Você está na página 1de 5

Atasi Polusi dengan Plasma

Kata Kunci: limbah, plasma, polusi


Ditulis oleh Anto Tri Sugiarto pada 20-03-2003
Selama ini teknologi pengolahan limbah kurang mendapatkan perhatian serius di
Indonesia. Padahal, tidak sedikit permasalahan limbah cair maupun gas terbentur pada
permasalahan penggunaan teknologi. Dengan semakin berkembangnya perindustrian di
Indonesia, sudah selayaknya pemilihan serta penggunaan teknologi yang tepat dalam mengatasi
masalah limbah segera diterapkan.
Melalui artikel ini penulis ingin memperkenalkan sebuah teknologi yang kerap disebut
teknologi plasma. Di berbagai negara maju termasuk Jepang, teknologi plasma mulai banyak
dipergunakan untuk mengolah limbah gas dan cair dari berbagai kegiatan industri domestik, serta
dari asap kendaraan bermotor. Sedangkan di negara Eropa dan Amerika berbagai penelitiaan dari
penggunaan teknologi plasma untuk mengolah limbah juga banyak dikembangkan.
Plasma
Plasma adalah zat keempat di samping zat klasik: padat, cair, dan gas. Zat plasma ini
bukanlah plasma seperti pada kata plasma darah, kata yang paling umum digunakan berkaitan
dengan plasma dalam bidang Biologi. Plasma zat keempat ini ditemukan pada tahun 1928 oleh
ilmuwan Amerika, Irving Langmuir (1881-1957) dalam eksperimennya melalui lampu tungsten
filament.
Plasma ini sangat mudah dibuat, caranya dengan pemanfaatan tegangan listrik. Contoh,
hadapkan dua electrode di udara bebas. Seperti kita ketahui udara adalah isolator, materi yang
tidak menghantarkan listrik. Namun, apabila pada dua electrode tadi diberikan tegangan listrik
yang cukup tinggi (10 kV<), sifat konduktor akan muncul pada udara tersebut, yang bersamaan
dengan itu pula arus listrik mulai mengalir (electrical discharge), fenomena ini disebut eletrical
breakdown.
Mengalirnya arus listrik menunjukkan akan adanya ionisasi yang mengakibatkan
terbentuknya ion serta elektron pada udara di antara dua elektrode tadi. Semakin besar tegangan
listrik yang diberikan pada elektrode, semakin banyak jumlah ion dan elektron yang terbentuk.
Aksi-reaksi yang terjadi antara ion dan elektron dalam jumlah banyak ini menimbulkan kondisi
udara di antara dua electrode ini netral, inilah plasma. Singkat kata plasma adalah kumpulan dari
electron bebas, ion dan atom bebas.

Polusi udara
Mengatasi polusi dengan plasma sebenarnya bukan sebuah hal yang baru. Pada tahun
1907 Frederick Cottrell memperkenalkan electrostatic precipitator (EP) untuk mengatasi polusi
akibat aerosol (sampah udara) dari asap pabrik hasil pembakaran. EP dapat digunakan untuk
mengumpulkan aerosol. Prinsip kerja dari EP adalah perpaduan dari medan electrostatic dan
aliran ion yang dihasilkan oleh corona discharge. Mekanisme kerjanya adalah partikel aerosol
ditangkap atau dikumpulkan oleh aliran ion, kemudian kumpulan partikel tadi diangkut oleh
medan electrostatic lalu dipisahkan. Sekarang EP banyak digunakan untuk mengatasi aerosol
dari asap pabrik termasuk di antaranya, di Indonesia.
Namun, asap hasil pembakaran dari pabrik maupun kendaraan bermotor tidak hanya
mengandung aerosol saja, tetapi didapati juga gas NOx, SOx, CO, dan Dioxin yang diketahui
sangat berbahaya pada kesehatan. Kita mengenal hujan asam (HNO 3 dan H2SO4) yang dapat
mengakibatkan kanker. Juga gas CO yang dapat mematikan apabila kita menghirupnya secara
langsung. Kita juga dapat merasakan bertambah suhu bumi akibat pertambahan CO2.
Baru-baru ini kita mendengar Dioxin yang muncul dari pembakaran sampah plastik, yang
walaupun kadarnya sedikit namun berbahaya bagi kesehatan kita. Hal ini mendorong Dr Seiichi
Masuda dari Tokyo University untuk mencari teknologi yang dapat mengatasi gas beracun hasil
pembakaran pabrik. Pada tahun 1986 Seiichi Masuda mempublikasikan teknologi plasma
sebagai teknologi untuk mengatasi kandungan gas NOx, SOx dari asap pembakaran pabrik.
Prinsip dari teknologi plasma dalam mengatasi kandungan gas NOx atau SOx sangatlah
mudah. Seperti di jelaskan pada penjelasan di atas, plasma terbentuk dari kumpulan electron
bebas, ion serta atom. Aksi-reaksi pada ion dan electron dalam plasma seperti reaksi ionisasi,
excitasi, dan dissociasi dengan udara bebas disekitarnya berlanjut dengan terbentuk species aktif
(ion, electron, molekul yang mudah bereaksi) seperti Ozone, OH, O, NH 3 yang memiliki sifat
radikal sangat mudah bereaksi dengan senyawa-senyawa yang ada disekitarnya. Species aktif
yang terbentuk ini kemudian bereaksi dengan gas NOx atau SOx kemudian mengubah serta
menguraikannya.
Dewasa ini di Jepang teknologi plasma berkembang sangat pesat. Di mana teknologi
plasma memiliki beberapa kelebihan yaitu pembuatan peralatan dan maintenance yang sangat
mudah, namun memiliki efektivitas penguraian yang cukup tinggi. Struktur yang mudah dari
peralatan teknologi plasma memungkinkan untuk dipasang langsung pada kendaraan bermotor,
untuk mengurangi kadar NOx yang timbul pada asap kendaraan hasil dari pembakaran bensin
atau solar. Selain untuk mengatasi NOx dan SOx teknologi plasma dapat dipergunakan juga
untuk menguraikan berbagai macam senyawa beracun seperti Dioxin, gas VOC (Volatile organic

compounds) seperti, CFC, trichloroethylene, toluene, benzene, serta gas dari hasil pembakaran
lainnya.
Mengatasi polusi
Seperti halnya pencemaran udara, pencemaran air sangatlah kompleks. Dalam proses
produksi sebuah industri pada umumnya dipergunakan berbagai bahan material dari berbagai
jenis dan bentuk. Limbah cair industri, pertanian, perkotaan dan rumah tangga selain
mengandung senyawa berat (Cd, Cu, Hg, Zn dll.), juga mengandung berbagai macam senyawa
organik, seperti dioxin, phenol, benzene, PCB, dan DDT.
Sistem pengolahan limbah cair yang ada sekarang umumnya mempergunakan cara
kombinasi antara pemakaian chlorine serta sistem condensasi, sedimentasi, dan filtrasi.
Sedangkan untuk pengolahan limbah organik banyak mempergunakan microbiologi, karbon aktif
atau membran filtrasi.
Namun, limbah organik semakin banyak yang sulit untuk diuraikan dengan microbiologi
atau membran filtrasi, serta membahayakan keselamatan makhluk hidup, meskipun dalam
kandungan konsentrasi yang sangat kecil (ppm/ppb) seperti, senyawa dioxin, furan, dan atrazine.
Sehingga sistem pengolahan limbah cair yang ada sekarang tidaklah cukup. Apabila hal ini kita
biarkan, tanpa kita sadari, air minum yang dipergunakan akan banyak mengandung senyawa
organik, yang selain membahayakan kesehatan manusia juga dapat merusak ekosistem makhluk
hidup lainnya.
Untuk mengatasi masalah limbah organik ini, teknologi ozone mulai dipergunakan dalam
proses pengolahan limbah cair. Teknologi ini dikenal dapat membersihkan limbah cair hingga
mendekati 100 persen (Japan Engineering newspaper, 1996). Ozone yang dikenal sebagai
oksidant kuat, selain dapat menghancurkan senyawa-senyawa organik, juga sekaligus dapat
membunuh bakteri yang terkandung dalam limbah tadi. Meskipun demikian masih ada beberapa
kendala yang harus diselesaikan pada teknologi ozone ini, seperti tingginya biaya operasional
serta adanya sisa ozone yang tertinggal dalam air setelah proses pengolahan berlangsung. Sisa
ozone yang memiliki kadar cukup tinggi, akan dapat membahayakan manusia.
Teknologi yang kemudian diperkenalkan untuk mengatasi limbah cair setelah teknologi
ozone ini adalah teknologi plasma. Sebelum kita jelaskan lebih lanjut tentang teknologi plasma,
perlu disampaikan disini bahwa ozone sendiri dapat dibuat dengan mempergunakan teknologi
plasma (Siemens 1857). Dewasa ini teknologi plasmalah yang paling banyak dipergunakan untuk
membuat ozone. Jadi, secara tidak langsung teknologi ozone adalah pemanfaatan dari teknologi
plasma itu sendiri.

Selanjutnya, teknologi plasma juga dapat dipergunakan secara langsung dalam proses
pengolahan limbah cair. Salah satu cara adalah dengan membuat plasma dalam air. Seperti
halnya plasma di udara, plasma dapat juga dibuat dalam air. Proses pembuatannya sendiri hampir
sama, hanya saja pembuatan plasma dalam air memerlukan energi sedikit lebih besar
dibandingkan pembuatan plasma di udara, mengingat air adalah materi yang dapat mengalirkan
arus listrik.
Plasma dalam air dapat menyebabkan timbulnya berbagai proses reaksi fisika dan kimia,
seperti sinar ultraviolet, shockwave, species aktif (OH, O, H, H2O2), serta thermal proses.
Banyaknya reaksi fisika dan kimia yang dihasilkan oleh plasma dalam air, membuat teknologi ini
dapat merangkum beberapa proses yang dibutuhkan dalam pengolahan air limbah. Sinar
ultraviolet yang dihasilkan mampu mengoksidasi senyawa organik sekaligus membunuh bakteri
yang terkandung dalam limbah cair. Shockwave yang ditimbulkan mampu menghasilkan proses
super critical water yang juga berperan dalam proses pengoksidasian senyawa organik. Dan,
yang paling penting banyak dihasilkan species aktif seperti OH, O, H, dan H 2O2 yang merupakan
beberapa oksidant kuat yang dapat mengoksidasi berbagai senyawa organik sekaligus juga
membunuh bakteri dalam limbah cair tersebut. Dan, tidak ketinggalan panas yang dihasilkan
oleh plasma ini pun berperan dalam berbagai proses pengoksidasian.
Dari berbagai kelebihan proses yang dimilikinya, teknologi plasma dalam air mulai
mendapat perhatian khusus terutama untuk mengolah limbah organik yang umumnya
mengandung berbagai macam jenis senyawa organik. Dari berbagai percobaan laboratorium,
teknologi plasma dalam air sangat efektif untuk menguraikan senyawa organik seperti TNT,
phenol, trichloroethylene, atrazine, dan berbagai jenis zat warna (dye).
Teknologi plasma untuk mengolah limbah cair baik dengan teknologi ozone maupun
dengan teknologi plasma dalam air memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan cara
konvensional, microbiologi maupun membran filtrasi. Di antaranya proses penguraian senyawa
organik berlangsung sangat cepat, pembuatan peralatan serta maintenance yang mudah, serta
species aktif yang dihasilkan dapat menguraikan hampir seluruh senyawa organik.
Di Jepang dalam sepuluh tahun terakhir, penggunaan teknologi ozone maupun teknologi
plasma berkembang sangat pesat. Terlebih lagi setelah ditetapkannya perundangan tentang
Dioxin dan sejenisnya (January 2001). Di mana dioxin dapat diuraikan dengan mempergunakan
kombinasi dari ozone dan sinar ultraviolet atau ozone dan hydrogen peroxide.

Artikel ditulis oleh Anto Tri Sugiarto Peneliti KIM-LIPI, Sekjen ISTECS (Institute for Science

and Technology Studies) Chapter, Japan


Artikel dapat juga dibaca di www.plasmatech-indonesia.ws)
Suatu hal yang baru terdapat suatu alternatif lain untuk mengatasi pencemaran
lingkungan yang diterapkan di negara-negara maju seperti di Jepang dengan teknologi plasma.
Plasma secara spesifik dapat mengolah limbah berupa cair dan gas ini bisa menjadi cara
mengatasi pencemaran di Indonesia namun tentunya kita harus siap dengan kendala yang
dihadapinya, seperti tingginya biaya operasional dan pengetahuan seputar teknologi plasma itu
sendiri.
Cara penanganan pencemaran lingkungan dengan teknologi plasma ini sangat baik seperti
dengan bisa mengatasi masalah pengolahan limbah cair sampai dengan 100 persen, proses
penguraian senyawa organik yang sangat cepat, spesies aktifnya dapat menguraikan hampir
seluruh senyawa organik hanya dengan peralatan mudah. Ini lebih baik dibandingkan dengan
penanganan pencemaran udara dengan cara konvensional seperti mikrobiologi dan membran
vibrasi.

Você também pode gostar