Você está na página 1de 24

Topik

: Karsinoma Nasofaring

Tanggal kasus

: 19 Desember 2014

Tanggal presentasi

: 16 Januari 2015

Presenter

: dr. Niken Septia Nita

Pendamping

: dr. Harmawati

Tempat presentasi

: Ruangan Auditorium, RS Pupuk Kaltim

Obyektif Presentasi

: Keilmuan, Keahlian mendiagnosti dini, dan mendiagnosis banding,

Deskripsi

: Laki-laki, 36 tahun, Telinga kanan dirasa buntu, dan pendengaran makin


lama dirasakan semakin berkurang sejak 3 minggu yang lalu serta hidung
terasa buntu dan Pilek disertai keluar darah dari hidung bercampur lendir
sejak 1 bulan yang lalu

Tujuan

: Mendiagnosis Dini Ca Nasofaring dan ketepatan memilih terapi

Bahan bahasan

: Kasus

Cara membahas

: Presentasi dan diskusi

Data Pasien :
Nama

Tn. S

No. MR

26.13.68

Usia

36 Tahun

Alamat

Jl. Granit no E.01 Bontang

Agama

Islam

Pekerjaan

Swasta

Jenis Kelamin

Laki-Laki

Tanggal masuk RS

19 Desember 2014

Tanggal keluar RS:

21 Desember 2014

Data utama untuk bahan diskusi


1. Diagnosis/gambaran klinis:
Karcinoma nasofaring/ Keadaan umum tampak sakit sedang.
2. Riwayat pengobatan:
Pasien tidak pernah berobat sebelumnya karena pasien hanya mengira pilek biasa, pasien
hanya berobat ke dokter dengan penyakit rhinosinusitisnya.
3. Riwayat kesehatan:
Pasien sudah merasakan hidung buntu dan mempunyai penyakit Rhinosinusitis sejak 1
tahun yang lalu dan sejak 1 bulan lalu, keluhan keluar darah bercampur lendir dari
hidung serta keluhan telinga seperti telinga terasa buntu dan pendengaran semakin lama
semakin berkurang dirasakan 3 minggu terakhir ini.
4. Riwayat keluarga:
Riwayat penyakit Asma di alami oleh ibu pasien dan riwayat penyakit tumor atau kanker
tidak pernah dialami di keluarga.

Pemeriksaan Fisik:
STATUS GENERALIS :
Kepala

: Dalam batas normal

Mata

: Eksoftalmus (-), konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), pupil isokor, reflek
cahaya normal, pergerakan bola mata ke segala arah baik, lapangan penglihatan
luas.

Leher

: Trakea lurus di tengah, pembesaran KGB (-)

Paru-paru

: Pergerakkan nafas normal simetris kanan = kiri. Otot bantu pernafasan (-),
Sn.Vesikuler +/+ , ronkhi -/-, wheezing -/- .

Jantung

: Ictus cordis tidak terlihat, BJ 1= BJ 2, murmur (-),gallop (-)

Abdomen

: Cembung, NT/NL : -/-, hepar dan lien tidak ada pembesaran, bising usus (+)
normal

Ekstremitas

: Ekstremitas atas & bawah : Akral hangat, oedem (-), sianosis (-)

STATUS LOKALIS THT :


Aurikula Dekstra Sinistra : Canalis aurikula tenang +/+, hipermis -/-, serumen -/-,
sekret (-), membran timpani intak +/+, refleks cahaya /+, air buble MT +/- .
Cavum Nasi: dinding cavum nasi eutrofi, sekret (+) sedikit kental warna bening ,
Septum Deviasi (-), Pasase Udara
Nasopharing oropharing : Tonsil : T1-T1, Faring : hiperemis (-), granul (-) refleks
muntah (+), refleks menelan (+), massa (+) berasal dari atap nasofaring (batas tdk
tegas,rapuh, muda h berdarah)
Maksilo Fasial : mata simetris +/+, gerakkan bola mata N/N, nyeri pada pipi kanan-kiri
(+), parase wajah (-)
Leher : KGB normal tidak ada pembesaran

Pemeriksaan laboratorium:
Darah Rutin

Hb
Ht
Leukosit
Eosinofil
Trombosit

: 15,9 g/dl
(14-18 g/dl)
: 46 vol%
(42-52 vol%)
3
: 9,9/mm
(4,8-10,8)
: 0,49/mm3 (0,00 0,70) / 5,0 % ( 0,0 - 3,0)mm3
: 322.000/mm3(142.000-424.000/mm3)

Kimia Klinik

Ureum
Creatinin
SGOT
SGPT
PTT
APTT

: 26 mg/dl
: 1,00 mg/dl
: 18,6 g/dl
: 20,0 mg/dl
: 11,3 detik
: 37,0 detik

(10-50 mg/dL)
(0,6-1,2 mg/dL)
(< 40,0 U/L)
(<41,0 U/L)
( 98-12,1 )
( 25,0 - 40,0)

Daftar Pustaka:
Munir M. Keganasan di bidang telinga hidung tenggorok. Dalam: Buku
ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher, ed 6,
Jakarta:Balai Penerbit FKUI;2007. 162.
Vokes EE, Liebowitz DN, Weichselbaum RR. Nasopharyngeal carcinoma.
Lancet 1997; 350: 1087-1091. 5
3

Prasetyo A, Wiratno. Kanker kepala leher berdasarkan diagnosis


patologi anatomi di RSUP Dr. Kariadi tahun 2002. 2006. Prosiding Konas
Perhati- KL; 2007; Surabaya. 6
Syafril A. Epidemiologi tumor ganas telinga , hidung dan tenggorokan.
Dalam: Tumor telinga, hidung dan tenggorokan, Diagnosis dan
penatalaksanaan, Jakarta: Balai Penerbit FKUI;1989.1-9. 7
Asroel HA. Penatalaksanaan Radioterapi pada Karsinoma Nasofaring.
USU digital library 2002. 8
M Abduh Firdaus; Jon Prijadi, Kemoterapi Neoadjuvan pada
Karsinoma Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga- Hidung-Tenggorok Kepala
Leher edisi keenam.Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
182-187. 13. Desen, W., 2008.

Hasil Pembelajaran:
1. Diagnosis Karsinoma Nasofaring dengan diagnosis tambahan
Rhinosinusitis & Otitis Media Efusi (OME)
2. Mengenali gejala awal dan pemeriksaan fisik diagnose Carcinoma
Nasofaring
3. Mengetahui diagnosis banding Carsinoma Nasofaring
4. Mengetahui Efesiensi radio dan kemoterapi pada pasien Carsinoma
Nasofaring

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio :


1. Subyektif : Keluhan utama berupa telinga kanan dirasa penuh dan
buntu (seperti ada yang menyumbat) sejak 3 minggu yang lalu. Telinga
kanan dirasa buntu tanpa disertai keluar cairan dari telinga dan pasien
tidak demam, riwayat mengorek ngorek telinga (-), telinga berdenging
(-), nyeri telinga kanan(-), pusing berputar (-).

Pasien juga mengaku pendengaran di telinga kanannya semakin


lama dirasakan semakin berkurang sejak 2 minggu terakhir ini. riwayat
trauma kepala (-), telinga terpajan bising (-) telinga tertampar (-),
trauma akustik (-), riwayat pemakaian obat ototoksik (-).
2. Obyektif : hasil pemeriksaan fisik, hasil pemeriksaan laboratorium
hematologi,
carcinoma

hasil

endoskopi

nasofaring.

Pada

dan

biopsy

kasus

ini,

mendukung
diagnosis

diagnosis
ditegakkan

berdasarkan :
i. Gejala klinis : Keluhan utama berupa telinga kanan dirasa penuh
dan buntu (seperti ada yang menyumbat) sejak 3 minggu yang
lalu. Telinga kanan dirasa buntu tanpa disertai keluar cairan dari
telinga dan pasien tidak demam. Pasien juga mengaku
pendengaran di telinga kanannya semakin lama dirasakan semakin
berkurang sejak 2 minggu terakhir ini.
ii. Hasil pemeriksaan fisik :

Aurikula Dekstra Sinistra : timpani intak +/+, refleks cahaya

/+, air buble MT +/- .


Cavum Nasi: dinding cavum nasi eutrofi, sekret (+) sedikit

kental warna bening , Septum Deviasi (-), Pasase Udara


Nasopharing oropharing : massa (+) berasal dari atap
nasofaring (batas tdk tegas,rapuh, muda h berdarah)

iii. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada kasus ini


berupa:
a. Laboratorium hematologi : Eosinofil meningkat bertanda
alergi. Kimia darah tidak menujukkan adanya metastase ke
organ lain seperti hepar dan ginjal
b. Ronxen Toraks : tidak menunjukkan adanya tanda metastasis
ke paru

c. Hasil CT-Scan : Tampak masa menutupi lubang choana


posterior kanan dan kiri
d. Hasil biopsy : Sediaan menunjukkan mukosa nasofaring
dengan tumor epithelial, solid, infiltratif ke jaringan sekitarnya,
sel tumor atipi, polimorphi, hiperkromatis, mitosis dapat di
tunjukkan. Hasil : Undifrentiated Carcinoma (WHO tipe III)

3. Assessment : Carsinoma Nasofaring stadium II


4. Plan :
a. Pengobatan Medikamentosa :
IVFD Ringer Laktat 2000 cc/24 jam
Inj. Ceftriaxon 2 x 1g
Inj. Metilprednison 3 x 125mg
Inj. Kalnex 3 x 500mg
Inj. Sanmol 4 x 1g
Inj. Omenprazol 2 x 40 mg
Vectrin syr. 3 x 1 cth
Iliadin nasal drip 3x3 drip
Tarivid otis 5 x 2 tetes
b. Pengobatan Non Medika mentosa :
- Fisioterapi selama 6 minggu
c. Pendidikan :
i. Menjelaskan mengenai diagnosa pasien
ii. Menjelaskan mengenai penatalaksanaan : radioterapi terapi
yang membutuhkan kesabaran dan efek samping dari
radioterapi
iii. Memberi support kepada pasien dan keluarga
iv. Follow up mengenai keadaan pasien

Clinical Pathway

Pertanyaan :
1. (Oleh dr. Aji Prabowo) : Bagaimana rencana terapi selanjutnya pada
pasien ini? Lalu bagimana prognosis nya? Dan jika sendainya penyakit
ini sudah timbul komplikasi misalnya ke saraf, apakah bisa kembali lagi
(sembuh sempurna) .?
Regard :
Setelah di ketahui diagnose pasti Ca-Nasofaring dari hasil
biopsy, maka Pasien ini selanjutkan akan menajalankan
radioterapi yang kami refer ke Sulawesi, hal ini karena memang
kebetulan pasien berasal dari sulawesi, sehingga radioterapi

lebih mudah dilaksanakan di kampung halaman nya.


Prognosis dari pasien ini di harapkan dapat sembuh sempurna,
sebab jika dilihat dari stadium dan tipe histologipatologi nya
maka masih stadium dini, dimana bahwa carcinoma dengan
stadium dini di perkirakan dapat mencapai 95% angka

keberhasilan radioterapi nya.


(dijawab oleh dr.M.Faisal Sp.S) : Pada kasus karsinoma, jika
sudah mengenai saraf, maka tergantung dari sudah sampai
mana menjalarnya, jika sudah mengenai aksonal syaraf, maka
akan sulit untuk kembali namun jika masih mengenai myelin
dari saraf saja maka kemungkinan bisa kembali sembuh seperti
semula.

2. ( Oleh dr.Agus .P ) : Jelaskan diagnosa banding dari penyakit CaNasofaring ini..!?


Regard :
Untuk mengdiagnosis sejak dini dari Ca-Nasofaring maka kita
perlu mengenal Diagnosis Banding (DD) dari setiap gejala awal
Ca-Nasofaring, antara lain :
- Gejala sumbatan hidung
o Polip hidung (Sumbatan hanya satu lubang hidung)
o Deviasi septum nasi (Sumbatan hanya satu lubang
hidung)

o Rhinitis (Sumbatan di kedua lubang hidung namun


disertai ingus yang keluar banyak dari hidung)
o Massa Nasofaring (Sumbatan pada kedua lubang
-

hidung)
Gejala Perdarahan hidung (epitaksis) :
o Angiofibroma (perdarahan banyak berasal dari
pembuluh darah)
o Massa carcinoma (masa rapuh dan mudah berdarah )
Gejala Sumbatan telinga :
o OMA (Demam, terlihat gendang telinga bulging dan
hiperemis)
o OME (tidak demam, gendang telinga retraksi dan
airbuble +)
o Massa nasofaring (tidak demam, gendang telinga
retraksi )

3. (Oleh dr.Melisa Sembiring) :


Apa alasan dilakukannya miringotomi pada pasien ini..?
Regard : alasan di lakukannya miringotomi sebab pada pasien ini
terdapat Otitis Media Efusi (OME) sehingga untuk menurunkan tekanan
negative pada telinga kanan nya di lakukan miringotomi.
4. (Oleh dr.Nurul Fathoni ) :
Jelaskan faktor resiko timbulnya Ca-Nasofaring pada pasien ini?
Regard : Pasien ini yang menjadi faktor resiko adalah merokok dan
riwayat alergi lama.
5. (Oleh dr.Harmawati) : Bagaimana cara mendiagnosis Ca-Nasofaring
di pelayanan primer dengan fasilitas yang minim..?
Regard : Jika berada di pelayanan primer dengan fasilitas yang minim,
kita bisa melakukan Rhinoscopy posterior dengan melihat apakah ada
massa atau yang menyumbat di belakang choana dan melakukan
anamnesis yang tajam dan menyeluruh akan lebih membantu kita
untuk mendiagnosis Ca-Nasofaring lebih awal.

10

TINJAUAN PUSTAKA
CARSINOMA NASOFARING
A. Anatomi Nasofaring
Nasofaring merupakan suatu ruangan yang berbentuk mirip
kubus, terletak dibelakang rongga hidung. Diatas tepi bebas
palatum molle yang berhubungan dengan rongga hidung dan ruang
telinga melalui koana dan tuba eustachius. Atap nasofaring
dibentuk oleh dasar tengkorak, tempat keluar dan masuknya saraf
otak

dan

pembuluh

darah.

Dasar

nasofaring

dibentuk

oleh

permukaan atas palatum molle. Dinding depan dibentuk oleh koana


dan septum nasi dibagian belakang. Bagian belakang berbatasan
dengan ruang retrofaring, fasia prevertebralis dan otot dinding
faring. Pada dinding lateral terdapat orifisium yang berbentuk
segitiga,

sebagai

muara

tuba

eustachius

dengan

batas

superoposterior berupa tonjolan tulang rawan yang disebut torus


tubarius. Sedangkan kearah superior terdapat fossa rossenmuller
atau resessus lateral. Nasofaring diperdarahi oleh cabang arteri
karotis eksterna, yaitu faringeal asenden dan desenden serta
cabang faringeal arteri sfenopalatina. Darah vena dari pembuluh
darah balik faring pada permukaan luar dinding muskuler menuju
pleksus pterigoid dan vena jugularis interna. Daerah nasofaring
dipersarafi

oleh

saraf

sensoris

yang

terdiri

dari

nervus

glossofaringeus (N.IX) dan cabang maksila dari saraf trigeminus


(N.V2), yang menuju ke anterior nasofaring. Sistem limfatik daerah
nasofaring

terdiri

dari

pembuluh

getah

bening

yang

saling

menyilang dibagian tengah dan menuju ke kelenjar Rouviere yang


11

terletak pada bagian lateral ruang retrofaring, selanjutnya menuju


ke kelenjar limfa disepanjang vena jugularis dan kelenjar limfa yang
terletak dipermukaan superfisial.
B. Definisi Karsinoma Nasofaring
Karsinoma nasofaring merupakan sebuah kanker yang bermula
tumbuh pada sel epitelial- batas permukaan badan internal dan
external sel di daerah nasofaring.
Karsinoma nasofaring merupakan penyakit keganasan
(kanker) sel yang terbentuk di jaringan nasofaring, yang merupakan
bagian atas pharynx (tengorokan), di belakang hidung. Pharynx
merupakan

sebuah

lembah

yang

berbentuk

tabung

dengan

panjang 5 inchi dimulai dari belakang hidung dan berakhir di atas


trakea dan esofagus. Udara dan makanan melawati pharynx.
Karsinoma nasofaring paling sering bermula pada sel skuamos yang
melapisi nasofaring. Karsinoma nasofaring adalah tumor ganas
karsinoma berasal dari epitel nasofaring. Biasanya tumor ganas ini
tumbuh dari fossa rosenmuller dan dapat meluas ke hidung,
tenggorok, serta dasar tengkorak.
B. Epidemiologi
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah leher
yang terbanyak ditemukan di Indonesia. Hampir 60% tumor ganas
kepala dan leher merupakan karsinoma nasofaring, kemudian diikuti
oleh tumor ganas hidung dan sinus paranasal (18%), larynx (16%),
dan tumor ganas rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam presentase
rendah (Roezin, 2010). Karsinoma nasofaring dapat terjadi pada
segala

usia,

tapi

umumnya

menyerang

usia

30-60

tahun

(menduduki 75-90%). Perbandingan proporsi pria dan wanita adalah


2-3,8:1. Sebagian besar penderita karsinoma nasofaring berumur
diatas 20 tahun, dengan umur paling banyak antara 50-70 tahun.
Penelitian di Taipe menjumpai umur rata-rata penderita lebih muda
12

yaitu 25 tahun. Insiden karsinoma nasofaring meningkat setelah


umur 20 tahun dan tidak ada lagi peningkatan insiden setelah umur
60 tahun. Karsinoma nasofaring paling sering ditemukan pada lakilaki dengan penyebab yang masih belum dapat diungkap secara
pasti dan mungkin berhubungan dengan adanya faktor genetika,
kebiasaan hidup, pekerjaan, dan lain-lain

C. Etiologi
Terjadinya karsinoma nasofaring mungkin multifaktorial, proses
karsinogenesisnya mencakup banyak tahap. Faktor yang diduga
terkait dengan timbulnya karsinoma nasofaring adalah:
a. Kerentanan genetik
Walaupun karsinoma nasofaring bukan tumor genetik,
kerentanan

terhadap

kanker

nasofaring

pada

kelompok

masyarakat tertentu relatif menonjol ras yang banyak sekali


menderitanya adalah bangsa China dan memiliki fenomena
agregasi familial. Anggota keluarga yang menderita karsinoma
nasofaring cendrung juga menderita karsinoma nasofaring.
Penyebab karsinoma nasofaring ini belum diketahui apakah
karsinoma nasofaring dikarenakan oleh gen yang diwariskan.
Faktor lingkungan yang mempengaruhi ( seperti diet makanan
yang sama atau tinggal di lingkungan yang sama), atau
beberapa kombinasi diantarnya juga ikut mendukung timbulnya
karsinoma nasofaring.

Analisis korelasi menunjukkan gen

(Human Leukocyte Antigen) HLA dan gen pengode enzime


sitokorm p4502E (CYP2EI) kemungkinan adalah gen kerentanan
terhadap kanker nasofaring, Mereka berkaitan dengan timbulnya
sebagian besar kanker nasofaring. Tahun 2002, RS Kanker
Universitas Zhongshan memakai 382 buah petanda mikrosatelit
polimorfisme

22

helai

autosom

genom

manusia.

Dengan

melakukan pemeriksaan genom total terhadap keluarga insiden


13

tinggi

kanker

nasofaring

berdialek

Guangzhou

di

propinsi

Guangdong, gen kerentanan nasofaring ditetapkan berlokasi di


4p1511-q12.
b. Epstein-Barr Virus
EBV adalah suatu virus yang sangat erat kaitannya dengan
timbulnya karsinoma nasofaring. Virus ini memiliki protein, yang
diperkirakan memengaruhi DNA sel sehingga mengalami mutasi
khususnya protooncogen menjadi oncogene.
c. Faktor ligkungan dan diet
Faktor lingkungan yang berpengaruh adalah iritasi oleh
bahan kimia, termasuk asap sejenis kayu tertentu, kebiasaan
memasak dengan bahan atau

bumbu masak tertentu, dan

kebiasaan makan makanan terlalu panas. Terdapat hubungan


antara kadar nikel dalam air minum dan makanan dengan
mortalitas karsinoma nasofaring, sedangkan adanya hubungan
dengan keganasan lain tidak jelas. Tingginya kadar nitrosamin
diantaranya dimetilnitrosamin dan dietilnitrosamin yang ada di
dalam kandungan ikan asin Guangzhou juga

berhubungan.

Orang-orang yang tinggal di Asia, Afrika bagian Utara, dan


wilayah

Artik

dengan

karsinoma

nasofairng

mempunyai

kebiasaan makan makanan seperti ikan dan daging yang tinggi


kadar

garamnya.

Sebaliknya,

beberapa

studi

menyatakan

bahwa diet tinggi buah dan sayur mungkin menurunkan resiko


karsinoma nasofaring.
d. Faktor pekerjaan
Faktor yang juga ikut berpengaruh adalah pekerjaan yang
banyak

berhubungan dengan debu nikel, debu kayu (pada

industri mebel atau

penggergajian kayu), atau pekerjaan

pembuat sepatu. Atau zat yang sering kontak dengan zat yang

14

dianggap

karsinogen

adalah

antara

lain:

Benzopyrene,

Bensoanthracene, gas kimia, asap industri, dan asap kayu.


e. Radang kronis daerah nasofaring
Dianggap dengan adanya peradangan, mukosa nasofaring
menjadi lebih rentan terhadap karsinogen lingkungan.
D. Patologi
Patologi pada KNF dapat ditinjau secara makroskopis dan
mikroskopis. Makroskopis. Secara makroskopis, pertumbuhan KNF
dibedakan menjadi 3 bentuk:
1. Makroskopis :
Ulseratif
Biasanya berupa lesi

kecil

disertai

jaringan

nekrotik.

Terbanyak dijumpai di dinding posterior nasofaring atau fossa


Rossenmuller yang lebih dalam dan sebagian kecil dinding
lateral. Tipe ini sering tumbuh progresif infiltatif, meluas
pada bagian lateral, atap nasofaring dan tulang basis
kranium. Lesi ini juga sering merusak foramen laserum dan
meluas pada fossa serebralis media melibatkan beberapa
saraf

kranial

(II.III,IV,V,VI)

yang

menimbulkan

kelainan

neurologik.
Nodular
Biasanya berbentuk anggur atau polipoid tanpa adanya
ulserasi tetapi kadang- kadang terjadi ulserasi kecil. Lesi
terbanyak

muncul

di

area

tuba

eustachius

sehingga

menyebabkan sumbatan tuba. Tumor dapat meluas pada


retrospenoidal dan tumbuh disekitar saraf kranial namun
tidak menimbulkan gangguan neurologik. Pada stadium lanjut
tumor dapat meluas pada fossa serebralis media dan
merusak basis kranium atau meluas ke daerah orbita melalui
fossa orbitalis inferior dan dapat menginvasi sinus maksilaris

melalui tulang ethmoid.


Eksofitik
15

Biasanya non-ulseratif, tumbuh pada satu sisi nasofaring,


kadang-kadang
muncul

dari

menimbulkan
nekrosis dan

bertangkai dan permukaan licin. Tumor


bagian

atap,

penyumbatan

mengisi
hidung.

kavum
Tumor

nasi
ini

dan

mudah

berdarah sehingga menyebabkan epistaksis.

Tumor bentuk ini cepat mencapai sinus maksilaris dan rongga


orbita sehingga menyebabkan eksoftalmus unilateral. Tipe ini
jarang melibatkan saraf kranial.
2. Mikroskopis :

Perubahan pra keganasan Perubahan ini merupakan sebagai


kondisi dari jaringan atau organ yang tumbuh menjadi ganas

secara perlahan.
Perubahan patologik pada mukosa nasofaring Reaksi radang
Radang akut dan kronis sering dijumpai pada mukosa
nasofaring.

E. Histopatologi
Klasifikasi gambaran histopatologi yang direkomendasikan oleh
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebelum tahun 1991, dibagi
atas 3 tipe, yaitu :
1) Karsinoma

sel

skuamosa

(KSS)

berkeratinisasi

(Keratinizing Squamous Cel Carcinoma) Tipe ini dapat dibagi


lagi menjadi diferensiasi baik, sedang dan buruk.
2) Karsinoma
non-keratinisasi
(Nonkeratinizing
Carcinoma) Pada tipe ini dijumpai adanya diferensiasi, tetapi
tidak ada diferensiasi sel skuamosa tanpa jembatan intersel.
Pada umumnya batas sel cukup jelas.
3) Karsinoma tidak berdiferensiasi
Carcinoma

(Undifferentiated

) Pada tipe ini sel tumor secara individu

memperlihatkan inti yang vesikuler,

berbentuk oval atau

bulat dengan nukleoli yang jelas.

16

Pada umumnya batas sel tidak terlihat dengan jelas. Terdapat


kesamaan antara tipe II dan III sehingga selanjutnya disarankan
pembagian stadium KNF terbaru hanya dibagi atas 2 tipe, yaitu
1. KSS berkeratinisasi (Keratinizing Squamous Cell Carcinoma)
2. Karsinoma non-keratinisasi (Non-keratinizing Carcinoma).
Tipe ini dapat dibagi lagi menjadi berdiferensiasi dan tidak
berdiferensiasi.
F. Gejala Dini
Karena KNF bukanlah penyakit yang dapat disembuhkan, maka
diagnosis dan pengobatan yang sedini mungkin memegang peranan
penting untuk mengetahui gejala dini KNF dimana tumor masih
terbatas di rongga nasofaring.
Gejala telinga :
Sumbatan tuba eutachius / kataralis. Pasien mengeluh
rasa penuh di telinga, rasa berdengung kadang-kadang
disertai

dengan

gangguan

pendengaran.

Gejala

ini

merupakan gejala yang sangat dini.


Radang telinga tengah sampai perforasi membrane
timpani. Keadaan ini merupakan kelainan lanjutan yang
terjadi akibat penyumbatan muara tuba, dimana rongga
telinga tengah akan terisi cairan. Cairan yang diproduksi
makin lama makin banyak, sehingga akhirnya terjadi
perforasi membran timpani dengan akibat gangguan

pendengaran
Gejala Hidung:
Epistaksis Dinding tumor biasanya rapuh sehingga
oleh

rangsangan

dan

sentuhan

dapat

terjadi

perdarahan hidung atau epistaksis. Keluarnya darah ini


biasanya

berulang-ulang,

jumlahnya

sedikit

dan

seringkali bercampur dengan ingus, sehingga berwarna


kemerahan.

17

Sumbatan hidung Sumbatan hidung yang menetap


terjadi akibat pertumbuhan tumor ke dalam rongga
hidung dan menutupi koana. Gejala menyerupai pilek
kronis,

kadang-kadang

disertai

dengan

gangguan

penciuman dan adanya ingus kental. Gejala telinga dan


hidung ini bukan merupakan gejala yang khas untuk
penyakit ini, karena juga dijumpai pada infeksi biasa,
misalnya

pilek

kronis,

sinusitis

dan

lainlainnya.

Epistaksis juga sering terjadi pada anak yang sedang


menderita radang. Hal ini menyebabkan keganasan
nasofaring sering tidak terdeteksi pada stadium dini.
Gejala lanjut
Pembesaran kelenjar limfe leher. Tidak semua benjolan
leher menandakan penyakit ini. Yang khas jika timbulnya di
daerah samping leher, 3-5 cm di bawah daun telinga dan
tidak nyeri. Benjolan biasanya berada di level II-III dan tidak
dirasakan nyeri, karenanya sering diabaikan oleh pasien. Selsel kanker dapat berkembang terus, menembus kelenjar dan
mengenai otot di bawahnya. Kelenjarnya menjadi lekat pada
otot dan sulit digerakan. Keadaan ini merupakan gejala yang
lebih lanjut. Pembesaran kelenjar limfe leher merupakan

gejala utama yang mendorong pasien datang ke dokter.


Gejala akibat perluasan tumor ke jaringan sekitar
Karena nasofaring berhubungan dengan rongga tengkorak
melalui beberapa lubang, maka gangguan beberapa saraf
otak dapat terjadi , seperti penjalaran tumor melalui foramen
laserum akan mengenai saraf otak ke III, IV, VI dan dapat
juga mengenai saraf otak ke-V, sehingga dapat terjadi
penglihatan ganda (diplopia). Proses karsinoma nasofaring
yang lanjut akan mengenai saraf otak ke IX, X, XI, dan XII jika
penjalaran melalui foramen jugulare, yaitu suatu tempat yang
relatif jauh dari nasofaring. Gangguan ini sering disebut
18

dengan sindrom Jackson. Bila sudah mengenai seluruh saraf


otak disebut sindrom unilateral. Dapat juga disertai dengan
destruksi tulang tengkorak dan bila sudah terjadi demikian,

biasanya prognosisnya buruk.


Gejala akibat metastasis

Sel-sel

kanker

dapat

ikut

bersama aliran limfe atau darah, mengenai organ tubuh yang


letaknya jauh dari nasofaring, hal ini yang disebut metastasis
jauh. Yang sering ialah pada tulang, hati dan paru. Jika ini
terjadi menandakan suatu stadium dengan prognosis sangat
buruk..
G. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan radiologi konvensional. Pada foto tengkorak
potongan anteroposterior dan lateral, serta posisi waters tampak
jaringan lunak di daerah nasofaring. Pada foto dasar tengkorak
ditemukan destruksi atau erosi tulang daerah fossa serebri
media.
Pemeriksaan tomografi, CT Scan nasofaring.
Scan tulang dan foto torak untuk mengetahui ada tidaknya
metastasis jauh. 4. Pemeriksaan serologi, berupa pemeriksaan
titer antibodi terhadap virus Epstein-Barr ( EBV ) yaitu lg A anti
VCA (Viral Capsid Antigen) dan lg A anti EA.(Early Antigen)
Pemeriksaan aspirasi jarum halus (FNAB), bila tumor primer
di nasofaring belum jelas dengan pembesaran kelenjar leher
yang diduga akibat metastasis karsinoma nasofaring.
Pemeriksaan darah tepi, fungsi hati, ginjal

untuk

mendeteksi adanya metastasis.


H. Diagnosis
Diagnosis KNF dapat ditegakkan berdasarkan hasil biopsi.
Pemeriksaan CT-scan daerah kepala dan leher dapat mengetahui
tumor primer dan arah perluasannya. Pemeriksaan serologi lg A
anti EA dan lg A anti VCA (Viral Capsid Agent) untuk infeksi EBV
telah

menunjukkan

kemajuan

dalam

mendeteksi

karsinoma
19

nasofaring. Diagnosa pasti ditegakkan dengan melakukan biopsy


nasofaring. Pasien yang kooperatif dengan massa yang jelas dapat
dilakukan biopsi dengan anestesi lokal, nasoendoskop kaku, dan
biopsi forsep panjang. Biopsi nasofaring dapat dilakukan dengan 2
cara dari hidung atau dari mulut. Biopsi melalui hidung dilakukan
tanpa

melihat

jelas

tumornya

(blind

biopsy)..

Biopsi

tumor

nasofaring umumnya dilakukan dengan anestesi topikal dengan


xylocain 10%.
I. Penatalaksanaan
Stadium I : Radioterapi
Stadium II-III : Kemoradiasi
Stadium IV dengan N <6cm: Kemoradiasi
Stadium V dengan N >6cm : Kemoterapi dosis penuh dilanjutkan
kemoradiasi
1. Radioterapi. Sampai saat ini radioterapi masih memegang
peranan penting dalam penatalaksanaan KNF. Modalitas utama
untuk KNF adalah radioterapi dengan atau tanpa kemoterapi.
Karsinoma

nasofaring

bersifat

radioresponsif

sehingga

radioterapi tetap merupakan terapi terpenting. Jumlah radiasi


untuk keberhasilan melakukan radioterapi adalah 5.000 sampai
7.000 cGy. Dosis radiasi pada limfonodi leher tergantung pada
ukuran sebelum kemoterapi diberikan. Pada limfonodi yang tidak
teraba diberikan radiasi sebesar. 5000 cGy, <2 cm diberikan
6600 cGy, antara 2-4 cm diberikan 7000 cGy dan bila lebih dari 4
cm diberikan dosis 7380 cGy, diberikan dalam 41 fraksi 5,5
minggu. Hasil pengobatan yang dinyatakan dalam angka respons
terhadap penyinaran sangat tergantung pada stadium tumor.
Makin lanjut stadium tumor, makin berkurang responsnya. Untuk
stadium I dan II, diperoleh respons komplit 80% - 100% dengan
terapi radiasi. Sedangkan stadium III dan IV, ditemukan angka
kegagalan respons lokal dan metastasis jauh yang tinggi, yaitu
20

50% - 80%. Angka ketahanan hidup penderita KNF dipengaruhi


beberapa faktor diantaranya yang terpenting adalah stadium
penyakit. Pasien KNF stadium III-IV yang hanya diterapi dengan
radiasi, angka harapan hidup 5 tahun (5 years survival rate)
kurang dari 25 %, dan pada pasien yang telah mengalami
metastase ke limfonodi regional, maka angka tersebut turun
sampai 1-2%.
2. Kemoterapi Secara definisi kemoterapi adalah segolongan obatobatan yang dapat menghambat pertumbuhan kanker atau
bahkan membunuh sel kanker. Obat-obat anti kanker dapat
digunakan sebagian terapi tunggal (active single agents), tetapi
pada

umumnya

berupa

kombinasi

karena

dapat

lebih

meningkatkan potensi sitotoksik terhadap sel kanker. Selain itu


sel-sel yang resisten terhadap salah satu obat mungkin sensitive
terhadap obat lainnya. Dosis obat sitostatika dapat dikurangi
sehingga efek samping menurun. Beberapa regimen kemoterapi
yang

antara

lain

cisplatin,

5-Fluorouracil

methotrexate,

paclitaxel dan docetaxel.


Tujuan kemoterapi untuk menyembuhkan pasien dari penyakit
tumor ganas. Kemoterapi bisa digunakan untuk mengatasi tumor
secara lokal dan juga untuk mengatasi sel tumor apabila ada
metastasis jauh.
Pemberian kemoterapi terbagi dalam 3 kategori :
Kemoterapi adjuvan : Pemberian kemoterapi diberikan
setelah

pasien

mengatasi

dilakukan

kemungkinan

radioterapi.

Tujuannyauntuk

metastasis

jauh

dan

meningkatkan kontrol lokal. Terapi adjuvan tidak dapat


diberikan begitu saja tetapi memiliki indikasi yaitu bila
setelah

mendapat

terapi

utamanya

yang

maksimal

ternyata: -Kanker masih ada, dimana biopsi masih positif.


-Kemungkinan besar kanker masih ada, meskipun tidak
ada bukti secara makroskopis. -Pada tumor dengan derajat
21

keganasan

tinggi.

(oleh

karena

tingginya

resiko

kekambuhan dan metastasis jauh).


Kemoterapi neoadjuvan : Pemberian kemoterapi adjuvant
yang dimaksud adalah pemberian sitostatika lebih awal
yang dilanjutkan pemberian radiasi. Maksud dan tujuan
pemberian kemoterapi neoadjuvan untuk mengecilkan
tumor yang sensitif sehingga setelah tumor mengecil akan
lebih

mudah

ditangani

dengan

radiasi.

Kemoterapi

neoadjuvan telah banyak dipakai dalam penatalaksanaan


kanker kepala dan leher. Alasan utama penggunaan
kemoterapi neoadjuvan pada awal

perjalanan penyakit

adalah untuk menurunkan beban sel tumor sistemik pada


saat terdapat sel tumor yang resisten. Vaskularisasi intak
sehingga perjalanan ke daerah tumor lebih baik. Terapi
bedah dan radioterapi sepertinya akan memberi hasil yang
lebih baik jika diberikan pada tumor berukuran lebih kecil.
Teori

ini

dapat

disingkirkan

karena

akan

terjadi

peningkatan efek samping, durasinya, dan beban biaya


perawatan yang meningkat. Dan yang lebih penting, sel
yang

bertahan setelah kemoterapi akan menjadi lebih

tidak respon setelah dilakukan radioterapi sesudahnya.


Alasan praktis penggunaan kemoterapi adjuvan adalah
usaha untuk meningkatkan kemungkinan preservasi organ
dan kesembuhan. Regimen kemoterapi yang diberikan
cisplatin 100 mg/m2 dengan kecepatan infus 15- 20 menit
perhari yang diberikan dalam 1 hari dan 5-FU 1000
mg/m2/hari secara intra vena, diulang setiap 21 hari.
Sebelum pemberian Cisplatin diawali dengan hidrasi
berupa 1.000 mL saline 0,9% natrium. Manitol 40 g
diberikan

bersamaan dengan cisplatin

infus. Setelah

pemberian cisplatin, dilakukan pemberian 2.000 mL 0,9%


22

natrium garam mengandung 40 mEq kalium klorida.


Pasien diberikan antimuntah sebagai profilaksis yang
terdiri dari 5- hydroxytryptamine-3 reseptor antagonis

ditambah 20 mg deksametason.
Kemoterapi concurrent : Kemoterapi diberikan bersamaan
dengan

radiasi.

Umumnya

dosis

kemoterapi

yang

diberikan lebih rendah. Biasanya sebagai radiosensitizer.


Kemoterapi sebagai terapi tambahan pada KNF ternyata
dapat meningkatkan hasil terapi terutama pada stadium
lanjut

atau

pada

keadaan

relaps.

Hasil

penelitian

menggunakan kombinasi cisplatin radioterapi pada kanker


kepala dan leher termasuk KNF, menunjukkan hasil yang
memuaskan. Cisplatin dapat bertindak sebagai agen
sitotoksik dan radiation sensitizer.
3. Operasi Tindakan operasi pada penderita KNF berupa diseksi
leher radikal dan nasofaringektomi. Diseksi leher dilakukan jika
masih

terdapat

sisa

kelenjar

paska

radiasi

atau

adanya

kekambuhan kelenjar dengan syarat bahwa tumor primer sudah


dinyatakan

bersih

yang

dibuktikan

melalui

pemeriksaan

radiologi. Nasofaringektomi merupakan suatu operasi paliatif


yang dilakukan pada kasus-kasus yang kambuh atau adanya
residu pada nasofaring yang tidak berhasil diterapi dengan cara
lain
4. Imunoterapi Dengan diketahuinya kemungkinan penyebab dari
KNF adalah EBV, maka pada penderita karsinoma nasofaring
dapat diberikan imunoterapi
J. Prognosis
Prognosis diperburuk oleh beberapa faktor seperti:
Stadium yang lebih lanjut.
Usia lebih dari 40 tahun
Laki-laki dari pada perempuan
Ras Cina dari pada ras kulit putih
23

Adanya pembesaran kelenjar leher


Adanya kelumpuhan saraf otak dan adanya kerusakan tulang
tengkorak
Adanya metastasis jauh

Daftar Pustaka:
Munir M. Keganasan di bidang telinga hidung tenggorok. Dalam: Buku
ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher, ed 6,
Jakarta:Balai Penerbit FKUI;2007. 162.
Vokes EE, Liebowitz DN, Weichselbaum RR. Nasopharyngeal carcinoma.
Lancet 1997; 350: 1087-1091. 5
Prasetyo A, Wiratno. Kanker kepala leher berdasarkan diagnosis
patologi anatomi di RSUP Dr. Kariadi tahun 2002. 2006. Prosiding Konas
Perhati- KL; 2007; Surabaya. 6
Syafril A. Epidemiologi tumor ganas telinga , hidung dan tenggorokan.
Dalam: Tumor telinga, hidung dan tenggorokan, Diagnosis dan
penatalaksanaan, Jakarta: Balai Penerbit FKUI;1989.1-9. 7
Asroel HA. Penatalaksanaan Radioterapi pada Karsinoma Nasofaring.
USU digital library 2002. 8
M Abduh Firdaus; Jon Prijadi, Kemoterapi Neoadjuvan pada
Karsinoma Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga- Hidung-Tenggorok Kepala
Leher edisi keenam.Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
182-187. 13. Desen, W., 2008.

24

Você também pode gostar