesuatu untuk melakukan
bersama mereka. Petapa percaya bahwa dia mampu tinggal hidup benar hanya jika dia
bebas dari setiap orang dan segala hal. Kemudian kita dapat katakan, petapa dapat
berbahagia atas siapa saja yang tidak mengunjunginya. Petapa percaya pada dunia dan
menjauhkan mereka dari kenyataannya, kehidupan spiritual. Lebih dalam lagi ke
dalam padang gurun pelarian para emigran, oleh karena itu, semakin banyak menjadi
mempraktikkan askese mereka, hingga kita melihat konsekuensi akhir di dalam
patung orang-orang suci pada abad kelima. Di dalam patung ini ditemukan sebuah
podium hanya beberapa yard kuadrat ukurannya. Di sini para asket menghabiskan
hidup mereka memuja Allah.
Hal yang mengherankan adalah bahwa fenomena ini tidak tampak pada
kekristenan pada waktu itu. Agaknya, para asket ini, mulai dari para eremit ke patung
para orang suci, tidak lain merupakan objek kemajuan bagi kehidupan orang-orang
Krsiten di dunia pada waktu itu. Orang-orang Kristen dan gereja memandang
kehidupan eremitik sebagai perbuatan yang seolah mengalami sendiri pada yang mana
mereka menakjubkan, tetapi yang juga mengijinkan mereka puas dengan mereka
sendiri dan kemudian mulai lagi kehidupan normal mereka. Kekuatan Monastisisme
pada saat itu adalah ekspresi kekuasaan kekuatan yang diakibatkan luka perasaan pada
gereja yang secara bertahap pada mulanya untuk menghilangkan kekerasan aslinya.
3.

Pengikut Arius dan Perdebatan Kristologi45


Untuk membahas perdebatan ini lebih dalam Aland menyinggung beberapa

pendahuluan yang melatar belakangi perdebatan itu kemudian membahas tentang


perdebatan tentang ke-Tuhan-an Kristus dan perdebatan tentang kemanusiaan Kristus.
Catatan Pendahuluan

44
45

Kurt Aland, A History , hlm.183-184


Kurt Aland, A History , hlm.184-204

22

Sebagaimana pertimbangan Arian dan perdebatan-perdebatan Kristologi,


beberapa kata-kata pendahuluan yang bisa kita catat menurut Aland adalah: pertama
adalah langsung kepada dari siapa perdebatan-perdebatan ini sering menjadi isu aktual
kehidupan gereja pada abad keempat dan kelima. Orang Arian dan perdebatanperdebatan Kristologi sering didiskusikan sehingga membuat ini kelihatan bahwa tak
ada sesuatu yang sedang terjadi kemudian, sementara kebenaran adalah bahwa di sisi
lain argumen-argumen ini kehidupan gereja berlangsung di dalam keseluruhannya
ibadah, doa, penafsiran Alkitab, dan khotbah dan tulisan-tulisan teologi pada saat itu
tidak begitu dicurahkan oleh mereka sendiri secara khusus tema ini, serta ketika
dialamatkan kepada orang Arian atau perdebatan Kristologi.
Kedua: ada selalu bahaya tentang pandangan perdebatan-perdebatan ini di dalam
kesalahan ringan ketika orang, unsur seluruh-terlalu-manusia (all-too-human)
ditempatkan begitu banyak di bagian depan.
Ketiga: orang yang memandang Arian dan perdebatan-perdebatan Kristologi
seolah-olah mereka hanya berjanji dengan defenisi-defenisi teologi akan juga gagal
untuk mengerti perseteruan ini.
Keempat: Di dalam buku-buku sejarah gereja, perdebatan Arian biasanya
dimulai pada abad keempat. Hal ini tidak benar. Konflik ini dimulai agaknya pada
abad kedua, pada saat ketika umat tidak begitu lama mampu melakukan pernyataan
PB tentang Trinitas.
Kelima: perdebatan Arian menerangkan defenisi Trinitas.
Perdebatan tentang ke-ilahi-an Kristus
(Perdebatan Arian)
Aland mengupas perdebatan ini dengan melihat perdebatan Monarkianistik di
dalam PB dan Bapa-bapa gereja.

Pernyataan Monarkianisme berusaha menjaga

monoteisme. Allah adalah satu sebuah prinsip dasar yang tidak dapat
dikompromikan. Namun kesimpulan pada abad kedua adalah Kristologi Logos di
mana Kristus digambarkan sebagai Logos yang berasal dari Allah. Kristologi Logos
mengatasi Monarkianisme di kalangan teolog-teolog dan pelayan gereja dan bukan
pada kaum awamnya.
Aland juga memaparkan tentang Athanasius yang merupakan orang yang selalu
bermusuhan dengan Arius. Athanasius banyak menulis tulisan yang melawan
kelompok Arius. Dari beberapa tulisan itu, Aland menyimpulkan bahwa Athanasius
23

adalah orang yang sungguh tertarik dengan ajaran bahwa Kristus sehakikat dan sama
kuasanya dengan Allah. Bahkan Athanasius adalah dianggap pembela homoousios
yang diakui pada Konsili Nicea 325.
Banyak perdebatan juga tentang homoousios. Beberapa ahli mengatakan bahwa
homoousios Nicea berasal dari Uskup Hosios dari Kordoba, bukan dari Konstantin.
Aland berpendapat bahwa Hosios menghabiskan waktunya di penjara kekaisaran dan
merupakan penasihat episkopal Konstantin tentang masalah teologi dan gereja namun
dalam Konsili Nicea, pengaruh Hosios tidak kelihatan dalam pikiran Konstantin.
Pandangan homoousios sendiri sebenarnya sudah dikenal pada parohan kedua abad
ketiga yang menganggap homoousios sebagai standar kekudusan jemaat, dan standar
orang Kristen awam di Mesir. Bahkan sebenarnya Tertullianus telah mempergunakan
kata itu untuk mengungkapkan ide, bahwa Bapa dan Anak itu berasal dari satu
substansi.
Semasa Konstantin pemahaman homoousios dan Trinitas telah diterima sebagai
rumusan teologi yang dianut umat. Namun setelah Konstantin meninggal, perdebatan
ini mulai timbul kembali. Perdebatan ousia dan hypostatis menjadi topik yang
hangat diperdebatkan. Perdebatan ini akhirnya diputuskan pada tahun 381 di mana
homoousios bukan diartikan sebagai of identical essence esensi yang identik
(wesenidentisch) atau of the same essence esensi yang sama (weseneins)
melainkan diartikan sebagai of one essence satu esensi (eines Wesens). Perdebatan
mengenai Roh Kudus belum dapat diselesaikan hingga akhir periode perdebatan
Arius.
Perdebatan tentang ke-Manusia-an Kristus
(Perdebatan Kristologis)
Menurut Aland, ke-ilahi-an Kristus sudah dapat diterima dan dimengerti, namun
mengenai kemanusiaan Kristus masih terus diperdebatkan. Kaum Monofisit (mia
physis = satu tabiat) menekankan kemanusiaan dan ke-Tuhan-an telah bersatu di
dalam Yesus. Manusia Yesus tercakup di dalam Kristus Allah. Kelompok Arian,
Monarkianisme dan Monofisitisme terus mempersoalkan ke-ilahi-an Kristus. Di
kalangan Arian sendiri mereka juga belum sepaham. Ada yang berpendapat bahwa
kesatuan ke-Allah-an dan ke-Manusia-an hanya dalam penebusan-Nya tetapi mereka
menemukan kesulitan ketika menggambarkan dua hakikat yang disatukan dalam
seorang pribadi. Yang lain beranggapan bagaimana mungkin dua hakikat bersatu
24

bersama di dalam satu pribadi? Namun ada bahaya yang harus dijaga dari pihak
Doketisme yang mengatakan kemanusiaan Yesus yang berpura-pura.
Tertullianus

sendiri

telah

memberikan

pemahamannya

tentang

unitas

substantiae kesatuan substansi dan coniunctio duarum personarum kesatuan dua


pribadi di dalam satu substansi. Pendapat Tertullianus ini akhirnya diterima dalam
Kosili Kalsedon 451 dengan sebuah rumusan yakni: Videmus duplicem statum, non
confusum, sed coniuntum Kita lihat status rangkap dua, tidak bercampur, melainkan
bergabung. Namun pendapat ini mendapat kritikan dari kelompok Apollinaris dari
Laodekia yang mengatakan: Tidak mungkin Kristus manusia sempurna, sebab
manusia memiliki dosa, dan Kristus tidak berdosa. Kritikan dari Nestorius tahun 428
ialah tentang kedudukan Maria sebagai Bunda Allah (theotokos) atau Bunda Yesus
(anthropotokos).

Menurut

Nestorius,

Bagaimana

mungkin

manusia

Maria

melahirkan Allah? Manusia hanya bisa melahirkan manusia dan manusia tidak bisa
melahirkan Allah.
Kemudian

pernyataan

Cyrilius

yang

dibesar-besarkan

oleh

Eustathius

(Eutyches) mengatakan: Sebelum penyatuan dua habitat, saya mengenal dua habitat,
tetapi setelah penyatuan hanya satu. Daging Tuhan tidak sama dengan tubuh kita.
Akhirnya pada Sinode Perampok di Ephesus 449, Eustathius dan Diodorus
(Dioscurus) dipecat karena Diodorus memaksa agar monofisitisme dari Eustathius
diakui sebagai ajaran ortodoks. Konsili keempat oikumenis di Kalsedon tahun 451
mencapai suatu keputusan kompromi dengan bunyi: Kristus bukan bertabiat satu dan
bukan bertabiat dua, melainkan Ia bertabiat dua dalam satu oknum. Dalam Konsili
Kalsedon ini, pertikaian diakhiri walaupun pemimpin gereja Timur menolak
menandatangani keputusan ini. Setelah beberapa tahun mereka mencoba untuk
memenangkan Monofisit ini namun gagal, akhirnya mereka meninggalkan gereja.
4.

Pengorganisasian Gereja yang terpisah; Pertikaian Agustinus dan


Pelagius46
Monofisit berpisah dari gereja dan membentuk gereja sendiri seperti Gereja

Koptik di Mesir dan Gereja Yakobit di Siria. Kendati pun demikian di gereja Timur itu
sendiri terjadi perdebatan. Di bawah Justinus, hubungan gereja dan negara dicirikan
dengan gereja dan negara digabungkan begitu dekat bahkan nampaknya sudah
difusikan menjadi satu.
46

Kurt Aland, A History , hlm.204-212

25

Dalam pemisahan organisasi gereja ini Aland membahas tentang Kekristenan


kelas dua. Pertama, ekspresi Kekristenan kelas dua itu sudah terlalu, dan kedua,
Kekristenan seperti itu bukan hanya di Timur di mana kita menemukan apa yang
disebut kemenangan Kekristenan kelas dua; itu juga terdapat di Barat. Pada abad
kelima dan bahkan abad kemudian, Barat masih berpartisipasi aktif di dalam
argumentasi teologi di Timur. Secara sederhana Augustinus mengatakan perbedaan
keduanya adalah: Di Timur kita temukan teologi spekulatif (theologia speculativa),
dan di Barat kita temukan teologi praktika (theologia practica).

Dalam

perlawanannya dengan ajaran Pelagius, Augustinus melahirkan pandangan teologinya


tentang kehendak bebas, dosa turunan dan rahmat. Bahkan dia telah menuliskan
ajarannya dalam buku 8 dari Konfesinya. Sementara Pelagius dan Coelestinus
melawan ajaran Augustinus dan membuat keributan di Kartago. Pertikaian ini
disampaikan kepada uskup Innocentius I namun tidak dapat diselesaikan, dan pada
masa penggantinya Zosimus masalah ini dibicarakan lagi dan Zosimus lebih
cenderung kepada Pelagianisme. Zosimus mengatakan bahwa Afrika Utara telah
berbuat salah. Akhirnya, pada abad keenam, di bawah Paus Gregorius (590-604)
perseteruan ini diakhiri. Ajaran Gregorius berdiri atas nama dan perlindungan
Augustinus. Dengan demikian Augustinus memperoleh kemenangan atas musuhmusuhnya. Sehingga sejak saat itu gereja menerima ajaran Augustinus.
3.

KEKRISTENAN ABAD PERTENGAHAN47


Untuk melihat Kekristenan Abad Pertengahan, Aland membahas berdasarkan

pembagian waktu atau juga wilayah misalnya Kekristenan Jerman Abad Petengahan 48,
Kekristenan Katolik Abad Pertengahan49, kemudian kesimpulan masa Abad
Pertengahan Katolik dan Perkembangan hingga ke Ambang Pintu Reformasi50.
I.

Kekristenan Germanik Abad Pertengahan51


Menurut Aland, pada abad ketujuh, Eropa Barat telah berada dalam kekuasaan

suku-suku German. Perpindahan suku-suku German dijelaskan secara mendetail


misalnya suku Visigoth di bawah Alarik pindah ke Italia untuk pertama kali tahun
47

Kurt Aland, A History , hlm.215-413


Ibid., hlm.215-275
49
Ibid., hlm.277-336
50
Ibid., hlm.337-413
51
Ibid., hlm.215-275
48

26

401. Kemudian tahun 405 invasi suku-suku Jerman diulangi lagi dengan suku
Ostrogoth, dan suku-suku lainnya. Untuk memahami Kekristenan Germanik Abad
Pertengahan ini, Aland memulainya dengan Kekristenan di Jerman pada saat
Perpindahan penduduk52, Kekristenan di Frank53, Skot-Iris dan Anglo-Saxon54,
Bonifatius dan Pembaharuan Gereja Frank55, Masa Karolingian56.
1.

Kekristenan Kalangan suku-suku German pada saat Perpindahan


penduduk57
Untuk menelusuri Kekristenan di kalangan suku-suku German pada saat

perpindahan penduduk ini, menurut Aland, kita harus melihat mengapa suku-suku
German bertobat dan beralih kepada Kekristenan. Seluruh penduduk German sudah
Kristen, kecuali suku Lombard yang masih militan dengan penyembahan berhala
hingga permulaan abad ketujuh. Bagaimana Kekristenan datang ke suku-suku German
dan apa motif-motif yang membuat mereka menerima Kekristenan? Aland
menjelaskan bahwa awal masuknya Kekristenan ke German bermula dari orang-orang
German yang dipenjarakan di Kekaisaran Roma. Sehingga ketika di dalam penjara
dimungkinkan orang Jerman yang terpenjara itu dipaksa menerima Kekristenan.
Misalnya di daerah Danube ada cerita tentang Ulfilas.

Kakek dan neneknya di

penjara perang yang ditangkap sebagai budak oleh orang Goth dalam sebuah
kampanye di Kapadokia. Kakek, neneknya sudah Kristen. Putri mereka menikah
dengan orang Goth, putri mereka itu adalah seorang Kristen sebab Ulfilas dibaptiskan
pada saat anak-anak. Dia inilah bekas orang penjara Kekaisaran Roma yang menjadi
Kristen, dan membawa Kekristenan ke German. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa orang German pertama adalah orang orang dari suku Goth. Dan akhirnya
banyak orang yang menjadi Kristen seperti Visigoth di German. Perpindahan agama
ini membangkitkan amarah dari pihak paganisme German. Ulfilas dan orang Kristen
Gotik harus meninggalkan daerah suku-suku German mengungsi ke daerah Roma di
mana orang Kristen berada. Penganiayaan yang dilakukan Atanarik (369) semakin
membuat banyak suku-suku German berbalik kepada agama Kristen yang dipimpin
oleh Fritigern (376).
52

Ibid.,
Ibid.,
54
Ibid.,
55
Ibid.,
56
Ibid.,
57
Ibid.,
53

hlm.216-230
hlm.230-237
hlm.238-247
hlm.247-254
hlm.254-275
hlm.216-230

27

Hal yang kedua yang dilihat Aland dalam Kekristenan di German adalah iman
penyembah berhala orang German. Dalam ulasannya ini memang tidak begitu
dipaparkannya iman penyembah berhala itu di daerah German. Namun yang jelas
Kekristenan itu datang ke German bukan dengan paksaan melainkan dengan bujukan
damai. Dari kesaksian Augustinus misalnya kita mengetahui bahwa Ostrogoth masih
penyembah berhala ketika mereka menyerang Italia untuk pertama kali tahun 405 di
bawah Radagaisus. Namun tahun 488, ketika mereka memasuki Italia kembali di
bawah Theodorius, mereka adalah pengikut Kristen Arian. Aland menjelaskan bahwa
iman penyembah berhala tidak begitu bertahan lagi ketika Kekristenan masuk ke
daerah German.
Hal yang ketiga yang perlu diperhatikan dalam bagian ini adalah motif-motif
pertobatan orang Jerman kepada Kekristenan. Aland mengemukakan beberapa motif
yang membuat orang German menjadi Kristen. Pertama karena kesamaan budaya dan
sejarah di kalangan suku yang menerima Kekristenan. Misalnya Ulfilas dari suku
Visigoth akhirnya bisa membawa sukunya menjadi pengikut Kristen Arian karena
kemampuannya untuk membahasakan secara langsung ajaran itu dalam budaya dan
sejarah mereka. Kedua, motif politik. Hal ini mungkin ketika kita melihat sejarah
Kekristenan di antara suku Visigoth. Athanarik dan Fritigern berada dalam posisi yang
berlawanan. Athanarik dari iman penyembah berhala sementara Fritigern dari
Kekristenan. Fritigern mencoba membujuk orang Visigoth menjadi Kristen agar dia
dipandang di Kekaisaran Roma. Pemerintah Roma juga memberikan perlindungan
kepada orang German yang sudah Kristen dan memberikan bantuan kepada mereka
sementara penyembah berhala dibiarkan hancur. Ketiga, ada juga motif keagamaan.
Bangsa German secara sadar dapat menerima Kekristenan. Misalnya ketika kerajaan
Vandal dihancurkan, Gelimer raja terakhir dibawa sebagai tawanan ke Byzantium dan
mereka membujuknya agar menerima Kekristenan. Artinya ada usaha untuk mengajak
Gelimer menjadi Kristen dari sudut keagamaan.
Hal yang terakhir yang diperhatikan dalam Kekristenan di German adalah
struktur internal gereja-gereja Jerman. Struktur dan pola hidup suku-suku German
berbeda sekali dengan penduduk Roma. Monastikisme banyak mengambil peranan
dalam aturan German di mana para pendeta secara umum menikah. Memang Aland
akui bahwa agak sulit menentukan yang mana organisasi gereja yang disebut gereja
nasional kendatipun penganut Arian sangat banyak di German. German sendiri tidak
berusaha menyatukan gereja di bawa ke suku-suku yang beraneka ragam itu untuk
28

semakin dekat dan bersatu. Mereka membatasi diri mereka pada daerah kesukuan
yang walaupun gereja-gereja di suku-suku yang berbeda itu dihubungkan dengan
organisasi dan doktrin yang sama. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa gerejagereja di German memiliki aturan sendiri-sendiri di dalam suku mereka masingmasing.
2.

Kekristenan di Frank58
Ada keunikan Kekristenan suku Frank ini, karena seluruh suku-suku German

pada umumnya menganut Kekristenan Arianisme sementara mereka menganut faham


Katolik. Kekristenan di Frank ini bermula dari pertobatan anak Childerik, Klovis
menjadi Kristen Katolik. Pertobatan ini bagi sebagian kalangan sejarawan dan
sejarawan gereja dianggap sebuah pertobatan dengan motif politik. Pernyataan ini
menurut Aland tidak benar. Alasannya karena Klovis tidak memilih Kristen Arian.
Padahal saudara perempuannya sendiri menikah dengan Theodorius seorang Arian.
Dan Klovis sendiri selalu bermusuhan dengan Theodorius, misalnya ketika Klovis
berhasil menginjili orang Jerman (Alemanni) dan Burgundia, Theodorius memblok
sumber dana. Dan ketika Klovis berjuang melawan Visigoth, Theodorius
mengirimkan tentara melawan Frank dan Burgundia. Ayahnya sendiri, Childerik
menjalin hubungan yang baik dengan kekaisaran Roma dan juga dipengaruhi budaya
Roma. Pertobatannya sangat dipengaruhi oleh istrinya, Clotilda. Klovis menerima
Katolikisme sebagai bentuk Kekristenan yang dia yakini bukan karena perhitungan
politik.
Selanjutnya Aland membahas perkembangan aturan Frank setelah Klovis.
Ekspansi kerajaan Frank setelah kematian Klovis tidak mengarah ke selatan atau barat
tetapi ke arah timur. Anak Klovis menundukkan sisa-sisa suku-suku Burgundia,
Thuringia, dan Jerman di daerah yang belum selesai diinjili ayahnya karena
berkonsentrasi melawan Theodorius. Cucu Klovis, Theodebert, mengembangkan ke
arah Italia. Perpindahan Theodebert ke Italia ini disebabkan karena masih
persaingan/pertarungan di antara Ostrogoth dan Byzantium.
Dan terakhir dalam bagian ini Aland melihat Gereja di dalam Kerajaan Frank
setelah Klovis. Gereja Katolik di Kerajaan Frank berkembang menjadi bentuk gereja
nasional. Rajanya disebut uskup, dipilih secara langsung dan dia memerintah atas
umat. Memang kelemahan sistem ada, yaitu mengenai moral dari kerajaan Frank ini
58

Kurt Aland, A History , hlm.230-237

29

akhirnya rendah. Sistem seperti ini akan banyak menimbulkan masalah, baik di
kalangan pelayan tahbisan dengan umat. Gereja tidak menjadi mandiri artinya tidak
terlihat lagi pemisahan antara gereja dengan kerajaan.
3. Skot-Iris dan Anglo-Saxon59
Menurut Aland, untuk melihat perkembangan gereja Skot-Iris ini pertama kita
harus melihat Gereja Skot-Iris itu sendiri. Kekristenan ke Irlandia di bawa oleh
Patrick yang hidup pada parohan pertama abad kelima. Pada permulaannya gereja di
Irlandia ini sangat tertutup dengan dunia luar karena letak geografisnya yang
dikelilingi lautan. Namun ada kekhususan Kekristenan di daerah ini, yakni sistem
organisasi pelayanan bukan sistem keuskupan atau episkopal melainkan sistem
kebiarawan yang menekankan kesalehan para rahib. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa gereja di Irlandia didominasi oleh rahib-rahib gereja dan gereja
biarawan yang saleh. Dengan sistem ini, gereja Irlandia memperluas penginjilan
mereka ke daerah Skotlandia. Di Skotlandia, Columba mendirikan biara baru yakni di
pulau Iona yang terkenal dengan ibu para biarawan. Dari tempat ini akhirnya semakin
berkembang ke daerah pulau Orkney, pulau Shetland, Islandia dan akhirnya ke benua
Eropa. Pulau Iona dan Luxeuil di pegunungan Vosges akhirnya menjadi pusat
pendidikan dan pengutusan biarawan Skot-Iris di daerah Frank. Berbeda dengan
Columbanus bersama dua belas sahabatnya yang melawan kepala biara dan memulai
misi baru. Gerakan ini membawa sebuah pembaharuan di gereja Frank. Gereja harus
menampakkan iman yang tangguh di dalam negara dan dunia ini. Uskup harus lebih
menjadi seorang serdadu daripada gembala untuk melawan musuh-musuh internal di
kalangan masyarakat kalangan atas. Columbanus dan saudaranya mendapat pengaruh
yang luar biasa bahkan mereka membentuk gereja baru di dalam gereja Frank yang
akhirnya memicu konflik gereja. Columbanus akhirnya dipenjarakan dan melarikan
diri dari sana dan meninggalkan kerajaan Frank pergi ke Gregenz di Daau Constance
dan meninggal pada tahun 615.
Kedua adalah pertobatan Anglo-Saxon. Pada permulaannya masyarakat AngloSaxon adalah penyembah berhala. Pada tahun 596 seklompok rahib mendarat di
bagian selatan Inggris. Setelah setahun, pemimpin rahib Augustinus melaporkan ke
Roma bahwa pertobatan pertama Anglo-Saxon terjadi di Kent. Misi di Anglo-Saxon
ini merupakan keputusan pribadi Paus Gregorius (590-604). Memang ada sebuah
59

Kurt Aland, A History , hlm.238-247

30

legenda tentang Kekristenan di Anglo-Saxon ini. Dari legenda itu terlihat bahwa Paus
sangat memberikan perhatian yang mendalam bagi Anglo-Saxon sehingga dia
membekali mereka dengan pendidikan katekisasi dan membaptiskannya dan
menyuruh mereka kembali ke daerah mereka masing-masing yang dipimpin oleh
Augustinus. Namun ada cerita lain yang mengatakan bahwa raja Kent telah menikah
dengan seorang Kristen dari putri Frank sehingga dengan pernikahan ini maka Kent
masuk menjadi Kristen. Namun yang jelas menurut Aland bahwa Kekristenan di
Anglo-Saxon ini sangat erat kaitannya dengan misi Gregorius dari Roma. Lebih jauh
Aland mengatakan setidaknya ada beberapa masa Kekristenan di Jerman yang
dicirikan dengan pertama Ulfilas dengan berdirinya gereja nasional Arian di Eropa,
kedua dengan pertobatan Klovis ke Katolik dengan berdirinya gereja nasional
Frank, ketiga ditandai dengan kegiatan Skot-Iris yang menekankan gereja biara, dan
keempat Kekristenan Anglo-Saxon di mana gereja Katolik diorientasikan ke Roma.
Dan ketiga, permulaan misi Anglo-Saxon di benua Eropa di bawah Wilfrid dan
Willibrord. Pelayanan Wilfrid sangatlah penting di gereja Inggris, walaupun dia
kurang dikenal oleh gerejanya sendiri. Dia adalah uskup York. Ketika dalam
perjalanannya ke Roma dia singgah di Frisia. Di sana dia sangat mengenal situasi
Kekristenan di sana dan membuat langkah untuk menguatkan keberadaan jemaat dan
pengembangan ke depan Kekristenan di sana. Dan tugas ini dilanjutkan oleh
Willibrord, murid Wilfrid yang bertumbuh dan belajar di dalam biara di bawah
bimbingan Wilfrid. Willibrord meninggalkan Inggris ke Irlandia mungkin berkaitan
dengan kesulitan pengalaman yang dihadapi Wilfrid. Di Irlandia, dia mendengar
kunjungan Wilfrid ke Frisia yang sangat membutuhkan pelayanan di sana dan dia
memiliki keinginan untuk melanjutkan pelayanan itu. Keinginan Willibrord itu
mendapat sambutan dari Pepin kemudian Willibrord meminta persetujuan negara ke
Roma. Tetapi ketika ia kembali dari Roma, dia mempelajari bahwa sahabatsahabatnya telah bekerja di pabrik. Kemudian kali kedua dia pergi lagi ke Roma atas
petunjuk Pepin. Pepin berkeinginan agar Willibrord menjadi uskup kepala sehingga
dia dapat memainkan peranan yang lebih hebat dalam penginjilannya dan membuat
perkembangan bagi gereja Frank. Dan memang setelah kembali dari Roma Willibrord
menjadi uskup kepala di Clement. Kemudian Willibrord dapat membangun kembali
apa yang telah hancur dan membangun sesuatu yang baru mengembangkan
Kekristenan, membuka biara di Thuringia di sekitar Gotha, Meimar dan di benteng
Hamelburg di Saale.
31

4. Bonifatius dan Pembaharuan Gereja Frankish60


Dalam membahas bagian ini Aland pertama melihat hidup dan kerja Wynfrith (=
Bonifatius). Kita tidak banyak mengetahui kehidupan Wynfrith. Dia lahir sekitar 675
dari keturunan Saxon. Semasa kecil, dia tertarik menjadi biarawan. Dia seorang yang
sangat cerdas yang menjadikannya seorang guru pada sekolah biara dan ditahbiskan
menjadi seorang rahib. Namun dia meninggalkan Inggris dan menjadi seorang
misionaris dan bekerja di Eropa Kontinen. Sebenarnya dia memiliki karir yang baik di
gereja, namun semuanya itu dia tinggalkan demi menyebarkan Injil di tengah
penyembah berhala. Tahun 716 dia memulai perjalanan pertamanya ke Frisia. Namun
perjalanan ini sangat singkat dan menghasilkan sedikit tuaian, sebab penyembah
berhala di Frisia telah dikuasai oleh tangan yang membingungkan setelah kematian
Pepin. Sehingga Wynfrith kembali ke biara. Tetapi kegagalan ini tidak memadamkan
semangat Wynfrith untuk melakukan tugas utamanya. Perhatian utamanya bukan lagi
Frisia namun lebih mengarah ke daerah timur Jerman secara khusus ke Roma. Tugas
misi ini diperolehnya dari Paus Gregorius II. Wynfrith mendapat nama baru yakni
Bonifatius (Boniface = pekerja yang baik). Perjalanan pertama Bonifatius adalah ke
Thuringia, kemudian ke Frisia (719) setelah kematian Radbod dan dia menolak pergi
ke daerah Sungai Lahn dan Hesse. Bonifatius merekomendasikan agar Karel (Charles)
Martel melanjutkan tugas misi itu di daerah Hesse. Dia juga pergi ke daerah Oak Thor
dekat Geismar. Dari penginjilan ini dapat dikatakan bahwa Kekristenan di daerah itu
telah mengakar kuat. Hubungan Karel Martel dengan Bonifatius sangat bagus dengan
mendukung segala penginjilan yang dilakukan Bonifatius. Bahkan anak Karel Martel
sendiri Carloman memilih menjadi biarawan dengan meninggalkan kekuasaannya
demi keselamatan jiwanya. Bonafatius mengakhiri hidupnya di antara orang Frisia di
mana dia memulai pelayanannya dan meninggal dunia pada tanggal 5 Juni 754 yang
dibunuh oleh orang penyembah berhala. Kalimat terakhir yang dikatakannya adalah:
Kuatlah di dalam Roh Kudus dan jangan takut.
Kedua adalah permulaan hubungan antara Kepausan dan kerajaan Frank.
Agaknya mula-mula pangeran Frank berkali-kali mengembangkan hubungan dengan
Roma, misalnya: mengirimkan Willibrord ke Roma oleh Pepin untuk konsentrasi
uskup kepala. Di bagian lain, paus menjalin hubungan dengan pemerintah Frank
melalui bantuan pekerjaan penginjilan. Beberapa tahun kemudian, Paus Stepanus II
60

Kurt Aland, A History , hlm.247-254

32

(752-757) secara pribadi mengunjungi kerajaan Frank dan menggunakan gereja


mendukung pemerintahan Pepin dengan permintaan agar pemerintah Frank membantu
Stepanus II melawan Lombard. Hal ini juga sudah dilakukan pada masa Karel Martel.
Hubungan kepausan dan pemerintahan Frank begitu akrab sehingga timbul
pertanyaan, Apakah motivasi paus dan raja? Motif paus sudah jelas: dia
membutuhkan bantuan jika dia dan pemerintahannya dikecam dan dihancurkan.
Sehingga dia mendekatkan diri kepada penguasa yakni raja Frank. Sementara motif
raja adalah memberi penghormatan kepada paus dengan memberikan pemberian
kepada paus baik bantuan material maupun bantuan pengamanan. Namun apakah ini
yang menjadi motif raja Frank? Sebenarnya masih ada motif lain yang diinginkan
oleh raja yakni agar daerah kekuasaannya makin meluas ke Italia.
5. Masa Karolingian61
Bagian terakhir dalam Kekristenan Abad Pertengahan ini adalah masa
Karolingian. Dalam bahasan ini Aland melihat beberapa hal penting yang terjadi pada
masa Karolingian yakni: pertama, Kerajaan Karel Agung (Charlemagne). Setelah
kematian Pepin tahun 768, kerajaannya dibagi pada anaknya Karel Agung dan
Carloman dengan pembagian yang seimbang di daerah Romawi dan Jerman. Setelah
memerintah menjadi raja, Karel Agung memfokuskan diri pada pengembangan
kerajaannya. Selama 32 tahun (772-804) berperang melawan Saxon (Saxon ini terdiri
dari empat suku: Engerian di Sungai Weser, Westphalian, Eastphalian dan Albingian
di Utara). Keempat suku ini tidak pernah bersatu melawan kerajaan Frank. Perjuangan
kerajaan Frank terhadap suku Saxon ini bukan hanya merupakan perjuangan politik
saja tetapi termasuk perjuangan terhadap iman yang berbeda. Dalam perjuangan Frank
melawan Saxon terlihat adanya pemaksaan misi dalam sejarah Kekristenan di Jerman.
Setelah mengalami beberapa kali peperangan, maka pada tahun 777 suku Saxon
dikuasai oleh Frank dan banyak suku Saxon berbalik menjadi Kristen dengan baptisan
masal. Charlemagne merasa bangga akan prestasinya ini. Muncullah Capitulatio
Saxonica (Penyerahan Saxon) yang diumumkan secara resmi. Bahkan ada peraturan
yang harus dipatuhi yakni: Di mana pun gereja Kristen didirikan di daerah Saxon
tidak boleh dihina melainkan harus dihormati melebihi penghormatan kepada dewa.
Lebih jauh peraturan ini menegaskan: Barang siapa melarang seseorang ke gereja dan
mencuri sesuatu dari gereja atau membakar gereja harus dihukum mati. Bahkan
61

Kurt Aland, A History , hlm.254-275

33

dikatakan lagi bahwa barang siapa tidak menerima baptisan akan dihukum mati.
Dengan peraturan yang ketat ini, akhirnya hingga pada tahun 804 suku Saxon sudah
dikristenkan.
Kedua, hubungan dengan Kepausan. Penobatan Pepin menjadi kaisar
menciptakan aliansi di antara pemerintah Frank dan paus. Hal ini semakin
dikembangkan semasa pemerintahan Karel Agung. Pepin sendiri telah menyandang
gelar Patricius Romanarum (Penjaga Roma) yang Karel Agung tambahkan kepada
gelar raja Frank dan Lombard. Puncak kejayaan Karel Agung adalah pada tahun 800
di mana Paus Leo II memahkotai dia sebagai kaisar di gereja St.Petrus. Memang
Aland sendiri mengakui bahwa hubungan Karel Agung dengan kepausan sulit
ditentukan. Karel Agung sendiri begitu menghormati paus dengan mencium tangga
gereja St.Petrus sebelum memasukinya dan berjalan bersama dengan bergandengan
tangan dengan paus. Di sisi lain Karel Agung merasakan bahwa dia adalah penguasa
(superior).

Ketika Leo III mencoba mengkritik Charlemagne, maka Leo III

dimasukkannya ke dalam penjara dan kemudian harus mengambil sumpah


pengampunan di gereja St.Petrus.
Ketiga, hubungan Gereja dan Negara. Hubungan gereja dengan negara pada
masa Charlemagne tidak begitu jelas, karena dia sendiri yang menjalin hubungan
dengan paus, bukan negara yang berhubungan dengan gereja. Oleh karenanya ada
beberapa pendapat yang mengatakan tentang hubungan gereja dan negara ini. Ada
yang mengatakan hubungan itu sebagai kesadaran teokrasi kaisar karena Karel Agung
merasakan bahwa Allah-lah yang memberikan dia tugas itu sama dengan Pepin yang
mengatakan bahwa kerajaan itu diperoleh hanya karena anugerah Allah (dei gratia).
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dalam kerajaan Frank, Karel Agung adalah
penguasa dalam kerajaan sementara paus hanya sebagai kepala uskup di dalam
kerajaan. Pendapat lain mengatakan bahwa gereja negara berada di bawah Karel
Agung. Namun pendapat ini kurang disetujui Aland dan mengatakan bahwa hubungan
gereja dan negara adalah begitu dekat. Para klerus memiliki kantor pelayanan dan
berada dalam struktur gereja, namun bisa saja mereka mengambil bagian dalam
pemerintahan.
Keempat, hidup internal Gereja. Perhatian Karel Agung tidak hanya terfokus
pada hal-hal luar tetapi juga memperhatikan kehidupan internal gereja dengan
melanjutkan pelayanan di Skot-Iris dan Anglo-Saxon agar tercipta keamanan di
daerah-daerah tersebut. Salah seorang dari Anglo-Saxon, Alcuin (730-804)
34

memainkan peranan yang penting bahkan dia sangat berpengaruh bagi perkembangan
teologi dan pendidikan di kekaisaran Frank, sama seperti Melanchthon di era
Reformasi. Dalam kehidupan internal gereja ini ada banyak perdebatan teologi yang
digumuli seperti perdebatan Adopsionis yang membicarakan adopsi anak Allah
(filius Dei adoptivus). Adopsionis ini telah dihukum gereja namun kekaisaran Frank
agak lebih condong kepada aliran ini. Perdebatan lain adalah masalah dan Anak
(filioque) dalam rumusan Roh Kudus berasal dari Bapa dan Anak (processio spritus
santi ex patre filioque). Dalam perdebatan ini peranserta teolog Frank sarat dengan
kepentingan politik dengan menerbitkan Buku Charlemagne (Libri Carolini).
Mereka mengatakan bahwa ikon seharusnya tidak dihancurkan, dan tidak harus
dimuliakan tetapi mereka harus dihormati. Masih banyak lagi yang diperdebatkan
dalam kehidupan internal gereja ini yang dicatat Aland seperti pengaruh ajaran
Pelagius yang begitu besar bagi kerajaan Frank tentang Predestinasi, perdebatan
ekaristi antara Paschasius Radbertus dan Ratramnus.
Dan kelima, kehancuran Carolingian. Ternyata tak selamanya kejayaan itu
bertahan selamanya. Itulah yang terjadi dalam kerajaan Carolingian ini. Akibat
perseteruan di kalangan saudara mengenai kekuasaan mengakibatkan kehancuran
kerajaan. Sejak Karel Agung merencanakan melanjutkan kekuasaannya kepada tiga
anaknya, itulah bukti betapa lemah posisi Karel Agung dalam kerajaannya. Semenjak
Karel Agung memberikan kekuasaannya kepada Louis Pious, Lothair, dan Norman,
mulailah terjadi peperangan di antara mereka yang bersaudara dan akhirnya kerajaan
itu dibagi di Treaty Verdun (843) menjadi tiga yakni: di sebelah Barat kerajaan
Charles (II) di Bald, di sebelah Timur kerajaan Louis (II) di Jerman dan Lotharing.
Dan perkembangan selanjutnya adalah kerajaan ini terbagi menjadi lima kekaisaran
yaitu: Franconia Timur, Franconia Barat, Italia, dan dua kaisar di Burgundia.
Pada akhir bahasan ini Aland memberikan komentarnya terhadap Kekristenan
Abad Pertengahan ini. Menurutnya German memainkan peran yang luar biasa di
dalam abad-abad yang akan datang. Walaupun kita tidak bisa berbicara lagi tentang
Abad Pertengahan German karena masa itu telah berlalu. Mereka masih ada tetapi
tidak mendominasi lagi pusat Eropa seperti abad yang mendahuluinya. Kekaisaran
Frank tidak ada lagi dan telah dibagi menjadi wilayah Romawi dan German dengan
kehidupan dan identitas masing-masing. Dengan demikian masa Germanik Abad
Pertengahan

harus

ditinggalkan

dan

memasuki

Kekristenan

Katolik Abad

Pertengahan.
35

II.

Kekristenan Katolik Abad Pertengahan62

Bagian kedua dari Kekristenan Abad Pertengahan ini dibahas Aland dengan
membahas enam sub-pokok pikiran yaitu: tuntutan Paus untuk Supremasi 63, Gereja
dan Negara hingga pemerintahan Otto64, perkembangan di bawah pengganti Otto I
hingga Henry III65, perjuangan di antara Kepausan dan Kuasa dibawah Heny IV dan
Henry V66, kejatuhan Kerajaan Jerman dan kebangkitan kepausan sebagai penguasa
dunia67, dan kehidupan dalam Gereja68.
1.

Tuntutan Paus untuk Supremasi69


Jalan paus menuju supermasi sangat sulit. Sejak masa Charlemagne perjuangan

ini selalu mengalami tantangan. Sejak permulaan memang kepausan berusaha keras
untuk mencapai tujuan ini, akhirnya dapat diperoleh pada masa Innocentius III. Pada
masa paus Nikolas I pun supermasi kepausan itu pada posisi lebih tinggi menjadi
kaisar. Namun gagal. Nikolas I membuat tuntutan agar gereja terbebas dari kekuasaan
temporal. Kekuasaan temporal tidak memiliki hak mengklaim kepemilikan gereja
tetapi harus melayani gereja. Namun tuntutan ini juga gagal ketika disampaikan
kepada gereja Yunani.
2.

Gereja dan Negara hingga Pemerintahan Otto yang Agung70


Pada masa pemerintahan Otto I ini perubahan mendasar pun terjadi. Dia berbeda

dengan ayahnya Henry I yang memerintah atas dasar wilayah kekuasaan dan dari
perspektif mereka sendiri. Bagi Otto sendiri, ia mencoba memulihkan pusat
kekuasaan yang mengakibatkan konflik di antara suku-suku. Tetapi karena dia
diwarisi teritorial yang kuat dari ayahnya akhirnya dia menang dalam konflik ini. Dia
juga memulihkan kesatuan kerajaan sehingga memampukan dia mengembangkan
62

Kurt Aland, A History , hlm.277-336


Ibid., hlm.277-279
64
Ibid., hlm.279-284
65
Ibid., hlm.284-293
66
Kurt Aland, A History , hlm.293-309
67
Ibid., hlm.309-330
68
Ibid., hlm.330-336
69
Ibid., hlm.277-279
70
Ibid., hlm.279-284
63

36

kerajaannya. Ketika Otto kembali ke gereja, gereja sangat menyambut kedatangannya.


Otto I mempersekutukan dirinya sendiri dengan gereja melalui uskup dan membuat
aliansi ini menjadi dasar atas dominasinya. Sehingga pada masa Otto I ini, para
pemimpim imam di gereja Jerman merasakan dirinya milik raja dan merasa pegawai
negara. Gereja menjadi digaji oleh negara dan bahkan menjadi lapangan politik
kekuasaan. Aliansi gereja dan negara ini sangat berbahaya sekali. Gereja berbeda dari
negara ketika dihubungkan dengan otonomi dan berbicara tentang kekuasaan,
siapakah yang memiliki supremasi kekuasaan, negarakah atau paus? Aliansi keduanya
ini berbeda dengan hakiki dasarnya dan bertolak belakang dengan tugas uskup dan
posisinya di dalam gereja dan begitu juga sebaliknya dengan kaisar.
3.

Perkembangan di bawah Pengganti Otto I hingga Henry III71


Aland begitu panjang membahas perkembangan setelah Otto I ini. Namun jika

kita melihat secara umum perkembangan Kekristenan setelah Otto I

tidak

berkembang pesat karena Otto II dan III memerintah dalam waktu yang relatif
singkat. Otto II memerintah pada usia 18 tahun dan meninggal pada usia 28 tahun.
Demikian juga Otto III yang memerintah pada usia 15 tahun dan meninggal pada usia
22 tahun. Pada masa Otto II terjadilah pemberontakan Slav yang banyak merusak
daerah kekuasaan Otto I dan juga termasuk Kekristenan di dalamnya. Demikian juga
ketika Otto III, situasi makin lebih terpuruk lagi. Uskup Jerman bergabung dengan
pemerintah sekuler melawan Otto III karena Otto III meninggalkan prinsip dasar
politik Otto I dengan menghapuskan sistim aliansi gereja dan negara.
Pada masa ini terjadilah pembaharuan biarawan dengan reorganisasi biarawan
yang bersih dari sekularisasi. Menurut Aland inilah langkah perkembangan ketiga
yakni gerakan pembaharuan yang ditujukan secara langsung kepada paus. Pusat
gerakan pembaharuan ini adalah di biara Cluny. Tuntutan biarawan Cluny ini adalah
pertama, gaya hidup yang sesuai dengan peraturan gereja, yakni hidup selibat bagi
para pastor, kemudian

kedua, menekankan kehidupan moralitas dan ketiga,

penghapusan simoni yaitu penjual belian pangkat-pangkat gereja.Tuntutan ini pada


masa Henry II tidak dapat diselesaikan, namun pada masa Henry III yang didorong
pengaruh hidup kekudusan mulai memberikan respon atas tuntutan para biarawan ini.
Ketika dalam perjalanan ke Roma, Henry III dia mengikuti sinode Pavia. Sinode ini
menghasilkan resolusi melawan praktik simoni dan mengecam orang-orang yang
melakukan praktik simoni ini. Kemudian pada sinode di Sutri tahun 1046 Henry III
71

Kurt Aland, A History , hlm.284-293

37

berusaha untuk mengatasi masalah kepausan dengan memecat 3 paus yakni paus
Silvester, paus Gregoruis VI dan paus Benediktus IX dan mengangkat uskup Bamberg
menjadi paus Klement II.
4.

Pertarungan Di antara Kepausan dan Kekaisaran di bawah Henry IV dan


Henry V72
Tentang hubungan kepausan dan kekaisaran menurut dua kardinal, Petrus

Damianus dan Humbert Silva Candida dalam tulisan dan khotbah mereka
menekankan bahwa kepausan dan kekaisaran di dasarkan pada Lukas 22:38 (Teori
dua pedang; [ sama dengan Luther]) yakni paus dan kaisar bagaikan dua kekuatan
yang berdiri berdampingan satu sama lainnya. Dalam bukunya, Libri tres adversus
Simoniacos (Tiga buku melawan praktik simoni), Humbert menekankan kebebasan
paus dari monarki dan dominasi gereja atas dunia. Pemikiran Humbert ini kemudian
menjadi dasar pemikiran Hildebrand dan dikembangkan bahkan ditekankan pada
masa Stefanus IX. Kemudian di bawah Nikolas II, kepausan mendapat posisi yang
lebih kuat. Dia beraliansi dengan Norman yang mengakibatkan posisinya secara
politik semakin kuat. Setelah kematian Nikolas II, posisi Hildebrand semakin hebat
dan bahkan setelah kematian Aleksander II, Hildebrand menjadi paus dan menobatkan
diri menjadi Paus Gregorius VII (1073-1085).
Sejak permulaan Gregorius VII dan Henry IV telah bermusuhan, kendati pun
mereka selalu berusaha untuk hidup berdampingan dengan damai. Permusuhan ini
bukan dimulai oleh Gregorius VII melainkan oleh Henry IV. Pertikaian ini bermula
dari tindakan Gregorius VII yang berkeinginan mereformasi gereja German dan
perlawanannya terhadap uskup German. Henry IV tidak dapat mengantisipasi
persoalan ini di mana gereja atas high church (Hochkirche) tidak berkembang di
German sebagaimana di tempat lain.
Henry mengirimkan surat kepada Gregorius karena rekonsiliasi tidak mungkin
terjadi lagi. Henry memproklamasikan dirinya sangat dekat dengan Allah: dia
ditempatkan oleh gratia Dei (oleh anugerah Allah), independen (merdeka) dari
paus. Henry memakai kekuasaannya melawan paus. Pada tanggal 25 Januari 1077, ia
membuat demonstrasi yang memaksa paus untuk bernegosiasi, sebab paus bukan
pemain politik dan bukan politikus melainkan seorang rahib.
72

Ibid., hlm.293-309

38

Perselisihan ini diselesaikan di Cannosa. Paus menjatuhkan larangan kepada


Henry. Henry merendahkan diri dan berjanji akan memerintah atas dasar perintah dari
paus. Namun pada tahun 1083, Henry dengan menggunakan para tentaranya selama
tiga kali menguasai kembali kota Roma. Henry menyatukan keduanya yakni kepausan
dan kekaisaran di Roma. Mereka mendeklarasikan anti paus. Paus Gregorius tidak
menyetujui hal ini. Sehingga pada tahun 1084, pada sinode Roma, paus Gregorius VII
dipecat dan digantikan oleh paus Klemens III yang akhirnya paus inilah yang
menobatkan Henry IV sebagai kaisar di Castel SantAngelo. Gregorius akhirnya
dibuang dan meninggal pada tanggal 25 Mei 1085.
Keadaan ini terus berlanjut hingga kaisar Henry V (1106-1025) yang dikenal
dengan pertarungan investitur yakni pertarungan di antara kerajaan dan kepausan. Dan
pertarungan ini akhirnya diselesaikan pada Konkordat Worms tanggal 23 September
1122 yang memutuskan bahwa uskup-uskup harus dipilih oleh klerus dan disahkan
oleh paus, tetapi di samping itu kaisar berhak memberi pangkat raja. Dan raja masih
memiliki pengaruh langsung dalam pemilihan.
5.

Kejatuhan Kerajaan Jerman dan Kebangkitan Kepausan sebagai Penguasa


Dunia73
Pada masa Henry V kekaisaran Frankonian berakhir. Pengganti Henry adalah

Lothair dari Supplinburgh (1125-1137). Lothair menang atas calon Henry,


Hohenstaufens. Namun setelah kematian Lothair, Hohenstaufens menjadi penguasa
bersama dengan Conrad III (1138-1152). Lothair dipengaruhi kesalehan baru yang
diimplementasikan dalam hidup pribadi dan kegiatan Bernard Clairvaux (1091-1153).
Conrad III digantikan oleh Frederick I Barbarossa (1152-1190) yang menolak
keputusan Worms dan berusaha membangun kekuasaan di Italia. Perintah-perintah
paus tidak diterimanya. Setelah kematian paus Hadrian, mayoritas memilih Alexander
III (1159-1181) sebagai penggantinya. Namun Frederick tetap memimpin baik gereja
maupun negara. Setelah kematian Alexander III, kekuasaan Frederick semakin kuat
dan memperluas kekuasaannya sampai ke Napels dan Sisilia. Di bawah kekuasaan
anaknya, Henry VI, kuasa kaisar bertambah besar lagi. Namun setelah Henry VI
meninggal, maka kekuasaan kekaisaran mulai pudar dan hancur.
Setelah kematian Henry VI, maka kembalilah kepausan memegang kekuasaan.
Paus Innocentius III (1198-1216), seorang kardinal yang paling muda yang berusia 37
73

Kurt Aland, A History , hlm.309-330

39

tahun, meluaskan kekuasaan paus di Italia, Roma dan kemudian ke Sisilia.


Innocentius juga menaklukkan Francis, Raja Philip II dan Raja John di Inggris.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sejak masa Innocentius III, paus diakui
selaku satu-satunya penguasa dalam gereja. Dialah pengurus dan hakim yang tinggi
dan segala undang-undang ditetapkan atau ditiadakan olehnya. Ia berhak mengutuki
orang dengan pengucilan (ekskomunikasi) dan menghukum dengan interdik, yaitu
pelarangan pelaksanaan sakramen di satu daerah.
6.

Kehidupan batiniah Gereja74


Menurut Aland, Katolik Abad Pertengahan berurusan dengan hal-hal yang

secara esensial berkaitan dengan kejadian-kejadian dan pertimbangan-pertimbangan


sejarah politik. Bahkan Aland yakin bahwa hal inilah yang menjadi bukti yang jelas
bahwa penampilan pengaruh Kekristenan selama Abad Pertengahan ini tidak sematamata buruk walaupun berlangsung hubungan yang dekat di antara kejadian politik dan
gerejawi.
Pertanyaan struktur gerejawi juga didiskusikan dalam hubungannya dengan
perkembangan pengalaman struktur episkopal selama abad keempat. Menurut Aland,
ada beberapa alasan mengapakah begitu penting masalah kesalehan selama Abad
Pertengahan Katolik: pertama, karena berkaitan langsung dengan arena politik.
Misalnya biara Cluny di Burgundia yang menjalankan Reformasi Cluny. Para
biarawan membaharui dari dalam dengan tindakan nyata mereka di dalam gereja
melalui hidup saleh. Kedua, gerakan perubahan besar pada Abad Pertengahan Katolik
yang dapat kita lihat pada masa Karel Agung yang menekankan kesamaan hak dengan
negara. Ketiga, kebangkitan golongan asketik seperti gerakan Kathari (Yunani,
Katharos artinya suci). Dan terakhir adalah gerakan yang diikuti oleh pegawai
rumah sakit dan tentara. Gerakan ini dihubungkan dengan perang salib.
Aland juga membahas perang salib sebagai bagian dari kehidupan batiniah
gereja. Pihak kepausan berkeinginan membebaskan tempat-tempat suci Kristen di
Palestina dari penguasa dan pendudukan laskar Islam dan kemudian menetapkan dan
mempertahankan ketentuan-ketentuan Kristen di tempat itu. Perang salib ini sendiri
terjadi tujuh kali (Perang salib pertama, 1096-1099; kedua, 1147-1149; ketiga, 11891192; keempat, 1202-1204; kelima, 1228-1229; keenam, 1248-1254; ketujuh, 1270).

74

Kurt Aland, A History , hlm.330-336

40

Menurut Aland, kendatipun perang salib mengakibatkan citra negatif bagi


Kekristenan, namun masih ada hal-hal positif yang diambil dari perang salib itu yaitu:
pertama, bangkitnya semangat penginjilan.
Kedua, mereka menemukan kembali filsafat dan kesusateraan klasik klasik yang
sudah sempat diambil oleh Islam yang digali ulang kembali yang disebut dengan
Renaisance.
Ketiga, munculnya skolastisisme. Para tokoh yang terkenal dari skolastik ini
adalah: Anselmus (1033-1109), Abelardus (1079-1142), Thomas Aquinas dan Scot
Johannes Duns Scotus. Pemikiran Thomas Aquinas ini sangat populer di kalangan
Katolik. Menurut Thomas, dunia ini dan kehidupan manusia terbagi atas dua tingkat.
Tingkat yang di bawah dibentuk oleh hidup kodrati (hidup alamiah) yang dapat
dipahami dengan akal budi. Pengetahuan ini pun memberi pengenalan kodrati akan
Allah. Hidup biasa ini menuju kepada persekutuan dengan Allah, sehingga belum
sempurna selama persekutuan itu belum diwujudkan. Sebab itu hidup kodrati perlu
ditambah dan digenapi oleh suatu tingkat atas, yaitu hidup rahmat yang datang dari
Tuhan. Hidup rahmat, yang mengatasi tabiat kodrati dunia ini, mencukupi segala
kekurangan hidup kodrati, dengan menyempurnakannya. Semboyan Thomas
bunyinya: Tabiat kodrati bukan ditiadakan, melainkan disempurnakan oleh rahmat.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dengan gerakan pembaharuan batin
gereja ini membuktikan bahwa tidak selamanya gereja pada Abad Pertengahan
dipandang negatif, karena masih ada hal-hal positif yang dapat dilihat dari
perkembangan para pemikir skolastisisme ini.
III. Akhir Masa Katolik Abad Pertengahan dan Perkembangan hingga ke
Ambang Pintu Reformasi75
Untuk membahas akhir masa Katolik Abad Pertengahan ini, Aland melihat dari
beberapa aspek yaitu: kemunduran kepausan hingga perpecahan besar dan Konsili
Pisa, kebangkitan kesadaran Nasional dan akibatnya dalam suasana hidup Gereja,
maknanya bagi Reformasi, kritik dalam Gereja, Konsili Pembaruan, Kepausan pada
Akhir Masa Abad Pertengahan, kesalehan dan iman masyarakat pada Ambang Pintu
Reformasi.

75

Kurt Aland, A History , hlm.337-413

41

1.

Kemunduran Kepausan hingga Perpecahan Besar dan Konsili Pisa76


Menurut Aland, kemunduran kepausan ini terjadi pada masa Bonifatius VIII

(1294-1303) yang memerintah hanya tujuh puluh delapan tahun setelah Innocentius
III. Bonifatius VIII mengeluarkan bulla Unam sanctam ecclesiam (Satu Gereja
Kudus) 18 November 1302. Bulla ini menekankan kuasa kepausan bahwa satu dan
hanya gereja, hanya satu tubuh dan kepala Kristus dan wakil Kristus, Petrus dan
penerus Petrus. Bulla ini berbicara tentang dua pedang yang dikutip dari Injil (Lukas
22:38) bahwa di dalam gereja dan kuasanya ada dua pedang yakni pedang rohani dan
pedang temporal (duniawi). Paus mencoba menguasai kaisar-kaisar yang ada di Italia,
German, Hongaria dan Polandia, dan di Perancis. Namun di Prancis kekuasaan paus
ini mengalami perlawanan dari raja Philip IV. Pertentangan ini terjadi tatkala paus
Bonifatius melarang raja Philip memungut pajak untuk negara dari klerus dan biarabiara serta segala milik Gereja yang lain. Larangan ini tidak diperdulikan oleh Philip.
Maka paus mengutus uskup Pamiers, Bernhard de Saisset kepada Philip untuk
menerangkan bahwa raja harus mematuhi perintah paus sebab paus telah menguasai
seluruh kaisar-kaisar. Namun Philip tetap menolak segala perintah paus dan
berkeinginan untuk memisahkan diri dari kekuasaan paus. Akhirnya paus hendak
menjatuhkan hukuman kepada Philip, namun dengan tiba-tiba paus sendiri disergap
dan ditawan oleh suatu pasukan Perancis atas perintah raja Philip. Dan beberapa hari
kemudian paus dibebaskan lagi, tetapi karena akibat segala pengalamannya yang berat
ini, tak lama kemudian Bonifatius mangkat tanggal 11 Oktober 1303.
Kemuduran kepausan ini berlanjut kepada pengganti Bonifatius yakni
Benediktus XI (1303-1304) dan bahkan hingga pada masa Clemens V (1305-1314).
Raja Philip telah menguasai para paus dan memindahkan istananya ke kota Perancis
Avignon pada tahun 1309 hingga tahun 1377. Paus/gereja dipimpin oleh Perancis
hingga hampir memasuki abad keempat belas. Masa inilah yang disebut dengan masa
Pembuangan ke Babel.
Raja Philip melihat bahwa ordo yang kaya dari tuan-tuan Templar merupakan
kelompok yang sangat membahayakan dirinya, maka raja memerintahkan paus
Clemens V untuk membubarkan ordo ini.
Tidak lama setelah masa pembuangan ini, pada tahun 1377 tahkta paus
dipulangkan ke kota Roma. Namun pada masa ini terjadilah skisma besar di Barat.
Kardinal di Perancis memilih Clement VII yang berkedudukan di Avignon dan
76

, Ibid., hlm.337-352

42

kardinal Italia memilih Gregorius XI di Roma. Skisma di antara kedua kepausan ini
dimulai tahun 1378 hingga 1415. Kedua paus itu saling mengutuki, sehingga segenap
umat Kristen pada masa itu kena kutuk. Sebab itu banyak orang percaya kehilangan
ketenangan hatinya. Akibat dari skisma ini adalah orang mulai tidak percaya kepada
paus dan memikirkan kemungkinan gereja-gereja kebangsaan.
2.

Kebangkitan Kesadaran Nasional dan Akibatnya dalam suasana hidup


Gereja77
Kebangkitan kesadaran nasional yang diungkapkan oleh Aland di sini

merupakan akibat dari kemunduran kepausan itu sendiri. Skisma yang terjadi pun
semakin membangun jiwa nasionalisme. Dan hal ini sangat berpengaruh dalam
kehidupan gereja. Misalnya di Jerman, Perancis, Inggris: John Wycliffe, Bohemia:
John Huss, dan Italia: Renaisanse dan Humanisme.
Di Jerman, kritik terhadap kepausan sangat tajam sekali. Kekuatan intelektual
juga mengambil bagian dalam gerakan ini. Dalam sebuah tulisan Walther von der
Vogelweide atau Dante terlihat jelas kekuatan yang melawan gereja dan mendukung
kekuatan temporal (duniawi).
Tidak berbeda di Perancis, kesadaran gereja nasional sangat dominan. Mereka
menghendaki memisahkan diri dari kuasa paus di Avignon. Sehingga pada tahun 1408
akhirnya mereka memisahkan diri dari paus di Avignon dan memproklamasikan
dirinya dengan nama Gereja Nasional Perancis.
Di Inggris, tokoh yang terkenal dalam kebangkitan ini adalah John Wycliffe
yang lahir sekitar tahun 1320 dari kaum bangsawan Anglo-Saxon. Wycliffe
membangun kesadaran nasionalisme yang menekankan bahwa gereja seharusnya
tidak mengambil bagian dalam politik. Bahkan menurut Wycliffe, segala miliki gereja
di Inggris harus dianggap kepunyaan negara. Kegiatannya dilakukan melalui khotbah,
pengajaran, mengajar dan tulisan. Pemahamannya yang dalam tentang Alkitab
menjadikan dia mampu menyerang gereja Roma. Bahkan dia mengatakan bahwa
paus adalah anti-Kristus.
Di Bohemia: tokoh yang terkenal adalah John Huss yang lahir pada tahun
1369/1370 di Husinec. Dia merupakan penerus Conrad Waldhausen, Jan Milic dan
John Wycliffe. Huss tidak mengadopsi seluruh ajaran-ajaran para pendahulunya,
walaupun pemikiran Wycliffe sangat mempengaruhi perjuangannya. Huss juga
77

Kurt Aland, A History , hlm.352-376

43

memproklamasikan ide nasionalisme Wycliffe. Tetapi ide nasionalisme Wycliffe yang


diterapkan di Inggris tidak bisa diterapkan Huss di Bohemia. Huss mengalami banyak
tantangan dalam perjuangannya. Raja Sigmund ingin menyelesaikan perkara ini
dengan cepat dan mengajak Huss untuk berunding di Constanz dan berjanji
melindungi Huss. Tetapi Huss ditangkap atas perintah gereja dan dipenjarakan serta
disiksa dengan kejam. Dan akhirnya dia dihukum mati dan dibakar hidup-hidup di
Constanz pada tanggal 6 Juli 1415, karena dia tidak mau menarik ajarannya. Akibat
kematian Huss ini, maka terjadilah perang Hussit melawan raja dan gereja. Akhirnya,
Paus terpaksa mengakui sebuah gereja Hussit di samping gereja Roma.
Terakhir di Italia. Di daerah ini kesadaran nasional membangkitkan Renaissance
(kelahiran kembali) dan humanisme (kemanusiaan). Di Italia sudah timbul
condottiere, yakni pemimpin prajurit upahan, yang mengambil bagian di dalam
perjuangan pribadi-pribadi. Salah seorang yang terkenal dari gerakan ini adalah Cola
di Rienzi. Pada tahun 1347, dia telah memperluas kekuasaannya hingga ke Roma dan
lebih jauh perjuangannya adalah dengan mendirikan Kerajaan Kristus di seluruh dunia
ini.
3.

Maknanya bagi Reformasi78


Apakah arti dan makna gerakan Wycliffe dan Huss, humanisme dan Renaissance

bagi Reformasi? Menurut Aland, gerakan-gerakan pembaharuan dalam gereja ini


akhirnya menjadi cikal-bakal gerakan Reformasi di kemudian hari. Timbulnya
gerakan Reformasi Luther adalah akibat dari gerakan yang dilakukan oleh Wycliffe
dan Huss, walaupun mereka hanya dibedakan dari kesuksesannya.
Gerakan humanisme ini juga mempengaruhi pemikiran Melanchthon, Zwingli
dan Erasmus. Gerakan ini kemudian dipopulerkan oleh tiga tokoh yang terkenal
yakni: Lorenzo Valla (Italia), Reuchlin (German), dan Erasmus.
Humanisme sangat mempengaruhi ilmu dan kesusasteraan di tanah Jerman,
tetapi renaissance tidak terdapat di sana. Sebab itu kaum humanis di Jerman tidak
menolak Gereja sebagai perbendaharaan kebudayaan, tetapi berusaha melayani Gereja
dengan pendapat-pendapatnya yang baru itu. Sementara itu, Reuhclin, membuka jalan
bagi pelajaran baru bahasa Yunani dan Ibrani. Dengan demikian disediakannya alatalat untuk membaca Alkitab nas asli. Dalam bukunya yang berjudul De rudimentis

78

Kurt Aland, A History , hlm.376-388

44

hebraicis (Permulaan Ibrani) tahun 1506 mengajarkan bagaimana penggunaan


leksikon dan grammar bagi bahasa Ibrani.
Humanis yang paling terkenal lainnya adalah Desiderius Erasmus. Humanisme
Erasmus adalah campuran pandangan-pandangan Yunani-Romawi dengan ajaran Injil.
Ia boleh disebut bapa aliran kekristenan yang serba bebas (liberal). Artinya, pada
pendapat Erasmus, Injil adalah suatu ajaran yang indah tentang kebajikan manusia.
4.

Kritik Dalam Gereja79


Gerakan-gerakan pembaharuan yang telah dikerjakan oleh Wycliffe dan Huss

merupakan kritik dari dalam Gereja yang mencoba membaharui gereja itu sendiri dari
dalam. Gerakan dari dalam gereja ini akhirnya membangkitkan kesadaran nasional
dan humanisme dan Renaissance. Kemerosotan gereja pada Abad Pertengahan adalah
akibat supermasi paus yang begitu kuat atas gereja dan negara. Kehidupan asketik dan
kesalehan pada masa itu membantu paus untuk memenangkan kekuasaannya atas
kekaisaran.
Gerakan yang berikut yang mengkritik gereja dari dalam adalah gerakan Kathar
dan Waldensian. Kemudian gerakan Mistisisme juga memprotes perkembangan gereja
dengan serangan Mistisisme Kristus dan Mistisisme Allah yang antara lain Johan
Tauler, Meister Eckhart, Henry Suso dan Jan van Ruysbroeck.
Kemudian gerakan pembaharuan gereja ini semakin jelas dan memuncak pada
masa Luther. Luther banyak mengkritik gereja dari dalam demi pembaharuan. Luther
dua kali mempbulikasikan German Theology (Theologia deutsch).
5.

Konsili-Konsili Pembaruan80
Konsili-konsili Pembaruan ini lahir dari keinginan gereja untuk kemurnian

gereja itu sendiri dari setan-setan. Namun dalam kegiatannya konsili ini lebih
bergerak untuk menghancurkan posisi kepausan. Sehingga timbullah skisma besar di
dalam gereja. Konsili Pembaruan menentang klaim paus atas kekuasaannya dalam
gereja dan kaisar.
Aland mengulas sejarah Konsili Pembaruan ini yang dimulai dari Konsili Pisa
1409, kemudian Konsili Konstance hingga Konsili di Basel secara mendetail.

79

Kurt Aland, A History , hlm.388-393


,Ibid.hlm.393-405

80

45

6.

Kepausan pada Akhir Masa Abad Pertengahan81


Masa kepausan akhirnya berakhir pada masa Pius II (1458-1464). Masa gelap

terlihat pada masa pengganti paus Pius II, paus Paulus II (1464-1471). Namun
berbeda dengan masa paus Julius II dan Leo X. Mereka berdua merupakan gembala
domba Kristus. Julius II adalah cermin, sedangkan Leo X adalah seorang yang
humanis. Dengan berakhirnya kepausan ini, maka mulailah timbul masa baru yaitu
masa Reformasi.
7.

Kesalehan dan Iman Masyarakat pada Ambang Pintu Reformasi82


Menurut Aland, sebagai kesimpulan tentang kesalehan pada Abad Pertengahan

dan kemudian Reformasi, kita sangat berbeda dengan orang tua dan nenek kita.
Tanpa adanya gambaran situasi keagamaan dan moral Protestan tak akan muncul
gerakan Reformasi itu sendiri. Karena gerakan Reformasi mengajarkan pembenaran
orang berdosa (Rom.1:17).

4. TANGGAPAN HISTORIS
a.

Tanggapan Umum
Karena merupakan kumpulan dari bahan-bahan kuliah yang disadur dan

dibukukan, maka buku Kurt Aland ini merupakan karya ilmiah populer, artinya secara
isi tidak sulit untuk dimengerti. Namun memang harus diakui bahwa secara bahasa
buku, buku ini agak sulit dimengerti. Hal ini diakibatkan buku aslinya adalah dalam
bahasa Jerman dan diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris sehingga gaya tata bahasa
Jermannya lebih menonjol.
b.

Tanggapan Isi buku


Dalam bagian pertama tentang Permulaan Kekristenan Aland membahasnya

dari lima segi yaitu: yakni: argumen dengan penyembah berhala, sejarah eksternal
Kekristenan mula-mula, sejarah internal Kekristenan mula-mula, sejarah di antara
81
82

Ibid., hlm.405-406
Ibid., hlm.406-413

46

umat, masa Konstantin dan akhir sejarah Kekristenan mula-mula. Kelima segi ini
sangat memudahkan kita untuk mengerti bagaimanakah sebenarnya kehidupan dan
perkembangan Kekristenan itu pada Abad Mula-mula.
Pembahasan ini hampir bersamaan dengan pemaparan oleh para ahli sejarah
gereja lain seperti: I.H.Enklaar83, H.Berkhof & I.H.Enklaar84, Eddy Kristiyanto 85,
Th.van den End86. Namun pendekatan yang dilakukan mereka tentunya berbeda-beda.
Namun harus diakui bahwa pendekatan Aland ini agak lebih jelimet dan mendetail
dibandingkan dengan bahasan ahli-ahli lain tadi. Pembahasan Aland terhadap satusatu topik begitu dalam sekali sehingga kita mendapatkan informasi yang lebih
banyak.
Dalam pemaparannya ini, Aland menjelaskan bagaimana Kekristenan itu
berhadapan dengan dunia penyembah berhala. Apakah Kekristenan itu menolak atau
menerima penyembah berhala ini? Memang harus kita sadari bahwa Kekristenan itu
hadir dan berada di tengah-tengah dunia maupun masyarakat dengan segala aspek
yang beraneka ragam termasuk di dalamnya paganisme. Paganisme ini sendiri tidak
harus dibuang begitu saja. Karena memang banyak hal yang diserap oleh Kekristenan
dari paganisme itu sendiri. Dengan kata lain, ada yang terus berlangsung (kontinuitas)
dan ada yang tidak berlangsung lagi (diskontinuitas) dari paganisme itu. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa Kekristenan tidak muncul dari dunia yang kosong.
Kekristenan itu menyerap sesuatu dan menggunakan tradisi-tradisi yang ada seperti:
tradisi Yahudi, budaya Hellenisme dan filsafat-filsafat Yunani.
Hal-hal yang masih terus berlangsung itu sendiri telah mengalami pemaknaan
baru secara kristiani. Misalnya: (a) Perayaan Natal. Perayaan ini pada dasarnya
merupakan perayaan bagi dewa Matahari dalam dunia paganisme. Namun perayaan
ini dimaknai oleh Kekristenan sebagai hari kelahiran Yesus Kristus. (b) Pemakaian
jubah (toga) imam (pendeta). Jubah ini pada dasarnya merupakan jubah para pemuja
dewa-dewa untuk memimpin umat menyembah para dewa-dewa. Namun sekarang
jubah ini masih terus dipakai oleh para pendeta sebagai jubah keimaman setelah diberi
pemaknaan yang baru secara Kekristenan. (c) Pemakaian istilah-istilah yang sudah
dikenal pada zaman paganisme seperti: Deus, Theos, Kristos, Kurios, dan Logos.
Perkataan ini dipakai oleh Kekristenan setelah dimaknai ulang secara Kekristenan.
83

I.H.Enklaar, Sedjarah Gereja Ringkas, Djakarta: BPK GM, 1966, hlm.1-11


H.Berkhof & I.H.Enklaar, Sejarah Gereja, Jakarta: BPK GM, 1992, hlm.1-9
85
Eddy Kristiyanto, Visi Historis Komprehensif, Yogyakarta: Kanisius, 2003, hlm.32-36
86
Th.van den End, Harta Dalam Bejana: Sejarah Ringkas Gereja, Jakarta: BPK GM, 2004, hlm.3-11
84

47

Dapatlah dikatakan bahwa proses perjumpaan pagan dengan Kekristenan berlangsung


sepanjang abad, sehingga tidak mudah menolak praktik-praktik paganisme itu sendiri.
Dari paparan Aland dalam bukunya ini, dapat dikatakan bahwa Kekristenan
bukanlah agama individual tetapi juga merupakan agama komunitas. Sehingga
penyebaran Kekristenan mula-mula sangat didukung oleh faktor-faktor eksternal
seperti: (1) Penindasan yang terjadi bukan merupakan sebuah penindasan yang
sistematik, artinya penindasan itu tidak mencakup seluruh Roma, (2) cukup banyak
pejabat-pejabat yang sudah Kristen, dan (3) karena adanya peranan tulisan-tulisan
yang mengenai ajaran Kekristenan itu sendiri.
Berbicara mengenai struktur gereja mula-mula, harus diakui bahwa tidak ada
struktur gereja yang alkitabiah. Struktur gereja itu biasanya selalu mengikuti struktur
masyarakat di mana mereka hidup dan tinggal. Struktur Gereja sepanjang sejarah
gereja selalu beradapatasi dengan struktur budaya dan masyarakat di mana gereja itu
berada dan hadir.
Menurut Aland, perkembangan Kekristenan itu juga dipengaruhi faktor internal.
Faktor ini sangat mendukung perkembangan Kekristenan itu sendiri, misalnya: (1)
secara politik, pada tahun 70 orang-orang Kristen diusir dari Palestina. Sehingga
orang Kristen menyebar ke luar Palestina. (2) Pemerintahan sudah ditata dengan baik.
Ketika terjadi mutasi di kalangan pejabat, maka pejabat yang Kristen menyebarkan
Kekristenan itu di daerah kekuasaannya. (3) Secara transportasi: transportasi jalan
raya, laut sudah sangat baik sehingga penyebaran Kekristenan itu semakin cepat
bahkan hingga ke negara lain.
Dengan singkat dapat dikatakan bahwa dalam penyebaran Kekristenan ini,
Tuhan memakai perangkat-perangkat yang ada, baik itu politik, ekonomi, sehingga
Kekristenan itu menyebar ke mana-mana.
Perlu juga dicatat bahwa pengaruh Monastisisme sangat kuat dalam
perkembangan Kekristenan itu. Kelompok ini dicirikan dengan: (1) hidup asketisme.
(2) selibat, (3) kontak dengan masyarakat artinya mereka keluar dari biara pergi
melayani masyarakat. Secara umum kehidupan gereja bisa bertahan dan berkembang
karena Monastisisme. Namun dalam perjalanan sejarah gereja, Gereja Protestan agak
jarang mendirikan biara-biara dibandingkan dengan gereja Katolik. Gereja Katolik
masih memelihara kehidupan biara ini hingga saat ini. Monastisisme ini sangat kuat
perananannya melawan Abad Kegelapan (dark ages) ketika itu. Abad Kegelapan itu
sendiri dicirikan dengan: (1) banyaknya pertikaian yang menyangkut ajaran-ajaran
48

gereja yang mengakibatkan skisma besar, (2) merosotnya pola hidup Kekrisenan,
karena gereja menjadi agama negara sehingga gereja tidak merasa ada lagi tantangan.
Akibatnya kualitas Kekristenan merosot sekali karena Kekristenan itu sudah
merupakan Kekristenan yang otomatis, (3) Gereja berangkulan dengan penguasa.
Dalam situasi yang demikian justru Monastisisme menjadi nyala lilin untuk
memperbaiki kualitas Kekristenan itu.
Pertikaian yang sangat mendasar dalam paparan Aland ini adalah pertikaian
antara Pelagius dan Augustinus. Perseteruan ini adalah karena perbedaan pemahaman
tentang keselamatan. Bagi Pelagius, yang menyelamatkan manusia adalah perbuatan
baiknya. Manusia memiliki kehendak bebas yaitu hak untuk menerima atau menolak
keselamatan ini. Sementara Augustinus berpendapat lain, manusia diselamatkan
bukan karena perbuatan baiknya karena manusia itu berdosa. Oleh karena itu manusia
diselamatkan hanya anugerah Allah semata. Manusia tidak punya hak untuk menolak
keselamatan itu.
Pertikaian ini akhirnya ditengahi dengan ajaran Semi Pelagian (Sinergisme)
yang mencari suatu jalan kompromi supaya moralisme Kristen dapat dipertahankan.
Kata mereka: Oleh jatuhnya Adam kehendak manusia hanya dilemahkan saja,
sehingga manusia dapat berbuat baik lagi. Ia tidak mati (Augustinus), dan tidak pula
sehat (Pelagius), melainkan sakit. Oleh karena itu kekuatan manusia sendiri tidak
cukup untuk mencapai keselamatan itu. Ia memerlukan bantuan rahmat Tuhan.
Rahmat itu ialah suatu khasiat secara batin diberikan oleh Tuhan kepada tiap-tiap
oknum. Kehendak manusia yang bebas harus menerima pertolongan ini, supaya
dengan demikian manusia dan Allah boleh

bekerja bersama-sama sampai

keselamatan itu diperoleh.87


Dalam bagian kedua bukunya ini, Aland membahas Kekristenan Abad
Pertengahan. Dalam bagian kedua ini, Aland membahas berdasarkan pembagian
waktu atau juga wilayah misalnya Kekristenan Jerman Abad Petengahan, Kekristenan
Katolik Abad Pertengahan, kemudian kesimpulan masa Abad Pertengahan Katolik
dan Perkembangan hingga ke Ambang Pintu Reformasi.
Berkhof dan Enklaar juga menjelaskan bahwa Kekristenan di Jerman ini banyak
diakibatkan oleh perpindahan bangsa-bangsa. Perpindahan bangsa-bangsa ini
akibatnya besar juga bagi Gereja Katolik, karena sebagian besar dari suku German
masuk Gereja Arian. Sebab pada abad ke-IV orang Got Barat dimasehikan oleh
87

H.Berkhof & I.H.Enklaar, Sejarah , hlm.69

49

seorang uskup Arian, Wulfila namanya. Beberapa bagian dari terjemahan Alkitab ke
dalam bahasa Got yang disediakan oleh Wulfila itu hingga kini masih tersimpan.
Kemudian suku-suku German yang lain-lain pun menganut ajaran Arian.88
Sejajar dengan pendapat di atas, Dietrich Kuhl89 mengatakan bahwa pada abad
IV sampai abad VII bangsa-bangsa dan suku-suku Eropa masih banyak yang
berpindah-pindah. Menurutnya, dengan melihat kenyataan sejarah penginjilan di
Eropa pada abad-abad Pertengahan dengan coraknya pertobatan multi-individual
(multi-individual conversion), maka arti dan pola pemuridan di tengah-tengah
perpindahan umat (people movement) perlu dipikirkan, supaya pengkristenan tidak
hanya menghasilkan anggota gereja yang secara lahiriah menjadi Kristen, namun
tidak ber-Kristus dan dalam pola berpikir mereka tetap kafir.
Mengapa Kekristenan Arian lebih diminati di daerah Jerman? Karena cara
memahami Allah yang Mahatinggi itu sulit dipahami sehingga mereka memilih
memahami Allah dari segi kemanusiaanNya. Yesus dipahami pada awalnya di Eropa
hanyalah sebagai raja yang memerintah. Sehingga bagi mereka berperang bukan
bertentangan dengan Kekristenan karena Yesus adalah pemenang dan panglima.
Jika diperhatikan penyebaran Kekristenan di Jerman ini, timbul pertanyaan,
apakah penyebaran Kekristenan di Jerman ini alkitabiah? Memang harus diakui
bahwa pengkristenan di Jerman ini pasti jauh dari pengkristenan pada jemaat mulamula yang penuh dengan kedamaian. Kekristenan di Jerman sendiri nampaknya
ditandai dengan kekerasan melalui perang di antara raja-raja German. Kekerasan ini
seolah-olah tidak alkitabiah, namun harus kita sadari bahwa metode penyebaran
Kekristenan pasti mengalami perbedaan sesuai dengan situasi dan kondisi yang
dihadapi oleh Kekristenan itu sendiri.
Kekistenan di Jerman ini jika dibandingkan dengan Kekristenan di Indonesia
jauh berbeda. Di Jerman sendiri, Kekristenan dapat diterima oleh hampir seluruh
daerah Eropa. Sementara di Indonesia Kekristenan itu mengalami banyak tantangan
dan kesulitan. Hanya sedikit yang bisa dikristenkan. Padahal para penginjil dari
Jerman banyak melayani di Indonesia.90 Mengapa hal ini bisa terjadi? Alasannya: (a)
karena di Nusantara sudah ada banyak agama-agama besar yang relatif kuat yaitu

88

H.Berkhof & I.H.Enklaar, Sejarah ., hlm. 73; bnd. Eddy Kristiyanto, Visi Historis , hlm.57
Dietrich Kull, Sejarah Gereja: Gereja Katolik Roma, Batu Malang: Departemen Literatur YPPII,
1997, jilid 2, hlm, 1-3
90
Th. van den End, & J.Weijens, Ragi Carita 2, Jakarta: BPK GM, 1993, hlm. 35-42
89

50

Islam, Hindu dan Budha.91 Masyarakat sudah merasa puas dengan agama mereka
anut, (b) karena orang Kristen yang datang dari Eropa mencampuradukkan ajaran
agama dengan perangai, perilaku gaya hidup ala Barat yang tidak dikenal di
Indonesia. (c) praktek paganisme di German mereka terima di dalam Kekristenan,
sementara praktek paganisme di Indonesia mereka tolak. Inilah beberapa hal yang
menyebabkan Kekristenan di Indonesia begitu lamban dan tidak berkembang.
Berbicara mengenai supremasi paus, ini adalah perkara yang sangat
diperdebatkan dalam sejarah Kekristenan di Eropa. Apa yang melatarbelakangi
timbulnya sistem paus ini? Gereja Roma menganggap dirinya didirikan oleh Petrus,
dan karena kedudukannya di ibu kota dan sebagai gereja yang terkaya dan terbesar; di
kala Arius mengancam daerah Jerman, mereka masih mempertahankan imannya yang
benar, maka kedudukan dan nama dari keuskupan Roma lambat laun melebihi daerahdaerah lain. Uskup Roma mulai berkuasa atas segala uskup yang lain serta dengan
daerahnya, teristimewa di Barat. Bahkan paus sendiri menganggap dirinya sebagai
yang dipanggil Tuhan untuk menjadi kepala Gereja selaku pengganti Petrus(Matius
16:17-18), bahkan sebagai wali Kristus di bumi ini.92
Jika kita bandingkan di Indonesia, hal yang sama juga pernah terjadi di mana
Gereja di jemaat Batavia merasa diri lebih tinggi dari pada jemaat-jemaat yang lain
karena mereka berada di pusat ibu kota.
Dalam paparannya, Aland menjelaskan bahwa paus sering sekali bergandengan
dengan para penguasa. Gereja yang selalu bergandengan dengan penguasa akan
menyebabkan banyak konflik. Biasanya memang praktik seperti ini masih dilakukan
oleh gereja Katolik hingga saat ini, misalnya: di Filipina dan Amerika Latin. Gereja
yang bergandengan tangan dengan pengusa akan menyebabkan kemerosotan moral di
kalangan pendeta maupun di kalangan jemaat.
Berbicara mengenai kebangkitan kepausan sebagai penguasa dunia yang diulas
Aland, tidak akan kita alami di Indonesia, karena Gereja tidak akan bisa menjadi
penguasa di Indonesia, namun sedikit banyak ada juga gema dari gerakan-gerakan
seperti itu terjadi di Indonesia yakni bagaimana gereja memposisikan dirinya
berhadapan dengan penguasa. Di Indonesia sering sekali gereja tidak tepat
91

Th. van den End, Ragi Carita 1, Jakarta: BPK GM, 1993, hlm.30
H.Berkhof & I.H.Enklaar, Sejarah , hlm.73; bnd. Peter Wongso, Sejarah Gereja, Malang:
Departemen Literatur SAAT, 2001, hlm.58-59. Dalam penafsiran akan Matius 16:18, para penafsir
Protestan dan Katolik memiliki perbedaan. Bagi kalangan Protestan, ayat ini adalah merupakan ajaran,
sementara bagi kalangan Katolik ayat ini ditafsirkan bahwa paus adalah merupakan sebagai pengganti
Petrus di dunia ini.
92

51

memposisikan dirinya di hadapan negara. Pada zaman penjajahan, gereja takluk


dihadapan negara. Sementara di Eropa, gereja seperti pendulum, kadang-kadang
gereja menjadi penguasa dan bisa saja negara menjadi penguasa.
Di Indonesia sendiri yang minoritas orang Kristen, godaan di dalam gereja untuk
menjadi penguasa dunia, kadang-kadang tidak bisa dihilangkan. Sebagai salah satu
contoh, para pejabat gerejawi ikut terjun dalam kancah politik dan menjadi penguasa
dunia (seperti menjadi gubernur, bupati, anggota dewan, dll). Hal sangat jelas sangat
merusak citra gereja.
Kendatipun di dalam gereja selalu ada peluang untuk tergoda menjadi penguasa
dunia, namun masih ada juga sekelompok orang-orang yang tidak mau tergoda
dengan hal-hal tersebut. Kelompok inilah yang terus menerus membaharui gereja dari
dalam yang tidak begitu tergantung kepada aturan-aturan gereja yang berlaku.

4. DAFTAR KEPUSTAKAAN
Aland, Kurt. A History Of Christianity, Philadelphia: Fortress Press, Vol.I, 1985
Berkhof, H. & Enklaar,I.H. Sejarah Gereja, Jakarta: BPK GM, 1992
End, Th.van den. Harta Dalam Bejana: Sejarah Ringkas Gereja, Jakarta: BPK GM
End, Th. van den. Ragi Carita 1, Jakarta: BPK GM, 1993
End, Th. van den. & Weijens, J. Ragi Carita 2, Jakarta: BPK GM, 1993
Enklaar, I.H. Sedjarah Gereja Ringkas, Djakarta: BPK GM, 1966
Kristiyanto, Eddy. Visi Historis Komprehensif, Yogyakarta: Kanisius, 2003
Kull, Dietrich. Sejarah Gereja: Gereja Katolik Roma, Batu Malang: Departemen
Literatur YPPII, 1997
Wongso, Peter. Sejarah Gereja, Malang: Departemen Literatur SAAT, 2001

52

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI

(i)

1. PENDAHULUAN ..

A. PENERJEMAH

B. PENULIS ..

2. PERMULAAN KEKRISTENAN

I. Pertarungan dengan Penyembah Berhala ..

1. Iman Penyembah Berhala pada pra-Kristen ke zaman


Kekristenan mula-mula ( abad I-III)

2. Alasan-alasan Kemenangan Kekristenan atas


Para Penyembah Berhala

II. Sejarah Eksternal Kekristenan Mula-Mula

1. Penyebaran Kekristenan ..

2. Struktur Sosial Gereja-Gereja Mula-Mula .

3. Posisi Perempuan di dalam Kekristenan Mula-mula .

4. Penganiayaan Orang-orang Kristen

5. Kemenangan Kekristenan

10

III. Sejarah Internal Kekristenan Mula-Mula ..

11

1. Pudarnya Pengharapan pada Akhir Zaman ..

12

2. Organisasi Gereja Katolik Mula-mula

12

3. Perkembangan Jabatan Imamat dan Struktur Hirarki

15

4. Tulisan-tulisan pada Periode Awal .

16

IV. Sejarah di Antara Umat .

18

1. Konflik pada Awal Periode .

18

2. Roma dan Asia Kecil

19

3. Origenes dan Demetrius .

19

4. Hippolitus dan Kallistus .

19
53

5. Cyprianus dan Stefanus .

20

6. Roma dan Konstantinopel ..

20

7. Perdebatan menyangkut Arius dan Kaum Donatis .

20

V. Masa Konstantinus dan Akhir Sejarah Kekristenan Mula-Mula ..

21

1. Kaisar Konstantinus dan Kekristenan (Hubungan Gereja


dan Negara) .

21

2. Monastisisme ..

22

3. Pengikut Arius dan Perdebatan Kristologi ..

23

4. Pengorganisasian Gereja yang terpisah; Pertikaian Agustinus


dan Pelagius

26

3. KEKRISTENAN ABAD PERTENGAHAN .

27

I. Kekristenan Germanik Abad Pertengahan

27

1. Kekristenan Kalangan suku-suku German pada saat


Perpindahan penduduk ..

27

2. Kekristenan di Frank .

29

3. Skot-Iris dan Anglo-Saxon .

30

4. Bonifatius dan Pembaharuan Gereja Frankish ...

32

5. Masa Karolingian

33

II. Kekristenan Katolik Abad Pertengahan .

36

1. Tuntutan Paus untuk Supremasi ..

37

2. Gereja dan Negara hingga Pemerintahan Otto yang Agung .

37

3. Perkembangan di bawah Pengganti Otto I hingga Henry III

38

4. Pertarungan Di antara Kepausan dan Kuasa di bawah


Henry IV dan Henry V .

38

5. Kejatuhan Kerajaan Jerman dan Kebangkitan Kepausan


sebagai Penguasa Dunia ..

40

6. Kehidupan batiniah Gereja ..

41

III. Akhir Masa Katolik Abad Pertengahan dan Perkembangan


hingga ke Ambang Pintu Reformasi 42
1. Kemunduran Kepausan hingga Perpecahan Besar dan
Konsili Pisa 42

54

2. Kebangkitan Kesadaran Nasional dan Akibatnya


dalam suasana hidup Gereja

44

3. Maknanya bagi Reformasi

45

4. Kritik Dalam Gereja

46

5. Konsili Pembaruan . 46
6. Kepausan pada Akhir Masa Abad Pertengahan

46

7. Kesalehan dan Iman Masyarakat pada Ambang Pintu


Reformasi ..

47

4. TANGGAPAN HISTORIS ..

47

a. Tanggapan Umum

47

b. Tanggapan Isi buku .

47

5. DAFTAR KEPUSTAKAAN

53

55

Jakarta, 06 Januari 2007

Kepada Yth,
Pdt.Dr.Jan S.Aritonang,Ph.D
Dosen Pembimbing Sejarah Gereja
STT Jakarta
LAPORAN BUKU I

Salam sejahtera,
Bersama ini saya sampaikan Laporan Buku I pada area Konsentrasi I.
Demikianlah saya sampaikan dengan harapan Bapak dapat memakluminya.

SALAM KASIH!

RAMLI SN HARAHAP
O813 848 808 26

56

Jakarta, 30 Januari 2007

Kepada Yth,
Pdt.Dr.Jan S.Aritonang,Ph.D
Dosen Pembimbing Sejarah Gereja
STT Jakarta
LAPORAN BUKU I

Salam sejahtera,
Bersama ini saya sampaikan Laporan Buku I pada area Konsentrasi I.
Demikianlah saya sampaikan dengan harapan Bapak dapat memakluminya.

SALAM KASIH!

RAMLI SN HARAHAP
O813 848 808 26

57

Você também pode gostar