Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
STATUS PASIEN
I.
II.
Identitas Pasien
a. Nama
b. Jenis Kelamin
c. Umur
d. Pekerjaan
e. Pendidikan
f. Alamat
: Tn. KA
: Laki-Laki
: 36 Tahun
: Swasta
: SMA
: RT. 03 Olak Kemang
: Baik
Keluhan Utama
:
Demam terus menerus sejak 6 hari sebelum masuk Puskesmas
:
1
:
: tampak sakit sedang
: 38,1C
: 78x/menit
: 100/70 mmHg
: 20x/menit
: reguler
: thorakoabdominal
: 175 cm
: 55 Kg
: 55/1,752 = 17,97
: baik
: lembab
: ada
Pemeriksaan Organ
1. Kepala
Bentuk
Ekspresi
Simetri
2. Mata
: normocephal
: biasa
: simetris
Exopthalmus/enophtal
Kelopak
Conjungtiva
Sklera
Kornea
Pupil
Lensa
: (-)
: normal
: anemis (-)
: ikterik (-)
: normal
: bulat, isokor,
reflex cahaya +/+
: normal, keruh (+)
2
3. Hidung
4. Telinga
5. Mulut
6. Leher
7. Thorax
: lembab
: normal
: lengkap
: deviasi (-)
: warna merah muda,
perdarahan (-)
Selaput Lendir
: normal
Lidah
: putih kotor (+), hiperemis
pada pinggirnya (+)
KGB
: tak ada pembengkakan
Kel.tiroid
: tak ada pembesaran
Bentuk
: simetris
Pergerakan dinding dada
: tidak ada yang
tertinggal
Pulmo
Pemeriksaan
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Kanan
Kiri
Simetris
Stem fremitus normal Stem fremitus normal
Sonor
Sonor
Batas paru-hepar :ICS
VI kanan
Wheezing (-), rhonki
(-)
(-)
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Batas-batas jantung :
Atas : ICS II kiri
Kanan : linea sternalis kanan
Kiri : ICS VI linea midclavicula kiri
BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-)
8. Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Timpani
Auskultasi
9. Ekstremitas Atas
- Akral dingin
- Uji torniquet : negatif
10. Ekstremitas bawah
Akral dingin
Edem
: (-) / (-)
Diagnosis Kerja
Demam Tifoid
: 24.1 x 103/L
RBC
: 4.96 x 106/L
HGB
: 14.8 g/dL
HCT
: 41.7 %
MCV
: 84.1 fL
MCH
: 29.8 pg
MCHC
: 35.5 g/dL
PLT
: 395 x 103/L
dimasak
Menggunakan alat makan yang bersih
Biasakan mencuci tangan setelah beraktivitas
Mencuci tangan dengan sabun sebelum makan
Mencuci tangan dengan sabun setelah buang air besar
b. Promotif :
- Penyuluhan tentang kebersihan diri dan lingkungan
- Penyuluhan tentang CTPS (Cuci Tangan Pakai Sabun)
c. Kuratif :
- Non Medikamentosa :
Tirah baring
Diet lunak
Banyak minum air putih
- Medikamentosa :
IVFD RL 20 tts/m
Paracetamol 3 x 1 tab
Inj Ceftriaxone 1 x 2 gr dalam Dekstrose 5% 100 cc
Ranitidine 2 x 1 tab/hr
Vit Bcomp 1 x 1 tab
Ctm 3 x 1 tab
d. Rehabilitatif
Meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengatur pola makan yang
bergizi untuk pemulihan kesehatan tubuh pasien dan meningkatkan
hygienitas.
Pro :
Umur :
Pro :
Umur :
6
Pro :
Umur :
Pro :
Umur :
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Definisi
Demam tifoid adalah suatu penyakit sistemik yang ditandai dengan
demam dan nyeri abdomen yang disebabkan oleh bakteri salmonella typhi
atau Salmonella paratyphi. 1
2.2.Epidemiologi
Di Asia tenggara, ada lebih dari 100 kasus per 100.000 penduduk tiap
tahunnya. Daerah yang lebih sering terdapat kasus ini atau yang merupakan
daerah endemik adalah daerah yang sanitasinya kurang dan air bersih sulit
didapat. Penyakit ini lebih sering diderita oleh anak-anak (balita atau bayi)
dan remaja, dengan predisposisi kepada pria. Negara-negara dimana penyakit
ini menjadi penyakit endemik adalah Negara-negara di afrika, asia selatan,
dan asia tenggara, terutama India.1
Demam tifoid dan paratifoid endemik di Indonesia. Penyakit ini jarang
ditemukan secara epidemik, lebih bersifat sporadis, terpencar-pencar di suatu
daerah, dan jarang terjadi lebih dari satu kasus pada orang-orang serumah. Di
Indonesia demam tifoid dapat ditemukan sepanjang tahun dan insidens
tertinggi pada daerah endemik terjadi pada anak-anak. Terdapat dua sumber
penularan S.thypi, yaitu pasien dengan demam tifoid dan yang lebih sering
karier. Di daerah endemik transmisi terjadi melalui air yang tercemar S.typhi,
sedangkan makanan yang tercemar oleh karier merupakan sumber penularan
tersering di daerah non endemik.1,2
Demam tifoid merupakan penyakit endermik di Indonesia. Penyakit ini
termasuk penyakit menular yang tercantum dalam undang-undang nomor 6
tahun 1962 tentang wabah. Surveilans Departemen Kesehatan RI, frekwensi
kejadian demam tifoid di Indonesia pada tahun 1990 sebesar 9,2 dan pada
tahun 1994 terjadi peningkatan frekwensi menjadi 15,4 per 10.000 penduduk.
Dari survey berbagai rumah sakit di Indonesia dari tahun 1981 sampai dengan
1986 memperlihatkan peningkatan jumlah penderita sekitar 35,8% yaitu dari
19.596 menjadi 26.606 kasus. Insidens demam tifoid bervariasi di tiap daerah
dan terkait dengan sanitasi lingkungan; di rural (Jawa Barat) 157 kasus per
100.000 penduduk, sedangkan di daerah urban ditemukan 760-810 per
100.000 penduduk. Kemudian Case Fatality Rate (CFR) demam tifoid pada
tahun 1996 sebesar 1,08% dari seluruh kematian di Indonesia. Tetapi dari
hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Departemen Kesehatan RI (SKRT
DEPKES RI) tahun 1995 demam tifoid tidak termasuk dalam 10 penyakit
dengan mortalitas tertinggi.1-3
2.3.Etiologi typhoid4,5
Salmonella typhi. Salmonella para typhi A. B dan C. ada dua sumber
penularan Salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien
dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan
masih terus mengekresi Salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama
lebih dari 1 tahun.
2.4.Faktor Resiko
Faktor-faktor yang dapat mempermudah seseorang tertular penyakit ini
adalah
o
o
o
o
o
Cara Penularan
o
Fecal-oral Melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi langsung
o
2.6.Patogenesis
Masuknya kuman salmonella typhi dan salmonella paratyphi kedalam
tubuh manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian
kuman dimusnahkan dilambung, sebagian lolos masuk ke dalam usus dan
selanjutnya berkembang biak. Bila respons imunitas humoral mukosa (IgA)
usus kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel (terutama sel-M)
dan selanjutnya kelamina propria. Dilamina propria kuman berkembang biak
dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup
dan berkembang biak didalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plaque
peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika.
Makrofag ini masuk kedalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh organ
retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman
atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi
mengakibatkan bakteremia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda
dan gejala penyakit infeksi sistemik.
10
salmonella.
Gambaran
darah
juga
dapat
membantu
11
Maksud uji Widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum
penderita tersangka demam tifoid yaitu : a) aglutinin O (dari tubuh kuman), b)
aglutinin H (flagela kuman), dan c) aglutinin Vi (simpai kuman).
Dari tiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang digunakan untuk
diagnosis demam tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan
terinfeksi kuman ini.
12
Positif bila titer O meningkat lebih dari 1/160 atau peningkatan >
4x pada pengambilan serum yang berangkaian.
Pemeriksaan Bakteriologic
Biakan Gall, untuk diagnosa pasti. Biakan dapat diambil dari :
13
Komplikasi Intestinal
Perdarahan usus
Perforasi usus
Komplikasi Ekstraintestinal
Komplikasi Kardiovaskuler : miokarditis
Komplikasi hematologi : trombositopenia,
Disseminated
Intravaskular
Coagulation.
Komplikasi Hepar : Hepatitis
Komplikasi Neurospikiatrik : delirium, meningismus, meningitis, polyneuritis
perifer, SGB, psikosis .
2.10. Pengobatan
o
14
keadaan umum dan gizi penderita akan semakin turun dan proses
penyembuhan akan menjadi lama.
Dimasa lampau penderita demam tifoid diberi diet bubur saring, kemudian
ditingkatkan menjadi bubur kasar dan khirnya diberikan nasi, yang
perubahan diet tersebut disesuaikan dengan tingkat kesembuhan pasien.
pemberian bubur saring tersebut ditujukan untuk menghindari komplikasi
perdarahan saluran cerna atau perforasi usus. Hal ini disebabkan ada
pendapat bahwa usus harus diistirahatkan. Beberapa peneliti meunujukkan
bahwa pemberian makan padat dini yaitu nasi dengan lauk pauk rendah
selulosa dapat diberikan dengan aman pada pasien demam tifoid.
o
Pemberian antimikroba
Kloramfenikol
Di Indonesia kloramfebikol masih merupakan obat pilihan utama untuk
mengobati demam tifoid. Dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg per
hari dapat diberikan secara per oral atau intravena. Diberikan sampai
dengan 7 hari bebas panas.
Tiamfenikol
Dosis dan efektifitas tiamfenikol pada demam tifoid hampir sama dengan
kloramfenikol, akan tetapi komplikasi hematologi seperti kemungkinan
terjadinya
anemia
aplastik
lebih
rendah
dibandingkan
dengan
15
Kortikosteroid 5
Penggunaan steroid hanya diindikasikan pada toksik tifoid atau demam
tifoid yang mengalami syok septic dengan dosis 3 x 5 mg.
BAB III
ANALISA KASUS
Pada kasus ini tidak ada hubungan diagnosis dengan keadaan rumah dan
lingkungan sekitar
16
Pada kasus ini tidak ada hubungan diagnosis penyakit dengan keadaan
keluarga dan hubungan antar keluarga karena penyakit ini bukan merupakan
penyakit psikologis dan penyakit yang menular.
Hubungan diagnosis dengan perilaku kesehatan dalam keluarga dan
lingkungan sekitar
kemudian
perilaku
kesehatan
pasien
yang
kurang
baik
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Juwono R. Penyakit tropik dan menular: Demam tifoid. Noer MS, Waspadji S,
Rachman AM, dkk. Buku ajar ilmu penyakit dalam Jilid I. Edisi ke5. Jakarta:
Balai penerbit FKUI 2006. 435-442.
2. Aru W. Sudoyo, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Penyakit Tropik Infeksi.
Demam Tifoid. Jilid III. Edisi ke IV. Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2006. 1725-1728.
3. Corales R. Typoid Fever. Departement of Infectious disease and tropical
medicine,
Birmingham
heartlands
hospital;
2004.
Diunduh
dari
http://www.emedicine.com/med/tropic2331.htm
18
Lampiran
19
20