Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
MIGRAIN
Oleh:
Haken Tennizar Toena
Pembimbing:
dr. H. Aswad Muhammad, Sp. S
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
2012
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
MIGRAIN
Oleh:
HAKEN TENNIZAR TOENA
Menyetujui,
Pembimbing,
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Nyeri kepala merupakan gejala dan masalah yang cukup sering
ditemukan dalam bidang neurologis. Nyeri kepala terkadang dapat hilang
dengan sendirinya saat penderita beristirahat, atau menghilang saat penderita
minum obat yang dapat dibeli bebas di pasaran, dan umumnya hal ini tidak
menimbulkan masalah bagi penderita. 1
Nyeri kepala akan menimbulkan masalah bila penderita benar-benar
nyeri hingga mengganggu keadaan dan pekerjaan sehari-hari, atau jika nyeri
kepala berlangsung berulang-ulang atau menahun. Salah satu jenis nyeri
kepala yang mengganggu tersebut adalah migren. Istilah migren telah dikenal
cukup luas oleh masyarakat, namun masyarakat belum paham benar apakah
migren sebenarnya. Umumnya jika merasakan nyeri kepala satu sisi maka
mereka menganggapnya sebagai migren.1
Insidensi migren di Amerika meliputi 10-20% dari populasi umum
penduduk Amerika. Kira-kira 6% laki-laki dan 15-17% perempuan di
Amerika menderita migren.
menunjukkan bahwa di antara 6488 pasien baru, 1227 (18,9%) datang karena
keluhan nyeri kepala; 180 di antaranya di diagnosis sebagai migren.
1.2 Tujuan
Penulisan ini ditujukan untuk menambah pengetahuan mengenai
definisi, penyebab, gejala klinis, pemeriksaan, diagnose, penatalaksanaan
serta pencegahan migren secara dini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
keseimbangan,
peningkatan
tonus
otot,
koordinasi
dan
Talamus berfungsi
10
12
13
dan nukleus ventrolateral dari talamus dan ke area tertentu dari hipotalamus
dan bagian basal otak.
14
15
sakit
SEKUNDER
1. Migrain
2. Nyeri kepala tension
3. Nyeri kepala cluster
dan hemicrania
kronik paroksismal
4. Nyeri kepala yang
tidak berhubungan
lesi structural
17
Ya
Ya
Tidak
18
propanolol
dan timolol
semata mata penyekat beta saja. Preparat yang efektif adalah penyekat
beta yang tidak memiliki efek ISA ( Intrinsic Sympathomimetic
Activity).
Cluster headache umunya membaik dengan pemberian preparat
ergot. Untuk varian Cluster headache umumnya membaik dengan
indometasin. Tension type headache dapat diterapi dengan analgesik
dan/atau terapi biofeedback yang dapat digunakan sebagai pencegahan
timbulnya serangan.
Terapi preventif yang bertujuan untuk menurunkan frekuensi,
keparahan, dan durasi sakit kepala. Terapi ini diresepkan kepada pasien
yang menderita 4 hari atau lebih serangan dalam sebulan atau jika
pengobatan di atas tidak efektif. Terapi ini harus digunakan setiap hari.
Terapi preventif tersebut adalah pemberian beta bloker, botox, kalsium
channel blokers, dopamine reuptake inhibitors, SSRIs, serotonin atau
dopamin spesifik, dan TCA.
2.3.6 Pencegahan Sakit Kepala
Pencegahan sakit kepala adalah dengan mengubah pola hidup
yaitu mengatur pola tidur yang sam setiap hari, berolahraga secara rutin,
makan makanan sehat dan teratur, kurangi stress, menghindari pemicu
sakit kepala yang telah diketahui.
2.3.7 Prognosis dan Indikasi Rujuk Sakit Kepala
Prognosis dari sakit kepala bergantung pada jenis sakit
kepalanya sedangkan indikasi merujuk adalah sebagai berikut: (1) sakit
kepala yang tiba tiba dan timbul kekakuan di leher, (2) sakit kepala
dengan demam dan kehilangan kesadaran, (3) sakit kepala setelah
terkena trauma mekanik pada kepala, (4) sakit kepala disertai sakit pada
bagian mata dan telinga, (5) sakit kepala yang menetap pada pasien
yang sebelumnya tidak pernah mengalami serangan, (6) sakit kepala
yang rekuren pada anak.
20
21
2.4 Migren
2.4.1 Definisi
Istilah migren berasal dari kata migraine yang berasal dari
bahasa Perancis; sementara itu dalam bahasa Yunani disebut
hemicrania, sedangkan dalam bahasa Inggris kuno dikenal dengan
megrim. 1,5
Konsep klasik menyatakan bahwa migren merupakan gangguan
fungsional otak dengan manifestasi nyeri kepala unilateral yang sifatnya
mendenyut atau mendentum yang terjadi mendadak disertai mual atau
muntah. 1
Konsep tersebut telah diperluas oleh The Research Group on
Migraine and Headache of the World Federation of Neurology. Migren
merupakan gangguan bersifat familial dengan karakteristik serangan
nyeri kepala yang berulang-ulang yang intensitas, frekuensi dan
lamanya sangat bervariasi. Nyeri kepala biasanya unilateral, umumnya
disertai anoreksia, mual dan muntah. Dalam beberapa kasus migren ini
didahului atau bersamaan dengan gangguan neurologik dan gangguan
perasaan hati. 1
Definisi migren yang lain yang ditetapkan oleh panitia ad hoc
mengenai nyeri kepala (Ad Hoc Committee on Classification of
Headache) adalah serangan nyeri kepala unilateral berulang-ulang,
dengan frekuensi lama dan hebatnya rasa nyeri yang beraneka ragam;
serangannya sesisi dan biasanya berhubungan dengan tak suka makan
dan kadang-kadang dengan mual dan muntah. Kadang-kadang
didahului oleh gangguan sensorik, motorik, dan kejiwaan. Sering
dengan faktor keturunan. 6
Blau mengusulkan definisi migren sebagai nyeri kepala yag
berulang-ulang berlangsung antara 2-72 jam dan bebas nyeri antara
serangan nyeri kepala, harus berhubungan dengan gangguan visual atau
gastrointestinal atau keduanya. Gejala visual timbul sebagai aura
22
dan/atau fotofobia selama nyeri kepala. Bila tak ada gangguan visual
hanya berupa gangguan gastrointestinal, maka muntah harus sebagai
gejala pada beberapa serangan. 6
2.4.2 Epidemiologi
Insidensi migren di Amerika meliputi 10-20% dari populasi
umum penduduk Amerika. Kira-kira 6% laki-laki dan 15-17%
perempuan di Amerika menderita migren.2 Penelitian yang dilakukan di
Surabaya (1984) menunjukkan bahwa di antara 6488 pasien baru, 1227
(18,9%) datang karena keluhan nyeri kepala; 180 di antaranya di
diagnosis sebagai migren.3 Insidensi migren di masyarakat cukup besar,
diperkirakan 9% dari laki-laki, 16% dari wanita, dan 3-4% dari anakanak menderita migren. 1
Migren lebih sering menyerang wanita daripada pria, dengan
perbandingan 3:1. Pada anak-anak, migren lebih sering ditemukan pada
anak laki-laki daripada perempuan. 2
2.4.2 Patofisiologi
2.4.2.1 Teori vaskular
Pada tahun 1940-an dan1950-an, teori vaskular diusulkan
sebagai penjelasan patofisiologi nyeri kepala migren. Wolff dan
kawan-kawan
percaya
bahwa
vasokontriksi
intrakranial
darah
intrakranial
pada
pasien
yang
sadar
depresi
yang
meluas
Leao
(1944),
dapat
sekunder.6
25
2.
Faktor intrinsik
Faktor intrinsik misalnya perubahan hormonal pada wanita
yang nyeri kepalanya berhubungan dengan hari tertentu siklus haid. 1
2.4.4
Gejala-gejala Migren
Secara umum terdapat 4 fase gejala, meskipun tak semua
penderita migren mengalami keempat fase ini. Keempat fase tersebut
adalah fase prodromal, aura, serangan, dan postdromal.
1. Fase Prodromal
Gejala pada fase prodromal terjadi pada 40-60% penderita
migren.5 Fase ini terdiri dari kumpulan gejala samar atau tidak jelas,
yang dapat mendahului serangan migren. Fase ini dapat berlangsung
selama beberapa jam, bahkan dapat 1-2 hari sebelum serangan.
Gejalanya antara lain: 4
-
2. Fase Aura
Terjadi pada 20-30% penderita migren yang menderita migren
dengan aura, aura terdiri dari focal neurological phenomena yang
mendahului atau bersamaan dengan serangan. Aura nampak secara
berangsur-angsur 5-20 menit dan biasanya berlangsung kurang dari 60
menit. Fase serangan migren pada umumnya di mulai dalam 60 menit
28
29
30
31
Fase Serangan
Tanpa pengobatan, serangan migren umumnya berlangsung
antara 4-72 jam. Migren yang disertai aura disebut sebagai migren
klasik. Sedangkan migren tanpa disertai aura merupakan migren
umum (common migraine). Gejala-gejala yang umum adalah:
Fase Postdromal
Setelah serangan migren, umumnya terjadi masa postdromal,
dimana pasien dapat merasa kelelahan (exhausted) dan perasaan
seperti berkabut.4 Selain itu juga pasien mengalami penurunan
konsentrasi, perubahan mood.5
The
International
Headache
Society
(1988),
2.
Migren oftalmoplegik
4.
Migren retinal
5.
6.
b. Infark migren
7.
tambahan
meliputi
nyeri
kepala
waktu
serangan
yang
10
kali
dari
termasuk B-D
B. Serangan nyeri kepala berlangsung antara 4-72 jam
(tidak diobati atau pengobatan tidak cukup) dan diantara
serangan tidak ada nyeri kepala.
C. Nyeri kepala yang terjadi sekurang-kurangnya dua dari
karakteristik sebagai berikut :
1. Lokasi unilateral
2. Sifatnya berdenyut
34
Riwayat,
pemeriksaan
fisik,
dan
Riwayat,
pemeriksaan
fisik
dan
36
nasal
bilateral
2. Disartria
3. Vertigo
4. Tinitus
5. Pengurangan pendengaran
6. Diplopia
7. Ataksia
8. Parestesia bilateral
9. Parestesia bilateral dan penurunan kesadaran
2.4.6.4 Migren dengan aura tanpa nyeri kepala 1
Migren jenis ini mempunyai gejala aura yang khas
tetapi tanpa diikuti nyeri kepala. Biasanya terdapat pada
individu berumur lebih dari 40 tahun.
selama
menggambarkan
serangan
gangguan
atau
lapangan
penderita
penglihatan
3.
2.4.6.8 Migren
yang
Berhubungan
dengan
Gangguan
Intrakranial 1
Migren dan gangguan intrakranial berhubungan
dengan awitan secara temporal. Aura dan lokasi nyeri kepala
berhubungan erat dengan jenis lesi intrakranial. Keberhasilan
pengobatan lesi intrakranial akan diikuti dengan hilangnya
serangan migren.
Kriteria
diagnosis
migren
dengan
gangguan
intrakranial :
A. Sekurang-kurangnya terjadi satu jenis migren
B. Gangguan intrakranial dibuktikan dengan pemeriksaan
klinik dan neuro-imaging
C. Terdapat satu atau keduanya dari:
1.
2.
Serangan
yang
terjadi
sama
tetapi
defisit
40
Kluster
Epidemiologi
Lokasi
Terapi
Riwayat keluarga,
Unilateral atau
dapat mengenai segala bilateral, terutama
usia, wanita > pria
bifrontal
Ergot
Ergots
Unilateral,
orbitofrontal
B blocker
B Blocker
Amitriptilin
Tension
Ansiolitik
Antidepresan
Hipertensi
Riwayat keluarga
Bilateral, oksipital,
atau frontal
Terapi hipertensi
Bervariasi
Terapi peningkatan
TIK, steroid, manitol,
furosemid, operasi
Peningkatan TIK
Arteritis temporal
Dewasa
Perdarahan sub
arakhnoid (PSA),
ensefalitis,
meningitis
Unilateral, temporal,
bisa di area lain dari
scalp
Steroid
Bilateral, oksipital
Terapi PSA,
meningitis
2.4.8 Penatalaksanaan 6
a. Mencegah atau menghindari faktor pencetus (faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik) 6
b. Pengobatan non medik.
Karena faktor pencetus tak selalu bisa dihindari, maka dianjurkan pengobatan non medik, oleh karena hal ini dapat mengurangi
banyaknya obat migren sehingga efek samping dari obat-obatan dapat dikurangi. Termasuk dalam pengobatan non medik adalah
latihan relaksasi otot, misalnya yoga. 6
c. Pengobatan simptomatik. 6
Wilkinson (1988) yang bekerja pada klinik migren di London menganjurkan pada waktu serangan migren sebagai berikut:
1.
Mencegah pemberian obat-obatan yang mengganggu tidur, seperti kopi sebaiknya tak diberikan pada waktu serangan
migren, karena tidur adalah bagian alami dari penyembuhan migren.
2.
3.
Analgetika sederhana, misalnya aspirin atau parasetamol dapat menghilangkan nyeri kepala bila sebelumnya diberi obat
yang memacu aktivitas gastrointestinal.
4.
Ergotamin tartrat
Cara kerja obat ini bifasik, adalah bergantung pada tahanan darah yang ada sebelumnya. Bila terjadi vasodilatasi, ia akan
bekerja sebagai vasokonstriktor, sedang bila tahanan pembuluh darah meningkat ia bekerja sebagai vasodilator. Dosis
ergotamin tartrat 1-2 mg per serangan, dan tak boleh melebihi 4 mg per minggu. Tidak boleh diberikan lebih dari 2 kali
seminggu, bila diberikan lebih dari itu, maka akan timbul nyeri kepala bila ergotamin dihentikan (ergotamine- rebound
headache).
Dengan pengobatan tersebut di atas, Wilkinson mendapatkan sebagian besar penderita baik setelah 180 menit: 40% dari
penderita sembuh, 51% terdapat nyeri kepala ringan, dan hanya 9% yang sedikit manfaatnya. Penderita yang dapat tidur lebih
cepat sembuh daripada yang hanya istirahat atau mengantuk6
d. Pengobatan abortif
Harus diberikan sedini mungkin, tetapi sebaiknya saat timbul nyeri kepala. Obat yang dapat digunakan:
1. Ergotamin tartrat dapat diberikan tersendiri atau dicampur dengan obat antiemetik, analgesik, atau sedatif. Banyak preparat
yang dicampur dengan kafein untuk potensiasi efek (cafergot) atau ditambah lagi zat luminal (Bellapheen atau Ergopheen).
Kontraindikasinya adalah adanya penyakit pembuluh darah arteri perifer atau pembuluh koroner, penyakit hati atau ginjal,
hipertensi atau kehamilan. Efek sampingnya mual, muntah, dan kram. Ergotisme dapat terjadi berupa gangguan mental dan
gangren. Dosis oral umumnya 1 mg saat serangan, diikuti 1 mg setiap 30 menit, sampai dosis maksimum 5 mg/serangan atau
10 mg/minggu. 1.6
2. Dihidroergotamin (DHE) merupakan agonis reseptor serotonin yang aman dan efektif untuk menghilangkan serangan
migren dengan efek samping mual yang kurang dan lebih bersifat vasokonstriktor. Dosis 1 mg intravena selama 2-3 menit
dan didahului 5-10 mg metoklopramid untuk menghilangkan mual dan dapat diulang setiap 1 jam sampai total 3 mg.
3. Sumatriptan suksinat merupakan agonis selektif reseptor 5-Hidroksi triptamin (5-HT1D) yan efektif dan cepat
menghilangkan serangan nyeri kepala migren. Obat ini dapat diberikan subkutan dengan sebuah autoinjektor. Sumatriptan
terbukti efektif menghilangkan nyeri kepala dan mual pada migren. Dosis lazim adalah 6 mg subkutan dapat diulang dalam
waktu 1 jam bila diperlukan (tidak melampaui 12 mg/24 jam). Efek samping ringan berupa reaksi lokal pada kulit, muka
merah, kesemutan, nyeri leher dan terkadang nyeri dada. Kontraindikasi obat ini adalah angina pektoris, hipertensi,
penyakit koroner, atau penggunaan bersamaan dengan ergotamin atau vasokonstriktor lainnya. Sumatriptan tidak boleh
diberikan pada migren basiler atau migren hemiplegik.
e. Pengobatan pencegahan
Pengobatan pencegahan hanya diberikan bila terdapat: lebih dari 2 kali serangan dalam sebulan, tak mempan dengan pengobatan
non medik, dan pencegahan faktor pencetus. Obat pencegah migren adalah sebagai berikut: 6
1. Blocker
Misalnya propanolol, metoprolol, timolol, atenolol dan nadolol. Cara kerjanya dengan meningkatkan tahanan pembuluh
darah tepi. Propanolol dengan dosis 60-180 mg per hari dibagi 2-3 kali pemberian. Tidak diberikan pada pasien dengan asma
bronkhial, penderita diabetes yang memakai obat insulin atau obat antidiabetes oral, maupun gagal jantung kongestif. 6
2. Antagonis Ca
Misalnya nimodipine dan flunarizine. Cara kerjanya dengan mencegah masuknya ion kalsium dalam sel neuron, menekan
pelepasan neurotransmiter yang berlebihan dan mencegah aktivasi enzim fosfolipase akibat masuknya ion kalsium.
Efek
samping flunarizine adalah mengantuk, menambah gemuk, depresi, gejala-gejala parkinson, dan setelah 2-3 bulan baru
mempunyai efek optimal. Nimodipine tidak memberikan efek profilaktik pda migren, malah dapat menyebabkan nyeri
kepala (drug induced headache). 6
3. Antiserotonin dan antihistamin
Misalnya cyproheptadine dengan dosis 8-16 mg per hari dalam dosis terbagi dan pizotifen dengan dosis 0.25-0.5 mg per
dosis diberikan 1-3 kali sehari. Cara kerjanya sebagai anti serotonin. Efek sampingnya mengantuk dan bertambah gemuk,
mulut kering, menghambat pertumbuhan anak, dsb. 6
4. Antidepresan trisiklik
Misalnya amitryptyline. Cara kerjanya dengan menghambat uptake nor adrenalin dan menghambat aktivitas kolinergik,
adrenergik, dan reseptor histamin. Dosis 50-75 mg per hari sebelum tidur atau dalam dosis terbagi. Efek samping:
mengantuk, mulut kering, mata kabur, konstipasi, dsb. 6
5. Klonidin
Cara kerja dengan mencegah vasokonstriksi atau vasodilatasi yang abnormal. Efek samping: mengantuk, mulut kering,
depresi. 6
6. NSAID
Misalnya: naproxen. Cara kerjanya dengan menghambat pembentukkan prostaglandin dan bradikinin yang merupakan faktor
penting terjadinya respon inflamasi steril pada migren. Efek samping: nyeri lambung, tukak lambung. 6
BAB III
PENUTUP
1.
3.1 Kesimpulan
1. Definisi migren yang ditetapkan oleh Ad Hoc Committee on Classification of Headache adalah serangan nyeri kepala unilateral
berulang-ulang, dengan frekuensi lama dan hebatnya rasa nyeri yang beraneka ragam; serangannya sesisi dan biasanya
berhubungan dengan tak suka makan dan kadang-kadang dengan mual dan muntah. Kadang-kadang didahului oleh gangguan
sensorik, motorik, dan kejiwaan. Sering dengan faktor keturunan.
2. Insidensi migren di Amerika meliputi 10-20% dari populasi umum penduduk Amerika. Migren lebih sering menyerang wanita
daripada pria, dengan perbandingan 3:1.
3. Empat fase gejala migren, yaitu: fase prodromal, aura, serangan, dan postdromal.
4. Faktor pencetus migren meliputi faktor ekstrinsik dan faktor intrinsik.
5. Penatalaksanaan migren meliputi:
a. Mencegah atau menghindari faktor pencetus (faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik)
b. Pengobatan non medik
c. Pengobatan simptomatik
d. Pengobatan abortif
Pengobatan pencegahan
1.1. Saran
Harapannya lebih digali lagi referensi mengenai penelitian terbaru yang mengungkapkan faktor maupun hubungan terjadinya
migrain dengan
DAFTAR PUSTAKA
1. Harsono. Buku Ajar Neurologi Klinis. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 2005. hal 289-300.
2. Blanda M, Wright J.T. Headache, Migraine (online) http://www.emedicine.com/Emerg/Neuro/HeadacheMigraine. Diakses tanggal
21 September 2007.
3. Riyanto, Budi W. Masalah Diagnosis Nyeri Kepala (Online). http://www.CerminDuniaKedokteran.com. Diakses tanggal 21
September 2007.
4. Pakasi R.E. Migren: Bukan Sembarang Sakit Kepala (Online) http://www.medicastore.com/med/index.php. Diakses tanggal 21
September 2007
5. Migren. http.//www.wikipedia.com. Diakses tanggal 21 September 2007.
6. Harsono. Kapita Selekta Neurologi Edisi Kedua. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 2003. hal. 253-262.
7. Scintillating scotoma (Online). http://www.w3.org/TR/scintillating_scotoma.dtd. Diakses tanggal 21 September 2007
8. Tunnel vision (Online). http://www.w3.org/TR/tunnel_vision.dtd". Diakses tanggal 21 September 2007
9. Aura (Online). http ://www.fisikaasyik.com/news/readnews.php?id=132. Diakses tanggal 21 September 2007.
10. Gilroy, John. Basic Neurology Second Edition. McGraw Hill Inc. Singapore. 1992. hal. 82-87.
11. Bigal, M. dan Lipton, R. 2007. The Differential Diagnosis of Chronic Daily Headaches: An Algorithm-Based Approach. Journal
Headache Pain. Volume 8. Halaman 263-272. New York.
12. Dodick, D. 2006. Chronic Daily Headache. The New England Journal of Medicine. Volume 354. Halaman 158-165.
Massachusetts.
13. National Agency for Accreditation and Evaluation in Healthcare. 2004. Chronic Daily Headache (CDH) Diagnosis, Medication
Overuse, and Management. Clinical Practise Guidline. Paris.
14. Bagian Neurologi FKUI. 1986. Nyeri Kepala Menahun. Penerbit Universitas Indonesia: Jakarta.
15. Simon, R, Greenberg, D, dan Aminoff, M. 2009. Clinical Neurology: A Lange Medical Book. 7 th Ed. Lange Medical
Books/McGrave-Hill Publishing: New York.
16. Bigal, E dan Lipton, B. 2006. Migraine and Other Headache Disorder. Taylor and Francis Group: New York.
17. Ivan, G dan Todd, S. 2010. Diagnosis and Management of Chronic Daily Headache. Journals of Seminars in Neurology. Volume
30. Halaman 154-166. USA
18. Martin, A dan Samuels, R. 2005. Samuels Manual of Neurologic Therapeutics: Chapter 14-Headache and Facial Pain. Halaman
244-273. Lippincott Williams & Wilkins: Philadelphia.
19. Goadsby, P. 2001. Trigeminal Autonomic Cephalgias (TCAs). Journal of Acta Neurology. Volume 101. Halaman 10-19. Belgium.
20. Beiton, J dan Carlson, R. 2011. Diagnosis and Treatment of Headache. Institute for Clinical Systems Improvement. Bloomington
MN.
21. Duncan, C, Watson, D dan Stein, A. 2008. Diagnosis and Management of Headache in Adults: Summary of SIGN Guideline.