Você está na página 1de 32

LAPORAN PENDAHULUAN

SYOK KARDIOGENIK
Untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners Departemen Medikal
Ruang 5 CVCU RSUD dr. Saiful Anwar

Disusun oleh :
Andini Dian Desita
130070300011088

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014

SYOK KARDIOGENIK
1. KONSEP DASAR MEDIS
A. DEFINISI
Syok adalah suatu sindrom klinis yang ditandai dengan adanya gangguan system
sirkulasi yang mengakibatkan tidak adekuatnya perfusi dan oksigenasi untuk
mempertahankan metabolisme aerobik sel secara normal (Rifki Az, 2013).
Syok kardiogenik adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah
keseluruh tubuh, pada penyakit jantung koroner disebabkan karena adanya kematian
jaringan miokard sehingga jantung tidak dapat memompakan darah secara optimal yang
menyebabkan penurunan perfusi jaringan (Rifki Az, 2013).
Syok kardiogenik adalah syok yang disebabkan karena fungsi jantung yang tidak
adekuat, seperti pada infark miokard atau obstruksi mekanik jantung; manifestasinya
meliputi hipovolemia, hipotensi, kulit dingin, nadi yang lemah, kekacauan mental dan
kegelisahan. (Kamus Kedokteran Dorland, 2009).
Syok kardiogenik merupakan sindrom gangguan patofisiologik berat yang
berhubungan dengan metabolisme seluler yang abnormal, yang umumnya disebabkan
oleh perfusi jarigan yang buruk. Disebut juga kegagalan sirkulasi perifer yang
menyeluruh dengan perfusi jaringan yang tidak adekuat (Tjokronegoro, A., dkk, 2009).
Syok kardiogenik merupakan stadium akhir disfungsi ventrikel kiri atau gagal
jantung kongestif, terjadi bila ventrikel kiri mengalami kerusakan yang luas. Otot jantung
kehilangan kekuatan kontraktilitasnya,menimbulkan penurunan curah jantung dengan
perfusi jaringan yang tidak adekuat ke organ vital (jantung, otak, ginjal). Derajat syok
sebanding dengan disfungsi ventrikel kiri. Meskipun syok kardiogenik biasanya sering
terjadi sebagai komplikasi MI, namun bisa juga terajdi pada temponade jantung, emboli
paru, kardiomiopati dan disritmia. (Brunner & Suddarth, 2009).
Menurut Bakta& Ketut (2009), dari segi hemodinamik syok kardiogenik adalah
kelainan jantung primer yang mengakibatkan hal hal berikut :
a. Tekanan arteri systole kurang dari 90mmHg ( hipotensi absolute ) atau paling tidak 60 mmHg
dibawah tekanan basal ( hipotensi relatif )
b. Gangguan aliran darah ke organ organ penting ( kesadaran menurun, vasokontriksi di
perifer origuria ( urine kurang dari 30 ml/jam )
c. Tidak adanya ganguan preload atau proses nonmiokardial sebagai etiologi syok (aritmia,
asidosis, atau depresan jantung secara farmakologi maupun fisiologik )
d. Adanya gangguan miokardial primer secara klinik dan laboratorik.
Syok dapat dibedakan menjadi :

a. Syok hipovolemik : disesbabkan kurang volume darah intravaskuler.


b. Syok kardiogenik : disebabkan kegagalan jantung untuk memompa darah.
c. Syok sepsis : disebabkan oleh produksi toksin atau infeksi
d. Syok neurologic : disebabkan perubahan perubahan tegangan vaskuler
e. Syok anaphylactic : disebabkan reaksi imunologik
B. ETIOLOGI
Penyebab syok kardiogenik menurut clinical practice guidline, yaitu :
Infark Miokard Akut
Merupakan penyebab tersering dari syok kardiogenik. Hal ini disebabkan oleh
hilangnya fungsi miokard akibat infark. Syok kardiogenik lebih sering terjadi pada

infark miokardventrikel kiri daripada ventrikel kanan.


Komplikasi mekanis
Penyebab syok kardiogenik selain infark adalah komplikasi mekanik. Proses mekanis
yang dimaksud antara lain disfungsi atau ruptur muskulus papilaris yang biasanya
terjadi pada katup mitral dan menyebabkan regurgitasi mitral akut, ruptur septum
ventrikular, ruptur dinding, ataupun aneurisma ventrikel kiri dapat mempresipitasi
(menimbulkan/mempercepat) syok kardiogenik pada pasien dengan infark-infark yang

lebih kecil.
Obat-obatan seperti: beta blokers, calcium channel blokers, dan beberapa obat

kemoterapi
Ketidakseimbangan elektrolit: hypocalcaemia dan hypophosphataemia
Struktural seperti : ventricular hipertropi, kardiomiopati, stenisis aortic, regurgitasi

mitral atau aortik.


Myocarditis ( inflamasi miokardium, peradangan otot jantung).
C. FAKTOR RESIKO
Menurut Bakta & Ketut (2009), dari berbagai penelitian dilaporkan adanya faktor
predisposisi timbulnya syok kardiogenik, yaitu :
Umur yang relative lebih tua > 60 tahun : dengan bertambah umur produksi hormone,
enzim dan daya imun biasanya juga menurun.
Wanita yang memiliki penyakit jantung memiliki resiko lebih tinggi dibandingkan

dengan laki-laki yang memiliki penyakit jantung


Riwayat gagal jantung atau serangan jantung
Riwayat diabetes melitus
Telah terjadi payah jantung sebelumnya.
Adanya infark yang lama ataupun baru
IMA yang meluas secara progresif
Komplikasi IMA : septum sobek, disenergi ventrikel
Gangguan irama jantung
Factor factor ekstramiokardial : obat obatan yang menyebabkan hipotensi atau
hipovolemi .

D. PATOFISIOLOGI
Syok kardiogenik merupakan kondisi yang terjadi sebagai serangan jantung pada
fase termimal dari berbagai penyakit jantung. Berkurangnya ke aliran darah koroner
berdampak pada supply O2 kejaringan khususnya pada otot jantung yang semakin
berkurang, hal ini akan menyababkan iscemik miokard pada fase awal, namun bila
berkelanjutan akan menimbulkan injuri sampai infark miokard. Bila kondisi tersebut tidak
tertangani dengan baik akan menyebabkan kondisi yang dinamakan syok kardiogenik.
Pada kondisi syok, metabolisme yang pada fase awal sudah mengalami perubahan
pada kondisi anaerob akan semakin memburuk sehingga produksi asam laktat

terus

meningkat dan memicu timbulnya nyeri hebat seperti terbakar maupun tertekan yang
menjalar sampai leher dan lengan kiri, kelemahan fisik juga terjadi sebagai akibat dari
penimbunan asam laktat yang tinggi pada darah.
Semakin menurunnya kondisi pada fase syok otot jantung semakin kehilangan
kemampuan untuk berkontraksi utuk memompa darah. Penurunan jumlah strok volume
mengakibatkan berkurangnnya cardiac output atau berhenti sama sekali. Hal tersebut
menyebakkan suplay darah maupun O2 sangatlah menurun kejaringan, sehingga
menimbulkan kondisi penurunan kesadaran dengan akral dinging pada ektrimitas,
Kompensasi dari otot jantung dengan meningkatkan denyut nadi yang berdampak pada
penurunan tekanan darah Juga tidak memperbaiki kondisi penurunan kesadaran.
Aktifitas ginjal juga terganggu pada penurunan cardiac output,yang berdampak pada
penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR). Pada kondisi ini pengaktifan system rennin,
angiotensin dan aldostreron akan , menambah retensi air dan natrium menyebabkan
produksi urine berkurang (Oliguri < 30ml/ jam) . Penurunan kontraktilitas miokard pada
fase syok yang menyebabkan adanya peningkatan residu darah di ventrikel, yang mana
kondisi ini akan semakin memburuk pada keadaan regurgitasi maupun stenosis
valvular .Hal tersebut dapat mennyebabkan bendungan vena pulmonalis oleh akumulasi
cairan maupun refluk aliran darah dan akhirnya memperberat kondisi edema paru
E. MANIFESTASI KLINIS
1. Hypotensi : tekanan darah sistol kurang dari 80 mmHg
2. Nadi cepat/lemah takipnea
3. Crackles/whezing edema paru
4. Kulit: dingin, pucat, sianosis Kulit: dingin, pucat, sianosi
5. Status mental; letargi, koma
6. Edema , CVP meningkat, aritmia (tidak ada denyut nadi)
7. Nyeri dada yang berkelanjutan, dyspnea (sesak/sulit bernafas), tampak pucat, dan
apprehensive (anxious, discerning, gelisah, takut, cemas)
8. Keluaran (output) urin kurang dari 30 mL/jam (oliguria).

9. Diaphoresis (diaforesis, diaphoretic, berkeringat, mandi keringat, hidrosis)


10. Distensi vena jugulari
11. Kardiogenik menyebabkan CO/MAP menurun kompensasi; HR meningkat
konsumsi oksigen miokard meningkat menurunkan perfusi coroner iskemia
nekrosis
12. Kegagalan jantung tekanan ventrikel kiri dan tekanan diastolik meningkat
edema paru
13. Retensi darah pada ventrikel kanan meningkatkan tekanan arteri kanan
menghambat aliran balik vena distensi vena jugular
( Brunner & Suddart, 2009)
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Auskultasi
Mendeteksi ritme kencang dan bunyi jantung lemah; jika syok disebabkan oleh ruptur
septum ventrikular atau otot papiler, desir holosistolik muncul
2. Pemantauan tekanan arteri pulmoner
Memperlihatkan kenaikan PAP, kenaikan tekanan arteri baji pulmoner yang
mencerminkan kenaikan tekanan akhir diastolik ventrikular kiri (afterload) yang
disebabkan oleh ketidakcukupan pemompaan dan peningkatan resistansi vaskular
periferal
3. EKG
Umumnya menunjukan infark miokard akut dengan atau tanpa gelombang Q
Menunjukan adanya efusi pericardial dengan tamponade jantung.
Mengetahui adanya sinus takikardi, iskemi, infark/fibrilasi atrium, ventrikel
hipertrofi, disfungsi penyakit katub jantung. Hasil/pembacaan electrocardiogram
menurut Fauci AS, et.al. (2008): Pada pasien karena infark miokard akut dengan
gagal ventrikel kiri (LV failure), gelombang Q (Q waves) dan/atau >2-mm ST
elevation pada multiple leads atau left bundle branch block biasanya tampak. Lebih
dari setengah (> 50%) dari semua infark yang berhubungan dengan syok adalah
anterior. Global ischemia karena severe left main stenosis biasanya disertai
dengan depresi ST berat (>3 mm) pada multiple leads.
4. Rontgen dada
Radiografi dada (chest roentgenogram) dapat terlihat normal pada mulanya
kemudian menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan mencerminkan dilatasi atau
hipertrofi bilik atau perubahan dalam pembuluh darah atau peningkatan tekanan
pulmonal. atau menunjukkan tanda-tanda gagal jantung kongestif akut (acute
congestive heart failure), yaitu:
a.
Cephalization karena dilatasi pembuluh darah-pembuluh darah pulmoner.
b.
Saat tekanan diastolik akhir ventrikel kiri (left ventricular end-diastolic
pressures) meningkat, akumulasi cairan interstitial ditunjukkan secara radiografis

dengan adanya gambaran fluffy margins to vessels, peribronchial cuffing, serta


garis Curley A dan B. Dengan tekanan hidrostatik yang sangat tinggi, cairan
c.

dilepaskan (exuded) ke alveoli, menyebabkan diffuse fluffy alveolar infiltrates.


Gambaran foto/rontgen dada (chest x-ray) lainnya yang mungkin tampak
pada penderita syok kardiogenik:
Kardiomegali ringan
Edema paru (pulmonary edema)
Efusi pleura
Pulmonary vascular congestion
Ukuran jantung biasanya normal jika hasil syok kardiogenik berasal dari infark
miokard yang pertama, namun membesar jika ada riwayat infark miokard

sebelumnya.
5. Scan Jantung; Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan jantung.
6. Kateterisasi jantung
Tekanan abnormal menunjukkan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung
sisi kanan dan kiri, stenosis katub atau insufisiensi serta mengkaji potensi arteri
koroner.
7. Elektrolit
Mungkin berubah karena perpindahan cairan atau penurunan fungsi ginjal, terapi
diuretic.
8. Oksimetri nadi
Saturasi Oksigen mungkin rendah terutama jika CHF memperburuk PPOM.
9. AGD( analisa gas darah)
Gagal ventrikel kiri ditandai alkalosis respiratorik ringan atau hipoksemia dengan
peningkatan tekanan karbondioksida.
10. Enzim jantung
meningkat bila terjadi kerusakan jaringan-jaringan jantung,misalnya infark miokard
(Kreatinin fosfokinase/CPK, isoenzim CPK dan Dehidrogenase Laktat/LDH, isoenzim
LDH). (Bakta& Ketut, 2009)
G. PENATALAKSANAAN
a. Penatalaksanaan Medis Syok Kardiogenik :
1) Pastikan jalan nafas tetap adekuat, bila tidak sadar sebaiknya dilakukan intubasi.
2) Berikan oksigen 8 - 15 liter/menit dengan menggunakan masker untuk
mempertahankan PO2 70 - 120 mmHg
3) Rasa nyeri akibat infark akut yang dapat memperbesar syok yang ada harus
diatasi dengan pemberian morfin.
4) Koreksi hipoksia, gangguan elektrolit, dan keseimbangan asam basa yang terjadi.
5) Bila mungkin pasang CVP.
6) Pemasangan kateter Swans Ganz untuk meneliti hemodinamik.
b. Medikamentosa :
1) Morfin sulfat 4-8 mg IV, bila nyeri.
Morfin, diberikan untuk mengurangi sesak napas pada asma cardial, hati-hati
depresi pernapasan.

2) Anti ansietas, bila cemas.


3) Digitalis, bila takiaritmi dan atrium fibrilasi.
Pemberian digitalis, membantu kontraksi jantung dan memperlambat frekuensi
jantung. Hasil yang diharapkan peningkatan curah jantung, penurunan tekanan
vena, dan volume darah dan peningkatan diuresis akan mengurangi edema.
Pada saat pemberian ini pasien harus dipantau terhadap hilangnya dispnea,
ortopnea, berkurangnya krekel, dan edema perifer. Apabila terjadi keracunan
ditandai dengan anoreksia, mual dan muntah namun itu gejala awal selanjutnya
akan terjadi perubahan irama, bradikardi kontrak ventrikel premature, bigemini
(denyut normal dan premature saling bergantian), dan takikardia atria
proksimalSulfas atropin, bila frekuensi jantung < 50x/menit.
4) Dopamin dan dobutamin (inotropik dan kronotropik), bila perfusi jantung tidak
adekuat. Dosis dopamin 2-15 mikrogram/kg/m.
5) Dobutamin 2,5-10 mikrogram/kg/m: bila ada dapat juga diberikan amrinon IV.
6) Norepinefrin 2-20 mikrogram/kg/m.
7) Diuretik/furosemid 40-80 mg untuk kongesti paru dan oksigenasi jaringan.
Pemberian diuretik, yaitu untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal.
Bila sudah diresepkan harus diberikan pada siang hari agar tidak menganggu
istirahat pada malam hari, intake dan output pasien harus dicatat mungkin pasien
dapat mengalami kehilangan cairan setelah pemberian diuretik. Pasien juga
harus menimbang badannya setiap hari turgor kulit untuk menghindari terjadinya
tanda-tanda dehidrasi.
Penatalaksanaan syok kardiogenik menurut Dean AJ, Beaver KM (2009) :
1. Emergent therapy
Terapi ini bertujuan untuk menstabilkan hemodinamik pasien dengan oksigen,
pengaturan jalan nafas (airway control), dan akses intravena. Diperlukan usaha untuk
memaksimalkan fungsi ventrikel kiri.
2. Volume expansion
Jika tidak ada tanda volume overload atau edema paru, volume expansion dengan
100mL bolus dari normal saline setiap 3 menit sebaiknya dicoba; hingga, baik perfusi
yang cukup maupun terjadi kongesti paru. Pasien dengan infark ventrikel kanan
memerlukan peningkatan tekanan untuk mempertahankan atau menjaga kardiak
output.
3. Inotropic support
a. Pasien dengan hipotensi ringan (tekanan darah sistolik 80-90 mmHg) dan kongesti
pulmoner, untuk hasil terbaik dirawat dengan dobutamine (2,5 mikrogram/kg berat

badan/menit, pada interval 10 menit). Dobutamine menyediakan dukungan


inotropik saat permintaan oksigen miokardium meningkat secara minimal.
b. Pasien dengan hipotensi berat (tekanan darah sistolik kurang dari 75-80 mmHg)
sebaiknya dirawat dengan dopamine.
c. Pada dosis lebih besar dari 5,0 mikrogram/kg berat badan/menit, stimulasi alfaadrenergik secara bertahap meningkat, menyebabkan vasokonstriksi perifer. Pada
dosis

lebih

besar

dari

20

mikrogram/kg

berat

badan/menit,

dopamine

meningkatkan ventricular irritability tanpa keuntungan tambahan.


d. Kombinasi dopamine dan dobutamine merupakan strategi terapeutik yang efektif
untuk syok kardiogenik, meminimalkan berbagai efek samping dopamine dosis
tinggi yang tidak diinginkan dan menyediakan bantuan/dukungan inotropik.
e. Jika dukungan tambahan untuk tekanan darah diperlukan, maka dapat dicoba
norepinephrine, yang berefek alfa-adrenergik yang lebih kuat. Dosis awal : 0,5-1
mikrogram/menit.
4. Terapi reperfusi
Reperfusi miokardium iskemik merupakan terapi yang efektif untuk pasien dengan
infark miokard akut dan syok kardiogenik.
5. Pompa Balon Intra Aorta
Terapi lain yang digunakan untuk menangani syok kardiogenik meliputi penggunaan
alat bantu sirkulasi. Sistem bantuan mekanis yang paling sering digunakan adalah
Pompa Balon Intra Aorta (IABP = Intra Aorta Baloon Pump). IABP menggunakan
counterpulsation internal untuk menguatkan kerja pemompaan jantung dengan cara
pengembangan dan pengempisan balon secara teratur yang diletakkan di aorta
descendens. Alat ini dihubungkan dengan kotak pengontrol yang seirama dengan
aktivitas elektrokardiogram. Pemantauan hemodinamika juga sangat penting untuk
menentukan position sirkulasi pasien selama penggunaan IABP. Balon dikembangkan
selam diastole ventrikel dan dikempiskan selama sistole dengan kecepatan yang
sama dengan frekuensi jantung. IABP akan menguatkan diastole,yang mengakibatkan
peningkatan perfusi arteria koronaria jantung. IABP dikempiskan selama sistole, yang
akan mengurangi beban kerja ventrikel.

ACC/AHA Guidelines for the Management of Patients with ST-elevation Myocardial Infarction (2009)

The ACC/AHA guidelines for revascularization in shock, which recommend surgery for
extensive disease. Staged multivessel PCI may be performed if surgery is not an option, and a
single-stage procedure may be considered if the patient remains in shock after PCI of the
infarct-related artery and if the other vessel has a lesion that is flow limiting at rest and supplies
a large risk region.

PATHWAY SYOK KARDIOGENIK


Hipertensi

Gagal jantung

LDL

Ventrikel kiri
tidak mampu
memompa darah

Plak
halus
Aktifasi faktor VII
dan X
Protombin Trombin
Fibrinogen Fibrin
Ruptur plak
Pembuluh darah
mengecil
Trombus

Tekanan dalam
sirkusirkulasi
paru
Suplai darah ke
Miokard

IMA
Enzim troponin me

CKMB
Sklerosis
penyempitan
koroner

TD

Sistol <90
mmHg

Amiloid (protein)
tertimbun dalam
sel
Massa otot
bertambah
(septum)
Menghambat
aliran darah ke
ventrikel kiri

Miokarditis
Inflamasi otot
jantung
Trombus dalam
dinding jantung
Aliran darah
terganggu
Kematian sel

Angina pectoris
stabil
Unstabil/ste
mi
Delusi coroner
stemi

Aliran darah
Kematian sel

Kardiomiopati

Nikrosis
Miokard
Kerusakan otot
jantung
Gangguan kontraktilitas
miokard
Disfungsi ventrikel
kiri
Jantung tidak kuat
memompa

Sistem
pemompaan
terganggu
volume
sekuncup
Stimulasi saraf
simpatis
tahanan
vaskuler
Ventrikel kiri
membesar
Mengalami gagal
memompa

Jantung tidak kuatBradikardi /


memompa
Takikardi

MRS

SYOK
KARDIOGENIK
Suplai darah ke
sistemik

sesak

Pecurah
jantung
Aliran darah arteri
Percampuran
coroner/aorta
Asupan
oksigen ke
darah kaya O2
jantung
dan CO2
Hipoksemia Ggg.perfusi jaringan
Hipoksia
perifer
Miokardium
Akral dingin
Mekanisme
Anaerob
Sianosi
O2 di
s

Penggunaan
otot dada (+)
Kelemahan
dan kelahan
karena
energy
Intoleransi
aktivitas
tubuh
Pola nafas
tidak
efektif

Nyeri dada

otak
Kesadaran

Sel otak
mati
Kejang

Nyeri
akut

Perubahan Perfusi jaringan


serebral

Hipoksia &
laktat
PO2,PCO2
Asidosis
respiratorik

Kerusakan
pertukaran gas
Ggg. Pertukaran
gas

Pasien

Anak

Suami
&Keluarga

1.Psiko : kecemasan pada pasien, suami, anak &


keluarga
2. Sosio : ibu/klien tidak bisa berkumpul bersama
dengan keluarga dirumah
3. Kultural : Resiko pada keluarga dan suami untuk
berfikir mengenai proses penyakit yang diderita oleh
istrinya bukan karena logis tetapi melalui hal yang tidak
masuk akal misalnya karena santet
Distress spiritual : Klien merasa tidak mampu
beribadah dengan keadaannya yang
sekarang

2. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN
1) Data Biopsikososial-spiritual
Oksigen
Gejala :

Dispnea tanpa atau dengan kerja


Paroxymal nocturnal dyspnea
Pernapasan cheyne stokes
Batuk dengan atau tanpa produksi sputum

Tanda :

Peningkatan frekuensi pernafasan


Sesak/sulit bernafas
Tampak pucat, sianosis
Bunyi nafas ( bersih, krekles, mengi ), sputum

Nutrisi
Gejala : mual, muntah, anoreksia, nyeri ulu hati, nyeri abdominal, sangat kehausan.
Tanda : penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, perubahan berat badan
Eliminasi
Gejala : Oliguri
Tanda : Produksi urin < 20 mL/jam
Gerak dan aktifitas
Gejala :

Kelemahan
Kelelahan
Pola hidup menetap

Tanda :

Takikardi
Dispnea pada istirahat atau aktifitas

Istirahat dan Tidur


Gejala : insomnia/susah tidur
Tanda : kesulitan saat akan tidur dan sering terbangun saat tidur akibat nyeri dan
sesak napas.
Pengaturan suhu tubuh
Gejala: suhu tubuh rendah, anggota gerak teraba dingin (ektremitas dingin).
Tanda : menggigil.
Kebersihan Diri

Gejala dan tanda : Kesulitan melakukan tugas perawatan diri.


Rasa Nyaman
Gejala :

Gelisah
Meringis
Nyeri hebat, berlangsung lebih dari jam, tidak menghilang dengan obatobatan nitrat.

Lokasi : Biasanya di daerah subternal. Nyeri menjalar ke leher, rahang, lengan, dan
punggung.
Kualitas : Rasa seperti ditekan, diperas, seperti diikat, rasa seperti dicekik.
Sosialisasi
Gejala :
-

Stress

Kesulitan koping dengan stressor yang ada misal : penyakit, perawatan di RS

dan ancaman kematian.


Tanda :

Kesulitan istirahat dengan tenang


Respon terlalu emosi ( marah terus-menerus, ketakutan )
Menarik diri
Gelisah
Cemas

Sirkulasi
Gejala : riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner, masalah tekanan darah.
Tanda :
-

Tekanan darah
Penurunan tekanan darah (sistolik kurang dari 90 mmHg, atau berkurangnya

tekanan arteri rata-rata lebih dari 30 mmHg).


Nadi
Nadi teraba lemah dan cepat, berkisar antara 90110 kali/menit, atau bradikardi

berat.
Bunyi jantung
S1 terdengar

lembut

(soft).

Dapat

juga

terdengar

suara

jantung

abnormal (abnormal heart sounds), misalnya: S3 gallop, S4, atau murmur dari
-

ruptured papillary muscle, regurgitasi mitral akut, atau septal rupture.


Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur .
Edema
Distensi vena juguler, edema dependent , perifer, edema umum,krekles
mungkin ada dengan gagal jantung atau ventrikel.

Warna
Pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran mukosa atau bibir

2. Pemeriksaan Fisik
a. Tampilan umum (inspeksi) :
Pasien tampak pucat, diaforesis (mandi keringat), gelisah akibat aktivitas
simpatis berlebih.
Pasien tampak sesak/sulit bernapas.
Kombinasi nyeri dada substernal > 30 menit dan banyak keringat dicurigai kuat
adanya stemi.
Oliguri (urin < 20 mL/jam).
Tekanan vena sentral > 10 mmH2O
b. Denyut nadi dan tekanan darah (palpasi):
- Sinus takikardi (> 100 x/menit) terjadi pada sepertiga pasien.
- Adanya sinus bradikardi atau blok jantung sebagai komplikasi dari infark
- Nadi teraba lemah dan cepat
- Tensi turun < 80-90 mmHg.
c. Pemeriksaan jantung (auskultasi):
- Adanya bunyi jantung S4 dan S3 Gallop, Penurunan intensitas bunyi jantung
-

pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua.


Dapat ditemukan murmur mid sistolik atau late sistolik apikal bersifat

sementara.
Bunyi jantung sangat lemah, bunyi jantung III sering terdengar.
Indeks jantung kurang dari 2,2 L/menit/m2.

3. Pemeriksaan Diagnostik
1) Electrocardiography (elektrokardiografi)
Elevasi segmen ST dapat terobservasi. Right-sided leads dapat menunjukkan
suatu pola infark ventrikel kanan, yang mengindikasikan terapi yang berbeda dari

terapi untuk penyebabpenyebab lainnya dari syok kardiogenik.


Pada pasien karena infark miokard akut dengan gagal ventrikel kiri (LV failure),
gelombang Q (Q waves) dan/atau >2-mm ST elevation pada multiple leads atau
left bundle branch block biasanya tampak. Lebih dari setengah (> 50%) dari
semua infark yang berhubungan dengan syok adalah anterior. Global ischemia
karena severe left main stenosis biasanya disertai dengan depresi ST berat (>3

mm) pada multiple leads.


2) Radiografi
Radiografi dada (chest roentgenogram) dapat terlihat normal pada mulanya atau
menunjukkan tanda-tanda gagal jantung kongestif akut (acute congestive heart
failure), yaitu:
- Cephalization karena dilatasi pembuluh darah-pembuluh darah pulmoner.

Saat tekanan diastolik akhir ventrikel kiri (left ventricular end-diastolic pressures)
meningkat, akumulasi cairan interstitial ditunjukkan secara radiografis dengan
adanya gambaran fluffy margins to vessels, peribronchial cuffing, serta garis
Curley A dan B. Dengan tekanan hidrostatik yang sangat tinggi, cairan dilepaskan
(exuded) ke alveoli, menyebabkan diffuse fluffy alveolar infiltrates.
Gambaran foto/rontgen dada (chest x-ray) lainnya yang mungkin tampak pada

penderita syok kardiogenik:


Kardiomegali ringan
Edema paru (pulmonary edema)
Efusi pleura
Pulmonary vascular congestion
Ukuran jantung biasanya normal jika hasil syok kardiogenik berasal dari infark
miokard yang pertama, namun membesar jika ada riwayat infark miokard

sebelumnya.
3) Bedside echocardiography
Ini berguna untuk menunjukkan:
Fungsi ventrikel kiri yang buruk (poor left ventricular function).
Menilai keutuhan katub (assessing valvular integrity).
Menyingkirkan penyebab lain syok, seperti: cardiac tamponade.
4) Laboratorium
Penemuan laboratorium :
Hitung leukosit secara khas meningkat disertai dengan left shift.
Tidak adanya prior renal insufficiency, fungsi ginjal pada mulanya normal,
namun blood urea nitrogen (BUN) dan creatinine meningkat secara cepat (rise

progressively).
Hepatic transaminases

hypoperfusion).
Perfusi jaringan yang buruk (poor tissue perfusion) dapat menyebabkan anion

gap acidosis dan peningkatan (elevation) kadar asam laktat (lactic acid level).
Gas darah arteri (arterial blood gases) biasanya menunjukkan hypoxemia dan

metabolic acidosis, dimana dapat dikompensasi oleh respiratory alkalosis.


Petanda jantung (cardiac markers), creatine phosphokinase dan

jelas

meningkat

karena

hipoperfusi

fractionnya, jelas meningkat, begitu juga troponins I dan T.

hati

(liver

MB

2.
No
Dx
1.

DIAGNOSA DAN INTERVENSI KEPERAWATAN


Diagnosa
Keperawata

Tujuan Kriteria Standart

Intervensi

n
Penurunan

Setelah dilakukan asuhan keperawatan

curah

selama 3x24 jam, terdapat perbaikan

jantung b.d

penurunan curah jantung

kontraktilita

NOC

s miokard

1. Cardiac care.
1.1

uskultasi suara jantung


1.2

P
astikan level aktivitas yang tidak mempengaruhi kerja

1. Cardiac pump effectiveness


No
Indikator
1 TD
2

TT

jantung yang berat


4

Kelelahan

1.3

Ti
ngkatkan secara bertahap aktivitas ketika kondisi klien

1.4

stabil, misal aktivitas ringan yang disertai masa istirahat


M
onitor TTV secara teratur

Sianosis

Keterangan Penilaian :
1

onitor kardiovaskuler status

kelelahan.
1.7

: Substantial deviation from


: Moderate deviation from normal
: Mild deviation from normal

range.

In
strusikan pasien untuk melaporkan adanya
ketidaknyamanan di dada.

1.8

L
akukan penilaian sirkulasi perifer (edema, CRT, warna,

range.
4

At
ur periode aktifitas dengan istirahat untuk menghindari

normal range.
3

1.6

: Severe deviation from normal

range.
2

1.5

temperature dan nadi perifer)


1.9

In
strusikan pasien dan keluarga tentang pembatasan dan

: No deviation from normal range.

progres aktifitas klien.


1.10

olaborasi pada pemeriksaan ulang EKG , foto dada,


pemeriksaan data laboratorium (enzim
jantung,GDA,elektrolit).
1.11

olaborasi dalam pemberian obat antidisritmia sesuai


indikasi, dan bila digunakan bantu
pemasangan/mempertahankan pacu jantung.
N
o

Diagnosa

Keperawatan

x
2

Tujuan Kriteria Standart

Intervensi

Gangguan

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama

pertukaran gas b.d

3x24 jam, terdapat perbaikan oksigenasi

perubahan

jaringan.

Ventilation Assistance
1. Pertahankan kepatenan airway
2. posisikan klien untuk mengurangi
dispnea
3. posisikan untuk meringankan

membrane kapiler
NOC

respirasi klien ( meninggikan bed)


4. monitor efek dari posisi terhadap

1. Cardiopulmonary Status.
2. Respiratory status
No
1 RR
2

Indikator

Saturasi Oksigen

saturasi Oksigen
5. auskultasi suara nafas
6. monitor otot bantu nafas.
7. monitor status respirasi dan
oksigen
8. ajarkan teknik pursed lip-breathing
9. ajarkan pola nafas efektif.

TT

Tekanandarah
sistole dan diastole

Keterangan Penilaian :
1

: Severe deviation from normal range.

: Substantial deviation from normal range.

: Moderate deviation from normal range.

: Mild deviation from normal range.

: No deviation from normal range.

N
o

Diagnosa

Keperawatan

x
3

Tujuan Kriteria Standart

Intervensi

Intoleransi aktifitas

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama

b.d

3x24 jam, kemampuan aktifitas klien membaik

Activity Theraphy
1.1 Monitoring kemampuan pasien untuk

ketidakseimbanga

NOC

n pemenuhan O2
terhadap
kebutuhan tubuh.

melakukan aktivitas spesifik seperti


duduk di tempat tidur, berjalan, buang

1. activity tolerance
No
Indikator
1 TD
2

RR

air kecil di kamar mandi.


1.2 Bantu pasien dan keluarga
mengidentifikasi ketidakadekuatan
aktifitas.
1.3 Bantu pasien untuk mengembangkan
motivasi dan berikan pujian.

Nadi dengan

TT

aktifitas
4.
Kemampuan

2. Energy management
2.1
Monitor status fisiologis pasien seperti
TTV (nadi, TD, RR) yang

beraktifitas
Keterangan Penilaian :
1

: Severe deviation from normal range.

: Substantial deviation from normal


range.

: Moderate deviation from normal range.

: Mild deviation from normal range.

: No deviation from normal range.

mengindikasikan kelelahan.
2.2
Monitor respon kardio respirasi terhadap
aktivitas seperti adanya takikardi,
disritmia, gelompang EKG, dispeneu,
sesak, RR

DAFTAR PUSTAKA
Abrutyn, E. Fauci et Al Ed . 2009. Harrisons Principles of internal Medicine. 17 th. Ed.
America : McGrawHill
Antman, EM; Anbe, DT; Armstrong, PW; Bates, ER; Green, LA; Hand, M; Hochman, JS;
Krumholz, HM; Kushner, FG; Lamas, GA; Mullany, CJ; Ornato, JP; Pearle, DL; Sloan,
MA; Smith, SC. 2009. ACC/AHA Guidelines for the Management of Patients with STelevation

Myocardial

Infarction:

Report

of

the

American

College

of

Cardiology/American Heart Association Task Force on Practice Guidelines (Committee


to Revise the 1999 Guidelines for the Management of Patients With Acute Myocardial
Infarction). Circulation. 110;588-636.
Bakta I Made & Ketut . 2009. Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta : EGC
Brunner & Suddart. 2009. Buku Ajar Keperawatan Medikal- Bedah Edisi 8. Jakarta : EGC
Dean Aj. Beaver, KM. 2009. Advanced Trauma life Support Course for Physicians. USA
Kamus Kedokteran Dorlan. 2009. Kamus Saku Kedokteran Dorlan. Jakarta : EGC
Rifky, AZ. 2013. Mengenal Syok. Mini Simposium Emergency in Field Activity Hippocrates
Emergency Team. RSI Islam Siti Rahmah. Padang. PPT
Thijs L G. 2009. The Heart in Shock 9 with Emphasis on Septik shock). Dalam kumpuilan
makalah: Indonesia Symposium on Shock & critical Care. Jakarta

INTRA AORTIC BALLOON PUMP (IABP)

1.

DEFINISI IABP

Intra Aortic Balloon Pump


(IABP)

merupakan

alat bantu

jantung mekanik yang bermanfaat


pada

pasien dengan

dengan

masalah sirkulasi yang nyata atau


mengancam keselamatan.

Intra

Aortic Balloon Pump (IABP) dapat


mengurangi

resistensi

ejeksi

ventrikel kiri, serta meningkatkan


aliran darah koroner dan sistemik.
IABP (Intra-aortic Balloon
Pump) merupakan suatu alat mekanik yang memiliki fungsi meningkatkan perfusi
oksigen myocard dan pada saat yang sama juga akan meningkatkan cardiac output.
Peningkatan cardiac output ini akan meningkatkan aliran darah koroner yang membawa
oksigen menuju myocard. IABP pertama kali dikenalkan oleh Dr Adrian Kantrowitz tahun
1960an yang bertujuan meningkankan perfusi koroner. Alat ini dikembangkan untuk
bedah jantung oleh Dr David Bregman pada 1976.
Teknik pemasangan IABP dilakukan dengan insersi balon yang diisi gas helium
dengan ukuran 8-9,5 Fr melalui arteri femoralis ke dalam aorta desendens.
Alat tersebut dimasukkan melalui jalur pembuluh darah untuk mengurangi komplikasi
pada pembuluh darah dan perdarahan. Balon dideasi secara sinkronisasi sewaktu
awal sistolik sehingga menurunkan aferload ventrikel kiri sedangkan fraksi ejeksi
ventrikel kiri dan stroke volume di tingkatkan sehingga mengurangi konsumsi oksigen
miokard. In asi balon terjadi sewaktu awal diastolik yang meningkatkan aliran darah
koroner dan perfusi perifer. IABP biasanya dimulai dengan rasio augmentasi 1:1.
Setelah efek terapi dari IABP tercapai kemudian di- lakukan penyapihan rasio
2.

augmentasi secara bertahap mulai dari 1:2 sampai 1:3 setelah lebih dari 6-12 jam.
EFEK FISIOLOGIS IABP
Efek Mekanik
IABP menggunakan prinsip counterpulsation yang dicapai sewaktu inasi dan
deasi balon yang berada di aorta desendens (efek mekanik). In asi balon
menyebabkan berpindahnya sejumlah darah di aorta, ke depan dan ke belakang.
Tekanan dari balon didistribusikan ke sistem pembuluh darah yang menyebabkan
peningkatan tekanan diastolik aorta (diastolic augmentation).
Efek mekanik dari inasi dan deasi balon adalah perubahan gambaran kurva
tekanan arteri.
a.
normal

First hump merupakan puncak tekanan sistolik yang

b.

First dip terjadi sebagai akibat dari penutupan katup


aorta

c.

Second hump disebut sebagai augmentasi diastolik


atau puncak tekanan diastolik yang dihasilkan oleh in asi balon dan idealnya
peningkatan tekanan diastolik levelnya lebih tinggi dibandingkan dengan tekanan
sistolik.

d.

Second dip yang terjadi akibat deasi balon segera


sebelum sistolik berikutnya. Deasi balon dapat mengurangi tekanan akhir diastolik
kira-kira 15 mmHg dan juga mengurangi tekanan sistolik (assisted systolic
pressure) kira-kira 5-10 mmHg.
Awal inasi dari balon harus bersamaan dengan akhir fase isometrik kontraksi

ventrikel dan sebelum fase ejeksi (kontraksi isotonik) untuk menghasilkan tekanan
negatif intraaorta. Efek tersebut disebabkan oleh kembalinya gas dari balon yang diikuti
dengan pengisian darah di aorta. Titik terendah dari kurva tekanan darah terjadi
sewaktu deasi balon sewaktu katup aorta terbuka (akhir dari kontraksi isometrik).
Pada jantung yang normal, kontraksi isometrik berakhir setelah terbukanya katup
aorta. Untuk deasi balon intraaorta yang tepat, diperlukan tekanan dari ventrikel kiri
untuk membuka katup yang akan ditandai dengan penurunan sistolik (systolic
unloading).
Beberapa faktor yang memengaruhi efek mekanik dari IABP antara lain :
Volume gas yang masuk ke dalam balon
Elastisitas dinding aorta
Volume sekuncup (stroke volume)
Tekanan darah intraaorta
Resistensi vaskular sistemik (systemic vascular resistance)
Ritme dan laju nadi
Lokasi balon
Ukuran balon dan panjang kateter
Inasi IABP menyebabkan :
a. Peningkatan tekanan perfusi koroner
b. Peningkatan tekanan perfusi sistemik
c. Peningkatan pemenuhan oksigen baik ke
b. pembuluh darah koroner maupun jaringan
a. Penurunan s! mulasi simpa! s yang
c. menyebabkan penurunan denyut nadi,
d. penurunan resistansi vaskular sistemik, dan
e. peningkatan fungsi ventrikel kiri.
Deasi IABP menyebabkan :
a. Pengurangan aferload yang selanjutnya menyebabkan pengurangan konsumsi
b.
b.
c.
d.

oksigen miokard (MVO2).


Penurunan tekanan sistolik puncak (peak systolic pressure) yang menyebabkan
pengurangan beban kerja ventrikel kiri.
Peningkatkan curah jantung
Perbaikan fraksi ejeksi
Efek Hemodinamik :

Efek hemodinamik dari IABP sebagian besar dipengaruhi oleh fase-fase dari
gagal jantung. Beberapa perubahan hemodinamik penting yang terjadi pada
penggunaan IABP antara lain :
a. Perubahan sewaktu sistolik
Tekanan sistolik arteri
Efek IABP terhadap tekanan darah sistolik pada denyut jantung yang ! dak dibantu
(non-assisted beats) dibandingkan dengan tekanan darah sistolik pada pasien yang
menggunakan IABP menurun sebesar 5-10%. Rentang penurunan tersebut
bergantung pada dua faktor: yang pertama awal tekanan sistolik yang pengaruhnya
berbanding terbalik dengan penurunan puncak tekanan sistolik sewaktu IABP. Oleh
karena itu jika tekanan darah sistolik awal rendah (<100 mmHg) penurunannya
akan minimal dan jika tekanan tekanan darah sistolik awalnya normal (>100 mmHg)
penurunan tekanan darah rentangnya lebih besar. Faktor yang kedua adalah ! ! k
deasi. Interval waktu yang lebih pendek antara deasi balon dan membukanya
katup aorta akan menyebabkan penurunan tekanan sistolik yang lebih besar.
Tekanan aorta presistolik (akhir diastolik)
Dengan waktu pengisian balon yang tepat akan menyebabkan penurunan tekanan
darah aorta presistolik (akhir diastolik) sebesar 20-30%. Rentang penurunan
tekanan presistolik dikontrol oleh perubahan titik deasi. Praktisnya tekanan aorta
presistolik dipertahankan di atas 45 mmHg atau kurang dari 15-20 mmHg di bawah
nilai kontrol (awal tekanan diastolik aorta).
Interval waktu sistolik
IABP menyebabkan penurunan interval waktu sistolik. Parameter tersebut
dikalkukasi melalui pengawasan secara simultan dari ekokardiogra dan tekanan
darah arteri atau pulsasi karotis.
Fraksi ejeksi (ejection fraction)
Studi intraoperatif menunjukkan bahwa fraksi ejeksi ventrikel kiri meningkat secara
signikan sewaktu penggunaan IABP.
b. Perubahan sewaktu diastolik
Tekanan diastolik aorta
Tekanan diastolik aorta meningkat

sewaktu

penggunaan

IABP.

Rentang

peningkatan tekanan diastolik tersebut sebanding dengan volume gas yang masuk
ke dalam balon dan fungsi dari ventrikel kiri.
Efek hemodinamik dari IABP secara umum dapat adalah sebagai berikut :

3.

INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI


Pada mulanya IABP diindikasikan pada kasus syok kardiogenik atau gagal
ventrikel, termasuk stabilisasi pasien jantung preoperatif atau pasien jantung yang
mengalami pembedahan non jantung. Saat ini indikasi penggunaan IABP lebih luas, di
antaranya :
a.
Indikasi medik :
Sindrom pre-syok
Unstable (refractory) angina
Intractable ventricular dysrhythmias
Sindrom syok septik
Kontusio kardiak
Komplikasi mekanik pasca MI
Stenosis katup mitral
Insusiensi katup mitral, defek septal ventrikuler, ruptur muskulus papilaris,
penunjang untuk : Angiogra koroner, Angioplasti koroner terapi trombolitik,
b.

Prosedur intervensi dengan risiko tinggi


Indikasi bedah :
Disfungsi miokard pascaoperasi
Penyapihan (weaning) CPB
Dukungan jantung sewaktu koreksi defek anatomis
Mempertahankan patensi graft pasca operasi CABG
Pulsatile ow selama CPB

Kontraindikasi absolut pemasangan IABP relatif sedikit, di antaranya:


a. Insu ensi aorta yang berat (severe aortic insuciency)
b. Aneurisma aorta atau abdominal
c. Penyakit kalsi kasi aorta-iliaka yang berat atau penyakit vaskular perifer
d. Pasien dengan penyakit terminal
e. Gangguan pembekuan darah yang berat
4. TEKNIK PEMASANGAN IABP
Sejak tahun 1979, pemasangan perkutan IABP dilakukan melalui arteri femoralis
menggunakan teknik Seldinger yang dimodikasi sehingga pemasangannya menjadi
lebih mudah dan lebih cepat. Setelah dilakukan penusukan pada arteria femoralis, Jshaped guide wire dimasukkan sampai ke level arkus aorta dan kemudian jarum di
cabut. Dilakukan dilatasi pada tempat penusukan dengan menggunakan dilator no 8
sampai 10,5 French. Balon IABP selanjutnya dimasukkan mengikuti guide wire sampai
ke aorta desendens, di bawah arteri subklavia kiri.

5.

MENGONTROL IABP
Triggering
Untuk mendapatkan efek optimal dari counter-pulsation, inasi dan deasi
memerlukan memerlukan waktu yang tepat sesuai dengan siklus jantung pasien. Hal itu
dapat dicapai dengan menggunakan EKG pasien, gelombang arteri, atau ritme pompa
intrinsik. Metode paling umum yang digunakan untuk triggering IABP adalah dari
gelombang R pada EKG pasien. Inasi balon diatur secara otomatis, mulai pada
pertengahan dari gelombang T dan deasi sewaktu akhir dari komplekd QRS.
Takiaritmia, fungsi pacemaker jantung, dan gambaran EKG yang kurang baik dapat
menyebabkan gangguan sinkronisasi ketika gambaran EKG yang digunakan.
Timing dan Weaning
Inasi IABP terjadi sewaktu permulaan dari diastolik yang pada gelombang arteri
terlihat pada dicrotic notch. Deasi balon terjadi segera setelah

arterial up-stroke.

Sinkronisasi balon biasanya dimulai dengan rasio 1:2. Rasio tersebut membandingkan
antara denyut ventrikel pasien sendiri dan penambahan denyut untuk menentukan
waktu IABP yang ideal. Kesalahan penentuan waktu mengakibatkan perbedaan
karakteristik gelombang dan efek siologis yang bervariasi :
a.
Inasi dini (early balloon inlation)
Kesalahan tersebut menyebabkan penutupan prematur dari katup aorta yang dapat
menyebabkan gangguan pengosongan ventrikel, pengurangan stroke volume dan

peningkatan pulmonary artery wedge pressure. Inasi dini berbahaya karena dapat
mengakibatkan kegagalan perfusi, iskemik miokard dan edema paru.

Perubahan gelombang arteri akibat inflasi dini IABP


b.

Inasi lambat (late balloon ination)


Inasi balon yang lambat menyebabkan sebagian atau seluruh

dicro! c notch

terlihat. Hal tersebut menyebabkan penambahan tekanan diastolik kurang op! mal
dan mengurangi periode penambahan perfusi ke serebral, koroner dan sirkulasi
sistemik. Kesalahan ini tidak berbahaya tetapi pasien tidak menerima manfaat
maksimal dari IABP.

Perubahan gelombang arteri akibat inflasi lambat IABP

c.

Deasi dini (early balloon deatioon)


Kesalahan ini menyebabkan pengakhiran secara prematur dari tambahan diastolik
(diastolic augmentation). Deasi dini menyebabkan afterload ventrikel kiri tidak
berkurang dan waktu perfusi akibat penambahan diastolik menurun.

Perubahan gelombang arteri akibat deflasi dini IABP

d.

Deasi lambat (late balloon deation)


Inasi balon masih sebagian atau seluruhnya pada permulaan dari sistolik
berikutnya. Hal ini ditunjukkan dengan assisted aortic enddiastolic pressure lebih
tinggi dibandingkan dengan unassisted aortic end-diastolic pressure. Deasi lambat
sangat berbahaya karena ventrikel kiri sewaktu memompa darah harus melawan
resistensi yang disebabkan oleh balon yang masih diinasi. Kerja dari miokard dan
konsumsi oksigen meningkat sedangkan stroke volume menurun. Kombinasi efek
tersebut menyebabkan gangguan hemodinamik dan iskemik miokard.

Perubahan gelombang arteri akibat deflasi lambat IABP


Waktu dan kecepatan penyapihan dari IABP dapat dilakukan dengan memperha!
kan status hemodinamik pasien. Penyapihan dapat dimulai dengan menurunkan
frekuensi dan atau volume balon. Weaning dengan menurunkan frekwensi dilakukan
dengan menurunkan frekwensi in asi balon per siklus jantung dari 1:2, 1:3, 1:4 dan 1:8.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika melakukan penyapihan dari IABP :
a.
Monitor
ketat
hemodinamik
pasien sewaktu dilakukan penyapihan yang meliputi :
EKG
Laju nadi
Tekanan darah
Produksi urine
Kesadaran pasien
Curah jantung/index cardiac
b.
Penyapihan

6.

dari

IABP

dapat

dilakukan jika :
Tanda hipoperfusi sampai dengan low output syndrome tidak ada
Produksi urine dapat dipertahankan lebih dari 30 cc/jam
Kebutuhan terhadap obat inotropik minimal
Laju nadi kurang dari 100 kali per menit
Ventricular ectopic beats kurang dari 6 kali per menit dan unifokal
Cardiac index 2 l/min/m2 atau lebih dan penurunannya tidak lebih dari 20%
Tidak ada angina
KOMPLIKASI DAN FAKTOR RISIKO

Komplikasi IABP dapat terjadi sewaktu pemasangan kateter, inasi, dan deasi
balon serta sewaktu pencabutan kateter dengan insidens rata-rata bervariasi antara 646%. Beberapa diantaranya :
During Insertions
Aortic dissection, Dislodgement of plague or obstruction of the femoral artery
cathether, Arterial perforation.
During Pumping
Limb ischemia (most frequent complication), Systemic or cerebral embolization of
gas, plaque, or cathether thrombi, Thrombocytopenia, Local or systemic infection,
Aortic rupture, Helium emboli from the intraaortic balloon or central lumen of the
cathether, Air emboli from inadvertent entry of air during ushings of the central
lumen when used for blood draws (practice discouraged), Intensive care unitinduced patient psychosis, Bleeding at the insertion site , Hemodynamic
compromise resulting from poor balloon ination or deation timing, Obstruction of
major vessels (renal, left subclavian) by a malpositioned intraaortic balloon,
Compartment syndrome.
During or After Cathether Removal
Dislodgement and embolization of plaque or cathether thrombus, Site bleeding,
Intraaortic balloon entrapment, Infection.

DAFTAR PUSTAKA
Anwar A, Mooney MR, Sterzer SH. Intra-aortic bal-loon counterpulsation
support for elective coronary angioplasty in the settng of poor left ventricular function:
A two center experience. J.Invas.Cardiol. 2009;4:175.
Bolooki H. Physiology of balloon pumping. In: Cinical application of intra-aortic
ballon pump. Mount Kisco, NY, Futura Publishing; 2009,p 57-88.
Bolooki H. Emergency cardiac procedures in patients in cardiogenic shock due
to complications of coronary artery disease. Circula! on. 2009;79:1-13
Christenson JT. Intra aor! c balloon counterpulsation in coronary artery disease:
indications, complications and current practice. Kuwait Medical Journal. 2011;34:18394.
Darovic GO. Intraaor! c balloon pumping counter-pulsation. Handbook of
Hemodinamik Monitoring. 2012;14:194-208.
Khir AW, Price S, Henein MY, Parker KH, Pepper JR. Intra-aortic balloon
pumping: eects on left ventricular diastolic function.

Eur J Cardiothorac

Surg.2010;24:277-82.
Peterson JC, Cook DJ. Systematic review: intra-aortic balloon counterpulsation
pump therapy: a critical appraisal of the evidence for patients with acute myocardial
infarction. Critical Care. 2009;2:3-8.

Rian EW, Foster E. Augmentation of coronary blood ow with intra-aortic


balloon pump counter-pulsation. Circulation. 2010;102:364-5.

Você também pode gostar