Você está na página 1de 11

2.

3 Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)


Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) atau dalam bahasa inggris yaitu Integrated
Management Of Childhood Illness (IMCI) adalah suatu manajemen melalui pendekatan
teintegrasi/ terpadu dalam tata laksana balita sakit yang datang di pelayanan kesehatan, baik
mengenai beberapa klasifikasi penyakit, status gizi, status munisasi, maupun penanganan balita
sakit tersebut dan konseling yang diberikan (Depkes, 2008).
MTBS bukan merupakan suatu program kesehatan tetapi suatu pendekatan/ cara menatalaksana
balita sakit. World Health Organization (WHO) telah mengakui bahwa pendekatan MTBS sangat
cocok diterapkan di negara-negara berkembang dalam upaya menurunkan kematian, kesakitan
dan kecacatan pada bayi dan balita (Prasetyawati, 2012).
2.3.1 Sejarah MTBS di Indonesia
Strategi MTBS mulai diperkenalkan di Indonesia oleh WHO pada tahun 1996.
Modul MTBS telah diadaptasi pada tahun 1997 atas kerjasama antara Kemenkes RI,
WHO, Unicef, dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Sejak itu penerapan MTBS
di Indonesia berkembang secara bertahap dan up-date modul MTBS dilakukan secara
berkala sesuai perkembangan program kesehatan di Depkes dan ilmu kesehatan anak
melalui IDAI.
Hingga akhir tahun 2009, penerapan MTBS telah mencakup 33 provinsi,
namun belum seluruh puskesmas mampu menerapkan karena berbagai sebab,
Universitas Sumatera Utara
25
diantaranya belum adanya tenaga kesehatan yang sudah terlatih MTBS dan sarana
prasarana untuk pelaksanaan kegiatan (Depkes, 2008).

2.3.2 Sasaran
Sasaran MTBS adalah anak umur 0-5 tahun dan dibagi menjadi dua kelompok
sasaran, yaitu :
a. kelompok usia 1 hari sampai 2 bulan (usia < 2 bulan)
b. kelompok usia 2 bulan sampai 5 tahun.
2.3.3 Tujuan
Kegiatan MTBS merupakan upaya yang ditujukan untuk menurunkan angka
kesakitan dan kematian sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di unit
rawat jalan kesehatan dasar seperti Puskesmas.
2.3.4 Manfaat MTBS
MTBS telah digunakan oleh lebih dari 100 negara dan terbukti dapat :
a. Menurunkan angka kematian balita
b. Memperbaiki status gizi
c. Meningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatan
d. Memperbaiki kinerja tenaga kesehatan
e. Memperbaiki kualitas pelayanan dengan biaya lebih murah
Selain itu, kegiatan MTBS memiliki tiga komponen yang khas yang
menguntungkan, yaitu :
Universitas Sumatera Utara
26
1) Meningkatkan keterampilan tenaga kesehatan dalam tata laksana kasus balita sakit

(selain dokter, tenaga kesehatan non dokter dapat pula memeriksa dan menangani
pasien apabila sudah dilatih)
2) Memperbaiki sistem kesehatan (perwujudan terintegrasinya banyak program
kesehatan dalam satu kali pemeriksaan MTBS)
3) Memperbaiki praktek keluarga dan masyarakat dalam perawatan di rumah dan
upaya pencarian pertolongan kasus balita sakit (meningkatkan pemberdayaan
masyarakat dalam pelayanan kesehatan).
2.3.5 Materi MTBS
Materi MTBS terdiri atas langkah :
1. Penilaian
Bagan penilaian anak sakit terdiri dari petunjuk langkah untuk mencari
riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik. Penyakit yang dilakukan penilaian oleh
MTBS adalah :
a. Penilaian dan klasifikasi batuk atau sukar bernafas
b. Penilaian dan klasifikasi diare
c. Penilaian dan klasifikasi demam (demam untuk malaria, demam untuk DBD,
demam untuk campak)
d. Penilaian dan klasifikasi masalah telinga
e. Memeriksa status gizi
f. Memeriksa anemia
g. Memeriksa status anemia

Universitas Sumatera Utara


27
h. Memeriksa pemberian vitamin A
i. Menilai masalah/ keluhan lain (Depkes RI, 2008)
2. Klasifkasi Penyakit
Klasifikasi dalam MTBS merupakan suatu keputusan penilaian untuk
menggolongkan tingkat keparahan penyakit. Klasifikasi bukan merupakan diagnosis
penyakit yang spesifik. Setiap Klasifikasi penyakit mempunyai nilai suatu tindakan
sesuai dengan klasifikasi tersebut dan mempunyai warna dasar, yaitu :
a. Merah : Penanganan segera atau perlu dirujuk
b. Kuning : Pengobatan spesifik di pelayanan kesehatan
c. Hijau : Perawatan di rumah
3. Identifikasi Tindakan
Dari klasifikasi baru bisa ditentukan tindakan apa yang akan dilakukan.
4. Pengobatan
Bagan pengobatan terdiri dari petunjuk cara komunikasi yang baik dan efektif
dengan ibu untuk memberikan obat dan dosis pemberian obat, baik obat yang harus
diberikan di klinik maupun obat yang harus diteruskan di rumah.
5. Konseling
Alur konseling merupakan nasehat perawatan termasuk pemberian makan dan
cairan di rumah dan nasehat kapan harus kembali segera maupun kembali untuk

tindak lanjut.
6. Perawatan di rumah dan kapan kembali (Depkes, 2008).
Universitas Sumatera Utara
28
2.3.6 Strategi Menuju MTBS
a. Mengembalikan fungsi posyandu dan meningkatkan kembali partisipasi
masyarakat dan kelaurga dalam memantau tumbuh kembang balita, mengenali dan
menanggulangi secara dini balita yang mengalami gangguan pertumbuhan melalui
revitalisasi Posyandu
b. Meningkatkan kemampuan tenaga dalam manajemen dan melakukan tata laksana
gizi buruk untuk mendukung fungsi Posyandu yang dikelola oleh masyarakat
melalui revitalisasi Puskesmas
c. Menanggulangi secara langsung masalah gizi yang terjadi pada kelompok rawan
melalui pemberian intervensi gizi (suplementasi), seperti kapsul vitamin A, MP
ASI, dan makanan tambahan
d. Mewujudkan keluarga sadar gizi melalui promosi gizi, advokasi, dan sosialisasi
tentang makanan sehat dan bergizi seimbang dan pola hidup bersih dan sehat
e. Menggalang kerjasama lintas sektor dan kemitraan dengan swasta/ dunia usaha
masyarakat untuk mobilisasi sumber daya dalam rangka meningkatkan daya beli
keluarga untuk menyediakan makanan sehat dan bergizi seimbang
f. Meningkatkan perilaku sadar gizi dengan :

1) Memantau berat badan


2) Memberi ASI ekslusif pada bayi 0 6 bulan
3) Makan beraneka ragam
4) Menggunakan garam beryodium
5) Memberikan suplementasi gizi sesuai anjuran
Universitas Sumatera Utara
29
g. Intervensi gizi dan kesehatan dalam MTBS
1) Memberikan perawatan / pengobatan di Rumah Sakit dan Puskesmas pada anak
balita gizi buruk disertai penyakit penyerta
2) Pendampingan pemberian makanan tambahan (PMT) berupa MP-ASI bagi anak 6
23 bulan dan PMT pemulihan pada anak 24 59 bulan kepada balita gizi
kurang baik yang memiliki penyakit penyerta ataupun tidak ada penyakit penyerta
h. Advokasi dan pendampingan MTBS
1) Menyiapkan materi/ strategi advokasi MTBS
2) Diskusi dan rapat kerja dengan DPRD secara berkala tentang pelaksanaan dan
anggaran MTBS
3) Melakukan pendampingan di semua Puskesmas di setiap Kabupaten/Kota
(Prasetyawati, 2012).
2.3.7 Komponen MTBS
Dalam rencana aksi MTBS 2009-2014 Kementrian Kesehatan RI menetapkan

ada 3 komponen dalam penerapan strategi MTBS, yaitu :


1) Komponen I
Improving case management skills of first level workers through training and
follow up yaitu, meningkatkan keterampilan tenaga kesehatan dalam tatalaksana
kasus balita sakit menggunakan pedoman MTBS yang telah diadaptasi (dokter,
perawat, bidan, tenaga kesehatan).
Universitas Sumatera Utara
30
2) Komponen II
Ensuring that health facility supports reqired to provide effective IMCI care
are in place yaitu memperbaiki sistem kesehatan agar penanganan penyakit pada
balita lebih efektif
3) Komponen III
Household and community component, yaitu meningkatkan praktek /peran
keluarga dan masyarakat dalam perawatan di rumah dan upaya pencarian pertolongan
kasus balita sakit (meningkatkan pemberdayaan keluarga dan masyarakat, yang
dikenal sebagai Manajemen terpadu balita sakit berbasis masyarakat) (Prasetyawati,
2012).
2.4 Manajemen Terpadu Balita Sakit di Puskesmas
2.4.1 Persiapan MTBS di Puskesmas
Puskesmas yang akan menerapkan MTBS dalam pelayanan kepada balita

sakit perlu melakukan :


2.4.1.1 Diseminasi Informasi MTBS kepada seluruh tenaga Puskesmas
Kegiatan diseminasi informasi MTBS kepada seluruh tenaga Puskesmas
dilaksanakan dalam suatu pertemuan yang dihadiri oleh seluruh tenaga yang meliputi
perawat, bidan, tenaga gizi, tenaga imunisasi, tenaga obat, pengelola SP3, pengelola
program P2M, tenaga loket dan lain-lain. Diseminasi informasi dilaksanakan oleh
tenaga yang telah dilatih MTBS, bila perlu dihadiri oleh supervisor dari Dinas
Kesehatan Kota/Kabupaten. Informasi yang harus disampaikan: Konsep umum
Universitas Sumatera Utara
31
MTBS, Peran dan tanggung jawab tenaga Puskesmas dalam menerapkan MTBS
(Depkes, 2008).
Kegiatan yang dilakukan adalah mendiskusikan rencana penerapan MTBS di
Puskesmas yang meliputi persiapan logistik, penyusaian alur pelayanan, penerapan
MTBS di Puskesmas dan pencatatan dan pelaporan hasil pelayanan MTBS (Depkes,
2008).
2.4.1.2 Rencana persiapan logistik
Persiapan sebelum menerapkan MTBS adalah :
1) Persiapan Obat dan Alat
a. Obat
Obat obat yang digunakan dalam MTBS adalah obat yang sudah lazim ada,

kecuali beberapa obat yang belum tersedia di Puskesmas. Obat yang digunakan
termasuk dalam Daftar Obat Eesensial (DOEN) dan Laporan Pemakaian dan Lembar
Permintaan Obat (LPLPO) yang digunakan di Puskesmas.
Obat-obat yang diperlukan adalah : Kotrimoksazol tablet dewasa,
kotrimoksazol tablet anak, sirup kotimoksazol, sirup amoksilin, tablet amoksilin,
kapsul tetrasiklin, tablet asam nalidiksat, tablet metronidazol, tablet primakuin, tablet
kina, tablet artesunate, tablet amodiakuin, tablet parasetamol, tablet albendazol, tablet
pirantel pamoat, tablet besi, sirup besi, suntikan ampisilin, suntikan gentamisin,
suntikan penisilin prokain, suntikan artemeter, suntikan kinin HCL, suntikan
fenobarbital, suntikan diazepam, tetrasiklin atau kloramfenikol salep mata, gentian
violet 1%, tablet nistatin, gliserin, vitamin A 200.000 IU, vitamin A 100.000 IU,
Universitas Sumatera Utara
32
tablet zinc, aqua bides untuk pelarut, oralit 200 cc, cairan infus Na Cl 0,9%, cairan
infus ringer laktat, cairan infus detrose 5%, alkohol, povidone iodine (Depkes RI,
2008).
b. Peralatan
Peralatan yang dipergunakan dalam penerapan MTBS adalah :
i. Timer ISPA atau arloji dengan jarum detik
ii. Tensimeter dan manset anak (bila ada)
iii. Gelas, sendok, dan teko tempat air matang dan bersih (digunakan di pojok

oralit)
iv. Infus set dengan wing needles no 23 dan no 25
v. Semprit dan jarum suntik: 1 ml ; 2.5 ml; 5 ml; 10 ml
vi. Timbangan bayi
vii. Termometer
viii. Kasa/ kapas
ix. Pipa lambung (nasogastire tube- NGT)
x. Alat penumbuk obat
xi. Alat pengisap lendir
xii. RDT- Rapid Diagnostic Test untuk malaria
xiii. Kalau mungkin Mikroskop untuk pemeriksaan malaria
2) Persiapan formulir MTBS dan Kartu Nasihat Ibu (KNI)
Formulir rawat jalan MTBS merupakan logistik pencatatan yang belum ada di
puskesmas. Langkah-langkah dalam persiapan formulir MTBS dan KNI :
Universitas Sumatera Utara
33
a. Hitung jumlah kunjungan balita sakit per hari dan hitung kunjungan per bulan.
Jumlah keseluruhan kunjungan balita sakit merupakan perkiraan kebutuhan
formulir MTBS selama satu bulan. Formulir ini adalah untuk anak umur 2 bulan
sampai 5 tahun, sedangkan kebutuhan formulir pencatatan untuk bayi muda,
didasarkan pada perkiraan jumlah bayi baru lahir di wilayah kerja puskesmas,

karena sasaran ini akan dikunjungi oleh bidan desa melalui kunjungan neonatal.
b. Untuk pencetakan jumlah KNI sesuai jumlah kunjungan baru balita sakit dalam
sebulan ditambah perkiraan jumlah bayi baru lahir dalam sebulan.
c. Selama tahap awal penerapan MTBS, cetak formulir pencatatan dan KNI untuk
memenuhi kebutuhan 3 bulan pertama
3) Penyesuaian alur pelayanan
Salah satu konsekuensi penerapan MTBS di puskesmas adalah waktu
pelayanan menjadi lebih lama. Untuk mengurangi waktu tunggu bagi balita sakit,
perlu dilakukan penyesuaian alur pelayanan untuk memperlancar pelayanan.
Penyesuaian alur pelayanan balita sakit harus disepakati oleh seluruh tenaga
kesehatan yang ada di puskesmas, pembahasan dilakukan pada saat diseminasi
informasi. Penyesuaian alur pelayanan MTBS disusun menggunakan model ban
berjalan yaitu balita sakit menjalani langkah-langkah pelayanan yang diberikan oleh
tenaga kesehatan yang berbeda. Adapun alur pelayanan yang diterima oleh balita
sakit :
a. Pendaftaran
b. Pemeriksaan dan konseling
Universitas Sumatera Utara
34
c. Pemberian tindakan yang diperluka

Você também pode gostar