Você está na página 1de 14

1.

Sekilas Tentang Pasar Uang

Pasar Uang (money market) adalah mekanisme untuk memperdagangkan dana jangka
pendek, yaitu dana berjangka waktu kurang dari satu tahun. Kegiatan di pasar uang ini terjadi
karena ada dua pihak, pihak pertama yang kekurangan dana yang sifatnya jangka pendek,
pihak kedua memiliki kelebihan dana dalam waktu jangka pendek juga. Mereka itu
dipertemukan di dalam pasar uang, sehingga unit yang kekurangan memperoleh dana yang
dibutuhkan, sedang unit yang kelebihan memperoleh penghasilan atas uang yang berlebih
tersebut.[1] Pengertian pasar uang dalam teori ekonomi bukanlah suatu tempat (fisik) orang
berjualan dan menjajakan barang dagangannya. Pasar diartikan secara lebih luas dan abstrak,
namun tetap mencakup pasar dalam pengertian sehari-hari, yaitu pertemuan antara
permintaan dan penawaran.[2] Apabila permintaan bertemu penawaran di pasar, maka akan
terjadi transaksi.Transaksi merupakan kesepakatan antara apa yang diinginkan pembeli dan
apa yang diinginkan penjual. Dalam transaksi seperti itu kedua belah pihak mencapai
kesepakatan mengenai dua hal, yaitu harga dan volume dari apa yang ditransaksikan.

Dalam hal pasar uang yang ditransaksikan adalah hak untuk menggunakan uang dalam
jangka waktu tertentu. Jadi di pasar tersebut terjadi transaksi pinjam-meminjam dana, yang
selanjutnya menimbulkan hutang-piutang.[3] Adapun barang yang ditransaksikan dalam
pasar ini adalah secarik kertas berupa surat hutang atau janji untuk membayar sejumlah uang
tertentu pada waktu tertentu pula.[4]
Tujuan pasar uang adalah untuk memberikan alternatif, baik bagi lembaga keuangan bank
maupun bukan bank, untuk memperoleh sumber dana atau menanamkan dananya.[5]

2.

Mekanisme Pasar Uang

Mekanisme pasar uang hanya dapat berfungsi dengan baik apabila dipenuhi beberapa syarat
sebagai berikut:

Cukup banyak instrumen sebagai pengganti uang yang dapat diperdagangkan. Uang yang
diperdagangkan harus mempunyai bentuk (instrument) tertentu, antara lain: Sertifikat Bank
Indonesia (SBI), Surat Berharga Pasar Uang (SBPU), sertifikat deposito, dan call money.

Ada lembaga keuangan yang bersedia menjadi pencipta pasar (market maker), lembaga inilah
yang akan menyimpan instrumen-instrumen pasar uang dan akan menjualnya kepada unit
yang mempunyai kelebihan dana jangka pendek, atau membelinya dari unit yang kekurangan
dana jangka pendek. Di Indonesia fungsi ini dijalankan oleh Ficorinvest yang sering
disebut security house.

Prasarana komunikasi yang memadai.

Informasi keuangan yang dapat dipercaya, yaitu data keuangan perusahaan yang
mengeluarkan SBPU, agar setiap peminat dapat membuat penelitian mengenai keadaan
perusahaan.

Penjelasan mekanisme tersebut sebagai berikut: Pertama, mekanisme Call money; bisa
diperdagangkan secara langsung antarbank, dan biasanya dilakukan melalui telepon. Hal ini
dilakukan karena kebutuhan liquiditas bank biasanya mendesak, baik karena kekurangan
dalam kliring maupun untuk memenuhi kebutuhan kewajiban likuiditas. Kedua, sedangkan
SBI dan SBPU harus diperdagangkan melaui security house (Ficorinvest) sebagai perantara
antara pemilik dan pemakai, melalui jual beli surat-surat berharga dengan mekanisme; BI
menjual SBI kepada Ficorinvest, barulah kemudian kepada lembaga-lembaga
keuangan. Ketiga, mekanisme untuk SBPU; nasabah, baik badan usaha maupun perorangan
mengeluarkan surat aksep atau wesel untuk mendapatkan dana dari bank atau lembaga
keuangan non-bank, kemudian surat-surat berharga ini diperjualbelikan oleh bank atau
lembaga keuangan non-bank melalui security house yang akan memperjualbelikan dengan
BI.

3.

Pandangan Islam Terhadap Uang

Islam memandang uang hanyalah sebagai alat tukar, bukan sebagai komoditas atau barang
dagangan. Maka motif permintaan terhadap uang adalah untuk memenuhi kebutuhan
transaksi (money demad for transaction), bukan untuk spekulasi atau trading. Islam tidak
mengenal spekulasi (money demand for speculation). Karena pada hakikatnya uang adalah
milik Allah SWT yang diamanahkan kepada kita untuk dipergunakan sebesar-besarnya bagi
kepentingan masyarakat. Dalam pandangan Islam uang adalah flow concept, karenanya harus
selalu berputar dalam perekonomian, sebab semakin cepat uang itu berputar dalam
perekonomian, akan semakin tinggi tingkat pendapatan masyarakat dan akan semakin baik
perekonomian.

4.

Perbedaan Mendasar Pasar Uang Konvensional dan Pasar Uang Berprinsip Syariah

Pada dasarnya pasar uang syariah dan pasar uang konvensional memiliki beberapa fungsi
yang sama, diantaranya sebagai pengatur likuiditas. Jika bank memiliki kelebihan likuiditas
ia dapat menggunakan instrumen pasar uang untuk menginvestasikan dananya, dan apabila
kekurangan likuiditas ia dapat menerbitkan instrumen yang dapat dijual untuk mendapatkan
dana tunai.

Ada perbedaan mendasar diantara keduanya yaitu: pertama, pada mekanisme penerbitan
dan kedua,pada sifat instrumen itu sendiri. Pada pasar uang konvensional instrumen yang
diterbitkan adalahinstrumen hutang yang dijual dengan diskon dan didasarkan atas
perhitungan bunga; sedangkan pasar uang syariah lebih kompleks dan mendekati mekanisme
pasar modal.

5.

Fatwa Dewan Syariah Nasional Tentang Pasar Uang Berdasarkan Prinsip Syariah

Latar belakang dikeluarkannya fatwa Dewan Syariah Nasional No: 37/DSN-MUI/X/2002,


tentang pasar uang antarbank berdasar prinsip syariah adalah atas pertimbangan sebagai
berikut:

bahwa bank syariah dapat mengalami kekurangan likuiditas disebabkan oleh perbedaan
jangka waktu antara penerimaan dan penanaman dana atau kelebihan likuiditas yang dapat
terjadi karena dana yang terhimpun belum dapat disalurkan kepada pihak yang memerlukan;

bahwa dalam rangka peningkatan efisiensi pengelolaan dana, bank yang melakukan kegiatan
usaha berdasarkan prinsip syariah memerlukan adanya pasar uang antarbank;

bahwa untuk memenuhi keperluan itu, maka dipandang perlu penetapan fatwa tentang pasar
uang antarbank berdasarkan prinsip syariah.

Diantara keputusan fatwa Dewan Syariah Nasional No: 37/DSN-MUI/X/2002, tentang pasar
uang antarbank berdasar prinsip syariah adalah sebagai berikut:

Pertama : Ketentuan Umum

1. Pasar uang antarbank yang tidak dibenarkan menurut syariah yaitu pasar uang
antarbank yang berdasarkan bunga.

2. Pasar uang antarbank yang dibenarkan menurut syariah yaitu pasar uang antarbank
yang berdasarkan prinsip-prinsip syariah.

3. Pasar uang antarbank berdasarkan prinsip syariah adalah kegiatan transaksi keuangan
jangka pendek antarpeserta pasar berdasarkan prinsip-prinsip syariah.

4. Peserta pasar uang sebagaimana tersebut dalam butir 3 adalah:

a. bank syariah sebagai pemilik atau penerima dana.

b. bank konvensional hanya sabagai pemilik dana.

Kedua : Ketentuan Khusus

1. Akad yang dapat digunakan dalam pasar uang antarbank berdasarkan prinsip syariah
adalah: mudharabah (muqadharah)/Qiradh; musyarakah; qard; wadi'ah; al-Sharaf.

2. Pemindahan kepemilikan instrumen pasar uang (sebagaimana tersebut dalam butir 1)


menggunakan akad-akad syariah yang digunakan dan hanya boleh dipindahtangankan
sekali.

Dalil Yang Digunakan oleh Dewan Syariah Nasional Dalam Menetapkan Fatwa Tentang
Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah.

Firman Allah QS. Al-Maidah (5): "Hai orang-orang yang beriman tunaikanlah akad-akad
itu"

Firman Allah QS. Al-Baqarah (2): 275" Allah telah menghalalkan jual-beli dan
mengharamkan riba"

Hadits Nabi riwayat Tirmidzi dari 'Amr bin 'Auf"Kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat
yang mereka buat kecuali syarat mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram"

Hadits Nabi riwayat Muslim, Tirmidzi, an-Nasa'i, Abu Daud, dan Ibnu Majah dari abu
Hurairah "Rasulullah SAW melarang jual beli yang mengandung gharar"

Hadits Nabi riwayat Ibnu Majah dari 'Ubadah bin Shamit, riwayat Ahmad dari Ibnu 'Abbas
dan riwayat Imam Malik dari Yahya"Tidak boleh membahayakan orang lain dan menolak
bahaya dengan bahaya"

Kaidah Fiqh:"Pada dasarnya segala sesuatu dalam muamalah boleh dilakukan sampai ada
dalil yang menharamkannya" "Segala mudharat (bahaya) harus dihindarkan sedapat
mungkin" " Segala madharat(bahaya) harus dihilangkan"

ANALISA TERHADAP FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL TENTANG PASAR


UANG ANTARBANK BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH

Jika ditinjau dari segi perumusan sercara umum fatwa ini diawali dengan mengemukakan
pertimbangan-pertimbangan dikeluarkannya fatwa, diikuti dengan kutipan dalil-dalil baik
yang mengacu pada al-Qur'an, Hadits, maupun kaidah fiqh dan terakhir adalah keputusan.
Semestinya dalam perumusannya perlu dijelaskan terlebih dahulu mengenai pengertian dan
maksud dari pasar uang antarbank yang dimaksudkan dalam fatwa ini. Sehingga pengertian
pasar uang yang dimaksud menjadi jelas dan tidak menimbulkan salah pengertian. Paling
tidak semestinya dijelaskan dalam lampiran.

Dari segi pertimbangan-pertimbangan yang dikemukakan dalam fatwa ini ada tiga poin
(sebagaimana telah disebutkan di depan), semestinya melihat juga pada realitas perjanjianperjanjian antara pihak pemilik dana dan pihak yang membutuhkan dana, sebab dalam
kegiatan pasar uang seringkali terjadi perjanjian pembelian kembali (purchase agreement)
dana dari si penjual semula, termasuk jaminan pembelian kembali jika dijanjikan oleh si
penjual sendiri.
Adapun dari dalil-dalil yang dikemukakan oleh fatwa ini secara umum terdiri dari dalil-dalil
al-Quran yang tidak diragukan lagi kebenarannya. Fatwa ini juga menggunakan dalil-dalil
dari hadits yang berkaitan dengan transaksi-transaksi dalam pasar uang, kemudian merujuk
pula pada kaidah-kaidah fiqh yangcukup memadai dan sudah dikenal secara umum, serta
dilengkapi dengan ijma atau kesepakatan ulama mengenai hal tersebut. Namun dalil-dalil
yang dikemukakan pada umumnya sama dengan dalil-dalil yang digunakan untuk
memfatwakan masalah jual beli valuta asing, bursa saham dan lain sebagainya.

Dari segi keputusan-keputusan yang tertuang dalam dalam fatwa tersebut disebutkan bahwa
pasar uang antarbank yang dibenarkan adalah yang tidak menggunakan bunga, dan akad-akad
yang dianjurkan adalah mudharabah, musyarakah, qard, wadiah, maupun sharf, dan
kepemilikan atas instrumen pasar hanya dapat dipindahtangankan satu kali saja. Namun
dalam realitanya akad akad yang sering digunakan adalah mudharabah dan wadiah.
Sedangkan untuk akad-akad seperti qard dan sharf jarang digunakan. Hal ini terjadi karena

pada bank syariah instrumen yang disediakan dalam pasar uang ini berupa IMA (Sertifikat
Investasi Mudharabah Antarbank), SBPU (Surat Berharga Pasar Uang) Mudharabahdan
SWBI (Sertifikat Wadiah Bank Indonesia).

Sedangkan mengenai instrumen apa yang dipakai dalam pasar uang berprinsip syariah, di
dalam fatwa itu juga tidak diberikan penjelasan bagaimana mekanismenya jika dilakukan
dalam pasar uang. Namun dalam Islam, sebuah instrumen merupakan perwakilan dari
kepemilikan atau harta. Oleh karena itu instrumen dapat diperjualbelikan jika terdapat asset
atau transaksi yang mendasarinya. Ada dua metode dalam penerbitan instrumen oleh bank
syariah, pertama, satu prinsip untuk berbagai transaksi. Prinsip yang digunakan adalah bagi
hasil (mudharabah/musyarakah) untuk berbagai transaksi, seperti jual-beli, sewa, dan lainlain; kedua, satu prinsip untuk satu transaksi. Metode ini menyerupai fund dalam pasar
modal.

Adapun dalam prinsip bagi hasil (mudharabah/musyarakah) mengakibatkan kepemilikan


usaha pada sisi pemilik dana, ketika aset-aset bank syariah disekuritisasi dan instrumennya
dijual ke pasar, maka pembeli instrument tersebut menjadi pemilik modal baru yang
menggantikan pemilik modal yang lama. Aset-aset tersebut apabila dikumpulkan akan
menjadi harta gabungan (mal musytarak) yang bisa didenominasi dalam bentuk pecahan dan
dijual kepada pembeli. Penetapan harga dari instrument tersebut mengikuti hukum Islam,
artinya; harga instrumen bisa dinegosiasikan antara penjual dan pembeli, sehingga dapat
menyebabkan naik turunnya harga harga instrumen tersebut. Instrumen-instrumen ini pun
bisa menjadi alternatif investasi bagi bank syariah di Indonesia, terutama ketika mengalami
kelebihan likuiditas.

Asumsi perbankan konvensional yang menggunakan hutang sebagai instrumen masih


melekat di dunia perbankan. Terlebih dalam UU No. 7 Tahun 1992 sebagaimana
disempurnakan oleh UU No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan, bank umum(termasuk bank
syariah) hanya dibolehkan melakukan pembelian instrument investasi dalam bentuk
pendapatan tetap (fixed income).

Sementara itu, melalui transaksi pasar uang antarbank syariah, semua bank umum tak
terkecuali syariah bisa menempatkan dana dalam bentuk Sertifikat Investasi Antarbank
(IMA) yang diterbitkan bank syariah yang mengalami kesulitan likuiditas. Dengan membeli
IMA, pengembalian investasi atau pinjaman akan dibayarkan ketika IMA jatuh tempo. Jadi
bank yang membeli profit sharing pembagian hasil dan bukannya bunga.14 Intinya dalam
pasar uang berprinsip syariah instrumen yang diperjualbelikan adalah pada tahap pertama
(first level scuritization), instrumen ini akan menjadi instrumen derivatif apabila
disekuritisasi kembali (second level securitization) yang disepakati oleh para ulama untuk
tidak diperjualbelikan.

Yang perlu menjadi catatan dalam pasar uang ini, bahwa dalam Islam, yang dibolehkan
adalah penjualan bukti kepemilikan, bukan jual-beli sertifikat atas bukti kepemilikan.15
Karena sertifikat itu itu hanya mewakili harta yang dimiliki, namun karena bank syariah
hanya berada pada sekuritas tahap pertama, maka ia tidak akan mengalami percepatan
kuantitas moneter (monetary enchanment) di atas kuantitas di sektor riil.

Walaupun dalam fatwa ini masalah pasar uang berdasar prinsip syariah dengan berbagai akad
yang diperbolehkan seakan-akan telah menjadi salah satu solusi dalam transaksi pasar uang,
namun dalam masalah pasar uang ini muncul kembali permasalahan, yaitu dalam hal
perjanjian pembelian kembali(repurchase agreement). Sebab dalam hal ini terdapat
kontroversi di kalangan ulama tentang perjanjian pembelian kembali (repurchase agreement).
Karena transaksi pasar uang syariah menggunakan perjanjian tersebut ketika melakukan
penjualan, artinya; penjual akan membeli kembali asset yang ia jual dalam jangka waktu
tertentu. Termasuk dalam kategori ini adalah jaminan pembelian kembali (redemption
guarantee) jika dijanjikan oleh si penjual sendiri. Mayoritas ulama tidak memperkenankan
perjanjian bersyarat ini. Hanya sebagian kecil dari mazhab Hanafi yang membolehkannya
dengan nama bai' al wafa. Maka untuk mensiasati ini bank penerbit menugaskan perusahaan
lain untuk menjadi pembeli atas instrument yang diterbitkannya.

Adapun implikasi dari adanya fatwa Dewan Syariah Nasional No:37 adalah, bahwa karena
dalam pasar uang antarbank berdasarkan prinsip syariah tidak dibenarkan mengunakan
bunga, maka bisa diganti dengan menggunakan alternatif akad-akad lain seperti:29 Pertama:
Mudharabah, yaitu akad kerjasama suatu usaha antara dua pihak dimana pihak pertama
(malik,shahib al-maal) menyediakan seluruh modal, sedang pihak kedua (amil,
mudharib, nasabah) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan usaha dibagi di antara
mereka sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. Kedua: Musyarakah, yaitu akad
kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk usaha tertentu, dimana masing-masing pihak
menberikan kontribusi dana(modal) dengan ketentuan bahwa keuntungan dan resiko akan
ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Ketiga: al-Qardh, yaitu suatu aqad
pembiayaan kepada nasabah tertentu dengan ketentuan bahwa nasabah wajib mengembalikan
dana yang diterimanya kepada lembaga keuangan syariah pada waktu yang telah disepakati
oleh lembaga keuangan syariah dan nasabah Keempat: Wadiah (titipan uang, barang dan
surat-surat berharga), yaitu akad seseorang kepada yang lain dengan menitipkan suatu benda
untuk dijaganya secara layak (sebagaimana halnya kebiasaan).Kelima: al-Sharf (jual beli
valuta asing).

KESIMPULAN

Dari berbagai uraian dan telaah fatwa tersebut di atas maka dapat diambil suatu kesimpulan
bahwa pasar uang antarbank dengan prinsip syariah merupakan kegiatan transaksi keuangan
(tabpa bunga) dalam waktu jangka pendek antarpeserta pasar (bank syariah sebagai pemilik
atau penerima dana dan bank konvensional hanya sebgai pemilik dana), dengan pemindahan
kepemilikan instrumen pasar uang tersebut hanya satu kali saja.

Pasar uang yang dibolehkan hanya pasar uang yang tidak menggunakan sistem bunga, hal ini
untuk menghindari dari riba nasiah karena kerugian (bahaya) dari bunga itu lebih besar
daripada keuntungan (mashlahah) nya. Selain itu karena dalam Islam melarang adanya jualbeli uang sebagai komoditi atau spekulasi.

Dewan Syariah Nasional semestinya mengembangkan konsep kebijakan dan prosedur


kegiatan pasar uang dengan lebih terinci, sehingga pihak yang melakukan transaksi tersebut
dapat sesuai dengan prinsip-prinsip norma syariah yang ditetapkan. Namun bagaimanapun
juga fatwa Dewan Syariah Nasional No:37/DSN-MUI/X/2002 dapat digunakan sebgai solusi
bagi pihak-pihak (bank) yang melakukan transaksi di pasar uang dengan memberikan
alternatif akad-akad mudharabah (muqaradhah), Musyarakah, Qard, Wadiah, maupun alSharf.

Pendahuluan
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan 1997 telah mengakibatkan penurunan tajam kegiatan
ekonomi serta melemahnya daya beli masyarakat. Sebagian besar bank di Indonesia harus mengalami negative
spread serta menanggung kredit macet dalam jumlah besar. Akibat penarikan dana dalam jumlah besar, untuk
menghindarkan diri dari likuiditas yang makin buruk, tidak sedikit bank konvensional yang tidak punya pilihan lain selain
menawarkan bunga simpanan tinggi pada tingkat 50 persen hingga 70 persen. Akibatnya, puluhan bank menjadi sekarat
dan banyak usaha gulung tikar karena tidak mampu membayar kewajibannya. Kondisi ini tidak terjadi dengan bank syariah
yang menerapkan sistem bagi hasil dan terbebas dari pengaruh fluktuasi bunga yang terjadi.
Sejak saat itu, jumlah bank syariah berkembang pesat karena sistem bagi hasil yang ditawarkan dan dalam
kenyataannya tak kalah menguntungkan dibandingkan sistem bank konvensional yang menerapkan bunga. Sehingga tidak
mengherankan jika sampai saat sekarang ini banyak di antara bank-bank konvensional juga membuka unit-unit
atau windowsyariah-nya melihat prospek yang cukup menjanjikan dari sistem perbankan alternatif ini.
Perkembangan sektor perbankan syariah ini sudah selayaknya berjalan berdampingan dengan sektor riil dan
sektor finansial sebagai lahan investasi syariah. Karenanya pembentukan infrastruktur yang sesuai mulai dari perangkat
hukum yang mengaturnya, kelengkapan instrumen moneter dan pasar keuangan hingga pada pembentukan ketentuanketentuan lain yang terkait dengannya mutlak diperlukan.
Komponen-kompenen dari sistem dan instrumen keuangan yang ada paling tidak dapat memberikan jaminan
kepuasan terhadap masyarakat dalam mekanisme operasionalnya, sehingga harapan-harapan yang muncul terkait dengan
sistem keuangan yang sesuai dengan nilai syariah dapat diwujudkan dan hal ini dapat menjadi alternatif pilihan bagi
investor muslim untuk menggalakkan dananya dalam berinvestasi.
Pemicu utama kebangkrutan yang dialami oleh bank, baik yang besar maupun yang kecil, pada dasarnya
bukanlah karena kerugian yang dideritanya, melainkan karena lebih kepada ketidakmampuan bank tersebut untuk
memenuhi likuiditasnya. Oleh karena itu dalam rangka pengelolaan dana bank, baik yang berupa kelebihan maupun
kekurangan dana, maka keberadaan Pasar Uang Antar Bank menjadi sangat penting bagi dunia perbankkan (PUAK bagi
perbankkan konvensional dan PUAS bagi perbankkan Syariah) sebagai sarana memobilisasi pengumpulan dana
masyarakat dan untuk memenuhi atau mempertahankan likuiditasnya. Oleh karena itu pada makalah ini akan dibahas
tentang Pasar Uang Antar Bank Syariah.
1

Pengertian dan Tujuan


Pasar uang (money market) adalah pasar di mana di dalamnya diperdagangkan surat-surat berharga jangka
pendek. Artikel-artikel yang diperdagangkan di pasar uang adalah uang (money) dan uang kuasi (near money). Uang dan
uang kuasi tersebut yang dimaksud tidak lain adalah adalah surat-surat berharga (financial paper) yang mewakili uang
dimana seseorang (atau perusahaan) mempunyai kewajiban kepada orang (atau perusahaan) lain.
Dalam hal pasar uang ini, yang ditransaksikan adalah hak untuk menggunakan uang dalam jangka waktu tertentu.
Jadi di pasar tersebut terjadi transaksi pinjam-meminjam dana, yang selanjutnya menimbulkan hutang-piutang. Adapun
barang yang ditransaksikan dalam pasar ini adalah secarik kertas berupa surat hutang atau janji untuk membayar sejumlah
uang tertentu pada waktu tertentu pula.
4

Surat-surat berharga yang diperdagangkan di dalam pasar uang dapat bervariasi, bisa surat berharga yang
berjangka kurang dari satu tahun sampai dengan surat berharga yang berjangka lima tahun, akan tetapi pada kenyataanya
sebagian besar aktiva keuangan yang diperdagangkan di pasar uang adalah surat berharga yang berjangka kurang dari
satu tahun. Hal ini dikarenakan surat berharga yang berjangka lebih panjang biasanya lebih banyak dimiliki oleh investor di
pasar modal.
Tujuan pasar uang adalah untuk memberikan alternatif, baik bagi lembaga keuangan bank maupun bukan bank
untuk memperoleh sumber dana atau menanamkan dananya.
6

Latar Belakang
Keberadaan pasar uang ini sebenarnya sangat terkait erat dengan permasalahan likuiditas. Pasar uang pada
prinsipnya merupakan sarana alternatif khusunya bagi lembaga-lembaga keuangan, perusahaan-perusahaan nonkeuangan dan peserta-peserta lainnya baik dalam memenuhi kebutuhan dana jangka pendek maupun dalam rangka
melakukan penempatan dana atas kelebihan likuiditasnya. Karenanya keberadaan pasar uang dalam sistem perekonomian
sangat mutlak dibutuhkan, diakibatkan banyaknya lembaga atau perusahaan serta individu yang mengalami arus kas yang
tidak sesuai antara inflows dan outflows.
Dengan demikian, dalam rangka peningkatan efisiensi pengelolaan dana bank jika permasalahan ini dihubungkan
dengan kondisi likuiditas sebuah perbankan syariah, maka tentunya dibutuhkan suatu pasar uang antar bank yang
berdasarkan prinsip-prinsip ajaran syariah yang ada. Oleh karenanya piranti PUAS dalam kancah perbankan syariah di
Indonesia ini dapat memenuhi kebutuhan akan pasar uang tersebut.
7

Pandangan Islam Terhadap Uang


Islam memandang uang hanyalah sebagai alat tukar, bukan sebagai komoditas atau barang dagangan. Maka
motif permintaan terhadap uang adalah untuk memenuhi kebutuhan transaksi (money demad for transaction), bukan untuk
spekulasi atau trading. Islam tidak mengenal spekulasi (money demand for speculation). Karena pada hakikatnya uang
adalah milik Allah SWT yang diamanahkan kepada manusia untuk dipergunakan sebesar-besarnya bagi kepentingan
masyarakat. Dalam pandangan Islam uang adalah flow concept, karenanya harus selalu berputar dalam perekonomian,
sebab semakin cepat uang itu berputar dalam perekonomian, akan semakin tinggi tingkat pendapatan masyarakat dan akan
semakin baik perekonomian.
8

Prinsip Syariah Dalam Pasar Uang


Sebagaimana telah disinggung di atas, bahwa tugas utama manejemen bank, adalah memaksimalkan laba,
meminimalkan resiko dan menjamin selalu tersedianya likuiditas yang cukup, tidak kurang dan tidak lebih.
Dengan adanya fasilitas pasar uang antar bank, maka bank-bank syariah, akan mendapatkan kemudahankemudahan, untuk memanfaatkan dana yang sementara idle (nganggur), bank dapat melakukan investasi jangka pendek di
Pasar Uang, dan begitu sebaliknya, untuk memenuhi kebutuhan likuiditas jangka pendek, bank juga dapat memperolehnya
dari Pasar Uang.
Namun, karena surat-surat berharga yang beredar di pasar uang konvensional merupakan surat-sura berharga
yang berbasis bunga, maka bank-bank syariah tidak dapat memanfaatkan pasar uang yang ada, karena perbankkan
syariah tidak diperbolehkan menjadi bagian dari aktiva maupun pasiva yang berbasis bunga, dan hal ini merupakan
kendala bagi kalangan perbankkan syariah dalam melakukan pengelolaan likuiditas. Oleh karena itu untuk mendukung
kelancaran perbankkan syariah dalam mengelola likuiditasnya, maka perlu adanya instrumen-instrumen pasar uang yang
berbasis syariah, sehingga perbankkan syariah dapat melakukan fungsinya secara penuh, tidak saja dalam memfasilitasi
kegiatan perdagangan jangka pendek akan tetapi juga berperan dalam mendukung Investasi jangka panjang.
Adapun landasan atau dalil yang dijadikan dasar atas diperbolehkanya pelaksanaan pasar uang antar bank
dengan prinsip syariah adalah:
1.
Adanya firman Allah SWT dalam Q.S. al-Baqarah ayat 275, yang artinya: orang-orang yang Makan (mengambil)
riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit
gila.Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual
beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang
telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa
yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang
kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya
2.
Hadits Nabi riwayat Tirmidzi dari 'Amr bin 'Auf yakni: "Kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat yang mereka
buat kecuali syarat mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram"
3.
Hadits Nabi riwayat Muslim, Tirmidzi, an-Nasa'i, Abu Daud, dan Ibnu Majah dari abu Hurairah "Rasulullah SAW
melarang jual beli yang mengandung gharar"
4.
Hadits Nabi riwayat Ibnu Majah dari 'Ubadah bin Shamit, riwayat Ahmad dari Ibnu 'Abbas dan riwayat Imam Malik
dari Yahya "Tidak boleh membahayakan orang lain dan menolak bahaya dengan bahaya"
5.
Adanya kaidah ushul fiqih yang menyatakan bahwa adalah mubah hukumnya segala sesuatu selama tidak ada
ketentuan hukum yang melarangnya. Dari ketentuan ini dapat dikatakan bahwa penyelenggaraan pasar uang

antar bank yang berlandaskan prinsip syariah ini adalah boleh hukumnya selama tidak bertentangan dengan
prinsip hukum Islam.
Adanya hadis Nabi yang menyatakan pembolehan melakukan kegiatan investasi melalui mekanisme
mudharabah.
Adanya kaidah ushul yang menyatakan bahwa jika salah seorang dari mereka yang melakukan kerjasama
membeli bagian dalam kemitraan tersebut, hukumnya adalah boleh karena ia membeli hak milik orang lain.
Dengan demikian kaidah ini dapat dijadikan rujukan untuk diperkenankannya penerbitan sertifikat IMA sebagai
salah satu instrument dalam pasar uang yang berlandaskan prinsip syariah ini.
Adanya kaidah ushul yang menyatakan bahwa tindakan seorang pemegang ooritas harus mengikuti
perkembangan maslahat yang berlaku, ataupun kaidah yang menyatakan pencegahan dari kerusakan lebih
diutamakan dari menolak suatu mafsadah. Karenanya Bank Indonesia sebagai pemegang otoritas perbankan di
Indonesia memiliki kewenangan untuk membatasi jual beli instrumen sertifikat IMA di pasar skunder untuk
mencegah kesan terjadinya jual beli yang dapat mengarah pada tindakan spekulatif.
9

6.

10

7.

8.

11

Fatwa Dewan Syariah Nasional Tentang Pasar Uang Berdasarkan Prinsip Syariah
Latar belakang dikeluarkannya fatwa Dewan Syariah Nasional No: 37/DSN-MUI/X/2002, tentang pasar uang antar
bank berdasar prinsip syariah adalah atas pertimbangan sebagai berikut:
1. Bahwa bank syariah dapat mengalami kekurangan likuiditas disebabkan oleh perbedaan jangka waktu antara
penerimaan dan penanaman dana atau kelebihan likuiditas yang dapat terjadi karena dana yang terhimpun belum
dapat disalurkan kepada pihak yang memerlukan;
2. Bahwa dalam rangka peningkatan efisiensi pengelolaan dana, bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip syariah memerlukan adanya pasar uang antar bank;
3. Bahwa untuk memenuhi keperluan itu, maka dipandang perlu penetapan fatwa tentang pasar uang antar bank
berdasarkan prinsip syariah.
Diantara keputusan fatwa Dewan Syariah Nasional No: 37/DSN-MUI/X/2002, tentang pasar uang antar bank
berdasar prinsip syariah adalah sebagai berikut:
Pertama : Ketentuan Umum
1. Pasar uang antar bank yang tidak dibenarkan menurut syariah yaitu pasar uang antar bank yang berdasarkan
bunga.
2. Pasar uang antar bank yang dibenarkan menurut syariah yaitu pasar uang antar bank yang berdasarkan prinsipprinsip syariah.
3. Pasar uang antar bank berdasarkan prinsip syariah adalah kegiatan transaksi keuangan jangka pendek antar
peserta pasar berdasarkan prinsip-prinsip syariah.
4. Peserta pasar uang sebagaimana tersebut dalam butir 3 adalah:
1. bank syariah sebagai pemilik atau penerima dana.
2. bank konvensional hanya sabagai pemilik dana.
Kedua : Ketentuan Khusus
1. Akad yang dapat digunakan dalam pasar uang antar bank berdasarkan prinsip syariah
adalah:mudharabah (muqadharah)/Qiradh; musyarakah; qard; wadi'ah; al-Sharaf.
2. Pemindahan kepemilikan instrumen pasar uang (sebagaimana tersebut dalam butir 1)
menggunakan akad-akad syariah yang digunakan dan hanya boleh dipindahtangankan sekali.
12

13

Dari segi keputusan-keputusan yang tertuang dalam dalam fatwa tersebut disebutkan bahwa pasar uang antar
bank yang dibenarkan adalah yang tidak menggunakan bunga, dan akad-akad yang dianjurkan adalah mudharabah,
musyarakah, qard, wadiah, maupun sharf, dan kepemilikan atas instrumen pasar hanya dapat dipindahtangankan satu kali
saja. Namun dalam realitanya akad akad yang sering digunakan adalah mudharabah dan wadiah. Sedangkan untuk akadakad sepertiqard dan sharf jarang digunakan. Hal ini terjadi karena pada bank syariah instrumen yang disediakan dalam
pasar uang ini berupa IMA (Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank), SBPU (Surat Berharga Pasar
Uang) Mudharabah dan SWBI (Sertifikat Wadiah Bank Indonesia).
Sedangkan mengenai instrumen apa yang dipakai dalam pasar uang berprinsip syariah, di dalam fatwa itu juga
tidak diberikan penjelasan bagaimana mekanismenya jika dilakukan dalam pasar uang. Namun dalam Islam, sebuah
instrumen merupakan perwakilan dari kepemilikan atau harta. Oleh karena itu instrumen dapat diperjualbelikan jika terdapat
asset atau transaksi yang mendasarinya. Ada dua metode dalam penerbitan instrumen oleh bank syariah, pertama, satu
prinsip untuk berbagai transaksi. Prinsip yang digunakan adalah bagi hasil (mudharabah/musyarakah) untuk berbagai
transaksi, seperti jual-beli, sewa, dan lain-lain; kedua, satu prinsip untuk satu transaksi.
Adapun dalam prinsip bagi hasil (mudharabah/musyarakah) mengakibatkan kepemilikan usaha pada sisi pemilik
dana, ketika aset-aset bank syariah disekuritisasi dan instrumennya dijual ke pasar, maka pembeli instrument tersebut
menjadi pemilik modal baru yang menggantikan pemilik modal yang lama. Aset-aset tersebut apabila dikumpulkan akan
menjadi harta gabungan (mal musytarak) yang bisa didenominasi dalam bentuk pecahan dan dijual kepada pembeli.
Penetapan harga dari instrument tersebut mengikuti hukum Islam, artinya; harga instrumen bisa dinegosiasikan antara
14

penjual dan pembeli, sehingga dapat menyebabkan naik turunnya harga harga instrumen tersebut. Instrumen-instrumen ini
pun bisa menjadi alternatif investasi bagi bank syariah di Indonesia, terutama ketika mengalami kelebihan likuiditas.
Sementara itu, melalui transaksi pasar uang antarbank syariah, semua bank umum tak terkecuali syariah bisa
menempatkan dana dalam bentuk Sertifikat Investasi Antarbank (IMA) yang diterbitkan bank syariah yang mengalami
kesulitan likuiditas. Dengan membeli IMA, pengembalian investasi atau pinjaman akan dibayarkan ketika IMA jatuh tempo.
Jadi bank yang membeli profit sharing pembagian hasil dan bukannya bunga. Yang perlu menjadi catatan dalam pasar uang
ini, bahwa dalam Islam, yang dibolehkan adalah penjualan bukti kepemilikan, bukan jual-beli sertifikat atas bukti
kepemilikan.
Walaupun dalam fatwa ini masalah pasar uang berdasar prinsip syariah dengan berbagai akad yang
diperbolehkan seakan-akan telah menjadi salah satu solusi dalam transaksi pasar uang, namun dalam masalah pasar uang
ini muncul kembali permasalahan, yaitu dalam hal perjanjian pembelian kembali(repurchase agreement). Sebab dalam hal
ini terdapat kontroversi di kalangan ulama tentang perjanjian pembelian kembali (repurchase agreement). Karena transaksi
pasar uang syariah menggunakan perjanjian tersebut ketika melakukan penjualan, artinya; penjual akan membeli kembali
asset yang ia jual dalam jangka waktu tertentu. Termasuk dalam kategori ini adalah jaminan pembelian kembali (redemption
guarantee) jika dijanjikan oleh si penjual sendiri. Mayoritas ulama tidak memperkenankan perjanjian bersyarat ini. Hanya
sebagian kecil dari mazhab Hanafi yang membolehkannya dengan nama bai' al wafa. Maka untuk mensiasati ini bank
penerbit menugaskan perusahaan lain untuk menjadi pembeli atas instrument yang diterbitkannya.
Adapun implikasi dari adanya fatwa Dewan Syariah Nasional No. 37 tentang pasar uang antar bank berdasarkan
prinsip syariah ini adalah, bahwa karena dalam pasar uang antar bank berdasarkan prinsip syariah tidak dibenarkan
mengunakan bunga, maka bisa diganti dengan menggunakan alternatif akad-akad lain seperti: Pertama: Mudharabah, yaitu
akad kerjasama suatu usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (malik, shahib al-maal) menyediakan seluruh modal,
sedang pihak kedua (amil, mudharib, nasabah) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan usaha dibagi di antara mereka
sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. Kedua: Musyarakah, yaitu akad kerja sama antara dua pihak atau
lebih untuk usaha tertentu, dimana masing-masing pihak menberikan kontribusi dana (modal) dengan ketentuan bahwa
keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Ketiga: al-Qardh, yaitu suatu akad
pembiayaan kepada nasabah tertentu dengan ketentuan bahwa nasabah wajib mengembalikan dana yang diterimanya
kepada lembaga keuangan syariah pada waktu yang telah disepakati oleh lembaga keuangan syariah dan
nasabah. Keempat: Wadiah (titipan uang, barang dan surat-surat berharga), yaitu akad seseorang kepada yang lain dengan
menitipkan suatu benda untuk dijaganya secara layak (sebagaimana halnya kebiasaan). Kelima: al-Sharf (jual beli valuta
asing).
15

Instrumen Yang Ditawarkan


Instrumen yang digunakan dalam PUAS ini adalah apa yang disebut dengan SIMA atau Sertifikat Investasi
Mudharabah Antar Bank yang digunakan sebagai sarana investasi bagi bank yang memiliki kelebihan dana untuk
mendapatkan keuntungan, dan di lain pihak dapat digunakan sebagai sarana untuk mendapatkan dana jangka pendek bagi
bank syariah yang mengalami defisit dana. Di Indonesia masalah ini telah diatur oleh Bank Indonesia dengan PBI
No.2/8/PBI/2000. dan Fatwa DSN Nomor: 37/DSNMUI/X.2002.
Adapun persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi dalam menerbitkan sertifikat ini adalah:
Harus mencantumkan:
Kata-kata Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank
Tempat dan tanggal penerbitan SIMA
Nomor seri sertifikat SIMA
Nilai nominal investasi
Nisbah bagai hasil
Jangka waktu investasi
Tingkat indikasi imbalan
Tanggal pembayaran nominal atau imbalan
Tempat pembayaran.
Nama bank penenam dana
Nama bank penerbit dan tanda tangan pejabat yang berwenang.
Berjangka waktu paling lama 90 hari
Diterbitkan oleh kantor pusat bank syariah atau unit usaha syariah lainnya.
Format yang harus diikuti oleh sertifikat IMA tersebut dapat mengikuti format yang dikeluarkanoleh Bank
Indonesia, dan kualitas kertas yang akan digunakan diserahkan kepada masing-masing bank untuk
melakukannya tanpa harus mengikuti ketentuan yang berlaku.
16

Bagi bank Syariah yang telah menerbitkan Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank Syariah (IMA) wajib
melaporkan kepada Bank Indonesia pada hari penerbitan Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank Syariah (IMA)

tersebut mengenai hal-hal: (1) Nilai Nominal Investasi; (2) Nisbah Bagi Hasil; (3) Jangka waktu Investasi dan; (4) Tingkat
indikasi imbalan sertifikat IMA.
Adapun peserta yang terlibat dalam transaksi PUAS ini adalah bank-bank yang secara langsung menerbitkan
SIMA ini dan bank-bank yang ikut menanamkan dananya pada sertifikat tersebut.
Sementara itu bank-bank yang boleh melakukan penerbitan atas sertifikat IMA ini adalah: (1) Kantor pusat bank
syariah, yaitu bank yang seluruh kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah. (2) Unit usaha syariah (UUS), yaitu kantor
pusat dari kantor-kantor cabang syariah dari bank umum yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah.
Dan adapun bank-bank yang diperbolehkan untuk menjadi penanam modal pada sertifikat IMA ini adalah kantor
pusat bank syariah, yaitu bank yang seluruh kegiatann usahanya berdasarkan prinsip syariah. Di samping itu adalah kantor
pusat unit usaha syariah ataupun kantor pusat bank umum yang menjalankan kegiatan usaha perbankan secara
konvensional.
Mekanisme Transaksi Pasar Uang Berdasarkan Prinsip Syariah
Mekanisme pasar uang hanya dapat berfungsi dengan baik apabila dipenuhi beberapa syarat sebagai berikut:
1. Cukup banyak instrumen sebagai pengganti uang yang dapat diperdagangkan. Uang yang diperdagangkan harus
mempunyai bentuk (instrument) tertentu, antara lain: Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Surat Berharga Pasar Uang
(SBPU), sertifikat deposito, dan call money.
2. Ada lembaga keuangan yang bersedia menjadi pencipta pasar (market maker), lembaga inilah yang akan
menyimpan instrumen-instrumen pasar uang dan akan menjualnya kepada unit yang mempunyai kelebihan dana
jangka pendek, atau membelinya dari unit yang kekurangan dana jangka pendek. Di Indonesia fungsi ini
dijalankan oleh Ficorinvestyang sering disebut security house.
3. Prasarana komunikasi yang memadai.
4. Informasi keuangan yang dapat dipercaya, yaitu data keuangan perusahaan yang mengeluarkan SBPU, agar
setiap peminat dapat membuat penelitian mengenai keadaan perusahaan.
17

Penjelasan mekanisme tersebut sebagai berikut: Pertama, mekanisme Call money; bisa diperdagangkan secara
langsung antar bank, dan biasanya dilakukan melalui telepon. Hal ini dilakukan karena kebutuhan liquiditas bank biasanya
mendesak, baik karena kekurangan dalam kliring maupun untuk memenuhi kebutuhan kewajiban
likuiditas. Kedua, sedangkan SBI dan SBPU harus diperdagangkan melaui security house (Ficorinvest) sebagai perantara
antara pemilik dan pemakai, melalui jual beli surat-surat berharga dengan mekanisme; BI menjual SBI kepada Ficorinvest,
barulah kemudian kepada lembaga-lembaga keuangan. Ketiga, mekanisme untuk SBPU; nasabah, baik badan usaha
maupun perorangan mengeluarkan surat aksep atau wesel untuk mendapatkan dana dari bank atau lembaga keuangan
non-bank, kemudian surat-surat berharga ini diperjualbelikan oleh bank atau lembaga keuangan non-bank melalui security
house yang akan memperjualbelikan dengan BI.
Adapun mekanisme dan penyelesaian transaksi Investasi Mudharabah Antar Bank Syariah (IMA) dalam pasar
uang adalah sebagai berikut:
1. Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank Syariah (IMA) yang diterbitkan oleh Bank Pengelola dana dalam
rangkap tiga, lembar pertama dan kedua tersebut wajib diserahkan kepada bank penanam dana sebagai bukti
penanaman dana, sedangkan lembar ketiga digunakan sebagai arsip bagai bank penerbit dana.
2. Bank penanam dana pada Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank Syariah (IMA) melakukan pembayaran
kepada bank penerbit sertifikat IMA dengan mengunakan nota kredit melalui kliring, atau Bilyet Giro Bank
Indonesia dengan melampiri lembar kedua Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank Syariah (IMA) atau
dengan transfer dana elektronik yang disertai dengan penyampaian lembar kedua Sertifikat Investasi Mudharabah
Antar Bank Syariah (IMA) kepada Bank Indonesia.
3. Pemindahtanganan Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank Syariah (IMA) hanya dapat dilakukan oleh pihak
bank penanam dana pertama, sedangkan bank penanam dana kedua tidak diperkenankan untuk memindah
tangankan kepada bank lain sampai berahirnya jangka waktu, artinya sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank
Syariah (IMA) hanya sekali dapat dipindahtangankan. Hal ini dimaksudkan agar Bank Penerbit sertifikat IMA
dapat melakukan pembayaran kepada bank yang berhak, oleh karena itu bank pemegang sertifikat terakhir wajib
memberitahukan kepemilikan sertifikat tersebut kepada bank penerbit Investasi Mudharabah Antar Bank Syariah
(IMA) IMA.
4. Kemudian pada saat sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank Syariah (IMA) jatuh tempo, penyelesaian
transaksi dilakukan oleh bank Penerbit Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank Syariah (IMA) dengan
melakukan pembayaran kepada pemegang sertifikat terakhir sebesar nilai nominal Investasi (face Value) dengan
menggunakan nota kredit melalui kliring,menggunakan Bilyet Giro BI atau menggunakan transfer dana secara
elektronik. Sedangkan imbalan Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank Syariah (IMA) akan dibayar pada hari
kerja pertama bulan berikutnya.
18

Selanjutnya penghitungan imbalan Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank Syariah (IMA) dihitung berdasarkan tingkat
realisasi imbalan Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank Syariah (IMA) mangacu pada tingkat imbalan Deposito
Investasi Mudharabah pada bank penerbit sesuai dengan jagka waktu penanaman.
Teknik Perhitungan Imbalan
Adapun besarnya imbalan dari sertifkat IMA ini yang dibayarkan pada awal bulan dihitung berdasarkan tingkat
realisasi imbalan deposito investasi mudharabah pada bank penerbit sebelum didistribusikan sesuai dengan jangka waktu
penanaman. Misalkan untuk jangka waktu sertifikat IMA dari batasan 1 hingga 30 hari, maka tingkat imbalan yang
digunakan adalah nilai pengembalian deposito investasi mudharabah 1 bulan. Begitu juga dengan jangka waktu yang
ditentukan dalam waktu antara 31-90 hari, maka tingkat imbalannya adalah deposito investasi mudharabah selam 3 bulan.
Rumus perhitungan besarnya imbalan Sertifikat IMA adalah sebagai berikut:
19

X = P x R x t/360 x k
Keterangan:
X = Besarnya imbalan yang diberikan kepada bank penanam dana
P = Nilai nominal investasi
R = Tingkat realisasi imbalan Deposito Investasi Mudharabah
t = Jangka waktu investasi
K = Nisbah bagi hasil untuk bank penanam dana
Pasar Uang Syariah dan Konvensional
Pada dasarnya pasar uang syariah dan pasar uang konvensional memiliki beberapa fungsi yang sama yaitu: (1)
Keduanya merupakan instrumen likuiditas yang fungsinya memudahkan perbankan yang mengalami kesulitan likuiditas,
baik berupa kekurangan maupun kelebihan likuiditas. Jika bank memiliki kelebihan likuiditas ia dapat menggunakan
instrumen pasar uang untuk menginvestasikan dananya, dan apabila kekurangan likuiditas ia dapat menerbitkan instrumen
yang dapat dijual untuk mendapatkan dana tunai (2) Keduanya memiliki jangka waktu paling lama 90 hari atau merupakan
jenis investasi jangka pendek; (3) Pembayaran dapat dilakukan dengan nota kredit melalui kliring atau bilyet giro Bank
Indonesia atau transfer dana secara elektronis
Namun perbedaan mendasar diantara keduanya yaitu: (1) PUAS tidak mendasarkan transaksinya pada suku
bunga melainkan pada pola bagi hasil, sedangkan PUAB seluruhnya mendasarkan transaksinya pada suku bunga; (2)
Peserta PUAS meliputi bank syariah dan Bank Konvensional, sedangkan peserta PUAB hanya Bank Konvensional; (3)
Peranti yang digunakan dalam PUAS adalah sertifikat IMA, sedangkan peranti yang umum digunakan dalam PUAB
adalah promes ataupromisary notes; (4) Sertifikat IMA sebagai piranti utama PUAS hanya dapat dialihkan 1 kali, sedangkan
terhadap promesdapat dipindahtangankan berulang kali selama belum jatuh tempo; (5) Dalam perhitungan imbalan peranti
utama PUAS tidak mengikutkan sama sekali komponen bunga. Di lain pihak bunga merupakan komponen utama
perhitungan imbalan dalam PUAB; (6) Risiko yang timbul dari aktivitas transaksi pada PUAS relatif jauh lebih kecil daripada
risiko transaksi PUAB; (7) Sertifikat IMA sebagai peranti utama PUAS diterbitkan sebagai tanda bukti penyertaan dalam
suatu proyek investasi, oleh karena itu hanya dapat dipindahtangankan satu kali, sedangkan promes merupakan
suatu negotiable instrument dimana para pihak tidak dibatasi dalam menegosiasikannya hingga waktu jatuh tempo
berakhir.
20

Penutup
Dari semua uraian tersebut maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: (1) Pasar uang merupakan sarana
yang mutlak dibutuhkan bagi dunia perbankkan, tak terkecuali perbankkan syariah, untuk mengamankan dan
mempertahankan likuiditasnya. Oleh karena itu bank-bank syariah harus mempunyai pasar uang yang berbasis syariah
(PUAS). (2) Piranti pasar uang antar bank syariah (PUAS) adalah Sertifikat Investasi Mudharabah Antar bank syariah (IMA)
yang pembayaran imbalannya dengan sistim bagi hasil. Sertifikat ini hanya boleh diterbitkan oleh bank yang menggunakan
prinsip syariah.
Kepustakaan
Muhammad. 2002. Manajemen Bank Syariah, Yogyakarta: UUP AMP YKPN.
Zainul Arifin. 2005. Dasar-Dasar Manajeman Bank Syariah, Jakarta: Pustaka Alvabet.
Muhammad Syafi'I Antonio, 2001. Bank syariah dari Teori Ke Praktik, Jakarta: Gema Insani.
Ensiklopedi Ekonomi, Bisnis dan Manajemen (jilid 2), 1992. Jakarta: PT. Cipta Adi Pustaka.
Dahlan Siamat, 1999. Manajemen Lembaga Keuanagan, Jakarta: FE UII.
Adiwarman A. Karim. 2004. Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Awalil Rizky dan Nasyith Majidi. 2008. Indonesia: Undercover Economy bank Bersubsidi Yang Membebani. Yogyakarta: EPublishing.

Asmuni Mth. Menyorot Beberapa Legal Maxims Dalam Bidang Ekonomi. Tulisan yang bersumber dari Hasanuzzaman.
Makalah Bahan Kuliah Mahasiswa MSI UII Konsentrasi Ekonomi Islam Tahun 2010
Tim Penulis Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia, 2003. Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, Edisi
Kedua, Jakarta: Kerjasama DSN-MUI-BI.
Internet
Statistik Perbankan Syariah Hingga Maret 2010 dalam www.bi.go.id diakses pada 15 April 2010
Wahyu Purwandari. Pasar Uang Berdasarkan Prinsip Syariah. Pada www.MSI-UII.Net diakses pada 3 Juni 2010
Pasar Uang Antar Bank Berdasarkan Prinsip Syariah diakses pada http://www.fe.umy.ac.id/eei/index.php?
option=page&id=146&item=328 pada 3 Juni 2010
1 Lihat Awalil Rizky dan Nasyith Majidi. Indonesia: Undercover Economy bank Bersubsidi Yang Membebani.
(Yogyakarta: E-Publishing, 2008), hal. 43-52
2 Lihat Statistik Perbankan Syariah Hingga Maret 2010 dalam www.bi.go.id diakses pada 15 April 2010
3 Lihat Muhammad. Manajemen Bank Syariah, (Yogyakarta: UUP AMP YKPN, 2002), hal. 311.
4 Zainul Arifin. Dasar-Dasar Manajeman Bank Syariah, (Jakarta: Pustaka Alvabet, 2005), hal.169.
5 Pasar uang adalah pasar di mana diperdagangkan surat-surat berharga jangka pendek. Muhammad Syafi'I
Antonio, Bank syariah dari Teori Ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani, 2001), hal. 183.
6 Ensiklopedi Ekonomi, Bisnis dan Manajemen (jilid 2), (Jakarta: PT. Cipta Adi Pustaka, 1992), hal. 24
7 Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuanagan, (Jakarta: FE UII , 1999), hal. 136
8 Muhammad Syafi'I Antonio, Bank hal. 185
9 Adiwarman A. Karim. Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 9
10 Asmuni Mth. Menyorot Beberapa Legal Maxims Dalam Bidang Ekonomi. Tulisan yang bersumber dari
Hasanuzzaman. Makalah Bahan Kuliah Mahasiswa MSI UII Konsentrasi Ekonomi Islam Tahun 2010
11 Untuk lebih jelasnya beberapa landasan dan prinsip syariah yang digunakan silahkan lihat pada Fatwa DSN
MUI NO: 37/DSN-MUI/X/2002 Tentang PASAR UANG ANTARBANK BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH. Tim Penulis
Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, Edisi kedua, (Jakarta:
Kerjasama DSN-MUI-BI, 2003), hal. 238.
12 ibid
13 Ibid. hal. 243-244
14 Wahyu Purwandari. Pasar Uang Berdasarkan Prinsip Syariah. Pada www.MSI-UII.Net diakses pada 3 Juni
2010
15 Ibid
16 Muhammad, Manajemen......hal. 337
17 Ensiklopedi Ekonomihal. 24
18 Ibid. hal. 24-25
19 Pasar Uang Antar Bank Berdasarkan Prinsip Syariah diakses pada http://www.fe.umy.ac.id/eei/index.php?
option=page&id=146&item=328 pada 3 Juni 2010
20 Ibid

Você também pode gostar