Você está na página 1de 67

UNIVERSITAS INDONESIA

PRAKTEK KERJA PROFESI DI DIREKTORAT BINA


OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN
DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN
DAN ALAT KESEHATAN PERIODE SEPTEMBER OKTOBER 2015

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

ASIH LESTARI
1406664215

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER
DEPOK
JANUARI 2016

UNIVERSITAS INDONESIA

PRAKTEK KERJA PROFESI DI DIREKTORAT BINA


OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN
DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN
DAN ALAT KESEHATAN PERIODE SEPTEMBER OKTOBER 2015

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh


gelar Apoteker

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

ASIH LESTARI
1406664215

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER
DEPOK
JANUARI 2016
ii

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa
laporan ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai peraturan yang berlaku
di Universitas Indonesia.

Jika dikemudian hari ternyata saya melakukan plagiarisme, saya akan


bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh
Universitas Indonesia kepada saya.

Penyusun,

Asih Lestari

iii

PERNYATAAN ORISINALITAS

Laporan Praktek Kerja ini adalah hasil karya saya sendiri,


Dan semua sumber baik yang dikutip maupun yang dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar

Nama

: Asih Lestari

NPM

: 1406664215

Tanda Tangan

Tanggal

iv

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Praktek Kerja Profesi ini diajukan oleh :


Nama
: Asih Lestari
NPM
: 1406664215
Program Studi
: Profesi Apoteker
Judul
: Praktek Kerja Profesi di Direktorat Bina Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan Periode September
Oktober 2015
Telah disetujui dan diterima sebagai bagian dari persyaratan yang
diperlukan untuk memperoleh gelar Apoteker pada Program Studi Profesi
Apoteker Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia.

PEMBIMBING

Pembimbing I

Dra. Sri Endah Suhartatik, Apt.

Pembimbing II

Baitha Palanggatan M, M.Farm., Apt.

Mengetahui :
Ketua Program Studi Profesi Apoteker
Fakultas Farmasi Universitas Indonesia

Dr. Hayun, M.Si., Apt.


NIP 195706131988111001

Ditetapkan di : Depok
Tanggal

:
v

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Profesi
Apoteker (PKPA) yang diselenggarakan pada tanggal 21 September 2 Oktober
2015 di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Direktorat
Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. Kegiatan PKPA merupakan bagian dari kegiatan perkuliah program
profesi apoteker dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman, pengetahuan,
dan keterampilan calon apoteker mengenai tugas dan tanggung jawabnya di sektor
pemerintah. Setelah mengikuti kegiatan PKPA, diharapkan setelah menjadi
apoteker, siap mengaplikasikan pengetahuannya pada saat memasuki dunia kerja.
Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan laporan ini, oleh karena
itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :
(1) Dra. Maura Linda Sitanggang, Ph.D., selaku Direktur Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan;
(2) Dra. Engko Sosialine M, Apt., selaku Direktur Direktorat Bina Obat
Publik dan Perbekalan Kesehatan di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian
dan Alat Kesehatan;
(3) Dra. Sri Endah Suhartatik, Apt., selaku Kepala Subdirektorat Pemantauan
dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan atas
kesempatan yang diberikan untuk dapat melaksanakan PKPA di Direktorat
Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan;
(4) Bapak Ahadi Wahyu Hidayat, S.Sos., S.Farm., Apt., selaku Kepala
Subbagian Tata Usaha, atas bimbingan, waktu, dan arahannya selama
pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker.
(5) Bapak Martinus Wahyu Ristyadi, S.T., selaku pihak yang menerima dan
menghubungkan kami dengan pihak Direktorat Bina Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan;

vi

(6) Serta pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang
telah memberikan dukungan dalam penyusunan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna, oleh
sebab itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca.
Akhir kata, penulis berharap Allah SWT membalas segala kebaikan semua pihak
yang telah membantu saya. Semoga laporan praktek kerja ini dapat bermanfaat
bagi rekan-rekan sejawat dan semua pihak yang membutuhkan.

Jakarta, 2 Oktober 2015

Penulis

vii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................


HALAMAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ..............................
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................
HALAMAN PENGESAHAN .........................................................................
KATA PENGANTAR ....................................................................................
DAFTAR ISI ...................................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................
DAFTAR TABEL ...........................................................................................

ii
iii
iv
v
vi
viii
ix
x

BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................. 1


1.1. Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2. Tujuan ................................................................................................ 2
BAB 2 TINJAUAN UMUM ......................................................................... 3
2.1. Tugas dan Fungsi ............................................................................... 3
2.2. Struktur Organisasi ............................................................................ 3
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS ......................................................................
3.1. Sasaran Program Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan. ..........................................................................................
3.2. Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat .......................
3.3. Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan ...
3.4. Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan ..
3.5. Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan ........................................................................
3.6. Subbagian Tata Usaha ........................................................................

10
10
10
11
12
13
14

BAB 4 PELAKSANAAN PRAKTEK KERJA ........................................... 16


BAB 5 PEMBAHASAN ................................................................................ 16
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 29
6.1 Kesimpulan ........................................................................................
6.2 Saran .................................................................................................. 30
DAFTAR ACUAN ......................................................................................... 31

viii

Universitas Indonesia

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Struktur Organisasi Direktorat Bina Kefarmasian dan Alat


Kesehatan ................................................................................ 32
Lampiran 2. Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan .............................................................. 33
Lampiran 3. Laporan Tugas Khusus ............................................................. 34

ix

Universitas Indonesia

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Pelaksanaan Praktek Kerja ............................................................. 16

Universitas Indonesia

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan merupakan salah satu hak asasi manusia dan salah satu unsur
kesejahteraan yang harus diwujudkan dan telah menjadi cita-cita dan tujuan
bangsa Indonesia sebagaimana yang tertera dalam Undang-Undang Dasar
1945. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian, untuk mewujudkan kesehatan yang berkeadilan bagi
seluruh rakyat Indonesia diperlukan upaya pemerataan kesehatan dari
pemerintah. Upaya pembangunan kesehatan melalui peningkatan kesehatan
(promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif),
dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang dilakukan secara menyeluruh,
terpadu, dan berkesinambungan. Upaya tersebut dapat dilakukan demi
pemerataan dan peningkatan mutu pelayanan kesehatan, persediaan obatobatan yang memadai, berkualitas, aman, distribusi yang merata, harga yang
terjangkau oleh masyarakat luas serta meningkatkan ketepatan dan efisiensi
penggunaannya.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia merupakan ujung tombak
untuk mewujudkan upaya peningkatan kesehatan dan diperlukan sebuah
organisasi dan tata kelola yang baik dan integratif. Untuk mengatur hal ini,
dikeluarkan Peraturan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Nomor
114/MENKES/PER/VIII/2010

tentang

Organisasi

dan

Tata

Kerja

Kementerian Kesehatan. Berdasarkan Permenkes tersebut, struktur organisasi


Kementerian Kesehatan terbagi menjadi beberapa Direktorat Jenderal. Salah
satu Direktorat Jenderal yang ada di Kementerian Kesehatan adalah Direktorat
Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Apoteker sebagai salah satu
tenaga kesehatan mempunyai peran penting dalam pembangunan negara
Indonesia di bidang kesehatan melalui Kementerian Kesehatan. Peran yang
penting bagi apoteker adalah dalam penanganan sediaan farmasi dan alat
kesehatan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
1

Universitas Indonesia

tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang


Pekerjaan Kefarmasian. Oleh karena itu dengan diselenggarakannya program
praktek kerja bagi calon apoteker, diharapkan mahasiswa apoteker dapat
memahami tugas dan tanggung jawab seorang apoteker di instansi
pemerintahan.

1.2 Tujuan Praktek Kerja


a.

Memahami peranan, tugas, dan tanggung jawab apoteker di Direktorat


Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan

b.

Memiliki pengetahuan tentang tugas pokok dan fungsi di Direktorat


Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, khususnya di Direktorat
Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.

c.

Memiliki wawasan, pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman praktis


dalam melakukan pekerjaan di sektor pemerintahan.

d.

Memiliki gambaran nyata tentang permasalahan kefarmasian di sektor


pemerintahan.

Universitas Indonesia

BAB 2
TINJAUAN UMUM
DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT
KESEHATAN

2.1. Tugas dan Fungsi


Direktorat Jenderal

Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan


standardisasi teknis di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan.
Adapun beberapa fungsi yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal
Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dalam melaksanakan tugas tersebut
adalah sebagai berikut:
a. Perumusan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat
kesehatan;
b. Pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat
kesehatan;
c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan;
d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan
kefarmasian dan alat kesehatan; serta
e. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan.
2.2. Struktur Organisasi
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dipimpin
oleh Direktur Jenderal yang bertanggung jawab kepada Menteri
Kesehatan. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
terdiri atas beberapa Direktorat dan satu Sekretariat, dimana masingmasing memiliki tugas dan fungsinya masing-masing.

Universitas Indonesia

2.2.1. Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat


Kesehatan
Sekretariat Direktorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan
pelayanan teknis administrasi kepada semua unsur di lingkungan
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Adapun
beberapa fungsi yang diselenggarakan oleh Sekretariat Direktorat
Jenderat

Bina

Kefarmasian

dan

Alat

Kesehatan

dalam

melaksanakan tugas tersebut adalah sebagai berikut:


a. Koordinasi dan penyusunan rencana, program, dan anggaran;
b. Pengelolaan data dan informasi;
c. Penyiapan

urusan

hukum,

penataan

organisasi,

jabatan

fungsional, dan hubungan masyarakat;


d. Pengelolaan urusan keuangan;
e. Pelaksanaan urusan kepegawaian, tata persuratan, kearsipan
gaji, rumah tangga, dan perlengkapan; serta
f. Evaluasi dan penyusunan laporan.
Struktur Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan terdiri atas:
a. Bagian Program dan Informasi;
b. Bagian Hukum, Organisasi, dan Hubungan Masyarakat;
c. Bagian Keuangan;
d. Bagian Kepegawaian dan Umum;
e. Kelompok Jabatan Fungsional
2.2.2. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai
tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan
kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta
pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang obat publik dan
perbekalan

kesehatan.

Adapun

beberapa

fungsi

yang

diselenggarakan oleh Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan


Kesehatan dalam melaksanakan tugas tersebut adalah sebagai
berikut:
Universitas Indonesia

a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang analisis dan


standardisasi harga obat, penyediaan, dan pengelolaan obat
publik dan perbekalan kesehatan serta pemantauan dan evaluasi
program obat publik dan perbekalan kesehatan;
b. Pelaksanaan kegiatan di bidang analisis dan standardisasi harga
obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan
kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik
dan perbekalan kesehatan;
c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di
bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan
pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta
pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan
kesehatan;
d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang analisis dan
standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat
publik dan perbekalan kesehatan; serta pemantauan dan
evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan;
e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di
bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan
pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta
pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan
kesehatan; dan
f.

Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.

Struktur Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan


terdiri atas:
a. Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat;
b. Subdirektorat

Penyediaan

Obat

Publik

dan

Perbekalan

Kesehatan;
c. Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan;
d. Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik
dan Perbekalan Kesehatan
Universitas Indonesia

e. Subbagian Tata Usaha; dan


f. Kelompok Jabatan Fungsional
2.2.3. Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian
Direktorat

Bina

Pelayanan

Kefarmasian

mempunyai

tugas

melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan


dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria serta
pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pelayanan
kefarmasian. Adapun beberapa fungsi yang diselenggarakan oleh
Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian dalam melaksanakan tugas
tersebut adalah sebagai berikut:
a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang standardisasi,
farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat
rasional;
b. Pelaksanaan

kegiatan

di

bidang

standardisasi,

farmasi

komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional;


c. Penyiapan perumusan norma, standar, prosedur, dan kriteria di
bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan
penggunaan obat rasional;
d. Pemberian bimbingan teknis di bidang standardisasi, farmasi
komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional;
e. Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan
kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi
klinik, dan penggunaan obat rasional; dan
f. Pelaksanaan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.
Struktur Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian terdiri atas:
a. Subdirektorat Standardisasi;
b. Subdirektorat Farmasi Komunitas;
c. Subdirektorat Farmasi Klinik;
d. Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional
e. Subbagian Tata Usaha; dan
f. Kelompok Jabatan Fungsional
Universitas Indonesia

2.2.4. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan


Direktorat

Bina

Produksi

dan

Distribusi

Alat

Kesehatan

mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan


pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur,
dan kriteria serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di
bidang produksi dan distribusi alat kesehatan serta perbekalan
kesehatan rumah tangga. Adapun fungsi yang diselenggarakan oleh
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dalam
melaksanakan tugas tersebut adalah sebagai berikut:
a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi,
standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan
kesehatan rumah tangga;
b. Pelaksanaan

kegiatan

di

bidang

penilaian,

inspeksi,

standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan


kesehatan rumah tangga;
c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan
dan perbekalan kesehatan rumah tangga;
d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang penilaian,
inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan
perbekalan kesehatan rumah tangga;
e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di
bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat
kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; dan
f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.
Struktur Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan
terdiri atas:
a. Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan;
b. Subdirektorat Penilaian Penilaian Produk Diagnostik Invitro
dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga;
c. Subdirektorat

Inspeksi

Alat

Kesehatan

dan

Perbekalan

Kesehatan Rumah Tangga;


Universitas Indonesia

d. Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi;


e. Subbagian Tata Usaha; dan
f. Kelompok Jabatan Fungsional
2.2.5. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian memiliki
tugas utama yaitu melaksanakan penyiapan perumusan dan
pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur,
dan kriteria serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di
bidang produksi dan distribusi kefarmasian. Pelaksanaan kegiatan
di bidang produksi dan distribusi kefarmasian meliputi:
a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang produksi dan
distribusi kefarmasian;
b. Pelaksanaan kegiatan di bidang produksi dan distribusi
kefarmasian;
c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di
bidang produksi dan distribusi kefarmasian;
d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis, pengendalian, kajian
dan analisis di bidang produksi dan distribusi kefarmasian;
e. Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan
kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian;
f. Pelaksanaan perizinan di bidang produksi dan distribusi
kefarmasian; dan
g. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.
Struktur Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian
terdiri atas:
a. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat
Tradisional;
b. Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan;
c. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika,
Prekusor dan Sediaan Farmasi Khusus;
d. Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat;
e. Subbagian Tata Usaha; dan
Universitas Indonesia

f.

Kelompok Jabatan Fungsional

Universitas Indonesia

BAB 3
TINJAUAN KHUSUS
DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN

3.1. Sasaran Program Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan


Kesehatan
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 52 Tahun 2015,
Program Kerja Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
adalah peningkatan ketersediaan obat publik dan perbekalan farmasi.
Ssaran yang diharapkan adalah tersedianya obat, vaksin, dan perbekalan
kesehatan yang bermutu, merata, dan terjangkau di pelayanan kesehatan
pemerintah.
3.2. Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat
3.2.1. Tugas dan Fungsi
Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat mempunyai
tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan
kebijakan, dan menyusun norma, standar, prosedur, dan kriteria
serta bimbingan teknis, evaluasi dan penyusunan laporan di
bidang

analisis

dan

standardisasi

harga

obat.

Dalam

melaksanakan tugas, Subdirektorat Analisis dan Standardisasi


Harga Obat menyelenggarakan fungsi:
a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di
bidang analisis dan standardisasi harga obat.
b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur dan
kriteria di bidang analisis dan standardisasi harga obat.
c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang analisis dan
standardisasi harga obat.
d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi, dan penyusunan
laporan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis dan
standardisasi harga obat.

10

Universitas Indonesia

11

3.2.2. Struktur Organisasi


a. Seksi Analisis Harga Obat
Seksi Analisis Harga Obat mempunyai tugas yaitu melakukan
penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan
analisis, kajian, dan pemantauan harga obat.
b. Seksi Standardisasi Harga Obat
Seksi Standardisasi Harga Obat mempunyai tugas yaitu
melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan
kebijakan serta penyusunan norma, standar, prosedur, dan
kriteria harga obat.
3.3. Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
3.3.1. Tugas dan Fungsi
Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan
pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur dan
kriteria, bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan dan
evaluasi serta penyusunan laporan di bidang penyediaan obat
publik dan perbekalan kesehatan. Dalam melaksanakan tugasnya,
Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
menyelenggarakan fungsi:
a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di
bidang penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan.
b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan
kriteria di bidang penyediaan obat publik dan perbekalan
kesehatan.
c. Penyiapan bahan bimbingan teknis dan pengendalian di
bidang penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan.
d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi, dan penyusunan
laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penyediaan obat
publik dan perbekalan kesehatan.

Universitas Indonesia

12

3.3.2. Struktur Organisasi


a. Seksi Perencanaan Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan
Seksi Perencanaan Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan
perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang perencanaan
penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan.
b. Seksi Pemantauan Ketersediaan Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan
Seksi Pemantauan Ketersediaan Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan
bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan dan evaluasi,
serta penyusunan laporan di bidang ketersediaan obat publik
dan perbekalan kesehatan.
3.4. Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
3.4.1. Tugas dan Fungsi
Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan
pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan
kriteria, bimbingan teknis, evaluasi dan penyusunan laporan di
bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan.
Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
mempunyai fungsi:
a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di
bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan.
b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan
kriteria di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan.
c. Penyiapan bahan bimbingan teknis dan pengendalian di
bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan.
d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi, dan penyusunan
laporan pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan obat
publik dan perbekalan kesehatan.
Universitas Indonesia

13

3.4.2. Struktur Organisasi


a. Seksi Standardisasi Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan
Seksi Standardisasi Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan
perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan
norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang pengelolaan
obat publik dan perbekalan kesehatan.
b. Seksi Bimbingan dan Pengendalian Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan
Seksi Bimbingan dan Pengendalian Obat Publik dan
Perbekalan

Kesehatan

penyiapan

bahan

mempunyai

bimbingan

tugas

teknis,

melakukan
pengendalian,

pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang


pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan.
3.5. Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan
3.5.1. Tugas dan Fungsi
Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan
bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, bimbingan teknis,
pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang program
obat publik dan perbekalan kesehatan. Dalam melaksanakan
tugasnya, maka Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program
Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi:
a. Penyiapan bahan pemantauan pelaksanaan kebijakan di
bidang program obat publik dan perbekalan kesehatan.
b. Penyiapan bahan evaluasi pelaksanaan kebijakan di bidang
program obat publik dan perbekalan kesehatan.

Universitas Indonesia

14

3.5.2. Struktur Organisasi


a. Seksi Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan
Seksi Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan
pemantauan pelaksanaan program obat publik dan perbekalan
kesehatan.
b. Seksi Pemantauan Program Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan
Seksi Pemantauan Program Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan
evaluasi pelaksanaan program obat publik dan perbekalan
kesehatan.
3.6. Subbagian Tata Usaha
Subbagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan urusan tata usaha
dan rumah tangga direktorat. Tugas subbagian ini adalah melakukan
urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat. Uraian tugas subbagian
tata usaha adalah sebagai berikut:
a. Melakukan penyiapan rancangan kegiatan subbagian Tata Usaha
berdasarkan rencana jangka panjang, menengah, dan pendek sesuai
program dan referensi terkait.
b. Melakukan penyiapan rancangan rencana pelaksanaan kegiatan
Subbagian Tata Usaha berdasarkan rencana tahunan.
c. Membimbing pelaksanaan tugas/kegiatan Subbagian Tata Usaha
dengan memberi petunjuk dan membagi tugas agar pelaksanaan
tugas/kegiatan dapat berjalan dengan lancar, tepat waktu, dan tepat
guna.
d. Melakukan manajemen layanan ketatausahaan dan kerumahtanggaan
dengan cara merencanakan, mengatur, dan mengevaluasi sumber daya
yang ada di lingkungan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan agar pelaksanaan program/kegiatan sesuai dengan rencana.
Universitas Indonesia

15

e. Melakukan penyiapan rancangan usulan kebutuhan tenaga dan


kebutuhan diklat pegawai di lingkungan Direktorat Bina Obat Publik
dan Perbekalan Kesehatan berdasarkan kebutuhan pelaksanaan
program serta masukan dari unit kerja di lingkungan Direktorat.
f. Melakukan

penyiapan

rancangan

usulan

kebutuhan

peralatan/perlengkapan/fasilitas kerja di lingkungan Direktorat Bina


Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dan kebutuhan biaya
pemeliharaannya berdasarkan kebutuhan pelaksanaan program serta
masukan dari unit kerja di lingkungan Direktorat.
g. Melakukan penyiapan rancangan usulan kenaikan pangkat, Kejadian
Luar Biasa (KLB), pemindahan, pemberhentian, dan pensiun/cuti dan
lain-lain di lingkungan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan dengan cara menelaah/mengolah bahan/data kepegawaian
yang ada dan usulan dari pegawai yang bersangkutan.
h. Melaporkan

secara

berkala

pelaksanaan

kegiatan

layanan

ketatausahaan dan kerumahtanggaan baik lisan maupun tertulis


kepada Direktur Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dengan
cara menyusun laporan sesuai dengan hasil pelaksanaan kegiatan.
i. Melakukan tugas lain yang diberikan oleh atasan dalam rangka
kelancaran pelaksanaan tugas.

Universitas Indonesia

BAB 4
PELAKSANAAN PRAKTEK KERJA

Praktek Kerja di bidang pemerintahan dilaksanakan selama dua minggu dari


tanggal 21 September 2015 sampai dengan tanggal 2 November 2015. Kegiatankegiatan yang dilakukan selama Praktek Kerja, termasuk pelaksanaan tugas
khusus, dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut:

Tabel 4.1 Kegiatan Praktek Kerja di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Periode
September Oktober 2015.
Waktu
Senin, 21 September 2015

Selasa, 22 September 2015

Rabu, 23 September 2015


Jumat, 25 September 2015

Senin, 28 September 2015


Selasa, 29 September 2015
Rabu, 30 September 2015
Kamis, 1 Oktober 2015
Jumat, 2 Oktober 2015

Uraian/Materi Kegiatan
Perkenalan
Pemaparan materi umum tentang Dirjen
Binfar&Alkes
Pemaparan
materi
dari
Kasie
Pemantauan Ketersediaan Obat Publik
dan Perbekalan Kesehatan
Pemaparan
materi
dari
Kasie
Bimbingan dan Pengendalian Obat
Publik dan Perbekalan Kesehatan
Pemaparan
materi
dari
Kasie
Perencanaan Penyediaan Obat Publik
dan Perbekalan Kesehatan
Pengerjaan tugas khusus : APIF
Melanjutkan mengerjakan tugas khusus
tentang APIF
Menyusun laporan tugas umum
Menyusun laporan tugas umum
Pemaparan Subdit Analisis Harga dari
seksi Standarisasi Harga Obat
Presentasi tentang Direktorat Bina Obat
Publik dan Perbekalan Kesehatan

16

Universitas Indonesia

BAB 5
PEMBAHASAN

5.1 Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat


Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan memonitoring harga obat setiap tahun di seluruh
Indonesia. Obat yang dimonitoring merupakan obat yang digunakan oleh
sektor pemerintah yaitu obat generik dan generik bermerk. Monitoring
dilakukan untuk melihat pola harga obat di tiap propinsi antara obat generik
dan obat generik bermerk. Data yang didapatkan kemudian digunakan dalam
pertimbangan penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang nantinya akan
dilelang untuk e-catalogue. Dalam melakukan monitoring propinsi di
Indonesia dibagi dalam empat regional, regional 1 (Jawa), regional 2
(Sumatera selain Aceh dan Palembang, NTB), regional 3 (Sulawesi, Aceh,
dan Palembang), dan regional 4 (Maluku Utara, Maluku Selatan, Papua timur
dan Papua Barat). Selain pola harga obat di propinsi, penetapan HPS juga
dipengaruhi oleh daftar harga obat di industri farmasi, biaya produksi, dan
harga bahan baku.
E-catalogue merupakan aplikasi yang digunakan untuk pemesanan obat
dan berisi daftar harga obat untuk pengadaan obat pemerintah termasuk obat
generik dan obat program. Penetapan harga obat melalui lelang harga satuan
dilakukan antara LKPP dan industri penyedia obat. Pihak pemerintah melalui
Kementerian Kesehatan berperan dalam menyediakan data tentang HPS,
RKO, dan spesifikasi teknis obat yang dibutuhkan. LKPP akan menentukan
industri farmasi yang akan mendapatkan kontrak payung dengan Direktorat
Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. Industri farmasi yang
memenangkan kontrak berkewajiban untuk menjamin ketersediaan obat.
Harga yang terdapat dalam e-catalogue berlaku secara nasional, di
dalamnya terdapat harga obat untuk masing-masing propinsi di Indonesia.
Perbedaan harga obat pada tiap propinsi dipengaruhi salah satunya oleh biaya
distribusi ke daerah. Pembelian obat e-catalogue dilakukan dengan epurchasing. Berdasarkan Permenkes Nomor 134 Tahun 2014, e-purchasing
17
Universitas Indonesia

18

hanya dapat digunakan oleh fasilitas kesehatan (faskes) milik pemerintah.


Untuk faskes milik swasta yang bekerjasama dengan BPJS, pembelian obat
dalam e-catalogue dilakukan secara manual yaitu dengan terlebih dahulu
menghubungi industri farmasi. Selanjutnya industri farmasi akan menentukan
PBF mana yang akan mengirimkan obat yang diminta.
Dalam pelaksanaan penggunaan aplikasi e-catalogue terdapat berbagai
kendala yang dihadapi oleh Unit Kerja pengguna e-catalogue obat. Masalah
yang sering muncul seperti ketika beberapa item obat yang dibutuhkan belum
tercantum dalam e-catalogue sehingga Satuan Kerja tidak dapat melaksanakan
pengadaan. Hal ini diatasi dengan landasan Permenkes 63 tahun 2014 dalam
hal obat yang dibutuhkan tidak terdapat dalam e-catalogue obat, proses
pengadaan dapat mengikuti metode lainnya sebagaimana diatur dalam Perpres
54 tahun 2010. Permasalahan lain yang dihadapi adalah penyedia obat telah
over supply, maka satuan kerja harus meminta surat kepada industri farmasi
yang menyatakan bahwa produknya over supply, sehingga pengadaan dapat
dilakukan sesuai Perpres 54 tahun 2010 beserta perubahan dan peraturan
turunannya. Penyedia juga sering kali tidak melayani pemesanan manual
berdasarkan e-catalogue, padahal sesuai dengan Permenkes 63 tahun 2014,
swasta dan apotek dapat melakukan pemesanan secara manual dengan
menghubungi langsung kepada industri farmasi pemenang e-catalogue. Maka
hal ini dapat segera diinformasikan kepada Tim Penanganan Keluhan (eKatalog@kemenkes.go.id) untuk segera ditindaklanjuti. Selain penetapan HPS
untuk e-catalogue, subdirektorat ini juga menentukan Harga Eceran Tertinggi
(HET) untuk semua obat generik di seluruh Indonesia. Nilai HET diambil dari
45% harga obat pemerintah di regional 1.
5.2 Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
a) Seksi Perencanaan Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan
Seksi ini memiliki fungsi penyiapan bahan perumusan dan
pelaksanaan kebijakan di bidang penyediaan obat publik dan perbekalan
kesehatan. Serta, penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur,
dan kriteria di bidang penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan.
Universitas Indonesia

19

Seksi perencanaan penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan


dilaksanakan secara bottom up. Dinas Kabupaten/Kota akan menyusun
rencana kebutuhan obat Pelayanan Kesehatan Dasar dan obat program
berdasarkan usulan penanggungjawab program/pengelola program di
puskesmas. Selanjutnya usulan tersebut diserahkan kepada Dinas
Kesehatan Propinsi dan akan disusun menjadi rencana kebutuhan obat
propinsi tersebut. Rencana kebutuhan obat propinsi dikirimkan ke pusat.
Kementerian Kesehatan akan melakukan desk dengan mengundang
farmasi

propinsi/penanggungjawab

program

di

propinsi

dan

penanggungjawab pusat untuk mendiskusikan mengenai kebutuhan obat


program di propinsi. Data yang didapat dalam diskusi tersebut akan
menjadi landasan perencanaan penyediaan obat di tahun selanjutnya.
Ketika anggaran tahun turun, desk akan dilakukan lagi untuk
menyesuaikan anggaran yang ada dan volume obat yang ada di masingmasing program. Dalam keadaan darurat, proses penyediaan obat dan
perbekalan kesehatan dilakukan secara berbeda. Perhitungan kebutuhan
obat dilakukan dengan metode:
1) Metode konsumsi, didasarkan pada analisis data konsumsi obat tahun
sebelumnya. Adapun hal yang harus diperhatikan adalah:
a) Pengumpulan dan pengolahan data
b) Analisis data untuk informasi dan evaluasi
c) Perhitungan perkiraan kebutuhan obat
d) Penyesuaian jumlah kebutuhan obat dengan alokasi dana
2) Metode morbiditas, perhitungan kebutuhan obat berdasarkan pola
penyakit, perkiraan kenaikan kunjungan dan lead time. Langkahlankah yang harus dilakukan:
a) Menentukan jumlah penduduk yang akan dilayani
b) Menentukan jumlah kunjungan kasus yang berdasarkan
frekuensi penyakit
c) Menyediakan standar/pedoman pengobatan yang digunakan
d) Penyesuaian dengan alokasi dana yang tersedia
e) Menghitung perkiraan kebutuhan obat
Universitas Indonesia

20

Penentuan harga dalam rencana kebutuhan obat didasarkan pada data yang
tersedia di e-catalogue. Apabila obat yang dibutuhkan belum dimasukkan
dalam e-catalogue, maka harga ditentukan dengan sistem HPS (Harga
Perkiraan Sendiri). E-catalogue merupakan aplikasi yang digunakan untuk
pemesanan obat dan berisi daftar harga obat untuk pengadaan obat
pemerintah termasuk:

Penetapan harga obat melalui lelang harga satuan.

Dilakukan di pusat antara LKPP dengan industri penyedia obat.

Daftar obat yang tercantum dalam e-catalogue adalah obat generik


berdasarkan DOEN.

Rencana Kebutuhan Obat Nasional adalah kebutuhan Dinas


Kesehatan Propinsi, Kabupaten/Kota dan RS Pemerintah.

Harga jual obat dalam e-catalogue adalah harga satuan terkecil


sudah termasuk pajak, biaya distribusi.
Dalam pelaksanaannya, e-catalogue didasarkan pada Peraturan

Menteri Kesehatan Nomor 63 tahun 2014 tentang Pengadaan Obat


berdasarkan Katalog Elektronik (E-catalogue). E-katalog digunakan oleh
fasilitas kesehatan milik pemerintah. Sementara untuk fasilitas kesehatan
swasta, pengadaan obat dapat

dilakukan

dengan e-katalog jika

bekerjasama dengan BPJS. Lelang harga satuan dilakukan oleh Lembaga


Kebijakan Pengadaan barang dan jasa Pemerintah (LKPP) untuk
menentukan industri farmasi yang akan mendapatkan kontrak payung.
Industri farmasi yang memenangkan kontrak berkewajiban untuk
menjamin ketersediaan obat.
Pengadaan obat dan perbekalan kesehatan untuk pelayanan
kesehatan dasar (PKD) dibiayai melalui berbagai sumber anggaran, antara
lain APBN (operasi surya baskara jaya, obat buffer pusat, obat buffer
propinsi, obat program, dan obat kesehatan jiwa (metadon) dan
rehabilitasi), APBD Propinsi dan Kota/Kabupaten serta Dana Alokasi
Khusus (DAK) yang berasal dari APBN untuk keperluan khusus dengan
persyaratan tertentu untuk daerah yang mengajukan. DAK tersebut
diberikan untuk kabupaten/kota yang memenuhi syarat kriteria umum dan
Universitas Indonesia

21

kriteria teknis yang ditetapkan oleh Kementerian Keuangan Republik


Indonesia. Kriteria umum yang diperlukan yaitu Data Fiskal Wilayah
sedangkan Kriteria Teknis pelayanan kefarmasian yang harus diserahkan
kepada Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan yaitu
jumlah penduduk, jumlah penduduk miskin, jumlah kunjungan puskesmas,
data profil farmasi, dan total APBD II yang dianggarkan.
Besaran alokasi DAK untuk subbidang pelayanan kefarmasian untuk
Kabupaten/Kota dihitung berdasarkan biaya minimal obat perkapita
penduduk Penerima Bantuan Iuran (PBI) di Kabupaten/Kota dan biaya
obat

perkapita

bagi

seluruh

penduduk

Kabupaten/Kota

dengan

memperhatikan jumlah kunjungan Puskesmas. Daerah yang tidak


mendapatkan DAK, pengadaan obatnya berasal dari APBD II. Biasanya
pemberian DAK dapat berbeda-beda tiap tahun baik jumlah maupun lokasi
daerahnya, tergantung perkembangan dari kabupaten/kota tersebut.
Anggaran DAK dapat direlokasi apabila kebutuhan obat dan Bahan Medis
Habis Pakai (BMHP) di kabupaten/kota minimal selama 18 bulan telah
tercukupi. Bentuk relokasi DAK dapat berupa pembangunan instalasi
farmasi, rehabilitasi instalasi farmasi, penyediaan sarana dan prasarana
instalasi farmasi antara lain sarana prasarana penyimpanan, pengaman,
distribusi, telekomunikasi, pengolah data, dan penunjang. Untuk dapat
melakukan

relokasi

DAK,

terlebih

dahulu

Instalasi

Farmasi

Kabupaten/Kota mengajukan Surat Permohonan Relokasi DAK dengan


melampirkan data bahwa kebutuhan obat dan BMHP selama 18 bulan
sudah tercukupi. Data ini kemudian akan dianalisis oleh Direktorat Bina
Obat Publik dan Perbekalan Keseahtan untuk kemudian disetujui atau
ditolak mengenai permohonan relokasi DAK. Selain itu dilampirkan pula
data mengenai rencana alokasi DAK.
b) Seksi Pemantauan Ketersediaan Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan
Fungsi dari seksi ini adalah penyiapan bahan bimbingan teknis dan
pengendalian di bidang penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan,
serta penyiapan bahan pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan
Universitas Indonesia

22

pelaksanaan kebijakan di bidang penyediaan obat publik dan perbekalan


kesehatan. Adapun obat yang dipantau ketersediaannya oleh seksi ini
adalah obat pemerintah, termasuk di dalamnya adalah obat-obat program
(TB, malaria, kusta, filariasis, AIDS, kebutuhan secara nasional (alat
kesehatan habis pakai)) dan obat indikator. Untuk mendukung
ketersediaan obat di daerah, Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan memiliki IF (Instalasi Farmasi) yang merupakan tempat
pengelolaan obat di tingkat pusat. IF pusat akan mengirimkan obat ke IF
Propinsi sesuai dengan permintaan melalui mekanisme yang telah
ditetapkan kemudian dikirimkan ke IF Kabupaten/Kota yang selanjutnya
akan didistribusikan ke puskesmas. Pemantauan ketersediaan obat
dilakukan untuk menjamin kesinambungan dalam pelayanan kefarmasian
di daerah dengan sistem e-logistik. E-logistik dikembangkan pada tahun
2011 dan digunakan secara online, namun mengalami banyak kendala
yang berkaitan dengan akses internet di daerah, maka dikembangkan elogistik semionline yang mulai disosialisasikan pada akhir tahun 2014.
E-logistik dari instalasi, menyediakan informasi obat secara real
time untuk

mendukung ketersediaan pelayanan kesehatan dasar,

ketersediaan sumber daya di Instalasi Farmasi (SDM, sarana-prasarana,


biaya operasional), dan sebagai acuan untuk menyusun profil setiap
Instalasi Farmasi Propinsi/Kabupaten/Kota. Input data penerimaan dan
pengeluaran obat dikirimkan oleh pihak Puskesmas ke IF Kabupaten/Kota
melalui LPLPO (Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat),
diserahkan kepada petugas pencatatan dengan evaluasi dan pengecekan
sesuai dengan rencana distribusi dari instalasi farmasi kabupaten/kota. Hal
tersebut akan memudahkan pengawasan ketersediaan obat dan perbekalan
kesehatan secara real time sehingga dapat diketahui jumlah pemakaian
obat serta permintaan obat pada setiap IF Kabupaten/Kota yang tersebar di
seluruh propinsi yang ada di Indonesia.
Namun dalam pelaksanaannya di daerah, e-logistik masih menemui
beberapa kendala. Selain dari sulitnya akses internet di beberapa daerah di
Indonesia,

permasalah

e-logistik

di

tingkat

kabupaten/kota

juga

Universitas Indonesia

23

disebabkan oleh faktor sumber daya manusia. Kurangnya pengetahuan


mengenai

penggunaan

aplikasi

e-logistik

di

instansi

pendidikan

menyebabkan perlunya diadakan sosialisasi dan pelatihan dalam


penggunaan aplikasi dan bila ada pembaharuan maka harus dilakukan
pelatihan lagi. Hal ini cukup memakan waktu dan biaya. Adapun masalah
lain adalah tenaga yang sudah terlatih berhenti bekerja dan tidak adanya
transfer ilmu kepada tenaga kerja baru yang menggantikan sehingga harus
kembali dilakukan pelatihan. Pada saat ini permasalahan yang masih ada
pada pemantauan ketersediaan adalah persen ketersediaan beberapa obat
yang bisa mencapai ratusan bahkan puluhan ribu persen pada beberapa
propinsi sedangkan di beberapa propinsi lain terdapat kekurangan. Hal ini
dapat terjadi karena beberapa hal yaitu:
a. Kurang tepatnya perencanaan kebutuhan obat yang diajukan
pemerintah daerah.
b. Persediaan obat yang dikirim langsung dari pusat tanpa permintaan
dari pemerintah daerah.
c. Tidak tersedianya sistem pemantauan ketersediaan seluruh
Indonesia

secara

real

time

yang

memadai

yang

dapat

memberitahukan kelebihan dan kekurangan ketersediaan obat (elogistik tidak berjalan dengan maksimal)
5.3 Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dibagi
menjadi dua seksi, yaitu Seksi Standardisasi Pengelolaan dan Seksi
Bimbingan dan Pengendalian yang mempunyai tujuan agar dana yang tersedia
dapat digunakan dengan sebaik-baiknya dan berkesinambungan guna
memenuhi kepentingan masyarakat yang berobat ke unit pelayanan kesehatan
dasar. Seksi Standardisasi Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
meliputi rangkaian kegiatan mulai dari tahap perencanaan, pengadaan,
penyimpanan,

pendistribusian,

hingga

penggunaan.

Proses

kegiatan

pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan dapat berjalan dengan baik
apabila terdapat suatu standar yang digunakan di unit pelayanan kesehatan
dasar. Oleh karena itu dibuat pedoman pengelolaan obat yang bertujuan untuk
Universitas Indonesia

24

menstandarisasi pelayanan dan pengelolaan obat publik di sarana milik


pemerintah agar terjamin khasiat, keamanan, dan mutu obat hingga ke tangan
konsumen.
Pedoman pengelolaan obat dibuat oleh Seksi Standardisasi Subdirektorat
Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dengan melibatkan Unit
Pengelola

Obat

Publik

dan

Perbekalan

Kesehatan

dari

beberapa

kabupaten/kota maupun propinsi. Pedoman yang dibuat beragam jenisnya


sesuai dengan kebutuhan masing-masing, misalnya pedoman pengelolaan obat
di Puskesmas, Pustu (Puskesmas Pembantu), pedoman obat haji, pedoman
pengelolaan vaksin, dan lain-lain. Selain pedoman juga dibuat materi
pelatihan yang ditujukan untuk menunjang kegiatan pelatihan yang dilakukan
pengelola obat di Instalasi Farmasi kabupaten/kota dan puskesmas. Pedoman
pengelolaan obat dibuat atau disempurnakan berdasarkan referensi atau
textbook tentang pengelolaan obat, pedoman-pedoman pengelolaan obat
lainnya yang telah diterbitkan, serta input data dair Seksi Bimbingan Teknis.
Seksi Bimbingan Teknis memberikan input data pada Seksi Standardisasi
mengenai data pengelolaan obat dan kondisi Instalasi Farmasi di propinsi,
kabupaten/kota, dan puskesmas, serta dibandingkan dengan yang ada di
negara lain. Referensi, pedoman, dan data tersebut kemudian digunakan untuk
dilakukan evaluasi apakah perlu membuat pedoman pengelolaan baru atau
hanya perlu menyempurnakan pedoman yang telah ada. Pedoman pengelolaan
yang telah dibuat diterbitkan melalui Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia. Kemudian, pedoman tersebut disosialisasikan secara berjenjang
sampai ke tingkat pelayanan kesehatan dasar.
Selain pembuatan pedoman, juga perlu dilakukan bimbingan teknis dan
pengendalian untuk menjamin bahwa Instalasi Farmasi telah menjalankan
tugasnya sesuai pedoman. Seksi bimbingan teknis dan pengendalian obat
publik dan perbekalan kesehatan memiliki tugas dalam melakukan penyiapan
bahan bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan, evaluasi, dan penyusunan
laporan. Bimbingan teknis dilakukan dengan cara memberikan bimbingan,
pengarahan, dan penjelasan mengenai standar atau pedoman tentang seluruh
tahap pengelolaan obat, sehingga obat dapat tersedia merata dan terjangkau di
Universitas Indonesia

25

pelayanan kesehatan dasar. Bimbingan teknis dilakukan secara rutin oleh seksi
bimbingan teknis dan pengendalian di Direktorat Bina Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan, karena itu merupakan tugas dari seksi tersebut dalam
upaya

pengendalian,

pemantauan,

dan

evaluasi

instalasi

farmasi

kabupaten/kota. Keluaran (output) yang diperoleh adalah profil pengelolaan


obat publik dan perbekalan kesehatan di instalasi farmasi kabupaten/kota.
Profil tersebut berupa hasil penyusunan laporan dari bimbingan teknis yang
dibuat oleh seksi bimbingan teknis dan pengendalian. Hasil profil tersebut
dapat dijadikan landasan untuk menentukan kebijakan yang akan datang
mengenai pengelolaan.
Tahap perencanaan dan pengadaan bertujuan untuk menetapkan jenis dan
jumlah obat sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan
dasar termasuk program kesehatan yang telah ditetapkan. Setelah dilakukan
perencanaan dan pengadaan obat serta perbekalan kesehatan dilakukan
penyimpanan dan pendistribusian. Proses penyimpanan dilakukan setelah
pengadaan obat dan sebelum pendistribusian. Tujuan penyimpanan obat yaitu
untuk memelihara mutu obat, menghindari penyalahgunaan, menjaga
kelangsungan ketersediaan serta memudahkan pencarian dan pengawasan.
Kegiatan penyimpanan obat meliputi penyiapan sarana penyimpanan,
pengaturan tata ruang, penyusunan stok obat, dan pengamatan mutu obat.
Sistem penyimpanan dapat dilakukan dengan metode FIFO (First In First
Out) dan FEFO (First Expired First Out). Sistem FIFO berarti bahwa obat
yang pertama keluar adalah obat yang pertama masuk sedangkan FEFO berarti
bahwa obat yang pertama keluar adalah obat yang pertama kadaluwarsa.
Sistem yang digunakan bertujuan untuk menghindari terjadinya penumpukan
obat dan perbekalan kesehatan yang berisiko kadaluwarsa sehingga akan
menimbulkan kerugian.
Setelah obat diterima dan disimpan, obat dapat digunakan atau
didistribusikan guna memenuhi pelayanan kesehatan. Tujuan distribusi obat
yaitu terlaksananya pengiriman obat secara merata dan teratur sehingga dapat
diperoleh pada saat dibutuhkan, terjaminnya mutu obat publik dan perbekalan
kesehatan

pada

saat

pendistribusian,

terjaminnya

kecukupan

dan

Universitas Indonesia

26

terpeliharanya penggunaan obat di unit pelayanan kesehatan, terlaksananya


pemerataan kecukupan obat sesuai kebutuhan pelayanan dan program
kesehatan. Dalam melakukan pendistribusian obat publik dan perbekalan
kesehatan untuk pelayanan kesehatan dasar dilakukan secara berjenjang.
Instalasi Farmasi Propinsi akan melakukan distribusi ke Instalasi Farmasi
Kabupaten/Kota. Selanjutnya, Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota akan
melakukan pendistribusian ke puskesmas. Puskesmas sebagai pelayanan
kesehatan di tingkat dasar akan menggunakan obat publik dan perbekalan
kesehatan tersebut di samping juga akan mendistribusikannya ke puskesmaspuskesmas jaringannya.
Pencatatan dan pelaporan data obat di Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota
merupakan rangkaian kegiatan dalam rangka pengelolaan obat secara tertib
baik obat yang diterima, disimpan, didistribusikan maupun yang digunakan di
unit pelayanan kesehatan seperti puskesmas. Tujuannya adalah agar
tersedianya data mengenai jenis dan jumlah penerimaan, persediaan,
pengeluaran/penggunaan, dan data mengenai waktu dari seluruh rangkaian
kegiatan mutasi obat. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
melakukan pengelolaan terhadap obat program dan obat pelayanan kesehatan
dasar sehingga perlu dilakukan integrasi dan harmonisasi program kerja atas
kedua program tersebut agar tidak terjadi duplikasi pengadaan obat. Program
yang direncanakan adalah memperbaiki pedoman pemusnahan, distribusi,
perencanaan yang terpadu, buffer stock, dan pedoman Instalasi Farmasi yang
lebih efektif. Berdasarkan hal tersebut maka direncanakanlah pembuatan
pedoman yang diharapkan dapat menjaga mutu dan stabilitas obat dan harus
bersifat applicable yaitu mudah dipahami dan dilaksanakan sesuai dengan
kondisi lapangan. Selain itu, pedoman-pedoman yang disusun bersifat
mengharuskan, tetapi jika terdapat kekurangan atau kesalahan dalam
implementasinya, instansi pelayanan kesehatan yang terlibat tidak diberikan
hukuman tetapi diberikan bimbingan teknis agar pedoman yang telah
ditetapkan dapat diimplementasikan dengan baik.

Universitas Indonesia

27

5.4 Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan


Perbekalan Kesehatan
Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas utama yaitu mengamati, memantau,
dan mengevaluasi pelaksanaan program yang dijalankan oleh tiga subdit lain
yang ada di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. Tujuan
dari adanya subdit ini adalah untuk mendapatkan informasi bahwa kegiatankegiatan yang telah direncanakan sudah dilaksanakan sekaligus menilai
tingkat keberhasilan atau pencapaian apakah sesuai dengan target yang sudah
dicanangkan atau tidak. Dilihat dari kegiatannya, subdit Pemantauan dan
Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan tidak memiliki
kegiatan teknis sebagaimana ketiga subdit lainnya. Subdirektorat Pemantauan
dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dibagi menjadi
dua bagian yaitu seksi pemantauan dan seksi evaluasi. Kegiatan pemantauan
yaitu kegiatan mengamati perkembangan pelaksanaan suatu kegiatan dan
selanjutnya mengidentifikasi serta mengantisipasi permasalahan yang timbul
atau yang akan timbul dengan maksud agar dapat diambil tindakan sedini
mungkin sebagai dasar dalam melakukan tindakan-tindakan selanjutnya guna
menjamin pencapaian tujuan. Secara garis besar, rencana pemantauan terbagi
atas tiga hal. Pertama, fokus memonitor apa yang telah dilakukan, keluaran
yang dihasilkan, dimana, kapan, oleh siapa, dan untuk siapa dilakukan.
Kemudian hasil pemantauan dibandingkan dengan rencana semua. Pelaksana
pemantauan adalah yang bukan melaksanakan program atau kegiatan yang
dipantau. Untuk frekuensi pemantauan dilakukan setidaknya setiap 6 bulan
sekali. Evaluasi merupakan penilaian atas dampak kolektif, baik positif
maupun negatif atas kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan. Jenis evaluasi
yang dilaksanakan meliputi evaluasi proses dan evaluasi dampak. Evaluasi ini
berfokus pada apa yang telah dilakukan, bagaimana melakukannya, siapa yang
menjadi penerima manfaat, serta apa respons mereka terhadap kegiatan yang
dilakukan. Pemantauan dan evaluasi dilakukan secara sistematis. Keduanya
dilaksanakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan efisiensi dalam
Universitas Indonesia

28

setiap aspek program Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
sehingga dapat menghemat tenaga, biaya, maupun waktu.

Universitas Indonesia

BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan
1. Mahasiswa apoteker memahami peranan, tugas, dan tanggung jawab
apoteker di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
yaitu:
a. Subdirektorat

Analisis

dan

Standardisasi

Harga

Obat

menentukan surat keputusan harga obat serta mewujudkan


harga obat rasional yang terjangkau dan tersedia bagi
masyarakat.
b. Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan memastikan ketersediaan obat, metode penyediaan
obat yang digunakan berupa metode konsumsi dan metode
morbiditas.
c. Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan melakukan kegiatan pengelolaan obat dengan cara
Perencanaan,

Pengadaan,

Penyimpanan,

Distribusi,

dan

Penggunaan serta dilakukannya pengendalian.


d. Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik
dan Perbekalan Kesehatan menilai tingkat keberhasilan dari
semua program kerja yang telah dilaksanakan dilihat dari
tercapai atau tidaknya indikator yang telah ditetapkan.
2. Mahasiswa apoteker memiliki pengetahuan tentang tugas pokok dan
fungsi di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan,
khususnya di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.
3. Mahasiswa apoteker memiliki wawasan, pengetahuan, keterampilan,
dan pengalaman praktis dalam melakukan pekerjaan di pemerintahan.
4. Mahasiswa apoteker memiliki gambaran nyata tentang permasalahan
kefarmasian di pemerintahan.
29

Universitas Indonesia

30

6.2. Saran
1. Dalam pengoperasian e-logistik tidak hanya disosialisasikan kepada
apoteker

yang bekerja

pada

instalasi

farmasi,

namun

juga

disosialisasikan kepada mahasiswa apoteker sehingga ketika mereka


nantinya

bekerja

sebagai

apoteker

yang bertanggung jawab

mengoperasikan e-logistik sudah dapat melaksanakan tugasnya


dengan baik dan meminimalisir sosialisasi ke daerah yang sama
berulang-ulang.
2. Dalam upaya pelaksanaan kesehatan primer yang didukung dengan
sistem elektronik di seluruh Indonesia, pemerintah wajib membenahi
sistem layanan dan jaringan supaya kegiatan dapat berjalan lancar dan
cepat.

Universitas Indonesia

DAFTAR ACUAN

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2002). Pedoman Pengelolaan Obat


Publik dan Perbekalan Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 114/MENKES/PER/VIII/2010 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan. Jakarta: Menteri
Kesehatan Republik Indonesia.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Pengadaan Obat Berdasarkan
Katalog Elektronik (E-Catalogue). Jakarta: Menteri Kesehatan
Republik Indonesia.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2015). Rencana Strategis Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia tahun 2015 2019. Jakarta: Menteri
Kesehatan Republik Indonesia.
Presiden Republik Indonesia. (2009). Peraturan Presiden Nomor 51 tahun 2009
tentang Pekerjaan

Kefarmasian. Jakarta:

Presiden Republik

Indonesia.
Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta: Presiden Republik
Indonesia.
Presiden Republik Indonesia. (2010). Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Jakarta: Presiden Republik Indonesia.
Presiden Republik Indonesia. (2012). Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden
Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Jakarta: Presiden Republik Indonesia.

31

Universitas Indonesia

LAMPIRAN

32

Lampiran 1. Struktur Organisasi Direktorat Bina Kefarmasian dan Alat


Kesehatan

33

Lampiran 2. Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan


Kesehatan

34

Lampiran 3. Laporan Tugas Khusus

UNIVERSITAS INDONESIA

APLIKASI PEMETAAN INSTALASI FARMASI

LAPORAN TUGAS KHUSUS

PRAKTEK KERJA PROFESI DI DIREKTORAT BINA


OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN
DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN
DAN ALAT KESEHATAN

ASIH LESTARI
140666215

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER
DEPOK
JANUARI 2016

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................. ii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.3. Latar Belakang ................................................................................... 1
1.4. Tujuan ................................................................................................ 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 3
2.3. Instalasi Farmasi ................................................................................ 3
2.4. Aplikasi Pemetaan Instalasi Farmasi ................................................. 5
BAB 3 PEMBAHASAN ................................................................................
BAB 4 PENUTUP ..........................................................................................
4.1 Kesimpulan .........................................................................................
4.2 Saran ....................................................................................................

16
19
19
19

DAFTAR ACUAN ......................................................................................... 20

ii

Universitas Indonesia

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Tampilan Utama Aplikasi Pemetaan Instalasi Farmasi ............... 6
Gambar 2. Tampilan Utama Aplikasi Pemetaan Instalasi Farmasi ............... 7
Gambar 3. Tampilan pada Menu Profil ......................................................... 7
Gambar 4. Tampilan Utama Aplikasi Pemetaan Instalasi Farmasi ............... 8
Gambar 5. Tampilan Menu Informasi ........................................................... 8
Gambar 6. Tampilan Menu Informasi Selengkapnya ................................ 9
Gambar 7. Tampilan Utama Aplikasi Pemetaan Instalasi Farmasi ............... 9
Gambar 8. Tampilan Menu Data Pemetaan ................................................... 10
Gambar 9. Tampilan Ikon Departemen Kesehatan Propinsi ......................... 10
Gambar 10. Gambar Ikon Departemen Kesehatan Kabupaten/Kota ............. 11
Gambar 11. Tampilan Menu Profil Departemen Kesehatan Kabupaten/Kota
11
Gambar 12. Tampilan Data Instalasi Farmasi ............................................... 12
Gambar 13. Tampilan Data Kolom Pencarian Cepat untuk Melihat Informasi
Instalasi Farmasi .......................................................................... 12
Gambar 14. Tampilan Hasil Pencarian Cepat ............................................... 13
Gambar 15. Tampilan Halaman Pencarian dengan Kategori Lokasi ......... 13
Gambar 16. Tampilan Kategori Lokasi ...................................................... 14
Gambar 17. Tampilan Menu Utama Aplikasi Pemetaan Instalasi Farmasi ... 14
Gambar 18. Tampilan Menu Hubungi Kami ............................................. 15

iii

Universitas Indonesia

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,
Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun
social yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara social
dan ekonomis. Dalam pasal 36 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan disebutkan bahwa pemerintah menjamin ketersediaan,
pemerataan, dan keterjangkauan perbekalan kesehatan, terutama obat esensial.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mewujudkan hal tersebut adalah
dengan mengoptimalkan fungsi Instalasi Farmasi Propinsi dan Instalasi
Farmasi Kabupaten/Kota semaksimal mungkin.
Keberadaan Instalasi Farmasi di Kabupaten/Kota pada dasarnya untuk
menjamin pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan secara baik dan
benar sehingga dapat menjamin ketersediaan obat untuk pelayanan kesehatan
dasar. Selaras dengan upaya untuk menjamin obat dan perbekalan kesehatan
yang memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan, maka perlu
dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Melengkapi dengan tenaga kesehatan yang professional (Apoteker)
dan tenaga teknis kefarmasian (Asisten Apoteker/Ahli Madya
Farmasi) untuk mengelola obat dalam rangka pelayanan kesehatan
dasar.
b. Di setiap Propinsi/Kabupaten/Kota mutlak ada Sarana Penyimpanan
dan Pengelolaan Obat berupa Instalasi Farmasi dan melengkapinya
dengan sarana Inventori Instalasi Farmasi untuk menjaga, menjamin
mutu, dan kualitas obat.
c. Disediakan dana operasional yang cukup bagi Instalasi Farmasi baik
tingkat Propinsi maupun Kabupaten/Kota.
Dalam rangka mengoptimalkan peran Instalasi Farmasi Daerah, maka
dibutuhkan dukungan sarana dan prasarana penyimpanan, pendistribusian,
serta pengolahan data yang memadai. Untuk itu, Direktorat Jenderal Bina
1
Universitas Indonesia

Kefarmasian dan Alat Kesehatan mengembangkan Aplikasi Pemetaan


Instalasi Farmasi (APIF) untuk memberikan gambaran kepada masyarakat
terkait dengan keadaan Instalasi Farmasi daerah baik itu Propinsi maupun
Kabupaten/Kota. Aplikasi ini dapat digunakan untuk memantau kelengkapan
sarana, prasarana, dan SDM suatu Instalasi Farmasi

1.2 Tujuan
a. Mengetahui manfaat Aplikasi Pemetaan Instalasi Farmasi.
b. Mengetahui cara entri data pada Aplikasi Pemetaan Instalasi Farmasi.

Universitas Indonesia

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Instalasi Farmasi


Instalasi Farmasi adalah unit pengelola obat atau unit pengelola teknis
yang mengelola obat dan perbekalan kesehatan di Propinsi atau
Kabupaten/Kota.

Peran

Instalasi

Farmasi

Kabupaten/Kota

meliputi

perencanaan, pengadaan, penyimpanan, dan distribusi.


a. Perencanaan dan Pengadaan
Dalam upaya meningkatkan ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan
yang sangat diperlukan optimalisasi pemanfaatan dana, efektivitas
penggunaan serta pengendalian persediaan dan pendistribusian maka
apoteker yang bertugas pada Instalasi Farmasi antara lain wajib:
1) Menentukan kebutuhan obat sehingga obat yang direncanakan
dapat tepat jenis, jumlah, dan waktu serta mutu yang terjamin.
Selanjutnya perencanaan obat disesuaikan dengan jumlah dana
yang tersedia. Sehingga informasi yang didapat adalah jumlah
rencana pengadaan, skala prioritas masing-masing jenis obat dan
jumlah kemasan obat yang diperlukan.
2) Berkoordinasi dalam merancanakan pengadaan obat dalam rangka
meningkatkan efisiesi dan efektivitas penggunaan dana obat.
3) Menyusun Rencana Kerja Operasional agar kegiatan dalam
perencanaan pengadaan obat dan perbekalan kesehatan dapat
dilaksanakan sesuai dengan waktu yang ditetapkan.
4) Memeriksa setiap obat yang diterima untuk memastikan bahwa
obat yang diterima sesuai dengan jenis dan jumlah serta sesuai
dengan dokumen yang menyertainya.
b. Penyimpanan
Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan
cara menempatkan obat dan perbekalan kesehatan yang diterima pada
tempat yang dinilai aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat
merusak mutu obat dan perbekalan kesehatan. Dalam rangka untuk
3
Universitas Indonesia

memastikan bahwa obat yang disimpan pada Instalasi Farmasi terjaga


mutu serta keamanannya maka perlu dilakukan:
1) Inventarisasi ketersediaan sarana yang ada. Mengoptimalkan
fungsi semaksimal mungkin hingga sarana yang ada dapat
mendukung kegiatan penyimpanan pada Instalasi Farmasi dan
merencanakan penambahan sarana jika diperlukan.
2) Pengaturan tata ruang yang baik untuk memudahkan dalam
penyimpanan,

penyusunan,

pencarian

dan

pengawasan

obat.Pengaturan tata ruang juga harus memperhatikan kebersihan


dan menjaga agar tidak terjadi kebocoran dan adanya hewan
pengerat.
3) Memperhatikan obat-obat dengan kondisi penyimpanan khusus,
seperti vaksin, serum, narkotik dan bahan-bahan yang mudah
terbakar.
c. Distribusi
Distribusi adalah suatu rangkaian kegiatan dalam rangka pengeluaran dan
pengeriman obat, terjamin keabsahan, tepat jenis dan jumlah secara
merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan unit-unit pelayanan
kesehatan. Distribusi obat dilakukan agar persediaan jenis dan jumlah
yang cukup sekaligus menghindari kekosongan dan menumpuknya
persediaan serta mempertahankan tingkat persediaan obat. Adapun
kgiatan distribusi obat di Kabupaten/Kota terdiri dari:
1) Kegiatan distribusi rutin yang mencakup distribusi untuk
kebutuhan pelayanan umum di unit pelayanan kesehatan.
2) Kegiatan Distribusi Khusus yang mencakup distribusi obat untuk:

Program Kesehatan

Kejadian Luar Biasa (KLB)

Bencana (alam dan sosial)

Kegiatan distribusi disertai dengan pencatatan harian peneluaran obat


sebagai dokumentasi. Sehingga didapat informasi berupa data obat yang
keluar, nomor dan tanggal serta unit penerima. Dokumen ini kemudian
digunakan sebagai sumber data dalam perencanaan dan pelaporan.
Universitas Indonesia

2.2. Aplikasi Pemetaan Instalasi Farmasi


Aplikasi Pemetaan Instalasi Farmasi adalah sebuah Aplikasi yang
berisikan data dan informasi mengenai Instalasi Farmasi milik pemerintah di
bawah pengawasan dari Kementrian Kesehatan yaitu, Direktorat Jenderal
Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Dalam memperoleh kelengkapan data
instalasi farmasi ini melibatkan seluruh propinsi dan Kab/Kota untuk
permintaan dukungan data sehingga didapatkan data yang akurat dan valid.
a. Sasaran dan Strategi
Aplikasi Pemetaan Instalasi Farmasi (APIF)

merupakan bagian dari

integrasi sistem infomasi kefarmasian dan alat kesehatan yang digunakan


sebagai salah satu dasar dalam pengambilan kebijakan. Selain itu dalam
APIF juga memetakan tenaga kefarmasian di provinsi, kabupaten/ kota.
Data tersebut dapat digunakan sebagai antisipasi dalam kekosongan
tenaga kefarmasian di daerah. Aplikasi Data sarana kefarmasian yang
tercakup dalam Aplikasi Pemetan Instalasi Farmasi (APIF) antara lain
data Instalasi Farmasi, data sarana produksi, serta data sarana distribusi
kefarmasian. Adapun strategi dalam rangka harmonisasi data sarana
kefarmasian antara lain dengan membangun Source Repository yang
merupakan instrumen yang berfungsi sebagai rumah utama seluruh data
baik itu format software maupun hardware yang ada, standarisasi data
dan aplikasi dengan kebutuhan organisasi, sentralisasi data dengan
membangun database sistem perancangan dan pembuatan Sistem yang
terintegrasi, perangkat sarana pendukung serta peningkatan Kompetensi
SDM.
b. Menu Utama Aplikasi Pemetaan Instalasi Farmasi
Aplikasi Pemetaan Instalasi Farmasi (APIF) dapat diakses dengan
mengikuti langkahlangkah sebagai berikut:
Ketik alamat situs Aplikasi Pemetaan Instalasi Farmasi pada baris
address. Jika website Aplikasi sudah terbuka, pada Aplikasi Pemetaan
Instalasi Farmasi (APIF) terdapat lima buah menu utama dan empat buah
modul.
Universitas Indonesia

Gambar 1. Tampilan Utama Aplikasi Pemetaan Instalasi Farmasi

Home: adalah halaman menu utama dengan tampilan halaman


muka seperti tampilan di atas.

Profil : Ini adalah halaman menu utama yang berisikan profil dari
Kementerian Kesehatan RI. Klik menu Profil seperti ditunjukkan
gambar di bawah ini.

Universitas Indonesia

Gambar 2. Tampilan Utama Aplikasi Pemetaan Instalasi Farmasi


Jika menu Profil di-klik, maka akan muncul tampilan halaman seperti
berikut.

Gambar 3. Tampilan pada Menu Profil

Informasi
Ini adalah halaman menu utama yang berisikan informasi
mengenai acara ataupun berita dari Kementerian Kesehatan RI.
Klik menu Informasi seperti ditunjukkan gambar di bawah ini:
Universitas Indonesia

Gambar 4. Tampilan Utama Aplikasi Pemetaan Instalasi Farmasi


Jika menu informasi di-klik, maka akan muncul tampilan halaman seperti
berikut.

Gambar 5. Tampilan Menu Informasi

Data Pemetaan
Untuk

membaca

informasi

dengan

lengkap,

klik

tombol

selengkapnya seperti ditunjukkan gambar di bawah ini. Jika


tombol Selengkapnya di klik, maka akan muncul tampilan
halaman seperti berikut.
Universitas Indonesia

Gambar 6. Tampilan Menu Informasi Selengkapnya

Data Pemetaan
Ini adalah halaman menu utama yang berisikan Data Pemetaan
Instalasi Farmasi di seluruh wilayah Indonesia beserta dengan
informasi terkait.Klik menu Data Pemetaan seperti ditunjukkan
gambar di bawah ini.

Gambar 7. Tampilan Utama Aplikasi Pemetaan Instalasi Farmasi


Universitas Indonesia

10
Jika Data Pemetaan di-klik, maka akan muncul tampilan halaman seperti
berikut.

Gambar 8. Tampilan Menu Data Pemetaan


Klik ikon Depkes Provinsi untuk melihat Informasi Instalasi Farmasi Provinsi

Gambar 9. Tampilan Ikon Depkes Provinsi


Setelah Anda klik ikon Depkes Provinsi maka akan muncul tampilan halaman
seperti di bawah ini. Klik salah satu ikon Depkes Kabupaten/Kota untuk
melihat informasi Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota.

Universitas Indonesia

11

Gambar 10. Gambar Ikon Depkes Kabupaten/Kota.


Setelah Anda klik ikon Depkes Kabupaten/Kota maka akan muncul tampilan
seperti berikut. Klik tombol Download/Preview untuk menampilkan dan
mendapatkan file informasi Instalasi Farmasi.

Gambar 11. Tampilan Menu Profil Depkes Kabupaten/Kota


Setelah Anda klik tombol Download/Preview Data Instalasi Farmasi maka
Anda akan melihat tampilan halaman seperti berikut.

Universitas Indonesia

12

Gambar 12. Tampilan Data Instalasi Farmasi


Cara ke dua untuk melihat informasi Instalasi Farmasi adalah dengan cara
langsung mencari di modul Cari Lokasi, seperti halaman berikut:

Gambar 13. Tampilan Kolom Pencarian Cepat Untuk Melihat Informmasi


Instalasi Farmasi
Isi kolom Provinsi dengan nama Provinsi untuk mencari informasi Instalasi
Farmasi yang terdapat di Provinsi atau isi kolom Kabupaten/Kota dengan
Universitas Indonesia

13

nama Kabupaten/Kota untuk mencari informasi Instalasi Farmasi yang


terdapat di Kabupaten/Kota (pilih salah satu), kemudian klik Cari Lokasi.
Setelah klik tombol Cari Lokasi, maka akan muncul tampilan seperti di
bawah ini.

Gambar 14. Tampilan Hasil Pencarian Cepat


Anda juga dapat melakukan pencarian secara langsung melalui Kategori
Lokasi. Seperti gambar di bawah ini:

Gambar 15. Tampilan Halaman Pencarian dengan Kategori Lokasi


Setelah klik tombol Kategori Lokasi maka akan muncul tampilan halaman
seperti di bawah ini. Pilih nama Kabupaten/Kota yang ingin Anda cari.
Universitas Indonesia

14

Gambar 16. Tampilan Kategori Lokasi setelah dipilih provinsi yang


diinginkan

Hubungi Kami
Berikut tampilan halaman menu utama, Klik menu Hubungi
Kami seperti ditunjukkan gambar di bawah ini

Gambar 17. Tampilan Menu Utama Aplikasi Pemetaan Instalasi


Farmasi
Universitas Indonesia

15
Jika menu Hubungi Kami sudah berhasil di akses, maka akan
muncul tampilan halaman seperti di bawah ini.

Gambar 18. Tampilan Menu Hubungi Kami.

Universitas Indonesia

BAB 3
PEMBAHASAN

Penerapan otonomi daerah pada tahun 2000 berdasarkan UndangUndang Nomor 22 Tahun 1999, yang diperbaharui dengan Undang-Undang
Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, mengakibatkan
beberapa peran pemerintah pusat dialihkan kepada pemerintah daerah, salah
satunya adalah bidang pelayanan kesehatan terutama pengelolaan obat
pelayanan kesehatan dasar. Dengan mekanisme ini setiap Kabupaten/Kota
maupun propinsi melaksanakan pengadaan obat secara mandiri. Namun
pemerintah pusat masih mempunyai kewajiban untuk penyediaan obat
program kesehatan dan persediaan penyangga (buffer stock) serta menjamin
keamanan, khasiat dan mutu obat.
Desentralisasi merupakan peluang bagi daerah untuk meningkatkan
kualitas pelayanan, pengalokasian dana, pengelolaan obat yang sesuai dengan
kebutuhan spesifik masing-masing daerah. Selain itu, desentralisasi
pengelolaan obat khususnya pengadaan membawa beberapa keuntungan
kepada daerah misalnya proses pembelajaran dalam rangka peningkatan
kemampuan petugas terutama dalam aspek pengadaan obat, penyusunan
anggaran

dan

negosiasi

dengan

pemegang

keputusan

ditingkat

Kabupaten/Kota, serta meningkatkan aktivitas perekonomian di daerah


terutama dari aspek obat. Meskipun begitu, pelaksanaan otonomi daerah juga
membawa perubahan mendasar dalam proses pengadaan persediaan
kefarmasian yang perlu dicermati agar ketersediaan obat esensial bagi
masyarakat

tetap terjamin, terutama untuk

daerah-daerah terpencil,

perbatasan, kepulauan dan daerah rawan bencana. Oleh karena itu perlu
dikembangkan sistem pengelolaan obat secara khusus.
Selama ini obat untuk keperluan puskesmas maupun rumah sakit
pemerintah didaerah disimpan di Gudang Farmasi Kabupaten/Kota (GFK)
yang ada di setiap Kabupaten/Kota. Kini Gudang Farmasi Kabupaten/Kota
telah dikembangkan menjadi Instalasi Farmasi Propinsi dan Kabupaten/Kota
sebagai unit pengelola obat dengan
16

memanfaatkan sistem informasi


Universitas Indonesia

17

pengelolaan obat yang efektif dan efisien yang tertuang dalam KONAS.
Keberadaan Instalasi Farmasi di Provinsi dan Kabupaten/Kota yang sifatnya
seragam di seluruh Indonesia pada dasarnya untuk menjamin pengelolaan
obat publik dan perbekalan kesehatan khususnya di kesehatan dasar, dapat
menjamin ketersediaan obat dan aksesibilitas publik terhadap obat. Namun
organisasi yang seragam di era otonomi daerah mungkin dianggap tidak
cocok lagi mengingat masing-masing daerah mempunyai kebutuhan lokal
spesifik yang berbeda satu sama lain, sehingga kedudukan Instalasi Farmasi
menjadi tidak jelas serta tugas pokok dan fungsinya yang diterapkan di
Kabupaten/Kota secara beragam. Beberapa Provinsi dan Kabupaten/Kota
menempatkan tugas pokok dan fungsi pengelolaan obat di bawah seksi, ada
yang mengakomodasikannya sebagai Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD).
Kebutuhan yang dimaksud misalnya adalah pengelolaan obat publik tidak
hanya mencakup pelayanan kesehatan dasar tetapi juga termasuk pelayanan
rujukan. Disisi lain ada keterbatasan SDM terlatih dan sarana prasarana yang
kurang memadai, sementara ada keinginan terciptanya pengelolaan obat yang
efektif dan efisien. Maka pengembangan organisasi membutuhkan cukup
banyak SDM (Tenaga Kefarmasian) yang kompeten. Oleh karena itu perlu
diadakan

harmonisasi

data

profil

Instalasi

Farmasi

Provinsi

dan

Kabupaten/Kota guna memastikan dan memantau bahwa instalasi farmasi


yang berada di setiap Kabupaten/Kota di Indonesia mampu melaksanakan
fungsinya baik dari segi sarana-prasarana maupun sumber daya manusianya
yang kemudian disusun dalam Aplikasi Pemetaan Sarana Kefarmasian
(APIF).
Aplikasi Pemetaan Instalasi Farmasi (APIF) disusun berdasarkan
database

sarana

dan

prasarana

Instalasi

Farmasi

Provinsi

dan

Kabupaten/Kota. Data tersebut berisi tentang katergori Fasilitas Kesehatan


Tingkat 1 milik pemerintah, status organisasi, Pendidikan penanggung jawab
instansi, jumlah sumber daya manusia, kegiatan Instalasi Farmasi
kabupaten/kota, sarana prasarana yang dimiliki, dan sistem pengelolaan.
Selanjutnya dari masing-masing provinsi profil Instalasi Farmasi disusun
berdasarkan kategori dalam APIF oleh bagian subdirektorat Pengelolaan Obat
Universitas Indonesia

18

Publik dan Perbekalan Kesehatan Direktorat Bina Obat Publik dan


Perbekalan Kesehatan. Adapun kategori tersebut adalah riwayat bangunan,
SDM instalasi farmasi, sarana penyimpanan, sarana pengamanan, sarana
penunjang, sarana distribusi dan sarana administrasi. Data yang disajikan
dapat digunakan untuk memlihat profil Instalasi Farmasi diseluruh Indonesia
dari manapun dan kapapun diperlukan. Data yang ada juga dapat digunakan
untuk sebagai sarana pengambilan kebijakan oleh pemerintah khususnya
mengenai pendanaan instalasi farmasi dan juga distribusi obat di Indonesia.

Universitas Indonesia

BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
a. Aplikasi Pemetaan Instalasi Farmasi bagi dapat digunakan sebagai
sarana untuk melihat profil Instalasi Farmasi di seluruh Indonesia dan
juga sebagai dasar kebijakan yang akan diambil berkaitan dengan
Instalasi Farmasi dan pengelolaan obat di seluruh Indonesia.
b. Cara pengunaan Aplikasi Pemetaan Instalasi Farmasi adalah seperti
yang telah dijabarkan di BAB II dalam laporan ini.
4.2 Saran
Aplikasi Pemetaan Instalai Farmasi selanjutnya dapat juga digunakan sebagai
sarana bagi masyarakat untuk mengawasi pelaksanaan pelayanan kefarmasian
di daerah, terutama distribusi obat.

19

Universitas Indonesia

DAFTAR ACUAN

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.(2009).Undang-undang Republik


Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta: Dewan
Perwakilan Rakyat Indonesia
Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.(2010).Materi Pelatihan
Manajemen Kefarmasian di Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota. Jakarta:
Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementrian
Kesehatan.
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. (2012). Buletin
INFASKES: Informasi Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Edisi VIDesember 2012. Jakarta: Kementrian Kesehatan.
Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. (2015). Petunjuk
penggunaan Aplikais Pemetaan Instalasi Farmasi. Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jendral Bina Kefarmasian
dan Alat Kesehatan. Jakarta: Kementrian Kesehatan.
Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehtan.(2015). Kebutuhan Data
SDM Tenaga Kefarmasian Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan. Disampaikan pada pertemuan pemutakhiran Data
Kefarmasian Tahun 2015. Jakarta: Kementrian Kesehatan.

20

Universitas Indonesia

Você também pode gostar