Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
HALAMAN SAMPUL
Disusun Oleh:
Tegar Jati Kusuma
20100310220
Diajukan Kepada:
dr. Totok Kristiyono, M. Kes., Sp.An
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
GENERAL ANESTESI PADA OPERASI ORIF FRACTURE OS
RADIUS
Disusun Oleh:
Tegar Jati Kusuma
20100310120
Disetujui oleh:
Dokter Pembimbing Kepaniteraan Klinik
Bagian Anestesi
RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
HALAMAN PENGESAHAN
ii
DAFTAR ISI
iii
STATUS PASIEN
ANAMNESIS
PEMERIKSAAN
RESUME
KESAN ANESTESI
TATALAKSANA
PROGNOSIS
LAPORAN ANESTESI
A. DEFINISI
B. TUJUAN ANESTESI
10
15
1.
Induksi Anestesia
15
2.
Rumatan Anestesia
23
E. TEKNIK ANESTESI
27
F.
29
STADIUM ANESTESIA
G. KOMPLIKASI
31
34
BAB IV KESIMPULAN
35
DAFTAR PUSTAKA
36
LAMPIRAN
37
BAB I
LAPORAN KASUS
STATUS PASIEN
Nama
: An. TD
Usia
: 11 tahun
Jenis kelamin
: Laki-Laki
Pekerjaan
: Pelajar
Alamat
: Ngadikusuman, Kertek
Agama
: Islam
Tanggal masuk
: 19 Oktober 2015
: 28 kg
Diagnosis
ANAMNESIS
1
Keluhan Utama
Pasien mengeluh nyeri tangan kanan setelah terjatuh.
dextra. Riwayat penyakit asma, penyakit jantung, penyakit hati, penyakit ginjal,
penyakit paru-paru, hipertensi dan diabetes melitus disangkal oleh pasien. Alergi
terhadap obat-obatan maupun makanan juga disangkal oleh pasien. Pasien tidak
memiliki kebiasaan merokok dan minum-minuman beralkohol. Pasien juga tidak
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
PEMERIKSAAN
a
Pemeriksaan Fisik
1
Keadaan Umum
Kesadaran
Vital Sign
: Baik
TD
: 110/800 mmHg
HR
RR
Suhu
: Afebris
Status Gizi
: Kesan cukup
Kulit
Kepala
: simetris.
Mata
Hidung
Telinga
: sekret (-/-)
10 Mulut
11 Leher
12 Thorax
: retraksi (-)
13 Pulmo
14 Cor
15 Abdomen
16 Ekstremitas
Tampak deformitas
Dalam batas normal
b Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium 07/10/2015
Nilai
Darah Rutin
Hb
13,2
Hct
38
Leukosit
8,4
Trombosit
238
Eritrosit
4,8
MCV
79
MCH
28
MCHC
35
Eosinofil
1,0
Basofil
0,2
Netrofil
72,20
Limfosit
18,10
Monosit
8,50
Kimia Klinik
Gula Darah Sewaktu
91
Ureum
18,6
Creatinin
0,46
SGOT
19,0
SGPT
9,0
HbsAg
Negatif
Kesan : Dalam Batas Normal
Satuan
Rujukan
g/dl
%
ribu/ul
ribu/ul
juta/ul
fL
Pg
g/dl
%
%
%
%
%
10,7 14,7
31 43
5,0 14,5
150-400
3,7- 5,70
72-88
23-31
32-36
2,0-4,0
0-1
50-70
25-45
2-8
mg/dL
mg/dL
mg/dL
U/L
U/L
70-150
<50
0,40-0,90
0-35
0-35
Negatif
RESUME
Pasien dengan diagnosis fracture os radius dextra, usia 11 tahun. Riwayat
alergi, hipertensi, asma, jantung, DM disangkal. Riwayat operasi sebelumnya
disangkal. Pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran kompos mentis, BB 28 kg.
Pemeriksaan tanda-tanda vital normal, Malampati II, pemeriksaan thorax dan
abdomen tak ada kelainan. Pemeriksaan penunjang kesan tidak ada kelainan.
KESAN ANESTESI
Pasien 11 tahun dengan fracture os radius dextra ASA II
TATALAKSANA
1
Puasa 6 jam
Premedikasi di OK
Dilakukan operasi ORIF fracture radius dextra dengan general anestesi dengan status
ASA II Elektif
PROGNOSIS
Ad vitam
Ad sanam
Ad fungsionam
: bonam
: bonam
: bonam
LAPORAN ANESTESI
Diagnosis Pra Bedah
Fracture os radius dextra
Diagnosis Pasca Bedah
Post ORIF fracture os radius dextra
Penatalaksanaan Preoperasi
a
Informed consent
Puasa 6 jam
Infus RL 500 cc
Penatalaksanaan Anestesi
a.
b.
d.
e.
f.
Jenis Pembedahan
Jenis Anestesi
Mulai Anestesi
Mulai Operasi
Premedikasi
: ORIF
: General Anestesi
: 20 Oktober 2015, pukul 12.40 WIB
: 20 Oktober 2015, pukul 12.45 WIB
: Ondansentron 4 mg, Ketorolac 30 mg, Sulfas Atropin
g.
h.
i.
j.
jantung. Pemantauan nadi dan tekanan darah setiap 5 menit, pemantauan saturasi
oksigen, serta input dan output cairan selama operasi.
Post Operatif
a
Pasien masuk ruang pemulihan dan diobservasi tanda-tanda vital (kesan : dalam
batas normal)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.Istilah anestesi digunakan pertama
kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun 1846.1
Anestesi Umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai
hilangnya kesadaran dan bersifat reversible.Anestesi umum yang sempurna
menghasilkan ketidaksadaran, analgesia, relaksasi otot tanpa menimbulkan resiko
yang tidak diinginkan dari pasien.1
B. TUJUAN ANESTESI
Hipnosis (tidur)
Relaksasi otot
Hipnosis didapat dari sedatif, anestesi inhalasi (halotan, enfluran, isofluran,
sevofluran). Analgesia didapat dari N2O, analgetika narkotik, NSAID tertentu. Obatobat tertentu misalnya thiopental hanya menyebabkan tidur tanpa relaksasi atau
analgesia, sehingga hanya baik untuk induksi. Hanya eter yang memiliki trias
anestesia. Karena anestesi modern saat ini menggunakan obat-obat selain eter, maka
trias anestesi diperoleh dengan menggabungkan berbagai macam obat. Eter
menyebabkan tidur, analgesia, dan relaksasi, tetapi karena baunya tajam dan
kelarutannya dalam darah tinggi sehingga agak mengganggu dan lambat (meskipun
aman) untuk induksi. Sedangkan relaksasi otot didapatkan dari obat pelemas otot
(muscle relaxant). Relaksasi otot diperlukan untuk mengurangi tegangnya tonus otot
sehingga akan mempermudah tindakan pembedahan. Obat-obat opium seperti morfin
dan petidin akan menyebabkan analgesia dengan sedikit perubahan pada tonus otot
atau tingkat kesadaran. Kombinasi beberapa teknik dan obat dapat dipergunakan
untuk mencapai tujuan ini dan kombinasi ini harus dipilih yang paling sesuai untuk
pasien.
napas pasca bedah, sehingga kita dapat merancang anesthesia berikutnya dengan
lebih baik. Kita harus pandai-pandai memilih apakah cerita pasien termasuk alergi
atau efek samping obat.2
Kebiasaan merokok sebaiknya dihentikan 1-2 hari sebelumnya untuk
eliminasi nikotin yang mempengaruhi sistem kardiosirkulasi, dihentikan beberapa
hari untuk mengaktifkan kerja silia jalan napas dan 1-2 minggu untuk mengurangi
produksi sputum. Kebiasaan minum alcohol juga harus dicurigai akan adanya
penyakit hepar.2
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan keadaan gigi-geligi, tindakan buka mulut, lidah relatif besar
sangat penting untuk diketahui apakah akan menyulitkan tindakan. Leher pendek dan
kaku juga akan menyulitkan intubasi. Klasifikasi tampakan faring pada saat mulut
terbuka maksimal dan lidah dijulurkan maksimal menurut mallampati dibagi menjadi
4 gradasi :
tidak dapat dipisahkan dari dampak samping pembedahan. Status fisik pasien
digolongkan menjadi 6, yaitu :
ASA 3 : Pasien dengan riwayat penyakit sistemik berat, aktivitas lebih terbatas
ASA 4 : Pasien dengan riwayat penyakit sistemik berat, tidak dapat melakukan
aktivitas rutin dan penyakitnya merupakan ancaman kehidupan setiap saat
ASA 6 : Pasien dengan mati batang otak yang organnya akan digunakan untuk
tujuan donor
Gol. Antikolinergik
Gol. Transquilizer
Propofol
Merupakan derivat fenol yang banyak digunakan sebagai anastesia intravena
dan lebih dikenal dengan nama dagang Diprivan. Pertama kali digunakan dalam
praktek anestesi pada tahun 1977 sebagai obat induksi.
Induksi bolus 2-2,5 mg/kg dapat menyebabkan depresi pada jantung dan
pembuluh darah dimana tekanan dapat turun sekali disertai dengan peningkatan
denyut nadi. Ini diakibatkan Propofol mempunyai efek mengurangi
pembebasan katekolamin dan menurunkan resistensi vaskularisasi sistemik
sebanyak 30%. Pengaruh pada jantung tergantung dari :
c. Umur makin tua usia pasien makin meningkat efek depresi jantung2,3
Turunkan dosis pada orang tua atau gangguan hemodinamik atau apabila
digabung penggunaanya dengan obat anastesi yang lain.
Efek Samping
Dapat menyebabkan nyeri selama pemberian pada 50% sampai 75% kasus.
Nyeri ini bisa muncul akibat iritasi pembuluh darah vena, nyeri pada pemberian
propofol dapat dihilangkan dengan menggunakan lidokain (0,5 mg/kg) dan jika
mungkin dapat diberikan 1 sampai 2 menit dengan pemasangan torniquet pada bagian
proksimal tempat suntikan, berikan secara I.V melaui vena yang besar. Gejala mual
dan muntah juga sering sekali ditemui pada pasien setelah operasi menggunakan
propofol. Propofol merupakan emulsi lemak sehingga pemberiannya harus hati hati
sedangkan
pada
dosis
yang
tinggi
akan
menghasilkan
isoelektrik
Efek samping
Efek samping yang dapat ditimbulkan seperti alergi, sehingga jangan
memberikan obat ini kepada pasien yang memiliki riwayat alergi terhadap barbiturat,
sebab hal ini dapat menyebabkan terjadinya reaksi anafilaksis yang jarang terjadi,
barbiturat juga kontraindikasi pada pasien dengan porfiria akut, karena barbiturat
akan menginduksi enzim d-aminoleuvulinic acid sintetase, dan dapat memicu
terjadinya serangan akut. Iritasi vena dan kerusakan jaringan akan menyebakan nyeri
pada saat pemberian melalui IV, hal ini dapat diatasi dengan pemberian heparin dan
dilakukan blok regional simpatis.2,5 Suntikan arteri atau ekstravaskular (khususnya
dengan konsentrasi di atas 5%) menimbulkan nekrosis, gangrene.
Ketamin
Ketalar sebagai nama dagang yang pertama kali diperkenalkan oleh Domino
dan Carson tahun 1965 yang digunakan sebagai anestesi umum.
Ketamin kurang digemari untuk induksi anastesia, karena sering
menimbulkan takikardi, hipertensi, hipersalivasi, nyeri kepala, pasca anasthesi dapat
menimbulkan muntah muntah, pandangan kabur, dan mimpi buruk.
Ketamin juga sering menyebabkan terjadinya disorientasi, ilusi sensoris dan
persepsi, dan mimpi gembira yang mengikuti anesthesia, dan sering disebut dengan
emergence phenomena.
Ketamin lebih larut dalam lemak sehingga dengan cepat akan didistribusikan
ke seluruh organ. Efek muncul dalam 3060 detik setelah pemberian secara I.V
dengan dosis induksi, dan akan kembali sadar setelah 1520 menit. Jika diberikan
secara I.M maka efek baru akan muncul setelah 15 menit.2,3
Apabila diberikan intravena maka dalam waktu 30 detik pasien akan
mengalami perubahan tingkat kesadaran yang disertai tanda khas pada mata berupa
kelopak mata terbuka spontan dan nistagmus. Selain itu kadang-kadang dijumpai
gerakan yang tidak disadari (cataleptic appearance), seperti gerakan mengunyah,
menelan, tremor, dan kejang. Itu merupakan efek anestesi dissosiatif yang merupakan
tanda khas setelah pemberian Ketamin. Apabila diberikan secara intramuskular,
efeknya akan tampak dalam 5-8 menit, sering mengakibatkan mimpi buruk dan
halusinasi pada periode pemulihan sehingga pasien mengalami agitasi. Aliran darah
ke otak meningkat, menimbulkan peningkatan tekanan darah intrakranial. 2
Ketamin adalah obat anestesia yang bersifat simpatomimetik, sehingga bisa
meningkatkan tekanan darah dan jantung. Peningkatan tekanan darah akibat efek
inotropik positif dan vasokonstriksi pembuluh darah perifer.
Pada dosis biasa, tidak mempunyai pengaruh terhadap sistem respirasi. dapat
menimbulkan dilatasi bronkus karena sifat simpatomimetiknya, sehingga merupakan
obat pilihan pada pasien asma. 2,5
Dosis dan pemberian
Intravena (TIVA)
Inhalasi
N2O
N2O (gas gelak, laughing gas, nitrous oxide) dalam ruangan berbentuk gas
tak berwarna, bau manis, tidak iritatif, tidak terbakarm beratnya 1,5 kali berat udara,
berat molekulnya 44,01, koefisien kelarutan antara darah/gas 0,47, stabil, tidak
bereaksi dengan sodalime, titik didih 88,4 derajat Celcius, dapat menembus karet
tetapi tidak bereaksi dengan logam.. Pemberian anesthesia dengan N 2O harus disertai
O2 minimal 25%. Gas ini bersifat anestetik lemah tetapi analgesia kuat, sehingga
sering digunakan untuk mengurangi nyeri menjelang persalinan. Pada anesthesia
inhalasi jarang digunakan sendiri, tetapi dikombinasikan dengan salah satu cairan
anestetik lainnya seperti halotan dan sebagainya. Pada akhir anesthesia setelah N 2O
dihentikan, maka N2O akan cepat keluar mengisi alveoli, sehingga terjadi
pengenceran O2 dan terjadilah hipoksia difusi. Untuk mengatasinya diberikan O 2
100% selama 5-10 menit.7
Halotan
Merupakan turunan etan, berbau enak dan tak merangsang jalan nafas.
Halotan harus disimpan dalam botol gelap (coklat tua) supaya tidak dirusak oleh
cahaya dan diawetkan oleh timol 0,01%. Selain untuk induksi dapat juga untuk
laringoskopi intubasi.
Pada nafas spontan rumatan anestesia sekitar 1-2 vol % dan pada nafas
kendali sekitar 0,5 1 vol % yang tentunya disesuaikan dengan respon klinis pasien.
Halotan menyebbakan vasodilatasi serebral, meninggikan aliran darah otak yang sulit
dikendalikan dengan teknik anestesia hiperventilasi, sehingga tidak disukai untuk
bedah otak.
Kelebihan dosis menyebabkan depresi napas, menurunnya tonus simpatis,
hipotensi, bradikardi, vasodilatasi perifer, depresi vasomotor, depresi miokard dan
inhibisi reflex baroreseptor. Kebalikan dari N2O, halotan analgesinya lemah,
anestesinya kuat, sehingga kombinasi keduanya ideal sepanjang tidak ada
kontraindikasi.
Kombinasi dengan adrenalin sering menyababkan disritmia, sehingga
penggunaan adrenalin harus dibatasi. Adrenalin dianjurkan dengan pengenceran
1:200.000 (5ug/ml) dan maksimal penggunaannya 2 ug/kg. Pada bedah sesar, halotan
dibatasi maksimal 1 vol%, karena relaksasi uterus akan menimbulkan perdarahan.
Halotan menghambat pelepasan insulin, meninggikan kadar gula darah.
Isofluran
Enfluran
Merupakan halogenasi eter. Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat
dibandingkan dengan isofluran. Baunya tidak menyengat dan tidak merangsang jalan
nafas, sehingga digemari untuk induksi anestesia inhalasi di samping halotan. Efek
terhadap kardiovaskular cukup stabil, jarang menyebabkan aritmia. Efek terhadap
sistem saraf pusat sama seperti isofluran dan belum ada laporan toksik terhadap
hepar. Setelah pemberian dihentikan sevofluran cepat dikeluarkan oleh badan. Belum
ada laporan yang membahayakan terhadap tubuh manusia.7
E. TEKNIK ANESTESI
a
Indikasi :
Prosedur :
Premedikasi +/- (apabila pasien tidak tenang bisa diberikan obat penenang)
efek sedasi/anti-anxiety: benzodiazepine; analgesia: opioid, non opioid, dll
Induksi
Pemeliharaan
3. Bila fasikulasi (-) ventilasi dengan O2 100% selama kira - kira 1 mnt
5. Masukan laringoskop (bilah) mulai dari mulut sebelah kanan, sedikit demi
sedikit, menyelusuri kanan lidah, menggeser lidah kekiri
7. Cari rima glotis ( dapat dengan bantuan asisten menekan trakea dar luar )
F. STADIUM ANESTESIA
Tahapan anestesi terdiri dari 4 stadium yaitu stadium pertama berupa
analgesia sampai kehilangan kesadaran, stadium 2 sampai respirasi teratur, stadium 3
dan stadium 4 sampai henti napas dan henti jantung.
Stadium I
Stadium I (St. Analgesia/ St. Disorientasi) dimulai dari saat pemberian zat
anestetik sampai hilangnya kesadaran. Pada stadium ini pasien masih dapat mengikuti
perintah dan terdapat analgesi (hilangnya rasa sakit). Tindakan pembedahan ringan,
seperti pencabutan gigi dan biopsi kelenjar, dapat dilakukan pada stadium ini.
Stadium ini berakhir dengan ditandai oleh hilangnya refleks bulu mata (untuk
mengecek refleks tersebut bisa kita raba bulu mata).
Stadium II
Stadium II (St. Eksitasi; St. Delirium) Mulai dari akhir stadium I dan
ditandai dengan pernapasan yang irreguler, pupil melebar dengan refleks cahaya (+),
pergerakan bola mata tidak teratur, lakrimasi (+), tonus otot meninggi dan diakhiri
dengan hilangnya reflekss menelan dan kelopak mata.
Stadium III
Stadium III yaitu stadium sejak mulai teraturnya lagi pernapasan hingga
hilangnya pernapasan spontan. Stadium ini ditandai oleh hilangnya pernapasan
spontan, hilangnya refleks kelopak mata dan dapat digerakkannya kepala ke kiri dan
kekanan dengan mudah.
Stadium IV
Ditandai dengan kegagalan pernapasan (apnea) yang kemudian akan segera
diikuti kegagalan sirkulasi/henti jantung dan akhirnya pasien meninggal. Pasien
sebaiknya tidak mencapai stadium ini karena itu berarti terjadi kedalaman anestesi
yang berlebihan.
Untuk refleks cahaya yang kita lihat adalah pupilnya, ada/tidak respon saat
kita beri rangsangan cahaya.
G. KOMPLIKASI
Komplikasi (penyulit) kadang-kadang datangnya tidak diduga kendatipun
tindakan anestesi sudah dilaksanakan dengan baik. Komplikasi dapat dicetuskan oleh
tindakan anesthesia sendiri atau kondisi pasien. Penyulit dapat timbl pada waktu
pembedahan atau kemudian segera ataupun belakangan setelah pembedahan (lebih
dari 12jam).
1. Komplikasi Kardiovasklar
a
Hipotensi : tekanan systole kurang dari 70 mmHg atau turun 25% dari
sebelumnya.
Hipertensi : umumnya tekanan darah dapat meningkat pada periode induksi dan
pemulihan anestesia. Komplikasi ini dapat membahayakan khususnya pada
penyakit jantung, karena jantung akan bekerja keras dengan kebutuhan O2
miokard yang meningkat, bila tak tercukupi dapat timbul iskemia atau infark
miokard. Namun bila hipertensi karena tidak adekuat dapat dihilangkan dengan
menambah dosis anestetika.
2. Penyulit Respirasi
a
Batuk
Cekukan (Hiccup)
Intubasi endobronkial
Atelektasis
Pnemotoraks
3. Komplikasi Mata
a
Laserasi Kornea
Hipovolemia
Hipervolemia
5. Komplikasi Neurologi
a
6. Komplikasi Lain-Lain
a
Menggigil
Mimpi buruk
Hipersensitif
BAB III
PEMBAHASAN
Pada pasien ini didiagnosis dengan fracture os radius dextra dengan status
fisik ASA II dan akan dilakukan tindakan bedah ORIF. Pada pemeriksaan fisik dan
laboratorium tidak didapatkan adanya kelainan sehingga tidak menjadi halangan
untuk dilakukannya tindakan general anestesi.
Pada saat premedikasi diberikan midazolam 1,5 mg sebagai sedative
sehingga pasien tidak merasa cemas, ondancentron 4 mg untuk mencegah emesis,
ketorolac 30 mg sebagai agen analgesic, dan diberi sulfas atropine 0,25 mg untuk
mencegah terjadinya hipersalivasi.
Pada saat induksi diberikan ketamine 30 mg karena ketamin lebih larut
dalam lemak sehingga dengan cepat akan didistribusikan ke seluruh organ. Efek
muncul dalam 30 60 detik setelah pemberian secara I.V dengan dosis induksi, dan
akan kembali sadar setelah 15 20 menit. Dilakukan pemberian Tracrium 10 mg
sebagai muscle relaxant untuk memudahkan tindakan intubasi.
Sebagai maintenance diberikan anestesi inhalasi dengan Sevoflurane 1-3 vol
%. Efek terhadap kardiovaskular cukup stabil, jarang menyebabkan aritmia. Setelah
pemberian dihentikan sevofluran cepat dikeluarkan oleh badan. Ditambah dengan
N2O 3 lpm dikombinasikan dengan O2 2,3 lpm.
BAB IV
KESIMPULAN
premedikasi.
Berdasarkan The American Society of Anesthesiologist (ASA), klasifikasi fisik
dibagi menjadi 6.
Induksi anesthesia adalah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak
sadar, sehingga memungkinkan dimulainya anesthesia dan pembedahan. Induksi
DAFTAR PUSTAKA
Mangku G,dkk. Buku Ajar Ilmu Anasthesia dan Reanimasi. Cetakan pertama.
Jakarta : Universitas Udayana Indeks. 2010
Latief SA. Suryadi KA. Dachlan MR, Petunjuk Praktis Anestesiologi dan Terapi
Intensif Edisi 3. Jakarta Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007
LAMPIRAN