Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PENDAHULUAN
Scabies merupakan manifestasi klinis yang disebabkan oleh penetrasi kutu parasit obligat
pada manusia, Sarcoptes scabies var. hominis ke dalam lapisan epidermis. Perkiraan sekitar
300 juta jiwa diseluruh dunia terinfeksi kutu scabies. Scabies menyerang seluruh lapisan
masyarakat, dimana wanita dan anak-anak lebih banyak terinfeksi. Penyakit ini umumnya
cenderung banyak ditemukan pada area urban, khususnya pada area padat penduduk. Insiden
scabies telah meningkat dalam 2 dekade terakhir ini, terutama di rumah-rumah perawatan,
penjara, dan bangsal-bangsal rumah sakit. Transmisi parasit ini biasanya terjadi melalui kontak
personal, meskipun kutu scabies ini dapat hidup di kulit manusia selama lebih dari 3 hari.(1)
Manifestasi klinis dari scabies yaitu gatal secara umum yang lebih intens terutama pada
malam hari dan menyebabkan ketidaknyamanan pada pasien, namun, komplikasi dan kematian
juga dapat terjadi, umumnya karena adanya pioderma bakterial sekunder, yang umumnya
disebabkan oleh Streptococcus pyogenus atau Staphylococcus aureus. Infeksi sekunder ini
dapat menyebabkan komplikasi seperti glomerulonefritis post-streptococcus dan sepsis
sistemik.(3)
Banyak obat-obatan, terutama dari golongan insektisida, yang digunakan dalam terapi
scabies pada abad ke-20. Namun, kebanyakan dari obat-obatan ini bersifat toksik. Akhir-akhir
ini, adanya resistensi terhadap obat yang sudah ada sebelumnya, derajat keparahan penyakit,
dan reaksi lanjut dari obat-obatan telah mendorong perkembangan strategi pengobatan dan
antiektoparasit baru untuk manajemen yang lebih optimal.(4)
BAB II
ISI
II.1.DEFINISI
Scabies merupakan infeksi ektoparasit pada manusia yang disebabkan oleh kutu
Sarcoptes scabiei var hominis.(3) Infeksi ini terjadi akibat kontak langsung dari kulit ke
kulit maupun kontak tidak langsung (melalui benda misalnya pakaian handuk, sprei,
bantal dan lain - lain).(5)
II.2.ETIOLOGI
Scabies disebabkan oleh parasit kutu Sarcoptes scabiei var hominis. Kutu scabies
memiliki 4 pasang kaki dan berukuran 0,3 mm, yang tidak dapat dilihat dengan
menggunakan mata telanjang.(1) Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk
oval, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini translusen, berwarna
putih kotor, dan tidak bermata. Ukurannya yang betina berkisar antara 330 450 mikron
x 250 350 mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200 240 mikron x 150
200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang didepan sebagai alat
untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan
pada jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat dengan alat
perekat.(7)
II.3.PATOGENESIS
Kutu scabies betina menggali terowongan pada stratum corneum dengan kecepatan 2
mm per hari, dan meletakkan 2 atau 3 telur-telurnya setiap harinya. Telur-telur ini akan
menetas setelah 3 hari dan menjadi larva, yang akan membentuk kantung dangkal di
stratum corneum dimana larva-larva ini akan bertrasnformasi dan menjadi dewasa dalam
2
waktu 2 minggu. Kutu ini kawin di dalam kantongnya, dimana kutu jantan akan mati
tetapi kutu betina yang telah dibuahi menggali terowongan dan melanjutkan siklus
hidupnya. Setelah invasi pertama dari kutu ini, diperlukan 4 hingga 6 minggu untuk
timbul reaksi hipersensitivitas dan rasa gatal akibat kutu ini.(2)
Sarcoptes
scabiei
sangat
bergantung
kepada
Pada umumnya popular urtikaria terjadi akibat gigitan dan sengatan serangga
tetapi area lesinya hanya terbatas pada daerah gigitan dan sengatan serangga saja
sedangkan skabies ditemukan lesi berupa terowongan yang tipis dan kecil seperti
benang berwarna putih abu-abu, pada ujung terowongan ditemukan papul atau
vesikel.(1,15)
2.
Prurigo nodularis
Merupakan tanda klinik yang kronis yaitu nodul yang gatal dan secara
histologi ditandai adanya hiperkeratosis dan akantosis hingga ke bawah
epidermis. Sedangkan pada skabies ditemukan Sarcoptes scabiei di bagian teratas
epidermis yang mengalami akantosis. Pada prurigo, penyebabnya belum
diketahui. Namun dalam beberapa kasus, faktor stress emosional menjadi salah
satu pemicu sehingga sulit untuk ditentukan apakah ini adalah penyebab atau
akibat dari prurigo sedangkan pada skabies disebabkan oleh adanya tungau
Sarcoptes scabiei melalui pewarnaan Hematoksilin-Eosin (H.E).(6,16)
II.7.PENATALAKSANAAN
Terdapat beberapa terapi untuk skabies yang memiliki tingkat efektifitas yang
bervariasi. Faktor yang berpengaruh dalam keberhasilan yang antara lain umur pasien,
biaya pengobatan, berat derajat erupsi, dan faktor kegagalan terapi yang pernah
diberikan sebelumnya.(1)
Pada pasien dewasa, skabisid topikal harus dioleskan di seluruh permukaan tubuh
kecuali area wajah dan kulit kepala,dan lebih difokuskan di daerah sela-sela jari,
inguinal, genital, area lipatan kulit sekitar kuku, dan area belakang telinga. Pada pasien
anak dan skabies berkrusta, area wajah dan kulit kepala juga harus dioleskan skabisid
topikal. Pasien harus diinformasikan bahwa walaupun telah diberikan terapi skabisidal
yang adekuat, ruam dan rasa gatal di kulit dapat tetap menetap hingga 4 minggu. Jika
tidak diberikan penjelasan, pasien akan beranggapan bahwa pengobatan yang diberikan
tidak berhasil dan kemudian akan menggunakan obat anti skabies secara berlebihan.
Steroid topikal, anti histamin maupun steroid sistemik jangka pendek dapat diberikan
untuk menghilangkan ruam dan gatal pada pasien yang tidak membaik setelah
pemberian terapi skabisid yang lengkap.(1)
6
Pengobatan meliputi seluruh bagian dari kulit tanpa terkecuali baik yang yang
terkena oleh skabies ataupun bagian kulit yang tidak terkena.
Pengobatan yang diberikan dioleskan di kulit dan sebaiknya dilakukan pada malam
hari sebelum tidur.
Ganti pakaian, handuk, sprei, yang digunakan, selalu cuci dengan teratur dan bila
perlu direndam dengan air panas
Permethrin
Permethrin merupakan sintesa dari pyrethtoid, sifat skabisidnya sangat baik. obat
ini merupakan pilihan pertama dalam pengobatan skabies karena efek
toksisitasnya terhadap mamalia sangat rendah dan kecenderungan keracunan
akibat salah dalam penggunaannya sangat kecil. Hal ini disebabkan karena hanya
sedikit yang terabsorbsi dan cepat dimetabolisme di kulit dan deksresikan di urin.
Tersedia dalam bentuk krim 5 % dosis tunggal digunakan selama 8-12 jam,
digunakan malam hari sekali dalam 1 minggu selama 2 minggu, apabila belum
sembuh bisa dilanjutkan dengan pemberian kedua setelah 1 minggu. Permethrin
tidak dapat diberikan pada bayi yang kurang dari 2 bulan, wanita hamil, dan ibu
menyusui. Efek samping jarang ditemukan berupa rasa terbakar, perih, dan gatal.
Beberapa studi menunjukkan tingkat keberhasilan permetrin lebih tinggi dari
lindane dan crotamiton. Kelemahannya merupakan obat topikal yang mahal.(11,18)
Presipitat sulfur adalah antiskabietik tertua yang telah lama digunakan, sejak 25
M. Preparat sulfur yang tersedia dalam bentuk salep (2% -10%) dan umumnya
salep konsentrasi 6% lebih disukai. Cara aplikasi salep sangat sederhana, yakni
mengoleskan salep setelah mandi ke seluruh kulit tubuh selama 24 jam tiga hari
berturut-turut. Keuntungan penggunaan obat ini adalah harganya yang murah dan
mungkin merupakan satu-satunya pilihan di negara yang membutuhkan terapi
massal.(11,13)
Bila kontak dengan jaringan hidup, preparat ini akan membentuk hidrogen
sulfida dan pentathionic acid (CH2S5O6) yang bersifat germisid dan fungisid.
Secara umum sulfur bersifat aman bila digunakan oleh anak-anak, wanita hamil
dan menyusui serta efektif dalam konsentrasi 2,5% pada bayi. Kerugian
pemakaian obat ini adalah bau tidak enak, mewarnai pakaian dan kadang-kadang
menimbulkan iritasi.(11)
c
Benzyl benzoate
Benzyl benzoate adalah ester asam benzoat dan alkohol benzil yang merupakan
bahan sintesis balsam peru. Benzyl benzoate bersifat neurotoksik pada tungau
skabies. Digunakan sebagai 25% emulsi dengan periode kontak 24 jam dan pada
usia dewasa muda atau anak-anak, dosis dapat dikurangi menjadi 12,5%. Benzyl
benzoate sangat efektif bila digunakan dengan baik dan teratur dan secara
kosmetik bisa diterima. Efek samping dari benzyl benzoate dapat menyebabkan
dermatitis iritan pada wajah dan skrotum, karena itu penderita harus diingatkan
untuk tidak menggunakan secara berlebihan. Penggunaan berulang dapat
menyebabkan dermatitis alergi. Terapi ini dikontraindikasikan pada wanita hamil
dan menyusui, bayi, dan anak-anak kurang dari 2 tahun. Tapi benzyl benzoate
lebih efektif dalam pengelolaan resistant crusted scabies. Di negara-negara
berkembang dimana sumber daya yang terbatas, benzyl benzoate digunakan
dalam pengelolaan skabies sebagai alternatif yang lebih murah.(4)
Ivermectin
Ivermectin adalah bahan semisintetik yang dihasilkan oleh Streptomyces
avermitilis, anti parasit yang strukturnya mirip antibiotik makrolid, namun tidak
mempunyai aktifitas sebagai antibiotik, diketahui aktif melawan ekto dan endo
9
parasit. Digunakan secara meluas pada pengobatan hewan, pada mamalia, pada
manusia digunakan untuk pengobatan penyakit filaria terutama oncocerciasis.
Diberikan secara oral, dosis tunggal, 200 ug/kgBB dan dilaporkan efektif untuk
skabies. Digunakan pada umur lebih dari 5 tahun. Juga dilaporkan secara khusus
tentang formulasi ivermectin topikal efektif untuk mengobati skabies. Efek
samping yang sering adalah kontak dermatitis dan toxicepidermal necrolysis.(10)
g
Monosulfiran
Tersedia dalam bentuk lotion 25% sebelum digunakan harus ditambahkan 2-3
bagian air dan digunakan setiap hari selama 2-3 hari.(10)
Malathion
Malathion 0,5% adalah dengan dasar air digunakan selama 24 jam, pemberian
berikutnya
beberapa
hari
kemudian.(10)
Namun
saat
ini
tidak
lagi
Pengobatan simptomatik
Obat antipruritus seperti obat anti histamin mungkin mengurangi gatal yang secara
karakeristik menetap selama beberapa minggu setelah terapi dengan anti skabies yang
adekuat. Pada bayi, aplikasi hidrokortison 1% pada lesi kulit yang sangat aktif dan
aplikasi pelumas atau emolien pada lesi yang kurang aktif mungkin sangat membantu,
dan pada orang dewasa dapat digunakan triamsinolon 0,1% untuk mengurangi keluhan.
(10)
Dosis
Keterangan
hari.
B.
Losion
Lindane
1%
dan laktasi.
Krim
Crotamito
berturut-turut,
n 10%
Sulfur
presipitat
lalu dibersihkan.
5-10%
lalu tetapi
efektifitasnya
tidak
kotor
pemakaiannya
dalam
dan
data
Benzyl
lalu dibersihkan
Benzoat
namun
dapat
10%
Ivermectin
200 g/kg
efektifitas
dan
digunakan
topikal
pada
yang
aman.
Dapat
bersama
bahan
lainnya.
kasus-kasus
Digunakan
skabies
Setelah pengobatan berhasil untuk mematikan tungau, rasa gatal dapat bertahan dan
dirasakan selama 6 minggu sebagai reaksi eksematous. Pasien dapat diobati dengan
pengobatan eksema biasa dengan emolien dan kortikosteroid topikal dengan atau tanpa
antibiotik topikal tergantung adanya infeksi sekunder Staphylocccus aureus. Antipruritus
topikal crotamiton sering membantu jika kulit gatal dengan hanya sedikit reaksi peradangan.
Pasien harus disarankan bahwa erupsi dari skabies membutuhkan waktu untuk proses
penyembuhan dan sebaiknya berhati-hati dengan penggunaan skabisid yang berlebihan. (17)
II.8.PENCEGAHAN
11
12
DAFTAR PUSTAKA
1
Stone SP, Goldfarb JN, Bacelieri RE. Scabies, other mites, and pediculosis In: Wolff
K, Lowell A, Katz GSI, Paller GAS, Leffell DJ, editors. Fitzpatricks dermatology in
general medicine. 7th ed. United state of America. McGraw-Hill; 2008. p. 2029-2032.
Trozak DJ, Tennenhouse JD, Russell JJ. Herpes Scabies. In: Trozak DJ, Tennenhouse
JD, Russell JJ editors. Dermatology Skills for Primary Care; An Illustrated Guide:
Humana Press; 2006. p. 105-11
Currie JB, McCarthy JS. Permethrin and Ivermectin for Scabies. New England J Med.
2010; 362: p. 718.
Burns DA. Diseases caused by arthropods and other noxious animals. In: Rooks
textbook of dermatology. 8th ed. United kingdom. Willey-blackwell; 2010. p. 38.36
38.38.
Handoko,PR. Skabies. In: Prof.Dr.dr.Adi Djuanda, editor. Ilmu penyakit kulit dan
kelamin. Ed 6. Jakarta. FK UI; 2010.p.122-123
Habif TP. Infestations and bites. In: Habif TP, editor. A clinical dermatology : a color
guide to diagnosis and therapy. 4th ed. London. Mosby; 2004. p. 500.
10 Amiruddin MD. Skabies. In. Amiruddin MD, editor. Ilmu Penyakit Kulit. Ed 1.
Makassar: Bagian ilmu penyakit kulit dan kelamin fakultas kedokteran universitas
hasanuddin; 2003. p. 5-10.
11 Oakley A. Scabies: Diagnosis and Management. BPJ journals. 2012; 19: p. 12-16.
13
12 William DJ, Timothy GB, Dirk ME. Parasitic infestations, stings, and bites. In: Sue
Hodgson/Karen Bowler, editors. Andrews Disease of the skin: Clinical Dermatology.
10th ed. Canada: Saunders Elsevier; 2006. p. 453
13 Hengge UR, Currie BJ, Jager G, Lupi O, Schwartz RA. Scabies: a Ubiquitous
Neglected Skin Disease. PubMed Med. J. 2006; 6: p. 771
14 Park JH, Kim CW, Kim SS. Scabies: The Diagnosis Accuracy of Dermoscopy for
Scabies. Ann Dermatology. 2012; 24: p. 194-99.
15 Elston DM. Bites and stings. In: Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP, editors.
Bolognia: Dermatology. 2nd ed. USA: Mosby Elsevier; 2008. p. 84
16 Jones JB. Eczema, lichenidentificatio, prurigo and erythroderma. In: Burns T,
Breathnach S, Cox N, Griffiths C, editors. Rooks textbook of dermatology. 8th ed.
USA. Willey-blackwell; 2010. p. 23.42 22.43.
17 Johnston G, Sladden M. Scabies: Diagnosis and treatment. Bmj journals. 2005; 331:
p. 619, 622.
18 Leone PE. Scabies and Pediculosis Pubis : An Update of Treatment Regiments and
14