Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Etiologi
Etiologi dari penyakit gangguangan sistem kardiovaskuler berhubungan dengan gangguan sirkulasi koroner
ataupun angina pektoris ini adalah ;
a. Ateriosklerosis,merupakan istilah umum untuk beberapa penyakit, dimana dinding arteri menjadi lebih tebal
dan kurang lentur dimana bahan lemak terkumpul dibawah lapisan sebelah dalam dari dinding arteri.
b. Spasme arteri koroner
c. Anemia berat,Artritis dan Aorta Insufisiensi
Unstable angina pektoris adalah suatu sindroma klinik yang berbahaya, yang di mana merupakan pola angina
pektoris yang bisa berkembang menjadi infak miokard akut (IMA). Unstable angina pektoris biasanya di sebabkan
oleh ruptur plak ateroma yang di sebabkan oleh trombosit dan faktor koagulasi sehingga terbentuk trombus
intralumial yang semioklusi.
Diet (hiperlipidemia)
Rokok
Hipertensi
Stress
Obesitas
Kurang aktifitas
Diabetes Mellitus
Usia
Jenis Kelamin
Ras
1
Herediter
Faktor pencetus yang dapat menimbulkan serangan antara lain:
Emosi
Stress
Kerja fisik terlalu berat
Hawa terlalu panas dan lembab
Terlalu kenyang
Banyak merokok
E. Manifestasi klinis
Gejalanya adalah sakit dada sentral atau restrosentral yang dapat menyebar kesalah satu atau kedua tangan,
leher atau punggung. Sakit sering timbul pada kegiatan fisik maupun emosi atau dapat timbul spontan waktu
istirahat.
Penderita dengan angina pektoris dapat dibagi dalam beberapa subset klinik. Penderita dengan angina pektoris
stabil, pola sakit dadanya dapat dicetuskan kembali oleh kegiatan dan oleh faktor faktor pencetus tertentu,
dalam 30 hari terakhir tidak ada perubahan dalam hal frekwensi, lama dan faktor faktor pencetusnya (sakit dada
tidak lebih lama dari 15 menit). Pada angina pektoris tidak stabil, umumnya terjadi perubahan perubahan pola :
meningkatnya frekwensi, parahnya dan atau lama sakitnya dan faktor pencetusnya. Sering termasuk di sini sakit
waktu istirahat, pendeknya terjadicrescendo ke arah perburukan gejala gejalanya. Subset ketiga adalahangina
Prinzmetal (variant) yang terjadi karena spasme arteri koronaria.
Faktor pencetus yang paling banyak menyebabkan angina adalah kegiatan fisik, emosi yang berlebihan dan
kadang kadang sesudah makan. Semua keadaan ini meningkatkan kebutuhan oksigen miokard dengan
mengingkatkan baik denyut nadi maupun tekanan darah sistemik. Hasil perkalian kedua parameter ini merupakan
indeks dari kebutuhan oksigen miokard.
F.
Patofisiologi
Angina pektoris adalah jeritan otot jantung yang merupakan sakit dada kekurangan oksigen; suatu gejala klinik
yang disebabkan oleh iskemia miokard yang sementara. Ini adalah akibat dari tidak adanya keseimbangan antara
kebutuhan oksigen miokard dan kemampuan pembuluh darah koroner menyediakan oksigen secukupnya untuk
kontraksi miokard.
Telah diketahui bahwa sel endotel pembuluh darah mampu melepaskan endothelial derived relaxing factor (FDRF)
yang menyebabkan relaksasi pembuluh darah, dan endothelial derived constricting factor (EDCF) yang
menyebabkan kontraksi pembuluh darah.
Pada keadaan normal, penglepasan EDRF terutama diatur oleh asetilkolin melalui perangsangan reseptor
muskarinik yang mungkin terletak di sel endotel. Berbagai substansi lain seperti trombin, Adenosin Difosfat
(ADP), adrenalin, serotonin, vasopresin, histamin dan noradrenalin juga mampu merangsang penglepasan EDRF,
selain memiliki efek tersendiri terhadap pembuluh darah.
2
Pada keadaan patologis seperti adanya lesi aterosklerosis, maka serotonin, ADP dan asetilkolin justru
merangsang penglepasan EDCF. Hipoksia akibat aterosklerosis pembuluh darah juga merangsang penglepasan
EDCF.
Berhubung karena sebagian besar penderita AP juga menderita aterosklerosis di pembuluh darah koroner, maka
produksi EDRF menjadi berkurang sebaliknya produksi EDFC bertambah sehingga terjadi peningkatan tonus A.
Koronaria.
Adenosin sebenarnya memiliki efek kardioprotektif karena substansi ini menghambat penglepasan enzim
proteolitik, menghambat interaksi endotel dan neutrofil, menghambat agregasi platelet dan menghambat interaksi
penglepasan tromboksan. Akan tetapi, Crea, dkk (1990) telah membuktikan nyeri dada angina adalah disebabkan
karena adenosin.
Nyeri dada AP terutama disalurkan melalui aferen saraf simpatis jantung. Saraf ini bergabung dengan saraf
somatik cervico thoracalis pada jalurascending di dalam medulla spinalis, sehingga keluhan angina pektoris
yang khas adalah nyeri dada bagian kiri atau substernal yang menjalar ke bahu kiri terus ke kelingking tangan kiri.
G. Komplikasi
a.
Aritmia supraventrikular
Takikardia sinus merupakan aritmia yang paling umum dari tipe ini. Jika hal ini terjadi sekunder akibat sebab
lain, masalah primer sebaiknya diobati pertama. Namun, jika takikardi sinus tampaknya disebabkan oleh stimulasi
simpatik berlebihan, seperti yang terlihat sebagai bagian dari status hiperdinamik, pengobatan dengan
penghambat beta yang relatif kerja singkat seperti propanolol yang sebaiknya dipertimbangkan.
b. Gagal jantung
Beberapa derajat kelainan sesaat fungsi ventrikel kiri terjadi pada lebih dari separuh pasien dengan infark
miokard. Tanda klinis yang paling umum adalah ronki paru dan irama derap S3 dan S4. Kongesti paru juga sering
terlibat pada foto thoraks dada. Peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri dan tekanan arteri pulmonalis
merupakan temuan hemodinamik karakteristik, namun sebaiknya diketahui bahwa temua ini dapat disebabkan
oleh penurunan pemenuhan diastolik ventrikel dan / atau penurunan isi sekuncup dengan dilatasi jantung
sekunder.
c.
Depolarisasi prematur yang jarang dan sporadik terjadi pada hampir semua pasien dengan infark dan tidak
memerlukan terapi. Sementara dulu, ekstrasistole ventrikel distolik yang sering, multifokal atau dini secara rutin
diobati, terapi farmakologik sekarang disediakan untuk pasien dengan aritmia ventrikel yang lama atau
simptomatik. Terapi antiaritmia profilaktik dengan tiadanya takiaritmia ventrikel yang penting secara klinis, dikontra
indikasikan karena terapi seperti itu dapat dengan jelas meningkatkan mortalitas selanjutnya.
H. Patogenesis
3
Angina pektoris adalah timbul karena iskemik akut yang tidak menetap akibat antara ketidak seimbangan antara
kebutuhan dan suplai oksigen miokard.
Beberapa keadaan yang menjadi penyebab :
1.
Pada orang yang mendertita stenosis arteri koroner berat dengan cadangan aliran koroner yang begitu terbatas
maka hipertensi sistemik dan pemakaian obattan simpatomimetik dapat meningkatkan kebutuhan O.
2.
Sebagian besar penderita ATS mempunyai gangguan cadangan aliran koroner yang menetap dan di akibatkan
oleh plak sklerotik yang lama atau tampa di sertai trombosis baru yang dapat memperberat penyempitan pembulu
darah koroner.
3.
Agregasi Trombosit
Stenosis arteri koroner akan menimbulkan turbulensi dan stasis aliran darah sehingga mengakibatkan
peningkatan agregasi trombosit yang akhirnya membentuk trombus dan keadaan ini akan mempermudah
terjadinya vasokonstriksi pembuluh darah.
4.
Robeknya plak ateroma kedalam pembuluh lumen darah kemungkinan mendahului terbentuknya trombus yang
nantinya mengakibatakan penyempitan arteri koroner.
5.
Peningkatan kebutuahn O miokard dan berkurangnya aliran koroner karena spasme pembuluh darah disebutkan
sebagai penyebab ATS, Spasme dapat terjadi pada arteri koroner normal ataupun pada stenosis pembuluh darah
koroner.
I.
Pemeriksaan diagnostic
1.
Elektrokardiogram
Gambaran elektrokardiogram (EKG) yang dibuat pada waktu istirahat dan bukan pada waktu serangan angina
seringkali masih normal. Gambaran EKG kadang kadang menunjukkan bahwa pasien pernah mendapat infark
miokard di masa lampau. Kadang kadang EKG menunjukkan pembesaran ventrikel kiri pada pasien hipertensi
dan angina. Kadang kadang EKG menunjukkan perubahan segmen ST dan gelombang T yang tidak khas.
4
Pada waktu serangan angina, EKG akan menunjukkan adanya depresi segmen ST dan gelombang T dapat
menjadi negatif.
2. Foto Rontgen Dada
Foto rontgen dada seringkali menunjukkan bentuk jantung yang normal, tetapi pada pasien hipertensi dapat
terlihat jantung yang membesar dan kadang kadang tampak adanya klasifikasi arkus aorta.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak begitu penting dalam diagnosis angina pektoris. Walaupun demikian untuk
menyingkirkan diagnosis infark jantung akut maka sering dilakukan pemeriksaan enzim CPK, SGO atau LDH.
Enzim tersebut akan meninggi pada infark jantung akut sedangkan pada angina kadarnya masih normal.
4.
Karena pada angina pektoris gambaran EKG seringkali masih normal, maka seringkali perlu dibuat suatu uji
latihan jasmani. Pada uji tersebut dibuat EKG pada waktu istirahat lalu pasien disuruh melakukan latihan dengan
alattreadmill, atau sepeda ergometer sampai pasien mencapai kecepatan jantung maksimal atau submaksimal,
dan selama latihan EKG dimonitor demikian pula setelah selesai EKG terus dimonitor. Tes dianggap positif bila
didapatkan depresi segmen ST sebesar 1 mm atau lebih pada waktu latihan atau sesudahnya. Lebih lebih bila
di samping depresi segmen ST juga timbul rasa sakit dada seperti pada waktu serangan, maka kemungkinan
besar pasien memang menderita angina pektoris.
Di tempat yang tidak mempunyai treadmill, test latihan jasmani dapat dilakukan dengan cara Master, yaitu latihan
dengan naik turun tangga dan dilakukan pemeriksaan EKG sebelum dan sesudah melakukan latihan tersebut.
5.
Penyadapan Jantung
Penyadapan jantung untuk membuat arteriografi koroner merupakan salah satu pemeriksaan yang paling penting,
baik untuk diagnosis penyakit jantung koroner maupun untuk merencanakan penatalaksanaan selanjutnya. Pada
pasien angina pektoris dapat dilakukan pemeriksaan arteriografi koroner secara selektif, baik untuk tujuan
diagnostik untuk konfirmasi adanya penyempitan pembuluh koroner, maupun untuk merencanakan langkah
selanjutnya pada pasien angina.
6.
Sakit di dada dapat berasal dari berbagai struktur, termasuk di sini jantung, jaringan ikat sekelilingnya seperti
perikardium, paru paru dan pleura. Begitu pula kelainan pembuluh darah besar, mediatinum, esophagus dan
alat tubuh di bawah diafragma seperti perut dan kantung empedu. Kelainan meuromuskular dan muskuloskeletal
di daerah tersebut juga dapat memberikan keluhan yang sama.
5
J. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan medis angina adalah untuk menurunkan kebutuhan oksigen jantung dan untuk
meningkatkan suplai oksigen. Secara medis tujuan ini dicapai melalui terapi farmakologi dan kontrol terhadap
faktor risiko. Secara bedah tujuan ini dicapai melalui revaskularisasi suplai darah jantung melalui bedah pintas
arteri koroner atau angioplasti koroner transluminal perkutan (PCTA= percutaneus transluminal coronary
angioplasty).
a. Farmakologi
1.
Golongan nitrat
Nitrogliserin merupakan obat pilihan utama pada serangan angina akut, mekanisme venanya sebagai dilatasi
vena perifer dan pembuluh darah koroner, eveknya langsung terhadap relaksasi otot polos vaskular. Nitrogliserin
juga dapat meningkatkan toleransi exercise pada penderita angina sebelum terjadi hipoktesia miokard.
Nitrogliserin adalah bahan vasoaktif yang berfungsi melebarkan baik vena maupun arteria sehingga
mempengaruhi sirkulasi perifer. Dengan pelebaran vena terjadi pengumpulan darah vena diseluruh tubuh.
Akibatnya hanya sedikit darah yang kembali ke jantung dan terjadilah penurunan tekanan pengisian (preload).
Nitrat juga melemaskan anter terjadi pengumpulan darah vena diseluruh tubuh. Akibatnya hanya sedikit darah
yang kembali ke jantung dan terjadilah penurunan tekanan pengisian (preload). Nitrat juga melemaskan anteriol
sistemik dan menyababkan penurunan tekanan darah (afterload). Semuanya itu berakibat pada penurunan
kebutuhan oksigen jantung,menciptakan suatu keadaan yang lebih seimbang antara suplai dan kebutuhan.
Nitrogliserin biasanya diletakkan dibawah lidah (sublingual) atau di pipi (kantong bukal) dan akan menghilangkan
nyeri iskemia dalam 3 menit.
2.
Penyekat beta-adrenergik
Tujuan pemberian penyekat beta adalah memperbaiki keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen miokard,
mengurangi nyeri, mengurangi luasnya infark dan menurunkan risiko kejadian aritmia vebtrikel yang serius.
Obat ini merupakan terapi utama pada angina. Penyekat beta dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard
dengan cara menurunkan frekwensi denyut jantung, kontraktilitas , tekanan di arteri dan peregangan pada dinding
ventrikel kiri. Efek samping biasanya muncul bradikardi dan timbul blok atrioventrikuler. Obat penyekat beta antara
lain : atenolol, metoprolol, propranolol, nadolol.
3.
Ca- antagonis
Dipakai pada pengobatan jangka panjang untuk mengurangi frekuensi serangan pada beberapa bentuk angina,
cara kerjanya memperbaiki spasme koroner dengan cara menghambat tonus vasometer.
6
Obat ini bekerja dengan cara menghambat masuknya kalsium melalui saluran kalsium, yang akan menyebabkan
relaksasi otot polos pembulu darah sehingga terjadi vasodilatasi pada pembuluh darah epikardial dan sistemik.
Golongan obat kalsium antagonis adalah amlodipin, bepridil, diltiazem, felodipin, isradipin, nikardipin, nifedipin,
nimodipin, verapamil.
4. Nitrat dan Nitrit
Merupakan vasodilator endothelium yang sangat bermanfaat untuk mengurangi symptom angina pectoris,
disamping juga mempunyai efek antitrombotik dan antiplatelet. Nitrat menurunkan kebutuhan oksigen miokard
melalui pengurangan preload sehingga terjadi pengurangan volume ventrikel dan tekanan arterial. Salah satu
masalah penggunaan nitrat jangka panjang adalah terjadinya toleransi terhadap nitrat. Untuk mencegah terjadinya
toleransi dianjurkan memakai nitrat dengan periode bebas nitrat yang cukup yaitu 8 12jam. Obat golongan nitrat
dan nitrit adalah : amil nitrit, ISDN, isosorbid mononitrat, nitrogliserin.
b. Non Farmakologis
Ada berbagai cara lain yang diperlukan untuk menurunkan kebutuhan oksigen jantung antara lain : pasien harus
berhenti merokok, karena merokok mengakibatkan takikardia dan naiknya tekanan darah, sehingga memaksa
jantung bekerja keras. Orang obesitas dianjurkan menurunkan berat badan untuk mengurangi kerja jantung.
Mengurangi stress untuk menurunkan kadar adrenalin yang dapat menimbulkan vasokontriksi pembuluhdarah.
Pengontrolan gula darah. Penggunaan kontra sepsi dan kepribadian seperti sangat kompetitif, agresif atau
ambisius.
1. PENGERTIAN
Angina pektoris adalah suatu syndrome klinis yang ditandai dengan episode atau perasaan tertekan di depan
dada akibat kurangnya aliran darah koroner, menyebabkan suplai oksigen ke jantung tidak adekuat atau dengan
kata lain, suplai kebutuhan oksigen jantung meningkat. (Smeltzer dan Bare, 2002 : 779)
Angina pektoris adalah suatu sindrom kronis dimana klien mendapat serangan sakit dada yang khas yaitu
seperti ditekan atau terasa berat di dada yang seringkali menjalar ke lengan kiri. Sakit dada tersebut biasanya
timbul pada waktu pasien melakukan suatu aktivitas dan segera hilang bila pasien menghentikan aktivitasnya.
(Noer, Sjaifoellah, dkk. IPD, 1999 : 1082)
Angina pektoris adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan jenis rasa tidak nyaman yang
biasanya terletak dalam daerah retrosternum. (Penuntun Praktis Kardiovaskuler)
3. EPIDEMIOLOGI
Di AS kurang lebih 50 % dari penderita jantung koroner ( PJK ) mempunyai manifestasi angina pectoris, jumlah
angina pectoris sulit diketahui. Dilaporkan bahwa insiden angina pectoris pertahun pada penderita di atas 3 th
sebesar 213 penderita / 100.000 penduduk.
4. FAKTOR PREDISPOSISI
Dapat Diubah (dimodifikasi)
a.
Diet (hiperlipidemia)
b. Rokok
c.
Hipertensi
d. Stress
e.
Obesitas
7
f.
Kurang aktifitas
g. Diabetes Mellitus
h. Pemakaian kontrasepsi oral
Tidak dapat diubah
a.
Usia
b. Jenis Kelamin
c.
Ras
d. Herediter
Faktor Pencetus Serangan
Faktor pencetus yang dapat menimbulkan serangan antara lain :
Emosi atau berbagai emosi akibat situasi yang menegangkan, mengakibatkan frekuensi jantung meningkat,
akibat pelepasan adrenalin dan meningkatnya tekanan darah, dengan demikian beban kerja jantung juga
meningkat.
Kerja fisik terlalu berat dapat memicu serangan dengan cara meningkatkan kebutuhan oksigen jantung
Makan makanan berat akan meningkatkan aliran darah ke daerah mesentrik untuk pencernaan, sehingga
menurunkan ketersediaan darah untuk suplai jantung. (pada jantung yang sudah sangat parah, pintasan darah
untuk pencernaan membuat nyeri angina semakin buruk).
Pajanan terhadap dingin dapat mengakibatkan vasokonstriksi dan peningkatan tekanan darah, disertai
peningkatan kebutuhan oksigen. (Smeltzer dan Bare, 2002 : 779).
1. KLASIFIKASI
Angina Pektoris Stabil
q Awitan secara klasik berkaitan dengan latihan atau aktifitas yang meningkatkan kebutuhan oksigen miokard.
q Nyeri segera hilang dengan istirahat atau penghentian aktifitas.
q Durasi nyeri 3 15 menit.
Angina stabil dibedakan menjadi 3 yaitu :
a.
Angina noctural
Nyeri terjadi malam hari, biasanya pada saat tidur tetapi ini dapat di kurangi dengan duduk tegak. Biasanya
angina noctural disebabkan oleh gagal ventrikel kiri.
b. Angina dekubitus
Angina yang terjadi saat berbaring.
c.
Iskemia tersamar
Terdapat bukti objektif iskemia ( seperti tes pada stress ) tetapi pasien tidak menunjukan gejala.
Angina Pektoris Tidak Stabil
q Sifat, tempat dan penyebaran nyeri dada dapat mirip dengan angina pektoris stabil.
q Adurasi serangan dapat timbul lebih lama dari angina pektoris stabil.
q Pencetus dapat terjadi pada keadaan istirahat atau pada tigkat aktifitas ringan.
q Kurang responsif terhadap nitrat.
q Lebih sering ditemukan depresi segmen ST.
q Dapat disebabkan oleh ruptur plak aterosklerosis, spasmus, trombus atau trombosit yang beragregasi.
Angina Prinzmental (Angina Varian).
q Sakit dada atau nyeri timbul pada waktu istirahat, seringkali pagi hari.
q Nyeri disebabkan karena spasmus pembuluh koroneraterosklerotik.
q EKG menunjukkan elevasi segmen ST.
q Cenderung berkembang menjadi infaark miokard akut.
q Dapat terjadi aritmia.
2.
GEJALA KLINIS
8
Nyeri dada substernal ataru retrosternal menjalar ke leher, tenggorokan daerah inter skapula atau lengan kiri.
Kualitas nyeri seperti tertekan benda berat, seperti diperas, terasa panas, kadang-kadang hanya perasaan tidak
enak di dada (chest discomfort).
Durasi nyeri berlangsung 1 sampai 5 menit, tidak lebih daari 30 menit.
Nyeri hilang (berkurang) bila istirahat atau pemberian nitrogliserin.
Gejala penyerta : sesak nafas, perasaan lelah, kadang muncul keringat dingin, palpitasi, dizzines.
Gambaran EKG : depresi segmen ST, terlihat gelombang T terbalik.
Gambaran EKG seringkali normal pada waktu tidak timbul serangan.
3. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Enzim atau isoenzim jantung,biasanya DBM : meningkat,menunjukkan kerusakan miokard.
EKG : biasanya normal bila pasien istirahat tetapi datar atau depresi pada segmen ST gelombang T
menunjukkan iskemia.
Foto Dada : biasanya normal, namun infiltrat mungkin ada menunjukkan dekompensasi jantung atau komplikasi
paru.
PCO2 kalium dan laktat miokard: mungkin meningkat selama serangan angina.
Kolestrol / trigliserida serum : mungkin meningkat.
Kateterisasi jantung dengan angiografi: diindikasikan pada pasien dengan iskemia yang diketahui dengan
angina atau nyeri dada tanpa kerja, pada pasien dengan kolesterolemia dan penyakit jantung keluarga yang
mengalami nyeri dada dan pasien dengan EKG istirahat abnormal.
Pemeriksaan Diagnostik
Elektrokardiogram
Gambaran elektrokardiogram (EKG) yang dibuat pada waktu istirahat dan bukan pada waktu serangan
angina seringkali masih normal. Gambaran EKG kadang-kadang menunjukkan bahwa pasien pernah mendapat
infark miokard pada masa lampau. Kadang-kadang EKG menunjukkan pembesaran ventrikel kiri pada pasien
hipertensi dan angina. Kadang-kadang EKG menunjukkan perubahan segmen ST dan gelombang T yang tidak
khas. Pada waktu serangan angina, EKG akan menunjukkan adanya depresi segmen ST dan gelombang T
menjadi negatif.
Foto Rontgen Dada
Foto rontgen dada seringkali menunjukkan bentuk jantung yang normal, tetapi pada pasien hipertensi dapat
terlihat jantung yang membesar dan kadang-kadang tampak adanya kalsifikasi arkus aorta.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak begitu penting dalam diagnosis angina pectoris. Walaupun demikian untuk
menyingkirkan diagnosis infark miokard jantung akut maka sering dilakukan pemeriksaan enzim CPK, SGOT, atau
LDH. Enzim tersebut akan meninggi pada infark jantung akut sedangkan pada angina kadarnya masih normal.
Pemeriksaan lipid darah seperti kadar kolesterol, HDL, LDL, dan trigliserida perlu dilakukan untuk menemukan
faktor resiko seperti hiperlipidemia dan pemeriksaan gula darah perlu dilakukan untuk menemukan diabetes
mellitus yang juga merupakan faktor risiko bagi pasien angina pectoris.
Uji Latihan Jasmani
Karena pada angina pectoris gambaran EKG seringkali masih normal, maka seringkali perlu dibuat suatu
ujian jasmani. Pada uji jasmani tersebut dibuat EKG pada waktu istirahat lalu pasien disuruh melakukan latihan
dengan alat treadmill atau sepeda ergometer sampai pasien mencapai kecepatan jantung maksimal atau
submaksimal dan selama latihan EKG di monitor demikian pula setelah selesai EKG terus di monitor. Tes
dianggap positif bila didapatkan depresi segmen ST sebesar 1 mm atau lebih pada waktu latihan atau
sesudahnya. Lebih-lebih bila disamping depresi segmen ST juga timbul rasa sakit dada seperti pada waktu
serangan, maka kemungkinan besar pasien memang menderita angina pectoris.
9
Di tempat yang tidak memiliki treadmill, test latihan jasmani dapat dilakukan dengan cara Master, yaitu
latihan dengan naik turun tangga dan dilakukan pemeriksaan EKG sebelum dan sesudah melakukan latihan
tersebut.
Thallium Exercise Myocardial Imaging
Pemeriksaan ini dilakukan bersama-sama ujian latihan jasmani dan dapat menambah sensifitas dan
spesifitas uji latihan.thallium 201 disuntikkan secara intravena pada puncak latihan, kemudian dilakukan
pemeriksaan scanning jantung segera setelah latihan dihentikan dan diulang kembali setelah pasien sehat dan
kembali normal. Bila ada iskemia maka akan tampak cold spot pada daerah yang yang menderita iskemia pada
waktu latihan dan menjadi normal setelah pasien istirahat. Pemeriksaan ini juga menunjukkan bagian otot jantung
yang menderita iskemia.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Adapun pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan, ialah :
1. Interview untuk mengetahui riwayat penyakit
2. Pemeriksaan fisik
3. Gambaran EKG (Ekokardiografi) berubah (didalam 2 sampai 12 jam, tetapi ada juga sampai 72 sampai 96
jam)
4. Foto rontgen thoraks
5. Peningkatan kadar jarum iso-enzim dalam darah
6. Radionuclide imaging, mengetahui cara yang terjadi penurunan perfusi
7. Penyadapan jantung
8. Indikasi arteriografi koroner
9. Sebagai cold spot yang terlihat diantara ischemial dan infark
10. Enzim jantung.
4. THERAPY
a. Terapi Farmakologi.
Nitrogliserin
Senyawa nitrat masih merupakan obat utama untuk menangani angina pektoris. Nitrogliserin diberikan untuk
menurunkan konsumsi oksigen jantung yang akan mengurangi iskemia dan mengurangi nyeri angina.
Nitrogliserin adalah bahan vasoaktif yang berfungsi melebarkan baik vena maupun arteria sehingga
mempengaruhi sirkulasi perifer. Dengan pelebaran vena terjadi pengumpulan darah vena diseluruh tubuh.
Akibatnya hanya sedikit darah yang kembali ke jantung dan terjadilah penurunan tekanan pengisian (preload).
Nitrat juga melemaskan anter terjadi pengumpulan darah vena diseluruh tubuh. Akibatnya hanya sedikit darah
yang kembali ke jantung dan terjadilah penurunan tekanan pengisian (preload). Nitrat juga melemaskan anteriol
sistemik dan menyababkan penurunan tekanan darah (afterload). Semuanya itu berakibat pada penurunan
kebutuhan oksigen jantung,menciptakan suatu keadaan yang lebih seimbang antara suplai dan kebutuhan.
Nitrogliserin biasanya diletakkan dibawah lidah (sublingual) atau di pipi (kantong bukal) dan akan menghilangkan
nyeri iskemia dalam 3 menit.
Penyekat Beta-adrenergik.
Obat ini merupakan terapi utama pada angina. Penyekat beta dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard
dengan cara menurunkan frekwensi denyut jantung, kontraktilitas , tekanan di arteri dan peregangan pada dinding
ventrikel kiri. Efek samping biasanya muncul bradikardi dan timbul blok atrioventrikuler. Obat penyekat beta antara
lain : atenolol, metoprolol, propranolol, nadolol.
Nitrat dan Nitrit
Merupakan vasodilator endothelium yang sangat bermanfaat untuk mengurangi symptom angina pectoris,
disamping juga mempunyai efek antitrombotik dan antiplatelet. Nitrat menurunkan kebutuhan oksigen miokard
10
melalui pengurangan preload sehingga terjadi pengurangan volume ventrikel dan tekanan arterial. Salah satu
masalah penggunaan nitrat jangka panjang adalah terjadinya toleransi terhadap nitrat. Untuk mencegah terjadinya
toleransi dianjurkan memakai nitrat dengan periode bebas nitrat yang cukup yaitu 8 12jam. Obat golongan nitrat
dan nitrit adalah : amil nitrit, ISDN, isosorbid mononitrat, nitrogliserin.
Kalsium Antagonis
Obat ini bekerja dengan cara menghambat masuknya kalsium melalui saluran kalsium, yang akan menyebabkan
relaksasi otot polos pembulu darah sehingga terjadi vasodilatasi pada pembuluh darah epikardial dan sistemik.
Kalsium antagonis juga menurunkan kabutuhan oksigen miokard dengan cara menurunkan resistensi vaskuler
sistemik. Golongan obat kalsium antagonis adalah amlodipin, bepridil, diltiazem, felodipin, isradipin, nikardipin,
nifedipin, nimodipin, verapamil.
b. Terapi Non Farmakologis
Ada berbagai cara lain yang diperlukan untuk menurunkan kebutuhan oksigen jantung antara lain : pasien harus
berhenti merokok, karena merokokmengakibatkan takikardia dan naiknya tekanan darah, sehingga
memaksajantung bekerja keras. Orang obesitas dianjurkan menurunkan berat badan untuk mengurangi kerja
jantung. Mengurangi stress untuk menurunkan kadar adrenalin yang dapat menimbulkan
vasokontriksi pembuluh darah. Pengontrolan gula darah. Penggunaan kontra sepsi dan kepribadian seperti sangat
kompetitif, agresif atau ambisius.
5. PROGNOSIS
Umumnya pasien dengan angina pektoris dapat hidup bertahun-tahun dengan hanya sedikit pembatasan dalam
kegiatan sehari-hari. Mortalitas bervariasi dari 2% - 8% setahun. Faktor yang mempengaruhi prognosis adalah
beratnyan kelainan pembuluh koroner. Pasien dengan penyempitan di pangkal pembuluh koroner kiri mempunyai
mortalitas 50% dalam lima tahun. Hal ini jauh lebih tinggi dibandingkan pasien dengan penyempitan hanya pada
salah satu pembuluh darah lainnya. Juga faal ventrikel kiri yang buruk akan memperburuk prognosis. Dengan
pengobatan yang maksimal dan dengan bertambah majunya tindakan intervensi dibidang kardiologi dan bedah
pintas koroner, harapan hidup pasien angina pektoris menjadi jauh lebih baik.
ANATOMI-FISIOLOGI KESADARAN
DAN PENURUNAN KESADARAN
Pusat pengaturan kesadaran pada manusia secara anatomi terletak pada serabut transversal retikularis dari
batang otak sampai thalamus dan dilanjutkan dengan formasio activator reticularis, yang menghubungkan
thalamus dengan korteks cerebri. Formasio reticularis terletak di substansi grisea otak dari daerah medulla
oblongata sampai midbrain dan thalamus. Neuron formasio reticularis menunjukkan hubungan yang menyebar.
Perangsangan formasio reticularis midbrain membangkitkan gelombang beta, individu menjadi dalam keadaan
bangun dan terjaga. Lesi pada formasio reticularis midbrain mengakibatkan orang dalam stadium koma, dengan
gambaran EEG gelombang delta. Jadi formasio reticularis midbrain merangsang ARAS (Ascending Reticular
Activating System), suatu proyeksi serabut difus yang menuju bagian area di forebrain. Nuklei reticular thalamus
juga masuk dalam ARAS, yang juga mengirimkan serabut difus ke semua area di korteks cerebri (Mardiati, 1996).
Formasio reticularis secara difus menerima dan menyebarkan rangsang, meneria imput dari korteks cerebri,
ganglia basalis, hipothalamus, sistem limbik, cerebellum, medula spinalis dan semua sistem sensorik. Sedangkan
serabut efferens formasio retikularis yaitu ke medula spinalis, cerebellum, hipothalamus, sistem limbik dan
thalamus yang lalu akan berproyeksi ke korteks cerebri dan ganglia basalis (Price, 2006). ARAS juga mempunyai
proyeksi non spesifik dengan depolarisasi global di korteks, sebagai kebalikan dari proyeksi sensasi spesifik dari
thalamus yang mempunyai efek eksitasi korteks secara khusus untuk tempat tertentu. Eksitasi ARAS umum
memfasilitasi respon kortikal spesifik ke sinyal sensori spesifik dari thalamus. Dalam keadaan normal, sewaktu
perjalanan ke korteks, sinyal sensorik dari serabut sensori aferens menstimulasi ARAS melalui cabang-cabang
kolateral akson. Jika sistem aferens terangsang seluruhna, proyeksi ARAS memicu aktivasi kortikal umum dan
terjaga (Mardiati, 1996).
11
Neurotransmitter yang berperan pada ARAS yaitu neurotransmitter kolinergik, monoaminergik dan GABA. Korteks
serebri merupakan bagian yang terbesar dari susunan saraf pusat di mana korteks ini berperan dalam kesadaran
akan diri sendiri terhadap lingkungan atau input-input rangsang sensoris (awareness). Jadi kesadaran akan
bentuk tubuh, letak berbagai bagian tubuh, sikap tubuh dan kesadaran diri sendiri merupakan funsi area asosiasi
somestetik (area 5 dan 7 brodmann) pada lobus parietalis superior meluas sampai permukaan medial hemisfer
(Price, 2006; Tjokronegoro, 2004).
Jaras kesadarannya: masukan impuls dari pusat sensorik pada korteks serebri menuju ARAS diproyeksikan
kembali ke korteks cerebri terjadi peningkatan aktivitas korteks dan kesadaran (Price, 2006).
Tingkat Kesadaran Manusia: (Price, 2006)
Sadar sadar penuh, orientasi baik terhadap orang, tempat dan waktu, kooperatif, dapat mengingat
angka yang diberitahukan beberapa menit sebelumnya.
Otomatisme tingkah laku normal, dapat bicara, kesulitan mengingat, bertindak otomatis tanpa tahu
apa yang baru saja dilakukan.
Konfusi canggung, mengalami gangguan daya ingat, kurang kooperatif, sulit dibangunkan, bingung.
Delirium disorientasi waktu, tempat dan orang, tidak kooperatif, agitasi, gelisah, sulit dibangunkan dari
tidurnya.
Stupor diam, tidur, berespon terhadap rangsang suara keras dan cahaya, berespo baik terhadap
rangsang sakit.
Koma ireversibel/mati refleks tidak ada, pupil dilatasi, tidak ada denyut jantung dan nafas.
Penurunan Kesadaran, disebabkan oleh: (Tjokronegoro, 2004)
1.
Lesi masa supra (infra tentorium) ditandai dengan peningkatan TIK dan disertai kelainan fokal. Kelainan
ini dapat berupa neoplasma, hematoma, infark cerebri dengan oedema, abses, fokal ensefalitis, venus sinus
trombosis.
2.
Lesi destruktif pada subtentorial (lokal efek toksik) biasanya merupakan kerusakan langsung dari ARAS,
yang dapat berupa infark batang otak, rhombensefalitis, demyelinasi batang otak, keracuana obat sedatif.
3.
Lesi difus pada korteks cerebri yang merupakan lesi bilateral umumnya karena hipoksia, iskemia,
hipoglikemia, ketoasidosis, kelainan elektrolit, meningitis, ensefalitis, ensefalomielitis,subarachnoid hemorrhage.
KESADARAN
Fisiologi Kesadaran
Pusat pengaturan kesadaran pada manusia secara anatomi terletak pada serabut transversal retikularis dari
batang otak sampai thalamus dan dilanjutkan dengan formasio activator reticularis, yang menghubungkan
thalamus dengan korteks cerebri. Formasio reticularis terletak di substansi grisea otak dari daerah medulla
oblongata sampai midbrain dan thalamus. Neuron formasio reticularis menunjukkan hubungan yang menyebar.
Perangsangan formasio reticularis midbrain membangkitkan gelombang beta, individu menjadi dalam keadaan
bangun dan terjaga. Lesi pada formasio reticularis midbrain mengakibatkan orang dalam stadium koma, dengan
gambaran EEG gelombang delta. Jadi formasio reticularis midbrain merangsang ARAS (Ascending Reticular
Activating System), suatu proyeksi serabut difus yang menuju bagian area di forebrain. Nuklei reticular thalamus
juga masuk dalam ARAS, yang juga mengirimkan serabut difus ke semua area di korteks cerebri.
Formasio reticularis secara difus menerima dan menyebarkan rangsang, menerima input dari korteks cerebri,
ganglia basalis, hipothalamus, sistem limbik, cerebellum, medula spinalis dan semua sistem sensorik. Sedangkan
serabut efferens formasio retikularis yaitu ke medula spinalis, cerebellum, hipothalamus, sistem limbik dan
thalamus yang lalu akan berproyeksi ke korteks cerebri dan ganglia basalis. ARAS juga mempunyai proyeksi non
spesifik dengan depolarisasi global di korteks, sebagai kebalikan dari proyeksi sensasi spesifik dari thalamus yang
mempunyai efek eksitasi korteks secara khusus untuk tempat tertentu. Eksitasi ARAS umum memfasilitasi respon
kortikal spesifik ke sinyal sensori spesifik dari thalamus. Dalam keadaan normal, sewaktu perjalanan ke korteks,
12
sinyal sensorik dari serabut sensori aferens menstimulasi ARAS melalui cabang-cabang kolateral akson. Jika
sistem aferens terangsang seluruhnya, proyeksi ARAS memicu aktivasi kortikal umum dan terjaga.
Neurotransmitter yang berperan pada ARAS yaitu neurotransmitter kolinergik, monoaminergik dan GABA. Korteks
serebri merupakan bagian yang terbesar dari susunan saraf pusat di mana korteks ini berperan dalam kesadaran
akan diri sendiri terhadap lingkungan atau input-input rangsang sensoris (awareness). Jadi kesadaran akan
bentuk tubuh, letak berbagai bagian tubuh, sikap tubuh dan kesadaran diri sendiri merupakan fungsi area asosiasi
somestetik (area 5 dan 7 brodmann) pada lobus parietalis superior meluas sampai permukaan medial hemisfer.
Jaras kesadarannya: masukan impuls dari pusat sensorik pada korteks serebri menuju ARAS diproyeksikan
kembali ke korteks cerebri terjadi peningkatan aktivitas korteks dan kesadaran.
Penerimaan informasi yang luas, baik sumbernya yang berasal dari bagian sensoris yang melalui medudla
spinalis dan dari seluruh bagian sensoris di batang otak, dikirim melalui bagian tepi dari formasio retikularis.
Input yang berasal dari hidung (olfactory) melalui sistem saraf hidung masuk kebagian otak depan.
Struktur yang berasal dari hipotalamus dan sistem limbic juga memberikan input ke formasio retikularis, beberapa
bagian dari fungsi viseral dan fungsi saraf otonom, dan serebelum juga turut memberikan input ke bagian medial
formasio retikularis untuk diaturnya.
Ascending Reticular Activating system (ARAS) dari formasio retikularis bertanggungjawab untuk kesadaran dan
bangun. Perjalanan nya melalui nuclei tidak spesifik dari talamus hingga ke korteks otak. Kerusakan pada bagian
ini dapat menyebabkan koma.
Formasio Retikularis mengirimkan impuls kebagian sensorik, motorik dan bagian autonom dari sistem saraf di
medula spinalis yang menerima masukan dari bagian sensoris yang ada disana, keluar dari masing-masing
preganglion saraf autonom, dan keluar dari sistem saraf motorik bagian tepi (LMN).
Formasio Reticularis mengirimkan secara luas hubungan dengan inti yang ada dibatang otak (seperti nucleus
tractus solitarius) dan pusat regulator autonom dan nukleus yang memodulasi fungsi viseral.
Proyeksi bagian Efferen formasio retikularis ke hipotalamus, nukleus di septum dan area limbic di otak depan
membantu untuk memodulasi fungsi autonom bagian visceral, pengeluaran sistem saraf endokrin dan
bertanggungjawab pada emosi dan perilaku.
Proyeksi Bagian efferent formasio reticularis ke serebelum bersama dengan ganglia basalis untuk memodulasi
sistem motorik bagian atas (UMN) dan sistem motorik bagian bawah (LMN)
RAS terdiri dari beberapa sirkuit saraf yang menghubungkan otak ke korteks. Jalur ini berasal di inti batang otak
reticular bagian atas dan proyeksi sirkuitnya melalui riley sinaptik dalam rostral intralaminar dan inti talamus ke
korteks serebri. Akibatnya, Individu dengan lesi/ kerusakan kedua belah inti intralaminar talamus berakibat
menjadi lesu atau mengantuk, bahkan dapat menyebabkan penurunan kesadaran atau koma.
Tingkat Kesadaran Manusia
Kompos mentis : sadar sepenuhnya baik terhadap dirinya maupun lingkungan. Pada kompos mentis ini aksi dan
reaksi bersifat adekuat yang tepat dan sesuai.
Apatis : keadaan pasien yang tampak segan dan acuh tak acuh terhadap lingkungan.
Delirium : penurunan kesadaran disertai kekacauan motorik dan siklus tidur bangun yang terganggu. Pasien
tampak gelisah, kacau, disorientasi dan meronta-meronta.
Somnolen (letargi, obtundasi, hipersomnia) : mengantuk yang masih dapat dipulihkan bila diberi ransangan tapi
saat ransangan dihentikan, pasien tertidur lagi. Pada somnolen jumlah jam tidur meningkat dan reaksi psikologis
lambat.
Soporous/stupor : keadaan mengantuk yang dalam. Pasien masih dapat dibangunkan dengan ransangan kuat
tetapi pasien tidak terbangun sempurna dan tidak dapat memberijawaban verbal yang baik. Pada soporous/stupor
reflek kornea dan pupil baik, BAB dan BAK tidak terkontrol. Stupor disebabkan oleh disfungsi serebral organic
difus.
Semi koma : penurunan kesadaran yang tidak member respon terhadap ransangan verbal dan tidak dapat
dibangunkan sama sekali, tapi reflek kornea dan pupil masih baik.
13
o
o
o
o
o
Koma : penurunan kesadaran yang sangat dalam, tidak ada gerakan spontan dan tidak ada respon terhadap
nyeri. Derajat kesadaran yang paling rendah yaitu koma. Koma terbagi dalam :
Koma supratentorial diensephalik : merupakan semua proses supratentorial yang mengakibatkan destruksi dan
kompresi pada substansia retikularis diensefalon yang menimbulkan koma. Koma supratentorial diensephalik
dapat dibagi dalam 3 golongan, yaitu :
Proses desak ruang yang meninggikan tekanan dalam ruang intracranial supratentorial secara akut.
Lesi yang menimbulkan sindrom ulkus.
Lesi supratentorial yang menimbulkan sindrom kompresi rostrokaudal terhadap batang otak.
Koma infratentorial diensefalik, Koma infratentorial akan cepat timbul jika substansia retikularis mesensefalon
mengalami gangguan sehingga tidak bisa berfungsi baik. Hal ini terjadi akibat perdarahan. Dimana perdarahan di
batang otak sering merusak tegmentum pontis dari pada mesensefalon, terdiri dari 2 macam proses patologik
yang menimbulkan koma :
Proses patologik dalam batang otak yang merusak substansia retikularis.
Proses diluar batang otak yang mendesak dan mengganggu fungsi substansia retikularis.
Koma bihemisferik difus : terjadi karena metabolism neural kedua belah hemsferium terganggu secara difus.
Gejala yang ditimbulkannya yaitu dapat berupa hemiparesis, hemihiperestesia, kejang epileptic, afasia, disatria,
dan ataksia, serta gangguan kualitas kesadaran.
Fase ini merupakan fase perpindahan dari fase jaga ke fase tidur disebut juga twilight sensation. Fase ini ditandai
dengan berkurangnya gelombang alfa dan munculnya gelombang teta (4-7 Hz), atau disebut juga gelombang low
voltage mix frequencies (LVM). Pada EOG tidak tampak kedip mata atau REM, tetapi lebih banyak gerakan rolling
(R) yang lambat dan terjadi penurunan potensial EMG. Pada orang normal fase 1 ini tidak berlangsung lama yaitu
antara lima sampai sepuluh menit kemudian memasuki fase berikutnya.
3. Fase 2
Pada fase ini, tampak kompleks K pada gelombang EEG, sleep spindle (S) atau gelombang delta (maksimum
20%). Elektrokulogram sama sekali tidak terdapat REM atau R dan kedip mata. EMG potensialnya lebih rendah
dari fase 1. Fase 2 ini berjalan relatif lebih lama dari fase 1 yaitu antara 20 sampai 40 menit dan bervariasi pada
tiap individu.
4. Fase 3
Pada fase ini gelombang delta menjadi lebih banyak (maksimum 50%) dan gambaran lain masih seperti pada fase
2. Fase ini lebih lama pada dewasa tua, tetapi lebih singkat pada dewasa muda. Pada dewasa muda setelah 5
10 menit fase 3 akan diikuti fase 4.
5. Fase 4
Pada fase ini gelombang EEG didominasi oleh gelombang delta (gelombang delta 50%) sedangkan gambaran
lain masih seperti fase 2. Pada fase 4 ini berlangsung cukup lama yaitu hampir 30 menit.
6. Fase REM .
Gambaran EEG tidak lagi didominasi oleh delta tetapi oleh LVM seperti fase 1, sedangkan pada EOG didapat
gerakan mata (EM) dan gambaran EMG tetap sama seperti pada fase 3. Fase ini sering dinamakan fase REM
yang 6 biasanya berlangsung 10 15 menit. Fase REM umumnya dapat dicapai dalam waktu 90-110 menit
kemudian akan mulai kembali ke fase permulaan fase 2 sampai fase 4 yang lamanya 75-90 menit. Setelah itu
muncul kembali fase REM kedua yang biasanya lebih lama dari eye movement (EM) dan lebih banyak dari REM
pertama. Keadaan ini akan berulang kembali setiap 75 90 menit tetapi pada siklus yang ketiga dan keempat ,
fase 2 menjadi lebih panjang fase 3 dan fase 4 menjadi lebih pendek. Siklus ini terjadi 4 5 kali setiap malam
dengan irama yang teratur sehingga orang normal dengan lama tidur 7 8 jam setiap hari terdapat 4-5 siklus
dengan lama tiap siklus 75 90 menit.
Waktu tidur
Waktu tidur dapat dibagi tiga bagian yaitu sepertiga awal, sepertiga tengah, sepertiga akhir. Pada orang normal,
sepertiga awal tidur lebih banyak dalam fase 3 dan 4, sepertiga tengah lebih banyak tidur dangkal (fase 2) serta
sepertiga akhir lebih banyak fase REM. Siklus tidur pada tiap individu berbeda dan relative dipengaruhi oleh usia,
sebagai contoh pola tidur pada laki laki muda (20 29 tahun ), pertengahan (40-49 tahun) dan tua (70 90
tahun) akan memberikan gambaran pola tidur yang berbeda.1,5 Pertambahan umur seseorang dapat
menyebabkan total waktu tidur menurun sedangkan waktu terjaga tetap. Pada orang tua tidur sering terlihat
gelisah dan waktu terjaganya menjadi lebih lama. Sedangkan pada orang muda 15% waktu tidurnya dihabiskan
pada fase 4. Fase 4 biasanya tidak ditemukan pada orang tua, demikian juga lama fase REM akan mengalami
penurunan yaitu 28 % dari pascapubertas menjadi 18% pada orang tua. Hal ini menunjukkan bahwa tidur menjadi
lebih singkat sehingga menyebabkan berkurangnya kesegaran sesuai bertambahnya usia.
2.3 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI TIDUR
Kualitas dan kuantitas tidur dipengaruhi oleh beberapa faktor. Kualitas tersebut dapat menunjukkan adanya
kemampuan individu untuk tidur dan memperoleh jumlah istirahat sesuai dengan kebutuhannya. Di antara faktor
yang dapat memengaruhinya adalah :
1. Penyakit
Sakit dapat memengaruhi kebutuhan tidur seseorang. Banyak penyakit yang dapat memperbesar kebutuhan tidur
seperti penyakit yang disebabkan oleh infeksi, terutama infeksi limpa. Infeksi limpa berkaitan dengan keletihan,
16
sehingga penderitanya membutuhkan lebih banyak waktu tidur untuk mengatasinya. Banyak juga keadaan sakit
yang menjadikan pasien kurang tidur, bahkan tidak bisa tidur.
2. Latihan dan kelelahan
Keletihan akibat aktivitas yang tinggi dapat memerlukan lebih banyak tidur untuk menjaga keseimbangan energi
yang telah dikeluarkan. Hal tersebut terlihat pada seseorang yang telah melakukan aktivitas dan mencapai
kelelahan. Maka, orang tersebut akan lebih cepat untuk dapat tidur karena tahap tidur gelombang lambatnya
diperpendek.
3. Stres psikologis
Kondisi stres psikologis dapat terjadi pada seseorang akibat ketegangan jiwa. Seseorang yang memiliki masalah
psikologis akan mengalami kegelisahan sehingga sulit untuk tidur.
4. Obat
Obat dapat juga memengaruhi proses tidur. Beberapa jenis obat yang mempengaruhi proses tidur jenis golongan
obat diuretik dapat menyebabkan insomnia, antidepresan dapat menekan, kafein dapat meningkatkan saraf
simpatis yang menyebabkan kesulitan untuk tidur, golongan beta bloker dapat berefek pada timbulnya insomnia
dan golongan narkotik dapat menekan RF:M sehingga mudah mengantuk.
5. Nutrisi
Terpenuhinya kebutuhan nutrisi yang cukup dapat mempercepat proses tidur. Konsumsi protein yang tinggi maka
sescorang tersebut akan mempercepat proses tcrjadinya tidur, karcna dihasilkan triptofan yang merupakan asam
amino hasil pencernaan protein yang dicerna dapat membantu mudah tidur. Demikian sebaliknya, kebutuhan gizi
yang kurang dapat juga memengaruhi prosca tidur, bahkan terkadang sulit untuk tidur.
6. Lingkungan
Keadaan lingkungan yang aman dan nyaman bagi seseorang dapat mempercepat proses terjadinya tidur.
Sebaliknya lingkungan yang tidak aman dan nyaman bagi seseorang dapat menyebabkan hilangnya ketenangan
sehingga mempengaruhi proses tidur.
7. Motivasi
Motivasi merupakan suatu dorongan atau keinginan seseorang untuk tidur, dapat memengaruhi proses tidur.
Selain itu, adanya keinginan untuk tidak tidur dapat mcnimbulkan gangguan proses tidur.
2.4 IRAMA SIRKARDIAN TERHADAP TIDUR
Irama sirkadian tidur merupakan salah satu dari beberapa irama intrinsik tubuh yang diatur oleh hipotalamus. Jalur
rethinohypothalamic memberikan rangsang secara langsung terhadap nucleus suprachiasma. Penurunan irama
sirkadian sebelum pagi hari diperkirakan berguna untuk membantu otak agar tetap tidur selama semalam
sehingga terjadi restorasi penuh dan mencegah kebangkitanprematur. Siklus suhu tubuh juga terjadi dibawah
kendali hipothalamus. Peningkatan suhu tubuh terjadi sepanjang siang hari dan penurunan terjadi sepanjang
malam. Suhu puncak dan penurunannya diperkirakan mencerminkan irama tidur. Orang yang aktif di malam hari
memiliki puncak suhu tubuh di malam hari sementara mereka yang menempatkan diri untuk aktif pada pagi hari
memiliki puncak suhu tubuh pada awal malam. Individu normal yang sehat memiliki variasi sirkadian pada arus
puncak ekspirasi maksimal (PEFR) yaitu mencapai puncaknya pada sore hari dan nilai terendah pada pukul
empat dini hari. Besarnya perubahan PEFR lebih tinggi pada penderita asma dibandingkan individu normal. Paru
dan organ efektor lainnya menunjukkan variasi bentuk dan waktu respon sirkadian yang jelas. Kadar kortisol dan
epinefrin pada penderita asma akan menunjukkan nilai terendah sekitar tengah malam sampai pukul 05.00 pagi
2.5 GANGGUAN TIDUR
1. Dissomnia
Adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami kesukaran menjadi jatuh tidur (failling as sleep), mengalami
gangguan selama tidur (difficulty in staying as sleep), bangun terlalu dini atau kombinasi di antaranya.
A. Gangguan tidur spesifik
Narkolepsi
17
Ditandai oleh serangan mendadak tidur yang tidak dapat dihindari pada siang hari, biasanya hanya berlangsung
10-20 menit atau selalu kurang dari 1 jam, setelah itu pasien akan segar kembali dan terulang kembali 2-3 jam
berikutnya. Gambaran tidurnya menunjukkan penurunan fase REM 30-70%. Pada serangan tidur dimulai dengan
fase REM.
Berbagai bentuk narkolepsi:
- Narkolepsi kataplesia, adalah kehilangan tonus otot yang sementara baik sebagian atau seluruh otot tubuh
seperti jaw drop, head drop
- Hypnagogic halusinasi auditorik/visual adalah halusinasi pada saat jatuh tidur sehingga pasien dalam keadaan
jaga, kemudian ke kerangka pikiran normal.
- Sleep paralis adalah otot volunter mengalami paralis pada saat masuk tidur sehingga pasien sadar ia tidak
mampu menggerakkan ototnya.
Gangguan gerakan anggota gerak badan secara periodik (periodic limb movement disorders) /
mioklonus nortuknal
Ditandai adanya gerakan anggota gerak badan secara streotipik, berulang selama tidur. Paling sering terjadi pada
anggota gerak kaki baik satu atau kedua kaki. Bentuknya berupa sktensi ibu jari kaki dan fleksi sebagian pada
sendi lutut dan tumit. Gerak itu berlangsung antara 0,5 - 5 detik, berulang dalam waktu 20 - 60 detik atau mungkin
berlangsung terusmenerus dalam beberapa menit atau jam. Bentuk tonik lebih sering dari pada mioklonus.
Sering timbul pada fase NREM atau saat onset tidur sehingga menyebabkan gangguan tidur kronik yang terputus.
Lesi pada pusat kontrol pacemaker batang otak. Insidensi 5% dari orang normal antara usia 30-50 tahun dan 29%
pada usia lebih dari 50 tahun. Berat ringan gangguan ini sangat tergantung dari jumlah gerakan yang terjadi
selama tidur, bila 5-25 gerakan/jam: ringan, 25-50 gerakan/jam: sedang, danlebih dari 50 kali/jam : berat.
Didapatkan pada penyakit seperti mielopati kronik, neuropati, gangguan ginjal kronik, PPOK, rhematoid arteritis,
sleep apnea, ketergantungan obat, anemia.
syndrome, adenotonsilar hypertropi. Pada orang dewasa obstruksi saluran nafas septal defek, hipotiroid, atau
bradikardi, gangguan jantung, PPOK, hipertensi, stroke, GBS, arnord chiari malformation.
ditandai dengan gangguan tidur yang berat, yang diakibatkan kerusakan pada raphe batang otak. Penyakit seperti
Gilles de la Tourettes syndrome, parkinson, khorea, dystonia, gerakan-gerakan penyakit lebih sering timbul pada
saat pasien tidur. Gerakan ini lebih sering terjadi pada fase awal dan fase 1 dan jarang terjadi pada fase dalam.
Pada dememsia sinilis gangguan tidur pada malam hari, mungkin akibat diorganisasi siklus sirkadian, terutama
perubahan suhu tubuh. Pada penderita stroke dapat mengalami gangguan tidur, bila terjadi gangguan vaskuler
didaerah batang otak epilepsi seringkali terjadi pada saat tidur terutama pada fase NREM (stadium ) jarang
terjadi pada fase REM.
D. Gangguan kesehatan, toksik
Seperti neuritis, carpal tunnel sindroma, distessia, miopati distropi, low back pain, gangguan metabolik seperti
hipo/hipertiroid, gangguan ginjal akut/kronik, asma, penyakit, ulkus peptikus, gangguan saluran nafas obstruksi
sering menyebabkan gangguan tidur seperti yang ditunjukkan mioklonus nortuknal.
E. Obat-obatan
Gangguan tidur dapat disebabkan oleh obat-obatan seperti penggunaan obat stimulan yang kronik (amphetamine,
kaffein, nikotine), antihipertensi, antidepresan, antiparkinson, antihistamin, antikholinergik. Obat ini dapat
menimbulkan terputus-outus fase tidur REM.
2. PARASOMNIA
Yaitu merupakan kelompok heterogen yang terdiri dari kejadian-kejadian episode yang berlangsung pada malam
hari pada saat tidur atau pada waktu antara bangun dan tidur. Kasus ini sering berhubungan dengan gangguan
perubahan tingkah laku danaksi motorik potensial, sehingga sangat potensial menimbulkan angka kesakitan dan
kematian, Insidensi ini sering ditemukan pada usia anak berumur 3-5 tahun (15%) dan mengalami perbaikan atau
penurunan insidensi pada usia dewasa (3%).
Ada 3 faktor utama presipitasi terjadinya parasomnia yaitu:
a. Peminum alcohol
b. Kurang tidur (sleep deprivation)
c. Stress psikososial
Kelainan ini terletak pada aurosal yang sering terjadi pada stadium transmisi antara bangun dan tidur. Gambaran
berupa aktivitas otot skeletal dan perubahan sistem otonom. Gejala khasnya berupa penurunan kesadaran
(konfuosius), dan diikuti aurosal dan amnesia episode tersebut. Seringkali terjadi pada stadium 3 dan 4.
pada larut malam (1/2 dari larut malam) yang disertai dengan ingat mimpi yang jelas. Paling banyak ditemukan
pada laki-laki usia lanjut, gangguan psikiatri atau dengan janis penyakit-penyakit degenerasi, peminum alkohol.
Kemungkinan lesinya terletak pada daerah pons atau juga didapatkan pada kasus seperti perdarahan
subarakhnoid. Gambaran menunjukkan adanya REM burst dan mioklonik potensial pada rekaman EMG.
tidur tenang dan dalam atau tidur gelombang lambat, karena gelombang otak pada saat tidur nonRem
lebih lambat dibanding gelombang alfa dan beta pada orang yang sadar.
Mudah terbangun
TAHAP II ( ringan, light sleep )
Nadi,RR,suhu menurun
Nadi,RR, proses fisiologis tubuh jauh menurun, karena dominasi sistem para simpatis.
Pada EEG terlihat gelombang theta, gelombang tersebut sdh lebih reguler
TAHAP IV
Timbul mimpi
2 jam latihan fisik sebelum tdr dapat memfasilitasi tidur tahap ini.
2. Rem (rapid Eye movement)
Berguna untuk memulihkan keadaan mental seseorang yakni untuk kemampuan belajar, kemampuan
adaptasi psikologis dan ingatan.
Biasanya orang lebih sukar dibangunkan, walaupun telah diberi rangsangan sensorik, dan ternyata org2
terbangun di pagi hari sewaktu episode tidur REM, dan bukan pd waktu tidur NREM
Frekuensi denyut jantung dan pernafasan biasanya irreguler, ini merupakan sifat dari keadaan tidur dgn
mimpi
Walaupun ada hambatan yg sgt kuat pada otot2 perifer, masih timbul jg beberapa gerakan otot yg tidak
teratur. Keadaan ini khususnya mencakup pergerakan cepat dr mata
Pada tidur REM, otak mnjd sgt aktif, dan metabolisme di seluruh otak sgt meningkat sebanyak 20%. Juga
pda EEG terlihat pola gelombang yg serupa dgn yg terjadi selama keadaan siaga.
Disebut tidur paradoksial , karena bersifat paradoks yaitu org tetap tidur walaupun aktivitas otaknya nyata.
Fisiologis Tidur
Aktivitas tidur diatur dan dikontrol oleh dua system pada batang otak,yaitu Reticular Activating System
(RAS) dan Bulbar Synchronizing Region(BSR). RAS di bagian atas batang otak diyakini memiliki sel-sel khusus
yang dapat mempertahankan kewaspadaan dan kesadaran, memberi stimulus visual, pendengaran, nyeri, dan
sensori raba, serta emosi dan proses berfikir. Pada saat sadar, RAS melepaskan katekolamin,sedangkan pada
saat tidur terjadi pelepasan serum serotonin dari BSR (Tarwoto,Wartonah,2003).
Dari aktifnya program-program yang tersimpan di inti sel otak. Setiap saat di otak kita muncul stimulasi-stimulasi
yang menyebabkan aktifnya bagian otak tertentu. Misalnya, kita melihat mobil. Maka, bayangan mobil itu akan
tertangkap oleh sel-sel retina mata kita, dan kemudian diubah menjadi sinyal-sinyal listrik yang dikirim ke otak kita.
Sinyal-sinyal kiriman retina mata itu bakal mengaktifkan sejumlah sel yang bertanggung jawab terhadap proses
penglihatan tersebut.
Demikian pula ketika kita membaui sesuatu. Aroma yang tertangkap oleh ujung-ujung saraf penciuman kita bakal
dikirim sebagai sinyal-sinyal ke otak. Dan sinyal-sinyal itu lantas mengaktifkan sel-sel untuk membangkitkan
sinyal-sinyal berikutnya. Bahkan dalam keadaan tidur, otak kita masih mengirimkan sinyal-sinyal untuk mengatur
denyut jantung, pernafasan, suhu tubuh, hormon-hormon pertumbuhan, dan lain sebagainya.
Otak adalah generator sinyal-sinyal listrik yang saling terangkai menjadi kode-kode kehidupan. Jika kode-kode itu
padam, maka orangnya pun meninggal. Karena, sudah tidak ada lagi aktivitas kelistrikan di sel otaknya. Berarti
tidak ada lagi perintah-perintah untuk mempertahankan kehidupan.
Tidak hanya berhenti di otak, sinyal-sinyal listrik itu merambat ke mana-mana ke seluruh tubuh, lewat komando
otak. Menghasilkan gerakan-gerakan atau perintah lain untuk kelangsungan hidup badan kita. Gerakan sinyal
listrik tersebut memiliki kecepatan sekitar 120 m per detik. Jalur yang dilaluinya adalah kabel-kabel saraf yang
menyebar dalam sistem yang sangat kompleks.
Pengukuran kelistrikan saraf ini bisa dilakukan dengan menggunakan alat (ENG) dan menghasilkan data
kelistrikan yang disebut Elektro Neuro Gram. Sedangkan untuk pengukuran kelistrikan otak menghasilkan data
berupa Elektro Ensefalogram (EEG)
Aktivitas Listrik Jantung
Kontraksi sel otot jantung terjadi oleh adanya potensial aksi yang dihantarkan sepanjang membrane sel otot
jantung. Jantung akan berkontraksi secara ritmik akibat adanya impuls listrik yang dibangkitkan oleh jantung
sendiri: suatukemampuan yang disebut autorhytmicity. Sifat ini dimiliki oleh sel khusus ototjantung. Terdapat dua
jenis khusus sel otot jantung, yaitu: sel kontraktil dan selotoritmik. Sel kontraktil melakukan kerja mekanis, yaitu
memompa dan sel otoritmikmengkhususkan diri mencetuskan dan menghantarkan potensial aksi yang
bertanggung jawab untuk kontraksi sel-sel pekerja.
Berbeda dengan sel saraf dan sel otot rangka yang memiliki potensial membrane istirahat yang mantap. Sel-sel
khusus jantung tidak memiliki potensial membrane istirahat. Sel-sel ini memperlihatkan aktivitas pacemaker (picu
jantung), berupa depolarisasi lambat yang diikuti oleh potensial aksi apabila potensial membrane tersebut
mencapai ambang tetap. Dengan demikian, potensial aksi secara berkala yang akan menyebar ke seluruh jantung
dan menyebabkan jantung berdenyut secara teratur tanpa adanya rangsangan melalui saraf.
Mekanisme yang mendasari depolarisasi lambat pada sel jantung penghantar khusus masih belum diketahui
secara pasti. Di sel-sel otoritmik jantung, potensial membaran tidak menetap antara potensia-potensial aksi.
Setelah suatu potensial aksi, membrane secara lambat mengalami depolarisasi atau bergeser ke ambang akibat
inaktivitasi saluran K+. pada saat yang sama ketika sedikit K+ ke luar sel karena penurunan tekanan K+ dan Na+,
yang permeabilitasnya tidak berubah, terus bocor masuk ke dalam sel. Akibatnya, bagian dalam secara perlahan
menjadi kurang negative; yaitu membrane secara bertahap mengalai depolarisasi menuju ambang. Setelah
23
ambang tercapai, dan saluran Ca++ terbuka, terjadilah influks Ca++ secara cepat, menimbulkan fase naik dari
potensial aksi spontan. Fase saluran K+. inaktivitasi saluran-saluran ini setelah potensial aksi usai menimbulkan
depolarisasi lambat berikutnya mencapai ambang.
Sel-sel jantung yang mampu mengalami otoritmisitas ditemukan di lokasi-lokasi berikut:
1. Nodus sinoatrium (SA), daerah kecil khusus di dinding atrium kanan dekat lubang vena kava superior.
2. Nodus atrioventrikel (AV), sebuah berkas kecil sel-sel otot jantung khusus di dasar atrium kanan dekat septum,
tepat di atas pertautan atrium dan ventrikel.
3. Berkas HIS (berkas atrioventrikel), suatu jaras sel-sel khusus yang berasal dari nodus AV dan masuk ke septum
antar ventrikel, tempat berkas tersebut bercabang membentuk berkas kanan dan kiri yang berjalan ke bawah
melalui seputum, melingkari ujung bilik ventrikel dan kembali ke atrium di sepanjang dinding luar.
4. Serat Purkinje, serat-serta terminal halus yang berjalan dari berkas HIS dan menyebar ke seluruh miokardium
ventrikel seperti ranting-ranting pohon.
Berbagai sel penghantar khusus memiliki kecepatan pembentukkan impuls spontan yang berlainan. Simpul SA
memiliki kemampuan membentuk impuls spontan tercepat. Impuls ini disebarkan ke seluruh jantung dan menjadi
penentu irama dasar kerja jantung, sehingga pada keadaan normal, simpul SA bertindak sebagai picu jantung.
Jaringan penghantar khusus lainnya tidak dapat mencetuskan potensial aksi intriksiknya karena sel-sel ini sudah
diaktifkan lebih dahulu oleh potensial aksi yang berasal dari simpul SA, sebelum sel-sel ini mampu mencapai
ambang rangsangnya sendiri.
Urutan kemampuan pembentukkan potensial aksi berbagai susunan penghantar khusus jantung yaitu:
Nodus SA (pemacu normal) : 60-80 kali per menit
Nodus AV : 40-60 kali per menit
Berkas His dan serat purkinje : 20-40 kali per menit
24