Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Gambar 6.1 Sayatan kedalaman 322 m memperlihatkan mineral ubahan berupa serisit dan kuarsa
sekunder yang terubah oleh epidot dan klorit. Ep:epidot; Ser: serisit; Chl: klorit; qtz: kuarsa.
48
Tahapan selanjutnya yang terjadi adalah zona propilitik yang terdiri dari mineral kumpulan
klorit, kalsit, dan epidot. Pada zona filik dan propilitik terdapat overprinted antara serisit dengan
klorit dan epidot (Gambar 6.1). Zona ini terdapat pada temperatur kestabilan temperatur 200300oC dengan pH yang lebih netral 5-7. Hal ini disebabkan oleh adanya struktur berupa gouge
dan breksi sesar yang memungkinkan adanya pengaruh fluida meteorik. Tahapan alterasi yang
terakhir berupa zona argilik yang terdapat pada bagian atas dari kedua sumur baik BWS-H01 dan
MJEI S1 yang terdiri dari kumpulan mineral berupa kaolinit (nakrit), kuarsa, dan dikit dengan
kisaran temperatur 150-175 oC dengan pH menjadi 3-4. Pada zona propilitik dan argilik terdapat
overprinted atara kalsit dan mineral lempung (Gambar 6.2).
Cc
Cc
Min lp
Min lp
qtz
1 mm
1 mm
Gambar 6.2 Sayatan kedalaman 282,45 m memperlihatkan urat kalsit (propilitik) terpotong oleh urat yang
terisi oleh mineral lempung dan kuarsa sekunder (argilik).
(Cc: kalsit, Min lp: mineral lempung, dan qtz: kuarsa)
Alterasi hidrotermal memerlukan tiga unsur utama dalam pembentukannya yaitu berupa
sumber panas, fluida hidrotermal, dan permeabilitas. Sumber panas pada daerah penelitian
kemungkinan berasal dari intrusi diorit yang berumur Oligosen Akhir-Miosen Awal yang
tersingkap disebelah tenggara dan utara peta geologi regional lembar Blitar. Sumber panas ini
akan berhubungan dengan pembentukan dari fluida hidrotermal. Fluida hidrotermal yang
bergerak ke atas akan beinteraksi dengan batuan samping dan mengalami kesetimbangan
(equilibrium) sehingga kondisi fluida menjadi tereduksi dan memiliki pH yang mendekati netral
49
(Giggenbach, 1992; dalam Hedenquist dan white, 1995). Dalam suatu pembentukan mineral
alterasi pada suatu sistem hidrotermal, yaitu temperatur, kimia dari fluida, konsentrasi dari
fluida, komposisi batuan samping, derajat kesetimbangan atau lamanya aktifitas dari fluida dan
permeabilitas. Hal ini akan memperngaruhi intensitas alterasi pada suatu batuan. Pada
batugamping wackestone foraminifera planktonik intensitas alterasi yang terjadi rendah berkisar
25-35%, kemungkinan komposisi dari batuan kurang mendukung untuk terjadi alterasi.
6.2 Mineralisasi
Mineralisasi adalah suatu proses introduksi atau masuknya mineral ke dalam batuan yang
kemudian membentuk mineral bijih dan mineral penyertanya (gangue) sehingga terbentuk
50
endapan mineral (Gary dkk., 1972). Hal-hal pokok yang mempengaruhi pembentukan mineral
hasil dari proses mineralisasi yaitu: adanya larutan hidrotermal sebagai pembawa mineral,
adanya celah batuan sebagai jalan bagi lewatnya larutan hidrotermal, adanya tempat bagi
pengendapan mineral, terjadinya reaksi kimia yang dapat menyebabkan terbentuknya
pengendapan mineral, dan konsentrasi larutan yang cukup tinggi bagi terendapkannya
kandungan mineral.
Pirit ditemukan dominan pada sumur BWS-H01 dalam urat dan tersebar di masa batuan.
Kenampakan secara mikroskopik pirit berbentuk euhedral- anhedral. Umumnya pirit muncul
sebagai aggregat ditemukan dalam urat dan dengan bentukan yang anhedral, sedangkan pirit
yang muncul dengan bentuk euhedral-subhedral ditemukan di masa batuan.
Kalkopirit ditemukan sangat jarang pada sumur BWS-H01. Pada kedalaman antara 250m451 m. Kalkopirit yang temukan dalam sayatan poles mengisi urat kuarsa menggantikan pirit,
selain itu, juga hadir menyebar dalam masa batuan. Kalkopirit juga telah mengalami
penggantian oleh kovelit. Magnetit yang ditemukan hanya beberapa buah dengan kelimpahan
minim,tersebar dimasa batuan, kemungkinan magnetit tersebut bukan berasal dari proses
mineralisasi, melainkan hadir sebagai aksesoris dalam batuan beku.
Gambar 6.4 Pembentukan rekahan pada sistem konvergensi ortogonal (Corbett dan Leach, 1997).
51
Urat
adalah retakan yang terisi mineral (kuarsa, logam berharga, logam dasar dan
sebagainya) yang berasal dari pengendapan cairan magma sisa dengan tekanan dan suhu tinggi
masuk melalui retakan pada batuan (Davis dan Reynolds, 1996). Urat merupakan rekahan yang
berhubungan dengan sistem tarikan. Sistem struktur yang berkembang di daerah penelitian
berupa sistem pure shear (Gambar 6.4). Pergerakan pada rekahan-rekahan selama kompresi
ortogonal dapat menghasilkan pembentukan urat-urat (tension gash) yang sejajar dalam skala
mikro pada batuan samping brittle (Corbett dan Leach, 1997) yang kemungkinan berhubungan
dengan proses mineralisasi.
Kemungkinan urat-urat yang ditemukan pada Sumur BWS-H01 berhubungan dengan sesar
geser yang berarah utara-selatan pada daerah penelitian. Pada penelitian didaerah penelitian urat
juga ditemukan dengan arah dominan utara-selatan (JICA, 2004 dan Permana, 2011). Pada
sumur BWS H-01 ditemukan urat-urat kuarsa yang terisi oleh mineral pirit dan kalkopirit
dengan sumbu 30-45o. Urat yang ditemukan dalam Sumur BWS-H1 bertekstur massive dan
sugary dan kenampakan tekstur mineral bijih secara mikroskopis berupa penggantian dan
openspace filing. Tekstur Sugary (Gambar 6.5) merupakan indikasi adanya pengulangan
episode pendidihan yang biasa terbentuk di bagian dimana terjadi pencampuran air tanah
dengan uida hidrotermal pada suatu sistem epitermal.
Gambar 6.5 Urat kalsit memperlihatkan tekstur sugary pada kedalaman 338 m.
Mineralisasi yang terdapat dalam sumur BWS H01, sangat rendah hal ini tampak dari
kehadiran mineral bijih yang sedikit dan hasil analisis geokimia dalam penentuan harga ambang
sangat rendah (Lampiran D). Hal ini, kemungkinan mineral bijih terendapkan dibagian yang
52
lebih dalam dari 451 m. Dari analisis geokimia unsur, asosiasi unsur berupa Cu, Pb, Zn, Ag, Au,
Sb, dan As. Harga ambang Au 9,21 ppb, Cu 37,15 ppm, Pb 75,61 ppm, Zn 72,02 ppm, Ag 3,86
ppm, As 9,02 ppm, dan Sb 2,01 ppm. Dari harga ambang unsur tersebut kurang ekonomis untuk
ditambang.
Hasil sumur pemboran sebelumnya yaitu sumur MJEI-S1 yang berjarak 285 m ke arah
selatan sumur BWS-H01 ditemukan mineral bijih berupa pirit, kalkopirit, molydenit, magnetit,
sphalerit (JICA, 2004). Mineral sfalerit hadir menggantikan pirit. Molybdenit dalam bentuk urat
ditemukan pada kedalaman 368 m, sedangkan magnetit ditemukan bentuk urat pada kedalaman
350 dan 370 m dengan asosiasi mineral sekunder klorit dan epidot. Hal ini mengindikasikan pada
sumur MJEI-S1 pada kedalaman yang lebih dalam sekitar 400,5 m terdapat indikasi sistem
hidrotermal porfiri.
53
Tabel 6.1 Perbandingan ciri-ciri mineralisasi yang terdapat pada sumur BWS-H01 dengan ciri-ciri epitermal
sulfida rendah dan sulfida tinggi.
Tipe Epitermal
Fluida
Sulfida Rendah
Sulfida Tinggi
hidrotermal
pH asam
pH mendekati netral
kondisi oksidasi
kondisi reduksi
air magmatik
pH mendekati netral
kondisi reduksi
Mineral
ubahan
pirofilit, diaspor
Mineralisasi
filling dominan
penggantian (replacement)
penggantian,
Open space vein
Tekstur
Vuggy kuarsa
Mineral bijih
emas, arsenopirit
kalkopirit
Temperatur
100 oC - 320 oC
100 oC - 320 oC
pembentukaan
Asosiasi unsur
100oC-226oC
0.5-1.7 Wt%NaCl
54
kondisi asam dan temperatur tinggi. Kemungkinan ada transisi ke sistem epitermal sulfida tinggi,
tetapi penulis tidak mendapatkan hubungan paragenesa dua mineral tersebut, sehingga sulit
untuk menentukan hubungan paragenesa antara sistem epitermal sulfida rendah dan tinggi.
Halloysit yang teridentifikasi PIMA kemungkinan berasal dari proses pelapukan dan hanya
ditemukan pada bagian atas dari permukaan.
56