Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
A. DEFINISI
Setiap lubang pada sekat atrium yang menyebabkan hubungan antara atrium
kanan dan kiri (Prof. Dr. dr. A. Samik Wahab, Sp.A(K), 2009).
ASD pada dasarnya adalah sebuah lubang di septum yang memisahkan dua
serambi jantung (atrium) dan memungkinkan darah berpindah dari satu ruang keruang
lain. Defek ini menyusun 5-10% penyakit jantung kongenital (Jordan & Scott, 1989;
Park,1997).
Pada jantung dengan anatomi normal tekanan atrium lebih besar dibagian kiri
ketimbang kanan; perbedaan tekanan ini memiliki efek menutup foramen ovale yang
memisahkan kedua atrium.
Berbagai jenis ASD yang umumnya didiagnosis dapat dibagi kedalam 3 cara :
ASD ostrium sekundum, ASD ostium primum, atau ASD jenis sinus venosus
(Castanaeda et.al,1994). Anak-anak yang mempunyai defek tipe primum besar (lebih
dari 8 mm) atau sinus venosus biasanya memerlukan intervensi bedah. Kebanyakan
anak yang menderita ASD tidak akan menunjukkan gejala gagal jantung kongesif, dan
anak yang mempunyai masalah umumnya berespon baik terhadap terapi diuretik dan
digoksin (Castanaeda et.al,1994;Park,1996,1997).
ASD adalah kelainan anatomi jantung akibatan terjadinya masalah pada
jumlah absorbsi dan proliferasi jaringan pada tahap perkembangan pemisahan rongga
atrium menjadi atrium kanan dan atrium kiri. ASD merupakan lebih kurang 10% dari
seluruh PJB. Kelainan ini lebih sering ditemukan pada anak perempuan dibanding
pada anak laki-laki (Arif Mansjoer,2000).
ASD pada dasarnya adalah sebuah lubang di septum yang memisahkan dua
serambi jantung (atrium ) dan mamungkinkan darah berpindah dari satu ruang ke
ruang lain. Defek ini menyusun
atau juga dapat ditemukan pada septum ventrikular inlet yang intak. ASD yang paling
jarang ditemukan adalah defek sinus venosus yang dapat berhubungan dengan
anomali aliran balik vena pulmonal. Terdapat satu lagi jenis ASD yang paling jarang
yaitu tipe sinus koronarius. Defek ini biasanya diseartai dengan vena kava superior
kiri perisisten.
C. PATOFISIOLOGI
1. ASD Primer
ASD Primer disebabkan oleh fusi yang tidak komplit antara septum primer
dengan bagian dasar endokardial (Endocardial Cusion). Defek septum atrium
primer disebabkan oleh fusi yang tidak komplit antara septum primer dengan
bagian dasar endokardial (endocardial cushion). Letaknya memang di bagian
bawah foramen ovale dekat katup mitral dan trikuspid. Defek ini biasanya disertai
dengan deformitas katup mitral atau katup trikuspid, mulai dari klef daun anterior
katup mitral atau klep daun medial katup trikuspid yang ringan sampai insufisiensi
katup yang berat.
Endocardial cushion defect (sering pula disebut sebagai atrio-ventricular canal
defect atau atrio-ventricular septal defect) dapat dibedakan menjadi partial
endocardial cushion defect dan complete or common endocardial cushion defect.
Partial endocardial cushion defect merupakan suatu kelainan dasar endokardial
yang paling banyak variasinya, mulai dari hanya berupa defect septum atrium
primer, sampai berupa defek septum atrium primer, sampai berupa defek septum
atrium primer yang disertai insufisiensi mitral atau trikuspid, dimana katup mitral
dan katup trikuspid masih tampak terpisah dengan anulus masing-masing. Septum
interventrikuler sendiri relatif masih normal dan hampir normal. Dengan
demikian, pirau kiri ke kanan terjadi dari atrium kiri menuju ke atrium kanan
melalui defek interatrial dan kadang-kadang disertai pula pirau dan ventrikel kiri
menuju atrium kanan melalui klef katup mitral dan trikuspid.
Apabila kelainan dasar endokardial ini berupa defek septum atrium primer
disertai dengan defek septum ventrikel perimembranus inlet dan deformitas katup
mital dan trikuspid sedemikian rupa, sehingga hanya tampak sebai satu-satunya
lubang katup, maka kelainan ini disebut sebagai complete or common endocardial
cushion defect.
Adanya insufisiensi mitral pada defek septum atrium primer akan
memperbesar aliran pirau dari kiri ke kanan (left to right shunt). Dan tergantung
pada severitas insufisiensi mitral yang menyertai defek septum atrium primer,
ventrikel kiri akan mengalami hipertrofi, disamping hipertrofi ventrikel kanan dan
atrium kanan. Hipertensi pulmonal dan aliran pirau bidireksional biasanya lebih
cepat berkembang pada defek septum atrium primer dibandingkan dengan defek
septum atrium sekunder. Hipertensi pulmonal ini sering sudah berkembang pada
masa kanak-kanak. Dan apabila hipertensi pulmonal dan tanda-tanda gagal
jantung kongestif sudah terjadi pada masa bayi di bulan-bulan pertama,
kemungkinan suatu complete endocardial cushion defect haruslah dipikirkan.
2. ASD Sekunder
Defek septum atrium sekunder biasanya terjadi karena septum intetatrial tidak
berkembang baik, sehingga terdapat defek di sekitar foramen ovale yang tidak
menutup pada waktu anak lahir. Kadang-kadang defek ini terdapat dibagian
superior foramen ovale, dekat muara vena kava superior dan disebut sebagai defek
sinus venosus. Sering sekali defek sinus venosus disertai oleh anomali parsial
muara vena pulmonal, dimana vena pulmonal kanan yang seharusnya masuk ke
atrium kiri ternyata bermuara pada pangkal vena kava superior.
Pada mulanya, karena tekanan dijantung kiri lebih besar dari jantung kanan,
maka sebagian darah akan mengalir ke atrium kanan dari atrium kiri (left to right
shunt) melalui defek interatrial, baik pada saat systole maupun diastole. Ukuran
defek bervariasi, mulai dari defek yang kecil, defek yang moderat, sampai defek
yang besar. Pada defek septum atrium yang kecil, jumlah darah yang mengalir dari
atrium kiri ke atrium kanan tidak banyak. Pada defek yang besar, aliran darah dari
kiri ke kanan juga besar, kecuali apabila sudah timbul hipertensi pulmonal yang
lanjut.
Tergantung dari besarnya defek dan jumlah darah yang mengalir ke kanan
dan hal ini akan menyebabkan aliran darah pulmonal 3-4 kali lebih banyak dari
aliran darah sistemik-maka lambat atau cepat akhirnya akan terjadi perubahan
resistensi pembuluh darah pulmonal dan tekanan dalam arteri pulmonal pun
meningkat. Hipertensi pulmonal ini akan menyebabkan ventrikel kanan bekerja
lebih berat dan akhirnya mengalami tidak saja dilatasi, tapi juga hipertrofi
ventrikel kanan. Sementara itu aliran darah sistemik cenderung berkurang, karena
pengisian ventrikel kiri dari atrium kiri juga berkurang.
Apabila tekanan di pulmonal, di ventrikel kanan dan atrium kanan makin
meningkatsuatu saat akan menyamai atau bahkan melebihi tekanan di atrium
kirimaka darah pun hanya akan mengalir ke atrium kanan dari atrium kiri pada
saat sistol saja dan kemudian pada saat diastol akan berbalik ke atrium kiri dari
atrium kanan. Keadaan ini disebut pirau bidireksional (bidirectional shunt). Dan
pada kasus-kasus yang sudah begitu lanjut, aliran darah akan berbalik sepenuhnya
ke kiri pada saat sistol maupun diastol (rigth to left shunt), sehingga anak mulai
tampak biru. Perkembangan yang lanjut ini dikenal sebagai Eisenmengerisasi atau
sindrom Eisenmenger.
D. KLASIFIKASI
Berdasarkan variasi kelainan anatominya, defek sekat atrium dapat diklasifikasikan
sebagai berikut.
1. Defek sekat atrium tipe premium (tipe I)
Kondisi ini disebabkan oleh defek yang terjadi pada septum premium yang gagal
berkembang mencapai endokarium cushion (bantalan endocardium). Terkadang
bantalan endokardium itu sendiri yang gagal berkembang sehingga ostium
premium akan tetap terbuka. Defek bantalan endokardium ini akan dibahas dalam
bab ini.
Kejadian defek sekat atrium tipe I ini adalah sekitar 30% dari seluruh defek
sekat atrium. Beberapa variasi anatomis defek tipe ini adalah sebagai berikut:
a. Atrium tunggal (atrium komunis) yang sangat jarang terjadi, dengan sekat
atrium menjadi benar-benar tidak ada karena kegagalan total pertumbuhan
septum premium.
b. Adanya defek septum premium sekat atrium yang disertai dengan defek pada
daun
katup
mitral
anterior
dan
trikuspidal
(disebut
defek
kanal
antroventrikuler inkomplet)
c. Adanya defek septum primum sekat atrium, defek katup mitral dan triskupidal,
dan ditambah dengan defek pada sekat ventrikel bagian atas ( disebut defek
kanal antrioventrikuler komplet).
kekiri. Dapat pula terdapat blok AV derajat I (pemanjangan interval PR) dan hipertrofi
ventrikel kanan.
Seperti pada kelainan jantung bawaan lainnya, pemeriksaan ekokardiografi
berguna untuk menentukan letak dan besar septum serta kemungkinan kelainan
anatomis yang dapat menyertai. Kateterisasi tidak perlu dilakukan kecuali ada tandatanda hipertensi pulmonal.
1. Eletrokardiografi
Pada pemeriksaan EKG akan tampak deviasi sumbu frontal jantung yang
mengarah ke kanan. Kompleks QRS akan terlihat sedikit memanjang dan terdapat
karakteristik pola rSr atau rsR pada V1. Pada V6 dapat terlihat gambaran S yang
lebih panjang dari normal. Kompleks QRS biasanya diistilahkan sebagai blokade
cabang berkas kanan inkomplit. Hal ini terjadi bukan akibat gangguan hantaran,
melainkan akibat hipertrofi ventrikel kanan yang kelebihan volume.
Pada defek sekat atrium tipe I, didapatkan gambaran EKG yang sangat
karakteristik dan patonomosis, yaitu sumbu jantung frontal selalu kekiri. Ini
mungkin disebabkan oleh defek pada sinoatriovetrikuler. Pada gambaran EKG
lainnya mungkin akan didapatkan pemanjangan interval PR karena adanya
hipertrofi atrium. Hipertrofi ventrikel kanan tipe volume menyebabkan gambaran
rsR pada V3R dan V1, dan pemanjangan S pada V5 dan V6. Adanya gambaran
hipertrofi ventrikel kiri mencerminkan adanya insufisiensi katup mitral yang
cukup berat.
2. Foto Rontgen
Ukuran jantung membesar sebanding dengan besar shunt. Mungkin mterdapat
pembesaran jantung kanan ynag tampak sebagai penonjolan bagian kanan atas
jantung. Batang arteri pulmonalis juga dapat membesar dan tampak sebagai
tonjolan pulmonal yang prominen. Vaskularisasi corakan paru bertambah.
Gambaran ini sering didiagnosis sebagai Kompleks Primer Tuberkulosis. Pada
ASD tipe I mungkin terdapat gambaran hipertrofi ventrikel kiri.
3. Ekokardiografi
Dengan alat diagnosis ini dapat dibuat diagnosis pasti. Defek ini paling baik
divisualisasikan dengan menggunakan pandangan subxifoid, karena tegak lurus
pada sekat atrium. Dengan menggunakan pemetaan aliran dopler berwarna dapat
dilihat aliran shunt yang melewati defek septum. Dengan ekokardiografi M-mode,
pada defek sekat atrium tipe sekundum sering tampak pembesaran ventrikel kanan
dan juga terlihat gerakan sektum yang paradoks atau mendatar.
Sementara itu, pada defek sekat atrium tipe primum kadang kita perlu melihat
gambaran katup mitral. Gambaran ini dapat dilihat paling baik pada pandangan
sumbu pendek subxifoid dan parasternal.
4. Kateterisasi
Kadang-kadang perlu dilakukan untuk melihat tekanan pada masing-masing
ruangan jantung, misalnya dalam menilai apakah sudah terjadi adanya
Eisenmengers complex atau belum.
5. MRI ( Magnetic Resonance Imaging )
Alat ini dapat mendeteksi anomali muara vena. Dapat digunakan pula untuk
mengukur besar defek dan memperkirakan aliran shunt.
G. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Medis
a. Pembedahan
Untuk tujuan praktis, penderita dengan defek sekat atrium dirujuk ke
ahli bedah untuk penutupan bila diagnosis pasti. Berdalih tentang
pembedahan jantung yang didasarkan pada ukuran shunt menempatkan
lebih pada kepercayaan terhadap data dari pada alasan yang diberikan.
Dengan terbuktinya defek sekat atrium dengan shunt dari kiri ke kanan
pada anak yang umurnya lebih dari 3 tahun, penutupan adalah beralasan.
Agar terdeteksi, shunt dari kiri ke kanan harus memungkinkan rasio
QP/QS sekurang-kurangnya 1,5 : 1 ; karenanya mencatat adanya shunt
merupakan bukti cukup untuk maju terus. Dalam tahun pertama atau
kedua, ada beberapa manfaat menunda sampai pasti bahwa defek tidak
akan menutup secara spontan. Sesudah umur 3 tahun, penundaan lebih
lanjut jarang dibenarkan. Indikasi utama penutupan defek sekat atrium
adalah mencegah penyakit vascular pulmonal abstruktif. Pencegahan
masalah irama di kemudian hari dan terjadinya gagal jantung kongesif
nantinya mungkin jadi dipertimbangkan, tetapi sebenarnya defek dapat
ditutup kemudian jika masalah ini terjadi. Sekarang resiko pembedahan
jantung untuk defek sekat atrium varietas sekundum benar-benar nol. Dari
430 penderita yang dioperasi di Rumah Sakit Anak Boston, tidak ada
mortalitas kecuali untuk satu bayi kecil yang amat sakit yang mengalami
pengikatan duktus arteriosus paten. Kemungkinan penutupan tidak
sempurna pada pembedahan jarang. Komplikasi kemudian sesudah
pembedahan jarang dan terutama adalah masalah dengan irama atrium.
Berlawanan dengan pengalaman ini adalah masalah obstruksi vaskular
menggembungkan
balon
dan
mengukur
diameter
yang
lalu, semua ASD hanya dapat ditangani dengan operasi bedah jantung
terbuka. Operasi penutupan ASD baik dengan jahitan langsung ataupun
menggunakan patch sudah dilakukan lebih dari 40 tahun, pertama kali
dilakukan tahun 1953 oleh dr. Gibbson di Amerika Serikat, menyusul
ditemukannya mesin bantu pompa jantung-paru (cardio-pulmonary
bypass) setahun sebelumnya.
Tindakan operasi ini sendiri, bila dilakukan pada saat yang tepat (tidak
terlambat) memberikan hasil yang memuaskan, dengan risiko minimal
(angka kematian operasi 0-1%, angka kesakitan rendah). Murphy JG, et.al
melaporkan survival (ketahanan hidup) paska opearsi mencapai 98%
dalam follow up 27 tahun setelah tindakan bedah, pada penderita yang
menjalani operasi di usia kurang dari 11 tahun. Semakin tua usia saat
dioperasi maka survival akan semakin menurun, berkaitan dengan sudah
terjadinya komplikasi seperti peningkatan tekanan pada pembuluh darah
paru
c. Terapi intervensi non bedah
Aso adalah alat khusus yang dibuat untuk menutup ASD tipe
sekundum secara non bedah yang dipasang melalui kateter secara
perkutaneus lewat pembuluh darah di lipat paha (arteri femoralis). Alat ini
terdiri dari 2 buah cakram yang dihubungkan dengan pinggang pendek dan
terbuat dari anyaman kawat nitinol yang dapat teregang menyesuaikan diri
dengan ukuran ASD. Di dalamnya ada patch dan benang polyester yang
dapat merangsang trombosis sehingga lubang/komunikasi antara atrium
kiri dan kanan akan tertutup sempurna.
Beberapa alat yang digunakan pada intervensi non bedah:
- Amplatzer septal occluder
- Atrial septal defect occlusion (ASDOS)
- Button device
- Guardian angel/angel wings
- Helex septal occluder
- Starflex/bard clamshell/cardioseal
- Transcatherther patch closure
d. Antibiotik Profilaksis
Anak dengan kerusakan jantung yang parah meningkatkan resiko
terkena infective endocarditis. ASD tidak berhubungan dengan resiko
infective endocarditis , kecuali 6 bulan setelah penutupan dengan kateter
atau bedah.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Tidak terdapat masalah yang khusus, tetapi bila telah diketahui adanya
kelainan ASD, orang tua/klien harus tetap waspada dan secara teratur kontrol
ke bagian kardiologi/dokter. Klien harus tetap dijaga kesehatan umumnya.
WEB OF CAUTION
Faktor Prenatal
Rubella maternal selama kehamilan
Alkoholisme maternal
Penyakit/faktor genetik
DM tipe 1
Asianosis
VSD
Kanalis
Atroventrikularis
ASD
Kesiapan keluarga atas info diagnosa
Kecemasan
ASD I
Peningkatan volume darah di ventrikel kiri
Kelemahan
Hipoksia
Gangguan pertumbuhan
sel dan jaringan
Penurunan metabolisme
jaringan tubuh
Peningkatan aliran
darah pulmonal
Perubahan tekanan
pada valvula trikuspidalis
Peningkatan tahanan
katup pulmonalis
Stenosis relatif
Katup trikuspidalis
Risiko endokarditis
refleks bronkokontriksi
hipertensi pulmonary
edema paru
Dyspnea
3. Pemeriksaan fisik
a
Inspeksi :
1) Status gizi : kegagalan tumbuh atau peningkatan berat badan
yang buruk akan menyertai penyakit.
2) Warna : sianosis merupakan gejala umum penyakit jantung
kongenital dan pucat terjadi akibat perfusi yang buruk
3) Deformitas toraks : pembesaran jantung terkadang mediastorsi
konfigurasi dada.
4) Pulsasi yang tdak lazim : pulsasi vena leher dapat dilihat pada
sebagian pasien
5) Ekskursi pernafasan : peranjakan nafas (respiratory excursion)
berkaitan
dengnan
mudahnya
atau
sulitnya
pernafasan
Auskultasi
1) Frekuensi dan irama jantung : dengarkan frekuensi jantung yang
cepat (takikardi), frekuensi jantung yang lambat (bradikardi) atau
irama jantung yang tidak teratur.
Karakter suara jantung : dengarkan suara jantung yang berbeda
atau tidak jelas (muffled), bising jantung dan suara jantung
tambahan.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Perubahan dalam :
-
Status ekonomi
Lingkungan
Status kesehatan
Pola interaksi
Fungsi peran
Status peran
Pemajanan toksin
Terkait keluarga
Herediter
Infeksi/kontaminan interpersonal
Krisis maturasi
Krisis situasional
Stres
Penyalahgunaan zat
Ancaman kematian
Ancaman pada :
-
Status ekonomi
Lingkungan
Status kesehatan
Pola interaksi
Fungsi peran
Status peran
Konsep diri
Batasan karakteristik:
Perilaku:
Penurunan produktivitas
Gelisah
Melihat sepintas
Insomnia
Agitasi
Mengintai
Tampak waspada
Afektif
Gelisah
Distres
Ketakutan
Peningkatan kewaspadaan
Iritabilitas
Gugup
Senang berlebihan
Bingung
Menyesal
Khawatir
Fisiologis
Wajah tegang
Tremor tangan
Peningkatan keringat
Peningkatan ketegangan
Gemetar
Tremor
Suara bergetar
Simpatik
Anoreksia
Eksitasi kardiovaskuler
Diare
Mulut kering
Wajah merah
Jantung berdebar-debar
Peningkatan refleks
Pupil melebar
Kesulitan bernapas
Vasokontriksi superfisial
Lemah
Parasimpatik
Nyeri abdomen
Diare
Vertigo
Letih
Mual
Gangguan tidur
Sering berkemih
Anyang-anyangan
Kognitif
Bloking pikiran
Konfusi
Kesulitan berkonsentrasi
Lupa
Gangguan perhatian
Khawatir
Melamun
Perubahan afterload
Perubahan kontraktilitas
Perubahan preload
Perubahan irama
Batasan karakteristik
Aritmia
Bradikardia
Perubahan EKG
Palpitasi
Takikardia
Perubahan preload
-
Edema
Keletihan
Peningkatan CVP
Peningkatan PAWP
Murmur
Perubahan afterload
-
Kulit lembab
Dispnea
Peningkatan PVR
Peningkatan SVR
Oliguria
Perubahan kontraktilitas
-
Batuk
Crackle
Ortopnea
Bunyi S3
Bunyi S4
Perilaku/emosi
-
Ansietas
Gelisah
3. Intoleransi aktivitas
Kemungkinan berhubungan dengan:
Tirah baring
Kelemahan umum
Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
Imobilitas
Gaya hidup monoton
Batasan Karakteristik:
Defisiensi lingkungan
Pengabaian
Pengasuh ganda
Defisiensi stimulasi
Batasan karakteristik:
Afek datar
Batasan karakteristik
Subjektif:
Dispnea
Objektif
Sianosis
Ortopnea
Gelisah
Sputum berlebihan
Mata terbelalak
Faktor biologis
Faktor ekonomi
Faktor psikologis
Batasan karakteristik
Kram abdomen
Nyeri abdomen
Menghindari makan
Kerapuhan kapiler
Diare
Kurang makanan
Kurang informasi
Kesalahan konsepsi
Kesalahan informasi
Steatorea
Ketidakseimbangan perfusi-ventilasi
Batasan karakteristik:
Subjektif :
Dispnea
Gangguan penglihatan
Objektif
konfusi
Karbondioksida menurun
Diaforesis
Hiperkapnia
Hiperkarbia
Hipoksia
Hipoksemia
Iritabilitas
Gelisah
Somnolen
Takikardia
C. PERENCANAAN
1. Prioritas Masalah Keperawatan
- Diagnosa 1 : Ketidakefektifan pembersihan jalan napas
- Diagnosa 2 : Gangguan pertukaran gas
- Diagnosa 3 : Penurunan curah jantung
- Diagnosa 4 : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
- Diagnosa 5 : Intoleransi aktivitas
- Diagnosa 6 : Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan
- Diagnosa 7 : Ansietas
b.
1. Rencana keperawatan :
c.
d.
e.
f.
g. R
as
h.
io
na
l
i.
j.
q.
m.
adekuat.
3. Mengubah posisi pasien atau bagian
tubuh pasien secara sengaja untuk
u.
dan psikologis
4. Keadekuatan hidrasi untuk
y.
mengencerkan dahak
5. Meningkatkan partisipasi orang tua
ac.
ag.
institusi
aj.1. Kaji suara paru, frekuensi napas,
ai.
S
1) Nafas spontan, dispnea (-)
2) Frekuensi nafas normal 3076x/ menit
3) Sianosis negatif
4) Memiliki ekspansi paru yang
simetris
5) Tidak menggunakan
pernapasan cuping hidung
al.
ap.
oksimeter nadi
3. Berikan oksigen yang telah
rentang 95-100%
3. Meningkatkan kesediaan oksigen
at.
ax.
bb.
memaksimalkan potensial
ventilasi
ak.
6. Jelaskan kepada keluarga pasien
pengguanaan alat bantu yang
bf.
bj.
tindakan medis
4. Akral hangat
bo.
bs.
2-3 detik
7. Tidak ada murmur, gallop, rub,
terhadap terapi
4. Buat catatan asupan dan haluaran
bn.
yang akurat
bw.
ca.
akurat.
ce.
cj.
pemberian digoksin)
cm.
1. Anjurkan keluarga untuk
cl.
dengan perkembangan
3) Status gizi baik
cr.
cv.
dd.
tepat
elektrolit
4. Kebutuhan akan gizi yang tepat
ASI
6. Konsultasikan dengan ahli gizi
dj.
cn.
dan elektrolit
4. Berikan informasi yang tepat
di.
respirasi
2. Meminimalkan kebutuhan tubuh
terhadap oksigen
dh.
dm.
dq.
du.
dy.
aktivitas
ec.
terapi medis
penyebab
ef.1. Lakukan pengkajian kesehatan
ee.
S
1. Berat badan dan tinggi badan
sesuai usia
2. Ketajaman penglihatan,
penciuman dan pendengaran
dalam batas normal
3. Perkembangan fisik, kognitif,
motorik, psikososial sesuai
eh.
el.
ep.
usia
fd.
kebutuhan
fe.1. Kaji dan dokumentasikan tingkat
perawatan
ex.
fb.
fh.
fl.
perawatan
2. Orientasikan anak pada
et.
S
1. tanda-tanda cemas seperti
fc.
anak.
3. Terapi bermain dapat meningkatkan
rumah sakit
fq.
fp.
4. Berikan motivasi dan libatkan
keluarga untuk memberikan
menjalani pengobatan
5. Sediakan informasi faktual
kecemasan anak
5. Meningkatkan pengetahuan pasien
relaksasi
6. Kolaborasikan dengan dokter
pemberian obat untuk
menurunkan asietas
gd.
pengobatan.
4. Kehadiran keluarga memberikan rasa
pengobatan
6. Mengoptimalkan pengobatan dengan
terapi medis
fu.
fy.
gc.