Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PENDAHULUAN
I.1.
Latar Belakang
Formaldehid merupakan aldehida berbentuk gas dengan rumus kimia
H2CO. Senyawa ini dapat dihasilkan dari pembakaran bahan yang mengandung
karbon dan biasa terkandung dalam asap pada kebakaran hutan, knalpot mobil dan
asap tembakau. Meskipun dalam udara bebas formaldehid berada dalam wujud
gas, tetapi zat ini dapat larut dalam air dan biasa disebut formalin. Dalam
kehidupan sehari-hari formalin mempunyai beberapa fungsi diantaranya untuk
industri sintesis, kosmetik, fungisida, tekstil, dan cairan pengawet. Walaupun
terdapat berbagai macam kegunaan yang bermanfaat dalam berbagai bidang,
apabila tidak digunakan dengan tepat dan sesuai aturan yang berlaku zat ini dapat
mempengaruhi kesehatan tubuh manusia. Seseorang dapat terpapar formalin
dengan berbagai cara antara lain dengan terhirup, peroral, dan melalui kulit yang
nantinya akan berdampak kepada gangguan fungsi organ dalam tubuh manusia.
Gejala yang ditimbulkan beragam, mulai dari yang bersifat akut serta ringan
seperti sesak dan pusing sampai dengan
sangat
bertentangan
dengan
PERMENKES
RI
No
tentang
keamanan, mutu dan gizi pangan UU NO 7 tahun 1996 tentang pangan dan UU
NO 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen (1)
Berdasarkan uraian diatas maka, penyusun tertarik membahas lebih dalam
mengenai formalin, efek samping yang dapat ditimbulkan pada tubuh manusia,
serta aspek medikolegal penyalahgunaan nya terutama dalam bidang industri
konsumsi yang ada di indonesia.
I. 2.
Rumusan Masalah.
Mengetahui pengetahuan dasar tentang formalin dan akibat keracunan
formalin baik peroral maupun perinhalasi pada tubuh manusia serta aspek
medikolegal pada penyalahgunaanya dalam pangan.
I.3.
Tujuan penulisan
1.3.1
Tujuan Umum
Tujuan Khusus
1.4.
Manfaat penulisan.
Melalui penulisan makalah ini diharapkan akan bermanfaat dalam
efeknya
terhadap
tubuh
manusia
serta
aspek
medikolegal
pada
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Toksik
Kata racun toxic adalah bersaral dari bahasa Yunani, yaitu dari kata tox,
dimana dalam bahasa Yunani berarti panah. Dimana panah pada saat itu
digunakan sebagai senjata dalam peperangan, yang selalu pada anak panahnya
terdapat racun (2)
Toksik atau racun adalah zat yang bekerja pada tubuh secara kimiawi dan
fisiologik yang dalam dosis toksik akan menyebabkan gangguan kesehatan atau
mengakibatkan kematian. Racun adalah suatu zat yang apabila kontak atau masuk
kedalam tubuh dalam jumlah tertentu (dosis toksik) merusak faal tubuh baik
secara kimia maupun fisiologis sehingga menyebabkan sakit atau pun kematian (2)
II.1.1. Toksikologi
Toksikologi adalah ilmu yang mempelajari sumber, sifat serta khasiat
racun, gejala-gejala dan pengobatan pada keracunan, serta kelainan yang
didapatkan pada korban yang meninggal . Toksikologi modern merupakan bidang
yang didasari oleh multidisplin ilmu, ia dapat dengan bebas meminjam bebarapa
ilmu dasar, guna mempelajari interaksi antara zat tokson dan mekanisme biologi
yang ditimbulkan.
II.1.2. Toksikologi Forensik
Toksikologi forensik adalah ilmu yang mempelajari tentang racun dan
pengidentifikasian bahan racun yang diduga ada dalam organ atau jaringan tubuh
dan cairan korban. Tosikologi forensik menekunkan diri pada aplikasi atau
pemanfaatan ilmu toksikologi untuk kepentingan peradilan. Kerja utama dari
toksikologi forensik adalah melakukan analisis kualitatif maupun kuantitatif dari
racun dari bukti fisik dan menerjemahkan temuan analisisnya ke dalam ungkapan
apakah ada atau tidaknya racun yang terlibat dalam tindak kriminal, yang
dituduhkan, sebagai bukti dalam tindak kriminal (forensik) di pengadilan(2)
Cara masuk
Keracunan paling cepat terjadi jika masuknya racun secara inhalasi. Cara
3.
Kondisi tubuh
berubah menjadi H2C(OH)2 bentuk cair dari formaldehid disebut formalin 100% .
Formalin mengandung larutan
pada beberapa jaringan atau oleh hidrogen peroksida sistem katalase. FDH
berperan pada pelepasan format dengan memecah thio ester dengan glutation.
Efisiensi dari metabolisme format oleh katalase sangat berhubungan dengan
konsentrasi tetrahidrofolat pada hepar. Dalam tubuh manusia,asam format secara
lambat dimetabolisme jadi karbondioksida dan air oleh reaksi enzimatik yang
bergantung folat. Folat adalah vitamin esensial yang ditemukan pada buah segar
dan sayuran. Metabolisme yang lambat pada tubuh manusia seringkali
menyebabkan akumulasi asam format yang dapat menyebabkan asidosis
metabolik. Formaldehid dapat dibedakan menjadi endogen dan eksogen.
Formaldehid endogen berada dalam tubuh sebagai bentuk intermediete dari
metabolisme sel dan jaringan. Normalnya diproduksi selama metabolisme dari
serin, glisin, metionin dan kolin (4)
Absorbsi
Formaldehid adalah unsur yang reaktif dan mudah larut dalam air sehingga
dengan cepat diabsorbsi jaringan gastrointestinal, bila masuk dengan mekanisme
peroral. Terdapat dua mekanisme absorbsi formaldehid. Yang pertama
formaldehid secara cepat dimetabolisme menjadi asam format disistem
pencernaan yaitu dihepar dan kemudian secara cepat langsung diabsorbsi. Yang
kedua formaldehid diabsorbsi secara cepat baru kemudian dimetabolisme menjadi
asam format dalam darah (4)
Distribusi
Formaldehid tidak secara langsung diadsorbsi dalam bentuk molekul utuh
ke dalam aliran darah, kecuali berada dalam dosis yang sangat tinggi sehingga
melampaui kapasitas jaringan. Formaldehid didistribusikan ke berbagai organ
seperti ginjal, limpa, hepar, dan sebagainya untuk mengalami metabolisme lebih
lanjut. Toksisitas tidak terletak pada distribusi ke organ melainkan pada tempat
kontak dengan formaldehid yang terpapar pada jaringan (4)
Metabolisme
dan
Bakmi basah
1.
Tidak rusak sampai 2 hari pada suhu kamar (25 C) dan bertahan
2.
3.
b.
lengket.
4.
Tidak dikerubungi lalat.
5.
Tekstur mi lebih kenyal.
Ayam potong
1.
Tidak dikerubungi lalat.
2.
Daging sedikit tegang (kaku).
3.
Jika dosis formalin yang diberikan tinggi maka akan tercium bau
4.
c.
e.
mudah hancur.
4.
Bau formalin agak menyengat.
5.
Tidak dikerubungi lalat.
Bakso
1.
Tidak rusak sampai 5 hari pada suhu kamar (25 C).
2.
Tekstur sangat kenyal dan tidak dikerubungi lalat.
Ikan asin
1.
Tidak rusak sampai lebih dari satu bulan pada suhu kamar (25 C).
2.
Tampak bersih dan cerah.
3.
Tidak berbau khas ikan asin.
4.
Tekstur ikan keras, bagian yang luar kering tetapi bagian dalamnya
5.
f.
formalin.
Dalam uji klinis, jika daging ayam dimasukkan dalam reagen maka
d.
basah.
Tidak dikerubungi lalat dan baunya hampir netral (hampir tidak
1.
2.
3.
4.
5.
Formaldehid adalah gas tidak berwarna yang memiliki bau yang tajam dan
mengiritasi membran mukosa dari hidung, tenggorokan dan mata. Efek toksik dari
formaldehid umumnya terjadi pada semua yang bekerja dan memiliki kontak yang
dekat dengan formaldehid seperti petugas pengawetan jenazah, anatomis, teknisi
histologi dan mahasiswa kedokteran adalah orang-orang yang memliki paparan
yang tinggi terhadap formaldehid. Sistem respirasi adalah target utama dari
formaldehid. Dilaporkan bahwa setelah tikus menghirup formaldehid, volume
formaldehid lebih besar pada paru-paru dibandingkan di dalam darah, otak, hati
dan ginjal. Cedera paru akut disebabkan karena sel epitel saluran pernapasan
mengalami kerusakan dan kehilangan fungsinya. Cedera awal dari jaringan
mencetuskan untuk diproduksinya faktor pertumbuhan dan sitokin yang
menstimulasi respon inflamasi dari sel epitel pulmonal dengan mengaktifkan seri
dari jalur signal intracelular. Formaldehid secara langsung merupakan karsinogen
dan menimbulkan resiko kanker pada manusia yang diklasifikasikan oleh The
International Agency for Research on Cancer (IARC) sebagai group 2A
karsinogen (9).
Uap formaldehid secara cepat diabsorpsi di paru. Pada kasus paparan
akut, formaldehid kebanyakan dapat dideteksi melalui bau, orang yang
tersensitisasi oleh formaldehid mungkin memiliki pengalaman seperti sakit
kepala, iritasi mata ringan ataupun iritasi saluran pernapasan pada ambang bau
( 0,5 sampai 1,0 ppm; OSHA PEL adalah 0,75 ppm). Untuk orang yang
tersensitisasi, bau tidak menjadi indikator yang kuat untuk adanya formaldehid
dan mungkin tidak menjadi peringatan terhadap kadar yang membahayakan.
Adaptasi terhadap bau dapat terjadi. Dosis rendah dari paparan akut dapat
menyebabkan timbulnya sakit kepala, rhinitis dan dyspnea; dosis tinggi mungkin
dapat menyebabkan iritasi membran mukosa, rasa terbakar dan lakriminasi dan
pada sistem respirasi bawah dapat menyebabkan bronkitis, edema pulmonal, atau
pneumonia. Individu yang sensitif mungkin akan mengalami asma dan dermatitis,
meski pada dosis yang sangat rendah. Uap formaldehid sangat ringan
dibandingkan udara dan dapat menyebabkan asfiksia pada ventilasi yang rendah,
tertutup atau dataran yang rendah.
(10)
format pada urine. Selain itu pemaparan formaldehid dalam jumlah besar akan
menyebabkan
yang tampak dengan gambaran otak menjadi lebih berat, gyrus melebar, sulcus
menyempit, batas substansia grisea dan alba mengabur. Pada jaringan otak juga
terjadi hipoksia yang mengakibatkan sel-sel otak menjadi nekrosis sehingga dapat
dijumpai jaringan otak yang nekrotik mencair meninggalkan rongga yang berisi
cairan. Perdarahan juga dapat timbul dimana sering terjadi pada khiasma optikum,
thalamus, putamen yang akan terlihat sebagai jendalan darah.
Melalui pemeriksaan dengan CT scan, dapat terlihat lesi pada substansia
alba, hipodensitas pada putamen yang mencerminkan terjadinya nekrosis,
sedangkan hiperdensitas mencerminkan adanya. Sedangkan pada pemeriksaan
MRI dapat ditemukan hipointense pada daerah yang nekrosis dan hiperintense
pada daerah perdarahan.
Pada pemeriksaan mikroskopis yaitu dengan pemeriksaan Hematoxylin
Eosin (HE) maka akan terlihat nekrosis sel-sel otak, perdarahan, kavitas, infiltrasi
makrofag
yang
luas.
Formaldehid
dan
metabolitnya
dapat
ditemukan
berat
dan
ukuran.
Pada
pemeriksaan
mikroskopis,
akan
II.3.7.4. Lambung
Berdasarkan hasil penelitian yag dilakukan pada tikus menunjukkan
adanya hubungan antara paparan formaldehid per oral dengan jumlah sel gaster
yang mengalami erosi dan ulserasi, hal ini sesuai dengan teori bahwa formaldehid
dengan dosis tinggi mempunyai sifat iritatif kuat. Sifat iritatif kuat ini
menyebabkan kerusakan pada mukosa lambung.
II.3.8. Penanganan Keracunan Formaldehid
Pertolongan tergantung pada konsentrasi cairan dan gejala yang dialami
korban. Bila terkena hirupan atau secara inhalasi dengan formaldehid, tindakan
awal yang harus dilakukan adalah memastikan safety untuk diri sendiri sebelum
menolong dengan cara menggunakan alat pelindung diri, kemudian pindahkan
korban dari daerah paparan ke tempat yang aman atau di lingkungan terbuka
dengan udara yang baik. Posisikan korban dengan nyaman untuk memudahkan
bernapas. Bila korban kesulitan dalam bernapas, berikan oksigen masker sebagai
alat bantu pernapasan. Selanjutnya, segera bawa korban ke Rumah Sakit untuk
penanganan lebih lanjut.
Bila terkena kulit, penolong memakai alat pelindung diri untuk
menghindari kontak langsung dengan korban. Lepaskan pakaian, perhiasan dan
sepatu korban yang terkontaminasi formaldehid kemudian siram kulit dengan air
mengalir selama selama minimal 30 menit. Segera bawa korban ke Rumah Sakit,
dan jika memungkinkan dengan terus menyiram kulit dengan air mengalir selama
perjalanan.
Apabila terkena mata, penolong dengan menggunakan alat pelindung diri
berupa sarung tangan segera membuka mata korban dan membilasnya dengan air
selama minimal 30 menit. Selama dibilas, mata korban dipertahankan untuk
terbuka. Apabila korban menggunakan contact lens, tidak perlu untuk melepas
contact lens terlebih dahulu karena mata harus segera dibilas dengan air. Apabila
tersedia, dapat menggunakan cairan NaCl 0,9% untuk membilas. Segera bawa
korban ke Rumah Sakit, dan jika memungkinkan terus bilas mata dengan air atau
NaCl 0,9% selama perjalanan. Hati-hati supaya tidak mengenai mata korban yang
tidak terkontaminasi ataupun wajah korban.
Apabila tertelan, segera cuci mulut korban dengan air. Sebelum ke Rumah
Sakit, berikan arang aktif (norit) bila tersedia. Jangan lakukan rangsangan agar
korban muntah, karena akan menimbulkan resiko trauma korosif pada saluran
cerna atas. Di Rumah Sakit, tim medis akan melakukan bilas lambung pada
korban.
Pencegahan paparan langsung terhadap formalin harus dilakukan,
khususnya bagi pekerja industri yang memakai bahan formalin. Agar tidak
terhirup gunakan alat pelindung pernapasan, seperti masker, kain, dan alat lainnya
yang dapat mencegah kemungkinan masuknya formaldehid ke dalam hidung dan
mulut. Lengkapi system ventilasi dengan penghisap udara (exhaust fan) yang
tahan ledakan. Gunakan pelindung mata atau kacamata pengaman yang tahan
terhadap percikan. Sediakan kran air untuk mencuci mata ditempat kerja yang
berguna apabila terjadi kecelakaan kerja. Pencegahan pada kulit sebaiknya
menggunakan sarung tangan dan pakaian pelindung yang tahan terhadap bahan
kimia. Hindari makan, minum dan merokok selama bekerja serta cuci tangan
sebelum makan.
II.4. Penggunaan Formaldehid Pada Pengawetan Jenazah
II.4.1. Dasar dasar Pengawetan Jenazah
II.4.1.1. Definisi dan Tujuan Pengawetan Jenazah
Embalming atau pengawetan jenazah menurut The American Board of
Funeral Service Education didefinisikan sebagai proses pengawetan tubuh mayat
secara kimiawi untuk mengurangi keberadaan dan pertumbuhan mikroorganisme,
menghambat dekomposisi organik dan mempertahankan pernampilan fisik yang
layak. Orang yang melakukan tindakan pengawetan jenazah disebut "embalmer".
Adapun tujuan dilakukannya pengawetan jenazah adalah sebagai berikut (13) :
a.
Desinfeksi
Saat seseorang meninggal, beberapa patogen akan ikut mati, namun
sebagian besar masih dapat bertahan hidup karena memiliki kemampuan
mereka.
Preservatif
Merupakan suatu upaya pencegahan pembusukan dan dekomposisi
jenazah, sehinga jenazah dikuburkan, dikremasikan tanpa bau, atau hal-hal
c.
b.
c.
Vascular Embalming
Cara ini menggunakan vaskular tubuh untuk mencapai preservasi dan
sanitasi sementara dan restorasi tubuh mayat, yang didapatkan dengan cara injeksi
larutan pengawet ke dalam arteri dan drainase dari vena. Metode ini dapat
digunakan untuk seluruh tubuh, area luas, atau area terlokalisir. Dalam
b.
Cavity Embalming
Cairan di dalam rongga tubuh mayat (thoraks, abdomen, pelvis) diaspirasi
c.
Hypodermic Embalming
Injeksi bahan kimia embalming langsung secara subkutikular, ke dalam
jaringan tubuh mayat menggunakan syringe dan jarum untuk area kecil atau trocar
untuk area luas. Metode ini biasanya digunakan sebagai prosedur tambahan ketika
jaringan tubuh mayat dewasa tidak dapat dirawat dengan injeksi vaskular.
d.
Surface Embalming
Organ dan jaringan yang baik dengan perubahan struktur yang mninimal
Pertumbuhan jamur dan bakteri yang terbatas
Memiliki efek toksik rendah pada staf, murid dan lainnya pada saat
persiapan kadaver
Warna yang natural pada organ dan jaringan
Cairan pengawet sendiri terdiri dari beberapa komposisi utama,
Preservatif / Fixative
Golongan Aldehid dan turunannya
Formaldehid
Pemakaian formaldehid pada kadaver ditemukan pada tahun1899,
dan pada tahun 2003, Bedino mengemukakakn bahwa formaldehid
menjadi pilihan bahan kimia untuk pengawetan kadaver. Larutan formalin
yang selalu digunakan memiliki konsentrasi 37%. Larutan ini memiliki
sifat bakterisidal, fungasidal, dan insectisidal kuat, namun penggunaan
formaldehid dapat menyebabkan kekakuan jaringan. Selain itu, kerugian
formaldehid lainnya, yaitu koagulasi darah, mengubah jaringan menjadi
bewarna keabuan apabila bercampur dengan darah, discoloration,
dehidrasi
jaringan,
konstriksi
papiler,
bertambah
ruska
dengan
larutan
memberikan
pengawetan
lebih
baik
dibanding
dengan
Alkohol
Alkohol dikenal memiliki sifat bakterisidal dan bakteriostatik. Efek
Metanol
Metanol atau methyl alcohol merupakan zat kimia yang dapat
mencegah polimerisasi formaldehid pada cairan embalming, dan berperan
sebagai antirefrigerant. Merupakan senyawa alkohol dengan rumus kimia
CH3OH, dengan berat molekul 32, dengan berat jenis 0,7920 - 0,7930.
Metanol merupakan bentuk alkohol paling sederhana. Pada keadaan
atmosfer berbentuk cairan yang mudah menguap, tidak bewarna, mudah
terbakar, dan beracun dengan bau khas. Metanol digunakan sebagai bahan
pendingin anti beku, pelarut, bahan bakar, dan sebagai bahan aditif bagi
industri etanol.
Etanol
Pada pengawetan, digunakan sebagai pelarut alkoholik dan agen
anti infeksi.
Isopropanol
Dibanding etanol, isopropanol merupakan germicidal dan agen
antiseptik yang lebih baik.
Phenoxyethanol
Phenoxyethanol tidak digunakan sebagai larutan pengawet pada
kebanyakan kasus, namun digunakan sebagai pembersih kelebihan
formaldehid
dari
mendeskripsikan
kadaver.
Pada
penggunaan
tahun
campuran
2005,
Nicholson
phenoxyethanol
et
al
untuk
Sodium nitrat
Dikenal sebagai pengawet dan digunakan sebagai tambahan untuk
mencegah pertubuhan bakteri, terutama Clotridium botulinum, untuk
mencegah botulisme dan menjaga warna.
Fenol
Fenol atau asam karnolik, berbentuk kristal bewarna putih. Fenol
memiliki sifat bakteriostatik pada konsentrasi 0,2% dan menjadi
bakterisidal / fungsidal pada konsentrasi 1 - 1,5%. Bedino pada tahun 1994
Aktivitas
antimikroba
senyawa
fenolik
disebabkan
Asam salisilat
Tujuan utama penambahan asam salisilat digunakan sebagai
antioksidan dan pengawet. Secara farmakologi, asam salisilat berperan
sebagai anti infeksi, antifungal, dan agen keratolitik pada konsentrasi
tinggi (misalnya 200%).
Sodium pentachlorophenate
Penggunaan zat kimia ini efektif sebagai baterisidal dan fungisidal.
Selain itu, penampakan visual dari orgam dan jaringan lebih baik
dibanding fenol.
Thymol
Memiliki efek baterisidal dan fungisidal,
Chinosol / Oxyquinoline
Merupakan antiseptik yang kuat.
Gliserin
Gliserin merupakan suatu trihidroksi alkohol yang terdiri atas 3
atom karbon, jadi tiap atom karbon mempunyai gugus -OH. Satu molekul
gliserol dapat mengikat satu, dua tiga molekul asam lemak dalam bentuk
ester, yang disebut monogliserida, digliserida, dan trigliserida.
Sifat fisik dari gliserol tidak bewarna, tidak berbau, merupakan
cairan kental dengan rasa manis, densitas 1,261, titik lebih 18,2 derajat
celcius, titik didih 290 derajat celcius. Gliserol dapat diperoleh dengan
jalan penguapan, kemudian dimurnikan dengan distilasi pada tekanan
rendah. Gliserol larut baik dalam air dan tidak larut dalam eter. Gliserol
digunakan dalam industri farmasi dan kosmetika sebagai bahan dalam
preparat yang dihasilkan. Di samping itu, gliserol berguna bagi kita untuk
Sorbitol
Bahan ini dapat digunakan sebagai pengganti glycerine. Sorbitol
merupakan humektan yang baik dan memberi efek penghitaman jaringan
yang minimal.
Garam Inorganik
Menentukan tekanan osmotik larutan yang mempengaruhi daya
c.
difusi cairan.
Vehicles
Berperan sebagai karier, dimana campuran dengan karier ini
membantu menjaga zat-zat kimia pada saat transpor melalui sistem
d.
e.
f.
g.
jaringan yang sangat kuat pada kadaver. Atas dasar itu, pengguaan formaldehid
pada umumnya disertai penambahan 0.025 M sodium pirofosfat, dengan ataupun
tanpa penambahan 0.001 M magnesium klorida. Dengan penambahan zat-zat ini,
otot dapat tetap lembut dan sendi lebih mudah digerakan. Selain itu, kerugian
formaldehid lainnya, yaitu, koagulasi darah, mengubah jaringan menjadi bewarna
keabuan apabila bercampur dengan darah, discoloration, dehidrasi jaringan
konstriksi kapiler, bertambah rusak dengan bertambahnya umur, dan memiliki
bau. Di samping itu, formaldehid 37% juga memiliki beberapa kerugian dalam
pengawetan mayat yang antara lain adalah :
100 ml
900 ml
4 gram
6.5 gram
dari
bahan
makanan,
biasanya
menyediakan
lingkungan
yang
metode yang sangat baik untuk embalming untuk mengajar anatomi. Dengan
tingkat formaldehid dari laboratorium anatomi yang begitu rendah, metode ini
telah meningkatkan keselamatan dan lingkungan kerja di laboratorium pengajaran
anatomi.
II.4.2.3. Prosedur Pengawetan Jenazah dengan Formalin Dosis Rendah
Terdapat dua merode perfusi larutan ke dalam jenazah : (1) Metode aliran
gravitas dan (2) Metode pompa peristaltik. Pada metode aliran gravitasi, tekanan
positif digunakan untuk memasukkan larutan pengawet ke dalam pembuluh darah.
Alat-alat yang dibutuhkan untuk proses oengawetan adalah skalpel, gunting,
forseps, syringe pump 50 ml dengan jarum 18 G, dan kapas, pipa silikon berkaret,
2 kanul arteri dan galon plastik 15 liter.
Galon plastik dihubungan dengan katrol, sehingga galon dapat dinaikturunkan (sekitar 2-3 meter di atas lantai). Mulut dalon dipasang pipa silikon
berkaret, satu sisinya dihubungnakn dengan konektor Y atau T. Pipa 1 meter
dihubungkan dengan masing-masing konektor dan dipasang kanul pada kedua
ujung pipa. Metode yang lebih disukai adalah pompa peristaltik karena tekanan
dan jumlah cairan dapat diatur sesuai keinginan. Pompa dapat diletakkan di lantai
atau setinggi meja dan metode ini lebih cepat prosesnya (1-2 jam per kadaver).
Jasad diletakkan pada posisi supinasi pada meja dengan abduksi lengan
dan tungkai. Kapas yang telah direndam cairan pengawet dimasukkan ke seluruh
lubang pada tubuh kecuali anus untuk mencegah kebocoran. Kontainer diisi
dengan larutan pengawet 15 liter. Pada metode aliran gravitasi, galon plastik
diletakkan 2 meter di atas meja dan diikat tali. Untuk menghilangkan gelembung,
satu pipa diklem sehingga cairan keluar dari pipa satunya. Lalu prosedur yang
sama dilakukan untuk mengeluarkan pada gelembung pipa lainnya.
Larutan perngawet dialirkan ke tubuh via arteri karotis komunis. Pertama
kulit diinsisi didepan otot sternokleidomastoid sepanjang 3 inci lalu didiseksi dari
fasia menggunakan skalpel. Hindari memotong pembuluh darah selama diseksi.
Berikutnya, karotis diinsisi sepanjang 3 inci ke bawah, angkat arteri dan
masukkan skalpel atau forceps di bawahnya untuk memisahkan arteri dari struktur
dalam larutan formalin, dan sturuktur-strukturnya sering sulit dibedakan satu sama
lain (20).
Secara umum, penampakan dan detil kadaver yang diawetkan dengan
formalin dosis rendah lebih baik untuk proses belajar anatomi. Dalam hal struktur
seperti pembuluh darah, otot dan saraf tampak lebih jelas dengan warna yang
lebih pucat dan tidak tampak pertumbuhan jamur. Risiko ruptur pembuluh darah
lebih kecil jika menggunakan formalin dosis rendah (5-7,5%) dibanding formalin
37% karena larutan yang lebih encer. Efek samping formaldehid pada staf, teknisi,
dan mahasiswa lebih rendah pada formalin dosis rendah. Keuntungan lainnya
formalin dosis rendah adalah harga yang lebih murah. Waktu yang dibutuhkan
untuk formalin dosis rendah juga lebih sedikit karena larutan yang masuk ke
pembuluh darah kadaver lebih encer (kurang lebih 30 menit lebih cepat dibanding
formalin 37%) (20).
II.4.2.6 Pengawetan Jenazah Mengguanakn Formaldehid dan Aromaterapi
Kita mengetahui bahwa setiap pengawetan jenazah, pastinya akan
dibalurkan juga dengan aroma terapi. Dimana aroma terapi ini bertujuan untuk
menutupi bau yang ditimbulkan setelah pengawetan jenazah dengan formaldehid.
Bau formalin yang tidak nyaman ini, tentunya menimbulkan rasa tidak nyaman
bagi siapapun yang mencium bau dari larutan formalin tersebut. Tentunya bau dari
formalin tersebut dapat dihilangkan dengan menggunakan aroma terapi.
Perlu diketahui, bahwa aroma terapi ini memainkan peranan penting dalam
praktek medikasi bagi bangsa Yahudi, Yunani, Arab, Cina, dan India, namun
berdasarkan banyak opini, aroma terapi justru berasal dari jaman Mesir kuno. Jika
melihat kebelakang, kira-kira 4500 sebelum masehi, mereka menggunakan
substansi balsam, minyak-minyak parfum, potongan rempah-rempah, dan resin,
sama seperti aroma cuka, wine, dan bir dalam pengobatan, liturgi, dan astrologi,
dan juga pengawetan (21)
Pengawetan merupakan salah satu fungsi utama dari aroma-aromatik yang
ada. Dimana badan diisi dengan parfum, resin, dan beberapa aroma-aroma lainnya
setelah pengeluaran dari organ dalam tubuhnya. Pemberian minyak esensial juga
menjadi kekuatan antiseptik yang amat kuat, dimana hal ini dibuktikan dari
jaringan-jaringan yang masih bertahan meskipun sudah berumur ribuan tahun lalu.
Pada abad ke 17, mumi-mumi di jual ke Eropa, dan dokter-dokter melalukan
distilasi terhadap mumi tersebut, dan menggunakan mumi tersebut untuk
mengetahui resep atau bahan dari pengawetan tersebut.
Berikut bahan yang biasanya dapat digunakan sebagai aroma terapi(22)
Ketone
Kelompok karboksil yang ditambahkan rantai oksigen, diantara
rantai karboniknya akan menciptakan molekul yang disebut dengan keton.
Aplikasi dari minyak-minyak keton tersebut lebih banyak digunakan
sebagai aromaterapi yang mempermudah atau meningkatkan aliran mukus
dan efek sitofilaktik. Namun demikian, banyak beberapa diantara ketone-
Derivat Phenylpropane
Cinnamin dan clove sama seperti phenolic merupakan agen
antiseptik yang kuat. Kedua bahan `Eugenol merupakan bahan dasar dari
minyak clove, fungsinya yang dapat menjadi antiseptik, dan fungisidal,
serta sebagai anestesi lokal, ternyata dilaporkan memiliki hubungan
dengan proses karsinogenik. Efek yang sama juga ditunjukkan oleh
caryophellen (22)
II.5. Aspek Medikolegal
II.5.1 UNDANG UNDANG NO. 7 TAHUN 1996 TENTANG: PANGAN
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
(1) Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik
yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau
minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku
pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan
atau pembuatan makanan atau minuman.
Pasal 6
Setiap orang yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan kegiatan atau
proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan atau peredaran pangan wajib:
a. memenuhi persyaratan sanitasi, keamanan, dan atau keselamatan manusia;
b. menyelenggarakan program pemantauan sanitasi secara berkala; dan
c. menyelenggarakan pengawasan atas pemenuhan persyaratan sanitasi.
Pasal 55
Barangsiapa dengan sengaja:
a. menyelenggarakan
kegiatan
atau
proses
produksi,
penyimpanan,
tidak boleh dilampaui meskipun dalam waktu sekejap selama tenaga kerja
melakukan pekerjaan.
2. Kegunaan NAB
NAB ini akan digunakan sebagai (pedoman) rekomendasi pada praktek
higene perusahaan dalam melakukan penatalaksanaan lingkungan kerja sebagai
upaya untuk mencegah dampaknya terhadap kesehatan. Dengan demikian NAB
antara lain dapat pula digunakan:
a. Sebagai kadar standar untuk perbandingan.
b. Sebagai pedoman untuk perencanaan proses produksi dan perencanaan
teknologi pengendalian bahaya-bahaya di lingkungan kerja.
c. Menentukan pengendalian bahan proses produksi terhadap bahan yang
lebih beracun dengan bahan yang sangat beracun.
d. Membantu menentukan diagnosis gangguan kesehatan, timbulnya
penyakit penyakit dan hambatan-hambatan efisiensi kerja akibat faktor kimiawi
dengan bantuan pemeriksaan biologik
2.5.3. BAHAN TAMBAHAN PANGAN YANG TIDAK DIIZINKAN UNTUK
DIGUNAKAN PADA MAKANAN BERDASARKAN PERMENKES NO.
722/MENKES/PER/IX/1988
1. Natrium tetraborat (boraks)
2. Formalin (formaldehyd)
3. Minyak nabati yang dibrominasi (brominated vegetable oils)
4. Kloramfenikol (chloramphenicol)
5. Kalium klorat (potassium chlorate)
6. Dietilpirokarbonat (diethylepirokarbonate DEPC)
7. Nitrofurazon (nitrofurazone)
8. P-Phenetilkarbamida (p-phenethycarbamide, dulcin, 4-ethoxyphenyl urea)
9. Asam salisilat dan garamnya (salicylic acid andm its salt)
10. Rhodamin B (pewarna merah)
11. Methanil yellow (pewarna kuning)
12. Dulsin (pemanis sintesis)
13. Potasium bromat (pengeras).
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
1. Formalin mempunyai beberapa fungsi diantaranya untuk industri sintesis,
kosmetik, fungisida, tekstil, dan cairan pengawet
2. Keracunan formalin dapat terjadi melalui 4 cara : inhalasi, ingesti, kontak
kulit dan melalui kontak mata
3. Efek akut keracunan formalin pada manusia dapat mengiritasi saluran
nafas atas (inhalasi), memproduksi iritasi pada mata
dengan gejala
terbakar , gatal kemerahan dan mata berair (mata), iritasi pada kulit dan
dermatitis
(ingesti),
4. Efek kronik keracunan formalin dapat meningkatkan resiko kanker
hidung, sinus, nasofaringeal, orofaringeal dan paru. Pada pemeriksaan
postmortem pada otak yang paling sering terkena adalah putamen dan
nervus optikus.
5. Ambang batas yang ditentukan oleh American Conference of Govermental
and Industrial Hygienist (ACGIH) yaitu 0,4 ppm, National Institute for
Occupational Safety and Health (NIOSH) yaitu 0,016 ppm selama periode
8 jam dan 0,1 ppm selama periode 15 menit, international Programme on
Chemical Safety (IPCS) yaitu 0,1 ml/L atau 0,2 mg perhari dalam air
minum dan 1,5 mg-14 mg perhari dalam makanan. Penelitian WHO
menyebutkan kadar formalin baru akan menimbulkan toksifikasi atau
pengaruh negatif jika mencapai 6 gram.
4.2 Saran
1. Kurangnya informasi mengenai formalin dan menurt data yang ada
insidensi keracunan formalin di masyarakat luas masih seperti gunung es,
tidak semua kasus keracunan ofrmalin dilaporkan sehingga total kasus
keracunan formalin sangat sedikit diketahui. Sehingga perlu lebih banyak lagi
penelitian epidemiologi mengenai keracunan formalin tersebut
Daftar Pustaka
1. James H. Bedino, Embalming Chemistry: Glutaraldehyde Versus
Formaldehyde. Expanding Encyclopedia In Mortuary Practice. 2003
2. Toxicity of Ingested Formalin. Pandey, C.K, et.al, 360-66, India. Nature
America, 2000. Vol, 19.
3. Fc, Lu Toksikologi, Dasep Aas, Organ Sasaran dan Penentuan Resiko,
Jakarta:Universitas Indonesia, 2006 hal 380-1. Vol 2.
4. Toxicological Profile for Formaldehid, Atlanta, USA : U.S Department of
Health and Human Services Agency for Toxycity Substances, 1999.
5. J. Sudiono, et al. Ilmu Patologi. Jakarta: Buku kedokteran EGC, 2003. Hal
4-5.
6. Siregar
Y.
Formalin.
Universitas
Sumatera
Utara.
2012
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31027/3/Chapter
%20II.pdf.
7. Medical Management Guidelines for Formaldehyde (HCHO).
Agency for toxic substance and disease registry.
http://www.atsdr.cdc.gov/MHMI/mmg111.pdf
8. Word Health organization. Formaldehyde. Geneva. Word Health
Organization; 2002.p.38
9. Mohamed El-Ashtokhy M, Ahmed HM and Ibrahim OY. Anatomical and
histological effects of formaldehyde inhalation on the lung of albino rat.
Journal
of
America
Science;2012;8(9).
Diunduh
dari
:
http://www.jofamericanscience.org/journals/amsci/am0809/057_10494am0809_395_404.pdf
10. Medical Management Guidelines for Formaldehyde (HCHO).
Agency for toxic substance and disease registry.
http://www.atsdr.cdc.gov/MHMI/mmg111.pdf
11. Lian CB and Ngeow W. The adverse effect of formalin: a warning against
mishandling. Volume 7. Malaya: Annal dent univ malaya.2000. p56-58
12. Songur A et al. The toxic effect of formaldehyde on the nervous system
anatomi. Diunduh dari: http://www. Anatomidernegi.org/belge/the
%20toxic%20effect%20formaldehyde.pdf
13. Mayer, RG. Embalming history, theory, and practice. 4th edition.
McGraw-Hill : New York, 2006; 25-8.
14. Atmadja DS. Pengawetan jenazah dan aspek medikolegalnya. Majalah
Kedokteran Indonesia. 2002; 52 (8) : 293-7. Diunduh dari
http://isjd.pdii.lipi.go.id. 31 Oktober 2015.
15. Tim Permata Press. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Permata Press : Jakarta, 2008.
16. Brenner E. Human body preservation-old and new techniques. J.Anat.
2014; 224, pp 316-44.
17. Larson, E. Monitoring hand hygiene. American Journal of Infection
Control. 2013. 41(2) : 43-5.