Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
I. Pemegang saham
* Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc. (AS) 81,28%
* Pemerintah Indonesia 9,36%
* PT. Indocopper Investama 9,36%
II. Bahan Tambang yang dihasilkan
-Tembaga
-Emas
-Silver
-Molybdenum
-Rhenium
kawah-freeport.
Selama ini hasil bahan yang di tambang tidak-lah jelas karena hasil tambang
tersebut di kapal-kan ke luar indonesia untuk di murnikan
sedangkan molybdenum dan rhenium adalah merupakan sebuah hasil samping dari
pemrosesan bijih tembaga.
III. Sejarah
Sejak tahun 1971, Freeport Indonesia, masuk ke daerah keramat ini, dan
membuka tambang Erstberg. Sejak tahun 1971 itulah warga suku Amugme
dipindahkan ke luar dari wilayah mereka ke wilayah kaki pegunungan.
seorang karyawan Freeport yang terlibat dalam kegiatan ini dan bertugas membaca
e-mail-e-mail tersebut.
Menurut bekas karyawan dan karyawan Freeport, perusahaan ini juga membuat
sistemnya sendiri untuk mencuri berita-berita melalui e-mail. Caranya adalah
dengan membentuk sebuah kelompok pecinta lingkungan gadungan, yang meminta
mereka yang berminat untuk mendaftar secara online dengan menggunakan kode
rahasia (password) tertentu. Banyak di antara mereka yang mendaftar itu
menggunakan password yang sama seperti yang mereka gunakan untuk e-mail
mereka. Dengan cara ini, Freeport dengan gampang mencuri berita. Menurut
seseorang yang waktu itu bekerja untuk perusahaan ini, awalnya para pengacara
Freeport khawatir dengan pencurian ini. Tetapi, mereka kemudian memutuskan,
secara legal perusahaan itu tidak dilarang untuk membaca e-mail pihak-pihak di
luar negeri.
4.2 Hubungan Freeport dan TNI
Pada bulan Maret 1996, kemarahan terhadap perusahaan pecah dalam bentuk kerusuhan ketika sentimen anti-perusahaan dari beberapa kelompok yang berbeda
bergabung.
Freeport menyadap berita-berita dalam e-mail. Menurut dua orang yang membaca
e-mail-e-mail itu pada saat itu, ada unit-unit militer tertentu, masyarakat setempat,
dan kelompok-kelompok lingkungan hidup yang bekerjasama. Sebuah pertukaran
informasi dengan menggunakan e-mail antara seorang tokoh masyarakat dengan
pimpinan organisasi lingkungan hidup penuh dengan taktik intelijen militer. Dalam
e-mail yang lain, seorang pimpinan organisasi lingkungan meminta para anggotanya mundur karena demonstrasi telah berubah menjadi kerusuhan.
Dari wawancara yang dilakukan, bekas pejabat dan pejabat Freeport menyatakan,
mereka terkejut melihat sejumlah orang dengan potongan rambut militer, mengenakan sepatu tempur dan menggenggam radio walkie-talkie di antara para
perusuh itu. Orang-orang itu terlihat mengarahkan kerusuhan itu, dan pada satu ketika, mengarahkan massa menuju ke laboratorium Freeport yang kemudian mereka
obrak-abrik.
4.3 Keamanan
Dokumen-dokumen itu diberikan kepada New York Times oleh seseorang yang dekat
dengan Freeport, dan menurut bekas karyawan maupun karyawan Freeport sendiri,
dokumen-dokumen itu asli alias otentik. Dalam respon tertulisnya kepada New York
Times, Freeport menyatakan bahwa perusahaan itu telah mengambil langkahlangkah yang perlu sesuai dengan undang-undang Amerika Serikat dan Indonesia
untuk memberikan lingkungan kerja yang aman bagi lebih dari 18.000 karyawannya
maupun karyawan perusahaan-perusahaan kontraktornya. Freeport juga
mengatakan tidak punya alternatif lain kecuali tergantung sepenuhnya kepada
militer dan polisi Indonesia dan keputusan-keputusan yang diambil dalam kaitannya
dengan hubungan dengan pemerintah Indonesia dan lembaga-lembaga
keamanannya, adalah kegiatan bisnis biasa.
New York Times menerima dokumen keuangan Freeport selama tujuh tahun dari
seorang yang dekat dengan perusahaan itu. Tambahan dokumen selama tiga tahun
diberikan oleh Global Witness, sebuah LSM yang mengeluarkan laporan pada bulan
Juli, yang berjudul Paying for Protection (Bayaran Perlindungan) [1] tentang
hubungan Freeport dengan militer Indonesia. Diamird 0Sullivan, yang bekerja
untuk Global Witness di London, mengkritik pembayaran yang dilakukan Freeport
itu.
Menurut perusahaan, semua pengeluaran yang dilakukannya itu harus melalui
proses pemeriksaan anggaran. Catatan yang diterima New York Times menunjukkan
adanya pembayaran kepada perwira-perwira militer secara perseorangan yang
didaftarkan di bawah topik-topik seperti biaya makanan, jasa administrasi dan
tambahan bulanan. Para komandan yang menerima dana tersebut tidak diharuskan
menandatangani tanda terima.
Pendeta Lowry, yang pensiun dari Freeport pada bulan Maret 2004 tetapi tetap
menjadi konsultan sampai bulan Juni, mengatakan, sebetulnya tidak ada alasan
yang cukup bagi Freeport untuk memberikan dana secara langsung kepada para
perwira militer itu.
Catatan perusahaan menunjukkan, penerima terbesar adalah komandan pasukan di
daerah Freeport,Letnan Kolonel Togap F. Gultom. Selama enam bulan tahun 2001, ia
diberikan hanya kurang sedikit dari 100.000 dolar untuk biaya makanan, dan lebih
dari 150.000 dolar di tahun berikutnya. Di tahun 2002, Freeport juga memberikan
uang kepada paling tidak 10 komandan lainnya mencapai lebih dari 350.000 dolar
untuk biaya makan.
Menurut para bekas karyawan dan karyawan Freeport, pembayaran-pembayaran
tersebut dilakukan kepada para perwira itu, kepada istri-istri dan anak-anak mereka,
secara perorangan. Yang berpangkat jenderal terbang di kelas satu atau kelas
bisnis, dan para perwira yang lebih rendah pada kelas ekonomi, demikian
kata Brigadir Jenderal Ramizan Tarigan yang menerima tiket senilai 14.000 dolar
pada tahun 2002 untuk dirinya dan anggota keluarganya.
Jenderal Tarigan yang menduduki posisi senior di kepolisian mengatakan, para
perwira polisi dibolehkan menerima tiket pesawat udara karena gaji mereka sangat
rendah tetapi adalah melanggar peraturan kepolisian untuk menerima pembayaran
uang tunai. Pada bulan April 2002, Freeport membayar perwira senior militer di
Papua, Mayor Jenderal Mahidin Simbolon, lebih dari 64.000 dolar untuk yang disebut
dalam buku keuangan Freeport sebagai dana untuk rencana proyek militer tahun
2002.
Delapan bulan kemudian, di bulan Desember, Jenderal Simbolon menerima lebih
dari 67.000 dolar untuk proyek aksi sipil kemanusiaan. Pembayaran-pembayaran ini
pertama kali dilaporkan Global Witness. Jenderal Simbolon, yang kini menjadi
Inspektur Jenderal Angkatan Darat Indonesia, menolak permohonan untuk
diwawancarai.
* Disunting dan diberitakan dalam bahasa Indonesia oleh Rakyat Merdeka dengan
judul Menyusuri Sungai Limbah Di Kaki Gunung Emas Freeport secara
bersambung pada 16-22 Februari 2006 [3]
V. Peristiwa
* 21 Februari 2006, terjadi pengusiran terhadap penduduk setempat yang
melakukan pendulangan emas dari sisa-sisa limbah produksi Freeport di Kali Kabur
Wanamon. Pengusiran dilakukan oleh aparat gabungan kepolisian dan satpam
Freeport. Akibat pengusiran ini terjadi bentrokan dan penembakan. Penduduk
sekitar yang mengetahui kejadian itu kemudian menduduki dan menutup jalan
utama Freeport di Ridge Camp, di Mile 72-74, selama beberapa hari. Jalan itu
merupakan satu-satunya akses ke lokasi pengolahan dan penambangan Grasberg.
[4] [5]
* 22 Februari 2006, sekelompok mahasiswa asal Papua beraksi terhadap
penembakan di Timika sehari sebelumnya dengan merusak gedung Plasa 89 di
Jakarta yang merupakan gedung tempat PT Freeport Indonesia berkantor.
* 23 Februari 2006, masyarakat Papua Barat yang tergabung dalam Solidaritas
Tragedi Freeport menggelar unjuk rasa di depan Istana, menuntuk presiden untuk
menutup Freeport Indonesia. Aksi yang sama juga dilakukan oleh sekitar 50
mahasiswa asal Papua di Manado.
* 25 Februari 2006, karyawan PT Freeport Indonesia kembali bekerja setelah palang
di Mile 74 dibuka.