Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PENDAHULUAN
Pada tanggal 18 Maret 2005 di sebuah gereja katredal Sundram Tagore Gallery
137 Grene Street New York, umat Islam -di seluruh dunia- dihebohkan dengan
peristiwa luar biasa. Amina Wadud seorang Muslim feminis liberal melakukan
perbuatan yang selama empat belas abad lamanya tidak pernah dikerjakan oleh umat
Islam. Ia nekat menjadi khatib sekaligus imam shalat jum`at bagi jama`ah yang terdiri
dari laki-laki dan perempuan. Seminggu kemudian, Asra Q Nomani seorang feminis
radikal juga mengikuti jejaknya. Tak hanya itu, pada tanggal 17 Oktober 2008 kejadian
itu terulang kembali di Oxford Center. Di antara alasannya sebagaimana yang
didukung oleh KH. Husein Muhammad, Kiai Feminis- ialah al-Qur`an yang
melegitimasi kesetaraan gender sekaligus hadits Ummu Waraqah riwayat Druquni
yang membolehkan wanita menjadi imam bagi laki-laki dan perempuan.1
Tentu saja, apa yang dilakukan Amina Wadud mendapat reaksi keras dari
berbagai ulama dunia. MUI sendiri dalam Musyawarah Nasional (Munas) MUI VII,
pada 19-22 Jumadil Akhir 1426 H/26-29 Juli 2005 M, menetapkan Fatwa Nomor:
9/MUNAS VII/MUI/13/2005
Tentang Wanita Menjadi Imam Shalat. Inti
keputusannya: "Dengan bertawakkal kepada Allah SWT, MUI memutuskan bahwa
wanita menjadi imam shalat berjamaah yang di antara makmumnya terdapat orang lakilaki hukumnya haram dan tidak sah. Adapun wanita yang menjadi imam shalat
berjamaah yang makmumnya wanita, hukumnya mubah." Fatwa ini ditetapkan di
Jakarta pada tanggal 21 Jumadil Akhir 1426 H yang bertepatan dengan 28 Juli 2005 M,
dan ditandatangani oleh Ketua MUI KH Maruf Amin dan Sekretaris Hasanuddin.2
Berangkat dari kasus tersebut, penulis merasa perlu untuk menganalisisis secara
kritis studi hadits kaum feminis. Paling tidak ada beberapa masalah yang menjadi
persoalan pokok dalam pembahasan ini. Pertama, studi hadits kaum feminis. Kedua,
adanya tuduhan misoginis 3 terhadap Hadits Nabi Muhammad allallhu `alaihi
wasallam. Dengan kata lain, apakah kajian mereka terhadap Hadits sesuai dengan
tradisi keilmuan ulama Hadits yang otoritatif sehingga tidak berbahaya bagi ajaran
Islam atau sebaliknya? Kemudian, benarkah dalam Islam ada Hadits Misoginis,
sebagaimana yang dituduhkan mereka? Tulisan ini mencoba menjawab pertanyaanpertanyaan krusial tersebut.
1
Analisis Kritis Studi Hadits Kaum Feminis
PEMBAHASAN
Menurut kamus Webster, feminisme berarti: The doctrine which declares The equality of The
sexes and advocates equal social, political, and economic rights for women. Terjemahan bebasnya:
Doktrin yang menyatakan kesetaraan jenis kelamin dan pendukung hak-hak sosial, politik, dan ekonomi
yang sama bagi perempuan. Lihat: The New International Webstes Comprehensive Dictionary of The
English Language, (Florida: Trident Press International, 1996) hal. 465. Salah satu konsep yang dijadikan
acuan oleh kaum feminis dalam kajiannya terhadap teks ialah gender equality(kesetaraan gender).
Konsep yang digagas kaum feminis dalam masyarakat Islam seperti Amina Wadud, Musda Mulia, dan
sebagainya- saat ini sudah terbukti merupakan konsep kebablasan dan membubarkan syari`at Islam.
Konsep ini berangkat dari ideologi Marxis yang tidak menerima perbedaan fithri dan jasadiah antara lakilaki dan wanita. Padahal, jika ditelaah, kaum feminis itu sendiri tidak konsisten dalam menyikapai
pembedaan (diskriminasi) antara pria dan wanita. Lihat: Adian Husaini, Kesetaraan Gender: Konsep dan
Dampaknya Terhadap Islam; Tela`ah Problem Kesetaraan Gender dalam Studi Islam Bias Faham
Feminisme Barat, dalam jurnal ISLAMIA. Vol. III No. 5, 2010, hal. 19
5
Asghar Ali Engineer, Hak-hak Perempuan dalam Islam, terj. Farid Wajidi & Cici Farkha,
(Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, cet. I, 1994) hal. 206
6
Sebagai contoh, sebagaimana yang dikritik oleh Harald Motzki terhadap Goldziher(orientalis
kenamaan asal Austria) yang dalam pengkajiannya ketika membahas sunnah menyangkut zaman nabi dan
sahabat cendrung tergesah-gesah dan spekulatif. Lihat: Syamsul Anwar, Interkoneksi Studi Hadits dan
Astronomi, (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2011) hal. 10
7
Abu Hasan Ali Al-Nadawi, al-Islm wa al-Mustasyriqn, Majalah al-Ba`tsu al-Islmiyyu, Jil.
XXVII, Edisi. I&II, Ramadhan-Syawal, 1402 H/ Juli-Agustus 1982 M, hal. 14. Dikutip oleh Dr. Zahrul
2
Analisis Kritis Studi Hadits Kaum Feminis
kajian mereka sering terjadi reduksi dan ketidakjujuran, karena sejak awal telah
memiliki prasangka negatif terhadap Islam.
Senada dengan cara tersebut, dalam kajian Hadits kaum feminis
ditemukan ketidakkonsistenan dalam menetapkan ke-aan dan kelemahan
Hadits. Ketika Hadits a secara sanad dan matan, tapi bertentangan dengan
paham feminisme, maka sanad-nya dibantah dan dicari kesalahannya. Ketika
ada Hadits a`f (lemah), tapi menguatkan pandangan feminisme, maka akan
diambil tanpa kritik. Sebagai contoh di sini, Musdah Mulia ketika memperkuat
pendapatnya tentang poligami, ia menyatakan:
Kesalehan dan kemuliaan akhlak Rasul dalam memilih istri digambarkan dalam
banyak Hadits, di antaranya Hadits Amrah binti Abdirrahman: Rasulullah ditanyai,
Ya Rasul mengapa engkau tidak menikahi perempuan dari kalangan Anshar yang
sangat terkenal kecantikannya? Rasul menjawab, mereka adalah para perempuan
yang sangat pencemburu dan tidak akan bersabar dimadu, sementara aku
mempunyai beberapa istri, dan aku tidak suka menyakiti kaum perempuan
berkenaan dengan hal itu.. Jawaban Rasul mempertegas kebenaran bahwa
poligami dapat menyakiti hati perempuan. Rasul terlalu mulia untuk menyakiti hati
perempuan, bahkan beliau diutus demi mengangkat harkat dan martabat kaum
perempuan yang sudah sangat lapuk.8
Fata Shalihin dalam Disertasinya yang berjudul al-Ittijh al-Lbrliy f al-Ta`muli ma`a al-Sunnah alNabawiyyah f Andnisiya Dirsatun Tahlliyatun Naqdiyyatun, (Malaysia: al-Jmi`ah al-Islmiyah al`lamiyah Mlaysia, 2014) hal.235
8
Musdah Mulia, Muslimah Sejati Menempuh Jalan Islami Meraih Ridha Ilahi, (Bandung:
Penerbit Marja, 2011), hal. 195
9
Haditsnya berbunyi demikian:
Barangsiapa berdusta atas namaku, maka siapkanlah tempatnya dari neraka(Hadits Mutawatir). Lihat:
Bukhari, Bab: Itsmu Man Kadhaba `ala al-Nabi I/33. Muslim, Bab: f Tahdhr min al-Kadhib `ala alRasl, I/10. Abu Daud, Bab: Fi Tasydd f al-Kadhib `al Raslillah, III/319. Turmudzi, M J`a f
Ta`mi al-kadhib `ala Raslillh, V/35. Ibnu Mjah, Bab: al-Taghl f ta`ammudi al-Kadhib `al
Raslillh, I/13. Ahmad, Musnad Umar, Ali, Zubair, Ibnu Abbas, Ibnu Mas`ud, Ibnu Umar, Abdullah bin
Amru, ABu Hurairah, Abu Sa`id al-Khudri, Anas bin Malik dll.
3
Analisis Kritis Studi Hadits Kaum Feminis
seperti yang dilakukan oleh Riffat Hasan. 10 Ketika mengkaji Hadits tentang
penciptaan wanita dari tulang rusuk Adam11, ia mengkritik bahwa Hadits tentang
masalah ini diriwayatkan oleh Abu Hurairah yang dianggap kontroversi oleh
banyak ilmuan Islam.12 Padahal, berdasarkan tradisi keilmuan ulama Hadits,
sahabat yang bernama Abu Hurairah ini adalah sahabat yang sangat diakui
kredibilitasnya. Di samping itu,jumhur ulama sepakat bahwa semua sahabat itu
adil,13 namun diragukan olehnya.14
Masih terkait dengan kritik sanad, Asghar Ali Engineer tidak segansegan mengkritisi sahabat. Menurutnya kemampuan para sahabat itu terbatas dan
tidak sama. Banyak di antara mereka dari kalangan badui dan tidak mampu
memahami yang dikatakan Nabi. Karena itu sangat memungkinkan adanya
distorsi atas maksud Hadits yang orisinil. Bahkan (menurutnya) Abu Hurairah,
suatu ketika meriwayatkan Hadits yang sangat menghina perempuan, yang
kemudian dikoreksi oleh Sayyida Aisyah.15 Apa yang dilakukan oleh Asghar Ali
ini, menggambarkan bahwa ia tidak menilai sahabat sebagai rwi yang adil,
sehingga apa yang keluar dari mereka juga bisa dikritisi dan ditolak, meskipun
jika ditinjau berdasarkan ilmu Hadits tidak sesuai.
10
Lihat: Riffat Hasan, Teologi Perempuan dalam tradisi Islam, sejajar di Hadapan Allah?
Dalam Jurnal Ulumul Quran no.4 (Jakarta: Paramadina, 1990), hal.55
11
Haditsnya sebagai berikut:
Bersumber dari Abu Hurairah R.a. Ia berkata, Rasulullah s.a.w bersabda: Berwasiat baiklah pada semua
wanita, karena sesungguhnya mereka diciptakan dari tulang rusuk. Sedangkan tulang rusuk yang paling
bengkok adalah yang paling atas. Jika engkau hendak meluruskannya, maka engkau akan
mematahkannya, jika engkau biarkan saja, maka tulang itu akan tetap bengkok, maka berwasiat baiklah
pada wanita.(Hr. Bukhari dalam Shahihnya, Kitab: Ahdtsu al-Anbiy Bab: Khalqu dam
alawtullh `alaih wa dhurriyatihi Juz: IV, hal: 133).
12
Riffat Hasan, Teologi Perempuan dalam tradisi Islam, sejajar di Hadapan Allah?...... hal.53
13
Imam al-Nawwi dan al-Suyi berkata:
(())
Artinya: Imam Nawawi berkata dalam kitab al-Taqrb, Semua sahabat adil baik yang ikut serta
dalam fitnah maupun tidak berdasarkan kesepakatan orang yang diakui(ulama). Lihat: Muhammad
Jamluddin al-Qsimi, Qawidu al-Tadts min Funni Musala al-Hadts, (Bairut: Muassasah alRislah, 1425 H/ 2004 M) hal. 330
14
Apa yang dilakukan oleh Riffat Hasan ini sebenarnya bukan hal baru. Usaha untuk mengkritisi
Abu Hurairah sudah ada akarnya sejak dahulu. Seperti yang dituduhkan oleh al-Nam, al-Muraisi, dan
al-Balkhi yang diikuti oleh oleh orientalis Barat seperti Ignc Goldziher, Herbert Spencer. Lihat:
Muhammad `Ajjj al-Khab, al-Sunnah Qabla al-Tadwn, (Kairo: Maktabah Wahbah, 1408 H/1988 M)
hal. 437
15
Lihat: Asghar Ali Engineer, Pembebasan Perempuan, terj. Agus Nuryanto, (Yogyakarta:
LkiS, 2007) hal.7
4
Analisis Kritis Studi Hadits Kaum Feminis
ibid
Ibid
18
Ini seperti pernyataan Dr. Fatimah Hussein, dosen UIN Yogya, dalam disertasinya di
University of Melbourne: As They perceive Islam as an evolving religion They apply a contextual
reading to The Quran and sunna. Ths approach advocates reinterpreting The foundation texts of Islam.
In this context, The role of ijtihad is central in Their thinking. Terjemahan bebasnya: Ketika mereka
melihat Islam sebagai agama yang berkembang mereka menerapkan Lihatan kontekstual terhadap Quran
dan sunah. Pendekatan ini menganjurkan menafsirkan teks(reinterpretasi) dasar Islam. Dalam konteks ini,
peran ijtihad adalah sentral dalam pemikiran mereka. Dikutip oleh Dr. Adian Husaini dalam makalah
yang berjudul: KAJIAN ISLAM HISTORIS DAN APLIKASINYA DALAM STUDI GENDER dari
Fatimah Husein, Muslim-Christian Relations in The New Order Indonesia:The Exclusivist and Inclusivist
Muslims Perspectives, (Bandung: Mizan, 2005), hal. 31
19
Ini persis seperti yang dilakukan oleh Fatima Mernissi dalam bukunya yang berjudul: Woman
and Islam: An Historical and Theological Enquiry, (Oxford, Blackwell Publisher, 1991) hal. 49-81
20
Lihat: Hamim Ilyas dkk, Perempuan Tertindas? Kajian Hadis-Hadis Misoginis,
(Yogyakarta, eLSAQ Press & PSW, 2008) hal. 24
21
Husein Muhammad, Islam Agama Ramah Perempuan Pembelaan Kiai Pesantren,
(Yogyakarta: PT LkiS Printing Cemerlang, 2009) hal.187
17
5
Analisis Kritis Studi Hadits Kaum Feminis
Hadits yang secara sanad dan matan bermuatan bias gender, maka sudah pasti
akan direinterpretasi.
Di saat yang lain, dalam mengkaji matan Hadits, mereka
mengedepankan aspek non-literal dan kontekstual. Sebagaimana yang
dinyatakan oleh Musdah Mulia berikut ini: pemahaman terhadap kedua sumber
tadi tidak semata didasarkan kepada pemaknaan literal teks, melainkan lebih
kepada pemaknaan non-literal atau kontekstual teks dengan mengacu kepada
tujuan hakiki syariat(al-maqsid al-syar`iyyah).22
Pada buku, Muslimah Sejati Menempuh Jalan Islami Meraih Ridha
Ilahi ia juga mengatakan:
Memahami posisi perempuan dalam Islam harus tetap mengacu kepada sumbersumber Islam yang utama, yakni Al-Quran dan Sunnah. Hanya saja, pemahaman
terhadap kedua sumber tadi tidak semata didasarkan kepada pemaknaan tekstual,
melainkan memperhatikan juga sisi kontekstualtualnya, baik konteks makro berupa
tradisi masyarakat Arab dan kondisi sosio-politik dan sosio-historis ketika itu,
maupun konteks mikro dalam wujud asbb nuzl dan asbb wurd Hadits.23
Jadi, ketika ada Hadits yang bertentangan dengan paham feminisme, maka akan
dimaknai dengan pemaknaan non-literal atau secara kontekstual.
Ini persis dengan statemen Amina Wadud dalam bukunya yang berjudul:
Quran and Woman: Re-reading The Sacred Text From A Womans
Perspective. Ia menyatakan ada tiga aspek yang digunakan untuk menafsirkan
sebuah teks, yaitu: konteks di mana teks ditulis (bila al-Qur`an maka konteks di
mana ia diwahyukan), susunan gramatikal teks(menyangkut kebahasaan seperti
ilmu Nahwu), serta keseluruhan teks yang merupakan pandangan hidup.24 Bila
dikaitkan dengan pemahaman terhadap teks (matan) Hadits, maka pendapat
Amina Wadud mengukuhkan pendekatan kontekstual dalam menafsirkan teks.
Pada waktu yang lain, ketika matan a tapi bertentangan dengan
semangat feminisme, maka akan dibuat studi penafsiran baru agar bisa
bersesuaian. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Musdah Mulia, Penafsiran
baru atas teks-teks agama mendesak dilakukan untuk menemukan kembali
pesan-pesan moral keagamaan yang universal,.25 Lebih jauh dari itu, pada
kesempatan lain ia menyatakan, Pemahaman-pemahaman keislaman yang tidak
kondusif terhadap pemenuhan hak-hak dasar tersebut perlu dikaji ulang, bahkan
kalau perlu, dilakukan dekonstruksi ajaran.26 Konsekuensi logis dari
pernyataannya sangat jelas, yaitu setiap Hadits-Hadits yang bias gender musti
ditafsir ulang.
Masih terpengaruh dengan pendekatan Barat, pemahaman Hadits harus
disesuaikan dengan semangat zaman. Ketika membicarakan Hadits terkait
kepemimpinan wanita, Musdah Mulia menyitir perkataan Syamsul Anwar:
Keuniversalan Hadits itu tidak didukung oleh kenyataan sosial, sehingga harus
ditafsirkan sesuai semangat zamannya dan dalam konteks sosio-historisnya.27
22
Musdah Mulia, Muslimah Sejati Menempuh Jalan Islami Meraih Ridha Ilahi, ...... hal. 100
ibid. hal. 129
24
Amina Wadud, Quran and Woman: Re-reading The Sacred Text From A Womans
Perspective, (New York, Oxford University Press, 1999) hal. 3
25
Musdah Mulia, Muslimah Sejati Menempuh Jalan Islami Meraih Ridha Ilahi, ...... hal. 102103
26
ibid. hal. 130
27
ibid. hal. 282
23
6
Analisis Kritis Studi Hadits Kaum Feminis
Jadi, ukuran untuk menilai matan a atau tidak, ditentukan oleh semangat
zaman atau konteks sosio-historisnya.
Di samping itu, dang-kadang (kalau tidak boleh dikatakan banyak) dalam
menerima kesahihan matan Hadits, hanya didasari dengan taqlid28 buta. Sebagai
contoh konkrit adalah Nawal Al-Sa`dawi seorang tokoh Feminis berkebangsaan
Mesir. Ketika menyebut Hadits tentang kurangnya akal dan agama wanita29 ia
tidak menkritisinya. Ia terima saja apa adanya, sebagaimana ungkapan berikut:
)) :
.((
. :
unka man yansibna adtsan lin nabiyyi muhammadin, yaql : ((al-nis`
nqitu `aqlin wa dnin)). Watakhtalifu al-ru aula dha al-adts, ba`uhum
yunkiru tamman wa la yansibuhu linnabi muhammadin, ba`uhum yaql: innahu
hadtsun a`fun.
Terjemahan bebasnya: Ada orang yang menisbahkan Hadits pada Nabi
Muhammad. Beliau bersabda, wanita kurang akan dan agama. Ada perbedaan
pendapat mengenai hadit ini. Sebagian ada yang mengingkarinya secara mutlak dan
tidak menisbahkannya kepada Nabi. Ada juga yang mengatakan bahwa itu Hadits
a`if.30
28
Mengikuti pendapat orang tanpa memiliki hujjah(alasan), dan tidak bersandar pada ilmu.
Lihat: Imam al-Haramain, al-Talkh f Ul al-Fiqhi, (Bairut: Dr al-Basyir al-Islmiyah) juz. III, hal.
425
29
Sebagaimana Hadits berikut.:
:
:
:
: :
: :
Bersumber dari Abdullah bin Umar, dari Rasulullah s.a.w bahwasanya ia bersabda: Wahai para wanita,
bersedakahla kalian, dan perbanyaklah istighfar, sesungguhnya aku melihat kalian menjadi kebanyakan
penghuni neraka. Lalu bertanyalah alah seorang perempuan dari antara mereka yang terbaik akal dan
agamanya: Ya Rasulullah! Kenapa kita menjadi kebanyakan penghuni neraka?. Rasulullah menjawab:
Kalian banyak melaknat dan mengingkari suami. Dan tidaklah aku melihat yang kurang akal dan
agamanya bagi orang yang punya akal melebihi kalian. Ia bertanya lagi: Ya Rasulullah, apa (yang
dimaksud) kurang akal dan agama?. Belia menjawab: Adapun (yang dimaksud) kurang akal ialah
karena kesaksian dua orang wanita sebanding dengan kesaksian seorang laki-laki, inilah (yang dimaksud)
kurang akal. (perempuan) diam beberapa malam tidak shalat dan makan dalam bulan Ramadhan, inilah
(yang dimaksud) kurangnya agama. Lihat: Muslim, al-Musnad al-a al-Muktaar bi naqli al-`Adli
`an al-`Adli il Raslillh allallhu `alaihi wasallam, (Bairut: Dru Ihy` Turts al-`Arabi) pada Bab:
Baynu Nuqni al-mn bi naqi al-`. Juz. I, hal. 86
30
Nawl Al-Sa`dawi, Hibah Ra`f `Azzat, al-Mar`ah wa al-Dn wa al-Akhlq, (Damaskus: Dru
al-Fikri, 1421/2000), hal. 38
7
Analisis Kritis Studi Hadits Kaum Feminis
Apa yang disebutkan oleh Zaitunah Subhan ini sejatinya selaras dengan metode
yang dilakukan oleh Riffat Hassan dan Nasaruddin Umar.
Keempat, yang biasa dilakukan oleh kaum feminis dalam mengkaji
Hadits, ialah mengesampingkan Otoritas Ulama. Dalam buku Muslimah Sejati,
Musdah Mulia menyatakan: Penjelasan tentang penciptaan Hawa dari tulang
rusuk Adam hanyalah hasil ijtihad atau penafsiran ulama, bukan berasal dari
teks-teks suci agama, baik dari ayat-ayat Al-Qur`an maupun Hadits Nabi Saw.
Karena hasil ijtihad, penafsiran tersebut sangat mungkin dibantah sebab tidak
sesuai dengan penjelasan AL-Qur`an dalam ayat-ayat lain serta tidak sesuai
31
hal.53
Riffat Hasan, Teologi Perempuan dalam tradisi Islam, sejajar di Hadapan Allah? .......
32
8
Analisis Kritis Studi Hadits Kaum Feminis
35
- - .
. .
.
Terjemah bebasnya: Merupakan kesalahan besar jika kita ingin memaham i Islam (dengan cara)
kembali dari abad dua puluh menuju abad ketujuh dalam cara berfikir. Artinya, kita ingin
berfikir sebagaimana mereka berfikir yaitu sahabat Nabi- untuk mempersembahkan
keselamatan abad ketujuh pada abad kedua puluh. Dengan cara seperti inilah sejarah, tempat,
waktu, terdistorsi dan berkembang. Akhirnya menghasilkan untuk agama Islam hayalan yang
hidup dalam kekosongan dan di luar sejarah dan agama serta tidak ada hubungannya dengan
dunia kehidupan di luar.
Lihat: Muhammad Syahrur, al-Kitb wa al-Qurn Qirah Muirah, (Damaskus: al-Ahallii,
2009), p. 566
37
Menurut Dr. Wan Mohd Nor Wan Daud: Para pengikut tradisi keagamaan seperti teolog,
kaum sufi dan fuqah umumnya mencari dukungan dari penggunaan-penggunaan yang terdapat di dalam
al-Qur`an, Hadits-Hadits Nabi dan tradisi para Sahabat dan para ulama yang memiliki otoritas. Ini
artinya, para ulama sangat menghargai otoritas. Lihat: Wan Mohd Nor Wan Daud, Tafsir dan Ta`wil
sebagai Metode Ilmiah ; Telaah Bidang Hermeneutika Versus Tafsir Al-Qur`an, dalam jurnal Islamia.
No. 1, Muharram 1425/Maret 2004, hal. 69
38
Hamid Fahmy Zarkasyi, Liberalisasi Pemikiran Islam, (Gontor Ponorogo: CIOS-ISID, 2010)
hal. 97
39
Fatima Mernissi, Women and Islam, Oxford: Basil Blackwell, 1991
40
Riffat Hasan, Teologi Perempuan dalam Tradisi Islam: Sejajar di Hadapan Allah, ...... h. 4855
9
Analisis Kritis Studi Hadits Kaum Feminis
124
Musdah Mulia, Muslimah Sejati Menempuh Jalan Islami Meraih Ridha Ilahi, ................ hal.
42
Hadits Muarib menurut istilah muhadditsin (ahli Hadits) berarti Hadits yang diriwayatkan
dengan redaksi berbeda-beda (yang bertentangan) tapi sama-sama kuat. Lihat: Mahmud an, Taisr
Mualah al-adts, (Pen: Markaz Huda Li al-Dirasah, Alexandria, 1415 H) hal. 85
43
Lihat: Ibnu Hajar Al-Asqalani, Tahdzbu al-Tahdzib, (Bairut: Dr al-Fikr, 1404 H/1984 M)
juz. 11 hal. 122
44
Hamim Iyas dkk, Perempuan Tertindas? Kajian Hadis-Hadis Misoginis,.......... hal. 233238
45
Lihat: Imam Druquni, Sunan al-Druquni, pen-tahqiq: al-Sayyid Abdullah Hasyim Yamani
Al-Madani (Bairut: Dr al-Fikr, 1386H/1966 M), Jil. I, hal. 279
10
Analisis Kritis Studi Hadits Kaum Feminis
Dengan sangat jelas pada riwayat tersebut ada ungkapan, wa taummu nis`aha.
Kalau peneliti jujur, pasti akan menyebutkan riwayat tersebut. Tapi karena
riwayat ini bertentangan dengan maksud peneliti, maka tidak disebutkan. Ketika
jika Hadits ini disebutkan, maka sangatlah jelas bahwa yang dimaksud
mengimami dalam Hadits tersebut adalah bagi para wanita, bukan pria. Itulah
beberapa contoh konkrit kaum feminis dalam mengkaji Hadits.
Kelima, terpengaruh dengan paham relativisme. Ini sangat nampak dalam
salah satu pernyataan Musdah Mulia ketika menyitir perkataan Kiai Muchit
Muzadi: Dalil Al-Qur`an dan Hadits itu pasti benarnya, tetapi penafsirannya
sering keliru.46 Al-Qur`an dan Hadits memang diposisikan sebagai kebenaran
yang pasti, namun kebenaran penafsiran dinafikan. Akibatnya jelas, penafsiran
ulama-ulama kenamaan, jika bertentangan dengan paham feminisme, pasti akan
ditolak karena merasa sebagai sama-sama manusia yang bisa benar dan bisa
salah.
B. Studi Hadits Kaum Feminis
Karena Hadits yang dianggap misoginis banyak,47 maka di sini akan
diberikan contoh yang penulis pikir mewakili, kemudian akan dikritisi. Hadits
yang akan dijadikan contoh kajian, ialah masalah, penciptaan perempuan dari
tulang rusuk.
Penciptaan Perempuan dari Tulang Rusuk Laki-laki
a. teks Hadits:
11
Analisis Kritis Studi Hadits Kaum Feminis
48
Lihat: Asghar Ali Engineer, Pembebasan Perempuan, terj. The Qur`an Women and Modern
Society, pen. Agus Nuryanto(Yogyakarta: LkiS, 2007) hal. 10
49
Riffat Hasan, Teologi Perempuan dalam tradisi Islam,....... hal. 55
50
Riffat Hasan, Teologi Perempuan dalam tradisi Islam,....................., hal.53.
51
Musdah Mulia, Muslimah Sejati Menempuh Jalan Islami Meraih Ridha Ilahi, ................ hal.
112
52
ibid
12
Analisis Kritis Studi Hadits Kaum Feminis
53
Lihat: Zaitunah Subhan, Tafsir Kebencian Studi Bias Gender dalam Tafsir Qur`an,.....hal. 50
Lihat: Ahmad Fudhaili, Perempuan di Lembaran Suci Kritik atas Hadits-Hadits Sahih,
(Yogyakarta: Pilar Religia, 2005) Hal.196
55
Lihat: Hamim Iyas dkk, Perempuan Tertindas? Kajian Hadis-Hadis Misoginis, ......... hal.
35-38
54
13
Analisis Kritis Studi Hadits Kaum Feminis
Lihat: ahih Bukhari, Kitab, Ahdtsu al-Anbiy. Bab, khalq dam, juz. IV, hal. 133
Muslim, Shahih Muslim, kitab ar- Rio, bab al-Washiyatu bi an-Nisa, Hadits no. 2670
58
Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad, kitab Baqi Musnad al-Muktsirn, bab Baqi al-Musnad
al-Sbiq, Hadits no.10.044.
59
Lihat: Bukhari, ahh Bukhari, bab Nikh. Hadits no. 4786, al-Tirmizi, bab al-Talaq wa alLian, Hadits no.1109, Musnad Ahmad, bab Baqi Musnad al-Anshar, Hadits no. 25180. Hadits tersebut
berbunyi:
57
)
(
60
Perkataan Min di dalam kamus bahasa Arab selain bermakna dari, ia juga bisa bermakna:
sebagian, semenjak, melalui, menembusi, ke atas dan seperti.. hal ini karena huruf jar dalam bahasa
Arab boleh bertukar dengan yang lain. Lihat al-Rz, Mukhtr al-ihh (Bairut: al-Maktabah al-`Ariyahal-Dr al-Namdhajiyyah, 1420H/1999 M), juz. I, hal. 299
61
Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakr al-Qurubi, Tafsir al-Qurubi, al-Jami li
ahkmi al-Qurn, (Beirut : Muassasah al-Risalah, 2006) jil. I, hal 448
62
Imaduddin Abi Fid Ismail bin Katsir, Tafsr al-Qurn al-`Am, (Kairo: Muassasah
Qurtubah) , jil. I. hal 448
63
Abu Jafar Muhammad bin Jarir Al-abari, Tafsr Jmi al-Bayn,( Kairo: Dr Hajr, 2001),
jil. III hal 224-225
64
Jrullah Abi al-Qasim Mahmud bin Umar al-Zamakhsyari, Tafsr al-Kasysyf , ( Riydh:
Maktabah al-Abikan, 1998) jil. I, hal 492
65
Abdul Halim Muhammad Abu Syuqqah, Tahrru al-Marah f Ashri al-Rislah (Kebebasan
Wanita).terj. (Jakarta: Gema Insani Press, 2001) hal. 294.
14
Analisis Kritis Studi Hadits Kaum Feminis
Lihat: Bukhri, al-Jmi` al-a al-Mukhtaar, (Bairut: Dr Ibnu Katsr, 1407H/1987M), jil.
V, hal. 1987
67
Ibid
68
Ibid
69
Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakr al-Qurubi, Tafsir al-Qurubi, al-Jami li
ahkaami al-Quran, (Beirut : Muassasah al-Risalah, 2006) jil. 1, hal 448
70
Imaduddin Abi Fid Ismail bin Katsir, Tafsir al-Qurn al-Am,.......hal. 448
71
Abu Jafar Muhammad bin Jarir Al-abari, Tafsir Jami al-Bayan,....... hal. 224-225
Jarullah Abi al-Qasim Mahmud bin Umar al-Zamakhsyari, Tafsir al-Kasysyaf , ........ hal 492
72
73
Lihat Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Jender Perspektif Al-Quran, ........ hal. 237-
246.
15
Analisis Kritis Studi Hadits Kaum Feminis
usul.74 Di sisi lain, meski secara literal Hadits tersebut menyatakan Hawa
telah diciptakan Allah s.w.t. dari tulang rusuk, namun memungkinkan
juga Hadits tersebut bermakna majazi (metafora).75 Yang berarti bersikap
lemah lembut terhadap wanita yang mempunyai karakter seperti tulang
rusuk.
Ketiga, melemahkan Hadits dengan alasan cacatnya Abu
Hurairah, merupakan argumentasi yang lemah. Sebab Abu Hurairah
adalah sahabat yang diakui kredibilitasnya.76 Di samping itu seperti
pemaparan di atas- Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh Aisyah,
Samurah, dan Abu Dzar al-Ghifri. Apa yang dilakukan oleh Riffat
Hasan ini sebenarnya bukan hal baru. Usaha untuk mengkritisi Abu
Hurairah sudah ada akarnya sejak dahulu. Seperti yang dituduhkan oleh
al-Nam, al-Muraisi, dan al-Balkhi yang diikuti oleh oleh orientalis
Barat seperti Ignc Goldziher, Herbert Spencer. Ada juga dari kalangan
muslim kontemporer seperti Abdul Husain Syarfuddin al-`mil yang
diikuti oleh Mahmud Abu Rayyah dalam kitab yang berjudul, Aw`
`Al al-Sunnah al-Muhammadiyah demikian juga Ahmad Amin.
Tuduhan mereka semua tak terbukti dan hanya berdasarkan kebencian.77
Di sisi lain, menolak Hadits tersebut dengan alasan bahwa status
Haditsnya Gharb yang dianggap terlemah dalam Hadits, merupakan
pendapat yang tidak didukung data yang kuat. Dalam khazanah ilmu
Hadits, Gharb masuk dalam kategori Hadits hd(yang tidak mencapai
derajat mutawtir). Ukuran lemah tidaknya Hadits Gharb, bukan
terletak pada ke-gharbannya, tapi kredibilitas rwinya. Selama rwinya
tepercaya, maka Haditsnya bisa diterima.78
Keempat, mirip dan tidaknya dengan kitab perjanjian lama, tidak
bisa dijadikan acuan untuk melemahkan Hadits, selama Hadits tersebut
ah. Kelima, Hadits tersebut jelas-jelas ada dan ah. Jadi bukan
ijtihd ulama. Adapun perbedaan ulama mengenai penafsiran Hadits
tersebut, baik yang memaknai secara literal maupun metaforis, tidak
berarti mengabaikan otoritas ulama. Penolakan terhadap hasil ijthad
ulama, sarat dengan pengaruh relativisme. Meskipun hasil ijtihd, tidak
menafikannya mencapai kebenaran.
Dari contoh tersebut, jelaslah bahwa apa yang disebut selama ini sebagai
Hadits misoginis sebenarnya tidak ada. Yang ada ialah yang dipahami dengan
cara atau metode di luar tradisi keilmuan ulama Hadits yang otoritatif.
74
Khalif Muammar, Wacana Kesetaraan Gender: Islamis versus Feminis Muslim, dalam
Jurnal Islamia (Jakarta: Khairul Bayaan Press, 2010). hal.45
75
Diantara para ulama yang menafsirkan Hadits tersebut secara majazi adalah: Rasyid Ridha
dan Muhammad Abduh, Hamka, M. Quraish Shihab.
76
Lihat: Musafa al-ib`i, al-Sunnah wa maknatu f al-Tasyr` al-Islmi, (Dru al-Warrq,
cet. I, 2000) hal. 389
77
Lihat: Muhammad `Ajjj al-Khab, al-Sunnah Qabla al-Tadwn, (Kairo: Maktabah Wahbah,
1408 H/1988 M) hal. 437
78
Lihat: Taisr Mualah al-adts, ...... hal. 27-29
16
Analisis Kritis Studi Hadits Kaum Feminis
C. Implikasi
Studi yang digunakan kaum feminis dalam memahami Hadits yang
dianggap misoginis berimplikasi pada hal-hal berikut:
Pertama, pembongkaran sumber hukum Islam. Karena dari awal yang
dijadikan acuan adalah metodologi Barat, maka sumber hukum Islam akan
dibongkar sedemikian rupa sesuai dengan pemahaman Barat. Konsekuensinya
jelas. Ajaran-ajaran agama, yang sifatnya permanen akan menjadi berubah
ketika bertentangan dengan kehendak hati. Jika sumber hukum sudah dibongkar
baik otentisitas dan pemahamannya-, maka akan menimbulkan kerancuankerancuan dalam memahami Islam.
Kedua, metodologi ulama yang otoritatif akhirnya dibuang jika tidak
bersesuaian dengan semangat feminisme. Meskipun ilmu Hadits adalah karya
ulama, tapi perlu diingat bahwa mereka melandasinya dengan Al-Qur`an dan
Hadits. Bisa jadi mereka salah, tapi bukan berarti mereka tidak memiliki
kemungkinan kebenaran yang bisa diikuti. Kajian mereka tentang Hadits patut
diapresiasi jika memang benar. Obyektivitas menuntut orang menghargai
sesuatu yang patut dihargai.
Ketiga, teks Hadits (meski a) karena bertentangan dengan semangat
feminisme secara otomatis akan ditolak. Ini sangat berbahaya kerena ukuran
kebenaran bukan lagi berdasarkan ilmu, tapi nafsu. Kalau semua orang bisa
mengkaji berdasarkan pandangan masing-masing, maka teks-teks (baik dalam
al-Qur`an maupu Hadits) bisa dimaknai sesuai dengan kemauan pribadi.
D. Cara yang Benar dalam Memahami Hadits
Untuk memahami Hadits dengan pemahaman yang benar maka
diperlukan beberapa langkah berikut:
Pertama, hal yang paling utama yang harus diperhatikan sebelum
memahami Hadits ialah hendaknya peneliti Hadits beragama dan mempunyai
cara pandang Islam. Kenapa agama Islam sangat penting sebelum meneliti
Hadits? Ini karena meneliti Hadits bukanlah sekadar pekerjaan ilmiah. Dalam
Islam segala pekerjaan yang baik bila diniatkan untuk mencari keridhaan Allah,
maka disebut ibadah. Jadi bagi seorang Muslim, memahami Hadits bukanlah
sekadar untuk paham saja, tapi dalam rangkah untuk beribadah.
Mengapa cara pandang Islam juga penting? Ini penting karena
berpengaruh pada hasil yang dikaji. Kalau cara pandangnya menyimpang, pasti
berpengaruh dengan kajian Hadits yang dilakukan. Dalam khazanah ilmu Hadits
sering disebutkan di antara motif seseorang dalam membuat Hadits palsu di
antaranya untuk membela alirannya yang menyimpang, mencela Islam, menjilat
penguasa, dan mencari uang.79 Jadi sangat diperlukan memiliki cara pandang
Islam dalam memahami Hadits supaya dalam mengkajinya tidak menghasilkan
pemahaman yang menyimpang dari Islam.
Kedua, menguasai ilmu Hadits yang mu`tabar dalam Islam. Ini sangat
penting karena kalau alat untuk mengkajinya tidak murni dari Islam, maka
hasilnya nanti juga akan berbeda. Ini mirip seperti yang dilakukan oleh pengkaji
79
17
Analisis Kritis Studi Hadits Kaum Feminis
Dalam al-Qur`an dijelaskan bahwa: Tanyalah kepada ahlu dzikri(orang yang ahli) jika kamu
tidak mengetahuinya(Qs. An-Nahl: 43, Al-Anbiya: 7). Dalam Hadits Rasulullah juga mengingatkan:
:
:
:
:
Bersumber dari Abu Hurairah Ra. Ia berkata: Rasulullah bersabda: Jika amanah telah disiasiakan maka tunggulah saat(kehancuran)nya. Ia bertanya: Bagaimana penyia-nyiaannya wahai
Rasulullah?. Nabi menjawab: Jika suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tungglah
saat (kehancuran)nya[ Bukhari, al-Jmi` al-Musnad al-a al-Mukhtashar min Umri Raslillhi
shallallhu `alaihi wasallam(Damaskus: Dru auqu al-Najh, 1422 H), dalam Kitab: al-Raqq, Bab:
Raf`u al-Amnah, Juz: VIII, hal. 104]. Ini menunjukkan bahwa Islam sangat menujunjung tinggi otoritas.
18
Analisis Kritis Studi Hadits Kaum Feminis
sudah hilang, maka dalam mengkaji Hadits akan menghasilkan kajian yang tak
sesuai dengan nafas Islam. Supaya pemahaman bisa selaras dan sesuai dengan
ruh Islam, tentunya dalam mengkaji Hadits harus mengindahkan adab-adab
Islam.
KESIMPULAN
Dari kajian di atas dapat disimpulkan bahwa: Pertama, studi kaum feminis
memiliki ciri-ciri berikut: diwarnai dengan cara pandang feminis yang berasal dari
Barat, tidak konsisten, tidak komprehensif, menggunakan pendekatan kontekstual,
sosio-kultural, mengikuti pendapat-pendapat yang menyimpang, menerima Hadits a`f
ketika mendukung pendapatnya, mereinterpretasi bahkan menolak Hadits a jika
bertentangan dengan pendapatnya, terpengaruh dengan relativisme, tidak begitu
menghargai ulama yang otoritatif dalam bidangnya, suka membangun studinya dengan
asumsi-asumsi yang tidak berdasar dan tidak mempunyai standar baku dalam mengkaji
Hadits. Seolah-olah yang baku ialah paham feminisme itu sendiri. Jika ada Hadits yang
bertentangan dengan kepentingan perempuan dalam pandangan kaum feminis, maka
dicarikan segenap cara untuk memahami ulang bahkan menolaknya.
Kedua, jika studi ini diberlakukan untuk mengkaji Hadits-Hadits Rasulullah,
maka akan banyak Hadits-Hadits yang ditolak selama bertentangan dengan kehendak
hati. Implikasi yang paling logis, nantinya paham-paham asing yang bukan berasal dari
Islam akan leluasa mengubah pandangan hidup Islam yang pada akhirnya
berkonsekuensi perubahan ajaran-ajaran Islam. Padahal kalau dicermati dengan baik
dan mendalam ilmu Hadits yang merupakan salah satu keistimewaan umat81 dan
termasuk bagian dari agama,82 adalah metodologi yang dibangun berdasarkan
pandangan hidup Islam dan paling tepat untuk memahami Hadits. Ketiga, apa yang
dituduhkan oleh kaum feminis terkait dengan adanya Hadits misoginis tidak terbukti
kebenarannya.
Wallu a`lam bi al-awb
81
Imam Abu `Ali al-Jayyni berkata: Allah memberikan keistimewaan pada umat ini tiga
perkara yang tidak diberikan pada umat sebelumnya yaitu, isnd, ansb(ilmu tentang nasab), dan
i`rb(ilmu Nahwu). Lihat: Muhammad Jamluddin al-Qsimi, Qawidu al-Tahdts min Funni
Muala al-Hadts ......... hal. 340
82
Dalam sebuah riwayat Abdullah bin Al-Mubrak berkata:
Isnd(Ilmu tentang sanad) adalah bagian dari agama, tanpa adanya sanad, maka
(setiap) orang akan berbicara(tentang agama) sekehendak (hati)nya.
Lihat: Qi Iy, Ikmlu al-Mu`allim Syari ai Muslim, Juz. I, hal. 107
19
Analisis Kritis Studi Hadits Kaum Feminis