Você está na página 1de 44

BAB I

PENDAHULUAN
I.1.

Latar Belakang
Formaldehid merupakan aldehida berbentuk gas dengan rumus kimia

H2CO. Senyawa ini dapat dihasilkan dari pembakaran bahan yang mengandung
karbon dan biasa terkandung dalam asap pada kebakaran hutan, knalpot mobil dan
asap tembakau. Meskipun dalam udara bebas formaldehid berada dalam wujud
gas, tetapi zat ini dapat larut dalam air dan biasa disebut formalin. Dalam
kehidupan sehari-hari formalin mempunyai beberapa fungsi diantaranya untuk
industri sintesis, kosmetik, fungisida, tekstil, dan cairan pengawet. Walaupun
terdapat berbagai macam kegunaan yang bermanfaat dalam berbagai bidang,
apabila tidak digunakan dengan tepat dan sesuai aturan yang berlaku zat ini dapat
mempengaruhi kesehatan tubuh manusia. Seseorang dapat terpapar formalin
dengan berbagai cara antara lain dengan terhirup, peroral, dan melalui kulit yang
nantinya akan berdampak kepada gangguan fungsi organ dalam tubuh manusia.
Gejala yang ditimbulkan beragam, mulai dari yang bersifat akut serta ringan
seperti sesak dan pusing sampai dengan

menimbulkan respon syok dan

meningkatkan resiko terjadinya kanker yang keduanya dapat mengakibatkan


kematian (1)
Ambang batas yang ditentukan oleh American Conference of Govermental
and Industrial Hygienist (ACGIH) yaitu 0,4 ppm, National Institute for
Occupational Safety and Health (NIOSH) yaitu 0,016 ppm selama periode 8 jam
dan 0,1 ppm selama periode 15 menit, international Programme on Chemical
Safety (IPCS) yaitu 0,1 ml/L atau 0,2 mg perhari dalam air minum dan 1,5 mg-14
mg perhari dalam makanan. Penelitian WHO menyebutkan kadar formalin baru
akan menimbulkan toksifikasi atau pengaruh negatif jika mencapai 6 gram.
Meskipun terdapat batas ambang penggunaan yang aman, pemakaian formalin
tetap tidak dibenarkan dan dilarang untuk digunakan pada bahan konsumsi
manusia.

Meskipun sudah jelas bahwa penggunaan formalin dilarang untuk


konsumsi manusia, fakta yang ada membuktikan bahwa akhir-akhir ini marak
diberitakan bahwa formalin sering kali digunakan untuk mengawetkan makanan.
Hal ini tentunya membuat keresahan pada masyarakat, karena masyarakat
beranggapan bahwa formalin hanya digunakan untuk mengawetkan jenazah,
walaupun sebenarnya formalin cukup luas untuk digunakan dalam berbagai
keperluan di berbagai bidang. Badan Pengawasan Obat dan Makan (BPOM) telah
melakukan penelitian dari berbagai propinsi di Indonesia yaitu pada jajanan anak
sekolah dasar seperti bakso tusuk, es, dan sosis panggang. Setelah sampel jajanan
diambil dan diteliti ternyata kandungan dalam jajanan tersebut tidak layak untuk
dikonsumsi karena mengandung formalin. Tidak hanya itu saja, petugas gabungan
dari Dinas Kelautan, Perikanan, dan Peternakan menemukan produk makanan
berformalin di tiga pasar tradisional di berbagai daerah yaitu ikan asin kering dan
cumi-cumi. Saat diteliti, terlihat warna ungu pekat yang menandakan kadar
formalin yang sangat tinggi dan melebihi batas yang diperbolehkan. Fakta-fakta di
atas

sangat

bertentangan

dengan

PERMENKES

RI

No

1168/MENKES/PER/X/1999 yang menyatakan bahwa formalin termasuk salah


satu bahan tambahan yang dilarang dipergunakan dalam makanan karena bersifat
karsinogenik dan membahayakan kesehatan, PP NO 28 tahun 2004

tentang

keamanan, mutu dan gizi pangan UU NO 7 tahun 1996 tentang pangan dan UU
NO 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen (1)
Berdasarkan uraian diatas maka, penyusun tertarik membahas lebih dalam
mengenai formalin, efek samping yang dapat ditimbulkan pada tubuh manusia,
serta aspek medikolegal penyalahgunaan nya terutama dalam bidang industri
konsumsi yang ada di indonesia.
I. 2.

Rumusan Masalah.
Mengetahui pengetahuan dasar tentang formalin dan akibat keracunan

formalin baik peroral maupun perinhalasi pada tubuh manusia serta aspek
medikolegal pada penyalahgunaanya dalam pangan.

I.3.

Tujuan penulisan
1.3.1

Tujuan Umum

Meningkatkan pengetahuan dasar tentang formalin.


1.3.2

Tujuan Khusus

Mengetahui ilmu dasar tentang formalin

Mengetahui cara kerja dan efek formalin pada tubuh manusia

Mengetahui aspek medikolegal pada penyalahgunaan formalin

1.4.

Manfaat penulisan.
Melalui penulisan makalah ini diharapkan akan bermanfaat dalam

memberikan informasi mengenai pengetahuan dasar tentang formalin, manfaat


dan

efeknya

terhadap

tubuh

penyalahgunaan di bidang pangan.

manusia

serta

aspek

medikolegal

pada

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Toksik
Kata racun toxic adalah bersaral dari bahasa Yunani, yaitu dari kata tox,
dimana dalam bahasa Yunani berarti panah. Dimana panah pada saat itu
digunakan sebagai senjata dalam peperangan, yang selalu pada anak panahnya
terdapat racun (2)
Toksik atau racun adalah zat yang bekerja pada tubuh secara kimiawi dan
fisiologik yang dalam dosis toksik akan menyebabkan gangguan kesehatan atau
mengakibatkan kematian. Racun adalah suatu zat yang apabila kontak atau masuk
kedalam tubuh dalam jumlah tertentu (dosis toksik) merusak faal tubuh baik
secara kimia maupun fisiologis sehingga menyebabkan sakit atau pun kematian (2)
II.1.1. Toksikologi
Toksikologi adalah ilmu yang mempelajari sumber, sifat serta khasiat
racun, gejala-gejala dan pengobatan pada keracunan, serta kelainan yang
didapatkan pada korban yang meninggal . Toksikologi modern merupakan bidang
yang didasari oleh multidisplin ilmu, ia dapat dengan bebas meminjam bebarapa
ilmu dasar, guna mempelajari interaksi antara zat tokson dan mekanisme biologi
yang ditimbulkan.
II.1.2. Toksikologi Forensik
Toksikologi forensik adalah ilmu yang mempelajari tentang racun dan
pengidentifikasian bahan racun yang diduga ada dalam organ atau jaringan tubuh
dan cairan korban. Tosikologi forensik menekunkan diri pada aplikasi atau
pemanfaatan ilmu toksikologi untuk kepentingan peradilan. Kerja utama dari
toksikologi forensik adalah melakukan analisis kualitatif maupun kuantitatif dari
racun dari bukti fisik dan menerjemahkan temuan analisisnya ke dalam ungkapan
apakah ada atau tidaknya racun yang terlibat dalam tindak kriminal, yang
dituduhkan, sebagai bukti dalam tindak kriminal (forensik) di pengadilan(2)

Tujuan pemeriksaan toksikologi forensik ini adalah untuk mengetahui latar


belakang toksikologi digunakan dalam proses pembuktian pembunuhan serta
manfaat toksikologi sebagai media pengungkap dalam proses penyidikan tindak
pidana pembunuhan yang menggunakan racun. Toksikologi Forensik sangat
penting diberikan kepada penyidik dalam rangka membantu penyidik polisi dalam
pengusutan perkara yaitu : mencari, menghimpun, menyusun dan menilai barang
bukti di Tempat Kejadian Perkara (TKP) dengan tujuan agar dapat membuat
terang suatu kasus pembunuhan yang ada indikasi korbannya meninggal akibat
racun. Aspekaspek utama yang menjadi perhatian khusus dalam toksikologi
forensik bukanlah keluaran aspek hukum dari investigasi secara toksikologi,
melainkan mengenai teknologi dan teknik dalam meperoleh serta menginterpretasi
hasil seperti: pemahaman perilaku zat, sumber penyebab keracunan atau
pencemaran, metode pengambilan sampel dan metode analisa, interpretasi data
terkait dengan gejala atau efek atau dampak yang timbul serta bukti lain yang
tersedia (2)
II.1.3. Faktor Yang Mempengaruhi Kerentanan dan Keparahan Pada
Formalin
1.

Cara masuk
Keracunan paling cepat terjadi jika masuknya racun secara inhalasi. Cara

masuk lain berturut-turut ialah intravena, intramuskular, intraperitoneal, subkutan,


peroral dan paling lambat ialah bila melalui kulit yang sehat.
2.
Umur
Kecuali untuk beberapa jenis tertentu, orang tua dan anak-anak lebih
sensitif misalnya pada barbiturat. Bayi prematur lebih rentan terhadap obat karena
ekskresi melalui ginjal belum sempurna dan aktifitas mikrosom dalam hati belum
cukup.

3.

Kondisi tubuh

Penderita penyakit ginjal umumnya lebih mudah mengalami keracunan.


Pada penderita demam dan penyakit lambung, absorpis dapat terjadi dengan
lambat. Bentuk fisik dan kondisi fisik, misalnya lambung berisi atau kosong.
4.
Kebiasaan
Kebiasaan sangat berpengaruh pada racun golongan alkohol dan morfin,
sebab dapat terjadi toleransi, tetapi toleransi tidak dapat menetap, jika pada suatu
ketika dihentikan, maka toleransi akan menurun lagi.
5.
Waktu pemberian
Untuk racun yang ditelan, jika ditelan sebelum makan, absorpsi terjadi
lebih baik, sehingga efek akan timbul lebih cepat. Jangka pemberian waktu lama
(kronik) atau waktu singkat/sesaat (2)
II.2.1. Formaldehid
Senyawa kimia formalin (juga disebut metanal), merupakan aldehida
berbentuk gas dengan rumus kimia H2CO. Formaldehida awalnya disintesis oleh
kimiawan Rusia Aleksandr Butlerov tahun 1859, tapi diidentifikasi oleh Hoffman
tahun 1867
Formaldehida bisa dihasilkan dari pembakaran bahan yang mengandung
karbon. Terkandung dalam asap pada kebakaran hutan, knalpot mobil, dan asap
tembakau. Dalam atmosfer bumi, formaldehida dihasilkan dari aksi cahaya
matahari dan oksigen terhadap metana dan hidrokarbon lain yang ada di atmosfer.
Formaldehida dalam kadar kecil sekali juga dihasilkan sebagai metabolit
kebanyakan organisme, termasuk manusia.(2)
II.2.2 Sifat dan Struktur Kimia
Meskipun dalam udara bebas formaldehida berada dalam wujud gas, tetapi
bisa larut dalam air (biasanya dijual dalam kadar larutan 37% menggunakan merk
dagang 'formalin' atau 'formol' ). Dalam air, formaldehida mengalami polimerisasi
dan sedikit sekali yang ada dalam bentuk monomer H2CO. Umumnya, larutan ini
mengandung beberapa persen metanol untuk membatasi polimerisasinya.
Formalin adalah larutan formaldehida dalam air, dengan kadar antara 10%-40%.
Meskipun formaldehida menampilkan sifat kimiawi seperti pada
umumnya aldehida, senyawa ini lebih reaktif daripada aldehida lainnya.

Formaldehida merupakan elektrofil, bisa dipakai dalam reaksi substitusi aromatik


elektrofilik dan sanyawa aromatik serta bisa mengalami reaksi adisi elektrofilik
dan alkena. Dalam keberadaan katalisbasa, formaldehida bisa mengalami reaksi
Cannizzaro, menghasilkan asam format dan metanol.
Formaldehida bisa membentuk trimer siklik, 1,3,5-trioksana atau polimer
linier polioksimetilena. Formasi zat ini menjadikan sifat-sifat gas formaldehida
berbeda dari sifat gas ideal, terutama pada tekanan tinggi atau udara dingin.
Formaldehida bisa dioksidasi oleh oksigen atmosfer menjadi asam format,
karena itu larutan formaldehida harus ditutup serta diisolasi supaya tidak
kemasukan udara.
Struktur formaldehid berupa gas dalam suhu ruangan, tetapi gas tersebut
dengan cepat akan berubah menjadi berbagai derivat. Salah satu derivat yang
penting dari formaldehid adalah trioxane, merupakan trimer dari formladehid
dengan rumus bangun

(CH20)3. Ketika larut dalam air, formaldehid akan

berubah menjadi H2C(OH)2 bentuk cair dari formaldehid disebut formalin 100% .
Formalin mengandung larutan

yang tersaturasi oleh formaldehid (30-50 %

metanol sebagai stabilizer) (2)


II.2.3. Sumber
Secara industri, formaldehida dibuat dari oksidasikatalitik metanol. Katalis
yang paling sering dipakai adalah logam perak atau campuran oksida besi dan
molibdenum serta vanadium. Dalam sistem oksida besi yang lebih sering dipakai
(proses Formox), reaksi metanol dan oksigen terjadi pada 250 C dan
menghasilkan formaldehida, berdasarkan persamaan kimia
2 CH3OH + O2 2 H2CO + 2 H2O.
Katalis yang menggunakan perak biasanya dijalankan dalam temperatur
yang lebih tinggi, kira-kira 650 C. dalam keadaan ini, akan ada dua reaksi kimia
sekaligus yang menghasilkan formaldehida: satu seperti yang di atas, sedangkan
satu lagi adalah reaksi dehidrogenasi
CH3OH H2CO + H2.

Bila formaldehida ini dioksidasi kembali, akan menghasilkan asam format


yang sering ada dalam larutan formaldehida dalam kadar ppm.Di dalam skala
yang lebih kecil, formaldehid bisa juga dihasilkan dari konversi etanol, yang
secara komersial tidak menguntungkan (3)
II.2.4. Fungsi
Formaldehida dapat digunakan untuk membasmi sebagian besar bakteri,
sehingga sering digunakan sebagai disinfektan dan juga sebagai bahan pengawet.
Sebagai disinfektan, Formaldehida dikenal juga dengan nama formalin dan
dimanfaatkan sebagai pembersih; lantai, kapal, gudang dan pakaian.
Formaldehida juga dipakai sebagai pengawet dalam vaksinasi. Dalam
bidang medis, larutan formaldehida dipakai untuk mengeringkan kulit, misalnya
mengangkat kutil. Larutan dari formaldehida sering dipakai dalam membalsem
untuk mematikan bakteri serta untuk sementara mengawetkan bangkai.
Dalam industri, formaldehida kebanyakan dipakai dalam produksi polimer
dan rupa-rupa bahan kimia. Jika digabungkan dengan fenol, urea, atau melamina,
formaldehida menghasilkan resintermoset yang keras. Resin ini dipakai untuk lem
permanen, misalnya yang dipakai untuk kayu lapis/tripleks atau karpet. Juga
dalam bentuk busa-nya sebagai insulasi. Lebih dari 50% produksi formaldehida
dihabiskan untuk produksi resin formaldehida.
Untuk mensintesis bahan-bahan kimia, formaldehida dipakai untuk
produksi alkohol polifungsional seperti pentaeritritol, yang dipakai untuk
membuat catbahan peledak. Turunan formaldehida yang lain adalah metilena
difenil diisosianat, komponen penting dalam cat dan busa poliuretana, serta
heksametilena tetramina, yang dipakai dalam resin fenol-formaldehida untuk
membuat RDX (bahan peledak).
Sebagai formaldehid, larutan senyawa kimia ini sering digunakan sebagai
insektisida serta bahan baku pabrik-pabrik resin plastik dan bahan peledak (3)
II.2.5. Farmakokinetik
Dalam tubuh manusia formaldehid dimetabolisme menjadi asam format
oleh beberapa sistem enzim termasuk komplek formaldehid dehydrogenase (FDH)

pada beberapa jaringan atau oleh hidrogen peroksida sistem katalase. FDH
berperan pada pelepasan format dengan memecah thio ester dengan glutation.
Efisiensi dari metabolisme format oleh katalase sangat berhubungan dengan
konsentrasi tetrahidrofolat pada hepar. Dalam tubuh manusia,asam format secara
lambat dimetabolisme jadi karbondioksida dan air oleh reaksi enzimatik yang
bergantung folat. Folat adalah vitamin esensial yang ditemukan pada buah segar
dan sayuran. Metabolisme yang lambat pada tubuh manusia seringkali
menyebabkan akumulasi asam format yang dapat menyebabkan asidosis
metabolik. Formaldehid dapat dibedakan menjadi endogen dan eksogen.
Formaldehid endogen berada dalam tubuh sebagai bentuk intermediete dari
metabolisme sel dan jaringan. Normalnya diproduksi selama metabolisme dari
serin, glisin, metionin dan kolin (4)
Absorbsi
Formaldehid adalah unsur yang reaktif dan mudah larut dalam air sehingga
dengan cepat diabsorbsi jaringan gastrointestinal, bila masuk dengan mekanisme
peroral. Terdapat dua mekanisme absorbsi formaldehid. Yang pertama
formaldehid secara cepat dimetabolisme menjadi asam format disistem
pencernaan yaitu dihepar dan kemudian secara cepat langsung diabsorbsi. Yang
kedua formaldehid diabsorbsi secara cepat baru kemudian dimetabolisme menjadi
asam format dalam darah (4)
Distribusi
Formaldehid tidak secara langsung diadsorbsi dalam bentuk molekul utuh
ke dalam aliran darah, kecuali berada dalam dosis yang sangat tinggi sehingga
melampaui kapasitas jaringan. Formaldehid didistribusikan ke berbagai organ
seperti ginjal, limpa, hepar, dan sebagainya untuk mengalami metabolisme lebih
lanjut. Toksisitas tidak terletak pada distribusi ke organ melainkan pada tempat
kontak dengan formaldehid yang terpapar pada jaringan (4)
Metabolisme

Formaldehid yang merupakan zat asing (xenobiotik) akan mengalami


proses detoksifikasi di hepar melalui beberapa tahapan yaitu hidroksilasi dan
konjugasi. Fase hidroksilasi bertujuan mengubah xenobiotik aktif menjadi inaktif
sedangkan fase konjugasi berfungsi mereaksikan xenobiotik inaktif dengan zat
kimia tertentu dalam tubuh menjadi zat yang larut sehingga mudah dieskresi baik
lewat empedu maupun urin (4)
Eskresi
Karena adanya perubahan yang cepat dari formaldehid menjadi asam
format, proses eskresi melalui ginjal tidak dipengaruihi toksisitas formaldehid.
Metabolisme dari asam format juga dapat berlanjut dengan proses oksidasi pada
atom karbon sehingga dihasilkan karbondioksida yang dapat dikeluarkan lewat
jalan napas (4).
II.2.6. Farmakodinamik
Daya kerja formaldehid adalah menekan terhadap fungsi sel-sel

dan

mengakibatkan nekrosis jaringan-jaringan. Pada keracunan formaldehid, akan


menyebabkan kerusakan sel dalam berbagai jaringan. Konsentrasi asam format
yang tinggi dalam tubuh akan secara cepat menyebabkan nekrosis sel-sel hepar,
ginjal, jantung, dan otak. Penumpukan asam format akan menyebabkan nekrosis
metabolik. Asam format juga merupakan inhibitor dari mitokondria sitokrom
oksidase yang menghasilkan histotoksik. Selain itu formaldehid bersifat korosif
jika tertelan dalam keadaan aktif, akan menyebabkan kerusakan pada saluran yang
dilaluinya seperti kerusakan pada mulut dan tenggorokan, teriritasinya lambung,
perdarahan saluran pencernaan, menimbulkan gejala sulit menelan, mual, muntah
dan diare hebat, nyeri kepala sampai dengan koma. Gejala akut lainnya dapat
mengenai organ hepar jantung otak limpa pankreas dan sisitem saraf (5).
2.2.7. Pengaruh terhadap badan
Formaldehida merupakan salah satu polutan dalam ruangan yang sering
ditemukan. Apabila kadar di udara lebih dari 0,1 mg/kg, formaldehida yang
terhisap bisa menyebabkan iritasi kepala dan membran mukosa, yang

menyebabkan keluarnya air mata, pusing, teggorokan serasa terbakar, serta


kegerahan.
Jika terpapar formaldehida dalam jumlah banyak, misalnya terminum, bisa
menyebabkan kematian. Dalam tubuh manusia, formaldehida dikonversi menjadi
asam format yang meningkatkan keasaman darah, tarikan nafas menjadi pendek
dan sering, hipotermia, juga koma, atau kematiannya.
Di dalam tubuh, formaldehid bisa menimbulkan terikatnya DNA oleh
protein, sehingga mengganggu ekspresi genetik yang normal. Binatang percobaan
yang menghisap formaldehida terus-terusan terserang kanker dalam hidung dan
tenggorokannya, sama juga dengan yang dialami oleh para pegawai pemotongan
papan artikel. Tapi, ada studi yang menunjukkan apabila formaldehida dalam
kadar yang lebih sedikit, seperti yang digunakan dalam bangunan, tidak
menimbulkan pengaruh karsinogenik terhadap makhluk hidup yang terpapar zat
tersebut (5).
II.3. Keracunan Formaldehid
II.3.1. Penggunaan Formalin yang salah
Akhir akhir ini begitu banyak makanan tidak sehat yang beredar di
kalangan masyarakat. Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Banten
menemukan tahu mengandung formalin yang berbahaya bagi kesehatan dalam
inspeksi mendadak di pasar. BPOM juga bergerak melakukan penelitian pada
jajanan anak sekolah dasar seperti bakso tusuk, es, dan sosis panggang. Setelah
sampel jajanan diambil dan diteliti ternyata kandungan dalam jajanan tersebut
tidak layak untuk dikonsumsi karena mengandung formalin. Fakta-fakta di atas
sangat bertentangan dengan PERMENKES RI No 1168/MENKES/PER/X/1999
yang menyatakan bahwa formalin termasuk salah satu bahan tambahan yang
dilarang dipergunakan dalam makanan karena bersifat karsinogenik dan
membahayakan kesehatan (5)
II.3.1.1. Cara Mengenali Pangan yang Mengandung Formalin

Untuk mengetahui kandungan formalin dalam bahan makanan secara


akurat dapat dilakukan uji laboratorium dengan menggunakan pereaksi kimia.
Akan tetapi kita juga dapat mengetahui ada tidaknya formalin dalam makanan
tanpa uji laboratorium. Berikut ciri-ciri beberapa contoh bahan makanan yang
menggunakan formalin sebagai bahan pengawet.
a.

Bakmi basah
1.
Tidak rusak sampai 2 hari pada suhu kamar (25 C) dan bertahan
2.
3.

b.

lengket.
4.
Tidak dikerubungi lalat.
5.
Tekstur mi lebih kenyal.
Ayam potong
1.
Tidak dikerubungi lalat.
2.
Daging sedikit tegang (kaku).
3.
Jika dosis formalin yang diberikan tinggi maka akan tercium bau
4.

c.

e.

lebih dari 15 hari dalam lemari es (suhu 10 C).


Tekstur lebih keras tetapi tidak padat.
Terasa kenyal jika ditekan, sedangkan tahu tanpa formalin biasanya

mudah hancur.
4.
Bau formalin agak menyengat.
5.
Tidak dikerubungi lalat.
Bakso
1.
Tidak rusak sampai 5 hari pada suhu kamar (25 C).
2.
Tekstur sangat kenyal dan tidak dikerubungi lalat.
Ikan asin
1.
Tidak rusak sampai lebih dari satu bulan pada suhu kamar (25 C).
2.
Tampak bersih dan cerah.
3.
Tidak berbau khas ikan asin.
4.
Tekstur ikan keras, bagian yang luar kering tetapi bagian dalamnya
5.

f.

formalin.
Dalam uji klinis, jika daging ayam dimasukkan dalam reagen maka

akan muncul gelembung gas.


Tahu, dengan kandungan formalin 0,51 ppm
1.
Tidak rusak sampai 3 hari pada suhu kamar (25 C) dan bertahan
2.
3.

d.

lebih dari 15 hari dalam lemari es (suhu 10 C).


Bau formalin agak menyengat.
Mi tampak mengkilap dibandingkan dengan mi normal dan tidak

basah.
Tidak dikerubungi lalat dan baunya hampir netral (hampir tidak

lagi berbau amis).


Ikan segar

1.
2.

Tidak rusak sampai 3 hari pada suhu kamar (25 C).


Mata ikan merah, tetapi warna insang merah tua, bukan merah

3.
4.

segar, dan tidak cemerlang.


Warna daging putih bersih, dengan tekstur kaku/ kenyal.
Bau amis (spesifik ikan) berkurang, lendir pada kulit ikan hanya

5.

sedikit, dan tercium bau seperti bau kaporit.


Tidak dikerubungi lalat (6).

II.3.2. Keracunan Formalin


II.3.2.1 Per Oral
Menelan sedikitnya 30 mL (1 oz) dair larutan yang mengandung
formaldehid telah dilaporkan dapat menyebabkan kematian pada orang dewasa.
Konsumsi dari formaldehid dapat menyebabkan kerusakan korosif dari mukosa
saluran pencernaan, mual, muntah, nyeri, pendarahan dan perforasi. Cedera
korosif juga paling menonjol di mukosa faring dan kerongkongan. Efek sistemik
termasuk asidosis metabolik, depresi SSP, koma, distress pernafasan dan gagal
ginjal (7)
Studi epidemiologi dari potensial bahaya karsinogenik dari formaldehid
secara ingesti belum diidentifikasi. Belum ada penelitian yang mengidikasikan
bahwa formaldehid menimbulkan karsinogenik ketika diberikan secara oral pada
binatang percobaan. Bagaimanapun, diketahui bahwa reactivitas dari biologikal
makromolekul dari zat tersebut di jaringan atau organ pada kontak pertama,
mengakibatkan secara histologi dan sitogenetik berubah pada traktus aerodigestif,
termasuk oral dan mukosa gastrointestinal, yang sudah diobservasi pada tikus
yang mendapatkan formaldehid secara oral. Observasi dan pertimbangan
tambahan dari formaldehid dapat mencetuskan timbulnya tumor dengan
kesimpulan bahwa paparan yang rendah dari formaldehid tidak dapat
mengeliminasi potensial bahaya karsinogenik dari formaldehid secara oral (8)
II.3.2.2 Per Inhalasi
Formaldehid adalah senyawa karbon organik yang sering digunakan pada
lingkungan pekerjaan (rumah sakit, tekstil, kertas, komponen resin dan kayu).

Formaldehid adalah gas tidak berwarna yang memiliki bau yang tajam dan
mengiritasi membran mukosa dari hidung, tenggorokan dan mata. Efek toksik dari
formaldehid umumnya terjadi pada semua yang bekerja dan memiliki kontak yang
dekat dengan formaldehid seperti petugas pengawetan jenazah, anatomis, teknisi
histologi dan mahasiswa kedokteran adalah orang-orang yang memliki paparan
yang tinggi terhadap formaldehid. Sistem respirasi adalah target utama dari
formaldehid. Dilaporkan bahwa setelah tikus menghirup formaldehid, volume
formaldehid lebih besar pada paru-paru dibandingkan di dalam darah, otak, hati
dan ginjal. Cedera paru akut disebabkan karena sel epitel saluran pernapasan
mengalami kerusakan dan kehilangan fungsinya. Cedera awal dari jaringan
mencetuskan untuk diproduksinya faktor pertumbuhan dan sitokin yang
menstimulasi respon inflamasi dari sel epitel pulmonal dengan mengaktifkan seri
dari jalur signal intracelular. Formaldehid secara langsung merupakan karsinogen
dan menimbulkan resiko kanker pada manusia yang diklasifikasikan oleh The
International Agency for Research on Cancer (IARC) sebagai group 2A
karsinogen (9).
Uap formaldehid secara cepat diabsorpsi di paru. Pada kasus paparan
akut, formaldehid kebanyakan dapat dideteksi melalui bau, orang yang
tersensitisasi oleh formaldehid mungkin memiliki pengalaman seperti sakit
kepala, iritasi mata ringan ataupun iritasi saluran pernapasan pada ambang bau
( 0,5 sampai 1,0 ppm; OSHA PEL adalah 0,75 ppm). Untuk orang yang
tersensitisasi, bau tidak menjadi indikator yang kuat untuk adanya formaldehid
dan mungkin tidak menjadi peringatan terhadap kadar yang membahayakan.
Adaptasi terhadap bau dapat terjadi. Dosis rendah dari paparan akut dapat
menyebabkan timbulnya sakit kepala, rhinitis dan dyspnea; dosis tinggi mungkin
dapat menyebabkan iritasi membran mukosa, rasa terbakar dan lakriminasi dan
pada sistem respirasi bawah dapat menyebabkan bronkitis, edema pulmonal, atau
pneumonia. Individu yang sensitif mungkin akan mengalami asma dan dermatitis,
meski pada dosis yang sangat rendah. Uap formaldehid sangat ringan
dibandingkan udara dan dapat menyebabkan asfiksia pada ventilasi yang rendah,
tertutup atau dataran yang rendah.

Anak-anak yang terpapar formaldehid dengan dosis yang sama dengan


orang dewasa mungkin akan menghasilkan dosis yang lebih besar disebabkan
mereka memiliki area permukaan paru-paru yang lebih besar; rasio berat badan
dan volume menit yang meningkat. Selain itu, mereka mungkin terkena dosis
yang lebih tinggi daripada orang dewasa di lokasi yang sama karena bertubuh
pendek dan dosis tinggi dari formaldehid dapat ditemukan di tanah

(10)

II.3.3. Keracunan Formaldehid pada Otak


Bagian otak yang sering terkena dampak pada keracunan formaldehid
adalah putamen dan nervus optikus. Di putamen sering terjadi nekrosis karena
kebutuhan metabolismenya yang tinggi dan terletak pada daerah yang memiliki
perfusi vaskular yang tinggi. Sedangkan pada nervus optikus terpengaruh karena
ditempat ini terjadi penumpukan dari asam format, dengan adanya paparan zat
toksik yang terus menerus ataupun dengan kadar tinggi dapat juga mengakibatkan
nekrosis di sel.
Setelah masuk ke dalam tubuh, formaldehid dengan cepat akan berdifusi
ke banyak jaringan termasuk otak. Pemaparan jangka panjang formaldehid akan
menyebabkan neurotoksisitas yang irreversibel dan berhubungan dengan
gangguan neurodegeneratif dan kanker otak (astrositoma). Selain pada otak,
formaldehid dapat ditemukan pada cairan serebrospinal, hal ini dikarenakan zat
tersebut mudah melewati sawar otak dan berefek pada neuroglia dan sel saraf.
II.3.3.1. Gejala Klinis Yang Berhubungan Dengan Sistem Saraf Pusat
Efek neuropsikologis yang dapat terjadi meliputi depresis sitem saraf pusat
seperti sakit kepala, pusing, gangguan koordinasi, cepat marah, gangguan emosi,
gangguan keseimbangan, kehilangan konsentrasi, daya ingat yang berkurang dan
gangguan perilaku lainnya namun penjelasan secara alamiah masih belum jelas.
Penumpukan asam format di nervus optikus dapat menyebabkan penglihatan kabur yang
dijelasakan sebagai badai salju. Namun kesadaran secara relatif baik. Hilangnya
penglihatan secara total dapat disebabkan oleh berhentinya fungsi mitokondria pada saraf
optik dimana terjadi hiperemi, edema dan atrofi saraf tepi.

(2) (11) (12)

II.3.4. Keracunan Formaldehid Pada Hati


Paparan formaldehid dalam makanan dapat menimbulkan stress oksidatif
dan menyebabkan terjadinya reaksi peroksidasi senyawa biologis yang terdapat
pada sel dan jaringan hepar, terutama lemak membrane sel hepar. Makin tinggi
dosis paparan formaldehid, akan semakin tinggi potensi kerusakan lemak
membran sel, bahkan bisa menimbulkan kerusakan serius, sampai dengan
kematian sel, yang ditandai dengan semakin tinggi produksi malondialdehid
(MDA). Senyawa radikal bebas, terutama radikal hidroksil (OH) dapat
menyebabkan terjadinya reaksi peroksidasi asam lemak tidak jenuh pada
membrane sel. Reaksi peroksidasi lebih lanjut pada asam-asam lemak tidak jenuh,
menghasilkan produk senyawa malondialdehid (MDA).
Berdasarkan penelitian menggunakan binatang percobaan, pemberian
formaldehid dengan dosis inisial 10 mmol/l sudah dapat menyebabkan
peningkatan GPT, penumpukan kalsium, dan penurunan kadar glutation di hepar.
Selain itu akan terjadi pelepasan senyawa malondialdehid (MDA) dari sel-sel
hepar yang mengindikasikan telah terjadinya proses peroksidatif, pada tahap ini
konsumsi oksigen di hepar akan diikuti oleh metabolisme anaerobic yang akan
menghasilkan asam laktat. Jika keadaan ini berlangsung terus, akan menyebabkan
penumpukan laktat yang bisa menurunkan pH darah dan menyebabkan asidosis.
Selain itu hipoksia jaringan hepar juga dapat secara langsung menyebabkan
kerusakan hepatoseluler yang pada akhirnya dapat menjadi nekrosis sel hepar.
Nekrosis hepar dapat menimbulkan gejala yang sama seperti hepatitis yang
disebabkan oleh hepatitis virus.
II.3.5. Keracunan Formaldehid Pada Ginjal
Hasil metabolisme akhir formaldehid adalah asam format yang
diekskresikan melalui urin sebagai garam sodium atau dioksidasi lebih lanjut
menjadi H2O dan CO2. Proses detoksifikasi ini akan efektif bila pemaparan
formaldehid dalam jumlah sedikit. Tetapi, bila pemaparan formaldehid dalam
jumlah yang tinggi akan menyebabkan asidosis dan lesi pada ginjal, sehingga
dapat menyebabkan dysuria, anuria, piuria, hematuria dan meningkatnya kadar

format pada urine. Selain itu pemaparan formaldehid dalam jumlah besar akan
menyebabkan

pengerasan pada organ ginjal. Pada ginjal, formaldehid

menyebabkan organ ini kaku dan mengalami kebocoran. Glomerulus dapat


mengalami kebocoran dan akhirnya mengalami kerusakan secara permanen dalam
sistem filtrasinya. Tak hanya itu, bila paparan itu terjadi terus menerus, tubuli
menjadi keruh dan ginjal tidak mampu menjalankan fungsinya.
Terdapat bukti yang terbatas bahwa formaldehid dapat menyebabkan efek
terhadap sistem reproduksi. Menurut database TERIS (Teratogen Information
System) menyatakan bahwa terdapat risiko terjadinya kelainan pada fetus yang
terpapar formaldehid. Terdapat beberapa laporan terjadinya kelainan siklus
menstruasi pada wanita pekerja yang terpapar. Penelitian pada hewan percobaan
melaporkan bahwa ada kelainan pada proses spermatogenesis hewan tersebut.
Formaldehid belum dapat dibuktikan sebagai faktor teratogen pada hewan dan
mungkin bukan merupakan faktor teratogen pada manusia jika kadarnya berada
dalam batas standar untuk pekerjaan. Formaldehid telah diketahui bersifat toksis
terhadap gen manusia dan pada penelitian hewan percobaan menunjukkan adanya
abrasi kromosom. Oleh karena itu, dibutuhkan perhatian khusus pada wanita
hamil sehingga konseling medis dibutuhkan pada wanita hamil yang terpapar
formaldehid secara akut.
II.3.6. Keracunan Formaldehid Pada Lambung
Paparan akut akibat formaldehid yang tertelan dapat menyebabkan luka
korosif pada mukosa saluran cerna, mual, muntah, nyeri abdomen, hematemesis
dan perforasi. Gastritis korosif, hematemesis, edema dan ulserasi esophagus juga
dapat terjadi. Adapun komplikasi lebih lanjut yang dapat terjadi yaitu striktur dan
perforasi.
II.3.7. Temuan Post Mortem Pada Keracunan Formaldehid
II.3.7.1. Otak
Pada pemeriksaan postmortem secara makroskopis kita dapat menemukan
tanda asfiksia seperti bintik-bintik perdarahan (tardieu spot). Tanda edema otak

yang tampak dengan gambaran otak menjadi lebih berat, gyrus melebar, sulcus
menyempit, batas substansia grisea dan alba mengabur. Pada jaringan otak juga
terjadi hipoksia yang mengakibatkan sel-sel otak menjadi nekrosis sehingga dapat
dijumpai jaringan otak yang nekrotik mencair meninggalkan rongga yang berisi
cairan. Perdarahan juga dapat timbul dimana sering terjadi pada khiasma optikum,
thalamus, putamen yang akan terlihat sebagai jendalan darah.
Melalui pemeriksaan dengan CT scan, dapat terlihat lesi pada substansia
alba, hipodensitas pada putamen yang mencerminkan terjadinya nekrosis,
sedangkan hiperdensitas mencerminkan adanya. Sedangkan pada pemeriksaan
MRI dapat ditemukan hipointense pada daerah yang nekrosis dan hiperintense
pada daerah perdarahan.
Pada pemeriksaan mikroskopis yaitu dengan pemeriksaan Hematoxylin
Eosin (HE) maka akan terlihat nekrosis sel-sel otak, perdarahan, kavitas, infiltrasi
makrofag

yang

luas.

Formaldehid

dan

metabolitnya

dapat

ditemukan

konsentrasinya di otak maupun dalam cairan serebrospinal.


II.3.7.2. Hepar
Pada penelitian dengan sampel tikus, otopsi hepar dapt ditemukan terjadi
penambahan

berat

dan

ukuran.

Pada

pemeriksaan

mikroskopis,

akan

memperlihatkan hiperplasia sel, hiperkeratosis, metaplasia skuamosa dan


penambahan jaringan adipose yang menggantikan sel hepar normal. Selain itu
juga terjadi penurunan level trigliserida hepar.
II.3.7.3. Ginjal
Pada penelitian dengan kelompok kontrol tikus, otopsi di ginjal akan
ditemukan degenerasi tubulus renal dengan derajat yang bervariasi. Pada hampir
semua kasus didapatkan bercak nekrosis pada parenkim ginjal, selain itu juga
didapatkan bendungan pada kapiler peritubular, pelebaran dan bendungan pada
kapiler-kapiler glomerulus, pembengkakan pada lapisan endotel pembuluh darah
ginjal dan proliferasi sel-sel mesangial. Penelitian pada tikus yang mendapatkan
inhalasi formaldehid didapatkan peningkatan sel adiposa pada jaringan ginjal.

II.3.7.4. Lambung
Berdasarkan hasil penelitian yag dilakukan pada tikus menunjukkan
adanya hubungan antara paparan formaldehid per oral dengan jumlah sel gaster
yang mengalami erosi dan ulserasi, hal ini sesuai dengan teori bahwa formaldehid
dengan dosis tinggi mempunyai sifat iritatif kuat. Sifat iritatif kuat ini
menyebabkan kerusakan pada mukosa lambung.
II.3.8. Penanganan Keracunan Formaldehid
Pertolongan tergantung pada konsentrasi cairan dan gejala yang dialami
korban. Bila terkena hirupan atau secara inhalasi dengan formaldehid, tindakan
awal yang harus dilakukan adalah memastikan safety untuk diri sendiri sebelum
menolong dengan cara menggunakan alat pelindung diri, kemudian pindahkan
korban dari daerah paparan ke tempat yang aman atau di lingkungan terbuka
dengan udara yang baik. Posisikan korban dengan nyaman untuk memudahkan
bernapas. Bila korban kesulitan dalam bernapas, berikan oksigen masker sebagai
alat bantu pernapasan. Selanjutnya, segera bawa korban ke Rumah Sakit untuk
penanganan lebih lanjut.
Bila terkena kulit, penolong memakai alat pelindung diri untuk
menghindari kontak langsung dengan korban. Lepaskan pakaian, perhiasan dan
sepatu korban yang terkontaminasi formaldehid kemudian siram kulit dengan air
mengalir selama selama minimal 30 menit. Segera bawa korban ke Rumah Sakit,
dan jika memungkinkan dengan terus menyiram kulit dengan air mengalir selama
perjalanan.
Apabila terkena mata, penolong dengan menggunakan alat pelindung diri
berupa sarung tangan segera membuka mata korban dan membilasnya dengan air
selama minimal 30 menit. Selama dibilas, mata korban dipertahankan untuk
terbuka. Apabila korban menggunakan contact lens, tidak perlu untuk melepas
contact lens terlebih dahulu karena mata harus segera dibilas dengan air. Apabila
tersedia, dapat menggunakan cairan NaCl 0,9% untuk membilas. Segera bawa
korban ke Rumah Sakit, dan jika memungkinkan terus bilas mata dengan air atau

NaCl 0,9% selama perjalanan. Hati-hati supaya tidak mengenai mata korban yang
tidak terkontaminasi ataupun wajah korban.
Apabila tertelan, segera cuci mulut korban dengan air. Sebelum ke Rumah
Sakit, berikan arang aktif (norit) bila tersedia. Jangan lakukan rangsangan agar
korban muntah, karena akan menimbulkan resiko trauma korosif pada saluran
cerna atas. Di Rumah Sakit, tim medis akan melakukan bilas lambung pada
korban.
Pencegahan paparan langsung terhadap formalin harus dilakukan,
khususnya bagi pekerja industri yang memakai bahan formalin. Agar tidak
terhirup gunakan alat pelindung pernapasan, seperti masker, kain, dan alat lainnya
yang dapat mencegah kemungkinan masuknya formaldehid ke dalam hidung dan
mulut. Lengkapi system ventilasi dengan penghisap udara (exhaust fan) yang
tahan ledakan. Gunakan pelindung mata atau kacamata pengaman yang tahan
terhadap percikan. Sediakan kran air untuk mencuci mata ditempat kerja yang
berguna apabila terjadi kecelakaan kerja. Pencegahan pada kulit sebaiknya
menggunakan sarung tangan dan pakaian pelindung yang tahan terhadap bahan
kimia. Hindari makan, minum dan merokok selama bekerja serta cuci tangan
sebelum makan.
II.4. Penggunaan Formaldehid Pada Pengawetan Jenazah
II.4.1. Dasar dasar Pengawetan Jenazah
II.4.1.1. Definisi dan Tujuan Pengawetan Jenazah
Embalming atau pengawetan jenazah menurut The American Board of
Funeral Service Education didefinisikan sebagai proses pengawetan tubuh mayat
secara kimiawi untuk mengurangi keberadaan dan pertumbuhan mikroorganisme,
menghambat dekomposisi organik dan mempertahankan pernampilan fisik yang
layak. Orang yang melakukan tindakan pengawetan jenazah disebut "embalmer".
Adapun tujuan dilakukannya pengawetan jenazah adalah sebagai berikut (13) :
a.

Desinfeksi
Saat seseorang meninggal, beberapa patogen akan ikut mati, namun
sebagian besar masih dapat bertahan hidup karena memiliki kemampuan

untuk bertahan hidup karena memiliki kemammpaun untuk bertahan hidup


dalam jangka waktu lama dalam jaringan mati. Seseorang yang datang dan
berkontak langsung dengan tubuh jenazah yang tidak mengalami proses
embalming dapat terinfeksi serta ada kemungkinan menjadikan lalat atau
agen lain dalam mentransfer patogen untuk manusia dan menginfeksi
b.

mereka.
Preservatif
Merupakan suatu upaya pencegahan pembusukan dan dekomposisi
jenazah, sehinga jenazah dikuburkan, dikremasikan tanpa bau, atau hal-hal

c.

yang tidak menyenangkan lainnya.


Restorasi
Merupakan upaya untuk mengembalikan keadaan tubuh jenazah kembali
seperti masih hidup.

II.4.1.2. Indikasi dan Kontraindikasi Pengawetan Jenazah


Beberapa keadaan yang membutuhkan pengawetan jenazah antara lain
adalah sebagai berikut
a.

Penundaan penguburan atau kremasi lebih dari 24 jam


Hal ini penting karena di Indonesia yang beriklim tropis, dalam 24
jam mayat sudah mulai mebusuk, mengeluarkan bau, dan cairan
pembusukan yang dapat mencemari lingkungan sekitarnya.

b.

Jenazah perlu dibawa ke tempat lain


Untuk dapat mengangkut jenazah dari suatu tempat ke tempat lain,
harus dijamin bahwa jenazah tersebut aman, artinya tidak berbau, tidak
menularkan bibit penyakit ke sekitarnya selama proses pengangkutan.
Dalam hal ini perusahaan pengakutan, demi reputasinya dan untuk
mencegah adanya gugatan di belakang hari, harus mensyaratkan bahwa
jenazah yang akan diangkut, telah diawetkan secara baik, yang dibuktikn

c.

oleh suatu sertifikat pengawetan.


Jenzazah meninggal akibat penyakit menular
Jenazah yang meninggal akibat penyakit menular akan lebih cepat
membusuk dan berpotensi menulari petugas kamar jenzazah, keluarga
serta orang-orang sekitarnya. Pada kasus seperti ini, walaupun penguburan
atau kremasinya akan segera dilakukan, tetap dianjurkan dilakukan

embalming untuk mencegah penularan kuman / bibit penyakit ke


sekitarnya.
Pengawetan jenazah di Indonesia tidak dapat dilakukan pada
kematian tidak wajar, sebelum dilakukan autopsi. Hal ini dapat
menyebabkan terjadinya kesulitan penyelidikan karena adanya bukti-bukti
tindak pidana yang hilang atau berubah dan karenannya dapat dikenakan
sanksi pidana penghilangan barang bukti berdasarkan pasal 233 KUHP :
"Barang siapa dengan sengaja menghacurkan, merusak, membikin tak
dapat dipakai, menghilangkan, barang-barang yang digunakan untuk
meyakinkan atau membuktikan sesuatu di muka penguasa yang
berwenang, akta-akta, surat-surat atau daftar-daftar yang atas pertintah
penguasa umum, terus-menerus atau untuk sementara waktu disimpan,
atau diserahkan kepada seorang pejabat, ataupun kepada orang lain
untuk kepentingan umum, diancam dengan pidana penjara paling lama
empat tahun."
Pasal 222 KUHAP : "Barangsiapa dengan sengaja mencegah,
menghalang-halangi atau menggagalkan pemeriksaan forensik, diancam
dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan, atau pidana denda
paling banyak empat ribu lima ratus rupiah."
Setiap kematian yang terjadi, akibat kekerasan atau keracunan
termasuk kematian yang tidak wajar. Cara kematian pada kematian tidak
wajar, antara lin pembunuhan, bunuh diri dan kecelakaan. Pada kasus
kematian tidak wajar, kasusnya hendaknya dilaporkan kepada penyidik,
sesuai dengan pasal 108 KUHAP. (14) (15).
II.4.1.3. Jenis jenis Pengawetan Jenazah
Beberapa jenis pengawetan jenazah yang ada, yaitu :
a.

Vascular Embalming
Cara ini menggunakan vaskular tubuh untuk mencapai preservasi dan

sanitasi sementara dan restorasi tubuh mayat, yang didapatkan dengan cara injeksi
larutan pengawet ke dalam arteri dan drainase dari vena. Metode ini dapat
digunakan untuk seluruh tubuh, area luas, atau area terlokalisir. Dalam

pelaksanaannya, cairan kimia preservatif diinjeksikan ke dalam arteri besar,


sehingga darah tergantikan oleh cairan preservatif dan didrainase dari vena.

b.

Cavity Embalming
Cairan di dalam rongga tubuh mayat (thoraks, abdomen, pelvis) diaspirasi

dan bahan kimia diinjeksikan ke dalam rongga tubuh dengan menggunakan


aspirator dan trocar. Trocar yang berbentuk panjangm runcing, dan adanya tabung
logam yang melekat pada selang pengaspirasi disisipkan dekat dengan pusar. Gas
dan cairan tubuh diaspirasi yang kemudian rongga tubuh diisi dengan bahan kimia
yang mengansung formaldehid terkonsentrasi.

c.

Hypodermic Embalming
Injeksi bahan kimia embalming langsung secara subkutikular, ke dalam

jaringan tubuh mayat menggunakan syringe dan jarum untuk area kecil atau trocar
untuk area luas. Metode ini biasanya digunakan sebagai prosedur tambahan ketika
jaringan tubuh mayat dewasa tidak dapat dirawat dengan injeksi vaskular.
d.
Surface Embalming

Preservasi jaringan tubuh secara kontak langsung dengan bahan kimia


embalming, menggunakan spray aerosol, atau cairan / gel pada permukaan klit
dan area superfisial lainnya. Metode ini juga bersifat prosedur tambahan pada
kondisi metode injeksi vaskuler yang gagal atau tidak mungkin dilakukan.
II.4.1.4. Cairan Pengawet Jenazah
Cairan pengawet jenazah yang baik harus menjamin tidak membawa risiko
infeksi apabila terjadi kontak dengan jenazah, serta mampu mengurangi dampak
potensi biohazzard dan bahaya kimia terhadap lingkungan. Proses pengawetan
jenazah yang baik akan menghasilakn kadaver dalam kondisi berikut (16) :

Organ dan jaringan yang baik dengan perubahan struktur yang mninimal
Pertumbuhan jamur dan bakteri yang terbatas
Memiliki efek toksik rendah pada staf, murid dan lainnya pada saat

persiapan kadaver
Warna yang natural pada organ dan jaringan
Cairan pengawet sendiri terdiri dari beberapa komposisi utama,

berdasarkan fungsinya : (13) (17)


a.

Preservatif / Fixative
Golongan Aldehid dan turunannya
Formaldehid
Pemakaian formaldehid pada kadaver ditemukan pada tahun1899,
dan pada tahun 2003, Bedino mengemukakakn bahwa formaldehid
menjadi pilihan bahan kimia untuk pengawetan kadaver. Larutan formalin
yang selalu digunakan memiliki konsentrasi 37%. Larutan ini memiliki
sifat bakterisidal, fungasidal, dan insectisidal kuat, namun penggunaan
formaldehid dapat menyebabkan kekakuan jaringan. Selain itu, kerugian
formaldehid lainnya, yaitu koagulasi darah, mengubah jaringan menjadi
bewarna keabuan apabila bercampur dengan darah, discoloration,
dehidrasi

jaringan,

konstriksi

papiler,

bertambah

ruska

dengan

bertambahnya umur, dan memiliki bau. Formaldehid juga memiliki sifat


karsionogenik (menyebabkan mutasi), terutama pada sistem hemopoietik
dan sistem limfoid pada manusia yang terpapar dalam jangka waktu lama.

Larutan formaldehid juga digunakan untuk desinfektan ruangan,


alat-alat dan baju dengan kadar 1 ; 5000. Larutan formaldehid dalam air,
atau alkohol digunakan untuk mendesinfeksi tangan dengan konsentrasi
maksimum 0,5 mg/L3. Formaldehid 10% - 40% menyebabkan iritasi dan
inflamasi mulut, tenggorokan, dan lambung, serta kehilangan kesadaran,
gangguan penglihatan, iritasi kulit, sesak nafas, dan kematian.
Paraformaldehid
diperoleh
dengan
menguapan

larutan

formaldehid. Senyawa ini serupa dengan formaldehid. Paraformaldehid


mempunyai bau kurang menyenangkan. Paraformaldehid bekerja pada
konsentrasi maksimum 0,1 mg/L.
Glutaraldehid
Dibanding formaldehid, difusi glutaraldehida ke jaringan lambat,
namum

memberikan

pengawetan

lebih

baik

dibanding

dengan

formaldehid. Glutaraldehid digunakan untuk mensterilkan bahan cair, dan


peralatan bedah yang tidak dapat disterilkan dengan pemanasan. Senyawa
ini mempunyai keuntungan karena tidak berbau dan efek iritasi terhadap
kulit dan mata lebih rendah dibanding formaldehid. Larutan glutaraldehida
2% efektif sebagai antibakteri dan spora pada pH 7,5 - 8,5. Glutaraldehida
lebih efektif daripada formaldehid dan tidak berpotensi karsinogenik
sehingga lebih banyak dipilih dalam bidan virologi.
Pada prinsipnya, turunan aldehida ini dapat digunakan dengan
spekstrum luas. Misalnya formaldehida dpat membunuh jasad renik dalam
ruangan, peralatan, dan lantai. Sedangkan glutaraldehid digunakan untuk
membunuh virus. Keunggulan turunan aldehid adalah sifatnya stabil,
persisten, dapat dibiodegradasi dan cocok dengan beberapa material
peralatan. Namun senyawa tersebut dapat mengakibatkan resistensi jasad
renik, berpotensi sebagai karsinogen dan mengakibatkan iritasi pada
sistem mukosa.

Alkohol
Alkohol dikenal memiliki sifat bakterisidal dan bakteriostatik. Efek

alkohol ini berdasarkan konsentrasi dan kondisi. Selain itu, alkohol


memiliki range yang luas terhadap antiviral, antifungal, dan antimikosal.

Metanol
Metanol atau methyl alcohol merupakan zat kimia yang dapat
mencegah polimerisasi formaldehid pada cairan embalming, dan berperan
sebagai antirefrigerant. Merupakan senyawa alkohol dengan rumus kimia
CH3OH, dengan berat molekul 32, dengan berat jenis 0,7920 - 0,7930.
Metanol merupakan bentuk alkohol paling sederhana. Pada keadaan
atmosfer berbentuk cairan yang mudah menguap, tidak bewarna, mudah
terbakar, dan beracun dengan bau khas. Metanol digunakan sebagai bahan
pendingin anti beku, pelarut, bahan bakar, dan sebagai bahan aditif bagi
industri etanol.

Etanol
Pada pengawetan, digunakan sebagai pelarut alkoholik dan agen
anti infeksi.

Isopropanol
Dibanding etanol, isopropanol merupakan germicidal dan agen
antiseptik yang lebih baik.

Phenoxyethanol
Phenoxyethanol tidak digunakan sebagai larutan pengawet pada
kebanyakan kasus, namun digunakan sebagai pembersih kelebihan
formaldehid

dari

mendeskripsikan

kadaver.

Pada

penggunaan

tahun

campuran

2005,

Nicholson

phenoxyethanol

et

al

untuk

embalming, dimana didapatkan bagian histologi dengan kualitas bagus.

Sodium nitrat
Dikenal sebagai pengawet dan digunakan sebagai tambahan untuk
mencegah pertubuhan bakteri, terutama Clotridium botulinum, untuk
mencegah botulisme dan menjaga warna.

Boric acid / sodium borat


Boric acid telah lama digunakan sebagai embalming pada firaun
Mesir. Benk Hadra et al tahun 2011 menyebutkan penggunaannya pad
b.

apengawean berperan dalam modifikasi integritas serat otot.


Germicide (desinfektan)

Fenol
Fenol atau asam karnolik, berbentuk kristal bewarna putih. Fenol
memiliki sifat bakteriostatik pada konsentrasi 0,2% dan menjadi
bakterisidal / fungsidal pada konsentrasi 1 - 1,5%. Bedino pada tahun 1994

menyebutkan penggunaan fenol sebagai desinfektan superior. Senyawa


turunan fenol yang dikenal sebagais enyawa fenolik mengandung molekul
fenol yang secara kimiawi dapat diubah. Perubahan struktur kimia tersebut
bertujuan untuk mengurangi efek iritasi kulit dan meningkatkan aktivitas
antibakteri.

Aktivitas

antimikroba

senyawa

fenolik

disebabkan

kemampuannya merusak lipid pada membran plasma mikroorganusme


sehingga menyebabkan isi sel keluar. Peningkatan sifat lipofil turunan
fenol akan meningkatkan aktivitas desinfektannya. Derivat fenol

Asam salisilat
Tujuan utama penambahan asam salisilat digunakan sebagai
antioksidan dan pengawet. Secara farmakologi, asam salisilat berperan
sebagai anti infeksi, antifungal, dan agen keratolitik pada konsentrasi
tinggi (misalnya 200%).

Sodium pentachlorophenate
Penggunaan zat kimia ini efektif sebagai baterisidal dan fungisidal.
Selain itu, penampakan visual dari orgam dan jaringan lebih baik
dibanding fenol.

Thymol
Memiliki efek baterisidal dan fungisidal,

Chinosol / Oxyquinoline
Merupakan antiseptik yang kuat.

Modifying agentst, magnesium karbonat.

Humectants and weiting agent

Gliserin
Gliserin merupakan suatu trihidroksi alkohol yang terdiri atas 3
atom karbon, jadi tiap atom karbon mempunyai gugus -OH. Satu molekul
gliserol dapat mengikat satu, dua tiga molekul asam lemak dalam bentuk
ester, yang disebut monogliserida, digliserida, dan trigliserida.
Sifat fisik dari gliserol tidak bewarna, tidak berbau, merupakan
cairan kental dengan rasa manis, densitas 1,261, titik lebih 18,2 derajat
celcius, titik didih 290 derajat celcius. Gliserol dapat diperoleh dengan
jalan penguapan, kemudian dimurnikan dengan distilasi pada tekanan
rendah. Gliserol larut baik dalam air dan tidak larut dalam eter. Gliserol
digunakan dalam industri farmasi dan kosmetika sebagai bahan dalam
preparat yang dihasilkan. Di samping itu, gliserol berguna bagi kita untuk

sintesis lemak di dalam tubuh. Gliserin meningkatkan efisiensi


formaldehid, berperan sebagai desinfekatan (13)

Ethylene glycol / (Mono - ethylene glycol)


Bahan ini digunakan untuk pelembab mayat yang telah diawetkan,
dan anti-refrigerant. Polyethylene glycol digunakan sebagai solubilizer dan
inhibitior pertumbuhan lender.

Sorbitol
Bahan ini dapat digunakan sebagai pengganti glycerine. Sorbitol
merupakan humektan yang baik dan memberi efek penghitaman jaringan
yang minimal.

Garam Inorganik
Menentukan tekanan osmotik larutan yang mempengaruhi daya
c.

difusi cairan.
Vehicles
Berperan sebagai karier, dimana campuran dengan karier ini
membantu menjaga zat-zat kimia pada saat transpor melalui sistem

d.

e.
f.
g.

sirkulasi. Terdapat dua macam, yaitu air dan alkohol.


Perfuming agents (Pewangi)
Berperan dalam negubah bau yang tidak enak. Contoh bahan yang
biasa digunakan adalah benaldehid, cloves, sassafras, lavender, rosemary.
Antikoagulan
Contohnya sodium sitrat, dan sodium oksalat.
Dyes (Pewarna)
Surfaktan

II.4.2. Pengawetan Jenazah dengan Formalin Dosis Rendah


II.4.2.1. Penggunaan Formaldehid dalam Pengawetan Jenazah
Formaldehid digunakan karena sifat bakterisidal, fungasidal, dan
insektisidal yang dimilikinya, serta kemampuan nya dalam memfiksasi jaringan
dengan baik. Kemampuan desinfetan dari formaldehid berbanding lurus dengan
konsentrasi yang digunakan dalam suatu proses pengawetan. Semakin banyak
formaldehid yang terpapar pada suatu daerah jaringan, semakin besar efek yang
timbul. Hal ini menyebabkan kebutuhan dari penggunaan formaldehid semakin
meningkat akibat distribusinya yang tidak merata. Hal tersebut menyebabkan
kecukupan dari jumlah formaldehid yang akan digunakan sangat penting untuk

mencapai pelestarian karingan tubuh yang menyeluruh. Formaldehid memiliki


kemampuan desinfektan dalam spektrum luas dalam membunuh mikroorganisme.
Formaldehid dapat membunuh organisme pembusukan jika dibawa dengan
metode yang tepat seihngga zat ini dapat menembus membran dari organismeorganisme pembusukan tersebut. Formaldehid juga dapat menjaga kelangsungan
hidup dari suatu jaringan dengan membentuk suatu senyawa kimia dengan
jaringan tersebut. Senyawa kimia ini membentuk suatu ikatan yang stabil dan
merupakan sumber makanan yang tidak adekuat bagi setiap organisme
pembusukan. Berikut adalah beberapa keuntungan penggunaan formaldehid
lainnya.

Formaldehid tidak mahal


Bersifat bakterisidal, fungisidal, insektisidal kuat sesuai konsentrasi
Cepat menghacurkan enzim autolisis
Cepat dalam mengubah protein dalam tubuh menjadi resin yang tidak larut

yang menyebabkan inhibisi dari pembusukan


Menfiksasi tubuh dengan cepat sehingga kadaver dapat diposisikan
Walaupun demikian, formaldehid juga dapat menyebabkan kekakuan

jaringan yang sangat kuat pada kadaver. Atas dasar itu, pengguaan formaldehid
pada umumnya disertai penambahan 0.025 M sodium pirofosfat, dengan ataupun
tanpa penambahan 0.001 M magnesium klorida. Dengan penambahan zat-zat ini,
otot dapat tetap lembut dan sendi lebih mudah digerakan. Selain itu, kerugian
formaldehid lainnya, yaitu, koagulasi darah, mengubah jaringan menjadi bewarna
keabuan apabila bercampur dengan darah, discoloration, dehidrasi jaringan
konstriksi kapiler, bertambah rusak dengan bertambahnya umur, dan memiliki
bau. Di samping itu, formaldehid 37% juga memiliki beberapa kerugian dalam
pengawetan mayat yang antara lain adalah :

Koagulasi darah yang sangat cepat


Mengubah warna menjadi abu-abu
Memfiksasi perubahan warna yang abnormal
Menyebabkan terjadi dehidrasi jaringan
Konstriksi dari pembuluh darah
Dapat teroksidasi menjadi asam formiat
Dapat dipecah menjadi alkohol dan garam organik pada pH basa yang kuat

Sehingga saat ini untuk mengurangi kerugian dan melindungi operator


dalam melakukan tindakan pengawetan jenazah, digunakanlah pengawetan
dengan formalin dosis rendah yaitu larutan formalin 10% dengan buffer yang
dibentuk dengan:
Formalin 37-40%
Akuadestilata
Sodium Fosfat Monobasik
Sodium Fosfat dibasic (anhidrus)

100 ml
900 ml
4 gram
6.5 gram

II.4.2.2. Penggunaan Formaldehid dalam Pembuatan Kadaver


Pengawetan mayat yang baik untuk tujuan pembelajaran anatomi terlihat
dari beberapa indikator sebagai berikut (18) :
Bertahan untuk jangka panjang dan mempertahankan struktural organ dan
jaringan dengan penyusutan atau distrorsi yang minimal.

Mencegah terjadinya overhardening, dengan mempertahankan fleksibilitas

dan kelentuan organ dalam.


Mencegah pengeringan.
Mencegah pertumbuhan jamur atau bakteri dan menyebar dalam sebuah

kadaver dan kadaver lain di ruang diseksi.


Mengurangi potensial bahaya zat ke lingkungan (penyebaran infeksi ke

embalmer dan siswa)


Retensi warna jaringan dan organ sementara dengan meminimalkan efek
oksidasi yang menghasilkan 'browning' atau warna kecoklatan.
Semua kadaver berasal dari tubuh berusia 85 94 tahun pada saat

kematian. Setelah 12 - 15 bulan postmortem kadaver dilakukan disekasi, blok


jaringan dan organ diambil untuk pemeriksaan histologi. Jaringan ditempatkan di
70% etanol, dehidrasi 95% dan etanol absolut dan tertanam untuk histologi rutin
di lilin parafin dan diperiksa menggunakan mikroskop polarisasi.
Sifat pengawet dari cairan embalming terbukti sangat baik. Anatomi
jaringan dan organ menunjukkan distrorsi struktural minimal dan jaringan tetap
elstis dan mudah untuk dibedah. Hanya terjadi sedikit pengeringan dan tidak perlu
menambahkan tambahan cairan. Warna alami jaringan dipertahankan, dan dalam
jangka panjang, tidak ada tanda 'browning; efek oksidasi. Jaringan yang biasanya
cukup sensitif terhadapat embalming, seperti otak, dapat mempertahankan warna

terang jaringan. Dan tidak ditemukan pertumbuhan jamur apapun. Histologi


jaringan tersebut mennjukkan minimal penyusutan dan tidak ada artefak
penyusutan sering terlohat di necropsies.
Dalam rangka untuk mengurangi tingkat paparan dari formaldehid lebih
jauh, telah dilakukan berupa eksperimen dengan komposisi cairan embalming dan
telah menunjukkan bahwa 0,5% formalin per tubuh masih adekuat (ini adalah
pengurangan 50% pada cairan formalin klasik). Tingkat formaldehid pada hari
dimana mayat dibuka, ketika mencapai jumlah yang terbesar, ternyata memiliki
tingkat yang sangat rendah. Kedua sampel pribadi (detektor pada jas
laboratorium) dan sampel daerah yang biasanya kurang dari 10% dari nilai yang
diijinkan 0,37 ppm. Di sana sangat sedikit bau formalin di ruang diseksi. Tingkat
formaldehid yang sangat rendah di laboratorium, memungkinkan diseksi
berkepanjangan oleh staf dan mahasiswa tanpa keluhan umum yang terkait
dengan paparan formaldehid seperti mata berair atau gangguan pada saluran
pernapasan.
Hasil percobaan di atas menunjukkan bahwa cairan embalming yang
ditambahkan dengan garam konsentrasi Dimana garam memberikan hasil jangka
panjang yang sangat baik dari kadaver dan hal ini telah dikonfirmasi secara
histologi untuk melihat di berbagai jaringan dan organ. Garam telah digunakan
selama berabad-abad karena mudah tersedia, harganya yang murah dan berguna
sebagai pengawet yang baik, dalam teknologi pangan. Kandungan garam yang
tinggi

dari

bahan

makanan,

biasanya

menyediakan

lingkungan

yang

meminimalkan bakteri dan pembusukan jamur. Ide untuk menggunakan garam


sebagai komponen utama dalah embalming berasal dari penggunaannya sebagai
pengawet makanan berabad-abad yang lalu. Jaringan otot dapat mempertahankan
elastisitasnya dan memiliki ketahanan yang cukup baik dari pertumbuhan bakteri
dan jamur.
Mekanisme dari proses pengawetan oleh garam konsentrasi tinggi ini
masih belum diketahui, tapi dipercaya bahwa kerja garam dalam cairan pengawet
mirip dengan sifat mereka pada makanan yang diolah dengan garam. Berdasarkan
gambaran histologi yang sangat baik dari necropsies, diduga bahwa garam dapat
meningkatkan sifat fiksasi dari formaldehid. Modifikasi sederhama ini menjadi

metode yang sangat baik untuk embalming untuk mengajar anatomi. Dengan
tingkat formaldehid dari laboratorium anatomi yang begitu rendah, metode ini
telah meningkatkan keselamatan dan lingkungan kerja di laboratorium pengajaran
anatomi.
II.4.2.3. Prosedur Pengawetan Jenazah dengan Formalin Dosis Rendah
Terdapat dua merode perfusi larutan ke dalam jenazah : (1) Metode aliran
gravitas dan (2) Metode pompa peristaltik. Pada metode aliran gravitasi, tekanan
positif digunakan untuk memasukkan larutan pengawet ke dalam pembuluh darah.
Alat-alat yang dibutuhkan untuk proses oengawetan adalah skalpel, gunting,
forseps, syringe pump 50 ml dengan jarum 18 G, dan kapas, pipa silikon berkaret,
2 kanul arteri dan galon plastik 15 liter.
Galon plastik dihubungan dengan katrol, sehingga galon dapat dinaikturunkan (sekitar 2-3 meter di atas lantai). Mulut dalon dipasang pipa silikon
berkaret, satu sisinya dihubungnakn dengan konektor Y atau T. Pipa 1 meter
dihubungkan dengan masing-masing konektor dan dipasang kanul pada kedua
ujung pipa. Metode yang lebih disukai adalah pompa peristaltik karena tekanan
dan jumlah cairan dapat diatur sesuai keinginan. Pompa dapat diletakkan di lantai
atau setinggi meja dan metode ini lebih cepat prosesnya (1-2 jam per kadaver).
Jasad diletakkan pada posisi supinasi pada meja dengan abduksi lengan
dan tungkai. Kapas yang telah direndam cairan pengawet dimasukkan ke seluruh
lubang pada tubuh kecuali anus untuk mencegah kebocoran. Kontainer diisi
dengan larutan pengawet 15 liter. Pada metode aliran gravitasi, galon plastik
diletakkan 2 meter di atas meja dan diikat tali. Untuk menghilangkan gelembung,
satu pipa diklem sehingga cairan keluar dari pipa satunya. Lalu prosedur yang
sama dilakukan untuk mengeluarkan pada gelembung pipa lainnya.
Larutan perngawet dialirkan ke tubuh via arteri karotis komunis. Pertama
kulit diinsisi didepan otot sternokleidomastoid sepanjang 3 inci lalu didiseksi dari
fasia menggunakan skalpel. Hindari memotong pembuluh darah selama diseksi.
Berikutnya, karotis diinsisi sepanjang 3 inci ke bawah, angkat arteri dan
masukkan skalpel atau forceps di bawahnya untuk memisahkan arteri dari struktur

lainnya. Penelitian menggunakan arteri femoralis untuk mengalirkan cairan


pengawet ke abdomen, toraks, anggota gerak, bagian otot, dan lubang-lubang di
tubuh dan melalui fisura orbita superior untuk mengawetkan otak dan bagianbagiannya.
Selanjutnya, masukkan ujung kanul dan ikat kuat dengan benang sehingga
kanul tidak lepas. Lepas klem, lalu cairan akan mengalir dengan perlahan
mengikuti gravitasi. Laju aliran dapat dilihat dari level cairan dalam kontainer.
Laju akan meningkat bertahap hingga 400 ml per menit jika ada obstruksi. Setelah
8-10 liter cairan pengawet dipompa ke dalam tubuh, perembesan cairan dari
hidung dan mulut akan terlihat. Hal ini adalah indikasi bahwa tubuh telah terisi
dengan cairan pengawet. Pemompaan lebih lanjut akan menyebabkan cairan
perfusi ke orak dan tungkai. Waktu total yang dibutuhkan untuk infus 15 liter
cairan pengawet seiktar 40 menit. Setelah proses ini, tubuh akan berubah warna
menjadi keabu-abuan dan di permukaan kulit tampak lepuhan, ini berarti perfusi
baik. Jika ada bagian tubuh yang tampak kemerahan dan terasa lunak, cairan
pengawet 50 ml dapat disuntkikkan secara manual pada tempat tersebut. Terakhir,
telapak tangan dan telapak kaki juga diinjeksi (19).
Setelah selesai, pompa dimatikan, kanul dicabut dan arteri diligasi. Kapas
yang menutupi lubang-lubang dibiarkan. Sebelum penyimpanan, kadaver
ditinggalkan selama semalam, dan hari berikutnya diobservasi apakah ada bau
atau warna yang berubah. Jika masih kemerahan, diinjeksi lagi secara manual.
Hari berikutnya, jika tubuh tidak menampakkan tanda kerusakan lagi, maka siap
untuk disimpan. Penyimpanan selama 6 bulan, dalam ruangan bersuhu 4 derajat
celcius dalam tangki penyimpanan berisi solusi formalin 5% dan gliserin 5% (19)
II.4.2.5. Kelebihan Penggunaan Formalin Dosis Rendah
Penggunaan formalin dosis rendah pada pembuatan kadaver untuk studi
kedokteran menunjukkan beberapa kelebihan, yaitu tampak warna yang lebih
terang sehingga detil morfologi dan struktur seperti otot, neurovaskular dan organ
internal lebih mudah diobservasi, dan dipelajari jika dibandingkan dengan teknik
formalin konsentrasi tinggi. Konsistensi otot dan organ dalam kadaver yang
diproses dengan teknik formalin dosis rendah yang tampak lebih gelap, basah

dalam larutan formalin, dan sturuktur-strukturnya sering sulit dibedakan satu sama
lain (20).
Secara umum, penampakan dan detil kadaver yang diawetkan dengan
formalin dosis rendah lebih baik untuk proses belajar anatomi. Dalam hal struktur
seperti pembuluh darah, otot dan saraf tampak lebih jelas dengan warna yang
lebih pucat dan tidak tampak pertumbuhan jamur. Risiko ruptur pembuluh darah
lebih kecil jika menggunakan formalin dosis rendah (5-7,5%) dibanding formalin
37% karena larutan yang lebih encer. Efek samping formaldehid pada staf, teknisi,
dan mahasiswa lebih rendah pada formalin dosis rendah. Keuntungan lainnya
formalin dosis rendah adalah harga yang lebih murah. Waktu yang dibutuhkan
untuk formalin dosis rendah juga lebih sedikit karena larutan yang masuk ke
pembuluh darah kadaver lebih encer (kurang lebih 30 menit lebih cepat dibanding
formalin 37%) (20).
II.4.2.6 Pengawetan Jenazah Mengguanakn Formaldehid dan Aromaterapi
Kita mengetahui bahwa setiap pengawetan jenazah, pastinya akan
dibalurkan juga dengan aroma terapi. Dimana aroma terapi ini bertujuan untuk
menutupi bau yang ditimbulkan setelah pengawetan jenazah dengan formaldehid.
Bau formalin yang tidak nyaman ini, tentunya menimbulkan rasa tidak nyaman
bagi siapapun yang mencium bau dari larutan formalin tersebut. Tentunya bau dari
formalin tersebut dapat dihilangkan dengan menggunakan aroma terapi.
Perlu diketahui, bahwa aroma terapi ini memainkan peranan penting dalam
praktek medikasi bagi bangsa Yahudi, Yunani, Arab, Cina, dan India, namun
berdasarkan banyak opini, aroma terapi justru berasal dari jaman Mesir kuno. Jika
melihat kebelakang, kira-kira 4500 sebelum masehi, mereka menggunakan
substansi balsam, minyak-minyak parfum, potongan rempah-rempah, dan resin,
sama seperti aroma cuka, wine, dan bir dalam pengobatan, liturgi, dan astrologi,
dan juga pengawetan (21)
Pengawetan merupakan salah satu fungsi utama dari aroma-aromatik yang
ada. Dimana badan diisi dengan parfum, resin, dan beberapa aroma-aroma lainnya
setelah pengeluaran dari organ dalam tubuhnya. Pemberian minyak esensial juga

menjadi kekuatan antiseptik yang amat kuat, dimana hal ini dibuktikan dari
jaringan-jaringan yang masih bertahan meskipun sudah berumur ribuan tahun lalu.
Pada abad ke 17, mumi-mumi di jual ke Eropa, dan dokter-dokter melalukan
distilasi terhadap mumi tersebut, dan menggunakan mumi tersebut untuk
mengetahui resep atau bahan dari pengawetan tersebut.
Berikut bahan yang biasanya dapat digunakan sebagai aroma terapi(22)

Ketone
Kelompok karboksil yang ditambahkan rantai oksigen, diantara
rantai karboniknya akan menciptakan molekul yang disebut dengan keton.
Aplikasi dari minyak-minyak keton tersebut lebih banyak digunakan
sebagai aromaterapi yang mempermudah atau meningkatkan aliran mukus
dan efek sitofilaktik. Namun demikian, banyak beberapa diantara ketone-

ketone tersebut merupakan bahan yang bersifat neurotoksik.


Aldehid
Serupa seperti ketone, aldehid merupakan kelompok karboksil,
namun tidak sama seperti ketone, oksigen mereka di tambahhkan pada

sebuah karbon yang juga terikat dengan sebuah hidrogen.


Ester
Kelompok ester terdiri dari ikatan rangkap antara karbon dan
oksigen. Ester sendiri memiliki efek langsung terhadap sistem saraf pusat

dan dapat menjadi agen spasmolitik yang kuat.


Terpene Alcohol
Oksigen biasanya ditambahkan pada molekul terpene melalui
ikatan tunggal pada kelompok hidroksil, dimana kemudian sebuah
hidrogen mengambil ikatan oksigen. Molekul dengan kelompok hidroksil
disebut alkohol. Molekul ini sangatlah cair. Terpene alcohol biasanya

digunakan sebagai antiseptik.


Cineol
Jika oksigen dihubungkan dengan dua karbon dan pada saat yang

sama oksida. Cineol disebut juga dengan aucalyptole.


Phenols
Ketika hidroksi-alkohol ditambahkan sebuah cincin benzen, maka
hasil yang akan didapatkan adalah fenol. Dimana struktur fenol terdiri dari
struktur elektropositif yang kuat dan sangat aktif.

Derivat Phenylpropane
Cinnamin dan clove sama seperti phenolic merupakan agen

antiseptik yang kuat. Kedua bahan `Eugenol merupakan bahan dasar dari
minyak clove, fungsinya yang dapat menjadi antiseptik, dan fungisidal,
serta sebagai anestesi lokal, ternyata dilaporkan memiliki hubungan
dengan proses karsinogenik. Efek yang sama juga ditunjukkan oleh
caryophellen (22)
II.5. Aspek Medikolegal
II.5.1 UNDANG UNDANG NO. 7 TAHUN 1996 TENTANG: PANGAN
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
(1) Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik
yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau
minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku
pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan
atau pembuatan makanan atau minuman.
Pasal 6
Setiap orang yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan kegiatan atau
proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan atau peredaran pangan wajib:
a. memenuhi persyaratan sanitasi, keamanan, dan atau keselamatan manusia;
b. menyelenggarakan program pemantauan sanitasi secara berkala; dan
c. menyelenggarakan pengawasan atas pemenuhan persyaratan sanitasi.
Pasal 55
Barangsiapa dengan sengaja:
a. menyelenggarakan

kegiatan

atau

proses

produksi,

penyimpanan,

pengangkutan, dan atau peredaran pangan dalam keadaan yang tidak


memenuhi persyaratan sanitasi, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8;
b. menggunakan bahan yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan
pangan atau menggunakan bahan tambahan pangan secara melampaui

ambang batas maksimal yang ditetapkan, se-bagaimana dimaksud dalam


Pasal 10 ayat (1);
c. menggunakan bahan yang dilarang digunakan sebagai kemasan pangan
dan atau bahan apa pun yang dapat melepaskan cemaran yang merugikan
atau membahayakan kesehatan manusia, sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 16 ayat (1);
d. mengedarkan pangan yang dilarang untuk diedarkan, sebagai-mana
dimaksud dalam Pasal 21 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf e;
e. memperdagangkan pangan yang tidak memenuhi standar mutu yang
diwajibkan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf a;
f. memperdagangkan pangan yang mutunya berbeda atau tidak sama dengan
mutu pangan yang dijanjikan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26
huruf b;
g. memperdagangkan pangan yang tidak memenuhi persyaratan sertifikasi
mutu pangan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf c;
h. mengganti, melabel kembali, atau menukar tanggal, bulan, dan tahun
kedaluwarsa pangan yang diedarkan, sebagaimana di-maksud dalam Pasal
32;
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling
banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
2.5.2 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN
1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian
hukum untuk memberi perlindungan kepala konsumen.
2. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia
dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain,
maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Pasal 3
Perlindungan konsumen bertujuan:

a. meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk


melindungi diri;
b. mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya
dari akses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;
c. meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan
menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
d. menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur
kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan
informasi;
e. menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan
konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam
berusaha;
f. meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan
usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan
keselamatan konsumen.
2.5.3. PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
NOMOR PER.13/MEN/X/2011 TAHUN 2011 TENTANG NILAI AMBANG
BATAS FAKTOR FISIKA DAN FAKTOR KIMIA DI TEMPAT KERJA
Pasal 12
NAB Faktor Kimia di udara tempat kerja tercantum dalam Lampiran II Peraturan
Menteri ini.
Pasal 13
(1) Pengukuran dan penilaian faktor fisika dan faktor kimia di tempat kerja
dilaksanakan oleh Pusat Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Balai Keselamatan
dan Kesehatan Kerja, serta Balai Hiperkes dan Keselamatan Kerja atau pihakpihak lain yang ditunjuk Menteri.
(2) Persyaratan pihak lain untuk dapat ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri atau Pejabat yang ditunjuk.
Pasal 14

Untuk kepentingan hukum dan pengendalian risiko bahaya di tempat kerja,


Pegawai Pengawas ketenagakerjaan dapat meminta pengurus dan/atau pengusaha
untuk memutahirkan data pengukuran faktor fisika dan faktor kimia di tempat
kerja.
Pasal 15
Pengurus dan/atau pengusaha berkewajiban melakukan pengukuran faktor fisika
dan faktor kimia di tempat kerja sesuai dengan Peraturan Menteri ini dilakukan
berdasarkan penilaian risiko dan peraturan perundangundangan yang berlaku.
Pasal 16
Pengurus dan/atau pengusaha harus melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam
Peraturan Menteri ini dan menyampaikan hasil pengukuran pada kantor yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
www.hukumonline.com
Pasal 17
NAB faktor fisika dan faktor kimia di tempat kerja dalam Peraturan Menteri ini
dapat ditinjau kembali sekurangkurangnya 3 (tiga) tahun sekali sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
NAB FAKTOR KIMIA DI UDARA TEMPAT KERJA
Penjelasan NAB Faktor Kimia
1. Definisi NAB
Nilai Ambang Batas yang selanjutnya disingkat NAB adalah standar faktor
bahaya di tempat kerja sebagai kadar/intensitas rata-rata tertimbang waktu (time
weighted average) yang dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan
penyakit atau gangguan kesehatan, dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak
melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu. Kadar Tertinggi Diperkenankan yang
selanjutnya disingkat KTD adalah kadar bahan kimia di udara tempat kerja yang

tidak boleh dilampaui meskipun dalam waktu sekejap selama tenaga kerja
melakukan pekerjaan.
2. Kegunaan NAB
NAB ini akan digunakan sebagai (pedoman) rekomendasi pada praktek
higene perusahaan dalam melakukan penatalaksanaan lingkungan kerja sebagai
upaya untuk mencegah dampaknya terhadap kesehatan. Dengan demikian NAB
antara lain dapat pula digunakan:
a. Sebagai kadar standar untuk perbandingan.
b. Sebagai pedoman untuk perencanaan proses produksi dan perencanaan
teknologi pengendalian bahaya-bahaya di lingkungan kerja.
c. Menentukan pengendalian bahan proses produksi terhadap bahan yang
lebih beracun dengan bahan yang sangat beracun.
d. Membantu menentukan diagnosis gangguan kesehatan, timbulnya
penyakit penyakit dan hambatan-hambatan efisiensi kerja akibat faktor kimiawi
dengan bantuan pemeriksaan biologik
2.5.3. BAHAN TAMBAHAN PANGAN YANG TIDAK DIIZINKAN UNTUK
DIGUNAKAN PADA MAKANAN BERDASARKAN PERMENKES NO.
722/MENKES/PER/IX/1988
1. Natrium tetraborat (boraks)
2. Formalin (formaldehyd)
3. Minyak nabati yang dibrominasi (brominated vegetable oils)
4. Kloramfenikol (chloramphenicol)
5. Kalium klorat (potassium chlorate)
6. Dietilpirokarbonat (diethylepirokarbonate DEPC)
7. Nitrofurazon (nitrofurazone)
8. P-Phenetilkarbamida (p-phenethycarbamide, dulcin, 4-ethoxyphenyl urea)
9. Asam salisilat dan garamnya (salicylic acid andm its salt)
10. Rhodamin B (pewarna merah)
11. Methanil yellow (pewarna kuning)
12. Dulsin (pemanis sintesis)
13. Potasium bromat (pengeras).

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
1. Formalin mempunyai beberapa fungsi diantaranya untuk industri sintesis,
kosmetik, fungisida, tekstil, dan cairan pengawet
2. Keracunan formalin dapat terjadi melalui 4 cara : inhalasi, ingesti, kontak
kulit dan melalui kontak mata
3. Efek akut keracunan formalin pada manusia dapat mengiritasi saluran
nafas atas (inhalasi), memproduksi iritasi pada mata

dengan gejala

terbakar , gatal kemerahan dan mata berair (mata), iritasi pada kulit dan
dermatitis

kontak alergi (kulit), gangguan berat pada saluran cerna

(ingesti),
4. Efek kronik keracunan formalin dapat meningkatkan resiko kanker
hidung, sinus, nasofaringeal, orofaringeal dan paru. Pada pemeriksaan
postmortem pada otak yang paling sering terkena adalah putamen dan
nervus optikus.
5. Ambang batas yang ditentukan oleh American Conference of Govermental
and Industrial Hygienist (ACGIH) yaitu 0,4 ppm, National Institute for
Occupational Safety and Health (NIOSH) yaitu 0,016 ppm selama periode
8 jam dan 0,1 ppm selama periode 15 menit, international Programme on
Chemical Safety (IPCS) yaitu 0,1 ml/L atau 0,2 mg perhari dalam air
minum dan 1,5 mg-14 mg perhari dalam makanan. Penelitian WHO
menyebutkan kadar formalin baru akan menimbulkan toksifikasi atau
pengaruh negatif jika mencapai 6 gram.

4.2 Saran
1. Kurangnya informasi mengenai formalin dan menurt data yang ada
insidensi keracunan formalin di masyarakat luas masih seperti gunung es,
tidak semua kasus keracunan ofrmalin dilaporkan sehingga total kasus
keracunan formalin sangat sedikit diketahui. Sehingga perlu lebih banyak lagi
penelitian epidemiologi mengenai keracunan formalin tersebut

Daftar Pustaka
1. James H. Bedino, Embalming Chemistry: Glutaraldehyde Versus
Formaldehyde. Expanding Encyclopedia In Mortuary Practice. 2003
2. Toxicity of Ingested Formalin. Pandey, C.K, et.al, 360-66, India. Nature
America, 2000. Vol, 19.
3. Fc, Lu Toksikologi, Dasep Aas, Organ Sasaran dan Penentuan Resiko,
Jakarta:Universitas Indonesia, 2006 hal 380-1. Vol 2.
4. Toxicological Profile for Formaldehid, Atlanta, USA : U.S Department of
Health and Human Services Agency for Toxycity Substances, 1999.
5. J. Sudiono, et al. Ilmu Patologi. Jakarta: Buku kedokteran EGC, 2003. Hal
4-5.
6. Siregar
Y.
Formalin.
Universitas
Sumatera
Utara.
2012
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31027/3/Chapter
%20II.pdf.
7. Medical Management Guidelines for Formaldehyde (HCHO).
Agency for toxic substance and disease registry.
http://www.atsdr.cdc.gov/MHMI/mmg111.pdf
8. Word Health organization. Formaldehyde. Geneva. Word Health
Organization; 2002.p.38
9. Mohamed El-Ashtokhy M, Ahmed HM and Ibrahim OY. Anatomical and
histological effects of formaldehyde inhalation on the lung of albino rat.
Journal
of
America
Science;2012;8(9).
Diunduh
dari
:
http://www.jofamericanscience.org/journals/amsci/am0809/057_10494am0809_395_404.pdf
10. Medical Management Guidelines for Formaldehyde (HCHO).
Agency for toxic substance and disease registry.
http://www.atsdr.cdc.gov/MHMI/mmg111.pdf
11. Lian CB and Ngeow W. The adverse effect of formalin: a warning against
mishandling. Volume 7. Malaya: Annal dent univ malaya.2000. p56-58
12. Songur A et al. The toxic effect of formaldehyde on the nervous system
anatomi. Diunduh dari: http://www. Anatomidernegi.org/belge/the
%20toxic%20effect%20formaldehyde.pdf
13. Mayer, RG. Embalming history, theory, and practice. 4th edition.
McGraw-Hill : New York, 2006; 25-8.
14. Atmadja DS. Pengawetan jenazah dan aspek medikolegalnya. Majalah
Kedokteran Indonesia. 2002; 52 (8) : 293-7. Diunduh dari
http://isjd.pdii.lipi.go.id. 31 Oktober 2015.
15. Tim Permata Press. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Permata Press : Jakarta, 2008.
16. Brenner E. Human body preservation-old and new techniques. J.Anat.
2014; 224, pp 316-44.
17. Larson, E. Monitoring hand hygiene. American Journal of Infection
Control. 2013. 41(2) : 43-5.

18. Coleman R, Kogan I. An improved low-formaldehid embalming fluid to


preserve kadavers for anatomy teaching. J.Anat.1998 : 192; 443-6.
19. Kalanjati VP, et al. The use of lower formalin-containing embalming
solution for anatomy kadaver preparation. Med J Indones. 2012: 21(4);
204-7.
20. Brenner E. Human body preservation-old and new techniques. J.Anat.
2014; 224, pp 316-44.
21. Ryman D. The aromatheraphy handbook; Chapter two : aromatic in
history. C.W. Daniel Company Limited : London, 1989.
22. Lavabre M. Aromatheraphy workbook. Healing Art Press : Rochester,
1990.p.3-9,32-7.
23.
24. Budiyanto, Arif. Dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Bagian
Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
25. Fitriana, Alvionita. 2015. Forensic Toxicology. J Majority. Volume 4
Nomor 4
26. Budiawan. 2008. Peran Toksikologi Forensik Dalam Mengungkap Kasus
Keracunan dan Pencemaran Lingkungan. Indonesian Journal of Legal
Forensic Scienc. I (I) : 35-39
27. Wirasuta, I Made Agus. 2008. Analisis Toksikologi Forensik. Bukit
Jimbaran: Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Udayana
28. Dharma, Mohan. dkk. 2008. Investigasi Kematian dengan Toksikologi
Forensik. Pekan baru: Fakultas Kedokteran Universitas Riau

Você também pode gostar