Você está na página 1de 2

Anakku Mencintai Negerinya Melalui Produk Makanan Lokal

Osakurniawanilham
| 19 Oktober 2009 | 09:25

1454
11
Belum ada nilai.

Anak-anak saya (berumur 7 dan 4 tahun) sudah pintar membedakan mana produk
makanan yang made in Indonesia dan yang import. Kata anak saya cukup lihat tulisan
BPOM-nya. Kalau diikuti dengan kata MD, berarti buatan Indonesia, boleh dibeli dan
boleh dimakan. Kalau diikuti dengan kata ML, berarti dari luar negeri, tidak boleh
dimakan kecuali ijin dahulu kepada ayah maupun bundanya. Istri saya tampaknya sudah
cukup berhasil mengindoktrinasi anak-anak untuk hanya mengkonsumsi produk makanan
yang dibuat di Indonesia. Semuanya bermula saat ada isu produk makanan bermelamin.
Saat itu Badan POM menjelaskan di televisi-televisi apa arti MD dan ML lalu
berdasarkan penjelasan itu istri saya menjelaskan yang sama ke anak-anak. Dan
tampaknya lumayan berhasil, paling tidak sampai saat ini. Terus terang, kami memang
was-was dengan produk makanan asing. Kami sadar bahwa produk makanan lokal
memang tidak 100% bersih dari segala isu, tapi dengan tidak mengkonsumsi produk
makan impor paling tidak kami sudah mengurangi probabilitas masalah kesehatan yang
bisa terjadi. Logika kami sederhana saja, toh kami sendiri saja sejak kecil sampai punya
anak sekarang selalu makan makanan lokal dan tidak apa-apa serta masih bisa
menghasilkan duit sampai sekarang, kenapa harus memperkenalkan produk asing untuk
ditelan oleh anak-anak kami. Mengamati kondisi pasar di Indonesia memang
mengkuatirkan. Kita sangat ramah, sedemikian ramahnya sampai menerima semua
produk makanan dari luar negeri dan membiarkannya bersaing bebas dengan produk
lokal. Kalau untuk produk-produk khusus yang tidak mampu diproduksi industri
makanan dalam negeri saya masih bisa terima. Tapi kalau sampai permen, makanan
ringan/snack, susu, daging/ikan kalengan, buah olahan dalam kaleng semuanya harus
impor hati nurani saya rasanya kok sangat terusik. Coba perhatikan toko-toko grosir dan
swalayan-swalayan kita. Anda pasti sudah terbiasa menyaksikan produk makanan made
in Malaysia, made in China, made in Thailand bertebaran di sana dan anehnya produk-
produk itu laku, laris manis bak kacang goreng. Beberapa teman-teman kita juga bangga
menjadikannya suguhan di acara-acara khusus termasuk suguhan Idul Fitri di rumahnya.
Saya sering kali heran, kita sering kali marah dengan Malaysia, tapi mulut kita terus
menerus menelan segala macam permen, gulali, susu kaleng dan makanan ringan dari
sana. Malah konon, di sepanjang garis pantai timur Sumatera, produk makanan dari
Malaysia merajai pasar domestik di sana. Fenomena apa ini ? Dalam kasus-kasus
tertentu, pasar bebas di era globalisasi memang tidak lebih dari omong kosong belaka.
Pasar bebas tidaklah lebih daripada usaha penjajahan modern untuk menguasai pasar
domestik kita dengan produk-produk murah limpahan dari luar negeri. Apakah pasar
bebas mengharamkan proteksi ? Secara tertulis memang haram, tapi dalam prakteknya
tidak. Saya memang baru sekali ke Amerika Serikat, khususnya di Dallas - Texas.
Sebagaimana kala berkunjung ke negara-negara lain, saya sangat senang melihat-lihat
pasar dan toko swalayan karena bagi saya kalau ingin tahu kondisi asli masyarakat,
lihatlah pasarnya dan apa yang dimakannya. Dan ketika saya masuk ke toko-toko
swalayan semacam Wal-mart, saya sama sekali tidak menemukan produk makanan
impor, apalagi yang berlabel made in China. Untuk pakaian, handuk, mainan, elektronik,
mebel memang kebanyakan impor (dari Cina, Pakistan, Bangladesh, Honduras bahkan
Indonesia). Tapi saya tidak menemukan produk makanan impor. Dari makanan ringan,
daging kering, buah olahan, susu semuanya produk lokal. Satu sisi memang kelihatan
tidak adil, mereka memaksa kita menerima produk impor di pasar kita tapi dalam hal
makanan mereka berkeras tetap memakan produk dalam negeri mereka sendiri. Tapi
kalau memandang dari sisi lain, itulah salah satu fungsi pemerintah mereka. Yang
pertama, untuk melindungi para petani dan peternak mereka. Yang kedua, untuk
melindungi masyarakat dari penyakit-penyakit yang ditimbulkan oleh produk makanan
impor. Untuk hal ini, saya salut dengan pemerintah Mas Obama ini he..he… Memang
terasa tidak adil, terasa mereka bermain curang dalam permainan globalisasi ini. Tapi
itulah kecerdikan mereka mencari peluang dalam celah sekecil apapun. Salahnya sendiri,
kita punya pemerintah yang berlagak sok jujur dan mengikuti aturan main WTO tapi
terus menerus dikibuli oleh dunia internasional. Sehingga lucunya, pemerintah merasa
berdosa ketika harus mensubsidi petaninya sendiri tetapi merasa berjasa ketika membuka
keran impor untuk memperkaya petani dari negara lain. Nasib…nasib… he..he.. (kali ini
tertawa kecut…bukan tertawa senang) (Osa Kurniawan Ilham, Balikpapan, 19 Oct
2009)

Você também pode gostar