Você está na página 1de 53

MODUL 1 TUTORIAL 2 SKENARIO KERACUNAN

A. DEFINISI
Racun adalah suatu zat yang ketika tertelan, terhisap, diabsorpsi, menempel pada kulit, atau
dihasilkan di dalam tubuh dalam jumlah yang relatif kecil dapat mengakibatkan cedera dari
tubuh dengan adanya reaksi kimia. Racun merupakan zat yang bekerja pada tubuh secara
kimiawi dan fisiologik yang dalam dosis toksik akan menyebabkan gangguan kesehatan atau
mengakibatkan kematian.
Keracunan atau intoksikasi menurut WHO adalah kondisi yang mengikuti masuknya suatu
zat psikoaktif yang menyebabkan gangguan kesadaran, kognisi, persepsi, afek, perlaku,
fungsi, dan repon psikofisiologis.
Keracunan dapat diartikan sebagai masuknya suatu zat kedalam tubuh yang dapat
menyebabkan ketidaknormalan mekanisme dalam tubuh bahkan sampai dapat menyebabkan
kematian
[eprints.undip.ac.id]
Keracunan adalah suatu kejadian apabila substansi yang berasal dari alam ataupun buatan
yang pada dosis tertentu dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan hidup yang bisa
menyebabkan cedera atau kematian [etd.repository.ugm.ac.id]

B. EPIDEMIOLOGI

[Bakta IM dan Ketut Suastika. 1998. Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam. Penerbit
Buku Kedokteran EGC: Jakarta]
Tahun 2013, menurut National Capital Poison Center (Amerika Serikat) data yang berasal
dari 54.534 kejadian, keracunan sebagian besar 77% terjadi karena ketidaksengajaan yang

biasanya berasal dari efek samping oleh pengobatan, pemakaian obat-obatan yang
ketergantungan, dan percobaan bunuh diri. Paparan racun 75% dari angka kejadian terjadi
pada orang-orang yang memakan obat atau menghirup racun, dan 44% dari jumlah
kejadian melibatkan anak-anak yang berusia kurang dari 6 tahun.
Menurut BPOM pada tahun 2013, di Indonesia terjadi kasus keracunan nasional yang
disebabkan oleh beberapa macam penyebab yaitu binatang, tumbuhan, obat tradisional,
komestika, pestisida, kimia, NAPZA, obat, pencemar lingkungan, makanan, produk
suplemen, minuman, dan campuran. Dimana penyebab terseringnya ialah keracunan yang
disebabkan oleh obat-obatan yang dikonsumsi oleh masyarakat luas.
Pada negara berkembang angka kematian yang disebabkan oleh keracunan tetap tinggi
dikarenakan beberapa faktor, yaitu
1. Kurangnya regulasi terhadap peredaran obat-obatan dan bahan kimia yang beredar di
pasaran,
2. Kurangnya pengawasan dan kontrol terhadap peredaran bahan-bahan beracun,
3. Kurangnya penegakan hukum yang ada, dan
4. Akses yang mudah untuk mendapatkan obatobatan dan bahan kimia yang berpotensi
menyebabkan mortalitas dan morbiditas

[Insley, Jack (ed). 1997. Vade-Mecum Pediatri. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta ]
C. ETIOLOGI
Keracunan dapat disebabkan oleh bermacam-macam:
1. Bahan-bahan kimia beracun (bersifat racun).
2. Racun yang terdapat pada tumbuh-tumbuhan seperti ubi ketela yang mengandung
asam sianida (HCn), jengkol, pohon , tuba (Derris), sebangsa jamur, dan sebagainya.
3. Racun hinatang berbisa seperti ular berbisa, kalajengking, tawon, dan sehangsa labalaha.
4. Racun yang terdapat pada bahan-bahan makanan yang terjadi karena
perubahanperubahan kimia (fermentasi) dan adanya bakteri karena pembusukan
(daging busuk), tempe bongkrek, racun yang terdapat pada udang dan kepiting.
Bentuk bahan-bahan beracun
1. Padat (debu, kabut).
2. Liquid (cairan/larutan).
3. Gas dan uap.
[elisa.ugm.ac.id]

Golongan Organosfosfat
Pestisida golongan organofosfat banyak digunakan karenasifat-sifatnya yang menguntungkan.
Cara kerja golongan ini selektif, tidak persisten dalam tanah, dan tidak
menyebabkan resistensi pada serangga. Bekerja sebagai racun kontak, racun perut, dan juga
racun pernafasan. Golongan organofosfat sering disebut dengan organic phosphates,
phosphoris insecticides, phosphates, phosphate insecticidesdan phosphorus esters atau
phosphoris acid esters. Mereka adalah derivat dari phosphoric acid dan biasanya sangat toksik
untuk hewan bertulang belakang. Golongan organofosfat struktur kimia dan cara kerjanya
berhubungan erat dengan gas syaraf.
Pajanan pada dosis rendah, tanda, dan gejala umumnya dihubungkan dengan stimulasi reseptor
perifer muskarinik. Pada dosis lebih besar juga mempengaruhi reseptor nikotinik dan reseptor
sentral muskarinik. Aktivitas ini kemudian akan menurun, dalam 2 4 minggu pada plasma dan
4 minggu sampai beberapa bulan untuk eritrosit.
Menurut WHO penurunan aktivitas kolinesterase sebesar 30% dari normal sudah dinyatakan
sebagai keracunan. Sedangkan negara bagian California menetapkan penurunan aktivitas
kolinesterase dalam butir darah merah sebesar 30% dan plasma 40% sebagai keracunan.
Penetapan keracunan yang dilakukan menurut ketentuan Departemen Kesehatan menggunakan
tintometer kit. Subyek dinyatakan keracunan jika mempunyai aktivitas kolinesterase 75%,
dengan
kategori sbb:
75 100% kategori normal;
50 <75% kategori keracunan ringan;
25 <50% kategori keracunan sedang dan
0 <25% kategori keracunan berat.
1.
2.
3.
4.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat keracunan pestisida antara lain
dosis pestisida,
toksisitas senyawa pestisida,
lama terpapar pestisida dan
jalan masuk pestisida dalam tubuh.
Pestisida Golongan Karbamat
Pada Kongres Entomologi Internasional Ke-9 di Amsterdam (1951), diumumkan dua jenis
insektisida baru dari kelompok kimia yang baru pula. Kedua insektisida tersebut adalah dimetan
dan pirolan dari kelompok karbamat. Dengan demikian, era karbamat mulai mendominasi pada
tahun 1950-an, disamping organofosfat.
Insektisida dari golongan karbamat adalah racun saraf yang bekerja dengan cara menghambat
kolinesterase (ChE). Jika pada golongan organofosfat hambatan tersebut bersifat irreversible

1.

2.

3.

4.

5.

6.
7.

(tidak dapat dipulihkan), pada karbamat hambatan tersebut bersifat reversible (dapat dipulihkan).
Pestisida dari golongan karbamat relatif mudah diurai di lingkungan (tidak persisten) dan tidak
terakumulasi oleh jaringan lemak hewan. Karbamat juga merupakan insektisida yang banyak
anggotanya. Beberapa jenis insektisida karbamat antara lain :
Aldikarb,
merupakan insektisida, akarisida, serta nematisida sistemik yang cepat diserap oleh akar dan
ditransportasikan secara akropetal. Aldikarb merupakan insektisida yang paling toksik, dengan
LD50(tikus) sekitar 0,93 mg/kg; LD50dermal (kelinci) > 20 mg/kg.
Benfurakarb,
merupakan insektisida sistemik yang bekerja sebagai racun kontak dan racun perut serta
diaplikasikan terutama sebagai insektisida tanah. LD50(tikus) 205,4 (jantan) 222,6 (betina)
mg/kg; LD50dermal (kelinci) > 2.000 mg/kg.
Karbaril,
merupakan karbamat pertama yang sukses di pasaran. Karbaril bertindak sebagai racun perut dan
racun kontak dengan sedikit sifat sistemik. Salah satu sifat unik karbaril yaitu efeknya sebagai
zat pengatur tumbuh dan sifat ini digunakan untuk menjarangkan buah pada apel. LD50(tikus)
sekitar 500 (b) 850 (j) mg/kg; LD50 dermal (tikus) > 4.000 mg/kg.
Fenobukarb (BPMC),
merupakan insektisida non-sistemik dengan kerja sebagai racun kontak. Nama resmi insektisida
ini adalah fenobukarb, tetapi di Indonesia lebih dikenal dengan BPMC yang merupakan
singkatan dari nama kimianya, yaitu buthylphenylmethyl carbamate. LD50(tikus) sekitar 623 (j)
657 (b) mg/kg; LD50dermal (kelinci) 10.250 mg/kg.
Metiokarb,
nama umum lainya adalah merkaptodimetur. Insektisida ini digunakan sebagai racun kontak dan
racun perut. LD50 (tikus) sebesar 20 mg/kg; LD50dermal (tikus) > 5.000 mg/kg.
Propoksur,
merupakan insektisida yang bersifat non-sistemik dan bekerja sebagai racun kontak serta racun
lambung yang memiliki efek knock downsangat baik dan residu yang panjang. Propoksur
terutama digunakan sebagai insektisida rumah tangga (antara lain untuk mengendalikan nyamuk
dan kecoa), kesehatan masyarakat, dan kesehatan hewan. LD50 (tikus) sekitar 50 mg/kg;
LD50dermal (tikus) > 5.000 mg/kg.
Pestisida golongan karbamat merupakan racun kontak, racun perut dan racun pernafasan.
Bekerja seperti golongan organofosfat yaitu menghambat aktivitas enzim kolinesterase. Jika
terjadi keracunan yang disebabkan oleh pestisida golongan karbamat, gejalanya sama seperti
pada keracunan golongan organofosfat, tapi lebih mendadak dan tidak lama karena efeknya
terhadap enzim kolinesterase tidak persisten. Meskipun gejala keracunan cepat hilang, tetapi
karena munculnya mendadak dan menghebat dengan cepat maka dapat berakibat fatal jika tidak
segera mendapat pertolongan yang disebabkan oleh depresi pernafasan. Keracunan pada manusia
dapat terjadi melalui mulut, inhalasi, dan kulit. Gejala klinis akibat keracunan pestisida golongan
karbamat, mula-mula penderita berkeringat, pusing, badan terasa lemah, dada sesak, kejang
perut, muntah dan gejala lain seperti pada keracunan pestisida golongan organofosfat.

a.

b.

c.

d.

e.

f.

g.

5.

h.

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keracunan pestisida antara lain:
Toksisitas
Pestisida yang mempunyai daya bunuh tinggidalam penggunaan dengan kadar yang rendah
menimbulkan gangguan lebih sedikit bila dibandingkan dengan pestisida dengan daya bunuh
rendah tetapi dengan kadar tinggi. Toksisitas pestisida dapat diketahui dari LD50 oral yaitu dosis
yang diberikan dalam makanan hewan-hewan percobaan yang menyebabkan 50% dari hewanhewan tersebut mati. Toksisitas pestisida secara inhalasi juga dapat diketahui dari LC50 yaitu
konsentrasi pestisida di udara yang mengakibatkan50%hewanpercobaanmati. Makin rendah nilai
LD50/LC50, maka makin toksik pestisida tersebut.
Jangka waktu atau lamanya terpapar
Paparan yang berlangsung erus-menerus lebih berbahaya daripada paparanyang terputus-putus
pada waktu yang sama. Jadi pemaparan yang telah lewat perlu diperhatikan bila terjadi risiko
pemaparan baru. Karena itu penyemprot yang terpapar berulangkali dan berlangsung lama dapat
menimbulkan keracunan kronik.
Bentuk dan cara masuk
Racun dalam bentuk larutan akan bekerja lebih cepat dibandingkan dengan yang berbentuk
padat. Sedangkan racun yang masuk ke dalam tubuh secara intravena dan intramuskular akan
memberikan efek lebih kuat dibandingkan dengan melalui mulut.
Usia
Pada umumnya anak-anak dan bayi lebih mudah terpengaruh oleh efek racun dibandingkan
dengan orang dewasa. Seseorang dengan bertambah usia maka kadar rata-rata kolinesterase
dalam darah akan semakin rendah sehingga keracunan akibat pestisida akan semakin cepat
terjadi.
Jenis Kelamin
Jenis kelamin sangat mempengaruhi aktivitas kolinesterase dalam darah. Jenis kelamin laki-laki
memiliki aktivitas kolinesterase lebih rendah dari perempuan karena kandungan kolinesterase
dalam darah lebih banyak pada perempuan.
Kebiasaan
Jika terbiasa kontak dengan racun dalam jumlah kecil mungkin dapat terjadi toleransi terhadap
racun yang sama dalam jumlah relatif besar tanpa menimbulkan gejala keracunan.
Kondisi kesehatan atau Status Gizi
Seseorang yang sedang menderita sakit akan mudah terpengaruh oleh efek racun dibandingkan
dengan orang yang sehat. Buruknya keadaan gizi seseorang juga akan berakibat menurunnya
daya tahan tubuh dan meningkatnya kepekaan terhadap infeksi. Kondisi gizi yang buruk
menyebabkan protein yang ada dalam tubuh sangat terbatas sehingga mengganggu pembentukan
enzim kolinesterase.
Tingkat Pendidikan
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin kecil peluang terjadinya
keracunan pada dirinya karena pengetahuannya mengenai racun termasuk cara penggunaan dan
penanganan racun secara aman dan tepat sasaran akan semakin tinggi sehingga kejadian
keracunan pun akan dapat dihindari.
Dosis racun

Jumlah racun sangat berkaitan erat dengan efek yang ditimbulkannya. Pada umumnya dosis
racun yang besar akan menyebabkan kematian lebih cepat. Dosis pemakaian pestisida yang
banyak akan semakin mempercepat terjadinya keracunan pada pengguna pestisida. Untuk dosis
penyemprotan di lapangan, khususnya pestisida golongan organofosfat dosis yang dianjurkan
adalah 0,5 1,5 kg/Ha.

D. KLASIFIKASI

Sebagian besar insektisida merupakan bahan kimia sintetik dengan penggolongan berdasarkan
bahan aktif yaitu:
1. Golongan organofosfat
(sebagai contoh: Parathion yang dipasarkan dengan nama generik dan nama dagang
Abate, azinphosmethyl (Guthion), Carbophenothion (Trithion), Chlorpiryfos
(Dursban), demeton (Systax), Diazinon, Dicapthon (DiCaptan) dan lain-lain.
2. Golongan karbamat, seperti: Carbaryl (Sevin), Aldicarb (Temik),
carbofuran (Furadan), fometanate HCL (carsol), metalkamate (Bux)
dan methomyl (Lannate)

Penggunaan dalam bidang pertanian sangat banyak jenis pestisida yang digunakan dengan
beberapa jenis pestisida yang terbanyak digunakan adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Insektisida (Insecticides)
Fungisida (Fungicides)
Herbisida (Herbicides)
Acarisida (Acaricides)
Larvasida (Larvacides)
Mitisida (Miticides)

7. Molusida (Molluscides)
8. Pembunuh kutu (Pediculicides)
9. Scabisida (Scabicides)
10. Attractans (pheromons)
11. Defoliants
12. Pengatur pertumbuhan tanaman (Plant Grow Regulator)
13. Pengusir serangga (Repellants)
World Health Organization (WHO) mengklasifikasikan pestisida atas dasar toksisitas dalam
bentuk formulasi padat dan cair.
1.
2.
3.
4.

Kelas IA
Kelas IB
Kelas II
Kelas III

: amat sangat berbahaya


: Amat Berbahaya
: Cukup berbahaya
: Agak Berbahaya

Berdasarkan toksisitas dan golongan, pestisida organik sintetik dapat digolongkan menjadi;
1. Golongan Organoklorin.
a. Toksisitas tinggi (extremely toxic): Endrine (Hexadrine)
b. Toksisitas sedang (moderate toxic): Aldrine, Dieldrin, DDT, Benzene, Brom
Hexachloride (BHC), Chlordane, Heptachlor, dan sebagainy a.
2. Golongan Organofosfat
a. Sangat toksik (extremely toxic): Phorate, Parathion, Methyl Parathion, Azordin,
Chlorpyrifos (Dursban) , TEPP, Methamidophos, Phosphamidon, dan sebagainya.
b. Toksisitas sedang (moderate toxic): Dimethoate, Malathion
3. Golongan Karbamat
a. Toksisitas tinggi (extremely toxic): Temik, Carbofuran, Methomyl
b. Toksisitas sedang (moderate toxic): Baygon, Landrin, Carbaryl.
Golongan Organoklorin
Pestisida golongan organoklorin merupakan pestisida yang sangat berbahaya sehingga
pemakainnya sudah banyak dilarang. Sifat pestisida ini yang volatilitas rendah, bahan
kimianya yang stabil, larut dalam lemak dan bitransformasi serta biodegradasi lambat
menyebabkan pestisida ini sangat efektif untuk membasmi hama, namun sebaliknya juga
sangat berbahaya bagi manusia maupun binatang oleh karena persitensi pestisida ini sangat
lama di dalam lingkungan dan adanya biokonsentrasi dan biomagnifikasi dalam rantai
makanan.
Organoklorin atau disebut Chlorinated hydrocarbon terdiri dari beberapa kelompok yang
diklasifikasi menurut bentuk kimianya. Yang paling popular dan pertama kali disinthesis
adalah Dichloro-diphenyltrichloroethan atau disebut DDT.
Kelompok Komponen Cyclodienes Aldrin, Chlordan, Dieldrin, Heptachlor, endrin, Toxaphen,
Kepon, MirexHexachlorocyclohexan Lindane Derivat Chlorinated-ethan DDT

2.3.2 Golongan Organofosfat


Golongan organofosfat sering disebut dengan organic phosphates, phosphoris insecticides,
phosphates, phosphate insecticides dan phosphorus esters atau phosphoris acid esters. Mereka
adalah derivat dari phosphoric acid dan biasanya sangat toksik untuk hewan bertulang
belakang. Golongan organofosfat struktur kimia dan cara kerjanya berhubungan erat dengan
gas syaraf.
Parathion digunakan sebagai pengganti DDT, namun efek toksik yang diakibatkan ternyata
hampir sama dengan DDT sehingga pemakaiannya mulai dilarang. Meskipun dua jenis pestisida
ini memiliki struktur yang berbeda di alam, namun efek toksik yang diakibatkannya identik
yang ditandai dengan adanya penghambatan asetilkolinesterase (acethylcholinesterase=AChE),
enzyme yang bertanggung jawab untuk inhibisi dan destruksi aktivitas biologic dari
neurotransmitter acethylcholine (ACh). Pestisida organofosfat yang banyak digunakan antara
lain :
a. Asefat,
diperkenalkan pada tahun 1972. Asefat berspektrum luas untuk mengendalikan hama-hama
penusuk-penghisap dan pengunyah seperti aphids, thrips, larva Lepidoptera (termasuk ulat
tanah), penggorok daun dan wereng.
b. Kadusafos,
merupakan insektisida dan nematisida racun kontak dan racun perut.
c. Klorfenvinfos,
diumumkan pada tahun 1962. Insektisida ini bersifat nonsistemik serta bekerja sebagai
racun kontak dan racun perut dengan efek residu yang panjang.
d. Klorpirifos,
merupakan insektisida non-sistemik, diperkenalkan tahun 1965, serta bekerja sebagai racun
kontak, racun lambung, dan inhalasi.
e. Kumafos,
ditemukan pada tahun 1952. Insektisida ini bersifat nonsistemik untuk mengendalikan
serangga hama dari ordo Diptera.
f. Diazinon, pertama kali diumumkan pada tahun 1953. Diazinon
merupakan insektisida dan akarisida non-sistemik yang bekerja
sebagai racun kontak, racun perut, dan efek inhalasi. Diazinon juga
diaplikasikan sebagai bahan perawatan benih (seed treatment).
g. Diklorvos (DDVP), dipublikasikan pertama kali pada tahun 1955.
Insektisida dan akarisida ini bersifat non-sistemik, bekerja sebagai
racun kontak, racun perut, dan racun inhalasi. Diklorvos memiliki efek
knockdown yang sangat cepat dan digunakan di bidang-bidang
pertanian, kesehatan masyarakat, serta insektisida rumah tangga.
h. Malation, diperkenalkan pada tahun 1952. Malation merupakan proinsektisida
yang dalam proses metabolisme serangga akan diubah
menjadi senyawa lain yang beracun bagi serangga. Insektisida dan
akarisida non-sistemik ini bertindak sebagai racun kontak dan racun

lambung, serta memiliki efek sebagai racun inhalasi. Malation juga


digunakan dalam bidang kesehatan masyarakat untuk mengendalikan
vektor penyakit.
i. Paration, ditemukan pada tahun 1946 dan merupakan insektisida
pertama yang digunakan di lapangan pertanian dan disintesis
berdasarkan lead-structure yang disarankan oleh G. Schrader.
Paration merupakan insektisida dan akarisida, memiliki mode of
action sebagai racun saraf yang menghambat kolinesterase, bersifat
non-sistemik, serta bekerja sebagai racun kontak, racun lambung, dan
racun inhalasi. Paratio n termasuk insektisida yang sangat beracun.
j. Profenofos, ditemukan pada tahun 1975. Insektisida dan akarisida
non-sistemik ini memiliki aktivitas translaminar dan ovisida.
Profenofos digunakan untuk mengendalikan berbagai serangga hama
(terutama Lepidoptera) dan tungau.
17
k. Triazofos, ditemukan pada tahun 1973. Triazofos merupakan
insektisida, akarisida, dan nematisida berspektrum luas yang bekerja
sebagai racun kontak dan racun perut. Triazofos bersifat non-sistemik,
tetapi bias menembus jauh ke dalam jaringan tanaman (translaminar)
dan digunakan untuk mengendalikan berbagai hama seperti ulat dan
tungau.
2.3.3 Golongan Karbamat
Insektisida dari golongan karbamat adalah racun saraf yang bekerja
dengan cara menghambat asetilkolinesterase (AChE). Jika pada golongan
organofosfat hambatan tersebut bersifat irreversible (tidak dapat
dipulihkan), pada karbamat hambatan tersebut bersifat reversible (dapat
dipulihkan). Pestisida dari golongan karbamat relatif mudah diurai di
lingkungan (tidak persisten) dan tidak terakumulasi oleh jaringan lemak
hewan. Karbamat juga merupakan insektisida yang banyak anggotanya.
Beberapa jenis insektisida karbamat antara lain.
a. Aldikarb, merupakan insektisida, akarisida, serta nematisida sistemik
yang cepat diserap oleh akar dan ditransportasikan secara akropetal.
Aldikarb merupakan insektisida yang paling toksik.
b. Benfurakarb, merupakan insektisida sistemik yang bekerja sebagai
racun kontak dan racun perut serta diaplikasikan terutama sebagai
insektisida tanah.
c. Karbaril, merupakan karbamat pertama yang sukses di pasaran.
Karbaril bertindak sebagai racun perut dan racun kontak dengan
18
sedikit sifat sistemik. Salah satu sifat unik karbaril yaitu efeknya
sebagai zat pengatur tumbuh dan sifat ini digunakan untuk
menjarangkan buah pada apel.
d. Fenobukarb (BPMC), merupakan insektisida non-sistemik dengan
kerja sebagai racun kontak. Nama resmi insektisida ini adalah
fenobukarb, tetapi di Indonesia lebih dikenal dengan BPMC yang
merupakan singkatan dari nama kimianya, yaitu buthylphenylmethyl

carbamate.
e. Metiokarb, nama umum lainya adalah merkaptodimetur. Insektisida
ini digunakan sebagai racun kontak dan racun perut.
f. Propoksur, merupakan insektisida yang bersifat non-sistemik dan
bekerja sebagai racun kontak serta racun lambung yang memiliki efek
knock down sangat baik dan residu yang panjang. Propoksur terutama
digunakan sebagai insektisida rumah tangga (antara lain untuk
mengendalikan nyamuk dan kecoa), kesehatan masyarakat, dan
kesehatan hewan.
PenggolonganPestisida
A.Insektisida
Pestisidakhususnyainsektisidamerupakan
kelompokpestisidayangterbesardanterdiri
atasbeberapasubkelompokkimiayang
berbeda.yaitu:
1.Organoklorinmerupakaninsektisidachlorinatedhydrocarbonsecarakimiawitergolonginse
ktisidayangrelatifstabildan
kurangreaktif,ditandaidengandampak
residunyayanglamateruraidilingkungan.
Salahsatuinsektisidaorganoklorinyang
terkenaladalahDDT.Pestisidainitelah
menimbulkanbanyakperdebatan.Kelompokorganoklorinmerupakanracunterhadap
susunansyarafbaikpadaseranggamaupun
mamalia.Keracunandapatbersifatakut
ataukronis.Keracunankronisbersifat
karsinogenik(kanker).
2.Organofosfat.insektisidainimerupakan
esterasamfosfatatauasamtiofosfat.
Pestisidainiumumnyamerupakanracun
pembasmiseranggayangpalingtoksik
secaraakutterhadapbinatangbertulang
belakangsepertiikan,burung,cicakdan
mamalia.Pestisidainimempunyaiefek,
memblokadepenyaluranimpulssyaraf
dengancaramengikatenzimasetilkolinesterase.Keracunankronispestisida
golonganorganofosfatberpotensikarsinogenik
3.Karbamat,kelompokinimerupakanester
asamN-metilkarbamat.Bekerjamenghambatasetilkolinesterase.Tetapi
pengaruhnyaterhadapenzimtersebuttidak
berlangsunglama,karenaprosesnyacepat
reversibel.
1
'
7

Kalautimbulgejala,gejalaitu
tidakbertahanlamadancepatkembali
normal.Padaumumnya,pestisidakelompok
inidapatbertahandalamtubuhantara1
sampai24jamsehinggacepatdiekskresikan.
4.Piretroiddanyangberasaldaritanaman
lainnya
Piretroidberasaldaripiretrumdiperoleh
daribungaChrysanthemumcinerariaefolium.Insektisidatanamanlainadalah
nikotinyangsangattoksiksecaraakutdan
bekerjapadasusunansaraf.Piretrum
mempunyaitoksisitasrendahpadamanusia
tetapidapatmenimbulkanalergipadaorang
yangpeka.
B.Herbisida
Adabeberapajenisherbisidayang
toksisitasnyapadahewanbelumdiketahui
denganpasti.
1.Senyawaklorofenoksi,misalnya2,4-D(2,4
asamdiklorofenoksiasetat)dan2,4,5-T
(2,4,5-asamtriklorofenoksiasetat).
Senyawasenyawainibekerjapadatumbuhansebagaihormonpertumbuhan.Toksisitasnyapadahewanrel
atifrendah.Tetapi
klorakne,mempunyaiefektoksikpada
manusiadisebabkanolehpencemar2,3,7,8-tetraklorobenzo-p-dioksin.
2.Herbisidabiperidil,misalnyaparakuatdan
dikuat,telahdipergunakansecaraluas.
Toksisitaszatinidilakukanlewatpembentukanradikalbebas.Toksisitasparakuat
ditandaiolehefekparu-parumelalui
paparaninhalasidanoral.Keracunankronis
pestisidaparaquatdandikuatbersifat
karsinogenik
3.Herbisidalainnyasepertidinitro-o-kresol
(DNOC),amitrol(aminotriazol),karbamat
profamdankloroprofamdanIain-lain.
MediaLitbangKesehatanVolumeXVIINomor3Tahun2007 11
C.Fungisida
1.Senyawamerkuri,misalnyametildanetil
merkurimerupakanfungisidayangsangat
efektifdantelahdipergunakansecaraluas
untukmengawetkanbutirpadi-padian.
Beberapakecelakaantragisakibatpenggunaanpestisidaini,menyebabkanbanyak
kematiandankerusakanneurologimenetap,
sehinggakinitidakdigunakanlagi.
2.Senyawadikarboksimidaantaralain

dimetil-tiokarbamat(ferbam,tiramdan
ziram)danetilenbisditiokar(maneb,nabam
danzineb).Toksisitasakutsenyawaini
relatifrendah.karenaituzatinidipergunakansecaraluasdalampertaniantapi
adakemungkinanberpotensikarsinogenik.
3.Derivatftalimidamisalnyakaptandan
folpet,mempunyaitoksisitasakutdan
kronisyangsangatrendahnamun
berpotensikarsinogenikdanteratogenik.
4.Senyawaaromatikmisalnyapentaklorofenol(PCP),sebagaibahanpengawet
kayu.Pentakloronitrobenzen(PCNB)dipergunakansebagaifungisidadalammengolah
tanah.Secaraakutzatinitidakbegitutosik
dibandingkanPCP,tetapidapatbersifat
karsinogenik.
5.FungisidalainadalahsenyawaNheterosikliktertentumisalnyabenomildan
tiabendazol.Toksisitasbahankimiaini
sangatrendahsehinggadipergunakansecara
luasdalampertanian.Heksaklorobenzen
dipergunakansebagaizatpengolahbenih.
D.Rodentisida
1.Warfarinadalahsuatuantikoagulanyang
bekerjasebagaiantimetabolitvitaminK,
dengandemikianmenghambatpembentukanprotrombin.Bahankimiainitelah
dipergunakansecaraluaskarenatoksisitasnyarendah.
2.TioureamisalnyaANTU(a-naftiltiourea)
sangattoksikpadatikustetapitidakbegitu
toksikbagimanusia.
3.Natriumfluoroasetatdanfluoroasetamida,
bersifatsangattoksikkarenaitukeduazat
inihanyabolehdigunakanolehorang-orang
tertentuyangmendapatizin.Kedua
toksikaninibekerjamenghambatsiklus
asamsitrat.
4.Rodentisidalainnyamencakupproduk
tumbuhanmisalnyaalkaloidstriknin.
perangsangsusunansyarafpusatkuat,squill
merah,yangmengandungglikosidaskilaren
AdanB.Glikosidainimempunyaiefek
kardiotonikdanemesissentralkarenaitu
zatinisecararelatiftidakberacunbagi
sebagianbesarmamaliatetapisangat
beracunbagitikus.Rodentisidaanorganik
antaralainsengfosfid,taliumsulfat,arsen
trioksidadanunsurfosfor.
E.Fumigan
Sesuainamanya,kelompokpestisidaini

mencakupbeberapagas,cairanyangmudah
menguapdanzatpadatyangmelepaskan
berbagaigaslewatreaksikimia.Dalambentuk
gas,zat-zatinidapatmenembustanahuntuk
mengendalikanserangga-serangga,hewan
pengeratdannematodatanah.Banyakfumigan
misalnyaakrilomtril,kloropikrmdanetilen
bromidaadalahzatkimiareaktifdan
dipergunakansecaraluasdalamindustrikimia.
Beberapafumiganbersifatkarsinogenikseperti
etilenbromida,1,3-dikloropropen.
E. CARA MASUK
Racun dapat memasuki jaringan hidup melalui beberapa cara yaitu termakan,
terhirup, disuntikkan, dan terserap melalui kulit

JalanMasukPestisida
Pestisidadapatmasukkedalamtubuh
Melalui
1. kulit(dermal),
2. pernafasan(inhalasi)atau
3. mulut(oral).
-

Pestisidaakansegeradiabsorpsijikakontakmelaluikulitataumata.
Absorpsiiniakanterusberlangsungselamapestisidamasihadapadakulit.
Kecepatanabsorpsiberbedapadatiapbagiantubuh.
Perpindahanresidupestisidadansuatubagiantubuhkebagianlainsangatmudah.
Jikahaliniterjadimakaakanmenambahpotensikeracunan.
Residudapatpindahdaritangankedahiyangberkeringatataudaerahgenital.
Padadaerahinikecepatanabsorpsisangattinggisehinggadapatlebihberbahayadaripadatertelan.
Paparanmelaluioraldapatberakibatserius,lukaberatataubahkankematianjikatertelan.Pestisidada
pattertelankarenakecelakaan,kelalaianataudengansengaja

Pestisida bisa masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui 2 cara,


yaitu :
1. Kontaminasi lewat kulit
Pestisida yang menempel di permukaan kulit bisa meresap masuk ke dalam tubuh dan
menimbulkan keracunan. Kejadian kontaminasi lewat kulit merupakan kontaminasi yang paling
sering terjadi, meskipun tidak seluruhnya berakhir dengan keracunan akut. Lebih dari 90% kasus
keracunan di seluruh dunia disebabkan oleh kontaminasi lewat kulit.

2. Terhisap lewat hidung


Keracunan karena partikel pestisida atau butiran semprot yang terhisap lewat hidung merupakan
kasus terbanyak kedua setelah kontaminasi kulit. Partikel pestisida yang masuk ke dalam paruparu bisa menimbulkan gangguan fungsi paru-paru. Partikel pestisida yang menempel di selaput
lendir hidung dan kerongkongan akan masuk ke dalam tubuh lewat kulit hidung dan mulut
bagian dalam dan atau menimbulkan gangguan pada selaput lendir itu sendiri (iritasi).

F. PATOFISIOLOGI
CaraKerjaPestisida
a.PestisidaGolonganOrganoklorin
-

Insektisidaorganoklorinbekerjadenganmerangsangsistemsyarafdanmenyebabkanparatesia,pe
katerhadaprangsangan,iritabilitas,terganggunyakeseimbangan,tremordankejangkejang.
- Carakerjazatinitidakdiketahuisecaratepat.Beberapazatkimiainibekerjapadasistemsyaraf.
b.PestisidaGolonganOrganofosfatdanKarbamat
- Pestisidagolonganorganofosfatdankarbamatmemilikiaktivitasantikolinesterasesepertihalnyafi
sostigmin,neostigmin,piridostigmin,distigmin,esterasamfosfat,estertiofosfatdankarbamat.
- Carakerjasemuajenispestisidaorganofosfatdankarbamatsamayaitumenghambatpenyaluranim
pulssarafdengancaramengikatkolinesterase,sehinggatidakterjadihidrolisisasetilkolin.
- Hambataninidapatterjadibeberapajamhinggabeberapaminggutergantungdarijenisantikolineste
rasenya.
- Hambatanolehrurunankarbamathanyabekerjabeberapajamdanbersifatreversibel.Hambatanya
ngbersifatirreversibeldapatdisebabkanolehturunanesterasamfosfatyangdapatmerusakkolinest
erasedanperbaikanbarutimbulsetelahtubuhmensintesiskembalikolinesterase
- Asetilkolinadalahsuatuneurotransmitteryangterdapatdiantaraujungujungsarafdanototsertaberf
ungsimeneruskanrangsangansaraf.Apabilarangsanganiniberlangsungterusmenerusakanmeny
ebabkanpenimbunanasetilkolin.
- Kolinesteraseyangterdapatdiberbagaijaringandancairantubuhdapatmenghentikanrangsangany
angditimbulkanasetilkolindiberbagaitempatdenganjalanmengliidrolisisasetilkolinmenjadikoli
ndanasamasetatdalamwaktusangatcepat,sehinggapenimbunanasetilkolintidakterjadi.
- Organofosfatmerupakanpestisidayangsangatberbahayakarenaikatanpestisidaorganofosfatdan
kolinesterasehampirbersifatirreversibel.
- Intoksikasidapattimbulakibatpenyerapandaribeberapatempattermasukdarikulitdansalurannafa
s
- Pada keracunan pestisida golongan ini akan terjadi akumulasi ACh yang bebas dan tidak
terikat pada ujung persarafan dari saraf kolinergik, sehingga terjadi stimulasi aktivitas listrik
yang kontinyu
- Tertekanatauterhambatnyakerjakolinesteraseakibatabsorpsipestisidainikadangkadangsudahse
demikianbesar,tetapibelummenunjukkangejala-gejalayangjelas.'''

Penurunanaktivitaskolinesterasehinggamenjadi60%akanmenyebabkantimbulnyagejalayangti
dakspesifiksepertipusing,mual,lemah,sakitdadadanIain-lain.
- Padaumumnyagejaladankelainanneurologikmunculsetelahterjadinyapenghambatan50%ataul
ebihaktivitaskolinesterase.
- MenurutWHO,penurunanaktivitaskolinesterasesebesar30%darinormalmenunjukkantelahterj
adipemaparanorganofosfatdanpetaniperludiistirahatkanhinggakadarkolinesteraseormal.
- Aktivitaskolinesteraseinitergantungdarikadarkolinesteraseyangaktifdalamdarah.]
- PengaruhIstirahatterhadapPenurunanAktivitasKolinesterase
Padapetaniyangterpaparorganofosfatmakaperbaikanbarutimbulbilapetanidiistirahatkanse
lamabeberapaminggudanselamaitutubuhmensintesiskolinesterasekembali,sehinggakadar
kolinesteraseakannaik.
Sintesisterjadidalamsumsumtulangbelakangkemudianmasukkedalamsirkulasidarah.
Sedangkankolinesterasedalamplasmadisintesisdalamhati.
NegarabagianCaliforniamenentukanbatasnilaiambangkeracunanpestisidaorganofosfat
dikalanganpekerjapertanianyaituuntukaktivitaskolinesterasedalambutirdarahmerah>70%d
anpadaplasma>60%darinilainormal,sedangkanWHOmenetapkannilaiambangkeracunan
pestisidaorganofosfatjikaaktivitaskolinesterasedalamplasmadanbutirdarahmerahmencapai
70%darinilainormal.
Jikapenurunanaktivitaskolinesterasemencapainilaitersebut,makapekerjaharusdijauhkand
aripaparanpestisidadanbarudiizinkankembalibekerjadenganpestisidajikaaktivitaskolinest
erasenyamenjadi80%ataulebihdarinilainormal.
PenelitianyangdilakukanolehRaini(2000)pada80petanipenyemprotpestisidayang
keracunanpestisidadengankolinesterase<75%,rataratasubyekmemerlukanwaktupemulihan
kembali1minggudanuntukkolinesterase<62,5%,memerlukanwaktu2minggu
Pengaruh bahan-bahan racun pada tubuh
Bahan-bahan kimia beracun atau bahan-bahan racun lainnya dapat menimbulkan gangguangangguan kesehatan dalam berbagai bentuk:
1. Mempengaruhi sistem sirkulasi darah
a. Jaringan darah (pembuluh darah), menimbulkan shock disebabkan berkurangnya
aliran darah (vasogenic shock) dan berkurangnya volume, darah pada jaringan
sel-sel otak disebabkan adanya penyempitan pembuluh-. pembuluh darah.
b. Jantung merendahkan tekanan/denyut jantung (hypotentie cardiac) terlalu banyak
darah mengalir ke jantung atau terlalu banyak darah dalam jantung (kongesti
jantung).
c. Irama detak jantung tidak teratur (cardiac arrhytrnias).
d. Jantung mendadak berhenti (cardiac arrest).
2. Mempengaruhi sistem sarap pusat:
a. Rasa sakit
b. Rangsangan sarap sentral yang berlebihan (hyperexitability), banyak
bicara/mengaco (dellirium), timbulnya kejang-kejang (konvulsi) dan berkurangnya
zat pembakaran (oksigen) dalam darah.
c. Depresi (penekanan) terhadap sarap pusat ditandai dengan timbulnya
kelumpuhan reflek umum, terhentinya alat pernapasan (asphyxia) dan gangguan
metabolisme dalam sel-sel otak.

d. Gangguan atau kelainan psikis (kejiwaan).


3. Pengaruh terhadap alat pencernaan seperti rongga mulut (gastro intestinal tracts),
seperti rasa mual (nausea), muntah, rasa sakit daerah lambung (abdominal pain) dan
mencret (diare).
4. Pengaruh terhadap alat perkencingan, seperti gangguan pengeluaran air kencing/
kencing sedikit-sedikit (urinary retention) gejala kerusakan ginjal.
5. Kerusakan pada hati (hepar), pingsan disebabkan gangguan pada hati (hepatic
coma).
6. Pengaruh terhadap keseimbangan air dalam elektrolit dalam tubuh (dehydrasi), yaitu
keseimbangan garam (NaCl), keseimbangan asam dan basa (acidosis dan alkalosis),
gangguan keseimbangan postasium dan kalsium dalam darah.
7. Luka bakar kimia pada kulit, selaput lendir pada mulut/tenggorok (moucus
membrance) dan selaput lendir mata.
Pestisida
organofosfat berikatan dengan enzim dalam darah yang berfungsi mengatur
kerjanya syaraf yaitu kolinesterase. Kolinesterase adalah enzim darah yang
diperlukan agar syaraf dapat berfungsi dengan baik. Ketika seseorang
keracunan organofosfat, tingkat aktivitaskolinesterase akan turun. Ada dua
tipe kolinesterase dalam darah, yaitu yang terdapat dalam sel darah merah dan
yang terdapat dalam plasma darah. Apabila kolinesterase terikat, enzim tidak
dapat menjalankan tugasnya dalam tubuh terutama meneruskan perintah ke
otot-otot tertentu dalam tubuh, sehingga otot-otot senantiasa bergerak tanpa
dapat dikendalikan.
Farmakokonetik dan Mekanisme Kerja
Organofosfat diabsorbsi dengan baik melalui inhalasi, kontak kulit, dan tertelan
dengan jalan utama pajanan pekerjaan adalah melalui kulit.(4)
Pada umumnya organofosfat yang diperdagangkan dalam bentuk thion
(mengandung sulfur) atau yang telah mengalami konversi menjadi -okson
(mengandung oksigen), dalam okson lebih toksik dari bentuk thion. Konversi
terjadi pada lingkungan sehingga hasil tanaman pekrja dijumpai pajanan residu yang
dapat lebih toksik dari pestisida yang digunakan. Sebagian besar sulfur dilepaskan ke
dalam bentuk mercaptan, yang merupakan hasil bentuk aroma dari bentuk thion
2002 digitized by USU digital library 3
organofosfat. Mercaptan memiliki aroma yang rendah, dan reaksi-reaksi bahayanya
meliputi sakit kepala, mual, muntah yang selalu keliru sebagai akibat keracunan akut
organofosfat.(4)
Konversi dari thion menjadi -okson juga dijumpai secara invivo pada metabolisme
mikrosom hati sehingga okson menjadi pestisida bentuk aktif pada hama binatang
dan manusia. Hepatik esterase dengan cepat menghidrolisa organofosfat ester,
menghasilkan alkil fosfat dan fenol yang memiliki aktifitas toksikologi lebih kecil dan
cepat diekskresi.
Organofosfat menimbulkan efek pada serangga, mamalia dan manusia melalui
inhibisi asetilkolinesterase pada saraf.(1,2,3,4,5,6,7)
Fungsi normal asetilkolin esterase adalah hidrolisa dan dengan cara demikian tidak

mengaktifkan asetilkolin. Pengetahuan mekanisme toksisitas memerlukan


pengetahuan lebih dulu aksi kolinergik neurotransmiter yaitu asetilkolin (ACh) .
Reseptor muskarinik dan nikotinik-asetilkolin dijumpai pada sistem saraf pusat dan
perifer.(1)
Pada sistem saraf perifer, asetilkolin dilepaskan di ganglion otonomik :
1. sinaps preganglion simpatik dan parasimpatik
2. sinaps postgamglion parasimpatik
3. neuromuscular junction pada otot rangka.
Pada sistem saraf pusat, reseptor asetilkolin umumnya lebih penting toksisitas
insektisitada organofosfat pada medulla sistem pernafasan dan pusat vasomotor.
Ketika asetilkolin dilepaskan, peranannya melepaskan neurotransmiter untuk
memperbanyak konduksi saraf perifer dan saraf pusat atau memulai kontraksi otot. Efek
asetilkolin diakhiri melalui hidrolisis dengan munculnya enzim asetilkolinesterase
(AChE). Ada dua bentuk AChE yaitu true cholinesterase atau asetilkolinesterase yang
berada pada eritrosit, saraf dan neuromuscular junction. Pseudocholinesterase atau
serum cholisterase berada terutama pada serum, plasma dan hati.(1,4)
Insektisida organofosfat menghambat AChE melalui proses fosforilasi bagian ester
anion. Ikatan fosfor ini sangat kuat sekali yang irreversibel. Aktivitas AChE tetap
dihambat sampai enzim baru terbentuk atau suatu reaktivator kolinesterase
diberikan. Dengan berfungsi sebagai antikolinesterase, kerjanya menginaktifkan
enzim kolinesterase yang berfugnsi menghidrolisa neurotransmiter asetilkolin (ACh)
menjadi kolin yang tidak aktif. Akibatnya terjadi penumpukan ACh pada sinapssinaps
kolinergik, dan inilah yang menimbulkan gejala-gejala keracunan
organofosfat.(1,2,3,4,6,7)
Pajanan pada dosis rendah, tanda dan gejala umumnya dihubungkan dengan
stimulasi reseptor perifer muskarinik. Pada dosis lebih besar juga mempengaruhi
reseptor nikotinik dan reseptor sentral muskarinik. Aktivitas ini kemudian akan
menurun, dalam dua atau empat minggu pada pseudocholinesterase plasma dan
empat minggu sampai beberapa bulan untuk eritrosit.(1)
Pestisida organofosfat dan karbamat menimbulkan efek pada serangga,
mamalia dan manusia melalui inhibisiasetilkolinesterase pada saraf.
vii
Pestisida organofosfat dan karbamat menghambat enzim asetilkolinesterase
(AChE) melalui proses fosforilasi bagian ester anion. Aktivitas AChE tetap
dihambat sampai enzim baru terbentuk kembali atau suatu reaktivator
kolinesterase diberikan. Penumpukan ACh yang terjadi akibat terhambatnya
enzim AChE inilah yang menimbulkan gejala-gejala keracunan
organofosfat.
viii
Gejala klinik baru akan timbul bila aktivitas kolinesterase 50%
dari normal atau lebih rendah. Akan tetapi gejala dan tanda keracunan
organofosfat juga tidak selamanya spesifik bahkan cenderung menyerupai
gejala penyakit biasa.
Mekanisme Keracunan Pestisida

a. Farmakokinetik
Inhibitor kolinesterase diabsorbsi secara cepat dan efektif melalui
oral, inhalasi, mata, dan kulit. Setelah diabsorbsi sebagian besar
diekskresikan dalan urin, hampir seluruhnya dalam bentuk metabolit.
Metabolit dan senyawa aslinya di dalam darah dan jaringan tubuh terikat
pada protein. Enzim-enzim hidrolitik dan oksidatif terlibat dalam
metabolisme senyawa organofosfat dan karbamat. Selang waktu antara
absorbsi dengan ekskresi bervariasi.
b. Farmakodinamik
Asetilkolin (ACh) adalah penghantar saraf yang berada pada
seluruh sistem saraf pusat (SSP), saraf otonom (simpatik dan
parasimpatik), dan sistem saraf somatik.
xxiv
Asetilkolin bekerja pada
ganglion simpatik dan parasimpatik, reseptor parasimpatik, simpangan
saraf otot, penghantar sel-sel saraf dan medula kelenjar suprarenal. Setelah
masuk dalam tubuh, golongan organofosfat dan karbamat akan mengikat
enzim asetilkolinesterase (AChe), sehingga AChe menjadi inaktif dan
terjadi akumulasi asetilkolin. Enzim tersebut secara normal menghidrolisis
asetilkolin menjadi asetat dan kolin. Pada saat enzim dihambat,
mengakibatkan jumlah asetilkolin meningkat dan berikatan dengan reseptor
muskarinik dan nikotinik pada system saraf pusat dan perifer. Hal tersebut
menyebabkan timbulnya gejala keracunan yang berpengaruh pada seluruh
bagian tubuh. Keadaan ini akan menimbulkan efek yang luas.
24
Gambar 2.3. Reaksi Hidrolisis Asetilkolin Menjadi Asetat dan Kolin oleh
Enzim Asetilkolinesterase
xxv
Organofosfat menghambat aksi pseudokolinesterase dalam plasma
dan kolinesterase dalam sel darah merah dan pada sinapsisnya.
Penghambatan kerja enzim terjadi karena organofosfat melakukan
fosforilasi enzim tersebut dalam bentuk komponen yang stabil. Potensiasi
aktivitas parasimpatik post-ganglionik, mengakibatkan kontraksi pupil,
stimulasi otot saluran cerna, stimulasi saliva dan kelenjar keringat,
kontraksi otot bronkial, kontraksi kandung kemih, nodus sinus jantung dan
nodus atrio-ventrikular dihambat.
Mula-mula stimulasi disusul dengan depresi pada sel sistem saraf
pusat (SSP) sehingga menghambat pusatpernafasan dan pusat kejang.
Stimulasi dan blok yang bervariasi pada ganglion dapat mengakibatkan
tekanan darah naik atau turun serta dilatasi atau miosis pupil. Kematian
disebabkan karena kegagalan pernafasan dan blok jantung.
Pada pestisida golongan organofosfat dengan bahan aktif
2,4-dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D), toksisitas akut pada manusia dapat
menyebabkan neurotoksik pada paparan melalui inhalasi dan oral, serta
timbulnya kudis dan dermatitis pada kontak melalui kulit. Toksisitas kronik
pada manusia belum terlaporkan, namun toksisitas kronik (non kanker)

pada hewan uji melalui paparan oraldapat menyebabkan penurunan kadar


Hb, gangguan fungsi hati dan kelainan pada ginjal.
xxvi
Golongan organofosfat dapat dikelompokkan menjadi sebuah grup
berdasarkan gejala awal dan tanda-tanda yang mengikuti seperti anoreksia,
sakit kepala, pusing, cemas berlebihan, tremor pada mulut dan kelopak
mata, miosis, dan penurunan kemampuan melihat. Tingkat paparan yang
sedang menimbulkan gejala dan tanda seperti keringat berlebihan, mual, air
ludah berlebih, lakrimasi, kram perut, muntah, denyut nadi menurun, dan
tremor otot. Tingkat paparan yang berlebihan akan menimbulkan kesulitan
pernafasan, diare, edema paru-paru, sianosis, kehilangan kontrol pada otot,
kejang, koma, dan hambatan pada jantung.
Efek keracunan pestisida organofosfat dan karbamat pada sistem
saraf pusat (SSP) termasuk pusing, ataksia, dan kebingungan. Ada
beberapa cara pada respon kardiovaskuler, yaitu penurunan tekanan darah
dan kelainan jantung serta hambatan pada jantung secara kompleks dapat
mungkin terjadi
[core.ac.uk]
Mekanisme keracunan pestisida organofosfat
Organofosfat bekerja sebagai kolinesterase inhibitor. Kolinesterase
merupakan enzim yang bertanggung jawab terhadap metabolisme
asetilkolin (ACh) pada sinaps setelah ACh dilepaskan oleh neuron
presinaptik. ACh berbeda dengan neurotransmiter lainnya dimana secara
fisiologis aktivitasnya dihentikan menlalui melalui proses metabolisme
menjadi produk yang tidak aktif yaitu kolin dan asetat. Adanya inhibisi
kolinesterase akan menyebabkan ACh tertimbun di sinaps sehingga terjadi
stimulasi yang terus menerus pada reseptor post sinaptik.
20
20
ACh dibentuk pada seluruh bagian sistem saraf. ACh juga dapat
dijumpai di otak khususnya sistem saraf otonom. ACh berperan sebagai
neurotransmiter pada ganglio simpatis maupun parasimpatis, dimana ACh
akan berikatan dengan reseptor kolinergik nikotinik. Inhibisi kolinesterase
pada ganglion simpatis akan meningkatkan rangsangan simpatis dengan
manifestasi klinis midriasis, hipertensi dan takikardia. Inhibisi
kolinesterase pada ganglion parasimpatis akan menghasilkan peningkatan
rangsangan saraf parasimpatis dengan manifestasi klinis miosis,
hipersalivasi dan bradikardi. Besarnya rangsangan pada masing-masing
saraf simpatis dan parasimpatis akan berpengaruh pada manifestasi klinis
yang muncul. ACh juga berperan sebagai neurotransmiter neuron
parasimpatis yang secara langsung menyarafi jantung melalui saraf vagus,
kelenjar dan otot polos bronkus. Berbeda dengan pada ganglion, reseptor
Gambar 1. Hidrolisis asetilkolin intrasinaptik . Ach=acetylcholine;
M=muscarinic; NM=Nicotinic, neuromuscular junction; NN
=Nicotinic ganglionic.

20
21
kolinergik pada daerah ini termasuk subtipe muskarinik (M). Inhibisi
kolinesterase secara langsung pada pada organ-organ ini menjelaskan
manifestasi klinis yang dominan parasimpatik pada keracunan
organofosfat, dimana daerah tresebut merupakan target utama
organofosfat. Miosis umumnya terjadi pada orang yang terpapar
organofosfat volatil akibat stimulasi parasmpatis secara langsung pada
mata.Organofosfat merupakan pestisida yang memiliki efek irreversible
dalam menginhibisi kolinesterase, acethylcholine esterase dan neuropathy
target esterase (NTE) pada binatang dan manusia. Paparan terhadap
Gambar 2. Pengaruh inhibisi kolinesterase pada sistem saraf. A=adrenergik; GI=
gasterointestinal; M=muscarinic; N=nicotinic; NMJ=neuromuscular junctionorganofosfat
akan mengakibatkan adanya hiperstimulasi muskarinik
(kolinergik) dan stimulasi reseptor nikotinik. Beberapa pestisida juga
menginhibisi NTE secara irreversible. Organofosfat akan menginhibisi
AChE dengan membentuk phosphorilated enzyme (enzyme-OP complex).
AChE ini sangat penting untuk ujung saraf muskarinik dan nikotinik dan
pada sinaps sistem saraf pusat (SSP). Inhibisi AChE akan menyebabkan
prolonged action dan acythylcholine yang berlebihan pada sinaps saraf
autonom, neuromuskular dan SSP.
Intoksikasi akan berhenti bila ada reaktivasi kompleks AChE-Op
dengan proses yang lambat. Reaktivasi ini dapat diperbaiki dengan
pemberian obat golongan oxime yang merupakan nucleophilic agents,
namun action dari oxime ini dibatasi dengan aging reaction yaitu lama
waktu proses hidrolisa enzim kompleks OP. Proses aging akan
mengakbatkan enzim tidak dapat direaktivasi oleh oxime. Aging reaction
terjadi dalam waktu 48 -72 jam setelah keracunan, sehingga oxime tidak
akan berfungsi maksimal bila diberikan 48-72 jam setelah keracunan.
Walapun demikian dalam kenyataannya setiap jenis organofosfat memiliki
aging time yang berbeda.
Pada keracunan pestisida organosfosfat seperti klorpirifos,
diazinon, parathion, chlorfenvinphos memiliki half live aging yang
panjang sehingga pengobatan dengan oxime dapat diberikan dalam waktu
yang cukup dan cukup efektif digunakan untuk reaktivasi. Dalam
penghambatan pada transmisi nikotinik dibutuhkan inhibisi pada 80%
AChE sinaps, sehingga nicotinic syndrome hanya terjdi pada keracunan
berat organofosfat.
Dampak keracunan pestisida terhadap sistem pernafasan
Pestisida yang masuk ke dalam tubuh dapat secara langsung
mengiritasi saluran pernafasan dan juga paru-paru ataupun bisa secara
tidak langsung mengganggu sistem pernafasan jika irritan mengenai pusat
pernafasan pada sistem saraf pusat sehingga dapat menyebabkan terjadinya
depresi pernafasan saat terjadi paparan akut. Paru-paru yang terkena

paparan lama-kelamaan akan terjadi fibrosis dan menurunkan


keelastisannya sehingga mengganggu pengembangan paru.
Jika mengenai saluran pernafasan, pestisida golongan organofosfat
melalui nervus vagus sangat potensial menginduksi bronkokonstriksi
dengan cara menurunkan fungsi reseptor muskarinik M2 yang normalnya
menghambat pelepasan ACh dari saraf parasimpatis yang mensuplai otot
polos saluran nafas.
Kehilangan fungsi reseptor muskarinik M2 mengarahkaan pada
peningkatan pelepasan ACh dari saraf parasimpatis dan berakibat
bronkokonstriksi yang di perantarai nervus vagus. Selanjutnya hal ini
akan berkonstribusi terhadap kejadian hiperreaktif jalan nafas.
Selain merangsang bronkokonstriksi, peningkatan pelepasan ACh
juga merangsang peningkatan sekresi mukus pada mukosa saluran nafas,
sehingga lumen bronkus akan bertambah sempit. Manisfestasi yang terjadi
ialah adanya gejala sesak nafas terutama pada saat ekspirasi.
Penurunan kualitas ekspirasi ini berbanding lurus dengan
penurunan FEV1 dan VC yang dapat diukur dengan menggunakan
spirometer.
[eprints.undip.ac.id]
G. GEJALA DAN TANDA

[Sudarmo, Subiyakto. 1991. Pestisida. Kanisius: Yogyakarta]


Salah satu masalah utama yang berkaitan dengan keracunan pestisida adalah bahwa
gejala dan tanda keracunan umumnya tidak spesifik bahkan cenderung menyerupai gejala
penyakit biasa seperti mual, pusing, dan lemah sehingga oleh masyarakat dianggap
sebagai suatu penyakit yang tidak memerlukan terapi khusus. Gejala klinik baru akan
timbul bila aktivitas kolinesterase berkurang 50% dari normal atau lebih rendah.
Manifestasi Klinik Keracunan
A. Tanda dan Gejala
Keracunan organofosfat dapat menimbulkan variasi reaksi keracunan. Tanda dan
gejala dihubungkan dengan hiperstimulasi asetilkolin yang persisten.(1)
Tanda dan gejala awal keracunan adalah stimulasi berlebihan kolinergik pada otot
polos dan reseptor eksokrin muskarinik yang meliputi miosis, gangguan
perkemihan, diare, defekasi, eksitasi, dan salivasi (MUDDLES).(1,2,3,4,5,6,7)
Efek yang terutama pada sistem respirasi yaitu bronkokonstriksi dengan sesak nafas
dan peningkatan sekresi bronkus.(1) Dosis menengah sampai tinggi terutama terjadi
stimulasi nikotinik pusat daripada efek muskarinik (ataksia, hilangnya refleks,

bingung,, sukar bicara, kejang disusul paralisis, pernafasan Cheyne Stokes dan
coma.(1,2,4,7) Pada umumnya gejala timbul dengan cepat dalam waktu 6 8 jam,
tetapi bila pajanan berlebihan dapat menimbulkan kematian dalam beberapa menit.
Bila gejala muncul setelah lebih dari 6 jam,ini bukan keracunan organofosfat karena
hal tersebut jarang terjadi.(4)
Kematian keracunan akut organofosfat umumnya berupa kegagalan pernafasan.
Oedem paru, bronkokonstriksi dan kelumpuhan otot-otot pernafasan yang
kesemuanya akan meningkatkan kegagalan pernafasan.(1,4) Aritmia jantung
seperti hearth block dan henti jantung lebih sedikit sebagai penyebab kematian.(4)
Insektisida organofosfat diabsorbsi melalui cara pajanan yang bervariasi, melalui
inhalasi gejala timbul dalam beberapa menit. Ingesti atau pajanan subkutan
umumnya membutuhkan waktu lebih lama untuk menimbulkan tanda dan gejala.
Pajanan yang terbatas dapat menyebabkan akibat terlokalisir. Absorbsi perkutan
dapat menimbulkan keringat yang berlebihan dan kedutan (kejang) otot pada daerah
yang terpajan saja. Pajanan pada mata dapat menimbulkan hanya berupa miosis
atau pandangan kabur saja.
Inhalasi dalam konsentrasi kecil dapat hanya menimbulkan sesak nafas dan batuk.
Komplikasi keracunan selalu dihubungkan dengan neurotoksisitas lama dan
organophosphorus-induced delayed neuropathy(OPIDN).(1) Sindrom ini berkembang
dalam 8 35 hari sesudah pajanan terhadap organofosfat. Kelemahan progresif
dimulai dari tungkai bawah bagian distal, kemudian berkembang kelemahan pada
jari dan kaki berupa foot drop. Kehilangan sensori sedikit terjadi. Demikian juga
refleks tendon dihambat .(7)
B. Laboratorium
Nilai laboratorium tidak spesifik , yang dapat ditemukan bersifat individual pada
keracunan akut, diantaranya lekositosis, proteinuria, glikosuria dan
hemokonsentrasi. Walaupun demikian, perubahan aktifitas kolinesterase sesuai
dengan tanda dan gejala merupakan informasi untuk diagnosa dan penanganan
sebagian besar kasus.(4) Pada konfirmasi diagnosa, pengukuran aktifitas inhibisi
kolinesterase dapat digunakan, tetapi pengobatan tidak harus menunggu hasil
laboratotium.(1)
Pemeriksaan aktivitas kolinesterase darah dapat dilakukan dengan cara acholest
atau tinktometer. Enzim kolinesterase dalam darah yang tidak diinaktifkan oleh
organofosfat akan menghidrolisa asetilkolin ( yang ditambahkan sebagai substrat)
menjadi kolin dan asam asetat. Jumlah asam asetat yang terbentuk, menunjukkan
2002 digitized by USU digital library 5
aktivitas kolinesterase darah, dapat diukur dengan cara mengukur keasamannya
dengan indikator.
Pada pekerja yang menggunakan organofosfat perlu diketahui aktivitas normal
kolinesterasenya untuk dipakai sebagai pedoman bila kemudian timbul keracunan.
Manifestasi klinik keracunan akut umumnya timbul jika lebih dari 50 % kolinesterase
dihambat, berat ringannya tanda dan gejala sesuai dengan tingkat hambatan.
Gambaran klinis dari keracunan Akut Organofosfat
Gambaran klinis keracunan akut organofosfat dapat berupa keadaan
sebagai berikut:

a. Sindroma muskarinik
Sindroma muskarinik dengan gejala sebagai berikut: konstriksi
bronkus, hipersekresi bronkus, edema paru, hipersalivasi, mual,
25
muntah, nyeri abdomen, hiperhidrosis, bradikardi, polirua, diare, nyeri
kepala, miosis, penglihatatan kabur, hiperemia konjungtiva.
Onset terjadi segera setelah paparan akut dan dapat terjadi sampai
beberapa hari tergantung beratnya tingkat keracunan.
b. Sindroma nikotinik
Sindroma nikotinik pada umumnya terjadi setelah sindroma
muskarinik yang akan mencetuskan terjadinya sindroma intermediate
berupa delayed neuropathy. Hiperstimulasi neuromuscular junction
akan menyebabkan fasikulasi yang diikuti dengan neuromuscular
paralysis yang dapat berlangsung selama 2-18 hari. Paralisis biasanya
juga mempengaruhi otot mata, bulbar, leher, tungkai dan otot
pernafasan tergantung derajat berat keracunan.
c. Sindroma sistem saraf pusat
Sindroma sistem saraf pusat terjadi akibat masuknya pestisida ke otak
melalui sawar darah otak. Pada keracunan akut berat akan
mengakibatkan terjadinya konvulsi.
d. Organofosfat-Induced Delayed Neuropathy
Organophosphaet-Induced Delayed Neuropathy terjadi 2 4 mingu
setelah keracunan.
Diagnosis keracunan Organofosfat dengan mengukur kadar AChE
serum atau Red Blood Cell (RBC) dan test elektrodiagnostik.
Gambaran klinis tampak pada kadar RBC AChE < 75% Normal. Pada
kasus keracunan akut berat kadar AChE RBC dapat mencapai < 10%.
26
Monitoring untuk pemaparan organofosfat dilakukan dengan penilaian
kadar AChE darah. Standar nilai penurunan AChE di Indonesia adalah
sebagai berikut:
23
1. Normal bila kadar AChE > 75 %
2. Keracunan ringan bila kadar AChE 75 % - 50 %
3. Keracunan sedang bila kadar AChE 50% 25%
4. Keracunan berat bila kadar AChE < 25%

Pada masyarakat yang terkena pestisida organofosfat, tanda dan gejala keracunannya
adalah
1. timbulnya gerakan-gerakan otot tertentu,
2. pupil atau iris mata menyempit menyebabkan penglihatan kabur,
3. mata berair,
4. mulut berbusa dan berair liur banyak,
5. sakit kepala,
6. pusing,
7. keringat banyak,
8. detak jantung sangat cepat,
9. mual,
10. muntah-muntah,
11. kejang perut,
12. mencret,
13. sukar bernafas,
14. otot tidak dapat digerakkan atau lumpuh dan
15. pingsan.
Gejala klinis keracunan pestisida golongan organofosfat pada :
1. Mata ; pupil mengecil dan penglihatan kabur.
2. Pengeluaran cairan tubuh; pengeluaran keringat meningkat, lakrimasi, salivasi, daN
juga sekresi bronkial.
3. Saluran cerna; mual, muntah, diare, dan sakit perut.

4. Saluran nafas; batuk, bersin, dispnea, dan dada sesak.


5. Kardiovaskuler; bradikardia dan hipotensi.
6. Sistem saraf pusat; sakit kepala, bingung, berbicara tidak jelas, ataksia, demam,
konvulsi, dan koma.
7. Otot-otot; lemah, fascikulasi, dan kram.
8. Komplikasi yang dapat terjadi, antara lain edema paru, pernafasan berhenti, blokade
atrioventrikuler, dan konvulsi.
H. DIAGNOSIS
Diagnosis

Diagnosis didasarkan pada anamnesis dari anak atau pengasuh, pemeriksaan klinis dan
hasil investigasi, kemudian disesuaikan.
Carilah informasi tentang bahan penyebab keracunan, jumlah racun yang terpajan dan
waktu pajanan ke dalam tubuh secara lengkap.
Cobalah untuk mengenali bahan racun dengan melihat kemasannya. Pastikan juga tidak
ada anak lain yang terpajan. Gejala dan tanda keracunan sangat bervariasi bergantung pada jenis
racun, pajanan dan onset. (lihat bagian selanjutnya).
Periksalah tanda terbakar di dalam atau sekitar mulut, atau apakah ada stridor (kerusakan
laring) yang menunjukkan racun bersifat korosif.
Rawat inap semua anak yang keracunan zat besi, pestisida, parasetamol atau aspirin, narkotik,
obat anti depresan; anak yang tertelan bahan beracun secara sengaja dan anak yang mungkin
diberi obat atau racun secara sengaja oleh anak lain atau orang dewasa.
Anak yang kemasukan bahan korosif atau bahan hidrokarbon jangan dipulangkan sebelum
observasi selama 6 jam. Bahan korosif dapat menyebabkan luka bakar pada esofagus yang
mungkin tidak dapat segera terlihat dan bahan hidrokarbon jika terhirup dapat menyebabkan
edema paru yang mungkin membutuhkan waktu beberapa jam sebelum timbul gejala.
[ichrc.org]
I. TATA LAKSANA
PenangananKeracunanPestisida
Setiaporangyangpekerjaannyasering
berhubungandenganpestisidasepertipetani,
buruhpenyemprotdanIain-lainharusmengenali
gejaladantandakeracunanpestisidadenganbaik.
Tindakanpencegahanlebihbaikdilakukanuntuk
menghindarikeracunan.Setiaporangyang
berhubungandenganpestisidaharusmemperhatikanhal-halberikut:
1.Kenaligejaladantandakeracunanpestisida
danpestisidayangseringdigunakan.

2.Jikadidugakeracunan,korbansegeradibawa
kerumahsakitataudokterterdekat.
3.Identifikasipestisidayangmemaparikorban,
berikaninformasiinipadarumahsakitatau
dokteryangmerawat.
4.Bawalabelkemasanpestisidatersebut.Pada
labeltertulisinformasipertolonganpertama
penanganankorban.
5.Tindakandaruratdapatdilakukansampai
pertolongandatangataukorbandibawake
rumahsakit.
PertolonganPertamayangDilakukan
1.Hentikanpaparandenganmemindahkan
korbandansumberpaparan,lepaskanpakaian
korbandancuci/mandikankorban
MediaLitbangKesehatanVolumeXVIINomor3Tahun2007 17
2.Jikaterjadikesulitanpernafasanmakakorban
diberipernafasanbuatan.Korbandiinstruksikanagartetaptenang.Dampakseriustidak
terjadisegera,adawaktuuntukmenolong
korban
3.Korbansegeradibawakerumahsakitatau
dokterterdekat.Berikaninformasitentang
pestisidayangmemaparikorbandengan
membawalabelkemasanpestisida
4.Keluargaseharusnyadiberipengetahuan/
penyuluhantentangpesticidasehinggajika
terjadikeracunanmakakeluargadapat
memberikanpertolonganpertama
[ejournal.litbang.depkes.go.id]
Pengelolaan keracunan akut keracunan organofosfat adalah sebagai
berikut:
1. Stabilisasi kardiorespirasi
2. Mengganti baju yang kemungkinan telah terkontaminasi pestisida
3. Irigasi atau cuci kulit dan mata
4. Lavage lambung untuk mengurangi absorbsi racun
5. Pemberian Atropin suatu antagonis reseptor muskarinik asetilk oline.
6. Pemberian Oxime (Pralidoxime dan Obidoxime)
[eprints.undip.ac.id]

Penatalaksanaan awal pasien koma, kejang, atau perubahan keadaan mental


lainnya hams mengikuti cara pendekatan yang sama tanpa memandang jenis racun
penyebab. Usaha untuk membuat diagnosis toksikologi khusus hanya
memperlambat
penggunaan tindakan suporitif yang merupakan bentuk dasar (ABCD) pada
pengobatan keracunan.
Pertama, saluran napas (A) harus dibersihkan dan muntah atau beberapa
gangguan lain dan, bila diperlukan, suatu alat yang mengalirkan napas melalui oral atau
dengan memasukkan pipa endotrakea. Pada kebanyakan pasien, penempatan pada
posisi sederhana dalam posisi dekubitus lateral cukup untuk menggerakkan lidah yang
kaku (flaccid) keluar dan saluran napas.
Pernapasan (B) yang adekuat harus diuji
dengan mengobservasi dan mengukur gas darah arteri. Pada, pasien dengan insufisiensi
pernapasan harus dilakukan intubasi dan ventilasi mekanik.
Sirkulasi (C) yang cukup
harus diuji dengan mengukur denyut nadi, tekanan darah, urin yang keluar, dan evaluasi
perfusi perifer. Alat untuk intravena harus dipasang dan darah diambil untuk penentuan
serum glukosa dan untuk pemeriksaan rutin lainnya.
Pada waktu ini, setiap pasien dengan keadaan mental yang berubah harus diberi
larutan dekstrosa pekat (D). Orang dewasa diberikan larutan dekstrosa sebanyak 25 g

(50 mL larutan dekstrosa 50% secara intravena. Dekstrosa ini harus diberikan
secara
rutin, karena pasien koma akibat hipoglikemia ynag dengan cepat dan ireversibel akan
kehilangan sel-sel otak. Pasien hipoglikemia mungkin tampak sebagai pasien keracunan,
dan tidak ada metode yang cepat dan dapat dipercaya untuk membedakannya dan
pasien keracunan. Pada umumnya pemberian glukosa tidak berbahaya sementara
menunggu hasil pemeriksaan gula darah. Pada waktu ini, pasien alkoholik atau malnutrisi
juga harus diberi 100 mg tiamin intramuskular untuk mencegah timbulnya sindrom
Wernicke.
Antagoais narkotik nalokson (Narcan) dapat diberikan dengan dosis 0,4-2 mg
intravena. Nalokson akan memulihkan pemapasan dan depresi sistem saraf pusat akibat
semua jems obat narkotika. Ada manfaatnya untuk mengingat bahwa obat-obat ini
menimbulkan kematian terutama akibat depresi pernapasan; karena itu, bila bantuan
pernapasan dan pembebasan saluran pernapasan telah diberikan, nalokson mungkin
tidak diperlukan lagi. Antagonis benzodiazepin flumazenil bermanfaat pada pasien
dengan kecungaan takar lajak benzodiazepin, tetapi tidak boleh digunakan bila terdapat
riwayat kejang atau takar lajak antidepresan trisiklik, dan obat ini tidak boleh digunakan
sebagai pengganti penatalaksanaan saluran napas secara hati-hati.
Penatalaksanaan keracunan memerlukan satu pengetahuan tentang bagaimana
mengobati hipoventilasi, koma, syok, kejang, dan psikosis. Pertimbangan toksikokinetik
yang mendetil titik banyak artinya bila fungsi-fungsi vital tidak dipertahankan.
Hipoventilasi dan koma memerlukan perhatian khusus pada penatalaksanaan saluran
napas. Gas darah arteri harus sering diperiksa, dan aspirasi isi lambung harus dicegah.
Penatalaksanaan cairan dan elektrolit mungkin kompleks. Monitoring berat badan,
tekanan vena sentral, tekanan yang mendesak kapiler paru, dan gas darah arteri
diperlukan untuk memastikan pemberian cairan mencukupi tetapi tidak berlebihan.
Dengan tindakan suportif yang tepat untuk koma, syok, kejang, dan agitasi,
umumnya
memberikan harapan hidup bagi pasien keracunan.
Riwayat dan pemeriksaan fisik
Setelah dilakukan intervensi awal yang esensial, dapat dimulai evaluasi yang
terinci untuk membuat diagnosis spesifik. Hal ini meliputi pengumpulan riwayat yang
ada
dan melakukan pemeriksaan fisik singkat yang berorientasi pada toksikologi. Penyebab
koma lainnya atau kejang seperti trauma pada kepala, meningitis, atau kelainan
metabolisme harus dicari dan diobati.
A. Riwayat: Pemyataan dengan mulut tentang jumlah dan jenis obat yang ditelan
dalam kedaruratan toksik mungkin tidak dapat dipercayai. Bahkan anggota
keluarga,
polisi, dan pemadam kebakaran atau personil paramedis harus ditanyai tintuk
menggambarkan lingkungan di mana kedaruratan toksik ditemukan dan semua alat
suntik, botol-botol kosong, produk rumah tangga, atau obat-obat bebas di sekitar pasien
yang kemungkinan dapat meracuni pasien harus dibawa ke ruang gawat darurat.
B. Pemeriksaan Fisik: Pemeriksaan yang cepat harus dilakukan dengan

penekanan pada daerah yang paling mungkin memberikan petunjuk ke arah diagnosis
toksikologi. Hal ml tertnasuk tanda-tanda vital, mata dan mutut, kulit, abdomen,
dan
sistem saraf.
1. Tanda-tanda vital- Evaluasi dengan teliti tanda-tanda vital (tekanan darah,
denyut nadi, pernapasan, dan suhu tubuh) merupakan hal yang esensial dalam
kedaruratan toksikologi. Hipertensi dan takikardia adalah khas pada obat-obat
amfetamin, kokain, fensiklidin, nikotin, dan antimuskarinik. Hipotensi dan
bradikardia,
merupakan gambaran karakteristik dan tkar lajak narkotika, kionidin, sedatifhipnotik
dan beta bloker. Takikardia dan hipotensi sering terjadi dengan antidepresan
trisiklik,
fenotiazin, dan teofihin. Pernapasan yang cepat adalah khas pada amfetamin dan
simpatomimetik lainnya, salisilat, karbon monoksida dan toksin lain yang menghasilkan
asidosis metabolik. Hipertermia dapat disebabkan karena obat-obat simpatomimetik,
antimuskarinik. salisilat dan obat-obat yang menimbulkan kejang atau kekakuan
otot.
Hipotermia dapat disebabkan oleh takar lajak yang berat dengan obat narkotik,
fenotiazin, dan obat sedatif, terutama jika disertai dengan pemaparan pada lingkungan
yang dingin atau infus intravena pada suhu kamar.
2. Mata. Mata merupakan sumber informasi toksikologi yang berharga. Konstriksi
pupil (miosis) adalah khas utituk keracunan narkotika, klonidin, fenotiazin,
insektisida
organofosfat dan penghambat kolinesterase lainnya, serta korna yang dalatn akibat obat
sedatif. Dilatasi pupil (midriasis) umumnya terdapat pada amfetamin, kokain, LSD,
atropin, dan obat antirnuskarinik lain. Nistagmus riorizontal dicirikan pada
keracunan
dengan fenitoin, alkohol, barbiturat, dan obat seclatit lain. Adanya nistagmus horizontal
dan vertikal memberi kesan yang kuat keracunan fensiklidin. Ptosis dan
oftalmoplegia
merupakan gambaran karakteristik dari botulinum.
Universitas Gadjah Mada 5
3. Mulut. Mulut dapat memperlihatkan tanda-tanda luka bakar akibat zat-zat
korosif. atau jelaga dan inhalasi asap. Bau yang kaas dan alkohol, pe(arut hidrokarbon.
Paraldehid. atau amonia mungkin perlu dicatat. Keracunan dengan sianida dapat dikenali
oleh beberapa pemeiriksa sebagai bau seperti bitter almonds. Arsen dan
organofosfat
telah dilaporkan menghasilkan bau seperti bau bawang putih.
4. Kulit. Kulit sering tampak merah, panas, dan kering pada keracunan dengan
atropin dan antim.uskarinik lain. Keringat yang herlebihan diternukan pada
keracunan
dengan organofosfat, nikotin, dan ohat-obat simpatomimetik. Sianosis dapat disehabkan
oleh hipoksemia atau methemoglohinemia. Ikterus dapat memheri kesan adanya
nekrosis hati akilat keracunan asetaminofen atau jamur A manila phailoides.

5. Abdomen. Pemeriksaan abdomen dapat menunjukkan ileus, yang khas pada


keracunan dengan antimuskarinik, narkotik, dan obat sedatif. Bunyi usus yang hiperaktif,
kramp perut, dan diare adalah urnum terjadi pada keracunan dengan organofosfat, besi,
arsen, teofihin, dan A.phalloides.
6. Sistem saraf. Pemeriksaan neurologik yang teliti adalah esensial. Kejang fokal
atau defisit motorik lebih menggambarkan lesi struktural (seperti perdarahan intrakranial
akibat trauma) daripada ensefalopati toksik atau metabolik. Nistagmus, disartria,
dan
ataksia adalah khas pada keracunan fenitoin, alkohol, barbiturat, dan keracunan sedatif
lainnya. Kekakuan dan hiperaktivitas otot umum ditemukan pada metakualon,
haloperidol, fensiklidin (PCP), dan obat-obat simpatomimetik. Kejang sering disehabkan
oleh takar lajak antidepresan trisiktik, teotilin, isoniazid, dan fenotiazin. Koma
ringan
tanpa refleks dan bahkan EEG isoelektrik mungkin terlihat pada koma yang dalam
karena obat narkotika dan sedatif-hipnotik, dan mungkin menyerupai kematian otak

Prosedur Laboratorium & Sinar -X


Uji Laboratoriurn rutin yang bermanfaat dalam diagnosis toksikologi adalah sebagai
berikut: .
A. Gas Darah Arteri: Hipoventilasi akan menyebabkan peningkatan PCO
2
(hiperkapnia). PO2 dapat rendah dengan aspirasi pneumonia atau obat-obat yang
menginduksi edema paru. Oksigenisasi jaringan . yang kurang akibat hipoksia, hipotensi.
atau keracunan sianida akan menghasilkan asidosis metabolik. PO2 hanya
mengukur
oksigen yang larut dalam plasma dan bukan merupakan total oksigen dalam darah.

karena itu pada keracunan karbon monoksida mungkin PO


2 tampak normal meskipun
ada defisiensi oksihemoelobin yang nyata dalam darah.
B. Elektrolit: Natrium. kalium. kloiida, dan bikarbonat harus diukur. Anion gap
dihitung dengan mengurangi anion dan kation-kation:
Anion gap = (NA
+
+K
+
) - (HCO3-+ CI
-)
Dalam keadaan normal, Anion gap tidak lebih besar dari 12- 16 meq/L. Anion gap
yang Iebih besar dari yang diperkirakan, disebabkan oleh adanya anion yang tidak
terukur yang menyertai asidosis metabolik. Sebagai contoh, hal ini disebabkan oleh
ketoasidosis diahetik, gagal ginjal, atau asidosis laktat yang diinduksi syok Ubat
yang
dapat menginduksi asidosis metabolik dengan peningkatan Anion gap (Tabel 60 -2)
termasuk aspirin, metanol, etilen glikol. isoniazid, dan besi.
Perubahan dalam tingkat kadar serum kalium dapat membahayakan karena ini
dapat menyebabkan aritmia jantung. Obat yang dapat menyebabkan hiperkalemia
meskipun dengan fungsi ginjal normal termasuk kalium sendiri, penghambat
adrenoseptor-beta, glikosicia digitalis, fluorida, dan litium. Obat-obat yang berkaitan
dengan hipokalemia termasuk barium, agonis beta-adrenoseptor. kafein. teofihin,
diuretik, dan toluen.

C. Uji Fungsi Ginjal: Beberapa toksin mempunyai efek nefrotoksik; dalam kasus
lain, gagal ginjal merupakan akihat syok, koagulasi intravaskular yang menyebar
(disseminated irrtravascular coagulation, DTC), atau mioglohinuria. Tingkat kadar
nitrogen urea darah dan kreatinin harus diukur dan dilakukan urinalisis.
D. Osmolalitas Serum: Perhitungan osmolalitas serum terutama bergantung
pada natrium serum, glukosa serum serta nitrogen urea darah dan dapat
diperkirakan
dan rumus berikut:

Nilai normal perhitungan ini adalah 280-290 mosm/kg. Etanol dan alkohol lainnya
dapat menyumbang secara bermakna terhadap pengukuran osmolalitas serum, tetapi

karena alkohol ini tidak termasuk dalam perhitungan, menyebabkan suatu osmolargap:
Osmolargap =
Osmolalitas yang diukur - Osmolalitas yang dihitung
E. Elektrokardiogram: Pelebaran lama kompleks QRS yang lebih besar dari 0,1
detik adalah khas untuk takar lajak antidepresan trisiktik dan kuinidin.
F. Gambaran sinar-X: fotopolos abdomen mungkin berguna, karena beberapa
tablet, khususnya besi dan kalium, dapat berbentuk radiopaque. Foto toraks dapat
menunjukkan pneumonia aspirasi, pneumonia hidrokarbon, atau edema paru. Bila
dicurigai adanya trauma kapitis, dianjurkan untuk pemeriksaan CT-scan.
Saat Penelanan Racun
Untuk memperkirakan beratnya keracunan, hal ini penting untuk
mempertimbangkan waktu sejak saat menelan racun dan membandingkannya
dengan
kadar racun dalam plasma, bila ada alatnya. Pentingnya waktu dalam meng
evaluasi
kadar plasma telah diperlihatkan dengan baik terutama untuk keracunan aspirin. Kadar
aspirin 50 mg/dL 4-6 jam setelah penelanan hanya dihubungkan dengan keracunan
ringan: kadar yang sama yang diperoleh 36 jam setelah keracunan dihubungkan dengan
keracunan yang sangat berat. Dasar dan hubungan ini terletak pada fakta bahwa
manifestsi klinik dan efek toksik pada beberapa organ sasaran, seperti otak dengan jelas
dapat terlambat muncul beberapa waktu setelah tercapai kadar puncak dalam darah.
Kadar Toksin dalam Darah
Catatan: Terapi suportif tidak boleh ditunda sampai ada laporan hasil
pemeriksaan laboratorium.
Terdapat gawat darurat keracunan akut dalam jumlah relatif kecil yang
memerlukan pengukuran kadar racun dalam darah untuk mengevaluasi beratnya
keracunan dan unstuck petunjuk penatalaksanaan. Contohnya termasuk keracunan
asetaminofen, aspirin, litium, karbon monoksida, digoksin, karbarnazepin, dan
teofihin,
Keracunan dengan etanol, metanol, dan etilen glikol biasanya dapat didiagnosis
berdasarkan gejala klinik tetapi harus dikonfirmasi dengan laboratorium toksikologi.
Analisis kuantitatif darah dan urin untuk obat sedatif-hipnotik hanya penting jika
prosedur
suportif sederhana tidak tampak adekuat dan terutama bila tindakan dialisis perlu
dipertimhangkan, misalnya pada keracunan fenoharbital. Penyaringan yang luas dengan
pemeriksaan kuantitatif harus dikerjakan pada kasuskasus yang dicurigai kematian otak.
Pada Tabel 60-5 Terdapat obat-obat sedalifhipnotik yang umum terdapat, parameter
kinetiknya, dan cara pengobatannya.
Dekontaminasi
Prosedur dekontaminasi harus dilakukan setelah penilaian diagnostik awal dan
evaluasi laboratirum dikerjakan. Dekontaminasi mencakup tindakan mengeluarkan toksin
dan kulit atau saluran cerna.
A. Kulit: Pakaian yang terkontaminasi harus ditanggalkan semuanya dan
diamankan untuk dianalisis. Penetrasi toksin melalui kulit sukar diteliti tetapi harus

diantisipasi. Pencucian berulang-ulang dengan sabun dan jumlah air yang banyak harus
dilakukan.
B. Saluran Cerna: Terdapat pendapat yang bertentangan mengenai efektivitas
dan dekontaminasi usus, khususnya bila pengobatan dimulai Iebih dari 1 jam
setelah
penelanan zat. Beberapa ahli menganjurkan pemberian arang aktif sederhana tanpa
didahului pengosongan lambung pada pasien tertentu.
Peringatan: Melindungi saluran napas adalah merupakan hal yang sangat
esensial. Harus disediakan semua peralatan gawat darurat yang diperlukan, seperti
penghisap. Kejang, refleks muntah yang negatif, dan ulserasi membran mukosa
mulut
merupakan kontra indikasi untuk tindakan merangsang muntah. Bilasan lambung
dikontra indikasikan jika saluran pernapasan berisiko (misalnya, pada pasien yang tidak
sadar dengan refleks muntah yang tidak ada). Zat-zat asam dan alkali yang korosif harus
diencerkan tetapi tidak boleh dilakukan netralisasi. Para penolong tidak boleh menaruh
jari-jarinya dalam kerongkongan pasien dan tidak boleh menggunakan air garam
atau
mustard sebagai zat emetik.
Universitas Gadjah Mada 11
1. Muntah- Induksi muntah dapat dilakukan dengan pemberian sirup ipekak per
oral sebanyak 30 mL untuk orang dewasa atau 10-15 ml untuk anak-anak, hilang
diperlukan dapat diulang setiap setelah 15 menit, (Ekstrak cairan ipekak harus dihindari
karena konsentrasi emetiknya tinggi dan merupakan alkaloid yang toksik terhadap
jantung.) Penggunaan ipekak di rumah telah didokumentasikan aman dan efektif
serta
harus merupakan bagian dan pengobatan gawat darurat keracunan pada anak-anak di
rumah. Ipekak merupakan obat yang efektif, babkan juga efektif jika digunakan
dalam
dosis berlebihan. Ipekak tidak boleh digunakan bila dicurigai keracunan dengan
suatu
konvulsan (misalnya, antidepresan tnsiklik), karena kejang dapat timbul secara
mendadak dan aspirasi sangat mungkin terjadi bila sedang dalam kejang.
Apomorfin
jauh lebih toksik daripada ipekak, terutama pada anak, ena efek emetiknya yang
menetap dan menyebabkan depresi sistem saraf pusat. mortin tidak boleh digunakan.
2. Bilasan lambung- Bilasan lambung dapat dilakukan bila pasien terjaga (sadar
atau bila saluran napas telah dilindunsi oleh pipa endotrakeal (Gambar 60-4). Pipa yang
digunakan harus sebesar mungkin. Untuk mencegah hipotermia, arutan bilasan
(umurnnya larutan gararn 0,9%) hatus diberikan dalam suhu yang sarna dengan
suhu
tubuh.
3. Katarsis- Pemberian obat katartik akan mempercepat pengeluaran toksin dan
saluran cerna dan mengutang; absorpsi, walaupun tidak ada penelitian terkelola
yang
dilakukan untuk ini. Dokter anak telah melaporkan bahwa setelah pembenan obat-obat

katartik, mereka menemukan keseluruhan tablet dalam tinja-khususnya tablet yang


bersalut enterik. Jika diberikan arang aktif, tindakan ini sekaligus menandai tinja dengan
arang aktif, sehingga dapat diperkirakan total waktu transit saluran cerna. Sorbitol (70%)
merupakan obat katartik yang lebih disukai. Magnesium sulfat dapat juga diberikan jika
fungsi ginjal tidak rusak. Obat-obat katartik dengan dasar minyak tidak bermanfaat dan
mungkin merugikan. Tabel 60-6 bensi daftar beberapa katartik yang umum terdapat.
4. Arang Aktif
Dose
Adult and child
Initial dose: 1 g/kg body weight or 10:1 ratio of activated charcoal drug, whichever
is greater. Following massive ingestions, 2 g/kg may be indicated; however, it
may be difficult to administer doses in excess of 100 g.
Repetitive doses
0.5 to 1 g/kg body weight every 2 to 6 h tailored to the dose and dosage form of
drug ingested (larger doses and shorter dosing intervals may occasionally be
indicated). Note: Do not use repetitive doses of cathartics routinely.
Procedure
Universitas Gadjah Mada 12
1. Add 4-8 parts of water to chosen quantity of activated charcoal, if In powdered
form. This will form a transiently stable slurry that the patient can drink or have
placed down an urogastric hose.
2. The activated charcoal can be given in a mixture with the chosen cathartic.
3. If the patient vomits the dose, it should be repeated. Smaller, more frequent, or
continuous nasogastric ad ministration may be better tolerated. An antiemetic is
sometimes needed.
4. Repetitive doses are probably useful for drugs with a small volume of distribution,
low plsrna protein binding, biliary or gastric secretion, or active metabolites that
recirculate.
Contraindications
Caustic acids or alkalis (ineffective, and will accumulate in burned areas, making
endoscopy difficult).
Ilues (for repetitive dosing).
Patients with a risk of aspiration and an unprotected airway.
Antidotum Spesifik
Konsep salah yang umum terdapat ialah bahwa untuk setiap racun ada dotumnya.
Yang benar adalah sebaliknya antidotum yang tersedia relatif sedikit yaitu hanya
untuk
beberapa golongan toksin tertentu saja. Antidotum utama dan karakteristiknya terdapat
pada
Tabel 60-7. Obat-obat ini merupakan tambahan untuk zat imunologi seperti
antivenin ular
(lihat bawah) dan antibodi digoksin.
Tabel antidotum yang direkomendasikan.

Metode Meningkatkan Eliminasi Toksin


Setelah prosedur diagnosis dan dekontarninasi yang tepat serta pemberian
antidotum yang sesuai, penting untuk rnempertimbangkan tindakan untuk
meningkatkan
eliminasi toksin, seperti diuresis paksa, dialisis, atau prosedur pertukaran
(exchance). Bila
asien dapat mengeliminasi toksin dengan cepat, periode waktu koma akan menjadi
pendek,
metbolit dibuang, Dan kerusakan organ akan berkurang. Jadi, penting unstuck
memiliki
pengetahuan tentang toksikokinetik racun.
Pada kasus takar lajak masif, jalur eliminasi dengan kapasitas terbatassering jenuh.
Obat-obatan yang telah terbukti memperlihatkan toksikokinetik yang bergantung
pada
konsentrasi dalam keadaan takar lajak adalah etanol, salisilat, fenitoin, kioral
hidrat,
etklorvinol, beberapa barbiturat, teofihin dan asetaminofen. Pada kasus-kasus yang
menelan
ohat toksik in, cara unstuck memperkuat eliminasi yang rnengkontribusikan hersihan
tubuh
total dengan jelas dapat memperbaiki basil klinik.
Teknik yang tersedia:
Universitas Gadjah Mada 15

1. Prosedur dialisis, termasuk dialisis peritoneal, hemodialisis, dan hemoperfusi,


secara
teoritis menarik perhatian sebagai suatu cara pengeluaran toksin yang dieliminasi melalui
mekanisme metabolik yang tidak dapat ditingkatkan.
2. Eliminasi melalui ginjal beberapa toksin ditingkatkan oleh perubahan pH urin.
Alkalinisasi
urin bermanfaat pada kasus takar lajak salisilat atau fenobarbital. Diuresis paksa dengan
volume cairan yang berlebihan meningkatkan risiko gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit serta memperburuk fungsi paru.
Kesalahan yang sering terjadi dalam penatalaksanaan keracunan
Antidotum universal (arang roti panggang, mangnesium oksid, asam tannat)
bermanfaat dan malahan dapat merusak. Bila akan digunakan sirup ipekak, tersebut harus
diberikan serentak dan tidak boleh ditunda sampai di rumah sakit pada waktu
prosedur
evaluasi di ruang gawat darurat. Pengalanian klinik, khususnya pada bagian anakanak,
menyatakan bahwa ipekak dapat diberikan oleh orang awam, khususnya bila
diinstruksikan
oleh dokter melalui telepon.
Pada masa lampau, zat-zat asani dan alkali yang tertelan dinetralisasi; hal ini akan
membebaskan panas dan menambah destruksi jaringan. Pelarutan zat-zat kaustik dan
asam
lebih baik dilakukan. Susu atau air dapat digunakan dalam jumlah yang berlebihan
(sampai
15 mL/kg). lnduksi muntah dengan menempatkan jan tangan dalarn tenggorokan
atau
dengan garam tembaga atau larutan hipertonik akan merusak mulut dan esofagus.
Penggunaan obat katartik dengan dasar minyak dapat rnenyebabkan pneumonia
lipid.
Cairan pembilas yang banyak mengandung natniurn dan fosfat dapat menyebabkan
gangguan keseimbangan elektrolit yang berat. Hidrasi secara berlebihan dapat
memperburuk fungsi paru. Glukosa dalam jumlah besar dapat menurunkan kadar fosfat
dan
kalium. Stimulan pernapasan dan obat analeptik tidak bermanfaat dan merusak dalam
gawat
darurat toksik.
Pemantauan fungsi ginjal dan hati merupakan hal yang penting. Destruksi otot
(rhabdomiolisis) dapat menyebabkan gagal ginjal akut. Pengasaman urin yang kurang
hatihati dapat meningkatkan kemungkinan gagal ginjal sebagai hasil dari destruksi dan
ekskresi
mioglobin. Kateter dalam vena dan arteri atau dalam kantung kemih dapat menjadi
sumber
infeksi. Jumlah cairan yang hesar dalam suhu kamar atau prosedur dialisis dapat

menurunkan suhu tubuh dan memperburuk fungsi kardiovaskular. Pengobatan suportif


yang
sesuai adakalanya dapat memperpanjang masa hidup fisiologik pasien dengan
gangguan
neurologik. Walaupun demikian, perlu sangat berhati-hati, dalam mendiagnosis
kematian
otak khususnya pada kasus dengan takar lajak obat sedatif-hipnotik, pasien seperti ini
dapat
bangun kembali beberapa hari setelah tidak adanya aktivitas EEG
[elisa.ugm.ac.id]
Penatalaksanaan (1,2,4,6,7)
Penanganan keracunan insektsida organofosfat harus secepat mungkin dilakukan.
Keragu-raguan dalam beberapa menit mengikuti pajanan berat akan meningkatkan
timbulnya korban akibat dosis letal.(1) Beberapa puluh kali dosis letal mungkin
dapat diatasi dengan pengobatan cepat.
Pertolongan pertama yang dapat dilakukan :
1. Bila organofosfat tertelan dan penderita sadar, segera muntahkan penderita
dengan mengorek dinding belakang tenggorok dengan jari atau alat lain, dan
/atau memberikan larutan garam dapur satu sendok makan penuh dalam
segelas air hangat. Bila penderita tidak sadar, tidak boleh dimuntahkan karena
bahaya aspirasi.
2. Bila penderita berhenti bernafas, segeralah dimulai pernafasan buatan. Terlebih
dahulu bersihkan mulut dari air liur, lendir atau makanan yang menyumbat jalan
nafas. Bila organofosfat tertelan, jangan lakukan pernafasan dari mulut ke
mulut.
3. Bila kulit terkena organofosfat, segera lepaskan pakaian yang terkena dan kulit
dicuci dengan air sabun.
4. Bila mata terkena organofosfat, segera cuci dengan banyak air selama 15 menit.
Pengobatan
1. Segera diberikan antidotum Sulfas atropin 2 mg IV atau IM. Dosis besar ini tidak
berbahaya pada keracunan organofosfat dan harus dulang setiap 10 15 menit
sampai terlihat gejala-gejala keracunan atropin yang ringan berupa wajah merah,
kulit dan mulut kering, midriasis dan takikardi. Kewmudian atropinisasi ringan ini
harus dipertahankan selama 24 48 jam, karena gejala-gejala keracunan
organofosfat biasanya muncul kembali. Pada hari pertama mungkin dibutuhkan
sampai 50 mg atropin. Kemudian atropin dapat diberikan oral 1 2 mg selang
beberapa jam, tergantung kebutuhan.
Atropin akan menghialngkan gejala gejala muskarinik perifer (pada otot polos dan
kelenjar eksokrin) maupun sentral. Pernafasan diperbaiki karena atropin melawan
brokokonstriksi, menghambat sekresi bronkus dan melawan depresi pernafasan di
otak, tetapi atropin tidak dapat melawan gejala kolinergik pada otot rangka yang
berupa kelumpuhan otot-otot rangka, termasuk kelumpuhan otot-otot pernafasan.
2. Pralidoksim
Diberikan segera setelah pasien diberi atropin yang merupakan reaktivator enzim
kolinesterase. Jika pengobatan terlambat lebih dari 24 jam setelah keracunan,

keefektifannya dipertanyakan.(1)
Dosis normal yaitu 1 gram pada orang dewasa. Jika kelemahan otot tidak ada
perbaikan, dosis dapat diulangi dalam 1 2 jam. Pengobatan umumnya dilanjutkan
2002 digitized by USU digital library 6
tidak lebih dari 24 jam kecuali pada kasus pajanan dengan kelarutan tinggi dalam
lemak atau pajanan kronis. (1) Pralidoksim dapat mengaktifkan kembali enzim
kolinesterase pada sinaps-sinaps termasuk sinaps dengan otot rangka sehingga
dapat mengatasi kelumpuhan otot rangka.
[library.usu.ac.id]
Penanggulangan Dini Keracunan
Penanggulangan ker acunan perlu dilakukan untuk kasus akut maupun kronis.
Kasus akut lebih mudah dikenal sedangkan kasus kronis lebih sulit dikenal.
Pada kasus kecacunan akut, diagnosis klinis perlu segera dibuat. Ini berarti
mengelompokkan gejala- gejala yang diobservasi dan menghubungkan dengan
golongan xenobiotik yang memberi tanda- tanda keracunan tersebut. Hal ini tentu
membutuhkan pengetahuan luas tentang suatu toksis semua zat kimia. Tindakan
dini dapat dilakukan sebelum penyebab pasti dari kasus diketahui, karena
sebagian besar keracunan dapat diobati secara simtomatis menurut kelompok
kimianya.
Beberapa contoh tindakan yang perlu dilakukan pada kasus keracunan akut
adalah sebagai berikut:
Koma
Penderita hilang kesadarannya. Periksalah apakah penderita masih bernafas
teratur sekitar 20 kali semenit. Bila tidak bernafas maka perlu dilakukan
pernafasan buatan. Dalam keadaan koma penderita harus segera dibawa ke
rumah sakit yang besar yang biasa merawat kasus keracunan. Jangan diberi
minum apa- apa, dan hanya boleh dirangsang secara fisik untuk membangunkan
seperti mencubit ringan atau menggosok kepalan tangan di atas tulang dada
(sternum). Obat perangsang seperti kafein tidak boleh diberikan persuntikan. Bila
muntah, tidurkanlah telungkup supaya muntahan tidak terhirup dalam paru- paru.
Kejang
Bila terdapat kejang maka penderita perlu diletakkan dalam sikap yang enak dan
semua pakaian dilepas. Menahan otot lengan dan tungkai tidak boleh terlalu
keras, dan di antara gigi perlu diletakkan benda yang tidak keras supaya lidah
tidak tergigit. Penderita keracunan dengan kejang harus diberi diazepam
intravena dengan segera, namun perlu dititrasi, karena bila berlebihan dapat
membahayakan. Penderita juga harus segera dirawat di rumah sakit.
Gejala- gejala keracunan perlu dikelomp okkan. Misalnya bila terdapat koma
dengan gejala banyak keringat dan mulut penuh dengan air liur berbusa, muntah,
denyut nadi cepat, maka dapat dipastikan bahwa hal ini merupakan keracunan
insektisida organofosfat atau karbamat. Pemeriksaan laboratorium mu ngkin tidak
diperlukan. Antidotumnya sangat ampuh. yaitu atropin dosis besar yang diulangulang
pemberiannya.
Bila terdapat kelompok gejala: kulit kering (tidak lembab), mulut kering, pupil
membesar dan tidak bereaksi terhadap cahaya lampu, serta denyut jantung

cepat, maka dapat dipastikan bahwa racun penyebabnya sejenis atropin. Bila hal
ini disertai dengan denyut jantung yang tidak teratur, maka kemungkinan besar
zat ini merupakan obat antidepresan (yang menyerupai atropin).
Pengenalan penyebab keracunan harus didasarkan pada pengetahuan sifat - sifat
obat dan zat kimia dalam kelompok - kelompok gejala seperti di atas. Walaupun
secara pasti belum dapat ditentukan zat kimianya, namun pengenalan
2003 Digitized by USU digital library 11
kelompoknya sudah cukup untuk dapat melakukan upaya pengobatannya. Bila
diinginkan identifikasi zat yang lebih pasti maka diperlukan bantuan laboratorium
toksikologi. Namun perlu disadari bahwa tanpa pedoman diagnosis kelompok
penyebab, laboratorium sulit sekali melakukan testing. Selain itu perlu juga
diwaspadai bahwa setiap keracunan dapat mirip dengan gejala penyakit.
7. Manajemen Penderita Keracunan
Tindakan pada kasus keracunan bila tidak ada tenaga dokter di tempat adalah
sebagai berikut:
Tentukan secara global apakah kasus merupakan keracunan
Bawa penderita segera ke rumah sakit, terutama bila tidak sadar
Sebelum penderita dibawa kerumah sakit, mungkin ada beberapa hal yang perlu
dilakukan bila terjadi keadaan sebagai berikut:
Bila zat kimia terkena kulit, cucilah segera (sebelum dibawa kerumah
sakit) dengan sabun dan air yang banyak. Begitu pula bila kena mata (air
saja). Jangan menggunakan zat pembersih lain selain air.
Bila penderita tidak benafas dan badan masih hangat, lakukan pernafasan
buatan sampai dapat bernafas sendiri, sambil dibawa ke rumah sakit
t erdekat. Bila tanda- tanda bahwa insektisida merupakan penyebab, tidak
dibenarkan meniup ke dalam mulut penderita.
Bila racun tertelan dalam batas 4 jam, cobalah memuntahkan penderita
bila sadar. Memuntahkan dapat dengan merogoh tenggorokan (jangan
sampai melukai !).
Bila sadar, penderita dapat diberi norit yang digerus sebanyak 40 tablet,
diaduk dengan air secukupnya.
Semua keracunan harus dianggap berbahaya sampai terbukti bahwa
kasusnya tidak berbahaya.
Simpanlah muntahan dan urin (bila dapat ditampung) untuk diserahkan
kepada rumah sakit yang merawatnya.
Bila kejang, diperlakukan seperti dibahas di atas.
[library.usu.ac.id]
J. KOMPLIKASI
K. PENCEGAHAN
Pencegahan
Cara-cara pencegahan keracunan pestisida yang mungkin terjadi pada pekerjapekerja
pertanian, perkebunan, dan kehutanan sebagai berikut :
a. Penyimpanan pestisida :
1. Pestisida harus disimpan dalam wadah wadah yang diberi tanda, sebaiknya
tertutup dan dalam lemari terkunci.
2. Campuran pestisida dengan tepung atau makanan tidak boleh disimpan dekat

makanan. Campuran yang rasanya manis biasanya paling berbahaya. Tandatanda harus
jelas juga untuk mereka yang buta huruf.
3. Tempat-tempat bekas menyimpan yang telah tidak dipakai lagi harus dibakar agar
sisa pestisida musnah sama sekali.
4. Penyimpanan di wadah-wadah untuk makanan atau minuman seperti di botolbotol,
sangat besar bahayanya.
b. Pemakaian alat-alat pelindung :
1. Pakailah masker dan adakanlah ventilasi keluar setempat selama melakukan
pencampuran kering bahan-bahan beracun.
2. Pakailah pakaian pelindung, kacamata, dan sarung tangan terbuat dari neopren,
jika pekerjaan dimaksudkan untuk mencampur bahan tersebut dengan minyak
atau pelarut-pelarut organis. Pakaian pelindung harus dibuka dan kulit dicuci
sempurna sebelum makan.
3. Pakaialah respirator, kacamata, baju pelindung, dan sarung tangan selama
menyiapkan dan menggunakan semprotan, kabut, atau aerosol, jika kulit atau
paru-paru mungkin kontak dengan bahan tersebut.
c. Cara-cara pencegahan lainnya :
1. Selalu menyemprot ke arah yang tidak memungkinkan angin membawa bahan,
sehingga terhirup atau mengenai kulit tenaga kerja yang bersangkutan.
2. Hindarkan waktu kerja lebih dari 8 jam sehari bekerja di tempat tertutup dengan
penguap termis, juga alat demikian tidak boleh digunakan di tempat kediaman
penduduk atau di tempat pengolahan bahan makanan.
3. Janganlah disemprot tempat-tempat yang sebagian tubuh manusia akan
bersentuhan dengannya.
Di bawah ini dikutip pedoman dan petunjuk-petunjuk pemakaian pestisida yang
dikeluarkan oleh Departemen Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi :
1. Semua pestisida adalah racun, tetapi bahayanya dapat diperkecil bila diketahui
cara-cara bekerja dengan aman dan tidak mengganggu kesehatan.
2. Bahaya pestisida terhadap pekerja lapangan ialah :
a. Pada waktu memindahkan pestisida dari wadah yang besar kepada wadah yang
lebih kecil untuk diangkat dari gudang ke tempat bekerja.
b. Pada waktu mempersiapkannya sesuai dengan konsentrasi yang dibutuhkan.
c. Pada waktu dan selama menyemprot.
2002 digitized by USU digital library 7
d. Kontaminasi karena kecelakaan, yang dapat terjadi pada setiap tingkat pekerjaan
tersebut di atas (waktu memindah-mindahkan, bongkar muat, peredearan dan
transportasi, penyimpanan, pengaduk, menyemprot atau pemakaian lainnya).
3. Mengingat hal-hal tersebut di atas, maka perlu mendapat perhatian intensif :
a. Mereka yang bekerja dengan pestisida harus diberitahu bahaya yang akan
dihadapinya atau mungkin terjadi dan menerima serta memperhatikan pedoman
dan petunjuk-petunjuk tentang cara-cara bekerja yang aman dan tidak
mengganggu kesehatan.
b. Harus ada pengawasan teknis dan medis yang cukup.
c. Harus tersedia fasilitas untuk PPPK (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan)
mengingat efek keracunan pestisida yang dapat berbahaya pada pekerja. Bila
dipakai pestisida golongan organofosfat harus tersedia atropin, baik dalam bentuk

tablet maupun suntikan. Untuk ini perlu adanya seorang pengawas yang terlatih.
4. Penyemprot diharuskan memakai tutup kepala atau masker yang tak dapat
tembus, serta dicuci dengan baik secara berkala.
5. Pekerja yang mendapat cedera atau iritasi kulit pada tempat-tempat yang
mungkin terkena pestisida, dalam hal ini ia tidak diperkenankan bekerja dengan
pestisida, karena keadaan ini akan mempermudah masuknya pestisida ke dalam
tubuh.
6. Fasilitas (termasuk sabun) untuk mencuci kulit (mandi) dan mencuci pakaian
harus tersedia cukup. Mandi setelah menyemprot adalah merupakan keharusan
yang perlu mendapat pengawasan.
7. Pekerja tidak boleh bekerja dengan pestisida lebih dari 4 sampai 5 jam dalam satu
hari kerja, bila aplikasi dari pestisida oleh pekerja yang sama berlangsung dari
hari ke hari (kontinu dan berulang kali) dan untuk waktu yang sama.
8. Harus dipakai pakaian kerja yang khusus dan tersendiri, pakaian kerja ini harus
diganti dan dicuci setiap hari, untuk pestisida golongan organofosfat perlu dicuci
dengan sabun.
9. Disamping memperhatikan keadaan-keadaan lainnya, pekerja tidak boleh
merokok, minum atau makan sebelum mencuci tangan dengan bersih memakai
sabun dan air.
10. Bahaya terbesar terdapat pada waktu bekerja dengan konsentrat, karenanya
perlu diperhatikan ketentuan-ketentuan di bawah ini :
a. Dalam mempersiapkan konsentrat dari bubuk dispersi dalam air, haruslah dipakai
bak pencampur yang dalam, serta alat pengaduk yang cukup panjangnya untuk
mencegah percikan, dan dapat bekerja sambil berdiri. Demikian pula untuk
mencairkan pasta yang padat.
b. Mengisi bak pencampur harus demikian, sehingga bahaya percikan dapat
ditiadakan atau sekecil mungkin.
c. Pekerja disini selain memakai alat pelindung seperti pada penyemprot, harus pula
memakai skor dan sarung tangan yang tidak dapat tembus.
d. Memindahkan konsentrat dari satu tempat atau wadah ke tempat yang lain harus
memakai alat yang cukup panjang.
e. Konsentrat cair harus ditempatkan dalam wadah yang cukup kuat, tidak mudah
rusak pada waktu pengangkutan dan ditutup rapat.
2002 digitized by USU digital library 8
11. Alat-alat penyemprot harus memenuhi ketentuan-ketentuan keselamatan kerja.
12. Semua wadah pestisida harus mempunyai etiket yang memenuhi syarat, mudah
dibaca dan dimengerti baik oleh pekerja maupun pengawas.
13. Harus dipenuhi ketentuan-ketentuan tentang wadah pestisida yang telah kosong
atau hampir kosong, yaitu :
a. Wadah ini harus dikembalikan ke gudang selanjutnya dibakar atau dirusak dan
kemudian dikubur.
b. Wadah dapat pula didekontaminasikan dengan memenuhi persyaratan tertentu.
14. Sedapat mungkin diusahakan supaya tenaga kerja pertanian yang bersangkutan
dilakukan pemeriksaan kesehatan berkala, terhadap yang menggunakan pestisida
organofosfat dilakukan setiap bulan sekali pemeriksaan kesehatan berkala yang
berpedoman kepada standard kolinesterase dalam darah.

L. PROGNOSIS
M. TAMBAHAN

Você também pode gostar