Você está na página 1de 43

lAPORAN KASUS

HALAMAN SAMPUL

GENERAL ANESTESI PADA OPERASI ORIF FRACTURE OS


RADIUS
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Program Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Anestesi
Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh:
Tegar Jati Kusuma
20100310220

Diajukan Kepada:
dr. Totok Kristiyono, M. Kes., Sp.An

BAGIAN ILMU ANESTESI


RSUD SETJONEGORO WONOSOBO
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2015

HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
GENERAL ANESTESI PADA OPERASI ORIF FRACTURE OS
RADIUS

Disusun Oleh:
Tegar Jati Kusuma
20100310120

Disetujui oleh:
Dokter Pembimbing Kepaniteraan Klinik
Bagian Anestesi
RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo

dr. Totok Kristiyono., M.Kes., Sp.An

DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL

HALAMAN PENGESAHAN

ii

DAFTAR ISI

iii

BAB I LAPORAN KASUS

STATUS PASIEN

ANAMNESIS

PEMERIKSAAN

RESUME

KESAN ANESTESI

TATALAKSANA

PROGNOSIS

LAPORAN ANESTESI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

B. TUJUAN ANESTESI

C. PENILAIAN DAN PERSIAPAN PRA ANESTESIA

10

D. INDUKSI DAN RUMATAN ANESTESIA

15

1.

Induksi Anestesia

15

2.

Rumatan Anestesia

23

E. TEKNIK ANESTESI

27

F.

29

STADIUM ANESTESIA

G. KOMPLIKASI

31

BAB III PEMBAHASAN

34

BAB IV KESIMPULAN

35

DAFTAR PUSTAKA

36

LAMPIRAN

37

BAB I
LAPORAN KASUS

STATUS PASIEN
Nama

: An. TD

Usia

: 11 tahun

Jenis kelamin

: Laki-Laki

Pekerjaan

: Pelajar

Alamat

: Ngadikusuman, Kertek

Agama

: Islam

Tanggal masuk

: 19 Oktober 2015

Tanggal keluar: 22 Oktober 2015


BB

: 28 kg

Diagnosis

: Fracture os radius dextra

ANAMNESIS
1

Keluhan Utama
Pasien mengeluh nyeri tangan kanan setelah terjatuh.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien merupakan pasien Poli Ortopedi dengan diagnosis fracture os radius

dextra. Riwayat penyakit asma, penyakit jantung, penyakit hati, penyakit ginjal,
penyakit paru-paru, hipertensi dan diabetes melitus disangkal oleh pasien. Alergi
terhadap obat-obatan maupun makanan juga disangkal oleh pasien. Pasien tidak
memiliki kebiasaan merokok dan minum-minuman beralkohol. Pasien juga tidak

menggunakan obat-obatan tertentu maupun jamu-jamuan. Pasien juga mengaku tidak


memakai gigi palsu dan tidak ada gigi pasien yang goyang atau sedang sakit.
3

Riwayat Penyakit Dahulu


a Riwayat Penyakit Jantung, DM, Asma, Hipertensi
b Riwayat Alergi
c Riwayat operasi sebelumnya
Riwayat Penyakit Keluarga dan Lingkungan
a Riwayat Penyakit Jantung, DM, Asma, Hipertensi
b Riwayat Alergi

: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal

PEMERIKSAAN
a

Pemeriksaan Fisik
1

Keadaan Umum

Kesadaran

Vital Sign

: Baik

: Kompos mentis GCS E4V5M6

TD

: 110/800 mmHg

HR

: 100x/menit, regular, isi tegangan cukup.

RR

: 22x/menit, tipe thorakoabdominal, reguler

Suhu

: Afebris

Status Gizi

: Kesan cukup

Kulit

: warna sawo matang, kelembaban baik

Kepala

: simetris.

Mata

: reflek cahaya (+/+), pupil isokor (2mm/2mm),


konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-) oedema palpebra
(-/-)

Hidung

: simetris, tak ada deformitas, sekret (-/-)

Telinga

: sekret (-/-)

10 Mulut

: sianosis (-), mukosa basah (+), uvula di


tengah, tonsil T1 T1, malampati II

11 Leher

: kelenjar getah bening tidak membesar

12 Thorax

: retraksi (-)

13 Pulmo

: I = pengembangan dada kanan sama dengan kiri


P = vokal fremitus dada kanan sama dengan kiri
P = sonor/sonor
A = Suara dasar vesikuler (+/+), Suara tambahan (-/-)

14 Cor

: I = ictus cordis tidak tampak


P = ictus cordis kuat angkat
P = batas jantung kesan tidak melebar
A = Bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (-)

15 Abdomen

: I = dinding perut datar


A = bising usus (+) normal
P = timpani, ascites (-)
P = supel, nyeri tekan (-), hepar permukaan licin,
konsistensi lunak, sudut lancip, ukuran tidak membesar, lien
tidak teraba

16 Ekstremitas

: akral hangat, tidak terdapat edema tungkai

Tampak deformitas
Dalam batas normal
b Pemeriksaan Penunjang

Dalam batas normal


Dalam batas normal

Laboratorium 07/10/2015
Nilai
Darah Rutin
Hb
13,2
Hct
38
Leukosit
8,4
Trombosit
238
Eritrosit
4,8
MCV
79
MCH
28
MCHC
35
Eosinofil
1,0
Basofil
0,2
Netrofil
72,20
Limfosit
18,10
Monosit
8,50
Kimia Klinik
Gula Darah Sewaktu
91
Ureum
18,6
Creatinin
0,46
SGOT
19,0
SGPT
9,0
HbsAg
Negatif
Kesan : Dalam Batas Normal

Satuan

Rujukan

g/dl
%
ribu/ul
ribu/ul
juta/ul
fL
Pg
g/dl
%
%
%
%
%

10,7 14,7
31 43
5,0 14,5
150-400
3,7- 5,70
72-88
23-31
32-36
2,0-4,0
0-1
50-70
25-45
2-8

mg/dL
mg/dL
mg/dL
U/L
U/L

70-150
<50
0,40-0,90
0-35
0-35
Negatif

RESUME
Pasien dengan diagnosis fracture os radius dextra, usia 11 tahun. Riwayat
alergi, hipertensi, asma, jantung, DM disangkal. Riwayat operasi sebelumnya
disangkal. Pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran kompos mentis, BB 28 kg.
Pemeriksaan tanda-tanda vital normal, Malampati II, pemeriksaan thorax dan
abdomen tak ada kelainan. Pemeriksaan penunjang kesan tidak ada kelainan.

KESAN ANESTESI
Pasien 11 tahun dengan fracture os radius dextra ASA II

TATALAKSANA
1

Konsul ke Bagian Anestesi

Informed Consent Pembiusan

Intravena fluid drip (IVFD) RL 20 tpm

Puasa 6 jam

Premedikasi di OK

Dilakukan operasi ORIF fracture radius dextra dengan general anestesi dengan status
ASA II Elektif

PROGNOSIS
Ad vitam
Ad sanam
Ad fungsionam

: bonam
: bonam
: bonam

LAPORAN ANESTESI
Diagnosis Pra Bedah
Fracture os radius dextra
Diagnosis Pasca Bedah
Post ORIF fracture os radius dextra
Penatalaksanaan Preoperasi
a

Informed consent

Puasa 6 jam

Infus RL 500 cc

Penatalaksanaan Anestesi
a.
b.
d.
e.
f.

Jenis Pembedahan
Jenis Anestesi
Mulai Anestesi
Mulai Operasi
Premedikasi

: ORIF
: General Anestesi
: 20 Oktober 2015, pukul 12.40 WIB
: 20 Oktober 2015, pukul 12.45 WIB
: Ondansentron 4 mg, Ketorolac 30 mg, Sulfas Atropin

g.
h.
i.
j.

0,25 mg, dan Midazolam 1,5 mg iv bolus


Induksi
: Ketamin 30 mg, Fentanyl 30 mcg iv bolus
Medikasi tambahan
: Tramus 10 mg iv bolus
Intubasi
: ET 6.0
Maintenance
: O2 3 lpm, N2O 2,5 lpm, Sevoflurane 1-3 vol%

k. Cairan Durante Operasi : 500 cc Asering


Maintenance
: 2 cc/kgBB/jam 2 x 28 = 56 cc/jam
Pengganti puasa (06.00-12.00) : 6 x maintenance 6 x 56 = 336 cc
Stres Operasi (berat)
: 8 cc/kgBB/jam 8 x 28 = 224 cc/jam
EBV : 75 cc/kgBB 75 x 28 = 2100 cc
ABL : 20% x EBV 20% x 2100 = 420
Pemberian cairan pada 1 jam pertama operasi
Maintenance + Stres operasi + (50% kebutuhan puasa)
56 cc + 336 cc + 112 cc = 504 cc
l. Pemantauan Tekanan Darah dan HR : Terlampir
m. Selesai operasi
: 13.25 WIB
Pemantauan Selama Tindakan Anestesi
Melakukan monitoring terus menerus tentang keadaan pasien yaitu reaksi
pasien terhadap pemberian obat anestesi khususnya terhadap fungsi pernapasan dan

jantung. Pemantauan nadi dan tekanan darah setiap 5 menit, pemantauan saturasi
oksigen, serta input dan output cairan selama operasi.
Post Operatif
a

Pasien masuk ruang pemulihan dan diobservasi tanda-tanda vital (kesan : dalam
batas normal)

Pasien diantar ke ruangan setelah nilai pada steward score 5


Steward Score (anak dengan GA) dengan nilai 5 pindah ruangan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI

Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-"tidak, tanpa" dan


aesthtos, "persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan
menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur

lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.Istilah anestesi digunakan pertama
kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun 1846.1
Anestesi Umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai
hilangnya kesadaran dan bersifat reversible.Anestesi umum yang sempurna
menghasilkan ketidaksadaran, analgesia, relaksasi otot tanpa menimbulkan resiko
yang tidak diinginkan dari pasien.1

B. TUJUAN ANESTESI

Anestesi umum menjamin hidup pasien, yg memungkinkan operator


melakukan tindakan bedah dengan leluasa dan menghilangkan rasa nyeri.1

Dengan anestesi umum, akan diperoleh triad (trias) anestesia, yaitu :1

Hipnosis (tidur)

Analgesia (bebas dari nyeri)

Relaksasi otot
Hipnosis didapat dari sedatif, anestesi inhalasi (halotan, enfluran, isofluran,

sevofluran). Analgesia didapat dari N2O, analgetika narkotik, NSAID tertentu. Obatobat tertentu misalnya thiopental hanya menyebabkan tidur tanpa relaksasi atau
analgesia, sehingga hanya baik untuk induksi. Hanya eter yang memiliki trias

anestesia. Karena anestesi modern saat ini menggunakan obat-obat selain eter, maka
trias anestesi diperoleh dengan menggabungkan berbagai macam obat. Eter
menyebabkan tidur, analgesia, dan relaksasi, tetapi karena baunya tajam dan
kelarutannya dalam darah tinggi sehingga agak mengganggu dan lambat (meskipun
aman) untuk induksi. Sedangkan relaksasi otot didapatkan dari obat pelemas otot
(muscle relaxant). Relaksasi otot diperlukan untuk mengurangi tegangnya tonus otot
sehingga akan mempermudah tindakan pembedahan. Obat-obat opium seperti morfin
dan petidin akan menyebabkan analgesia dengan sedikit perubahan pada tonus otot
atau tingkat kesadaran. Kombinasi beberapa teknik dan obat dapat dipergunakan
untuk mencapai tujuan ini dan kombinasi ini harus dipilih yang paling sesuai untuk
pasien.

C. PENILAIAN DAN PERSIAPAN PRA ANESTESIA


Persiapan pra bedah yang kurang memadai merupakan faktor penyumbang
sebab-sebab terjadinya kecelakaan anesthesia. Dokter spesialis anestesiologi
seyogyanya mengunjungi pasien sebelum pasien dibedah, agar dapat mempersiapkan
pasien, sehingga pada waktu pasien dibedah dalam keadaan baik.
Anamnesis
Riwayat tentang apakah pasien pernah mendapat anesthesia sebelumnya
sangatlah penting untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang perlu mendapatkan
perhatian khusus, misalnya alergi, mual-muntah, nyeri otot, gatal-gatal atau sesak

napas pasca bedah, sehingga kita dapat merancang anesthesia berikutnya dengan
lebih baik. Kita harus pandai-pandai memilih apakah cerita pasien termasuk alergi
atau efek samping obat.2
Kebiasaan merokok sebaiknya dihentikan 1-2 hari sebelumnya untuk
eliminasi nikotin yang mempengaruhi sistem kardiosirkulasi, dihentikan beberapa
hari untuk mengaktifkan kerja silia jalan napas dan 1-2 minggu untuk mengurangi
produksi sputum. Kebiasaan minum alcohol juga harus dicurigai akan adanya
penyakit hepar.2
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan keadaan gigi-geligi, tindakan buka mulut, lidah relatif besar
sangat penting untuk diketahui apakah akan menyulitkan tindakan. Leher pendek dan
kaku juga akan menyulitkan intubasi. Klasifikasi tampakan faring pada saat mulut
terbuka maksimal dan lidah dijulurkan maksimal menurut mallampati dibagi menjadi
4 gradasi :

Pemeriksaan rutin lain ialah pemeriksaan derajat Mallampati serta inspeksi,


palpasi, perkusi dan auskultasi semua sistem organ tubuh pasien.2
Pemeriksaan laboratorium
Uji laboratorium hendaknya atas indikasi yang tepat sesuai dengan dugaan
penyakit yang sedang dicurigai. Banyak fasilitas kesehatan yang mengharuskan uji
laboratorium secara rutin walaupun pada pasien sehat untuk bedah minor, misalnya
pemeriksaan darah kecil (Hb, leukosit, masa pendarahan dan masa pembekuan) dan
urinalisis. Pada usia pasien di atas 50 tahun ada anjuran pemeriksaan EKG dan foto
thorax.2
Klasifikasi Status Fisik
Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang
ialah yang berasal dari The American Society of Anesthesiologist (ASA). Klasifikasi
fisik ini bukan alat prakiraan resiko anesthesia, karena dampak samping anesthesia

tidak dapat dipisahkan dari dampak samping pembedahan. Status fisik pasien
digolongkan menjadi 6, yaitu :

ASA 1 : Pasien sehat organic, fisiologik, psikiatrik dan biokimia

ASA 2 : Pasien dengan riwayat penyakit sistemik ringan atau sedang

ASA 3 : Pasien dengan riwayat penyakit sistemik berat, aktivitas lebih terbatas

ASA 4 : Pasien dengan riwayat penyakit sistemik berat, tidak dapat melakukan
aktivitas rutin dan penyakitnya merupakan ancaman kehidupan setiap saat

ASA 5 : Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan


hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam

ASA 6 : Pasien dengan mati batang otak yang organnya akan digunakan untuk
tujuan donor

Pada bedah cito atau emergensi biasanya dicantumkan E


Masukan Oral
Refleks laring mengalami penurunan selama anesthesia. Regurgitasi isi
lambung dan kotoran yang terdapat dalam jalan napas merupakan resiko utama pada

pasien-pasien yang menjalani anestesi. Untuk meminimalkan resiko tersebut, semua


pasien yang dijadwalkan untuk operasi elektif dengan anesthesia umum harus
dipantangkan dari masukan oral (puasa) selama periode tertentu selama induksi
anesthesia.2
Pada pasien dewasa umumnya puasa 6 8 jam, anak kecil 4-6, jam dan pada
bayi 3-4 jam. Makanan tak berlemak diperbolehkan 5 jam sebelum induksi
anesthesia. Minuman bening, air putih, teh manis sampai 3 jam dan untuk keperluan
minum obat air putih dalam jumlah tebatas diperbolehkan 1 jam sebelum induksi
anesthesia.2
Premedikasi

Premedikasi sendiri ialah pemberian obat -1 jam sebelum induksi anestesia


dengan tujuan melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesia,
menghilangkan rasa khawatir, membuat amnesia, memberikan analgesia dan
mencegah muntah, menekan refleks yang tidak diharapkan, mengurasi sekresi saliva
dan saluran napas.

Obat obat premedikasi yang bisa diberikan antara lain :

Gol. Antikolinergik

Atropin. Diberikan untuk mencegah hipersekresi kelenjar ludah, antimual dan


muntah, melemaskan tonus otot polos organ organ dan menurunkan spasme
gastrointestinal. Dosis 0,4 0,6 mg IM bekerja setelah 10 15 menit.

Gol. Hipnotik sedative

Barbiturat (Pentobarbital dan Sekobarbital). Diberikan untuk sedasi dan


mengurangi kekhawatiran sebelum operasi. Obat ini dapat diberikan secara oral
atau IM. Dosis dewasa 100200 mg, pada bayi dan anak 35 mg/kgBB.
Keuntungannya adalah masa pemulihan tidak diperpanjang dan efek depresannya
yang lemah terhadap pernapasan dan sirkulasi serta jarang menyebabkan mual dan
muntah.

Gol. Analgetik narkotik

Morfin. Diberikan untuk mengurangi kecemasan dan ketegangan menjelang


operasi. Dosis premedikasi dewasa 1020 mg. Kerugian penggunaan morfin ialah
pulih pasca bedah lebih lama, penyempitan bronkus pada pasien asma, mual dan
muntah pasca bedah ada.

Pethidin. Dosis premedikasi dewasa 25100 mg IV. Diberikan untuk menekan


tekanan darah dan pernapasan serta merangsang otot polos. Pethidin juga berguna
mencegah dan mengobati menggigil pasca bedah.

Gol. Transquilizer

Diazepam (Valium). Merupakan golongan benzodiazepine. Pemberian dosis


rendah bersifat sedatif sedangkan dosis besar hipnotik. Dosis premedikasi dewasa
0,2 mg/kgBB IM.

D. INDUKSI DAN RUMATAN ANESTESIA


1. Induksi Anestesia
Induksi anesthesia adalah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi
tidak sadar, sehingga memungkinkan dimulainya anesthesia dan pembedahan. Induksi
dapat dikerjakan melalui intravena, inhalasi, intramuscular, dan rektal.

Propofol
Merupakan derivat fenol yang banyak digunakan sebagai anastesia intravena
dan lebih dikenal dengan nama dagang Diprivan. Pertama kali digunakan dalam
praktek anestesi pada tahun 1977 sebagai obat induksi.

Propofol digunakan untuk induksi dan pemeliharaan dalam anastesia umum,


pada pasien dewasa dan pasien anakanak usia lebih dari 3 tahun. Mengandung
lecitin, glycerol dan minyak soybean, sedangkan pertumbuhan kuman dihambat oleh
adanya asam etilendiamintetraasetat atau sulfat, hal tersebut sangat tergantung pada
pabrik pembuat obatnya. Obat ini dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih
susu bersifat isotonik dengan kepekatan 1 % (1 ml = 10 mg) dan pH 7-8. 2,3
Propofol adalah 98% protein terikat dan mengalami metabolisme di hati
untuk metabolit glukuronat, yang akhirnya diekskresikan dalam urin.
Efek Klinis
Propofol menghasilkan hilangnya kesadaran dengan cepat, dengan waktu
pemulihan yang cepat dan langsung kembali pada kondisi klinis sebelumnya (sebagai
hasil waktu paruh distribusi yang pendek dan tingkat clearance tinggi). Propofol
menekan refleks laring sehingga sangat cocok untuk digunakan dengan perangkat
LMA agar dapat dimasukkan dengan lancar. Ada insiden rendah mual dan muntah
pasca operasi dan reaksi alergi atau hipersensitivitas.
Efek propofol

Efek pada sistem kardiovaskuler.

Induksi bolus 2-2,5 mg/kg dapat menyebabkan depresi pada jantung dan

pembuluh darah dimana tekanan dapat turun sekali disertai dengan peningkatan
denyut nadi. Ini diakibatkan Propofol mempunyai efek mengurangi
pembebasan katekolamin dan menurunkan resistensi vaskularisasi sistemik
sebanyak 30%. Pengaruh pada jantung tergantung dari :

a. Pernafasan spontan mengurangi depresi jantung berbanding nafas kendali

b. Pemberian drip lewat infus mengurangi depresi jantung berbanding


pemberian secara bolus

c. Umur makin tua usia pasien makin meningkat efek depresi jantung2,3

Efek pada sistem pernafasan

Dapat menurunkan frekuensi pernafasan dan volume tidal, dalam beberapa


kasus dapat menyebabkan henti nafas kebanyakan muncul pada pemberian
diprivan (propofol). Pada 25%-40% kasus Propofol dapat menimbulkan apnoe
setelah diberikan dosis induksi yang bisa berlangsung lebih dari 30 detik.2,3
Dosis dan penggunaan

Induksi : 2,0 sampai 2.5 mg/kg IV.

Sedasi : 25 to 75 g/kg/min IV.

Dosis pemeliharaan pada anastesi umum : 100-150 g/kg/min IV (titrasi


sampai efek yang diinginkan), bolus IV 25-50 mg.

Turunkan dosis pada orang tua atau gangguan hemodinamik atau apabila
digabung penggunaanya dengan obat anastesi yang lain.

Dapat dilarutkan dengan Dextrosa 5 % untuk mendapatkan konsentrasi yang


minimal 0,2%.

Propofol mendukung perkembangan bakteri, sehingga harus berada dalam


lingkungan yang steril dan hindari profofol dalam kondisi sudah terbuka lebih
dari 6 jam untuk mencegah kontaminasi dari bakteri. 2,3

Efek Samping
Dapat menyebabkan nyeri selama pemberian pada 50% sampai 75% kasus.
Nyeri ini bisa muncul akibat iritasi pembuluh darah vena, nyeri pada pemberian
propofol dapat dihilangkan dengan menggunakan lidokain (0,5 mg/kg) dan jika
mungkin dapat diberikan 1 sampai 2 menit dengan pemasangan torniquet pada bagian
proksimal tempat suntikan, berikan secara I.V melaui vena yang besar. Gejala mual
dan muntah juga sering sekali ditemui pada pasien setelah operasi menggunakan
propofol. Propofol merupakan emulsi lemak sehingga pemberiannya harus hati hati

pada pasien dengan gangguan metabolisme lemak seperti hiperlipidemia dan


pankreatitis. Pada setengah kasus dapat menyebabkan kejang mioklonik (thiopental <
propofol < etomidate atau methohexital). Phlebitis juga pernah dilaporkan terjadi
setelah pemberian induksi propofol tapi kasusnya sangat jarang. Terdapat juga kasus
terjadinya nekrosis jaringan pada ekstravasasi subkutan pada anak-anak akibat
pemberian propofol.4
Propofol tidak diizinkan untuk digunakan pada anak-anak berusia kurang
dari 3 tahun. Ada laporan kematian tak terduga pada anak-anak karena asidosis
metabolik dan kegagalan miokard setelah penggunaan jangka panjang di ICU.
Tiopenton
Tiopental sekarang lebih dikenal dengan nama sodium Penthotal, Thiopenal,
Thiopenton Sodium atau Trapanal yang merupakan obat anestesi umum barbiturat
short acting, tiopentol dapat mencapai otak dengan cepat dan memiliki onset yang
cepat (30-45 detik). Dalam waktu 1 menit tiopenton sudah mencapai puncak
konsentrasi dan setelah 5 10 menit konsentrasi mulai menurun di otak dan
kesadaran kembali seperti semula. Dosis yang banyak atau dengan menggunakan
infus akan menghasilkan efek sedasi dan hilangnya kesadaran.2
Dapat menyebabkan hilangnya kesadaran tetapi menimbulkan hiperalgesia
pada dosis subhipnotik, menghasilkan penurunan metabolisme serebral dan aliran
darah

sedangkan

pada

dosis

yang

tinggi

akan

menghasilkan

isoelektrik

elektroensepalogram. Thiopental turut menurunkan tekanan intrakranial. Manakala


methohexital dapat menyebabkan kejang setelah pemberian dosis tinggi. 2
Menurunkan tekanan darah dan cardiac output, dan dapat meningkatkan
frekwensi jantung, penurunan tekanan darah sangat tergantung dari konsentrasi obat
dalam plasma. Hal ini disebabkan karena efek depresinya pada otot jantung, sehingga
curah jantung turun, dan dilatasi pembuluh darah. Iritabilitas otot jantung tidak
terpengaruh, tetapi bisa menimbulkan disritmia bila terjadi retensi CO 2 atau hipoksia.
Penurunan tekanan darah yang bersifat ringan akan pulih normal dalam beberapa
menit tetapi bila obat disuntik secara cepat atau dosisnya tinggi dapat terjadi hipotensi
yang berat. Hal ini terutama akibat dilatasi pembuluh darah karena depresi pusat
vasomotor. Di lain pihak turunnya tekanan darah juga dapat terjadi oleh karena efek
depresi langsung obat pada miokard. 2
Menyebabkan depresi pusat pernafasan dan sensitifitas terhadap CO 2
menurun terjadi penurunan frekwensi nafas dan volume tidal bahkan dapat sampai
menyebabkan terjadinya asidosis respiratorik. Dapat juga menyebabkan refleks
laringeal yang lebih aktif berbanding propofol sehingga menyebabkan laringospasme.
Dosis
Dosis yang biasanya diberikan berkisar antara 3-5 mg/kg. Untuk
menghindarkan efek negatif dari tiopental tadi sering diberikan dosis kecil dulu 50-75
mg sambil menunggu reaksi pasien.2

Efek samping
Efek samping yang dapat ditimbulkan seperti alergi, sehingga jangan
memberikan obat ini kepada pasien yang memiliki riwayat alergi terhadap barbiturat,
sebab hal ini dapat menyebabkan terjadinya reaksi anafilaksis yang jarang terjadi,
barbiturat juga kontraindikasi pada pasien dengan porfiria akut, karena barbiturat
akan menginduksi enzim d-aminoleuvulinic acid sintetase, dan dapat memicu
terjadinya serangan akut. Iritasi vena dan kerusakan jaringan akan menyebakan nyeri
pada saat pemberian melalui IV, hal ini dapat diatasi dengan pemberian heparin dan
dilakukan blok regional simpatis.2,5 Suntikan arteri atau ekstravaskular (khususnya
dengan konsentrasi di atas 5%) menimbulkan nekrosis, gangrene.
Ketamin
Ketalar sebagai nama dagang yang pertama kali diperkenalkan oleh Domino
dan Carson tahun 1965 yang digunakan sebagai anestesi umum.
Ketamin kurang digemari untuk induksi anastesia, karena sering
menimbulkan takikardi, hipertensi, hipersalivasi, nyeri kepala, pasca anasthesi dapat
menimbulkan muntah muntah, pandangan kabur, dan mimpi buruk.
Ketamin juga sering menyebabkan terjadinya disorientasi, ilusi sensoris dan
persepsi, dan mimpi gembira yang mengikuti anesthesia, dan sering disebut dengan
emergence phenomena.

Ketamin lebih larut dalam lemak sehingga dengan cepat akan didistribusikan
ke seluruh organ. Efek muncul dalam 3060 detik setelah pemberian secara I.V
dengan dosis induksi, dan akan kembali sadar setelah 1520 menit. Jika diberikan
secara I.M maka efek baru akan muncul setelah 15 menit.2,3
Apabila diberikan intravena maka dalam waktu 30 detik pasien akan
mengalami perubahan tingkat kesadaran yang disertai tanda khas pada mata berupa
kelopak mata terbuka spontan dan nistagmus. Selain itu kadang-kadang dijumpai
gerakan yang tidak disadari (cataleptic appearance), seperti gerakan mengunyah,
menelan, tremor, dan kejang. Itu merupakan efek anestesi dissosiatif yang merupakan
tanda khas setelah pemberian Ketamin. Apabila diberikan secara intramuskular,
efeknya akan tampak dalam 5-8 menit, sering mengakibatkan mimpi buruk dan
halusinasi pada periode pemulihan sehingga pasien mengalami agitasi. Aliran darah
ke otak meningkat, menimbulkan peningkatan tekanan darah intrakranial. 2
Ketamin adalah obat anestesia yang bersifat simpatomimetik, sehingga bisa
meningkatkan tekanan darah dan jantung. Peningkatan tekanan darah akibat efek
inotropik positif dan vasokonstriksi pembuluh darah perifer.
Pada dosis biasa, tidak mempunyai pengaruh terhadap sistem respirasi. dapat
menimbulkan dilatasi bronkus karena sifat simpatomimetiknya, sehingga merupakan
obat pilihan pada pasien asma. 2,5
Dosis dan pemberian

Ketamin merupakan obat yang dapat diberikan secara intramuskular apabila


akses pembuluh darah sulit didapat contohnya pada anak anak. Ketamin bersifat
larut air sehingga dapat diberikan secara IV atau IM. Dosis induksi adalah 12
mg/KgBB secara I.V atau 510 mg/Kgbb I.M, untuk dosis sedatif lebih rendah yaitu
0,2 mg/KgBB dan harus dititrasi untuk mendapatkan efek yang diinginkan.
Untuk pemeliharaan dapat diberikan secara intermitten atau kontinyu.
Pemberian secara intermitten diulang setiap 10 15 menit dengan dosis setengah dari
dosis awal sampai operasi selesai. Dosis obat untuk menimbulkan efek sedasi atau
analgesic adalah 0,20,8 mg/kg IV atau 24 mg/kg IM atau 510 g/kg/min IV drip
infus.
Efek samping
Dapat menyebabkan efek samping berupa peningkatan sekresi air liur pada
mulut,selain itu dapat menimbulkan agitasi dan perasaan lelah , halusinasi dan mimpi
buruk juga terjadi pasca operasi, pada otot dapat menimbulkan efek mioklonus pada
otot rangka selain itu ketamin juga dapat meningkatkan tekanan intracranial. Pada
mata dapat menyebabkan terjadinya nistagmus dan diplopia.2,5
2. Rumatan Anestesia

Rumatan anesthesia dapat dilakukan secara :

Intravena (TIVA)

Inhalasi

Campuran intravena dan inhalasi

Rumatan anesthesia biasanya mengacu trias anesthesia yaitu tidur ringan


(hypnosis) sekedar tidak sadar, analgesia cukup, diusahakan agar pasien selama bedah
tidak menimbulkan nyeri dan relaksasi otot lurik yang cukup. Anestesia inhalasi yang
umum digunakan, yaitu :

N2O
N2O (gas gelak, laughing gas, nitrous oxide) dalam ruangan berbentuk gas

tak berwarna, bau manis, tidak iritatif, tidak terbakarm beratnya 1,5 kali berat udara,
berat molekulnya 44,01, koefisien kelarutan antara darah/gas 0,47, stabil, tidak
bereaksi dengan sodalime, titik didih 88,4 derajat Celcius, dapat menembus karet
tetapi tidak bereaksi dengan logam.. Pemberian anesthesia dengan N 2O harus disertai
O2 minimal 25%. Gas ini bersifat anestetik lemah tetapi analgesia kuat, sehingga
sering digunakan untuk mengurangi nyeri menjelang persalinan. Pada anesthesia
inhalasi jarang digunakan sendiri, tetapi dikombinasikan dengan salah satu cairan
anestetik lainnya seperti halotan dan sebagainya. Pada akhir anesthesia setelah N 2O

dihentikan, maka N2O akan cepat keluar mengisi alveoli, sehingga terjadi
pengenceran O2 dan terjadilah hipoksia difusi. Untuk mengatasinya diberikan O 2
100% selama 5-10 menit.7

Halotan
Merupakan turunan etan, berbau enak dan tak merangsang jalan nafas.

Halotan harus disimpan dalam botol gelap (coklat tua) supaya tidak dirusak oleh
cahaya dan diawetkan oleh timol 0,01%. Selain untuk induksi dapat juga untuk
laringoskopi intubasi.
Pada nafas spontan rumatan anestesia sekitar 1-2 vol % dan pada nafas
kendali sekitar 0,5 1 vol % yang tentunya disesuaikan dengan respon klinis pasien.
Halotan menyebbakan vasodilatasi serebral, meninggikan aliran darah otak yang sulit
dikendalikan dengan teknik anestesia hiperventilasi, sehingga tidak disukai untuk
bedah otak.
Kelebihan dosis menyebabkan depresi napas, menurunnya tonus simpatis,
hipotensi, bradikardi, vasodilatasi perifer, depresi vasomotor, depresi miokard dan
inhibisi reflex baroreseptor. Kebalikan dari N2O, halotan analgesinya lemah,
anestesinya kuat, sehingga kombinasi keduanya ideal sepanjang tidak ada
kontraindikasi.
Kombinasi dengan adrenalin sering menyababkan disritmia, sehingga
penggunaan adrenalin harus dibatasi. Adrenalin dianjurkan dengan pengenceran
1:200.000 (5ug/ml) dan maksimal penggunaannya 2 ug/kg. Pada bedah sesar, halotan
dibatasi maksimal 1 vol%, karena relaksasi uterus akan menimbulkan perdarahan.
Halotan menghambat pelepasan insulin, meninggikan kadar gula darah.

Kira-kira 20% halotan dimetabolisir terutama di hepar secara oksidatif


menjadi komponen bromine, klorin, dan asam trikoloro asetat. Secara reduktif
menjadi komponen fluoride dan produk non-volatil yang dikeluarkan lewat urin.
Metabolisme reduktif ini menyebabkan hepar kerja keras, sehingga merupakan
indikasi kontra pada penderita gangguan hepar, pernah dapat halotan dalam waktu
kurang tiga bulan atau pada pasien kegemukan. Pasca pemberian halotan sering
menyebabkan pasien menggigil.

Isofluran

Isofluran merupakan halogenasi eter yang pada dosis atau subanestetik


menurunkan laju metabolism otak terhadap oksigen, tetapi meninggikan aliran darah
otak dan tekanan intracranial. Peninggian aliran darah otak dan tekanan intracranial
ini dapat dikurangi dengan teknik anesthesia hiperventilasi, sehingga isofluran sering
digunakan untuk bedah otak. Efek terhadap depresi jantung dan curah jantung
minimal, sehingga digemari untuk anesthesia teknik hipotensi dan banyak digunakan
pada pasin dengan gangguan kororner. Isofluran dengan konsentrasi >1% terhadap
uterus hamil menyebabkan relaksasi dan kurang responsif jika diantisipasi dengan
oksitosin, sehingga dapat menyebabkan perdarahan paska persalinan. Dosis
pelumpuh otot dapat dikurangi sampai 1/3 dosis biasa jika menggunakan isofluran.7

Enfluran

Merupakan halogenasi eter dan cepat poluer setelah ada kecurigaan


gangguan fungsi hepar setelah pengunaan ulang oleh halotan. Pada EEG
menunjukkan tanda-tanda epileptik, apalagi disertai hipokapnia. Kombinasi dengan
adrenalin lebih aman 3 kali dibanding halotan. Di metabolisme hanya 2-8% oleh
hepar menjadi produk non volatil yang dikeluarkan lewat urin. Sisanya dikeluarkan
lewat paru dalam bentuk asli. Induksi dan pulih anestesi lebih cepat dibandingkan
halotan. Efek depresi nafas lebih kuat, depresi terhadap sirkulasi lebih kuat, dan lebih
iritatif dibandingkan halotan, tetapi jarang menimbulkan aritmia. Efek relaksasi
terhadap otot lurik lebih baik dibandingkan halotan.7
Sevofluran

Merupakan halogenasi eter. Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat
dibandingkan dengan isofluran. Baunya tidak menyengat dan tidak merangsang jalan
nafas, sehingga digemari untuk induksi anestesia inhalasi di samping halotan. Efek
terhadap kardiovaskular cukup stabil, jarang menyebabkan aritmia. Efek terhadap
sistem saraf pusat sama seperti isofluran dan belum ada laporan toksik terhadap
hepar. Setelah pemberian dihentikan sevofluran cepat dikeluarkan oleh badan. Belum
ada laporan yang membahayakan terhadap tubuh manusia.7

E. TEKNIK ANESTESI
a

Sungkup Muka (Face Mask) dengan napas spontan

Indikasi :

Tindakan singkat ( - 1 jam)

Keadaan umum baik (ASA I II)

Lambung harus kosong

Prosedur :

Siapkan peralatan dan kelengkapan obat anestetik

Pasang infuse (untuk memasukan obat anestesi)

Premedikasi +/- (apabila pasien tidak tenang bisa diberikan obat penenang)
efek sedasi/anti-anxiety: benzodiazepine; analgesia: opioid, non opioid, dll

Induksi

Pemeliharaan

Intubasi Endotrakeal dengan napas spontan

Intubasi endotrakea adalah memasukkan pipa (tube) endotrakea (ET=


endotrakeal tube) kedalam trakea via oral atau nasal. Indikasi; operasi lama, sulit
mempertahankan airway (operasi di bagian leher dan kepala)
Prosedur :
1. Sama dengan diatas, hanya ada tambahan obat (pelumpuh otot/suksinil
dengan durasi singkat)
2. Intubasi setelah induksi dan suksinil
3. Pemeliharaan

Untuk persiapan induksi sebaiknya kita ingat STATICS:


S = Scope. Stetoskop untuk mendengarkan suara paru dan jantung. LaringoScope
T = Tubes. Pipa trakea. Usia >5 tahun dengan balon(cuffed)
A = Airway. Pipa mulut faring (orofaring) dan pipa hidung faring (nasofaring)
yang digunakan untuk menahan lidah saat pasien tidak sadar agar lidah tidak
menymbat jalan napas
T = Tape. Plester untuk fiksasi pipa agar tidak terdorong atau tercabut
I = Introductor. Stilet atau mandrin untuk pemandu agar pipa trakea mudah
dimasukkan
C = Connector. Penyambung pipa dan perlatan anestesia
S = Suction. Penyedot lendir dan ludah
Teknik Intubasi

1. Pastikan semua persiapan dan alat sudah lengkap

2. Induksi sampai tidur, berikan suksinil kolin fasikulasi (+)

3. Bila fasikulasi (-) ventilasi dengan O2 100% selama kira - kira 1 mnt

4. Batang laringoskopi pegang dengan tangan kiri, tangan kanan mendorong


kepala sedikit ekstensi mulut membuka

5. Masukan laringoskop (bilah) mulai dari mulut sebelah kanan, sedikit demi
sedikit, menyelusuri kanan lidah, menggeser lidah kekiri

6. Cari epiglotis tempatkan bilah didepan epiglotis (pada bilah bengkok)


atau angkat epiglotis ( pada bilah lurus )

7. Cari rima glotis ( dapat dengan bantuan asisten menekan trakea dar luar )

8. Temukan pita suara warnanya putih dan sekitarnya merah

9. Masukan ET melalui rima glottis


10. Hubungkan pangkal ET dengan mesin anestesi dan atau alat bantu
napas( alat resusitasi )

Intubasi Endotrakeal dengan napas kendali (kontrol)

Pasien sengaja dilumpuhkan/benar2 tidak bisa bernafas dan pasien dikontrol


pernafasanya dengan kita memberikan ventilasi 12-20 x permenit.Setelah operasi
selesai pasien dipancing dan akhirnya bisa nafas spontan kemudian kita akhiri efek
anestesinya.

Teknik sama dengan diatas

Obat pelumpuh otot non depolar (durasinya lama)

Pemeliharaan, obat pelumpuh otot dapat diulang pemberiannya.

F. STADIUM ANESTESIA
Tahapan anestesi terdiri dari 4 stadium yaitu stadium pertama berupa
analgesia sampai kehilangan kesadaran, stadium 2 sampai respirasi teratur, stadium 3
dan stadium 4 sampai henti napas dan henti jantung.

Stadium I
Stadium I (St. Analgesia/ St. Disorientasi) dimulai dari saat pemberian zat
anestetik sampai hilangnya kesadaran. Pada stadium ini pasien masih dapat mengikuti
perintah dan terdapat analgesi (hilangnya rasa sakit). Tindakan pembedahan ringan,
seperti pencabutan gigi dan biopsi kelenjar, dapat dilakukan pada stadium ini.
Stadium ini berakhir dengan ditandai oleh hilangnya refleks bulu mata (untuk
mengecek refleks tersebut bisa kita raba bulu mata).
Stadium II
Stadium II (St. Eksitasi; St. Delirium) Mulai dari akhir stadium I dan
ditandai dengan pernapasan yang irreguler, pupil melebar dengan refleks cahaya (+),
pergerakan bola mata tidak teratur, lakrimasi (+), tonus otot meninggi dan diakhiri
dengan hilangnya reflekss menelan dan kelopak mata.
Stadium III
Stadium III yaitu stadium sejak mulai teraturnya lagi pernapasan hingga
hilangnya pernapasan spontan. Stadium ini ditandai oleh hilangnya pernapasan

spontan, hilangnya refleks kelopak mata dan dapat digerakkannya kepala ke kiri dan
kekanan dengan mudah.
Stadium IV
Ditandai dengan kegagalan pernapasan (apnea) yang kemudian akan segera
diikuti kegagalan sirkulasi/henti jantung dan akhirnya pasien meninggal. Pasien
sebaiknya tidak mencapai stadium ini karena itu berarti terjadi kedalaman anestesi
yang berlebihan.

Tanda Refleks Pada Mata


Refleks pupil
Pada keadaan teranestesi maka refleks pupil akan miosis apabila anestesinya
dangkal, midriasis ringan menandakan anestesi reaksinya cukup dan baik/ stadium
yang paling baik untuk dilakukan pembedahan, midriasis maksimal menandakan
pasien mati.
Refleks bulu mata
Refleks bulu mata sudah disinggung tadi di bagian stadium anestesi.Apabila
saat dicek refleks bulu mata (-) maka pasien tersebut sudah pada stadium 1.
Refleks kelopak mata
Pengecekan refleks kelopak mata jarang dilakukan tetapi bisa digunakan
untuk memastikan efek anestesi sudah bekerja atau belum, caranya adalah kita tarik
palpebra atas ada respon tidak, kalau tidak berarti menandakan pasien sudah masuk
stadium 1 ataupun 2.
Refleks cahaya

Untuk refleks cahaya yang kita lihat adalah pupilnya, ada/tidak respon saat
kita beri rangsangan cahaya.

G. KOMPLIKASI
Komplikasi (penyulit) kadang-kadang datangnya tidak diduga kendatipun
tindakan anestesi sudah dilaksanakan dengan baik. Komplikasi dapat dicetuskan oleh
tindakan anesthesia sendiri atau kondisi pasien. Penyulit dapat timbl pada waktu
pembedahan atau kemudian segera ataupun belakangan setelah pembedahan (lebih
dari 12jam).

1. Komplikasi Kardiovasklar
a

Hipotensi : tekanan systole kurang dari 70 mmHg atau turun 25% dari
sebelumnya.

Hipertensi : umumnya tekanan darah dapat meningkat pada periode induksi dan
pemulihan anestesia. Komplikasi ini dapat membahayakan khususnya pada
penyakit jantung, karena jantung akan bekerja keras dengan kebutuhan O2
miokard yang meningkat, bila tak tercukupi dapat timbul iskemia atau infark
miokard. Namun bila hipertensi karena tidak adekuat dapat dihilangkan dengan
menambah dosis anestetika.

Aritmia Jantung : anestesi ringan yang disertai maniplasi operasi dapat


merangsang saraf simpatiks, dapat menyebabkan aritmia. Bradikardia yang
terjadi dapat diobati dengan atropin

Payah Jantung : mungkin terjadi bila pasien mendapat cairan IV berlebihan.

2. Penyulit Respirasi
a

Obstruksi jalan nafas

Batuk

Cekukan (Hiccup)

Intubasi endobronkial

Apneu (Henti Nafas)

Atelektasis

Pnemotoraks

Muntah dan Regurgitas

3. Komplikasi Mata
a

Laserasi Kornea

Menekan bola mata terlalu kuat

4. Perubahan Cairan Tubuh


a

Hipovolemia

Hipervolemia

5. Komplikasi Neurologi
a

Konvulsi Terlambat sadar

Cidera saraf tepi (perifer)

6. Komplikasi Lain-Lain
a

Menggigil

Gelisah setelah anestesi

Mimpi buruk

Sadar selama operasi

Kenaikan suhu tubuh

Hipersensitif

BAB III
PEMBAHASAN
Pada pasien ini didiagnosis dengan fracture os radius dextra dengan status
fisik ASA II dan akan dilakukan tindakan bedah ORIF. Pada pemeriksaan fisik dan
laboratorium tidak didapatkan adanya kelainan sehingga tidak menjadi halangan
untuk dilakukannya tindakan general anestesi.
Pada saat premedikasi diberikan midazolam 1,5 mg sebagai sedative
sehingga pasien tidak merasa cemas, ondancentron 4 mg untuk mencegah emesis,
ketorolac 30 mg sebagai agen analgesic, dan diberi sulfas atropine 0,25 mg untuk
mencegah terjadinya hipersalivasi.
Pada saat induksi diberikan ketamine 30 mg karena ketamin lebih larut
dalam lemak sehingga dengan cepat akan didistribusikan ke seluruh organ. Efek
muncul dalam 30 60 detik setelah pemberian secara I.V dengan dosis induksi, dan
akan kembali sadar setelah 15 20 menit. Dilakukan pemberian Tracrium 10 mg
sebagai muscle relaxant untuk memudahkan tindakan intubasi.
Sebagai maintenance diberikan anestesi inhalasi dengan Sevoflurane 1-3 vol
%. Efek terhadap kardiovaskular cukup stabil, jarang menyebabkan aritmia. Setelah
pemberian dihentikan sevofluran cepat dikeluarkan oleh badan. Ditambah dengan
N2O 3 lpm dikombinasikan dengan O2 2,3 lpm.

BAB IV
KESIMPULAN

Anestesi umum bertujuan untuk memperoleh trias anestesi, yaitu : hypnosis,

analgesia, dan relaksasi otot


Sebelum melakukan anestesi dilakukan penilaian dan persiapan pra anestesi yang
meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, berpuasa, dan

premedikasi.
Berdasarkan The American Society of Anesthesiologist (ASA), klasifikasi fisik

dibagi menjadi 6.
Induksi anesthesia adalah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak
sadar, sehingga memungkinkan dimulainya anesthesia dan pembedahan. Induksi

dapat dikerjakan melalui intravena, inhalasi, intramuscular, dan rektal.


Rumatan anesthesia biasanya mengacu trias anesthesia yaitu tidur ringan
(hypnosis) sekedar tidak sadar, analgesia cukup, diusahakan agar pasien selama
bedah tidak menimbulkan nyeri dan relaksasi otot lurik yang cukup. Rumatan
anesthesia dapat dilakukan secara inhalasi, intravena, atau campuran antara

inhalasi dan intravena.


Komplikasi pada anestesi dapat terjadi pada berbagai system organ

DAFTAR PUSTAKA

Muhardi M, Roesli T, Sunatrio, Ruswan D. Anestesiologi. Bagian Anestesiologi


dan Terapi Intensif FKUI. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1989.

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Departement Farmakologi dan


Terapeutik Ed 5 farmakologi dan Terapi. Jakarta : Gaya Baru. 2007

Mangku G,dkk. Buku Ajar Ilmu Anasthesia dan Reanimasi. Cetakan pertama.
Jakarta : Universitas Udayana Indeks. 2010

Jaideep J Pandit. Intravenous Anaesthetic Drug. 2007. Anaesthesia And Intensive


Care Medicine 9:4. Diunduh dari:
http://www.philippelefevre.com/downloads/basic_sciences_articles/iv-anaestheticagents/intravenous-anaesthetic-agents.pdf

Omoigui, S. Obat-obatan Anastesia. EGC : Jakarta. 1997

Mansjoer A, Triyanti K, Wardhani WI. Et all (editor). Kapita Selekta Kedokteran.


Cetakan keenam : Media Aesculapius FK UI. 2007

Latief SA. Suryadi KA. Dachlan MR, Petunjuk Praktis Anestesiologi dan Terapi
Intensif Edisi 3. Jakarta Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007

LAMPIRAN

Você também pode gostar