Você está na página 1de 38

1

BAB I
PENDAHULUAN
Kanker payudara/karsinoma mamma adalah penyakit neoplasma ganas yang berasal
dari parenkim payudara.1 Kanker payudara merupakan suatu masalah kesehatan global,
khususnya bagi wanita diseluruh dunia dengan angka kejadian tertinggi nomor satu di negara
maju dan nomor dua setelah kanker serviks di negara berkembang. 2,3 Di Amerika Serikat
kanker payudara merupakan kanker yang paling sering dialami wanita dan merupakan
penyebab kematian kedua karena kanker secara keseluruhan.2
Insidensi kanker payudara terus meningkat seiring perubahan gaya hidup dan
kurangnya pengetahuan masyarakat akan kanker payudara. Pada tahun 2005 di Amerika
Serikat, didapatkan kasus baru kanker payudara adalah sebanyak 212.930 kasus, dengan
40.870 kasus meninggal dan pada tahun 2012 angka kejadian kanker payudara meningkat
menjadi 226.870 kasus baru dengan 39.510 kematian akibat kanker ini.2,3. Terdapat variasi
insidensi dari kanker payudara dengan insidensi tertinggi berada di Amerika Serikat dan
Eropa barat, serta insiden terendah berada di Afrika dan Asia.2
Di Indonesia sendiri, kanker payudara merupakan kanker dengan angka kejadian
tertinggi nomor dua setelah kanker serviks dan terdapat kecenderungan peningkatan kasus
dari tahun ke tahun. Berdasarkan data registrasi berbasis patologi, didapatkan angka insidensi
kanker payudara adalah 11-12 kasus per 100.000 penduduk berisiko. 4 Muhclis Ramli dkk
pada penelitiannya di RSCM tahun 2010 mendapatkan pasien biasanya datang berobat setelah
mengalami stadium lanjut, yaitu stadium IIIA/IIIB sebanyak 43,4%, dan stadium IV sebanyak
14,3%. Hal ini berbeda dengan negara maju dimana kanker payudara ditemukan lebih banyak
pada stadium dini.3
Gejala dini dari kanker payudara biasanya tidak disadari oleh para penderita,
kurangnyanya informasi, pendidikan, dan alat diagnosis serta masifnya iklan tentang
pengobatan alternatif akan kanker payudara tentunya akan menyebabkan peningkatan
mortalitas dan morbiditas penderita.2,3 Sehingga sebagai dokter umum, kita dituntut untuk
terampil dalam mendiagnosis dan dapat menatalaksana hingga melakukan rujukan ke dokter
yang lebih ahli mengingat kejadian kanker payudara terus mengalami peningkatan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Payudara
Payudara (mamma) merupakan kelenjar asesoris kulit yang berfungsi menghasilkan
air susu. Pada umumnya, payudara terdiri dari dua tipe jaringan, yaitu jaringan kelenjar
(glandular) dan jaringan penopang (stroma). Jaringan kelenjar mencakup kelenjar susu
(lobulus) dan saluran susu (the milk passage dan milk duct). Papilla mammaria kecil
dikelilingi oleh daerah kulit yang berwarna lebih gelap, disebut aerola payudara. Jaringan
payudara tersusun atas sekelompok kecil sistem saluran yang terdapat di dalam jaringan
penyambung dan bermuara di daerah areola.5
Payudara wanita dewasa membentang dari iga ke-2 sampai iga ke-6, sisi sternum
sampai linea mid-aksilaris. Payudara terdiri dari kulit, jaringan subkutaneus, dan jaringan
payudara termasuk epitel dan elemen stroma. Epitel membentuk 10-15% dari massa payudara.
Tiap payudara terdiri dari 15-20 lobus yang didukung oleh jaringan fibrous, tersusun sirkuler
dan berpusat pada papilla mammaria. Ruang antar lobus terisi oleh jaringan lemak. Jaringan
lemak yang membungkus lobus ini memberikan variasi bentuk dan ukuran payudara. 2
Jaringan payudara didukung oleh ligamentum suspensorium cooper. Ligamen ini berjalan
sepanjang parenkim dari deep fascia dan melekat ke dermis. Tidak terdapat otot dalam
payudara, otot terletak di bawah payudara dan menutup iga.3

Gambar 2.1 Anatomi Payudara

Vaskularisasi payudara berasal dari cabang perforantes dari arteri mamaria interna,
rami pektoralis arteri thorakoakromialis, arteri torakalis lateralis yang bercabang dari arteri

aksilaris, dan arteri interkostalis. Selain itu, terdapat pembuluh vena, yaitu cabang perforantes
vena mammaria interna, cabang vena aksilaris (vena torako-akromialis, vena thorako-dorsalis,
vena thorako lateralis), dan vena-vena kecil yang bermuara pada vena interkostalis. Persarafan
kulit payudara dipersarafi oleh cabang pleksus servikalis dan nervus interkostalis. Jaringan
kelenjar payudara sendiri dipersarafi oleh saraf simpatik. Terdapat nervus interkostobrakialis
dan nervus kutaneus brakius medialis yang mempersarafi sensibilitas daerah aksila dan bagian
medial lengan atas. Pada diseksi aksila, saraf ini sedapat mungkin disingkirkan sehingga tidak
terjadi mati rasa di daerah tersebut. Saraf nervus pektoralis yang mempersarafi muskulus
pektoralis mayor dan muskulus pektoralis minor, nervus thorakodorsalis yang mempersarafi
muskulus latisimus dorsi, dan nervus thorakalis longus yang mempersarafi muskulus serratus
anterior sedapat mungkin dipertahankan pada mastektomi dengan diseksi aksila.6

Gambar 2.2 Vaskularisasi Payudara

Aliran limfe payudara melalui pleksus limfatikus superfisial dan deep. Lebih dari 95%
aliran limfe mengalir menuju nodus limfa aksila. Nodus limfa aksila dibagi menjadi 3 level
berdasarkan hubunganya dengan otot pektoralis minor (gambar 2.3). Nodus sentinel aksila
biasanya terdapat pada level 1 nodus aksila. Nodus mammaria interna terletak pada ruang
interkosta ke-6, 3 cm dari tepi sternum. Dengan nodus mamaria interna terbanyak berada pada
interkosta ke-3.2 Kelompok kelenjar limfatik pada payudara, yaitu aksila dan mammaria
interna. Terdapat enam kelompok KBG aksila, yaitu mammaria eksterna (superior dan
inferior), skapula, sentral (central nodes), interpektoral (Rotters nodes), KGB vena aksilaris,
dan subklavikula. Surgical level (Bergs level) dari kelenjar getah bening payudara

dikelompokkan pada tiga level. Level I adalah kelompok KGB yang berada di lateral otot
pektoralis minor yang meliputi kelompok KGB mammaria eksterna dan KGB vena aksilaris.
Level II KGB di posterior pektoralis minor yaitu KGB sentral. Level III KGB di sebelah
medial pektoralis minor sampai dengan ligamentum Halsted yaitu kelompok KGB
subklavikula.3

Gambar 2.3 Drainase Limfatik Payudara

Saluran limfe dari seluruh payudara mengalir ke kelompok anterior aksila, kelompok
sentral aksila, kelenjar aksila bagian dalam, yang melewati sepanjang vena aksilaris dan yang
berlanjut langsung ke kelenjar servikal bagian kaudal dalam fosa supraklavikuler. Jalur limfe
lainnya berasal dari daerah sentral dan medial yang selain menuju ke kelenjar sepanjang
pembuluh mammaria interna, juga menuju ke aksila kontralateral, ke muskulus rektus
abdominis melewati ligamentum falsiparum hepatis ke hati, pleura, dan payudara
kontralateral.

Gambar 2.4 Sistem Limfatik Payudara

2.2 Fisiologi Payudara


Payudara mengalami tiga perubahan yang dipengaruhi oleh hormon. Perubahan pertama
adalah mulai dari masa hidup anak, yaitu masa pubertas, masa fertilitas, sampai ke
klimakterium, dan menopause. Sejak pubertas pengaruh hormon estrogen dan progresteron
yang diproduksi di ovarium dan juga hormon hipofise menyebabkan duktus berkembang dan
timbulnya asinus. Perubahan kedua adalah perubahan sesuai dengan siklus haid. Sekitar hari
ke-8 haid, payudara menjadi lebih besar dan pada beberapa hari sebelum haid sebelumnya
terjadi pembesaran maksimal. Kadang-kadang timbul benjolan yang nyeri dan tidak rata.
Selama beberapa hari menjelang haid, payudara menjadi tegang dan nyeri sehingga
pemeriksaan fisik, terutama palpasi tidak mungkin dilakukan. Pada saat ini, pemeriksaan foto
mammografi tidak berguna karena kontras kelenjar terlalu besar. Begitu haid dimulai,
semuanya berkurang. Perubahan ketiga terjadi pada masa hamil dan menyusui. Pada
kehamilan, payudara menjadi besar karena epitel duktus lobul dan duktus alveolus
berproliferasi, dan tumbuh duktus baru. Sekresi hormon prolaktin dari hipofisis anterior
memicu laktasi. Air susu diproduksi oleh sel-sel alveolus, mengisi asinus, kemudian
dikeluarkan melalui duktus ke puting susu. Setelah menopause, involusi payudara ditandai
dengan pengecilan ukuran dan atrofi struktur payudara.7

Payudara pria hanya terdiri dari duktus dan tidak memiliki asinus. Walaupun demikian,
payudara pria dapat merespon terhadap hormon seks wanita, membengkak dan membesar. Hal
ini dikenal dengan ginekomastia, yaitu kelainan payudara pria yang sama dengan perubahan
fibrokistik pada payudara wanita. Payudara yang membesar terdiri dari duktus-duktus yang
membesar, dilapisi oleh epitel-epitel hiperplastik yang berlapis-lapis. Stroma terdiri dari
fibroblast yang tersusun longgar. Stroma tampak edematous dan mirip dengan stroma
intralobulus pada payudara wanita. Secara makroskopik pembesarannya berbentuk seperti
tombol (button like) yang timbul di bawah areola, biasanya mengenai kedua payudara,
walaupun terkadang hanya mengenai satu. Ginekomastia sering timbul saat pubertas dan pada
usia sangat lanjut.7
2.3 Kanker Payudara
2.3.1 Definisi
Kanker adalah suatu kondisi dimana sel telah kehilangan pengendalian dan
mekanisme normalnya, sehingga mengalami pertumbuhan yang tidak normal, cepat dan tidak
terkendali.2 Kanker payudara/karsinoma mamma adalah penyakit neoplasma ganas yang
berasal dari parenkim payudara.1 Kanker payudara merupakan keganasan pada payudara yang
paling umum terjadi di negara maju dan nomor dua setelah kanker serviks di negara
berkembang.8
2.3.2 Epidemiologi
Insidensi kanker payudara terus meningkat seiring perubahan gaya hidup dan kurangnya
pengetahuan masyarakat akan kanker payudara. Pada tahun 2005 di Amerika Serikat,
didapatkan kasus baru kanker payudara adalah sebanyak 212.930 kasus, dengan 40.870 kasus
meninggal dan pada tahun 2012 angka kejadian kanker payudara meningkat menjadi 226.870
kasus baru dengan 39.510 kematian akibat kanker ini. 2,3. Terdapat variasi insidensi dari kanker
payudara dengan insidensi tertinggi berada di Amerika Serikat dan Eropa barat, serta insiden
terendah berada di Afrika dan Asia.2
Di Indonesia sendiri, kanker payudara merupakan kanker dengan angka kejadian
tertinggi nomor dua setelah kanker serviks dan terdapat kecenderungan peningkatan kasus
dari tahun ke tahun. Berdasarkan data registrasi berbasis patologi, didapatkan angka insidensi
kanker payudara adalah 11-12 kasus per 100.000 penduduk berisiko. 4 Muhclis Ramli dkk
pada penelitiannya di RSCM tahun 2010 mendapatkan pasien biasanya datang berobat setelah

mengalami stadium lanjut, yaitu stadium IIIA/IIIB sebanyak 43,4%, dan stadium IV sebanyak
14,3%. Hal ini berbeda dengan negara maju dimana kanker payudara ditemukan lebih banyak
pada stadium dini.3 Berdasarkan data registrasi berbasis patologi di Indonesia, didapatkan
angka insidensi kanker payudara adalah 11-12 kasus per 100.000 penduduk berisiko.4
2.3.3 Faktor Risiko
Penyebab pasti dari kanker payudara belum diketahui secara pasti. Namun, terdapat
beberapa faktor risiko yang bisa meningkatkan kemungkinan terjadinya kanker payudara,
yaitu:

Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga menderita kanker payudara merupakan salah satu faktor
risiko, akan tetapi hanya 5-10% wanita yang mengalami payudara benar-benar
memiliki predisposisi genetik. 1,5-3 kali risiko akan meningkat bila ibu kandung atau
saudara perempuan penderita juga mengalami kanker payudara. Tingginya risiko ini
dipengaruhi juga oleh jumlah anggota keluarga yang menderita kanker payudara, sejak
usia berapa mereka menderita kanker dan hubungan mereka terhadap individu
tersebut. Kanker familial ini cenderung terjadi pada usia lebih muda dan bilateral.
Peningkatan risiko sebagian besar disebabkan oleh pewarisan gen-gen yang
mempredisposisi kanker payudara.2

Faktor Genetik
Mutasi gen BRCA1 dan BRCA2 diakui berhubungan dengan peningkatan risiko
terjadinya kanker payudara dan kanker ovarium, serta 5-10% dari keseluruhan kanker
Mutasi ini bersifat autosomal dominan, 26-85% akan meningkatkan risiko terjadinya
kanker payudara dan 10-63% akan meningkatkan risiko terjadinya kanker ovarium
(16-63% pada mutasi BRCA1 dan 10-27% pada mutasi BRCA2). Suatu studi populasi
menemukan bahwa mutasi BRCA1 terjadi pada 12 dari 193 wanita (6,2%) yang
terkena kanker payudara sebelum usia 35 tahun dan pada 15 dari 208 wanita (7,2%)
dengan riwayat kanker payudara pada anggota keluarga tingkat pertama (first-degree
relatives). Wanita dengan mutasi BRCA1 memiliki risiko grade kanker yang tinggi
dan tidak adanya ekspresi dari estrogen receptor (ER), progesterone receptor (PR),
dan overekspresi human epidermal growth factor receptor 2 (HER2). Terdapat
perbedaan untuk wanita keturunan Yahudi Ashkenazi, dimana perbandingan mutasi

BRCA 1 (187delAG, 5385 ins C) dan BRCA2 (617delT) pada kelompok ini adalah
1:40, dibandingkan populasi umum, yaitu 1:500 sehingga diperlukan konseling
genetik.2
Kanker lain yang juga berhubungan dengan mutasi BRCA1/BRCA2 adalah
kanker payudara pada laki-laki, kanker tuba fallopi, dan prostat kanker. Pembawa sifat
mutasi BRCA2 juga dapat meningkatkan risiko terjadinya melanoma dan kanker
lambung. Managemen untuk mengurangi risiko mutasi BRCA1/2 adalah dengan
surveilans intensif, kemopreventif dengan selective estrogen receptor modulator
(SERM) dan profilaksis (pengangkatan payudara atau salpingo-ovarian). Mutasi gen
lainnya yang juga berhubungan dengan peningkatan risiko kanker payudara adalah
TP53, PTEN, dan CDH1. Wanita muda dengan mutasi TP53 (Li-Fraumeni syndrome)
memiliki kecenderungan lebih besar untuk mengalami kanker payudara dengan HER2
positif.2 Presentase risiko kanker payudara sesuai mutasi gen dapat dilihat pada
gambar 2.5

Gambar 2.5 Gen-gen Yang Berpengaruh Terhadap Kanker Payudara

Adapun hubungan mutasi beberapa gen dengan terjadinya risiko kanker payudara
dapat dilihat pada tabel 2.1

Tabel 2.1 Hubungan Gen dengan Kejadian Kanker2

Faktor Hormonal
Menstruasi dan proses reproduksi menunjukkan peran hormon seks dalam
perkembangan kanker payudara. Menarche <12 tahun, nullipara, menopause terlambat
(>55 tahun) akan meningkatkan risiko kanker payudara. Hormon seks akan
menstimulasi proliferasi sel-sel dan jaringan payudara serta meningkatkan
karsinogenesis payudara.2,3 Menarche kurang dari 12 tahun akan meningkatkan 1,7-3,4
kali risiko kanker payudara dibandingkan dengan wanita dengan menarche yang
datang pada usia normal atau lebih dari 12 tahun, menopause setelah umur 55 tahun
risikonya 1,5 kali lebih tinggi, tidak menikah/nullipara atau tidak pernah melahirkan
anak akan meningkatkan 2-4 kali risiko kanker dibandingkan wanita yang kawin dan

10

punya anak. Melahirkan anak pertama setelah umur 35 tahun risikonya 2 kali lebih
besar, dan tidak pernah menyusui anak risikonya juga lebih tinggi untuk mendapat
kanker payudara.3

Diet dan Perubahan Gaya Hidup


Studi observasional mendapatkan bahwa wanita dengan diet tinggi lemak,
konsumsi alkohol, defisiensi vitamin C, folat, dan beta karoten memiliki risiko kanker
payudara lebih tinggi. Peningkatan risiko kanker payudara juga dihubungkan dengan
kondisi obesitas post menopause. Wanita post menopause dengan (BMI 31,1)
memiliki kecenderungan mengalami kanker payudara.2

Faktor Usia
Semakin bertambahnya usia akan meningkatkan terjadinya risiko kanker
payudara. Wanita paling sering terserang kanker payudara adalah usia di atas 40 tahun.
Wanita berumur di bawah 40 tahun juga dapat terserang payudara, namun risikonya
lebih rendah dibandingkan wanita di atas 40 tahun. Perbedaan insiden berdasarkan
usia ini diinterpretasikan sebagai efek dari hormon ovarium pada perkembangan
penyakit.3

Densitas Payudara
Wanita dengan kepadatan jaringan payudara >75% memiliki risiko 4,7 kali
lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang memiliki kepadatan payudara >10%.2

Usia Melahirkan Anak Pertama


Usia melahirkan anak pertama pada usia 35 tahun atau lebih mempunyai risiko
2 kali dibandingkan wanita yang melahirkan umur kurang dari 20 tahun.3

Lesi Benigna Payudara

Jenis Kelamin
Insiden kanker payudara pada pria dibandingkan dengan wanita adalah 1:100.
Alasan utamanya adalah karena pada wanita, sel-sel pada payudara lebih sering
terekspose oleh hormon-hormon estrogen dan progesteron yang mempengaruhi
pertumbuhan sel-sel pada payudara. Angka kejadian kanker payudara pada laki-laki
hanya 1 %. Kanker payudara pada pria (male breast cancer) jarang terjadi. Kanker
payudara pria paling sering terjadi pada pria antara usia 60 dan 70 tahun.3

11

Faktor Radiasi
Paparan radiasi, seperti pada pengobatan limfoma hodgkin sebelum usia 15
tahun akan meningkatkan risiko kanker payudara Paparan radiasi, seperti pada
pengobatan limfoma hodgkin sebelum usia 15 tahun akan meningkatkan risiko kanker
payudara.2 Radiasi pada usia di bawah 16 tahun mempunyai risiko 100 kali, radiasi
sebelum umur 20 tahun mempunyai risiko 18 kali. Pada usia 20-29 tahun risiko 6 kali
dan setelah usia 30 tahun risko tidak bermakna. 3 Besar risiko terjadinya kanker
payudara dapat dilihat pada tabel 2.2

Tabel 2.2 Besar Pengaruh Faktor Risiko dari Kanker Payudara 2

Risiko Rendah
Menarche

Risiko Sedang
One first-degree relative

Risiko Tinggi
Mutasi BRCA 1 atau

with breast cancer

BRCA 2

Menopause terlambat
Nullipara

Mutasi CHEK2
Usia > 35 tahun pertama

LCIS
Hiperplasia atipikal
Paparan radiasi < 30 tahun

Estrogen + Progesteron

kali melahirkan
Proliferative breast

Alkohol
Obesitas posmenopause

disease
Densitas mammografi

2.3.4 Patofisiologi
Faktor risiko utama yang berhubungan dengan perkembangan kanker payudara adalah
faktor hormonal dan genetik (riwayat keluarga). Kanker payudara juga bisa terjadi secara
sporadis, berkaitan dengan paparan hormonal, kasus herediter, dan riwayat mutasi germ sel
pada keluarga. Dari faktor genetik, kasus terbanyak berkaitan dengan mutasi gen BRCA 1
pada kromosom nomor 17q21 dan BRCA 2 pada kromosom nomor 13q12. Adanya mutasi
pada gen BRCA1 akan menyebabkan penurunan atau terhentinya produksi dari protein
BRCA1. Mutasi BRCA1 sangat erat kaitannya dengan kejadian kanker payudara herediter
dan sindrom kanker ovarium. Secara umum, ditemukannya gen BRCA1 akan menyebabkan
peningkatan risiko terjadinya kanker payudara sebesar 26-85% dan risiko terjadinya kanker
ovarium sebesar 16-63%, sedangkan gen BRCA2 berhubungan dengan kanker payudara pada
laki-laki dan memiliki risiko terkena kanker ovarium sebesar 10-27%. Penyebab kanker
payudara termasuk multifaktorial, yaitu banyak faktor yang terkait satu dengan yang lain.

12

Dengan adanya mutasi genetik ditambah dengan faktor-faktor risiko lain akan menyebabkan
peningkatan kasus kanker payudara.2
Serangkaian proses berkembangnya kanker disebut karsinogenesis. Karsinogenesis
adalah suatu proses terjadinya kanker melalui mekanisme multitahap yang menunjukkan
perubahan genetik dan menyebabkan transformasi progresif sel normal menjadi sel malignan.
Mekanisme karsinogenesis merupakan sekumpulan perubahan pada sejumlah gen yang
terlibat dan berperan dalam sistem sinyal sel, pertumbuhan, siklus sel, differensiasi,
angiogenesis, dan respon atau perbaikan terhadap kerusakan pada DNA. Perubahan pada
sejumlah gen ini dapat berupa mutasi gen atau perubahan susunan pada DNA yang
menyebabkan terjadinya perubahan fungsi suatu gen, seperti protoonkogen menjadi onkogen;
dan mutasi atau dilesi DNA yang menyebabkan hilangnya fungsi suatu gen, seperti gen
penekan tumor (tumor suppressor gene).2
Terdapat mekanisme ADN repair (perbaikan DNA) yang terjadi pada fase tertentu
dalam siklus sel. Pada fase G1 (gap 1) terdapat check point yaitu suatu tempat dimana
susunan DNA akan dikoreksi dengan teliti oleh enzim polymerase. Apabila ada kesalahan, sel
mempunyai dua pilihan yang dapat dijalankan. Pertama, kesalahan tersebut diperbaiki dengan
cara mengaktifkan ADN repair. Namun, apabila kesalahan yang ada sudah tidak mampu lagi
ditanggulangi, sel memutuskan untuk mengambil pilihan kedua yaitu mematikan sel dengan
susunan DNA yang salah tersebut melalui proses apoptosis. Sel dengan DNA normal akan
meneruskan perjalanan untuk melengkapi siklus yang tersisa yaitu S (sintesis), G2 (gap 2) dan
M (mitosis).
Target utama kerusakan genetik pada karsinogenesis yaitu tiga gen yang berperan
penting pada pengaturan mekanisme penandaan faktor pertumbuhan dan siklus sel, yaitu: (1)
protoonkogen, (2) tumor suppressor gene, dan (3) gen-gen yang memperbaiki DNA.
Protoonkogen adalah gen yang menstimulasi faktor pertumbuhan yang dapat menyebabkan
mutasi dengan tujuan untuk mengganti jaringan yang rusak dengan selsel yang baru. tumor
suppressor gene, di mana berfungsi menekan pertumbuhan sel dengan mengevaluasi tingkat
pembelahan sel, memperbaiki ketidakcocokan DNA dan mengendalikan kematian sel
(apoptosis). Gen yang memperbaiki DNA berfungsi dalam memperbaiki setiap kesalahan
replikasi DNA. Bila ada kerusakan yang tidak sempat diperbaiki saat terjadi mutasi, hal ini
akan menyebabkan perkembangan kanker. Proses ini pada dasarnya dibagi menjadi tiga tahap
utama yaitu inisiasi, promosi, dan progresi.

Tahap Inisiasi

13

Merupakan tahap dimana terjadi perubahan spesifik pada DNA sel target yang
menuntun pada proliferasi abnormal sebuah sel. Pada tahap inisiasi sudah terjadi
perubahan permanen di dalam genom sel akibat kerusakan DNA yang berakhir pada
mutagenesis. Sel yang telah berubah ini tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan sel
normal di sekitarnya. Pada tahap ini proses mutasi mengubah fungsi proto-onkogen
dan tumor suppressor gene. Dengan adanya mutasi gen ditambah zat karsinogenesis
lainnya seperti bahan kimia, radiasi, dan virus akan menyebabkan sel-sel normal
berubah menjadi sel terinisiasi. Namun, sel-sel terinisiasi ini tidak akan berkembang
menjadi sel kanker tanpa adanya pemicu dari agen-agen promotor di dalam tubuh

Tahap Promosi
Tahap promosi merupakan perkembangan awal sel yang terinisiasi melalui
pembelahan (proliferasi), berinteraksi melalui komunikasi sel ke sel, stimulasi
mitogenik, faktor diferensiasi sel, dan proses mutasi dan non mutasi (epigenetik) yang
berperan dalam tahap awal pertumbuhan lesi pra-kanker, merupakan proses yang
reversibel. Sel yang belum melewati tahap inisiasi tidak akan terpengaruh oleh tahap
promosi. Pada tahap ini, terjadi percepatan abnormal sel dan abnormal replikasi, oleh
karena adanya perubahan tambahan dalam genom akibat zat promotor (merasangsang
pembelahan) seperti estrogen dan progesteron.

Tahap Progresi
Progresi merupakan suatu tahap ketika klon sel mutan mendapatkan
karaktristik neoplasma, seiring perkembangan tumor, sel menjadi lebih heterogen
akibat mutasi tambahan, termasuk menjadikannya lebih infiltratif dan mampu
bermetastasis. Mekanisme perkembangan kanker dapat dilihat pada gambar 2.6.
Adapun penyebabran kanker dapat terjadi secara hematogen, limfogen, dan
perkontuinatum

14

Gambar 2.6 Proses Perkembangan Kanker

2.3.5 Klasfikasi
Berdasarkan WHO Histological Classification of Breast yang didasarkan atas pola
pertumbuhan dan gambaran sel tumor invasif, klasifikasi kanker payudara dapat dilihat pada
tabel 2.3
Tabel 2.3 Klasifikasi Histologi Kanker Payudara 8

1.

Non-invasif

2.

Invasif

3.

Pagets disease

a. Ductal carcinoma in situ (DCIS)


b. Lobular carcinoma in situ (LCIS)
a. Invasive ductal carcinoma
a1 Papillobular carcinoma
a2 Solid tubular carcinoma
a3 Scirrhous carcinoma
b. Special types
b1 Mucinous carcinoma
b2 Medullary carcinoma
b3 Invasive lobular carcinoma
b4 Adenoid cystic carcinoma
b5 Squamous cell carcinoma
b6 Spindel cell carcinoma
b7 Apocrine carcinoma
b8 Carcinoma with cartilaginous and or osseous metaplasia
b9 Tubular carcinoma
b10 Secretory carcinoma
b11 Others

15

Jenis kanker murni tubular, mucinous, papillary, atau cribiform memiliki prognosis
lebih baik daripada jenis lain. Terdapat pembagian derajat differensiasi berdasarkan grading
histologi. Grading histologi mengelompokan kanker payudara berdasarkan penilaian dari (1)
pembentukan tubulus; (2) pleomorfisme nuklear; dan (3) aktivitas mitotik. Sistem gradasi
oleh Elston dan Ellis, modifikasi Bloom dan Richardson membagi gradasi histologis sebagai
berikut2
1. Grade 1
2. Grade 2
3. Grade 3

: differensiasi baik
: differensiasi sedang
: differensiasi buruk

Adapun klasifikasi berdasarkan sistem TNM (Tumor, Nodus, dan Metastasis) oleh
AJCC (American Joint Committee on Cancer) tahun 2010 dapat dilihat pada tabel 2.4
Tabel 2.4 Klasifikasi TNM Kanker Payudara2

16

Terdapat perbedaan sistem klasifikasi dari sebelumnya, dimana pada sistem klasifikasi
2010 dimasukkan kelompok pasien setelah terapi neoadjuvan dan kategori M0(i+), yaitu
kelompok pasien yang didapatkan tumor pada sistem sirkulasi, tumor di sumsung tulang, atau
terdeteksi adanya deposit tumor di jaringan lain yang ukurannya tidak melebihi 0,2 mm.
Pasien dalam kategori ini tidak diklasifikaskan dalam grade IV.2

17

Gambar 2.7 Staging Kanker Payudara

Pengelompokan ini penting sehubungan dengan prognosis dan terapi yang akan
diberikan. Selain itu, juga terdapat faktor lain yang mempengaruhi jenis pengobatan dan
prognosis yaitu:
Jenis sel kanker
Gambaran kanker
Respon kanker terhadap hormon: kanker yang memiliki reseptor estrogen tumbuh

secara lebih lambat dan lebih sering ditemukan pada wanita pasca menopause
Ada atau tidaknya gen penyebab kanker payudara

2.3.6 Patologi
Karsinoma payudara invasif merupakan tumor yang secara histologik heterogen.
Mayoritas tumor ini adalah adenokarsinoma yang tumbuh dari terminal duktus. Terdapat lima
varian histologik yang sering dari adenokarsinoma payudara.
1.

Karsinoma duktal in situ/ductal carcinoma in situ (DCIS), merupakan tipe paling


sering dari noninvasive breast cancer, berkisar 15-30% dari semua kasus baru
merupakam DCIS. In situ berarti di tempat, sehingga duktal karsinoma in situ
merupakan pertumbuhan sel tak terkontrol yang masih berada dalam duktus tanpa
invasi keluar melewati membran basalis. DCIS muncul sebagai massa yang teraba
ataupun tidak teraba, terkadang muncul sebagai penyakit Paget, umumnya
didiagnosis dengan mammografi gambaran yang sering berupa mikrokalsifikasi
berkelompok. Masalah utama dalam pengelolaan DCIS adalah kurangnya
pemahaman riwayat penyakit dan ketidakmampuan untuk menentukan DCIS yang
akan berlanjut menjadi karsinoma invasif. Klasifikasi morfologi (comedo, papillary,

18

micropapillary, solid, dan cribriform) juga masih membingungkan karena DCIS


biasanya menampilkan lebih dari satu pola histologis.2
Pengelolaan Payudara Pada DCIS
Mastektomi, kemoterapi, dan radioterapi merupakan cara pengelolaan DCIS.
Terapi yang tepat disesuaikan berdasarkan ukuran lesi, risiko kekambuhan, sikap
pasien terhadap risiko, dan manfaat terapi. Indikasi untuk mastektomi pada DCIS
adalah lesi terlalu besar, sulit mendapatkan margin negatif dari eksisi dengan hasil
kosmetik yang baik. Untuk wanita dengan localized DCIS, pengelolaan dengan
eksisi dan eksisi+radiasi telah dilakukan. Guideline National Comprehensive
Cancer Network (NCCN) 2014 menyatakan bahwa total mastektomi/lumpektomi +
radiasi dimasukkan sebagai kategori 1 (high-level evidence) dan lumpektomi tanpa
radiasi dimasukkan sebagai kategori 2B (lower-level evidence). Terapi hormonal
mengurangi rekurensi kanker setelah BCT dan dapat mencegah perkembangan
kanker payudara primer baru di kontralateral. Dalam penelitian oleh National
Surgical Adjuvant Breast and Bowel Project, 64 pasien dengan DCIS yang diobati
dengan eksisi+radiasi dan tamoxifen 20 mg setiap hari serta pasien yang hanya
diberi plasebo selama 5 tahun, didapatkan hasil bahwa pasien yang mendapatkan
tamoxifen mengalami penurunan 32% untuk terjadinya rekurensi invasif (p=0,025),
pengurangan 16% dalam risiko rekurensi DCIS (p=0,33), dan 32% pengurangan
kanker payudara kontralateral (p=0,023) dibandingkan pasien pada kelompok
plasebo. Peneitian lain The United Kingdom/Australia New Zealand juga
mendapatkan tamoxifen dapat mengurangi kejadian rekurensi ispilateral dengan atau
tanpa radiasi, dan secara substansial mengurangi kejadian kanker kontralateral.2
2.

Karsinoma lobular in situ/lobular carcinoma in situ (LCIS), ditandai oleh adanya


perubahan sel dalam lobus atau lobulus. Khas pada LCIS adalah lesi multipel yang
sering bilateral, sering ditemukan insidental dari biopasi payudara. Jarang
ditemukan secara klinis maupun mamografi (tidak ada tanda khas). Kebanyakan
pakar meyakini LCIS merupakan lesi prekursor kanker invasif (ditandai dengan
gangguan genom 16q21-q23.1), oleh karena itu mastektomi diindikasikan untuk
kasus ini. Beberapa senter kesehatan menggunakan istilah lobular neoplasia (LN)
untuk atypical lobular hyperplasia (ALH) dan LCIS. Menentukan diagnosis LCIS
cukup sulit, tidak ada klinis yang spesifik dan abnormalitas mammografi. Diagnosis
LCIS dibuat berdasarkan angka insidensi dan pemeriksaan histopatologi. LCIS

19

biasanya

memiliki

ER

dan PR positif

serta

HER2/neu negatif.

LCIS

dikarakteristikan dengan sedikitnya ekspresi E-cadherin dan pada pemeriksaan


histologi untuk LCIS pleomorfik (varian LCIS klasik) didapatkan sel pleomorfik
berukuran sedang-besar yang mengandung eccentric nuclei, nukelus prominen dan
sitoplasma eosinofilik. LCIS pleomorfik berhubungan dengan nekrosis sentral dan
sulit untuk dibedakan dengan DCIS. Meskipun LCIS pleomorfik memiliki
gambaran histologi lebih agresif daripada LCIS klasik, kurangnya kriteria
diagnostik membuat sulitnya membedakan antara LCIS klasik dan LCIS
pleomorfik. Managemen daripada LCIS adalah termasuk surveilans, kemopreventif,
dan profilaksis mastektomi bilateral. Mammografi merupakan skrining standar
untuk kanker payudara.2
3.

Karsinoma tubuler. Hanya merupakan 2% dari kanker payudara. Diagnosis


ditegakkan bila lebih dari 75% tumor menunjukkan formasi tubule. Jarang
metastasis ke kelenjar getah bening aksila. Prognosis sangat lebih bagus dari tipe
lain.3

4.

Karsinoma medular merupakan 5-7% dari kanker payudara. Secara histologis lesi
ditandai oleh inti dengan differensiasi buruk, a syncytial growth pattern, batas tegas,
banyak infiltrasi limfosit dan plasma sel, dan sedikit atau tanpa DCIS. Prognosis
untuk pasien yang murni karsinoma meduller adalah baik, tetapi bila bercampur
dengan komponen duktal invasif prognosisnya sama dengan karsinoma duktal.3

5.

Karsinoma mucinous atau kolloid, merupakan 3% dari kanker payudara. Ditandai


oleh akumulasi yang menonjol dari mucin ekstraseluler melingkupi kelompok sel
tumor. Karsinoma kolloid tumbuh lambat dan cenderung untuk besar ukurannya
(bulky), bila terdapat predominan musinus prognosis baik.3

2.3.7 Penegakkan Diagnosis


Diagnosis kanker payudara dibuat berdasarkan pada tripple diagnostic
procedures (clinical, imaging and pathology/cytology or histopathology). Lebih detail
dijabarkan menjadi pemeriksaan-pemeriksaan4
1. Pemeriksaan klinis (anamnesis dan pemeriksaan fisik)
2. Pemeriksaan radiodiagnostik
3. Pemeriksaan sitologi
4. Pemeriksaan histopatologi (gold standard)
5. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan Klinis

20

Anamnesis

Keluhan di payudara dan aksila


Adanya benjolan padat
Ada tidaknya rasa nyeri
Kecepatan tumbuh tumor (progresifitas dan duobling time tumor)
Nipple discharge
Retraksi papilla mamma (sejak kapan)
Krusta dan eksim yang tidak sembuh pada areola atau papila mamma dengan
-

atau tanpa massa tumor (Pagets disease)


Kelainan kulit di atas tumor (skin dimpling, ulceration, venous ectasia, peau
d orange, satellite nodules)
Perubahan warna kulit
Adanya benjolan di aksila atau di leher/supraklavikula (pembesaran KGB

aksila, supraklavikula)
Edema lengan disertai adanya benjolan di payudara atau aksila ipsilateral
Keluhan di tempat lain (berhubungan dengan metastasis)
Nyeri tulang terus menerus dan semakin berat
Rasa sakit, penuh di ulu hati
Batuk kronis dan sesak nafas
Sakit kepala hebat, muntah, dan gangguan sensorium
Keluhan utama, meliputi benjolan yang keras di payudara dengan atau tanpa
-

rasa nyeri (awal pertumbuhan kanker payudara tidak menimbulkan rasa nyeri)
Faktor-faktor risiko
Identitas
Usia penderita
Usia melahirkan anak pertama (> 35 tahun risiko semakin tinggi)
Paritas
Riwayat laktasi (tidak laktasi akan sedikit meingkatkan risiko)
Riwayat menstruasi (menarche pertama/menopause terlambat)
Pemakaian obat-obatan hormonal (pil KB, HRT) dalam jangka panjang
Riwayat keluarga dengan kanker payudara dan kanker ovarium
Riwayat operasi tumor kanker ovarium
Riwayat radiasi di daerah dada/payudara pada usia muda Keluhan lain berupa
perubahan bentuk puting (retraksi nipple atau terasa nyeri terus menerus),
puting mengeluarkan cairan/darah (nipple discharge)

Pemeriksaan Fisik4

Status

generalis

dihubungkan

dengan

performance

Karnofsky Score, WHO/ECOG score


Status lokalis
Pemeriksaan payudara kanan dan kiri (ipsilateral dan kontralateral)
Massa tumor
o Lokasi (kuadran)
o Ukuran
o Konsistensi
o Permukaan tumor

Status:

21

o Bentuk dan batas tumor


o Jumah tumor yang teraba
o Fiksasi tumor pada kulit, muskulus pektoralis, dinding thoraks.
Perubahan kulit
o Kemerahan, edematous, dimpling, ulcus, satellite nodules
o Gambaran kulit jerut (peau d orange)
Papila mamma
o Retraksi
o Erosi
o Krusta
o Eksim
o Discharge (ipsilateral, satu muara, jenis cairan)
KGB regional
o KGB aksila
o KGB infra-klavikula
o KGB supra-klavikula
Nilai: palpable, ukuran, konsistensi, konglomerasi, fiksasi satu dengan
lain atau dengan jaringan sekitar)

Pemeriksaan organ yang menjadi tempat dan dicurigai terjadinya metastasis


o Paru
o Hati
o Otak
o Tulang

Pemeriksaan penunjang4
Diharuskan
Mammografi dan USG mamma
Foto thoraks
USG abdomen (hati)
Atas indikasi
Bone scanning (diameter kanker > 5 cm, T4, klinis dn sitologi mencurigakan)
Bone survey
CT scan
MRI (evaluasi volume tumor)
Mamografi
Mamografi memegang peran dalam mendeteksi kanker payudara, lesi
berukuran 2 mm sudah dapat dideteksi dengan mamografi. Akurasi untuk predileksi
malignansi 70-80%. Namun akurasi pada pasien usia muda (<30 tahun) dengan
payudara padat kurang akurat. Terdapat 2 tipe pemeriksaan: skrining dan diagnosis.
Skrining dilakukan pada wanita asimptomatik. Skrining mamografi direkomendasikan
1 kali sebagai basal mamogram untuk wanita usia 35-39 tahun, setiap 2 tahun untuk
wanita usia 40-49 tahun, setiap 1 tahun untuk wanita usia 50-60 tahun, dan setiap 1

22

tahun untuk wanita > 60 tahun (compliance rendah) Pada konsisi tertentu
direkomendasikan sebelum usia 40 tahun (wanita dengan keluarga tingkat pertama
penderita kanker payudara). Skrining mamografi dibuat dalam posisi cranio-caudal
(CC) dan medio-lateral oblique (MLO). Mamografi diagnosis dilakukan pada wanita
yang simptomatik. Lebih rumit dan waktu lebih lama dibandingkan mamografi
skrining dan untuk mementukan ukuran tepat, lokasi abnormalitas, evaluasi jaringan
serta kelenjar getah bening sekitar. Mammografi diagnosis foto diambil dalam posisi
cranio-caudal (CC), medio-lateraloblique (MLO) ditambah latero-medial (LM) atau
medio-lateral (ML).3,4
Pemeriksaan mamografi untuk dilakukan untuk tumor yang berukuran 3 cm, 8
namun MD. Anderson Cancer Center menganjurkan mamografi dengan ukuran
berapapun yang bertujuan untuk skrining lesi non palpable pada kedua payudara
(ipsilateral dan kontralateral) dan untuk mengevaluasi resiko malignansi lesi tumor.
Gambaran mamografi untuk lesi ganas dibagi atas tanda primer dan sekunder.
Tanda primer berupa :
1. Densitas meninggi pada tumor
2. Batas tidak teratur karena proses infiltrasi ke jaringan sekitarnya atau batas tidak tegas
3.
4.
5.
6.

1.
2.
3.
4.
5.
6.

(comet sign)
Gambaran translusen disekitar tumor
Gambaran stelata
Adanya mikrokalsifikasi sesuai kriteria Egan
Ukuran klinis lebih besar dari radiologis

Tanda sekunder:
Retraksi kulit
Bertambahnya vaskularisasi
Perubahan posisi puting
KGB aksila (+)
Keadaan daerah tumor dan jaringan fibroglandular tidak teratur
Kepadatan jaringan subareolar yang berbentuk utas
Gambaran kalsifikasi yang diduga ganas menurut kriteria Egan adalah
kalsifikasi dengan lokasi di parenkim payudara, ukuran < 0,5 mm, jumlah > 5 dan
bentuk stelata. Pada lesi nonpalpable gambaran mamografi dibagi 2 kategori:
mikrokalsifikasi dan perubahan densitas. Mikrokalsifikasi dapat berkelompok
(clustered) atau menyebar (scattered). Perubahan densitas mencakup masa terpisahpisah (discrete masses). Gambaran mamografi paling prediktif untuk malignansi
adalah massa berspekula (stelata), mikrokalsifikasi berkelompok dan mikrokalsifikasi
di dalam massa. Sistem pelapora hasil mamografi mengacu pada sistem ACR
(American Collage of Radiology) atau BIRADS (Breast Imaging Reporting and Data

23

System). Sistem pelaporan ini disamping memberikan informasi hasil juga tentang
tindakan yang sesuai. Negatif palsu menurut data Breast Cancer Detection

Demonstration Project berkisar 8-10%.3


MRI
MRI (Magnetic resonance imaging) merupakan instrumen sensitif untuk
deteksi kanker payudara, oleh karena itu MRI sangat baik untuk deteksi rekurensu
lokal pasca BCT, deteksi multifokal kanker dan sebagai tambahan terhadap mamografi
pada kasus tertentu. MRI sangat berguna dalam skrining pasien usia muda dengan
densitas payudara yang padat yang memiliki risiko kanker payudara yang tinggi. MRI
terutama untuk wanita dengan familial cancer, antara lain mutasi BRCA 1 dan BRCA
2.3,4
Tabel 2.5 Guidelines Skrining MRI2

Biopsi
Biopsi pada payudara memberikan informasi sitologi atau histopatologi.
Beberapa teknik biopsi, antara lain fine needble biopsy aspiration (FNA), core needle
biopsy, dan biospi eksisi. Teknik biopsi tertutup (FNA/core biopsy) lebih disukai
karena biayanya yang lebih murah dan efek kosmetiknya lebih baik dibanding biopsi
eksisi.2 FNA lebih mudah dilakukan namum membutuhkan ahli patologi anatomi (PA)
yang terlatih dan memiliki kelemahan untuk diagnosis DCIS. Core biopsy memiliki
beberapa keuntungan daripada FNA, namun membutuhkan spesimen histologi yang
tepat untuk diinterpretasi oleh ahli PA. Hasil negatif palsu dapat terjadi pada teknik
biopsi tertutup.3 Masa persisten atau rekuren setelah aspirasi berulang adalah indikasi
untuk biopsi terbuka (insisi atau eksisi). Namun, FNA merupakan biopsi yang

24

memberikan informasi sitologi, belum menjadi standar baku (gold standart) untuk
diagnosis definitif.
Dianjurkan triple diagnosis (klinis, mamografi, FNA). Biopsi yang
memberikan informasi histopatologi adalah biopsi core, biopsi insisi, biopsi eksisi,
potong beku dan ABBI (advance breast biopsy instrument).

Hasil biopsi ini

merupakan standar baku untuk diagnosis dan terapi. Masingmasing biopsi ini
mempunyai keuntungan dan kerugian. Biopsi eksisi direkomendasikan untuk tumor
ukuran kurang dari 3 cm. Biopsi insisi dilakukan pada tumor operable dengan ukuran
lebih dari 3 cm atau inoperable. Ketika terdapat ketidaksesuaian antara diagnosis FNA
atau core biopsy, serta tidak didapatkannya hasil dari pemeriksaan klinis dan imaging,
diperlukan sampel tambahan biopsi eksisi.2 Potong beku dilakukan saat operasi, teknis
pengambilan spesimen bisa insisi atau eksisi. Dari biopsi ini dapat sekaligus dilakukan
pemeriksaan immunohistokimia dari estrogen reseptor (ER), progesteron reseptor
(PR), CerbB2, p53 dan cathepsin D. Disamping diagnosis histopatologi ditentukan
juga grading histopatologi kanker payudara Biopsi pada payudara memberikan
informasi sitologi atau histopatologi.3

Bone Scan, Foto Thoraks, USG abdomen


Pemeriksaan bone scanning bertujuan untuk evaluasi metastasis di tulang.
Pemeriksaan ini dianjurkan untuk kasus advanced local disease, lymfe node
metastases, distant metastases dan ada simptom pada tulang. diameter kanker > 5 cm,
T4, klinis dn sitologi mencurigakan. Bone scanning dilakukan untuk kanker yang > 5
cm, T4, klinis dn sitologi mencurigakan Bone scanning tidak rutin tidak dianjurkan
pada stadium dini yang asimptomatis karena berdasarkan beberapa penelitian hanya
2% hasil yang positif pada kondisi ini.4

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin dan kimia dilakukan untuk pengobatan dan
informasi kemungkinan adanya metastasis (transaminase, alkali-fosfatase, kalsium
darah, penanda tumor CA 15-3 dan CEA. Kadar transaminase yang tinggi dalam darah
mengindikasikan adanya metastasis ke liver, sedangkan alkali fosfatase dan kalsium
darah rutin untuk memprediksi adanya metastasis ke tulang. Tumor marker CA 15-3
dan CEA penting gunanya untuk menentukan rekurensi kanker payudara, merupakan
pemeriksaan sensitif tapi tidak spesifik oleh karena itu dianjurkan untuk follow up.4

25

2.3.8

Tatalaksana kanker payudara


Terapi Pembedahan
Pembedahan merupakan modalitas utama untuk penatalaksanaan kanker payudar, terutama

untuk kanker payudara stadium awal. Mastektomi adalah operasi pengangkatan payudara.
Berbagai jenis operasi pembedahan pada kanker payudara adalah sebagai berikut
a. Classic Radical Mastectomy (CRM)/Halstedt Radical Mastectomy
CRM adalah operasi pengangkatan seluruh jaringan payudara beserta tumor, nipple
areola komplek, kulit diatas tumor, otot pektoralis mayor dan minor serta diseksi aksila level
I-III. Operasi ini dilakukan bila ada infiltrasi tumor ke fasia atau otot pektoral tanpa ada
metastasis jauh.4
b. Modified Radical Mastectomy (MRM)
-

Pattey (memotong muskulus pektoralis minor untuk dapat melakukan diseksi


aksila sampai level 3

Unchincloss & Maaden (mempertahankan muskulus pektoralis mayor dan minor)4

c. Breast Conserving Surgery (BCS)


BCS adalah terapi dengan melakukan eksisi tumor primer dengan atau tanpa diseksi
aksila dan radioterapi. Terapi ini memberikan survival yang sama dengan MRM namun
rekurensinya lebih besar.4
d. Skin Sparing Mastectomy (SSM)
SSM adalah operasi pengangkatan seluruh jaringan payudara beserta tumor dan
nipple aerola kompleks dengan mempertahankan kulit sebanyak mungkin serta diseksi
aksila level I-II. Operasi ini harus disertai rekonstruksi payudara secara langsung yang
umumnya adalah TRAM flap (transverse rektus abdominis musculotaneus flap), LD flap
(latissimus dorsi flap) atau implant (silikon).2.3
e. Nipple Sparing Mastectomy (NSP)
NSP adalah operasi pengankatan seluruh jaringan payudara beserta tumor dengan
mempertahankan nipple areola kompleks dan kulit serta diseksi aksila level I-II. Operasi ini,
juga harus disertai rekonstruksi payudara secara langsung yang umumnya adalah TRAM
flap (transverse rektus abdominis musculotaneus flap), LD flap (latissimus dorsi flap) atau
implant (silikon).2

Radioterapi

26

Radioterapi merupakan terapi loko-regional dan pada umumnya eksternal dengan Co60
ataupun terapi dengan sinar X. Radioterapi dapat dilakukan sebagai berikut:4

Radioterapi neoadjuvant

Radioterapi adjuvant

Radioterapi paliatif

Kemoterapi
Kemoterapi adalah penggunaan obat anti kanker (sitostatiska) untuk mengahancurkan
sel kanker. Kemoterapi diberikan sebagai kombinasi, kombinasi kemoterapi yang
menjadi standar adalah CMF, CAF;CEF, T-A, Gapacitabine dan beberapa kemoterapi
lain, seperti Navelbine, Gemcitabine (+cisplatinum) digunakan sebagai kemoterapi lapis
ke-3. Pemberian kemoterapi dapat dilakukan: neoadjuvan, adjuvant, paliatif, terapeutik,
dan metronomic (anti angiogenesis).4
Lama kemoterapi
-

Kemoterapi neoadjuvant

: 3 siklus

Kemoterapi adjuvant

: 6 siklus

Kemoterapi paliatif

: diberikan jangka panjang

Kemoterapi terapeutik

diberikan

sampai

metastasis

hilang/intoksikasi
Respon terhadap kemoterapi didefinisikan dalam:3
1. Complete response
Seluruh kanker atau tumor menghilang, tidak terlihat lagi adanya kanker maupun
metatstatis. Tumor marker turun ke angka normal. Respon ini bertahan lebih dari satu
bulan.
2. Partial response
Volume kanker mengecil lebih dari 50%, tidak ada lesi baru ataupun metastatis. Tumor
marker angkanya menurun, tapi penyakit ini masih ada dan respon bertahan lebih dari
satu bulan.
3. Stable disease/minimal response
Volume kanker mengecil kurang dari 25% atau kanker tidak mengecil, tidak tumbuh
membesar. Tumor marker juga tidak berubah secara signifikan.
4. Disease progression

27

Kanker terlihat tumbuh membesar. Penyakit menunjukkan peningkatan ukuran


volume, juga peningkatan yang signifikan dari tumor marker.

Terapi hormonal4
Pemberian terapi hormonal terutama pada penderita kanker payudara dengan reseptor
hormonal yang positif, terutama ER (estrogen receptor) dan PR (progesteron receptor)
positif. Beberapa obat yang dipergunakan dalam terapi hormonal adalah: tamoxifen,
aromatase inhibitors (letrozole, anastrozole & exemestan), dan GnRH (gonadotropin
releasing hormon)
Pemberian terapi hormonal dapat bersifat

Additive (tambahan)

Ablative (menghilangkan sumber hormon tertentu)

Obat-obatan Target4
Dipakai bila ada indikasi, yaitu adanya ekspresi protein tertentu pada jaringan kanker,
seperti
-

Ekspresi Her2/Neu protein: Trastuzumab


Ekspresi VEGF/R: Bevacizumab

Penatalaksanaan sesuai stadium


1. Stadium I
-

Breast Conserving Treatment

Modified Mastectomy Radical

Mastectomy + Reconstruction

2. Stadium II
Stadium II A
-

Breast Conserving Treatment + kemoterapi

Modified Mastectomy Radical + kemoterapi

Mastectomy + Reconstruction + kemoterapi

Stadium II B (Terapi hormon bila ER dan PR positif


-

Modified Mastectomy Radical + kemoterapi adjuvan

Kemoterapi neoadjuvan/radioteapi Pre Op + MRM + kemoterapi adjuvan

Her2 inhibtors

3. Stadium III (Terapi hormon bila ER dan PR positif)

28

Stadium III A
-

Kemoterapi neoadjuvan/radioteapi Pre Op + MRM + kemoterapi adjuvan

Stadium III B
-

Kemoterapi neoadjuvan + mastektomi simpel + kemoterapi adjuvan

Radioterapi

Stadium III C
-

Kemoterapi neoadjuvan + mastektomi simpel + kemoterapi adjuvan

Radioterapi

4. Stadium IV (Terapi hormon bila ER dan PR positif)


-

Sistemik (kemoterapi, hormonal terapi, dan terapi target)

Lokal (radiasi + pembedahan)

2.3.9 Pencegahan
Usaha pencegahan kanker payudara dapat berupa pencegahan primer, pencegahan
sekunder, dan pencegahan tertier.
a. Pencegahan Primer
Membiasakan pola hidup sehat sejak dini dan menjauhi faktor risiko changeable
(dapat diubah) kejadian kanker payudara, antara lain:3
1. Perbanyak konsumsi buah dan sayuran, klorofil yang bersifat antikarsinogenik dan
radioprotektif, serta antioksidan yang dapat menangkal radikal bebas
2. Hindari makanan yang berkadar lemak tinggi, berpengawet, perasa, pemanis, dan
pewarna buatan
3. Pengontrolan berat badan dengan berolah raga dan diet seimbang
4. Hindari alkohol, rokok, dan stres
5. Hindari paparan radiasi yang berlebihan
6. Melakukan skrining (mammografi, ultrasonografi, dan MRI)
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder dilakukan dengan melakukan diagnosis dini terhadap penderita
kanker payudara dan biasanya diarahkan pada individu yang telah positif menderita kanker
payudara agar dapat dilakukan pengobatan dan penanganan yang tepat. Dilakukan dengan
SADARI dan pemeriksaan fisik oleh dokter.4

29

Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI)


Untuk semua wanita di atas umur 20 tahun sebaiknya melakukan SADARI setiap bulan, 7
hari setelah menstruasi bersih. Adapun teknik pemeriksaan payudara, yaitu 4
1. Inspeksi
Pada inspeksi dapat dilihat dilatasi pembuluh-pembuluh balik di bawah kulit akibat
pembesaran tumor jinak atau ganas dibawah kulit. Edema kulit harus diperthatikan pada
tumor yang terletak tidak jauh di bawah kulit. Edema kulit dapat tampak seperti gambaran
kulit jeruk (peau doranges) pada kanker payudara. Selain itu, Dapat dilihat Puting susu
tertarik ke dalam, eksem pada puting susu, edema, ulserasi, satelit tumor di kulit, atau nodul
pada aksila.
2. Palpasi
Pemeriksaan dilakukan dengan tangan pasien di samping dan sesudah itu tangan di atas
dengan posisi pasien duduk. Palpasi harus meliputi seluruh payudara, dari parasternal kearah
garis aksila ke belakang, dari subklavikular ke arah paling distal. Palpasi harus meliputi
seluruh payudara, mulai dari parasternal ke arah garis aksila ke belakang dan dari
subklavikular ke arah paling distal. Palpasi dilakukan dengan memakai 3-4 jari yang
dirapatkan, palpasi payudara di antara dua jari harus dihindarkan karena dengan cara ini
kelenjar payudara normalpun teraba seperti massa tumor. Palpasi dimulai dari bagian perifer
sampai areola mammae dan papilla mammae, apabila terdapat massa maka perlu dievaluasi
tentang :

Besar atau diameter serta letak dan batas tumor dengan jaringan sekitarnya
Hubungan kulit dengan tumor apakah masih bebas atau ada perlengketan
Hubungan tumor dengan jaringan di bawahnya apakah bebas atau ada perlengketan,
Kelenjar limfe di aksila, infraklavikular, dan supraklavikular.
Adanya tumor satelit
Penderita diperiksa dengan badan bagian atas terbuka

Posisi

Posisi tegak (duduk)


Lengan penderita jatuh bebas di samping tubuh, pemeriksa berdiri di depan dalam
posisi yang lebih kurang sama tinggi. Pada inspeksi dilihat simetri payudara kiri
dan kanan; perubahan kulit berupa peau dorange, kemerahan, dimpling, edema,
ulserasi dan nodul satelit; kelainan puting susu seperti retraksi, erosi, krusta dan
adanya discharge.

Posisi berbaring

30

Penderita berbaring dan diusahakan agar payudara jatuh tersebar rata di atas
lapangan dada, jika perlu bahu atau punggung diganjal dengan bantal kecil
terutama pada penderita yang payudaranya besar. Palpasi dilakukan dengan
mempergunakan falang distal dan falang medial jari II, III dan IV yang dikerjakan
secara sistematis mulai dari kranial setinggi iga kedua sampai ke distal setinggi iga
keenam, juga dilakukan pemeriksaan daerah sentral subareolar dan papil. Palpasi
juga dapat dilakukan dari tepi ke sentral (sentrifugal) berakhir di daerah papil.
Terakhir diadakan pemeriksaan kalau ada cairan keluar dengan menekan daerah
sekitar papil. Pemeriksaan dengan rabaan halus akan lebih teliti daripada dengan
rabaan kuat karena rabaan halus akan dapat membedakan kepadatan massa
payudara. Pada pemeriksaan ini ditentukan lokasi tumor berdasarkan kuadran
payudara (lateral atas, lateral bawah, medial atas, medial bawah, dan daerah
sentral), ukuran tumor (diameter terbesar), konsistensi, permukaan, bentuk dan
batas-batas tumor, jumlah tumor serta mobilitasnya terhadap jaringan sekitar
payudara, kulit, muskulus pektoralis dan dinding dada. Pemeriksaan kelenjar getah
bening regional.

Gambar 2.8 Teknik Pemeriksaan Payudara

Pemeriksaan fisik payudara harus dikerjakan secara halus, tidak boleh kasar dan keras.
Tidak jarang palpasi yang keras menimbulkan perdarahan atau nyeri yang hebat dari
penderita, tumor ganas tidak boleh dilakukan pemeriksaan fisik yang berulang-ulang karena
kemungkinan dapat mempercepat penyebaran.
c. Pencegahan Tertier
Pencegahan tertier dapat dilakukan dengan perawatan paliatif dengan tujuan
mempertahankan kualitas hidup penderita dan memperlambat progresivitas penyakit dan

31

mengurangi rasa nyeri dan keluhan lain serta rehabilitasi dan perbaikan di bidang psikologis,
sosial, dan spiritual.4
-

Hari 1-2
o

Latihan lingkup gerak sendi sekitar/ipsilateral daerah operasi (sendi siku, bahu
secara bertahap)

Latihan relaksasi otot leher dan thoraks

Aktif mobilisasi

Hari 3-5
o

Latihan gerak lengan bahu ipsilateral post operasi lebih bebas

Latihan relaksasi

Bebas gerakan

Edukasi untuk tetep mempertahankan lingkup gerak sendi dengan berlatih secara
teratur

Edukasi untuk menjaga agar lengan ipsilateral pembedahan tetap sehat

2.3.10 Follow Up dan Prognosis


Setelah terapi untuk kanker payudara selesai, pasien harus di follow up untuk
kemungkinan rekurensi atau metastatis. Sebagian besar rekurensi (> 50%) biasanya terjadi
dalam 2 tahun pasca pembedahan, namun rekurensi dapat juga terjadi setelah 20 tahun pasca
bedah. Follow up ditujukan untuk menemukan rekurensi dini, dimana dengan pengobatan
yang baik, dapat memperpanjang overall survival secara bermakna dan lebih hemat. Beberapa
senter di Indonesia menganjurkan interval kontrol sebagai berikut:4
-

Tahun 1 dan 2

: kontrol setiap 2 bulan

Tahun 3 s/d 5

: kontrol setiap 3 bulan

Tahun > 5

: kontrol setiap 6 bulan


atau

6 bulan pertama

: kontrol setiap 1 bulan

6 bulan s/d 3 tahun

: kontrol setiap 3 bulan

> 3 tahun s/d 5 tahun : kontrol setiap 6 bulan

> 5 tahun

Pemeriksaan meliputi4

: kontrol setiap tahun

32

SADARI setiap bulan

Pemeriksaan fisik oleh dokter

Pemeriksaan imaging

Mammografi setiap 6 bulan selama 3 tahun pertama

Thoraks foto setiap 6 bulan selama 3 tahun pertama

USG liver setiap 6 bulan selama 3 tahun pertama

Bone scan setiap 2 tahun, kecuali jika ada indikasi

Tumor marker CA 15-3 setiap 2-3 bulan

Untuk prognosis kanker payudara tergantung dari:2

Usia ( 35 tahun)
Ukuran tumor
Staging
Keterlibatan kelenjar limfe
Derajat kanker secara histologis.
Status reseptor estrogen (ER) dan reseptor progesteron (PR). Penderita tumor dengan
reseptor positif memiliki resiko kekambuhan yang lebih rendah dan harapan hidup yang

lebih panjang dibandingkan dengan tumor reseptor negatif.


HER2-neu
Namun Stadium klinis dari kanker payudara merupakan indikator terbaik untuk
menentukan prognosis penyakit ini. Menurut National Cancer Data Base, berdasarkan jumlah
penderita kanker payudara pada tahun 2001 dan 2002 didapatkan persentase harapan hidup
penderita kanker payudara dalam lima tahun digambarkan dalam tabel five-year survival rate
berikut ini:

Tabel 2.6 Presentase Harapan Hidup Penderita Kanker Payudara 3

Stage
0
I
IIA
IIB

5-year survival rate


93%
88%
81%
74%

33

IIIA
IIIB
IIIC
IV

67%
41%
49%
15%

BAB III
KESIMPULAN
Kanker payudara/karsinoma mamma adalah penyakit neoplasma ganas yang berasal
dari parenkim payudara.1 Kanker payudara merupakan suatu masalah kesehatan global,
khususnya bagi wanita diseluruh dunia dengan angka kejadian tertinggi nomor satu di negara
maju dan nomor dua setelah kanker serviks di negara berkembang. 2,3 Insidensi kanker
payudara terus meningkat seiring perubahan gaya hidup dan kurangnya pengetahuan

34

masyarakat akan kanker payudara. Pada tahun 2005 di Amerika Serikat, didapatkan kasus
baru kanker payudara adalah sebanyak 212.930 kasus, dengan 40.870 kasus meninggal dan
pada tahun 2012 angka kejadian kanker payudara meningkat menjadi 226.870 kasus baru
dengan 39.510 kematian akibat kanker ini.2,3 Di Indonesia sendiri, kanker payudara
merupakan kanker dengan angka kejadian tertinggi nomor dua setelah kanker serviks dan
terdapat kecenderungan peningkatan kasus dari tahun ke tahun. Berdasarkan data registrasi
berbasis patologi, didapatkan angka insidensi kanker payudara adalah 11-12 kasus per
100.000 penduduk berisiko.4
Diagnosis kanker payudara dibuat berdasarkan pada tripple diagnostic procedures
(clinical, imaging and pathology/cytology or histopathology). Lebih detail dijabarkan menjadi
pemeriksaan-pemeriksaan:

Pemeriksaan

klinis

(anamnesis

dan

pemeriksaan

fisik),

pemeriksaan radiodiagnostik, pemeriksaan sitologi, pemeriksaan histopatologi (gold


standard), dan pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan Klinis
Anamnesis

Keluhan di payudara dan aksila


Adanya benjolan padat
Ada tidaknya rasa nyeri
Kecepatan tumbuh tumor (progresifitas dan duobling time tumor)
Nipple discharge
Retraksi papilla mamma (sejak kapan)
Krusta dan eksim yang tidak sembuh pada areola atau papila mamma dengan
-

atau tanpa massa tumor (Pagets disease)


Kelainan kulit di atas tumor (skin dimpling, ulceration, venous ectasia, peau
d orange, satellite nodules)
Perubahan warna kulit
Adanya benjolan di aksila atau di leher/supraklavikula (pembesaran KGB

aksila, supraklavikula)
Edema lengan disertai adanya benjolan di payudara atau aksila ipsilateral
Keluhan di tempat lain (berhubungan dengan metastasis)
Nyeri tulang terus menerus dan semakin berat
Rasa sakit, penuh di ulu hati
Batuk kronis dan sesak nafas
Sakit kepala hebat, muntah, dan gangguan sensorium
Keluhan utama, meliputi benjolan yang keras di payudara dengan atau tanpa
-

rasa nyeri (awal pertumbuhan kanker payudara tidak menimbulkan rasa nyeri)
Faktor-faktor risiko
Identitas
Usia penderita
Usia melahirkan anak pertama (> 35 tahun risiko semakin tinggi)

35

Paritas
Riwayat laktasi (tidak laktasi akan sedikit meingkatkan risiko)
Riwayat menstruasi (menarche pertama/menopause terlambat)
Pemakaian obat-obatan hormonal (pil KB, HRT) dalam jangka panjang
Riwayat keluarga dengan kanker payudara dan kanker ovarium
Riwayat operasi tumor kanker ovarium
Riwayat radiasi di daerah dada/payudara pada usia muda Keluhan lain berupa
perubahan bentuk puting (retraksi nipple atau terasa nyeri terus menerus),

puting mengeluarkan cairan/darah (nipple discharge)


Pemeriksaan Fisik4

Status generalis dihubungkan dengan

Status:

Karnofsky Score, WHO/ECOG score


Status lokalis
Pemeriksaan payudara kanan dan kiri (ipsilateral dan kontralateral)
Massa tumor
o Lokasi (kuadran)
o Ukuran
o Konsistensi
o Permukaan tumor
o Bentuk dan batas tumor
o Jumah tumor yang teraba
o Fiksasi tumor pada kulit, muskulus pektoralis, dinding thoraks.
Perubahan kulit
o Kemerahan, edematous, dimpling, ulcus, satellite nodules
o Gambaran kulit jerut (peau d orange)
Papila mamma
o Retraksi
o Erosi
o Krusta
o Eksim
o Discharge (ipsilateral, satu muara, jenis cairan)
KGB regional
o KGB aksila
o KGB infra-klavikula
o KGB supra-klavikula
Nilai: palpable, ukuran, konsistensi, konglomerasi, fiksasi satu dengan

lain atau dengan jaringan sekitar)


Pemeriksaan organ yang menjadi tempat dan dicurigai terjadinya metastasis
o Paru
o Hati
o Otak
o Tulang
Pemeriksaan penunjang4
Diharuskan
Mammografi dan USG mamma
Foto thoraks
-

performance

36

USG abdomen (hati)


Atas indikasi
Bone scanning (diameter kanker > 5 cm, T4, klinis dn sitologi mencurigakan)
Bone survey
CT scan
MRI (evaluasi volume tumor)
Penatalaksanan yang dapat dilakukan, meliputi terapi pembedahan, radioterapi,

kemoterapi, terapi hormonal, dan terapi target. Prognosis dihtung berdasarkan five-year
survival rate

37

DAFTAR PUSTAKA
1.

Leksana dan Mirzanie, H. Chirurgica Re-Package. Yogyakarta: Tosca; 2005. H. VIII12.

2.

Devita, V.T, Hellman, and Rosenberg, S.A. Cancer Principles & Practice of Oncology
2015. 10th ed. Wolters Kluwer Health; 2015. Part V Section 6, Cancer of The Breast;
P.1107-52.

3.

Suyanto dan Pasaribu, E. T. Bedah Onkologi: Diagnosis dan terapi. Jakarta: Sagung
Seto; 2010. Bab 2, Kanker Payudara; hal.35-81.

4.

Manuaba, T.W. Panduan Penatalaksanaan Kanker Solid: PERABOI 2010. Jakarta:


Sagung Seto; 2010. Bab 2, Kanker Payudara; hal.17.

5.

Snell, R.S. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Ed ke-6. Jakarta: EGC;
2006. H.70.

6.

Brunicardi, C.F. Schwartzs Principles of Surgery. 9th ed. United States: McGraw-Hills;
2010.

7.

Sjamsuhidayat, R. dan Jong, W.D. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed ke-2. Jakarta: EGC; 2004.

8.

Albar, Z.A., Tjindarbumi, D., Ramli, M., Lukitto, P., Reksoprawiro, S., Handojo, D.,
Darwis, I., Suardi, D.R., dan Achmad, D. Protokol PERABOI 2003. Jakarta: Sagung
Seto; 2004. H.2-15.

38

Você também pode gostar