Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PR
KS
AN
AA
N
AP
BN
SE
TJ
EN
Dalam hal pertambangan non migas, IUP (Ijin Usaha Pertambangan) yang dikeluarkan
oleh bupati dan walikota untuk penambangan mineral, cenderung tidak terkontrol
oleh Pemerintah Pusat dan Provinsi. Akibatnya, eksploitasi tambang dilakukan secara
besar-besaran tanpa menghiraukan lingkungan, apalagi melaporkan pembayaran
pajak
Sektor pertambangan baik migas maupun non migas memiliki andil yang besar dalam
menyumbang penerimaan baik melaui pajak maupun non pajak.
AL
IS
A
AN
AR
AN
AN
PE
LA
Penerimaan pajak yang berasal dari sektor pertambangan bersumber dari Pajak
Penghasilan maupun Pajak Pertambahan Nilai (PPN) baik PPN Dalam Negeri maupun
PPN Impor. Namun kontribusi penerimaan pajak sektor ini mengalami penurunan baik
secara persentase maupun absolut. Hal ini tentunya sangat disayangkan mengingat
begitu besarnya potensi sumber daya tambang di Indonesia. Saat ini Indonesia
ditetapkan oleh USGS menduduki peringkat ke-6 sebagai Negara yang kaya akan
sumberdaya tambang. Selain itu dari potensi bahan galiannya untuk batu bara
Indonesia menduduki peringkat ke-3 untuk ekspor batubara, peringkat ke-2 untuk
produksi timah, peringkat ke-2 untuk produksi tembaga, peringkat ke-6 untuk
produksi emas 1.
BI
R
AN
Dalam kurun waktu 2006 2011 Pajak Penghasilan Migas (PPh Migas) menyumbang
9.9 % terhadap penerimaan pajak dalam negeri. Dari total penerimaan PPh migas
sebagian besar berasal dari PPh gas alam yang kontribusinya mencapai 63%,
sementara PPh Minyak bumi kontribusinya berada pada kisaran 37%.
21
I
R
PR
D
EN
TJ
SE
BN
AP
KS
AN
AA
N
LA
PE
BI
R
AN
AL
IS
A
AN
AR
AN
AN
Dalam hal Pajak Pertambahan Nilai , PPN Dalam Negeri sector pertambangan
migas mapun non migas sepanjang kurun waktu 2006-2011 kontribusinya
mengalami penurunan dari sekitar Rp 18,1 Triliun atau 23,6% pada tahun
2006 berangsur-angsur turun menjadi hanya Rp 10,1 Triliun atau 6,1 % dari
total penerimaan PPN dalam negeri pada tahun 2011. Hal ini tentunya menjadi
catatan tersendiri bagi pemerintah mengapa penerimaan PPN dalam Negeri
Sektor Pertambangan (migas dan non migas) mengalami penurunan
yangsangat drastis baik secara persentase maupun absolut.
Demikian juga halnya dengan penerimaan PPN Impor Sektor Pertambangan
yang turun baik secara persentase maupun absolute. Pada tahun 2006
kontribusi penerimaan ini mencapai Rp 10 Triliun atau sekitar 23,6 % dari
penerimaan total PPN Impor, namun pada tahun 2011 turun menjadi hanya
6,1 Triliun atau 4,6 %.
22
I
R
PR
D
EN
TJ
SE
BN
AP
KS
AN
AA
N
LA
PE
AN
D
AN
AR
G
G
AN
IS
A
AL
BI
R
AN
Anandita Budi Suryana Mencegah Kerugian Negara Dari Pajak Tambang http://www.pajak.go.id
23
PR
Transfer pricing bisa menjadi modus lain. Dengan membuat anak perusahaan
papan nama di luar negeri, batubara kalori tinggi dijual dengan harga untuk
batubara kalori rendah. Nantinya dari perusahaan afiliasi ini, batubara dijual ke
end user dengan harga normal.
AP
BN
SE
TJ
EN
AN
AN
PE
LA
KS
AN
AA
N
BI
R
AN
AL
IS
A
AN
AR
24
TJ
EN
PR
Perlu disadari, bahwa tidak semua biaya operasional penambangan ada bukti
pengeluarannya. Jika saja ada pengeluaran-pengeluaran tak resmi perusahaan
tambang, maka pengeluaran ini tidak bisa dibiayakan oleh perusahaan (non
deductable cost) sebagai pengurang penghasilan kena pajak. Kenyataanya, uang
tetap keluar, sehingga atas pengeluaran tak resmi tersebut kemudian di-posting
pada neraca perusahaan dengan pos biaya yang berbeda, yang penting bisa
menjadi pengurang penghasilan kena pajak.
AP
BN
SE
KS
AN
AA
N
Tiga permasalahan utama yang dihadapi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam
mengoptimalkan penerimanan pajak dari sektor migas dan pertambangan, yaitu:3
Pertama, Penggalian potensi perpajakan tidak maksimal :
AN
AR
AN
AN
PE
LA
Penggalian potensi tidak optimal karena Wajib Pajak perusahaan migas dan
pertambangan tersebar di banyak KPP, dimana petugas pada KPP-KPP tersebut
tidak memiliki pemahaman yang sama terhadap isi Kontrak Kerjasama Migas
dan terhadap isi Kontrak Karya ataupun isi Perjanjian Karya Pengusahaan
Pertambangan Batubara (PKP2B) bagi perusahaan-perusahaan tambang. Selain
itu tingkat pemahaman para petugas pada masing-masing KPP itu terhadap
Kegiatan Bisnis Migas dan Pertambangan tidak sama dan tidak menyeluruh.
IS
A
BI
R
AN
AL
25
Ketiga, Pengawasan oleh dan antar instansi pemerintah (DJP, DJA, BPKP, BP
Migas dan KESDM) kurang terkoordinir.
PR
SE
TJ
EN
AP
BN
2. Pengelolaan PPh Migas Tidak Optimal sehingga hak peemrintah ats PPh migas
dan sansi administrasi sebesar Rp747,08 Miliar belum dapat direalisasikan.
KS
AN
AA
N
PE
LA
AR
AN
AN
Kedua, perusahaan tambang besar agar diwajibkan untuk listing di bursa efek.
Saat ini, beberapa tambang batubara besar di Indonesia masih private company,
tertutup dari akses publik. Secara teori, akan mudah mengawasi perusahaam
tambang, apabila laporan keuangan tersebut dipublish ke publik.
AN
Ketiga, administrasi khusus untuk perusahaan tambang melalui KPP wajib pajak
pertambangan, sehingga lebih fokus karena tidak bercampur dengan sektor lain.
AL
IS
A
Catatan :
BI
R
AN
Mulai April 2012, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Khusus Badan dan Orang Asing
(Badora) Dua di Kalibata telah bertransformasi menjadi KPP Khusus Migas.
Sedangkan KPP Wajib Pajak Besar Satu di Gambir telah bertransformasi menjadi
KPP WP Besar Pertambangan. Semua media massa nasional dan sebagian media
massa daerah telah memberitakan alasan, tujuan dan harapan mengapa KPP
Migas dan KPP Pertambangan dibentuk, namun kurang menyeluruh. Oleh sebab
itu, mari nengok kembali lebih detil latar belakang bertransformasinya KPP Badora
Dua menjadi KPP Migas, dan KPP Wajib Pajak Besar Satu menjadi KPP
Pertambangan.
26
KS
AN
AA
N
AP
BN
SE
TJ
EN
PR
Keenam, pembatasan kontrak derivative berlebihan, karena hal itu tidak logis bagi
perusahaan tambang yang membayar biaya dalam rupiah dan menjual dalam
valuta asing. Tentu pembatasan ini dengan disinsentif seperti pengenaan pajak
atas kontrak hedging dan swap, dengan demikian Negara tidak dirugikan. Perlu
aturan agar perusahaan tidak membiayakan seluruh kerugian kurs, karena
pembayaran kontrak derivative kepada lawan transaksi akan dikenai pajak. Sulit
memang, tapi langkah ini harus diambil untuk menyelamatkan APBN dan
melindungi sumberdaya alam.
BI
R
AN
AL
IS
A
AN
AR
AN
AN
PE
LA
***
27