Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
I.
Pendahuluan
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin
dapat hidup diluar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20
minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.1,2
Abortus yang berlangsung tanpa tindakan disebut abortus spontan,
sedangkan abortus yang terjadi dengan sengaja dilakukan tindakan disebut abortus
provokatus. Abortus provokatus dibagi menjadi 2 kelompok yaitu abortus
provokatus kriminalis dan abortus provokatus medisinalis. Disebut medisinalis
bila didasarkan pada pertimbangan dokter untuk menyelamatkan ibu. Disini
medisinalis bila didasarkan pada pertimbangan dokter untuk menyelamatkan ibu.
Disini pertimbangan dilakukan minimal oleh 3 dokter spesialis yaitu Kebidanan
dan Kandungan, spesialis Penyakit Dalam, spesialis Jiwa. Bila perlu ditambah
pertimbangan tokoh agama terkait. Setelah dilakukan terminasi kehamilan, harus
diperhatikan agar ibu dan suaminya tidak terkena trauma psikis dikemudian hari. 1
Angka kejadian abortus sukar ditentukan karena abortus provokatus
banyak yang tidak dilaporkan, kecuali bila sudah terjadi komplikasi. Abortus
spontan dan tidak jelas umur kehamilannya, hanya sedikit memberikan gejala atau
tanda sehingga biasanya ibu tidak melapor atau berobat. Sementara itu, dari
kejadian yang diketahui 15-20% merupakan abortus spontan atau kehamilan
ektopik. Sekitar 5% dari pasangan yang mnecoba hamil akan mengalami 2
keguguran yang berurutan, dan sekitar 1% dari pasangan mengalami 3 atau lebih
keguguran yang berurutan. 1
Rata-rata terjadi 114 kasus abortus perjam. Sebagian besar studi
menyatakan kejadian abortus spontan antara 15-20% dari semua kehamilan. Kalau
dikaji lenih jauh kejadian abortus sebenarnya bisa mendekati 50%1
II.
Etiologi
Penyebab abortus bervariasi dan sering diperdebatkan. Umumnya lebih
dari satu penyebab. Usia kehamilan saat terjadinya abortus bisa member gambaran
tentang penyebabnya. Sebagai contoh, antiphospholipid syndrome (APS) dan
inkompetensi serviks sering terjadi setelah trimester pertama. Penyebab terbanyak
diantaranya adalah sebagai berikut. 1
Faktor genetik :
Sebagian abortus disebabkan oleh kelainan kariotip embrio. Paling sedikit
50% kejadian abortus pada trimester pertama merupakan kelainan sitogenetik.
Bagaimanapun, gambaran ini belum termasuk kelainan yang disebabkan oleh
gangguan gen tunggal atau mutasi pada beberapa lokus yang tidak terdeteksi
dengan pemeriksaan kariotip. 1
Kejadian tertinggi kelainan sitogenetik konsepsi terjadi pada awal
kehamilan. Kelainan sitogenetik embrio biasanya berupa aneuploidi yang
disebabkan oleh kejadian sporadis. Separuh dari abortus karena kelainan
sitogenetik pada trimester pertama berupa trisomi autosom. Triploidi
ditemukan pada 16% kejadian abortus, dimana terjadi fertilisasi ovum normal
haploid oleh 2 sperma (dispermi) sebagai mekanisme patologi primer. Trisomi
timbul akibat dari nonisjunction meiosis selama gametogenesis pada pasien
pemeriksaan
genetik
amniosentesis pada semua ibu hamil dengan usia yang lanjut, yaitu diatas 35
tahun. Risiko ibu terkena aneuploidi adalah 1:80, pada usia di atas 35 tahun
karena angka kejadian kelainan kromosom/trisomi akan meningkat setelah
usia 35 tahun. 1
Kelainan lain umumnya berhubungan dengan fertilisasi abnormal
(tetraploidi, triploidi). Kelainan ini tidak bisa dihubungkan dengan
kelangsungan kehamilan. Tetraploidi terjadi pada 8% kejadian abortus akibat
kelainan kromosom, di mana terjadinya kelainan pada fase sangat awal
sebelum proses pembelahan. 1
Struktur kromosom merupakan kelainan ketiga. Kelainan structural terjadi
pada sekitar 3% kelainan sitogenetik pada abortus. Ini menunjukkan bahwa
kelainan struktur kromosom sering diturunkan dari ibunya. Kelainan struktur
kromosom pada pria bisa berdampak pada rendahnya konsenrasi sperma,
infertilitas, dan bisa mengurangi peluang kehamilan dan terjadinya keguguran.
Kelainan sering juga berupa gen yang abnormal, mungkin karena adanya
mutasi gen yang bisa mengganggu proses implantasi bahkan menyebabkan
abortus. 1
trofoblas,
dan
plasentasi.
Pada
kehamilan
terjadi
keadaan
hiperkoagulasi diakrenakan : 1
- Peningkatan kadar faktor prokoagulan
- Penurunan faktor antikoagulan
- Penurunan aktivitas fibrinolitik
Lingkungan
Diperkirakan 1-10% malformasi janin akibat dari paparan obat, bahan
kimia, atau radiasi dan umumnya berakhir dengan abortus, misalnya paparan
terhadap buangan gas anestesi dan tembakau. Rokok diketahui mengandung
ratusan unsur toksik, antara lain nikotin yang telah diketahui mempunyai efek
vasoaktif sehingga menghambat sirkulasi uteroplasenta. Karbon monoksida
juga menurunkan pasokan oksigen ibu dan janin serta memacu neurotoksin.
Dengan adanya gangguan pada system sirkulasi fetoplasenta dapat terjadi
gangguan pertumbuhan janin yang berakibat terjadinya abortus. 1
5
III.
Klasifikasi Abortus
Abortus dapat dibagi atas dua golongan :
-
faktor-faktor alamiah. 5
Abortus Provokatus adalah abortus yang disengaja, baik dengan memakai
obat-obatan maupun alat-alat. Abortus ini terbagi lagi menjadi : 5
Abortus medisinalis, adalah abortus karena tindakan kita sendiri,
dengan alas an bila kehamilan dilanjutkan dapat membahayakan jiwa
ibu (berdasarkan indikasi medis). Biasanya perlu mendapat persetujuan
Abortus Spontan :
Abortus Iminens
Abortus tingkat permulaan dan merupakan ancaman terjadinya abortus,
ditandai perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan hasil konsepsi
masih baik dalam kandungan.1,3
Abortus Insipiens
Abortus yang sedang mengancam yang ditandai dengan serviks telah
mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasil konsepsi masih dalam
kavum uteri dan dalam proses pengeluaran. 1,3
Abortus Kompletus
Abortus komplit biasanya diawali dengan keluhan perdarahan pervaginam
pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu. Seluruh hasil konsepsi telah keluar
dari kavum uteri pada kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang
dari 500 gram.1,3
Abortus Inkompletus
Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan masih ada yang
tertinggal. Sebagian jaringan hasil konsepsi masih tertinggal di dalam uterus
dimana pada pemeriksaan vagina, kanalis servikalis masih terbuka dan teraba
jaringan dalam kavum uteri atau menonjol pada ostium uteri eksternum. 1,3
Missed Abortion
Missed abortion adalah abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus
telah meninggal dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil
konsepsinya seluruhnya masih tertahan dalam kandungan. Sesudah 20 minggu
biasanya ibu telah merasakan gerakan janin sejak kehamilan 20 minggu dan
seterusnya. Apabila wanita tidak merasakan gerakan janin dapat disangka terjadi
kematian janin dalam rahim. Kematian janin dalam rahim (IUFD) adalah
kematian janin dalam uterus yang beratnya 500 gram atau lebih dan usia
kehamilan telah mencapai 20 minggu atau lebih. 1,3
Abortus Habitualis
Abortus habitualis ialah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih
berturut-turut. Penderita abortus habitualis pada umumnya tidak sulit untuk
menjadi hamil kembali, tetapi kehamilannya berakhir dengan keguguran/abortus
secara berturut-turut. 1
Penyebab abortus selain faktor anatomis banyak yang mengaitkannya
dengan reaksi imunologik yaitu kegagalan reaksi terhadap antigen lymphocyte
trophoblast cross reactive (TLX). Bila reaksi terhadap antigen ini rendah atau
tidak ada, maka akan terjadi abortus. Kelainan ini dapat diobat dengan transfuse
leukosit atau heparinisasi. 1
Salah satu penyebab yang sering dijumpai ialah inkompetensia serviks
yaitu keadaan di mana serviks uterus tidak dapat menerima beban untuk tetap
bertahan menutup setelah kehamilan melewati trimester pertama, dimana ostium
serviks akan membuka (inkompeten) tanpa disertai rasa mules/kontraksi rahim
dan akhirnya terjadi pengeluaran janin. Kelainan ini sering disebabkan oleh
trauma serviks pada kehamilan sebelumnya, misalnya pada tindakan usaha
pembukaan serviks yang berlebihan, robekan serviks yang luas sehingga diameter
kanalis servikalis sudah melebar. 1
Diagnosis inkompetensia serviks tidak sulit dengan anamnesis yang
cermat. Dengan pemeriksaan dalam/inspekulo kita bisa menilai diameter kanalis
servikalis dan didapati selaput ketuban yang mulai menonjol pada saat mulai
memasuki trimester kedua. Diameter ini melebihi 8 mm. Untuk itu, pengelolaan
penderita inkompetensia serviks dianjurkan untuk periksa hamil seawal mungkin
dan bila dicurigai adanya inkompetensia serviks harus dilakukan tindakan untuk
memberikan fiksasi pada serviks agar dapat menerima beban dengan
berkembangnya umur kehamilan. Operasi dilakukan pada umur kehamilan 12-14
minggu dengan cara Shirodkar atau McDonald dengan melingkari kanalis
servikalis dengan benang sutera/Mersilene, yang tebal dan simpul baru dibuka
setelah umur kehamilan aterm dan bayi siap dilahirkan. 1
Abortus Infeksiousus, Abortus Septik
Abortus infeksious ialah abortus yang disertai infeksi pada alat genitalia.
Abortus septic adalah abortus yang disertai penyebaran infeksi pada peredaran
darah tubuh atau peritoneum (septicemia atau peritonitis). 1
Kejadian ini merupakan salah satu komplikasi tindakan abortus yang
paling sering terjadi apalagi bila dilakukan kurang memperhatikan asepsis dan
antisepsis. 1
Abortus infeksious dan abortus septic perlu segera mendapatkan
pengelolaan yang adekuat. Karena dapat terjadi infeksi yang lebih luas selain
10
disekitar alat genitalia juga ke rongga peritoneum, bahkan dapat keseluruh tubuh
(sepsis, septicemia) dan dapat jatuh dalam keadaan syok septik. 1
IV.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
penunjang.
Abortus iminens
Diagnosis abortus iminens biasanya diawali dengan keluhan perdarahan
11
Abortus insipiens
Penderita akan terasa mulas karena kontraksi yang sering dan kuat,
Abortus komplit
. Semua hasil konsepsi telah dikeluarkan, ostium uteri telah menutup,
uterus sudah mengecil sehingga perdarahan sedikit. Besar uterus tidak sesuai
dengan umur kehamilan. Pemeriksaan USG tidak perlu dilakukan bila
pemeriksaan secara klinis sudah memadai. Pada pemeriksaan tes urin biasanya
masih positif sampai 7-10 hari setelah abortus.1,2,6
Abortus Inkomplit
Pada pemeriksaan vagina, kanalis servikalis masih terbuka dan teraba
jaringan dalam kavum uteri atau menonjol pada ostium uteri eksternum.
Perdarahan biasanya masih terjadi jumlahnya pun bisa banyak atau sedikit
12
bergantung pada jaringan yang tersisa, yang menyebabkan sebagian placental site
masih terbuka sehingga perdarahan berjalan terus. Pasien dapat jatuh dalam
keadaan anemia atau syok hemoragik sebelum sisa jaringan konsepsi dikeluarkan.
Pemeriksaan USG hanya dilakukan bila kita ragu dengan diagnosis secara klinis.
Besar uterus sudah lebih kecil dari umur kehamilan dan kantong gestasi sudah
sulit dikenali, dikavum uteri tampak massa hiperekoik yang bentuknya tidak
beraturan. 1,2,6
Missed Abortion
Penderita missed abortion biasanya tidak merasakan keluhan apa pun
13
Abortus Infeksiosa
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis yang cermat upaya tindakan
abortus yang tidak menggunakan peralatan yang asepsis dengan didapat gejala
dan tanda panas t.inggi, tampak sakit dan lelah, takikardia, perdarahan
pervaginam yang berbau, uterus yang membesar dan lembut, serta nyeri tekan.
Pada labortatorium didapatkan tanda infeksi dengan leukositosis. Bila sampai
terjadi sepsis dan syok, penderita akan tampak lelah, panas tinggi, menggigil, dan
tekanan darah turun. 1
V.
Penatalaksanaan
Abortus Iminens
Penderita diminta untuk melakukan tirah baring sampai perdarahan
berhenti. Bisa diberi spasmolitik agar uterus tidak berkontraksi atau diberi
tambahan hormone progesterone atau derivatnya untuk mencegah terjadinya
abortus. Obat-obatan ini walaupun secara statistic kegunaannya tidak bermakna,
tetapi efek psikologis kepada penderita sangat menguntungkan 1,4
Jika perdarahan berhenti lakukan asuhan antenatal seperti biasa. Lakukan
penilaian jika perdarahan terjadi lagi. Jika perdarahan terus berlangsung, nilai
kondisi janin (uji kehamilan atau USG). Lakukan konfirmasi kemungkinan
adanya penyebab lain. Perdarahan berlanjut, khususnya jika ditemui uterus yang
lebih besar dari yang diharapkan, mungkin menunjukkan kehamilan ganda atau
mola. 4
Penderita boleh dipulangkan setelah tidak terjadi perdarahan dengan pesan
khusus tidak boleh berhubungan seksual dulu sampai lebih kurang 2 minggu. 1
Abortus Insipiens
14
:
-
jika perlu)
Segera lakukan persiapan untuk pengeluaran hasil konsepsi dari
uterus
Abortus Komplit
15
Abortus Inkomplit
Pengelolaan pasien harus diawali dengan perhatian terhadap keadaan
Missed Abortion
Pengelolaan missed abortion perlu diutarakan kepada pasien dan
keluarganya secara baik karena risiko tindakan operasi dan kuretase ini dapat
menimbulkan komplikasi perdarahan atau tidak bersihnya evakuasi/kuretase
dalam sekali tindakan. Faktor mental penderita perlu diperhatikan, karena
16
penderita umumnya merasa gelisah setelah tahu kehamilannya tidak tumbuh atau
mati. Pada umur kehamilan kurang dari 12 minggu tindakan evakuasi dapat
dilakukan secara langsung dengan melakukan dilatasi dan kuretase bila serviks
uterus memungkinkan. Bila umur kehamilan di atas 12 minggu atau kurang dari
20 minggu dengan keadaan serviks uterus yang masih kaku dianjurkan untuk
melakukan induksi terlebih dahulu untuk mengeluarkan janin atau mematangkan
kanalis servikalis. Beberapa cara dapat dilakukan antara lain dengan pemberian
infuse intravena cairan oksitosin dimulai dari dosis 10 unit dalam 500 cc dekstrose
5% tetesan 20 tpm dan dapat diulangi sampai total oksitosin 50 unit dengan
tetsesan dipertahankan untuk mencegah terjadinya retensi cairna tubuh. Jika tidak
berhasil penderita diistirahatkan satu hari dan kemudian induksi diulangi biasanya
maksimal 3 kali. Setelah janin atau jaringan konsepsi berhasil keluar dengan
induksi ini dilanjutkan dengan tindakan kuretase sebersih mungkin. 1
Pada
decade
belakangan
ini
banyak
yang
telah
menggunakan
17
Abortus Infeksiosa
Pengelolaan pasien ini harus mempertimbangkan keseimbangan cairan
tubuh dan perlunya pemberian antibiotika yang adekuat sesuai dengan hasil kultur
dan sensitivitas kuman yang diambil dari darah dan cairan fluksus/flour yang
keluar pervaginam. Untuk tahap pertama dapat diberikan penisilin 4 x 1,2 juta unit
atau ampisilin 4 x 1 gram ditambah gentamisin 2 x 80 mg dan metronidazol 2 x 1
gram. Selanjutnya antibiotic disesuaikan dengan hasil kultur. 1
Tindakan kuretase dilakukan bila keadaan tubuh sudah membaik minimal
6 jam setelah pemberian antibiotika. Jangan lupa saat tindakan uterus dilindungi
dengan uterotonika. 1
Antibiotic dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam dan bila dalam waktu 2
hari pemberian tidak memberikan respons harus diganti dengan antibiotic yang
lebih sesuai. Apabila ditakutkan terjadi tetanus, perlu ditambah dengan injeksi
ATS dan irigasi kanalis vagina/uterus dengan H2O2 kalau perlu histerektomi total
secepatnya. 1
VI.
Komplikasi 2,5
18
c. Perforasi ; sering terjadi sewaktu dilatasi dan kuretase yang dilakukan oleh
tenaga yang tidak ahli seperti bidan dan dukun
d. Syok, pada abortus dapat disebabkan oleh : perdarahan yang banyak
disebut syok hemoragik, dan infeksi berat atau sepsis disebut syok septik atau
endoseptik.
VII.
Pencegahan 2,6
Apabila terdapat anemia sedang berikan tablet sulfas ferosus 600 mg/hari
selama 2 minggu, bila anemia berat maka berikan transfusi darah.
19