Você está na página 1de 32

LAPORAN KASUS ANESTHESIA

CONGESTIVE HEART FAILURE DENGAN SYOK


KARDIOGENIK

Pembimbing :
dr. Wignyo Santoso, sp.An(KIC)

Disusun Oleh :
Ratih Kumala Dewi 01.210.6256
Dwi Rapitasari

01.211.6370

Dzikril Hakim 01.211.6373


Eko Deskurniawan 01.211.6376
Elfin Naimatul H 01.211. 6377

FAKULTAS KEDOKTERAN UNISSULA SEMARANG


KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ANESTESI
RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG
2015

LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS ANESTHESIA
CONGESTIVE HEART FAILURE DENGAN SYOK
KARDIOGENIK

Presentasi kasus ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu prasyarat
kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Anestesi Rumah Sakit Islam Sultan Agung
Semarang

Semarang, 17 Desember 2015


Mengetahui,
Pembimbing

dr. Wignyo Santoso sp.An(KIC)

PRAKATA
Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya,
penulis dapat menyelesaikan

LAPORAN KASUS
CONGESTIVE HEART FAILURE DENGAN SYOK
KARDIOGENIK

Tugas ini disusun dalam rangka memenuhi syarat dalam mengikuti


kegiatan kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Anestesi RS Islam Sultan Agung
Semarang serta menjadi bahan kajian ilmu anestesi.
Pada kesempatan ini penulis turut mengucapkan terimakasih kepada
pihak-pihak yang telah membantu penyusunan makalah laporan kasus ini, kepada :

1. dr.Wignyo Santoso,sp.An(KIC) sebagai dokter pembimbing


2. Teman-teman dokter muda kepaniteraan klinik Ilmu Anestesi
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih memiliki
keterbatasan. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangatlah penulis
harapkan. Besar harapan penulis, laporan ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak.
Semarang, 17 Desember 2015

Penulis

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Gagal jantung merupakan salah satu penyakit kardiovaskular dengan
prevalensi yang terus meningkat. Gagal jantung mempengaruhi lebih dari
5.2 juta pernduduk amerika, dan lebih dari 550,000 kasus baru yang
didiagnosis tiap tahunnya. Tiap tahunnya gagal jantung bertanggung jawab
terhadap hampir 1 juta hospitalisasi. Mortalitas rata rata rawatan yang
dilaporkan pada 3 hari, 12 bulan, dan 5 tahun pada pasien yang dirawat di
rumah sakit masing masing adalah 12%, 33%, dan 50%. Rata rata yang
mengalami hospitalisasi kembali adalah 47% dalam 9 bulan. Data dari RS.
Kariadi Semarang didapatkan 48 pasien CHF yang dirawat di HCU dan
ICU, 44 (92%) pasien meninggal dunia dan 4 (8%) pasien keluar hidup.
Pasien CHF terbanyak pada usia 41-60 tahun sebanyak 18 (40,9%) pasien.
Pasien yang meninggal dengan bantuan ventilator sebanyak 36 (75%).
Indikasi masuk pasien CHF ke HCU dan ICU disebabkan oleh sesak nafas
sebanyak 33 (75%) pasien, nyeri dada sebanyak 8 (18,2%) pasien,
penurunan kesadaran sebanyak 3 (6,8%) pasien. Penyebab kematian pasien
CHF karena syok kardiogenik 14 (31,8%) pasien, diikuti syok septik 11
(25%) pasien.
Beban ekonomi terhadap gagal jantung masih besar. Pada tahun 2007,
biaya langsung dan tidak langsung yang dialokasikan untuk gagal jantung
adalah 33.2 juta dolar. Biaya hospitalisasi untuk bagian yang lebih besar
sekitar 54%.
Kurangnya kepatuhan terhadap rekomendasi diet atau terapi obat
merupakan penyebab paling umum dimana pasien gagal jantung masuk ke
instalasi gawat darurat. Sekitar sepertiga kunjungan ke instalasi gawat
darurat merupakan akibat ketidakpatuhan tersebut.
Data yang diperoleh dari beberapa studi mengenai beberapa
penggolongan klinis terhadap pasien gagal jantung yang dirawat di rumah
sakit dengan perburukan gagal jantung. Studi ini menunjukan bahwa
mayoritas pasien yang dirawat dengan gagal jantung memiliki bukti

hipertensi sistemik pada saat masuk rumah sakit dan umumnya mengalami
left ventricular ejection fraction (LVEF).

1.2 LAPORAN KASUS


1. Indentitas Pasien
Nama
Jenis kelamin
Umur
Tanggal lahir
Status
Agama
Suku Bangsa
Pekerjaan
Alamat
Tanggal masuk
Tanggal Periksa
No. CM
Ruang

: Ny. M
: Perempuan
: 73 tahun
: 11/06/1942
: Menikah
: Islam
: Indonesia
:: Jetak Kembang RT Sunggingan Kudus
: 10 Desember 2015
: 13 Desember 2015
: 012.71.473
: ICU RS Sultan Agung Semarang

Pasien Ny. M (73 th) Datang ke IGD Rumah Sakit pada tanggal 09
Desember 2015 dengan keluhan nyeri ulu hati, perih, perut begah serta
dengan riwayat opname di Hermina tanggal 15 November 21 November
2015 dengan keluhan yang sama. Kemudian pasien dinyatakan dirawat di
bangsal ruang Firdaus dengan alasan rawat adanya keluhan diatas serta
dengan diagnosa masuk NSTEMI, Dyspepsia , Emesis Frequent,CHF Nyha
III.
Pada tanggal 10 desember 2015 Jam 15.00 hemodinamik pasien tidak
stabil. Sehingga dinyatakan pindah ruang perawatan dari ruang Firdaus ke
ruang ICU dengan data sebagai berikut:
A. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum

: Cukup

Kesadaran

: Somnolen, GCS 15

BB/TB

: 80 kg /167 cm

Golongan Darah /Rh

: B/positif

Tekanan darah

: 48/30 mmHg

Suhu

: 36 C

Nadi

: 64 x/menit

Keluhan

: Lemes

Riwayat Penyakit

: Jantung, Hipertensi

Riwayat alergi

: Penicilin

Alasan pindah Ruang

: Hipotensi

Asal Ruangan

: Firdaus/802

DPJP

: dr.Pipin Sp.JP

Dokter Konsulen 1

: dr. Lusito Sp.PD

B. Pemeriksaan Diagnostik yang sudah dilakukan


-

EKG

Laboratorium 10/12/2015
HEMATOLOGI : Darah Rutin 1
Pemeriksaan
Hemoglobin
Hematokrit

Hasil
15,3
47.6

Satuan
g/dl
%
7

Nilai Rujukan
11,7-15.5
33-45

Leukosit
Trombosit

7.1
321

Ribu/uL
Ribu/uL

3.6-11.0
150-440

LABORATOIUM KIMIA DARAH


Pemeriksaan
GDS
Ureum
Creatinin Darah
Natrium
Kalium
Chloride
Calcium
Troponin
1

Hasil
139
31
1.93
133.4
3.76
96-6
10.0
<0.01

Satuan
Mg/dl
Mg/dl
Mg/dl
Mmol/L
Mmol/L
Mmol/L
Mg/dl
Ug/L

Nilai Rujukan
75-110
10-50
0.5-0.9
135-147
3.5-5
95-105
8.8-10.8
<0.01

Ultra
HbsAg

Non Reaktif

Non Reaktif

Kualitatif
Cholesterol
Trigliserida
HDL cholesterol
LDL

187
195
36
131

Mg/dl
Mg/dl
Mg/dl
Mg/dl

<200
<160
37-92
60-130

Cholesterol
Uric Acid
Albumin

15.2
3.53

Mg/dl
Ug/L

2.6-5.7
<0.01

ECHOCARDIOGRAPHY

Kesan Echocardiography

FOTO RONTGEN THORAX

Kesan Rontgen Thorax:

C. Diagnosis Masuk : NSTEMI, CHF, IHD,Dyspepsia


D. Tindakan Medis yang Sudah dilakukan

10

Infus

: RL 10 tpm

Obat Injeksi

1. Furosemid 2x1A 20
2. Pantoprazole 2x 1A 30
3. Dobutamin 5 ug/kgBB/menit
-

Obat Oral

1. Cedocard 3x 5mg
2. Cardiocom 1x150 mg
3. Spironolacton 1x 25 mg
4. Digoxin 1x 0,25 mg
5. Zypraz 1x1 (0,5)
6. CPG 1x1 75 mg
7. Aspilet 1x1 80 mg
8. Antasid 3x1 C
9. Atosvastatin 1x40 mg
II. FOLLOW UP RUANGAN ICU
Tanggal 13/12/2015
Jam

07.

08.

09.

10.

11.0 12.

13.

14.

15.

16.

17.

18.

19.0

BP

00
79/

00
98/

00
75/

00
117

0
100

00
103

00
105

00
64/

00
102

00
118

00
136

00
109

0
117/

RR
HR

43
18
97

54
21
10

43
17
85

/58
17
87

/61
18
91

/55
18
95

/76
20
97

43
17
96

/57
17
88

/66
16
81

/85
13
94

/73
16
93

85
14
92

SPO2

99

0
10

98

99

99

99

99

99

99

99

99

99

100

GCS
PUPI

%
15
2/2

0%
15
2/2

%
15
2/2

%
15
2/2

%
15
2/2

%
15
2/2

%
15
2/2

%
15
2/2

%
15
2/2

%
15
2/2

%
15
2/2

%
15
2/2

%
15
2/2

+/+ +/+ +/+


35, 36, 35,

+/+
35,

+/+
35,

+/+
35,

+/+
35,

+/+
35,

+/+
35,

+/+
35,

+/+
35.

+/+
35,

+/+
35,9

5C 8C 8C
: Cukup

7C

5C

5C

5C

9C

9C

9C 1C 4C
Keadaan Umum
Kesadaran

: Composmentis, GCS 15

Status Generalis
Kepala
11

Bentuk: Normocephal
Mata: Edema palpebra -/- ; CA-/- SI -/Telinga: dbn
Hidung: dbn, terpasang NRM (+)
Mulut: Bibir sianosis (-),
Gigi: tidak diperiksa

Leher : Tidak ada pembesaran KGB leher, JVP meningkat > 4 cm


Thorax

Bentuk: Normochest
Paru
Inspeksi
: Pergerakan dada simetris kanan-kiri
Palpasi
: Vocal fremitus (+/+)
Perkusi
: Sonor di kedua lapang paru, redup bibasal
Auskultasi
: Suara vesikular +/+, ronkhi+ -/+ -, wheezing -/Jantung
Inspeksi
: Ictus cordis tidak nampak
Palpasi
: Ictus cordis tidak teraba
Perkusi
:
Batas kanan jantung : di linea parasternal kanan ICS
VI, Batas kiri jantung : di linea anterior aksilaris kiri
ICS VI
Batas jantung Atas
: linea parasternal kiri ICS II,
Batas pinggang jantung: di linea parasternal kiri ICS
Auskultasi

II.
: S1-S2 ireguler, S3, S2>S1, Murmur (-), Galoop(-)

Abdomen :
Inspeksi

: Kesan cembung

Auskultasi

: BU (+)

Palpasi

: Supel, nyeri tekan seluruh lapang abdomen(+),


defans muskular (+) undulasi (-), shifting dullness (-),
hepar-lien tidak teraba

Perkusi
Genitalia

: Timpani di seluruh regio abdominal


: dbn

Ekstremitas:

Akral dingin
Edema

Sianosis

- + +
-

12

- Capillary refill > 2 detik

FOTO RONTGEN

LABORATORIUM :
Pemeriksaan
Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit

Hasil
13.5
43.3
6.0

Satuan
g/dl
%
Ribu/uL
13

Nilai Rujukan
11,7-15.5
33-45
3.6-11.0

Trombosit
GDS
Ureum
Creatinin Darah
Natrium
Kalium
Chloride
Calcium
Troponin 1 Ultra
HbsAg Kualitatif
Magnesium
SGOT
SGPT

276
93
41
2.52
131.5
3.50
96.8
9.1
<0.01
Non Reaktif
2.0
72
73

Diagnosis Perawatan :
1. NSTEMI
2. CHF
3. IHD
4. Dyspepsia
5. Syok Kardiogenik
6. Gambaran Infiltrat Berkurang
7. Oedem Pulmo
8. Kardiomegali
Terapi Perawatan :
Diit

: Bubur Jantung

Obat-Obatan :
1. Cedocard

3x5 mg

2. Spironolacton 1x25 mg
3. Candisartan

1x8 mg

4. Digoxin

1x0,25 mg

5. CPG

1x 35 mg

6. Aspilet

1x80 mg

7. Antasid

3x1 C

14

Ribu/uL
Mg/dl
Mg/dl
Mg/dl
Mmol/L
Mmol/L
Mmol/L
Mg/dl
Ug/L
Mg/dl
U/l
U/l

150-440
75-110
10-50
0.5-0.9
135-147
3.5-5
95-105
8.8-10.8
<0.01
Non Reaktif
1.6-2.6
0-35
0-35

8. Atrovastatin
Injeksi

1x40 mg

1. Furosemid

2x1 Amp.

2. Pantoprazol

40mg/12 Jam

3. Ondancetron 2x4 mg
4. Arixtra

1x2.5 mg

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1.

Definisi
Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa
kelainan fungsi jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah
secara adekuat ke seluruh tubuh untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan
oksigen dan nutrisi atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian
volume diastolik secara abnormal. Penamaan gagal jantung kongestif yang
sering digunakan kalau terjadi gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan.
Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk mempertahankan
curah jantung dalam memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Apabila
tekanan pengisian ini meningkat, dapat mengakibatkan terjadinya edema
paru dan bendungan pada sistem vena, maka keadaan ini disebut gagal
jantung kongestif.

2.1.2.

Etiologi Gagal Jantung Kongestif


Mekanisme yang mendasari terjadinya gagal jantung kongestif

meliputi gangguan kemampuan konteraktilitas jantung, yang menyebabkan


curah jantung lebih rendah dari curah jantung normal. Tetapi pada gagal
jantung dengan masalah yang utama terjadi adalah kerusakan serabut otot
jantung, volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih dapat

15

dipertahankan. Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada


setiap kontraksi yang tergantung pada tiga faktor yaitu:

Preload adalah jumlah darah yang mengisi jantung berbanding


langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya

regangan serabut otot jantung.


Kontraktillitas mengacu pada perubahan kekuatan konteraksi yang
terjadi pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan

panjang serabut jantung dan kadar kalsium


Afterload mengacu pada besarnya tekanan venterikel yang harus
dihasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan
yang ditimbulkan oleh tekanan arteriol.
Pada gagal jantung, jika salah satu atau lebih faktor ini terganggu,

maka curah jantung akan berkurang.


-

Gagal Jantung Kiri


Kongestif paru terjadi pada venterikel kiri, karena ventrikel kiri

tidak mampu memompa darah yang datang dari paru. Peningkatan tekanan
dalam sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong ke jaringan paru.
Manifestasi klinis yang dapat terjadi meliputi dispnoe, batuk, mudah lelah,
denyut jantung cepat (takikardi) dengan bunyi S3, kecemasan dan
kegelisahan.
-

Gagal Jantung Kanan


Bila ventrikel kanan gagal memompakan darah, maka yang

menonjol adalah kongestif visera dan jaringan perifer. Hal ini terjadi
karena sisi kanan jantung tidak mampu mengosongkan volume darah
dengan adekuat sehingga tidak dapat mengakomodasi semua darah yang
secara normal kembali dari sirkulasi vena.
Manifestasi klinis yang tampak meliputi edema ekstremitas bawah,
yang biasanya merupakan pitting edema, pertambahan berat badan,
hepatomegali (pembesaran hepar), distensi vena jugularis, asites, anoreksia
dan mual, nokturia dan lemah. Gagal jantung paling sering disebabkan oleh
gagal kontraktilitas miokard, seperti yang terjadi pada infark miokard,
hipertensi lama atau kardiomiopati. Faktor etiologi :

16

Hipertensi (10-15%)

Kardiomiopati (dilatasi, hipertrofik, restriktif)

Penyakit katup jantung (mitral dan aorta)

Kongenital ( ASD, VSD)

Alkohol

Obat-obatan

Kondisi curah jantung tinggi

Perikard (konstriksi atau efusi)

Gagal jantung kanan (hipertensi paru)


Faktor resiko independen untuk terjadinya gagal jantung serupa dengan

faktor resiko pada penyakit jantung koroner (peningkatan kolesterol,


hipertensi, dan diabetes).
2.1.3.

Klasifikasi

a. Gagal jantung sistolik dan diastolik


Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi
jantung memompa sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan
kelemahan, fatik, kemampuan aktivitas fisik menurun dan gejala
hipoperfusi lainnya. Gagal jantung diastolik adalah gangguan relaksasi
dan gangguan pengisian ventrikel. Gagal jantung diastolik didefinisikan
sebagai gagal jantung dengan fraksi ejeksi lebih dari 50%.
b. Gagal jantung akut dan kronik
Salah satu contoh gagal jantung akut adalah robekan daun katup
secara tiba-tiba akibat endokarditis, trauma atau infark miokard luas.
Curah jantung yang menurun secara tiba2 menyebabkan penurunan
tekanan darah tanpa disertai edema perifer. Sedangkan, contoh gagal
jantung kronik adalah kardiomiopati dilatasi atau kelainan multivalvular
yang terjadi secara perlahan lahan. Kongesti perifer sangat mencolok,
namun tekanan darah masih terpelihara dengan baik.
c. Low output and high output heart failure
Low

output

heart

failure

disebabkan

oleh

hipertensi,

kardiomiopati dilatasi, kelainan katup dan perikard.High output heart

17

failure ditemukan pada penurunan resistensi vaskular sistemik seperti


hipertiroidism, anemia, kehamilan, fistula A-V, beri2 dan penyakit
paget. Secara praktis kedua kelainan ini susah dibedakan.
d. Gagal jantung kanan dan kiri
Gagal jantung kanan terjadi kalau kelainannya melemahkan
ventrikel kanan seperti pada hipertensi pulmonal primer atau sekunder,
tromboemboli paru kronik sehinggan terjadi kongesti vena sistemik
yang menyebabkan edema perifer, hepatomegali dan istensil vena
jugularis.
Gagal jantung kiri akibat kelemahan ventrikel, meningkatkan
tekanan vena pulmonalis dan paru menyebabkan pasien sesak napas dan
orthopnea.
e. Gagal jantung kongestif
Secara klinis hal ini tampak sebagai suatu keadaan dimana penderita
sesak napas disertai gejala bendungan cairan di vena jugularis, hepatomegali,
splenomegali, asites dan edema perifer. Gagal jantung kongestive biasanya
dimulai dari gagal jantung kiri terlebih dahulu dan secara lambat dalam jangka
panjang diikuti dengan gagal gagal jantung kanan.
2.1.4.

Patofisiologi
Pompa yang tidak adekuat dari jantung merupakan dasar terjadinya
gagal jantung. Pompa yang lemah tidak dapat memenuhi keperluan terusmenerus dari tubuh akan oksigen dan zat nutrisi. Sebagai reaksi dari hal
tersebut, awalnya dinding jantung merentang untuk menahan lebih banyak
darah karena hal ini, maka otot jantung menebal untuk memompa lebih
kuat. Sementara itu ginjal menyebabkan tubuh menahan cairan dan
sodium. Ini menambah jumlah darah yang beredar melalui jantung dan
pembuluh darah. Hal ini menyebabkan kenaikkan yang progresif pada
tekanan pengisian sistemik rata-rata dimana tekanan atrium kanan
meningkat sampai akhirnya jantung mengalami peregangan yang
berlebihan atau menjadi sangat edema sehingga tidak mampu memompa
darah yang sedang sekalipun. Tubuh kemudian mencoba untuk
berkompensasi dengan melepaskan hormon yang membuat jantung bekerja
lebih keras. Dengan berlalunya waktu, mekanisme pengganti ini gagal dan
gejala-gejala gagal jantung mulai timbul. Seperti gelang karet yang

18

direntang berlebihan, maka kemampuan jantung untuk merentang dan


mengerut kembali akan berkurang. Otot jantung menjadi terentang secara
berlebihan dan tidak dapat memompa darah secara efisien. Penurunan
kontraksi ventrikel akan diikuti penurunan curah jantung yang selanjutnya
terjadi penurunan tekanan darah, dan penurunan volume darah arteri yang
efektif. Hal ini akan merangsang mekanisme kompensasi neurohurmoral.
Vasokontriksi dan retensi air untuk sementara waktu akan meningkatkan
tekanan darah, sedangkan peningkatan preload akan meningkatkan
kontraksi jantung melalui hukum Frank Starling.
Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung mencakup
keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal (regurgitasi aorta, cacat
septum vertikel), beban akhir (stenosis aorta, hipertensi sistemik), atau
menurunkan

kontraktilitas

miokardium

(infark

miokardium,

kardiomiopati). Selain dari ketiga mekanisme fisiologis tersebut, ada


faktor-faktor fisiologis lain yang dapat juga mengakibatkan jantung gagal
bekerja sebagai pompa, seperti stenosis katup atrioventrikularis

dapat

mengganggu pengisian ventrikel, perikarditis konstriktif dan tamponade


jantung dapat mengganggu pengisian ventrikel dan ejeksi ventrikel,
sehingga menyebabkan gagal jantung.
Sebagai respon terhadap gagal jantung, ada 3 mekanisme primer
terjadi yaitu:

1.

meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis

2.

meningkatnya beban awal akibat aktivasi sistem

renin-angiotensin-aldosteron
3.

hipertrofi ventrikel.
Ketiga respon kompensatorik ini mencerminkan usaha untuk

mempertahankan curah jantung. Mekanisme ini mungkin memadai


untuk mempertahankan curah jantung pada awal perjalanan gagal
jantung. Namun, dengan berlanjutnya gagal jantung kompensasi
menjadi kurang efektif. Sekresi neurohormonal sebagai respon
terhadap gagal jantung antara lain :

1. Norepinephrine menyebabkan vasokontriksi, meningkatkan


denyut jantung, dan toksisitas miosit
19

2. Angiotensin
3.
4.
5.
6.
7.

II

menyebabkan

vasokontriksi,

stimulasi

aldosteron, dan mengaktifkan saraf simpatis


Aldosteron menyebabkan retensi air dan sodium
Endothelin menyebabkan vasokontriksi dan toksisitas miosit
Vasopresin menyebabkan vasokontriktor dan resorbsi air
TNF merupakan toksisitas langsung miosit
ANP menyebabkan vasodilatasi, ekresi sodium, dan efek

antiproliferatif pada miosit


8. Interleukin-1 dan interleukin-6 bersifat toksis terhadap
miosit.
Gangguan kontraktilitas miokardium ventrikel kiri yang
menurun

pada

gagal

jantung akan mengganggu

kemampuan

pengosongan ventrikel, sehingga volume residu ventrikel menjadi


meningkat akibat berkurangnya stroke volume yang diejeksikan oleh
ventrikel kiri tersebut. Dengan meningkatnya EDV (End Diastolic
Volume), maka terjadi pula peningkatan LVEDP (Left Ventricle End
Diastolic Pressure), yang mana derajat peningkatannya bergantung
pada kelenturan ventrikel. Oleh karena selama diastole atrium
dan

ventrikel berhubungan langsung, maka peningkatan LVEDP

akan meningkatkan LAP (Left Atrium Pressure), sehingga tekanan


kapiler dan vena paru-paru juga akan meningkat. Jika tekanan
hidrostatik di kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik vaskular,
maka akan terjadi transudasi cairan ke interstitial dan bila cairan
tersebut merembes ke dalam alveoli, terjadilah edema paru-paru.
Peningkatan tekanan vena paru yang kronis dapat meningkatkan
tekanan arteri paru yang disebut dengan hipertensi pulmoner, yang
mana hipertensi pulmoner akan meningkatkan tahanan terhadap ejeksi
ventrikel kanan. Bila proses yang terjadi pada jantung kiri juga terjadi
pada jantung kanan, akhirnya akan terjadi kongesti sistemik dan
edema.

20

2.1.5.

Gejala
Penderita gagal jantung yang tidak terkompensasi akan

merasakan lelah dan lemah jika melakukan aktivitas fisik karena ototototnya tidak mendapatkan jumlah darah yang cukup. Pembengkakan
juga menyebabkan berbagai gejala. Selain dipengaruhi oleh gaya
gravitasi, lokasi dan efek pembengkakan juga dipengaruhi oleh sisi
jantung yang mengalami gangguan. Gagal jantung kanan cenderung
mengakibatkan pengumpulan darah yang mengalir ke bagian kanan
jantung. Hal ini menyebabkan terjadinya ascites, hepatomegali, dan
oedem tungkai.
Gambaran klinis gagal jantung secara umum:

Dispnea, atau perasaan sulit bernafas adalah manifestasi yang paling


umum dari gagal jantung. Dispnea disebabkan oleh peningkatan
kerja

pernafasan

akibat

kongesti

vaskular

paru-paru

yang

mengurangi kelenturan paru-paru. Meningkatnya tahanan aliran


udara juga menimbulkan dispnea. Dispnea saat beraktivitas

menunjukkan gejala awal dari gagal jantung kiri.


Ortopnea, atau dispnea pada posisi berbaring, terutama disebabkan
oleh redistribusi aliran darah dari bagian-bagian tubuh yang di
21

bawah ke arah sirkulasi sentral. Reabsorpsi dari cairan interstitial


dari ekstremitas bawah juga akan menyebabkan kongesti vaskular

paru-paru lebih lanjut.


Dispnea nokturnal paroksismal (PND) atau mendadak terbangun
karena dispnea, dipicu oleh perkembangan edema paru-paru
interstitial. PND merupakan manifestasi yang lebih spesifik dari

gagal jantung kiri daripada dispnea atau ortopnea.


Asma kardial adalah mengi akibat bronkospasme dan terjadi pada

waktu malam atau karena aktivitas fisik.


Batuk non produktif juga dapat terjadi sekunder dari kongesti paruparu, terutama pada posisi berbaring. Terjadinya ronki akibat
transudasi cairan paru-paru adalah ciri khas dari gagal jantung, ronki
pada awalnya terdengar di bagian bawah paru-paru sesuai pengaruh

gaya gravitasi.
Hemoptisis dapat disebabkan oleh perdarahan vena bronkial

sekunder dari distensi vena.


Distensi atrium atau vena pulmonalis dapat menyebabkan kompresi
esophagus dan disfagia atau kesulitan menelan.

2.1.6. Diagnosis
Kriteria diagnosis CHF kiri dan kanan menurut Framingham yaitu:
Kriteria Mayor
Paroksismal nocturnal

Kriteria Minor
dispnea Udema tungkai

(PND)

Batuk malam hari

Distensi vena leher

Dispnea saat aktivitas

Ronki basah

Hepatomegali

Kardiomegali

Efusi pleura

Udem paru akut

Penurunan kapasitas vital 1/3 dari

S3 gallop

maksimum

Peningkatan tekanan vena >16 cm Takikardia (>120 x/menit)


of water
Waktu sirkulasi > 25 detik
Hepatojugular refluks positif
Hidrotoraks

22

Kriteria mayor atau minor:


-

Penurunan berat badan > 4,5 kg dalam 5 hari pengobatan

Suatu diagnosis yang pasti dari CHF memerlukan 2 kriteria mayor,


atau 1 kriteria mayor + 2 kriteria minor yang terjadi bersamaan
Klasifikasi fungsional CHF berdasarkan NYHA (New York Heart

Association):
Kelas 1: Tidak ada limitasi aktivitas fisik. Tidak timul sesak napas,
rasa lelah, atau palpitasi dengan aktivitas biasa.
Kelas II: Sedikit limitasi aktivitas fisik. Timbul rasa lelah, palpitasi,
dan sesak napas dengan aktivitas fisik biasa, tetapi nyaman sewaktu
istirahat.
Kelas III: Aktivitas fisik sangat terbatas. Aktivitas fisik kurang dari
biasa sudah menimbulkan gejala, tetapi nyaman sewaktu istirahat.
Kelas IV: Gejala-gejala sudah ada sewaktu istirahat, dan aktivitas fisik
sedikit saja akan memperberat gejala.
2.1.7. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Rontgen thorax
Nilai besar jantung, ada/tidaknya edema paru dan efusi
pleura. Tetapi banyak juga pasien CHF tanpa disertai kardiomegali.
2. Pemeriksaan EKG
Nilai ritmenya, apakah ada tanda dari pembesaran ventrikel kiri,
infark miokard dan bundle branch block.
3. Echocardiography
Mungkin menunjukkan adanya penurunan fraksi ejeksi ventrikel
kiri, pembesaran ventrikel dan abnormalitas katup mitral. Pemeriksaan
ini lebih spesifik dan sensitive untuk menilai meningkatnya massa
ventrikel (hipertrofi ventrikel).
2.1.8. Penatalaksanaan
Tujuan primer pengobatan adalah mencegah terjadinya gagal
jantung dengan mengobati penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya
gagal jantung terutama hipertensi, penyakit arteri koroner. Tetapi jika
disfungsi miokard sudah terjadi maka tujuan utama dari pengobatan

23

adalah mengobati/menghilangkan penyebab utamanya. Jika penyebab


dasar tidak dapat dikoreksi, pengobatan ditujukan untuk :
1) Mencegah memburuknya fungsi jantung, yaitu dengan memperlambat
proses remodeling sehingga dapat mmengurangi mortalitas. Dapat
diberikan ACE inhibitor dan -blocker mengurangi beban kerja
jantung.
2) Mengurangi gejala-gejala gagal jantung, sehingga dapat memperbaiki
kualitas hidup pasien, dengan pengurangan overload cairan dengan
diuretik, penurunan resistensi perifer dengan vasodilator, dan
peningkatan kontraktilitas miokard dengan obat inotropik.
Terapi untuk gagal jantung sendiri dibagi atas:
a) Terapi non farmakologik
Diet : Asupan NaCl harus dibatasi menjadi 2-3 g Na/hari, atau <
2 g/hari untuk gagal jantung sedang sampai berat. Restriksi

cairan menjadi 1,5 2 liter/hari hanya untuk gagal jantung berat.


Berhenti merokok
Olahraga yang teratur seperti berjalan atau bersepeda dianjurkan

untuk pasien gagal jantung yang stabil (NYHA kelas II-III).


Istirahat dianjurkan untuk gagal jantung akut atau tidak stabil.
b) Terapi farmakologik
1. Meningkatkan kontraktilitas Inotropik positif : digoksin
2. Menurunkan beban jantung (preload & afterload)
- Vasodilator : ISDN, ACE inhibitor (Captopril)
- Diuretika : tiazid, loop diuretics, diuretik hemat kalium
- -bloker : metoprolol, bisoprolol, karvedilol

24

3. Memperbaiki irama jantung Antiaritmia


Prognosis
Mortalitas 1 tahun pada pasien dengan gagal jantung cukup tinggi (2060%) dan berkaitan dengan derajat keparahannya. Faktor yang berkaitan adalah
klinis, hemodinamk, biokimia, dan adanya aritmia.

25

BAB III
ANALISA KASUS
Acute

Decompensated

Chronic

Heart

Failure

atau

Acute

Compensated Heart Failure (ADHF) adalah sindroma klinis dari suatu


tanda perburukan atau tanda-tanda gagal jantung yang membutuhkan
perawatan (hospitalization) atau perawatan yang tidak dijadwalkan lainnya
(unscheduled medical care). Pasien dengan ADHF biasanya disertai dengan
gejala-gejala yang mengancam jiwa dan merupakan eksaserbasi dari gagal
jantung kronik akibat volume overload.
Terdapat pembagian ADHF secara klinis, diantaranya:
a. Hypertensive Acute Heart Failure: pasien memiliki
riwayat hipertensi, yang mungkin disertai sedikit volume
overload dan penurunan fungsi ventrikel (ringan hingga
sedang); sering terjadi pada usia tua dan wanita. Gejala
berkembag secara cepat (hitungan menit-jam) dan banyak
dari pasien tersebut memiliki sedikit atau tanpa riwayat
gagal

jantung.

Hipertensi

urgensi

dengan

edema

pulmonal akut adalah gambaran berat dari fenotipe ini.


b. Decompensated Heart Failure: pasien ini memiliki
riwayat gagal jantung kronik, yang menampakan gejala
akibat volume overload dan kongesti dalam hitungan hari
hingga minggu. Secara khas pada pasien ini terdapat
disfungsi ventrikel kiri dan gagal jantung kronik. Pemicu
paling sering disebabkan akibat diet ataupun terapi yang
tidak terkontrol.
c. Syok kardiogenik/advance heart failure: pasien ini
digambarkan dengan gejala cardiac output yang rendah
yang membuat diagnosisnya menjadi sulit, disertai
dengan kebingungan (confusion), malaise, nyeri abdomen
atau anoreksia. Hipotensi (tekanan sistolik kurang dari 90
mmHg) dan disfungsi organ secara signifikan (significant
end-organ dysfunction-terutama disfungsi ginjal) adalah
gambaran yang paling umum ditemukan. Beberapa
26

diantaranya mungkin disertai dengan disfungsi jantung


kanan dengan gambaran asites atau generalisata anasarka.
Selain itu gagal jantung dapat didefinisikan sebagai suatu sindroma
klinis dimana pasien memiliki beberapa gambaran antara lain gejala khas
gagal jantung (sesak napas saat aktifitas fisik atau saat istirahat, kelelahan,
keletihan, pembengkakan pada tungkai) dan tanda khas gagal jantung
(takikardia, takipnea, pulmonary rales, efusi pleura, peningkatan jugular
venous pressure, edema perifer, hepatomegali) dan temuan objektif pada
abnormalitas struktur dan fungsi jantung saat istirahat (kardiomegali, bunyi
jantung ketiga, cardiac murmur, abnormalitas pada elektrokardiogram,
penigkatan konsentrasi natriuretic peptide).
Pada Pasien Ny. M (73 tahun) dengan keluhan nyeri ulu hati, perih,
perut begah serta riwayat Penyakit Jantung hipertensi yang dimiliki
sebelumnya

menunjukkan bahwa Ny. M mengalami Gagal jantung

kongestif. Dimana hal tersebut ditunjukkan dengan adanya keluhan perut


begah , nilai SGPT yang tinggi serta adanyanya peningkatan JVP dan
hepato jugular refluk (+) yang menunjukkan bahwa terdapat bendungan atau
kongesti di atrium kanan, penurunan fungsi ventrikel kanan yang
menyebabkan aliran balik darah, tekanan vena cava superior meningkat.
Oleh karena itu pasien masuk kedalam gambaran gagal jantung dengan
NYHA III/AHA C. Selain itu pasien Ny. M juga menunjukkan tanda-tanda
terjadinya Syok kardiogenik yang ditandai dengan adanya Hipotensi akibat
cardiac output yang rendah dan penurunan kontraktilitas otot jantung yang
mengakibatkan hemodinamik menjadi tidak stabil. Sehingga pasien harus
dipindahkan perawatan dari R.Firdaus ke Ruang ICU untuk mendapatkan
perawatan yang lebih intensif.
Setiap tidur, pasien selalu menggunakan 2 bantal atau posisi tidurnya
setengah duduk, karena jika tidak demikian sesaknya akan bertambah parah.
Gambaran ini dinamakan orthopnea atau sesak napas yang dipengaruhi oleh
posisi tubuh; hal ini mungkin disebabkan transudasi cairan paru mencari
tempat terendah tubuh (mengikuti gaya gravitasi) dimana posisi tegak
memperbaiki keluhan dibandingkan berbaring secara supinasi (lying flat).
27

Gambaran ini merupakan edema perifer yang mana peningkatan tekanan


diastolik akibat volume overload disertai disfungsi jantung kanan
menyebabkan transmisi retrograd aliran darah melalui katup trikuspid, lalu
vena sistemik (dalam hal ini vena cava inferior) serta kapiler, yang pada
akhirnya terjadi transudasi cairan ke interstisium jaringan (ekstremitas
inferior). Akral dingin pada pasien gagal jantung dapat dibagi menjadi 2
menurut temuan pemeriksaan fisik yaitu: Volume overload (kelompok basah
dan kering) yang menunjukan peningkatan tekanan pengisian (fase
diastolik) ventrikel kiri, yang kedua Penurunan cardiac output dengan
perfusi jaringan menurun (kelompok ekstremitas dingin dan hangat). Seperti
pasien dengan profil basah, mengindikasikan volume overload, termasuk
pulmonary rales, distensi vena jugularis dan edema ekstremitas bawah.
Pasien ini termasuk

ektremitas dingin dan basah yang kemungkinan

membutuhkan obat inotropik IV untuk meningkatkan cardiac output.


Cardiac output yang rendah juga akan mengganggu kestabilan secara
hemodinamik, sehingga pada bagian perifer pasien kurang darah yang
teroksigenasi perlambatan capillary refill.
3.4 Pengobatan
1. Infus RL
Indikasi :
- Resusitasi
- Suplai ion bikarbonat
- Asidosis metabolik
2. Komposisi: Furosemide
Indikasi : Tablet : edema jantung, ginjal, hati. Edema perifer karena
obstruksi mekanis atau insufisiensi vena dan hipertensi. Ampul :
terapi tambahan pada edema pulmonari akut. Digunakan jika ingin
terjadi diuresis lebih cepat dan tidak mungkin diberi oral.
Dosis : Tablet : Untuk edema : Dewasa : 20-80 mg, dosis tunggal,
dinaikkan secara perlahan sampai600 mg/hari (kecuali pada gagal
ginjal berat). Anak : 1-2 mg/kg berat badan, dosis tunggal. Maksimal
: 6 mg/kg berat badan. Untuk hipertensi : awal 80 mg/hari. Ampul :

28

Untuk edema Dewasa : awal 20-40 mg IV/IM dosis tunggal. Anak :


1 mg/kg berat badan IM/IV. Maksimal : 6 mg/kg berat badan.
Pemberian Obat : Dapat diberikan bersama makanan untuk
mengurangi rasa tidak nyaman pada GI.
KontraI : Gangguan fungsi ginjal atau hati, anuria, koma hepatik,
hipokalemia,

hiponatremia,

hipovolamia

dengan

atau

tanpa

hipotensi.
Perhatian : Hamil, laktasi, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit,
gangguan miksi, diabetes, gout.
Efek Samping : Kehilangan Ca, K, Na, gangguan GI, nefrokalsinosis
pada bayi prematur, metabolik alkalosis, diabetes. Jarang : syok
anafilaktik, depresi sumsum tulang, reaksi alergi, pankreatitis akut,
gangguan pendengaran.
Interaksi Obat : Aminoglikosida, peningkatan ototoksisitas, sisplatin,
sefaloridin,

peningkatan

nefrotoksisitas,

penghambat

ACE,

penurunan TD secara tajam, efek antagonisme dengan imdometasin.


Potensiasi efek dengan salisilat, teofilin, litium, relaksan otot.
Hipokalemia dapat menimbulkan toksisitas digitalis.
Kemasan : Ampul 20 mg/2mL x 5
3. CLOPIDOGREL
Komposisi:
- Clopidogrel 75 mg pertablet.
Indikasi :
-

Mengurangi trombus pada Infark Miokard awal,stroke ,


penyakit arteri perifer,gejala koroner akut.

Perhatian :
-

Pasien yang mengalami peningkatan resiko perdarahan,


gangguan hati berat, gangguan ginjal, hamil dan menyusui.

Efek Samping:
-

Astenia, demam, tukak lambung, vertigo, peningkatan kadar


enzim hati,gout, insomnia.

Dosis:
-

Infark miokard,stroke,penyakit arteri periferal : Sekali sehari


75
mg.
Angina tidak stabil : Dosis awal 300 mg,lalu 75 mg per hari.
29

Penyajian:
-

Dikonsumsi bersamaan dengan makanan atau tidak.

4. SPIRONOLACTON
Kandungan
Spironolactone / Spironolakton.
Indikasi
Hipertensi esensial, keadaan edematosa termasuk gagal jantung
kongestif
(CHF),
sirosis
hati
(dengan
atau
tanpa
asites/penggumpulan cairan dalan rongga perut) & sindroma
nefrotik, diagnosis & pengobatan aldosteronisme primer, sebagai
terapi penunjang pada hipertensi ganas, pencegahan hipokalemia
pada pasien yang menggunakan Digitalis ketika langkah lainnya
dianggap tidak cukup memadai atau tidak tepat.
KontraIndikasi
Insufisiensi ginjal akut, kerusakan ginjal, anuria (tidak dibentuknya
kemih oleh ginjal), hiperkalemia (kadar Kalium dalam darah di atas
normal).
Perhatian
Gangguan
fungsi
ginjal
atau
hati.
Hamil, menyusui.
Interaksiobat :
- resiko hiperkalemia meningkat jika digunakan bersama dengan
ACE
inhibitors.
-menghambat
klirens
Digoksin.
-bisa
meningkatkan
efek
zat
antihipertensi
lainnya.
- bisa menghilangkan respon pembuluh darah terhadap noradrenalin.
Efeksamping
Gynekomastia (pembesaran payudara pria), gejala-gejala saluran
pencernaan termasuk kram, diare, ngantuk, letargi (keadaab
kesadaran yang menurun seperti tidur lelap, dapat dibangunkan
sebentar, tetapi segera tertidur kembali), urtikaria (biduran/kaligata),
kekacauan mental, demam karena obat, ataksia (gangguan
koordinasi gerakan), sakit kepala, menstruasi tidak teratur atau
amenore
(tidak
haid),
perdarahan
setelah
menopause,
agranulositosis.
Indeks
Keamanan
Pada
Wanita
Hamil
C: Penelitian pada hewan menunjukkan efek samping pada janin
( teratogenik atau embriosidal atau lainnya) dan belum ada penelitian
yang terkendali pada wanita atau penelitian pada wanita dan hewan
belum tersedia. Obat seharusnya diberikan bila hanya keuntungan
potensial memberikan alasan terhadap bahaya potensial pada janin.
Dosis
Hipertensi esensial : 50-100 mg sehari sebagai dosis tunggal atau
dosis
terbagi.
Terapi dilanjutkan minimal selama 2 minggu.

30

Kelainan edematosa : diberikan tiap hari sebagai dosis tunggal atau


dosis terbagi.
Gagal jantung kongestif : 100 mg sehari.
Sirosis : 200-400 mg/hari.
Anak-anak : 3,3 mg/kg berat badan/hari sebagai dosis tunggal atau
dalam dosis terbagi.

31

DAFTAR PUSTAKA
Barash, P. G., Cullen, B. F., Stoelting, R. K., Cahalan, M. K., Stock, M. C.
2009.
Handbook of Clinical Anesthesia. 6th edition. USA: Lippincott Williams &
Wilkins..
Keat Sally, Simon T, Alexander B, Sarah L. 2013. Anaesthesia on the move
1th editional. U.K. Hodder Arnold.
Latief, S. A., Suryadi, K. A., Dachlan M. R. 2009. Petunjuk Praktis
Anestesiologi. Edisi Kedua. Jakarta: Penerbit Bagian Anestesiologi
dan Terapi Intensif FKUI.
Mangku Gde, Senapathi Agung Gde Tjokorda. Buku Ajar Ilmu Anestesia
dan Reanimasi, Indeks Jakarta: Jakarta. 2010
Morgan Mikhail Clinical Anesthesiology, Edisi 5, 2013.
Snell, Richard S. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Edisi ke-6.
Editor:Hartanto Hurniawati, dkk. Jakarta:EGC;2006.

32

Você também pode gostar